NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ojou-sama Zunosen 〜 Ojou-sama wa Zuno Gemu no Kanzen Shori o Goshomo desu 〜 Volume 1 Chapter 1

 Penerjemah: Amur

Proffreader: Amur


Chapter 1

Apa yang Dibutuhkan untuk Membeli Hati Orang?


“Isago Hayato—uang dua ratus ribu yen itu sudah kau siapkan dengan benar, ‘kan?”

Kalimat pembuka pria itu diucapkan dengan suara rendah yang penuh ancaman. Matanya tertutup kacamata hitam, dan seluruh tubuhnya mengenakan setelan hitam rapi. Ia adalah pria bertubuh besar dan botak. Mobil impor yang ditumpanginya berhenti di depan gerbang belakang sekolah.

Bahkan hari masih pagi, belum mencapai pukul enam. Sejak pagi buta seperti ini, aku sudah disergap oleh penagih utang.

“Cicilan bulan ini, lunasi sampai habis tanpa kurang sepeserpun.”

Dua ratus ribu yen. Itu hanyalah sebagian dari utang yang kubuat.

Sambil bersekolah, aku harus terus melunasi dua ratus ribu yen setiap bulannya.

Sebagai pengganti utang, sebuah choker hitam dikalungkan di leherku. Ini adalah barang kutukan yang tidak bisa dilepas sampai lunas.

“Tunggu sebentar, perjanjiannya ‘kan sampai hari ini.’ Aku akan mengantarnya ke kantormu nanti, jadi jangan terburu-buru.”

“Kalau bilang mau melunasi hari ini, ya berarti harusnya sudah disiapkan sejak kemarin. Kau ini tipe yang mengerjakan PR di hari yang sama, ya? Kalau memang tidak punya, bersiaplah untuk langsung dibawa ke pelabuhan.”

Dari balik kacamata hitam, matanya seakan berkilat.

Isi dompetku hanya seratus sembilan puluh tiga ribu seratus dua puluh yen. Hanya sedikit lagi sampai dua ratus ribu, tetapi tujuh ribu yen bagiku seorang siswa SMA adalah jumlah yang terlalu besar. Tidak mungkin aku bisa mengeluarkan apa yang tidak kupunyai.

“Hei, aku pikir manusia adalah makhluk yang bisa diajak bicara. Jadi, mari kita bicara sebentar. Sebaiknya, kau simpan dulu barang berbahaya yang kau genggam di tangan kananmu—”

“Ha? Jangan sekarang baru takut dengan pistol. Mundur sedikit pun, dari jarak ini tidak akan meleset, tahu? Tenang saja, aku akan membidik bagian yang tidak berhubungan dengan nyawamu.”

Si penagih utang memperlihatkan kilat pistol hitam yang tersembunyi di balik lengan bajunya.

Aku dipaksa menandatangani kontrak yang membuat sistem peradaban pun akan pucat—persetujuan bahwa jika sekali saja menunggak utang, aku akan menerima perlakuan apa pun. Aku tidak bisa melawan para penagih utang ini.

“Sekarang cicilannya dua ratus ribu per bulan, tapi lima atau sepuluh tahun lagi jumlah yang harus kau bayar akan lebih besar. Pada akhirnya, nasibmu pasti bangkrut. Kalau begitu, bukankah lebih baik keluar dari neraka ini selagi masih muda?”

Pria berbaju hitam itu menyunggingkan senyum tipis di ujung bibirnya.

Entah bagaimana caranya, situasi dompetku selalu terbaca jelas oleh si pria berbaju hitam.

“Yah, kau tidak punya pilihan. Hanya dua: bisa bayar, atau tidak. Coba katakan padaku.”

Mulut pistolnya berkilat diterpa sinar matahari pagi.

“—Bisa tidak kau bayar?”

Ditanya seperti itu, aku tidak bisa menjawab.

“……Tangkap dia, kalian.”

“Apa yang sedang kalian lakukan di sana?”

Dari dalam gemerisik pepohonan, suara yang tenang dan hening bergema.

Krak-kruk—disertai suara langkah menginjak tanah, pemilik suara itu berjalan mendekat dengan lambat.

Sosoknya persis bagai sekuntum bunga yang mengapung di atas endapan keruh.

