NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ore no linazuke ni Natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Volume 1 Chapter 2

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 2

【Siapa?】

Pasangan Pernikahanku, Bukan dari Dunia Dua Dimensi


Aku duduk di kursi ruang makan. Watanae-san tampak gelisah, menggerakkan kakinya dengan resah. Sementara itu, Nayu duduk di sampingnya dengan gaya yang sok berkuasa. Apa-apaan situasi ini……


"U-umm… Watanae-san. Sementara ini, mau minum teh?"


"Ah, t-terima kasih……"


"Kak, aku mau yang dingin."


Sesuai permintaan Nayu, aku menyiapkan tiga gelas teh barley dingin. Lalu sekali lagi, aku duduk berhadapan dengan Watanae-san.


Sambil menyesap teh, aku sekilas melirik wajahnya. Dilihat dari dekat begini, batang hidungnya mancung, matanya besar dan bulat. Wajahnya sebenarnya cantik. Karena memakai kacamata, sekilas memang tidak terlalu kelihatan.


Mungkin karena menyadari tatapanku, pipi Watanae-san memerah dan ia menunduk.


"Ah… ma-maaf……"


"T-tidak…… justru aku yang minta maaf."


"Hei, dasar canggung sekali."


"Berisik. Bukannya menyindir, lebih baik kau bantu aku."

"Malas, ribet."


Untuk apa dia datang sebenarnya. Tak ada pilihan, aku yang memulai pembicaraan.


"Jadi, Watanae-san juga sudah mendengar soal ini……?"


"Y-ya…… Ayahku katanya berteman dengan rekan bisnisnya…… lalu mereka sepakat menikahkan anak-anak mereka……"


Berkali-kali kudengar, tetap saja terdengar tidak masuk akal. Benar-benar seperti dipaksa lari ke masa depan dengan kecepatan cahaya.


"Yuuka-chan sudah merantau ke Tokyo sejak kelas satu SMA?"


Dengan wajah malas, Nayu bertanya.


"I-ya. Aslinya aku bukan dari Kanto…… jadi sejak SMA aku tinggal sendiri."


"Begitu. Kak juga tinggal sendirian."


"Ah. Ayah kami sedang tugas di luar negeri, ibu juga ikut dengannya……"


"Kalau begitu, bagaimana kalau Yuuka-chan pindah saja ke sini?"


"Tunggu sebentar."


Aku segera menghentikan Nayu yang seenaknya menyimpulkan begitu.


"Kenapa kau memutuskan soal pindah begitu saja?"


"Hah? Soalnya rumah ini lebih luas, kan? Kalau mau menikah ya otomatis tinggal bersama. Ada masalah?"

"Seperti yang sudah kukatakan lewat telepon, aku dan dia sama-sama masih SMA. Secara hukum, kami tidak bisa menikah."


"Ya tinggal dianggap pernikahan de facto saja. Toh orang tua kita berdua sudah setuju."


"Meski keluarga sudah sepakat, pihak yang menikah belum tentu rela."


"Itu bicarakan dengan Ayah. Aku tidak tahu-menahu."


Nayu memperlihatkan ekspresi kesal secara terang-terangan.


Ya, memang benar ini bukan keputusan dia, jadi percuma juga aku menyalahkannya.


"Tapi, Nayu……"


Meski begitu, aku tak bisa menahan diri untuk mengatakannya.


"Kau tahu, kan? Aku sudah memutuskan tidak akan menjalin cinta dengan orang dari dunia nyata lagi."


"Ayah bercerai, kau jadi kehilangan mimpi tentang pernikahan. Sejak ditolak waktu SMP, kau hanya tertarik pada 2D. Sudah berkali-kali kau katakan, sampai bosan aku mendengarnya."


Melihat ayah yang terpuruk hampir seperti akan mati setelah bercerai dengan ibu, aku tahu bahwa akhir dari pernikahan adalah neraka. Dan sejak peristiwa itu di kelas tiga SMP, aku memutuskan hanya akan mencintai dunia dua dimensi, yang takkan menyakiti maupun disakiti.


Itulah aku──Sakata Yuuichi.


"Hah…… padahal sama karakter itu kau sering bilang ‘ingin menikah’ atau ‘ingin membahagiakan’."


"Nayu. Jangan bilang ‘karakter itu’. Yuuna-chan. Panggil namanya dengan benar."


"Serius? Kau malah mempermasalahkan itu?"


Nayu menatapku dengan wajah jijik, lalu menghela napas panjang.