Tubuh rampingnya dibalut seragam putih dominan dengan pita merah muda, rambut panjang perak yang tampak transparan. Di dada seragamnya, terpampang lambang sekolah yang tidak kukenal.

Dan yang paling mencolok adalah matanya yang merah menyala, bagaikan ruby.

“Kamu… adalah ‘nandemoya’ yang terkenal di sekitar sini, ya?”

Nandemoya. Itu adalah julukanku yang lain.

Ketika memikirkan pekerjaan apa yang bisa dilakukan sambil tetap sekolah—aku menemukan ide ini, bisa dibilang semacam freelancer atau tukang ojek-perintah.

Misalnya, menuliskan tugas sekolah untuk besok, atau menjadi pemain pengganti di turnamen bisbol, atau membantu dalam ‘perang’ membeli sepatu kets, bahkan kadang menemani eksplorasi bangunan tua. Selama bukan hal yang mustahil, aku akan menerima pekerjaan apa pun, makanya disebut 'nandemoya'.

“Iya. Aku sedang menerima pekerjaan kapan saja… tapi saat ini saja, aku tidak bisa menerima permintaannya.”

“……Ssst, maaf, nona. Kami yang duluan.”

Pandanganku bertemu dengan gadis siswi yang mendatangiku. Ada semacam kilau cahaya yang memantul dari embun pagi, begitu menyilaukan.

“Aku ada keperluan dengan orang itu. Jadi, bisakah kalian pergi dari sini?”

Aura yang dipancarkan gadis itu membuat si penagih utang sedikit terdesak dan ragu.

“Kami ke sini untuk menagih utang dua ratus ribu yen yang dia tanggung. Kami akan menempel erat sampai bisa menagihnya. Jika tidak bisa bayar—kami harus mengambil alih orangnya sebentar.”

Gadis itu memandangiku dan si penagih utang beberapa kali, lalu mengangguk pelan. “Heee.”

“Begitu ya… Nandemoya-san tidak bisa menerima pekerjaan jika utangnya belum lunas. Tapi, dia tidak punya cara untuk melunasi utangnya. Kira-kira seperti itu, ya?”

“Terima kasih untuk penjelasan situasinya. Aku tidak tahu siapa kamu, tapi kurasa lebih baik kamu menjauh dari sini.”

Baju hitam, botak. Dan di tangan pria itu tergenggam pistol. Sekilas saja sudah jelas bahwa mereka bukan tipe orang yang hidup di dunia dengan hukum yang berlaku—namun, gadis siswi itu sama sekali tidak takut.

“Kalau begitu, artinya jika dua ratus ribu yen dibayar, Nandemoya-san akan menerima permintaanku, ya?”

Gadis itu tersenyum tipis dan mengeluarkan dompet panjang dari tasnya.

“Nona—kau serius?”

“Hanya dengan dua ratus ribu yen saja bisa menyelesaikan masalah, ‘kan? Kalau begitu, lebih baik aku bayar saja.”

Dua puluh lembar uang sepuluh ribu yen. Dia mengambilnya dari dompet dan menyerahkannya kepadaku.

“Untukmu.”

Seikat kertas dengan bobot yang begitu ringannya, seakan bisa terbang tertiup angin, membuatku sulit merasakan kenyataannya.

“……Kenapa wajahmu seperti itu?”

“Apa maksudmu ‘kenapa’…? Ini dua ratus ribu yen, lho? Bukan jumlah yang bisa diberikan begitu saja kepada orang lain, apalagi kepada pria yang baru saja kau temui.”

Gadis itu memiringkan kepalanya seolah tak mengerti, lalu berkata dengan nada seperti sudah memahami sesuatu.

“Begini—karena kau bersinar. Hanya itu alasanku.”

Bersinar.

Kata-kata aneh yang sama sekali tidak bisa dijadikan alasan—diucapkannya dengan sangat serius.

Dengan tatapan menatap, aku melihat wajahnya. Pandangan kami bersilangan.

Mata kanannya yang berwarna kuat, agak mirip odd-eye—menangkapku dengan erat dan tidak melepaskannya.

Aku jadi sedikit penasaran, seperti apa diriku ini di matanya.

“Terima kasih… Aku sedang kesulitan, jadi terima kasih, kuterima. Nanti akan kukembalikan dengan pasti.”

Langsung kuserahkannya, dua ratus ribu yen yang ringan bagai bulu itu, kepada si penagih utang.

Si penagih utang mendecitkan lidahnya kesal dan mengambilnya dengan kasar.

“Yah, untuk hari ini sudah cukup. Selama kalung itu masih ada, kau tidak akan bisa lepas dari utang.”

Meninggalkan kata-kata ancaman, si penagih utang masuk ke dalam mobil dan pergi.

Yang tertinggal hanyalah aku dan gadis siswi tak dikenal itu.

Angin berhembus.

Dedaunan bergesekan menciptakan suara.

Waktu luang yang benar-benar kosong mengalir sesaat, dan akhirnya aku menyadari bahwa diriku telah terbebas dari tekanan si penagih utang.

“Hah—…, terselamatkan… Terima kasih, orang asing.”

“Sama-sama. Sebagai gantinya—begitulah—aku ada permintaan untuk Nandemoya-san.”

“Jika bisa kulakukan, akan kuterima. Lagi pula, aku berhutang budi karena kau menolongku.”

Dia bahkan mau ikut campur dalam konflik dengan penagih utang demi menyampaikan permintaannya. Kupikir pasti ini urusan yang sangat penting, jadi aku bersikap waspada.

“Besok lusa, aku ada acara penting. Sebelum itu, bagaimanapun caranya—aku ingin kau menemukan seseorang yang bersinar!”

“Bersinar… orang?”

Mungkin menyadari bahwa aku terdiam kebingungan, ojousama ini memutar-mutar jarinya dan memberikan penjelasan.

“Misalnya, hmm… Pernah lihat sepak bola? Bisbol juga boleh, atau renang, atau rugbi. Di antara para pemain itu, pernahkah ada satu orang saja yang ‘sugoi’?”

“Maksudmu pemain terkenal, semacam itu…?”

“Ya! Orang yang bersinar ‘kiraa☆’ seperti itu—aku bisa mengetahuinya.”

Dengan ekspresi serius, gadis siswi itu mengatakan hal yang terdengar tidak masuk akal.

“……Artinya, kau punya semacam kemampuan khusus?”

“Bukan begitu. Mataku sensitif terhadap orang-orang berbakat. Kata nenek, aku ‘punya naluri yang tajam dalam menilai orang’.”

Kukira ini tentang kemampuan mirip skill penilaian yang terkesan supernatural, tapi ternyata tidak juga.

“Jadi—kau sedang mencari orang yang bersinar ‘kiraa☆’, begitu.”

“Tadinya agak intuitif, ya. Kalau diubah ke kata-kata yang mudah dimengerti, itu ‘orang yang berbakat’. Atau ‘orang yang punya potensi untuk berkembang’ juga boleh.”

“Lalu… setelah menemukan orang yang bersinar ‘kiraa☆’… mau diapakan?”

“Apa maksudmu—kalau menemukan orang yang bagus, ya merekrutnya.”

“Merekrut?”

Sejak tadi aku merasa ada yang tidak nyambung, dan kini ketidaknyambungan itu mulai jelas.

“Menemukan orang yang bersinar—lalu merekrutnya! Sebagai butler baru tentu saja!”

“Atau maid juga boleh!” ujar gadis di depanku dengan penuh percaya diri.

Akhirnya, aku teringat seragam apa yang dikenakan gadis siswi itu.

Itu adalah—seragam sekolah ojousama yang terletak di sebelah sini.

Artinya, dia adalah—ojousama tulen.

“Perkenalan diri yang terlambat. Aku adalah Kijou Harune. Siswi kelas dua di SMA Perempuan Swasta Setsuka.”

“SMA Perempuan Setsuka… yang itu?”

“Ya. Benar, sekolah ojousama itu, di mana syarat masuknya adalah orang tua harus menjadi direktur perusahaan top, atau setidaknya menduduki jabatan setara.”

Dengan nada sedikit sinis dan setengah tertawa, Ojousama Kijou menjelaskannya.

SMA Perempuan Swasta Setsuka. Itu adalah sekolah khusus VIP untuk perempuan, di mana siswa biasa tidak bisa masuk.