"Ya sudahlah. Bidang datar kalau digabung bisa jadi bentuk tiga dimensi. Jadi kalau anggap saja pernikahan itu semacam gabungan dunia dua dimensi, mungkin lama-lama kau terbiasa. Entahlah."


"Apa-apaan teori aneh itu. Aku sama sekali tidak paham maksudnya."


"Kakak juga biasanya omongannya susah dipahami, kan? Ya sudahlah. Pokoknya nikmati saja pengalaman punya istri sungguhan. Tch."


"Kenapa sih, kau malah marah-marah!?"


Tanpa menjawab pertanyaanku, Nayu membalikkan badan.


"Pokoknya, selesai. Sisanya biar kalian berdua mengobrol dengan tenang. Kalau begitu, Kak…… selamat mati dengan bahagia."


"Mati!? Itu sudah level makian paling parah!"


Dengan seenaknya Nayu memotong pembicaraan, lalu keluar rumah begitu saja tanpa mendengar laranganku.



──Kepada Nayu yang terhormat. Semoga kau sehat-sehat saja.

Sudah satu jam sejak kau pergi, dan ruangan ini masih sunyi.

"…………"

"…………"


Aku dan Watanae-san saling mengalihkan pandangan, bahkan tak mampu bangkit dari kursi. Suasananya begitu canggung, sampai aku gemetaran……


──Tapi ya. Tidak mungkin kami terus terjebak dalam situasi beku seperti ini. Aku berdehem kecil, lalu memberanikan diri menatap Watanae-san.


Ayo, Yuuichi.


"U-um, Watanae-san. Sebenarnya aku ini…… tipe orang yang sangat introver."


"……Ya?"


Sebuah ucapan yang terdengar pesimis, demi bisa melangkah menuju masa depan. Watanae-san sedikit memiringkan kepala, tetapi aku tetap melanjutkan tanpa peduli.


"Jadi, aku ini tidak punya topik yang bisa membuat suasana seru dengan perempuan. Aku tidak tahu toko kue manis yang enak, aku juga merasa kalau boba dan tokoroten itu sama saja, aku tidak tahu J Soul sudah generasi ke berapa. Aku hanya bisa membicarakan anime, manga, dan gim. Topik yang disukai perempuan itu… sama sekali tidak ada."


Entah sejak kapan aku mulai berbicara agak cepat, sampai-sampai aku sendiri merasa berlebihan. Tapi tidak apa-apa. Silakan saja kaget atau jijik padaku. Setelah itu bubar. Pembicaraan tentang perjodohan ini selesai.


Itu yang paling tidak akan menyakiti siapa pun.

Haa… meskipun begitu, ayah yang merencanakan perjodohan seperti ini, rasanya benar-benar ingin kukutuk sampai ke tujuh turunan.


Ah, tapi kalau mengutuk orang tua sampai tujuh turunan, berarti aku sendiri juga kena kutuk.


Saat aku sedang memikirkan hal yang sama sekali tidak berguna itu—


"────Jadi, heroine favorit Kamu belakangan ini, siapa?"


"…………Apa?"


Watanae-san menggigilkan bahu lalu meremas matanya rapat-rapat.

Mendengar pertanyaan tak terduga itu, aku tanpa sadar mengeluarkan suara bodoh.


Lalu, dengan otak dipacu pada gigi tertinggi, aku mencoba menafsirkan kata-katanya dengan benar.


"…Kalau soal grup 48 atau grup Sakamichi, aku tidak tahu sama sekali."


"Aku pun tidak bisa membedakan wajah lebih dari empat puluh orang idol!"


Hah? Kupikir kalau gadis zaman sekarang menyebut kata 'heroine', maksudnya adalah grup idola tiga dimensi.


Saat aku kebingungan, Watanae-san menatapku dengan mata menyipit sinis, bibirnya sedikit dimonyongkan.


"Makanya, heroine favoritmu belakangan ini. Tadi kamu sendiri yang bilang, bisa bicara soal anime, manga, dan gim."


"Lalu dengan menanyakan itu, kau berniat apa?"

"…Menurutmu, aku berniat apa?"


"Menjual guci, lukisan, atau mungkin suplemen."


"Kenapa diasumsikan aku mau menjual sesuatu! aku hanya, niat murni saja!! Ingin tahu hobimu!!"


"Tidak mau menjual apa pun? Kalau begitu, mungkin kau mau merendahkanku di media sosial lalu bikin heboh…"


"Ah, sudah! Pola pikirmu terpelintir sampai sejauh mana sih!?"


Awalnya nada suaranya masih ragu-ragu, tapi semakin lama beradu mulut, suara Watanae-san pun makin meninggi. Sampai akhirnya ia menarik napas panjang dan berat.