Meski terletak di sebelah sekolahku—area sekolahnya sangat luas, konon ada roundabout di dalamnya, bahkan hingga heliport. Tentu saja, hampir tidak ada siswi yang berjalan kaki ke sekolah, dan mereka digosipkan sebagai makhluk mistis semacam tsuchinoko—katanya jika melihatnya, akan dapat keberuntungan sepanjang hari.

Awalnya aku bingung mendengar dia ingin mempekerjakan butler—tapi dengan latar belakang seperti itu, aku jadi mengerti.

“Aku Isago Hayato. Karena berbagai alasan, sekarang juga menjalankan ‘nandemoya’. Salam kenal, Ojousama Kijou.”

“Tolong jangan panggil ojousama. Kita sama-sama siswa, tidak perlu sungkan. Kalau kau lihat sekolahku, kau akan terkejut, ada banyak sekali ojousama sejati di sana. Panggil saja aku Harune dengan santai.”

Ojousama di depanku ini… Harune, tidak memiliki sikap berlebihan yang biasa dibayangkan ketika mendengar kata ojousama. Justru, dia lebih bersikap santai dan mirip dengan siswa biasa.


Namun meski begitu, gadis di depanku ini—adalah ojousama sejati dari sekolah ojousama sebelah yang datang kemari.

Cara dia menyebut dua ratus ribu yen sebagai 'potchi' menunjukkan perbedaan persepsi tentang uang.

“Ngomong-ngomong, marga Kijou itu—mungkinkah dari Kijou Holdings?”

“Benar. Penerus usaha Kijou HD Holdings, pabrikan die-casting nomor satu di Jepang, yang juga memiliki merek alat musik 'Hareoto'.”

“Perusahaan Kijou HD yang belakangan terus menerus diliput berita karena skandal—penerusnya?”

Itu adalah—perusahaan yang terkenal, dalam arti baik dan buruk.

“Maaf, bukan bermaksud menyinggung.”

“Tidak apa, itu fakta. Lagipula—ini juga berhubungan dengan permintaan yang akan kusampaikan.”

Seolah mengusir udara yang canggung, Harune membenahi rambutnya. Rambut lurus panjang peraknya melayang di udara.

Dalam perjalanan mengajakku masuk ke area sekolah sebagai tamu, Harune menceritakan situasinya saat ini.

“Seperti yang kau tahu, perusahaan kami sedang dalam kondisi sulit. Sangat sulit. Karena berbagai hal, harga saham terus turun belakangan ini, dan ada tawaran merger dari perusahaan lain. Meski disebut merger, kenyataannya adalah akuisisi—nama Kijou akan hilang dan ditelan oleh perusahaan tersebut.”

Aku tidak mengerti detail soal manajemen dan sejenisnya. Meski begitu, Harune terus bercerita.

“Pembicaraan selanjutnya adalah rahasia perusahaan, jadi kumohon dirahasiakan—Kijou HD dalam kondisi seperti ini… akan bangkrut dalam enam bulan.”

Tidak ada kata-kata yang bisa kubicakan, yang bisa kulakukan hanyalah mendengarkan.

Koridor menuju ruang guru sangat sepi, hanya suara sepatu menginjak linoleum yang bergema lembut.

“Tapi, ada cara untuk mengatasinya! Itu adalah—'Aqord'. Pertarungan menggunakan kecerdasan!”

Harune menyusun kata-katanya dengan suara lantang dan penuh keyakinan.

“Siswi SMA Setsuka pada akhirnya akan mewarisi perusahaan yang dijalankan orang tua mereka dan menjadi presiden direktur. Di dalam sekolah, kami selalu diuji mengenai sikap sebagai calon presiden direktur.”

Konon, SMA Swasta Setsuka dipantau secara konstan, dan investor dalam dan luar negeri, pejabat negara, serta berbagai eksekutif perusahaan mengamati para siswi yang akan menjadi calon presiden direktur. Dunia yang sangat menyesakkan.

“Aqord adalah bagian darinya. Permainan menggunakan kartu atau catur adalah yang umum, tapi terkadang ada juga permainan orisinal. Calon-calon presiden direktur bertarung menggunakan kecerdasan, sehingga aku bisa mempromosikan diriku—sebagai calon presiden direktur Kijou—kepada banyak orang. Termasuk banyak orang kaya di sana.”

Kemampuan menilai sebagai presiden direktur, strategi, dan kualitas lainnya sedang diamati, tambah Harune.

Aku menatap ke samping sambil memberikan respons. Ini adalah cerita dari dunia yang sama sekali tidak berhubungan denganku.

“Jadi, jika bisa menang dalam Aqord dan menunjukkan kewibawaan sebagai calon presiden direktur, ada kemungkinan perusahaan bisa bertahan… begitu?”

“Benar sekali, kamu cepat sekali memahaminya. Jika aku bisa membuat para investor yang menonton Aqord mengetahui keberadaanku—Harune Kijou… jika aku bisa menyampaikan bahwa perusahaan ini masih memiliki nilai, dana operasional bisa terkumpul dan restrukturisasi bukan lagi mimpi!”

Dengan mengepal erat tangannya, Harune menyala semangatnya.

“Rasanya tidak enak sepertinya merusak semangat orang yang akan meminta bantuan—tapi karena ada budinya menolongku, akan kusampaikan. Strategi itu, kurasa tidak terlalu direkomendasikan.”

“Kenapa?”

“Bukankah jika Harune kalah, justru akan dianggap bahwa penerus Kijou tidak becus? Jika itu terjadi, situasi perusahaan Kijou bisa jadi lebih buruk dari sekarang. Bisa jadi kebangkrutan dipercepat, mereka melihat kelemahanmu dan melakukan akuisisi dengan harga murah, atau malah harus menanggung utang yang besar. Kebangkrutan terjadi karena Harune kalah—bisa-bisa kau dicela seperti itu.”

Sebagai orang luar, kuberi nasihat ini sebagai bentuk kepedulian. Sekalipun pemicu awalnya adalah perusahaan, jika yang memberi coup de grâce adalah Harune, maka seluruh tanggung jawab kebangkrutan akan jatuh pada Harune.

Padahal, itu hanya upaya memutar keadaan yang gagal.

“Tidak, Hayato. Perusahaan akan bangkrut jika tidak melakukan apa-apa, jadi wajar saja melakukan segala yang bisa dilakukan, 'kan? Aku ingin tetap menjadi diriku sendiri. Sebagai Harune Kijou—sebagai penerus Kijou HD. Jadi, aku tidak boleh lari dari tekanan ini.”

Harune memang benar-benar ojousama yang serius. Tampaknya dia tidak akan memilih untuk melarikan diri.

“…Yah, aku hanya 'nandemoya'. Lakukan sesukamu.”

Mencampuri urusan orang dengan sok tahu padahal tidak mengerti apapun adalah tindakan yang tidak bijak. Dengan pikiran itu, aku memilih mundur.

“Terima kasih atas nasihatnya. Tapi tidak apa! Bagaimanapun juga, aku punya naluri yang tajam dalam menilai orang. Ada beberapa kandidat siswi potensial yang sudah kususun. Aku tidak pelit uang, bisakah kau menemaniku hari ini?”

“Serahkan padaku. Dan untuk biaya permintaannya, akan dipotong dari dua ratus ribu tadi. Sisanya akan kukembalikan dengan pasti.”

“Anggap saja dua ratus ribu itu sebagai uang muka. Aku tidak mau kemampuan finansial seorang ojousama diremehkan!”

Chicchicchi, Harune menggelengkan jari telunjuknya.

“Kalau begitu—biayanya sekitar seratus yen per menit, mungkin? Ini masih murah, lho…”

“Terlalu mahal. Nandemoya punya tarif standar. Dua puluh yen per menit, ini sudah cukup.”

“Tidak bisa! Mempekerjakan Hayato selama satu jam dengan seribu dua ratus yen—itu terlalu murah. Tidak sesuai dengan nilainya. Hayato tidak memahami nilai dirimu sendiri!”

“Kalau tidak murah, tidak bisa digunakan dengan mudah. Apalagi nandemoya bergantung pada pelanggan tetap. Harganya pas jika cukup murah.”

“Meski begitu, aku tidak menyarankanmu menjual dirimu dengan murah. Orang yang terampil, peka terhadap informasi, pandai dalam pelajaran dan olahraga—orang seperti itu, bahkan jika kau melihat ke seluruh dunia, tidak akan banyak.”

Sepertinya dia sudah melakukan investigasi tentang diriku yang berprofesi sebagai nandemoya.

Agak merinding, tapi mungkin hal seperti ini wajar bagi seorang ojousama.