"…Ngomong-ngomong, aku ini tim anak keempat. Ceria tapi menyimpan kegelapan, bukankah itu titik moe yang paling kuat?"


"────!? A…anak…keempat…?"


Tidak mungkin ada otaku yang tidak paham maksud dari frasa itu.


"A… apa jangan-jangan, Watanae-san… sedang membicarakan ‘Istri Tunangan Lima Bagian’ (Gobunkatsu sareta Iinazuke)!?"


"Dari tadi aku memang membicarakan itu──"


"Aku tim anak ketiga! Aku suka karakter yang pakai headphone!"


Aku memotong kata-kata Watanae-san yang sedang manyun, lalu berteriak. Setelah menatapku terdiam sejenak… Watanae-san pun tersenyum kecil.


"Fufu… apa-apaan itu, hobi yang begitu unik."

"Soalnya perempuan yang pakai headphone itu entah kenapa moe, kan? Biasanya telinga terekspos, tapi justru sengaja ditutupi. Itu malah menambah kesan terlarang, menurutku."


"Jadi, kau lebih suka yang berpakaian tertutup?"


"U… uhm, itu tergantung situasi sih… ada juga karakter berpakaian terbuka yang kusukai, tergantung karyanya…"


"Eeeh? Tadi kau bilangnya beda~"


"Ka-kalau begitu, Watanae-san sendiri tidak punya hobi unik begitu?"


"E, a-aku… tidak ada, sih…"


"Ah. Itu jelas-jelas reaksi orang yang sebenarnya punya. Dari wajahmu yang tampak pendiam, ternyata diam-diam…"


"Apa yang kau bayangkan!? Bukan! Hobi milikku sehat!!"


"Kalau begitu, apa?"


"Uuuh… agak sulit menjelaskannya. Kalau orang memakai kemeja, biasanya kancing paling atas dibiarkan terbuka, kan? Supaya leher tidak terasa sesak."


"Itu memang benar. Kecuali kalau pakai dasi, biasanya terbuka."


"Betul! Nah, tapi kalau tanpa dasi pun, kancingnya dikancing sampai atas… bagaimana menurutmu?"


"…Bagaimana apanya?"


"Ya jelas moe! Biasanya tulang selangka atau leher terlihat, tapi sengaja ditutupi, justru makin menimbulkan kesan terlarang!!"

"Itu hobi yang terlalu unik…"


"Eeeh!? Hobi headphone-fetish milikmu malah lebih aneh!"


"Tidak, jelas lebih gawat orang yang punya fetish kancing atas!"


"Mouu~"


Aku berpura-pura jijik, dan Watanae-san pun menggembungkan pipinya seperti protes.


Begitu mata kami bertemu, tanpa sadar kami berdua pun tertawa keras. Dan akhirnya──kami berdua larut dalam obrolan otaku tanpa henti.



Entah sudah lewat satu jam, mungkin.


Aku merasa tenggorokanku mulai gatal, lalu kuhabiskan teh yang baru saja kutuangkan.


"Wow, hebat sekali cara minummu."


"Yah… soalnya aku biasanya tidak banyak bicara."


Sehari-hari, aku hanya bergumam sendirian di rumah. Di sekolah pun, hanya bicara sebatas yang perlu. Selain dengan Masa, jarang sekali aku bicara terus menerus begini…


"Rasanya baru kali ini aku bertemu orang yang benar-benar nyambung."


Watanae-san mengikat ulang rambut ekornya, lalu tersenyum malu.

Gerakan sederhana itu saja, membuat jantungku berdebar.


"Ah iya. Aku ingin melihat kamar Sakata-kun. Penasaran, manga apa saja yang kau punya."


"Tidak boleh."


Aku segera membentuk tanda silang dengan tangan di depan dada.

Kamar itu berbahaya. Meskipun perbincangan soal hobi terasa menyenangkan... tetap saja, mengajak lawan jenis masuk ke kamar itu bukanlah hal yang tepat.


"Eh!? Kenapa tidak boleh?"


"Itu bukan sesuatu yang bisa diperlihatkan pada orang lain."


"Tidak apa-apa kok. Aku juga seorang otaku. Aku mengerti, laki-laki memang menyukai hal-hal seperti itu... Tapi, supaya tidak membuat kita sama-sama canggung... aku akan berusaha untuk tidak menatapnya terlalu lama."


"Apa yang sedang kamu bicarakan!? Untuk berjaga-jaga aku tegaskan, kita sama sekali tidak sedang membicarakan hal-hal berbau dewasa!"


"Eh, begitu ya?"