Dia memberikanku daftar kandidat siswa. Namaku juga termasuk di dalamnya.

Tertulis konten yang lebih detail, dan aku merinding dengan kekuatan informasinya.

“…Apa yang Harune katakan benar, tapi apa kau mau memberikan uang saku yang sedikit itu kepada orang yang gajinya lebih tinggi darimu dan memintanya melakukan sesuatu?”

“…Itu juga ada benarnya.”

“Pada dasarnya, klien bisnis nandemoya adalah siswa SMA. Mungkin tidak masalah jika kliennya adalah ojousama seperti Harune.”

“Kalau begitu, justru aku akan membayar seratus yen per menit dengan benar.”

“Kenapa? Semakin murah semakin baik, 'kan?”

“Tidak! Pekerjaan yang bernilai pantas mendapat imbalan yang setara. Ini adalah keyakinanku yang memiliki mata untuk melihat nilai.”

Ini pertama kalinya sejak menjadi 'nandemoya' ada yang mengatakan hal seperti itu.

Kupikir, mata merah delima itu bersinar sedikit saja.

“Jadi, kuharap Hayato bekerja sesuai dengan imbalannya!”

Dengan tersenyum, Harune memegang tanganku.

Ah, inikah ojousama itu? Aku pun mengerti dengan sendirinya.

Aku dipercaya. Ada pesona dalam diri Harune Kijou yang membuatku tanpa sadar berpikir demikian.

“Jadi, bagaimana? Ini yang ke-20, apa ada yang menarik perhatian? Ojousama.”

“Nn──…. Tidak ada yang memberi kesan 'kiraa'. Kilaunya kurang!”

Pencarian orang oleh Harune dilakukan dengan menelusuri langsung.

Siswi peringkat satu di tingkatnya, ketua klub shogi, kapten klub kendo, siswi yang karena terlalu suka rhythm game sampai dijuluki 'Gorila', siswi yang hobinya traveling sendirian—dari yang biasa sampai yang unik, kami mewawancarai banyak orang, tetapi respons Harune tidak memuaskan.

Orang-orang yang diajukan Harune jelas-jelas adalah mereka yang unggul dalam suatu bidang. Terlepas apakah itu cocok untuk pertarungan kecerdasan—Aqord.

Setelah menyaksikan riffle indah kapten klub sepak bola, Harune duduk di bangku.

“Kandidat berikutnya adalah anggota klub studi masak, katanya keluarganya menjalankan restoran French…”

“Hayato, istirahat sebentar, yuk? Aku agak lelah…”

Waktu menunjukkan sedikit lewat pukul dua belas. Sebentar lagi pelajaran keempat akan berakhir, dan masuk ke waktu istirahat siang. Ini seperti mewawancarai orang terus-menerus selama lebih dari lima jam. Kelelahan terlihat di wajah Harune.

“Kepala sekolah telah menyediakan ruang tamu untuk Harune. Mari kita istirahat di sana selama jam istirahat siang.”

Tampaknya Harune diperlakukan sebagai tamu kehormatan di sekolah ini. Saat aku berkeliaran di sekitar sekolah bersama Harune, entah bagaimana rumor telah menyebar, dan kepala sekolah menyambut Harune dengan sangat rendah hati, seakan-akan akan sujud.

Saat aku membimbing Harune ke ruang tamu, terdengar suara dari kejauhan.

Barabara barabara—suara membelah angin.

“O-hohohoho! Harune Kijou-san! Rupanya Anda di sini! Saya mencarinya~~~!!!”

Dari jauh, dari langit di atas. Suara memanggil nama Harune menggunakan pengeras suara.

Yang tiba-tiba muncul di langit adalah sebuah helikopter. Di bawahnya, tangga tali tergantung, dan seseorang bergelantungan di sana. Pastilah pemilik suara itu adalah orang tersebut.

“Harune… teman?”

“Bukan. Bukan teman.”

Itu adalah suara yang mengandung penolakan yang jelas.

“Begini… jika harus menjelaskan hubunganku dengannya—dia adalah 'musuh'.”

“San~! Sungguh sayang sekali jika Kijou-san memiliki pelayan! Karena! 'Kijou Holdings' sudah tidak punya masa depan lagi!!!”

Seiring helikopter yang turun, perlahan-lahan wajah gadis dengan suara melengking itu terlihat jelas.