Apa yang sebenarnya dia pikirkan tentang kamarku?


"Bukan itu maksudku... begini. Kamu itu, Watanae-san, adalah Yuuna-chan."


"Aku ini Yuuka, tahu!"


"Bukan begitu maksudku! Kamu kan sebenarnya Izumi Yuuna-chan, Watanae-san."


Aku mencoba menenangkan diri dan berpikir sejenak. 

Benar, Watanae Yuuka adalah──Izumi Yuuna-chan. Pengisi suara Yuuna-chan dari Arisute.


"Memang betul, aku Izumi Yuuna. Aku yang memerankan Yuuna. Aku yakin akulah orang yang paling mengenal Yuuna di dunia ini. Tapi, apa hubungannya itu dengan alasanmu tidak ingin memperlihatkan kamarmu──"


"…Orang yang paling mengenal di dunia?"


Perkataannya barusan membuatku sangat terusik.


"Aku rasa akulah yang lebih mengenal Yuuna-chan."


"Eh, itu yang kamu tanggapi? Tapi aku ini Yuuna itu sendiri, lho? Aku yang paling mengenalnya, dan akulah yang paling menyukai Yuuna di dunia ini."


"Jangan meremehkan cintaku pada Yuuna-chan."


Aku sadar, ini memang terdengar seperti sikap keras kepala di tempat yang aneh. Namun, hanya soal ini aku tidak bisa mengalah.


Aku tidak ingin disakiti siapa pun. Aku juga tidak ingin menyakiti siapa pun. Karena itulah aku memutuskan hanya akan mencintai dunia dua dimensi──dan Yuuna-chan adalah segalanya bagiku.


"Kalau memang kamu bilang begitu, aku akan tunjukkan kamarku padamu. Kamar seorang lelaki yang telah mendedikasikan segalanya pada Yuuna-chan!"



Beberapa menit kemudian. Dengan tekad bulat, aku membuka pintu kamarku. Cahaya jingga senja menyelinap melalui celah tirai.


Terdengar suara gagak dari kejauhan. Dalam suasana sore yang tenang itu──Watanae-san melangkah masuk ke kamar tersebut.


──Sebuah kamar yang penuh sesak dengan barang-barang koleksi Yuuna-chan. Aku bisa merasakan napas tertahan dari sampingku.


"Hebat sekali. Ada pin, gantungan kunci... bahkan sampai figur."


"Figur itu produksi terbatas. Aku memesannya langsung di hari penjualan."


"Ah. Ini yang dari acara radio, ya."


"Betul. Handuk khusus Arisute! Aku beli lima sekaligus."


"Hm? Poster Arisute ini..."


"…O-oh."


"Ini kan poster yang dirilis khusus untuk karakter yang masuk Kami Eleven."


"Poster yang bagus, kan!"


"Yah... soalnya Yuuna belum cukup populer, jadi biasanya dia tidak dimasukkan ke dalam poster seperti ini."


"Aku tahu, aku tahu! Tapi justru aku suka bagian itu juga!!"


"Tapi... di sini, Yuuna ada, kan?"


"…O-oh."


Ucapan yang tepat sasaran itu membuatku hanya bisa menunduk.


"Bagiku, Yuuna-chan itu satu-satunya yang tak tergantikan. Jadi... aku mencetak gambar yang kudapat dari internet, lalu mengeditnya supaya menyatu..."


"Kamu benar-benar membuatnya dengan baik... sampai-sampai terlihat alami sekali. Aku kaget melihatnya..."


Ya, aku sadar diriku memang agak gila. Tapi karena ini semua demi Yuuna-chan, aku tidak menyesal. Watanae-san hanya melirikku sekilas, lalu menghela napas. Dan kemudian──


"Yuuna akan selalu berada di sisimu! Jadi... ayo kita tertawa bersama!"


"──Eh!?"


Tubuhku bergetar mendengar itu, dan aku menatap Watanae-san.


"B-baru saja! Itu suara Yuuna-chan, kan!?"


"Aku sudah bilang, suara Yuuna itu suaraku sendiri!"


Sambil mendorong naik kacamatanya, Watanae-san berkata dengan sedikit bangga.


"Itu kalimat yang bagus, kan. Kalimat pertama Yuuna... dan kalimat favoritku."


"…Aku juga. Aku menyukai semua sisi Yuuna-chan. Tapi kalimat itu... sungguh aku mencintainya. Karena meski sedang terpuruk, meski sesulit apa pun... kalimat itu memberiku keberanian untuk bangkit."


Hari itu, ketika aku hancur dilanda keputusasaan dan mengurung diri di kamar──kata-kata itulah yang membuatku berdiri lagi. Kata-kata yang sangat, sangat berharga bagiku. Melihatku seperti itu, 

Watanae-san tersenyum kecil.


"Karena kamu bilang dirimu penggemar, aku hanya memberi sedikit layanan khusus. Lagipula, sepertinya aku harus segera pamit..."


Pelan-pelan, ekspresi wajahnya mulai suram.


Melihat itu, aku segera menyadari──ah, jadi begitu.


"Benar juga. Pernikahan yang ditentukan orang tua... sudah tidak masuk akal lagi zaman sekarang."


"Ya. Mengobrol denganmu itu menyenangkan, tapi..."


"Aku juga merasa begitu. Namun, tetap saja... pernikahan, ya..."


Memang, dia adalah orang yang paling dekat dengan Yuuna-chan di dunia nyata. Namun, dia bukanlah Yuuna-chan. Dia hanyalah Watanae Yuuka. Orang yang menghidupkan karakter itu bukanlah bagian dari dunia dua dimensi──tetapi manusia nyata di dunia tiga dimensi. Dan berkat perceraian orang tuaku, aku sudah kehilangan mimpi terhadap yang namanya pernikahan. 


Karena pengalaman pahit di masa lalu, aku takut dengan percintaan di dunia tiga dimensi yang tak memiliki buku panduan. Pernikahan dengan -nya──tidak mungkin bagiku. Watanae-san adalah orang yang sangat baik. Aku menyadarinya saat berbincang dengannya. Justru karena itu, aku ingin dia menemukan orang yang lebih baik… dan bisa bahagia.


"Ini yang terakhir, tapi… terima kasih sudah melahirkan Yuuna-chan. Kamu benar-benar──penyelamat hidupku."


"Itu… bukankah terlalu berlebihan?"


"Tidak, sama sekali tidak berlebihan. Aku sungguh mencintai Yuuna-

chan. Setiap hari aku melihat fotonya berkali-kali untuk mendapat semangat, dan aku bahkan tidak tahu sudah berapa banyak surat penggemar yang kukirim."


Saat mengatakannya, aku tak sengaja tersenyum kecut.


Dari sudut pandang orang yang menjadi pengisi suara, mendengar hal seperti itu mungkin hanya terasa menjijikkan. Hal-hal sepele seperti ini saja bisa melukai seseorang──itulah sebabnya aku takut berinteraksi dengan perempuan di dunia nyata.


"…Surat penggemar itu, sangat membahagiakan, tahu?"


Berlawanan dengan ketakutanku, Watanae-san justru menatap jauh sambil memasukkan tangannya ke dalam tas kecilnya. Yang ia keluarkan adalah amplop berwarna merah muda yang tadi kuambil dari ujung ranting. Menatap amplop itu, Watanae-san tersenyum lembut.


"Amplop ini──adalah surat yang sangat berharga, dari orang yang menjadi penggemar nomor satu Yuuna. Orang itu sudah mengirimkan surat penggemar berkali-kali. Berkat surat-surat itu, aku bisa banyak tersenyum."


"Begitu ya… makanya kamu begitu bersungguh-sungguh waktu itu."


Di era internet ini, ketika kebanyakan orang cukup mengirim email, masih ada seseorang yang sengaja memilih untuk terus menulis surat.

Orang itu pasti kuno, pikirku. Tapi entah kenapa, aku merasa cocok dengannya.


"Ngomong-ngomong, Sakata-kun. Apa nama pena kamu?"


Dengan mata yang berbinar, Watanae-san menatapku.


"Surat penggemar itu, pasti lewat email, kan? Untuk orang-orang 

yang sudah sering mengirim email, aku benar-benar mengingat nama mereka! Karena semua adalah penggemar yang sangat-sangat berharga bagiku!!"


"Ah… t-tidak, sebenarnya bukan lewat email."


Terdesak oleh semangat Watanae-san yang begitu tinggi, aku dengan hati-hati menyebutkan nama penaku.


"Nama penaku… 'Shinigami yang Jatuh Cinta'. Rasanya kalau lewat email, tidak bisa menyampaikan perasaan dengan sungguh-sungguh, jadi aku selalu menulis surat tangan saja──"


"'Shinigami yang Jatuh Cinta'!?" 


TLN : (Koisuru Shinigami)


Mata Watanae-san terbelalak semakin lebar. 


Tanpa sengaja, amplop merah muda itu terlepas dari tangannya dan melayang jatuh. Di sana tertera dengan jelas, nama pengirimnya──


────『Shinigami yang Jatuh Cinta』。


Tak salah lagi… itu adalah aku.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close