Dia mengenakan seragam putih yang sama dengan Harune, tapi itu satu-satunya kesamaan.

Rambut pirang vertical roll-nya yang sangat cocok disebut "ojousama" berkibar-kibar tertiup angin. Suara tertawanya yang lantang penuh dengan kepercayaan diri. Dia memiliki ukuran payudara yang lebih besar dari Harune, dan menyangga gunung kembar bagai puncak suci itu dengan tangan satunya.

Lalu—sang ojousama yang tiba-tiba muncul ini melontarkan kata-kata kepada Harune.

“Karena, perusahaan Kijou-san, akan diakuisisi oleh 'Irohani Group'-ku! O-hohohoho!”

Itu adalah—deklarasi perang yang lantang.

...Begitulah kenyataannya. Tapi, karena dia bergelantungan di helikopter hanya dengan mengenakan rok tanpa perlindungan apa pun, kainnya berkibar-kibar sehingga deklarasi itu dilakukan dalam penampilan yang sangat tidak pantas.

“Apa-apaan itu?”

“Itu adalah Inoue Kana. Putri dari perusahaan ritel besar. Calon presiden direktur 'Irohani G Group'... dan seperti yang kamu lihat, seorang ojousama.”

Si berpakaian hitam yang bersama di helikopter, mungkin seorang butler, berteriak keras dari atas, tapi sepertinya tidak sampai ke telinga sang ojousama.

“Hm? Ada apa, butler? Aku tidak bisa mendengarmu! Apa katamu tentang rok?”

“Tahan roknya! Ojousama! Terlihat jelas!”

“Terlihat jelas...?—Hyah!”

Ojousama rambut pirang itu dengan panik menahan roknya dengan tangan yang tidak memegang tangga. Namun, tangan itu memegang megafon, dan suaranya tertutup suara bising helikopter sehingga sama sekali tidak terdengar.

Di sebelahku, Harune memegangi kepalanya. Aku pun merasakan hal yang sama.

Saat tangga hampir menyentuh tanah, Inoue mendarat di tanah. Butler dan maid turun menyusuri tangga, lalu helikopter naik kembali ke langit.

“Sungguh... untuk apa kau ke sini?”

“Aku datang untuk mengganggu Kijou-san! Masih terlalu cepat lima tahun bagimu untuk memiliki pelayan!”

Kedua pelayan itu terlihat seusia dengan Inoue. Meski seumuranku, mungkin karena mereka mengenakan seragam butler dan maid, mereka terlihat seperti butler dan maid yang hebat.

“Hingga beberapa waktu lalu, aku memilikinya. Tapi mereka semua pergi entah ke mana setelah menyadari krisis perusahaan.”

“Tidak ada pelayan yang mau dipekerjakan oleh perusahaan yang sedang dalam kesulitan seperti itu! Hentikan usaha sia-sia itu dan bergabunglah di bawahku! Harune Kijou-san!”

Bish!, Inoue menunjuk Harune dan berkata. Seolah itu adalah kata kunci, butler di sampingnya menebarkan confetti. Tampaknya mereka sudah sangat terbiasa.

“Tidak mau. Aku punya misi untuk melindungi sejarah keluarga Kijou. Bahkan jika tidak menemukan pelayan yang bersinar 'kiraa', aku berencana bertahan sendirian hingga akhir.”

“Tekad yang kuat adalah hal yang baik. Tapi, kenyataannya tidak semudah itu! Yatte oshimai!”

Dengan kata itu sebagai tandanya, butler dan maid yang standby di samping Inoue menyerang. Mengenakan sarung tangan putih, butler membawa tali dan maid membawa pel, mereka menerjang ke arah Harune.

Aku melompat ke depan Harune, memantulkan pel dan merebut talinya. Itu terjadi hanya dalam sekejap. Otot yang kubangun dari kerja harian tidak main-main.

“Ap... Apa yang kau lakukan pada pelayan watakushi!?”

“Itu pertanyaanku, apa yang hendak kau lakukan pada klienku?”

Dengan tali yang kurebut, aku mengikat butler dan maid hingga mereka tidak bisa bergerak. Setidaknya, mereka tidak akan bisa bergerak selama sepuluh menit.

“Apa maksudnya?... Watakushi hanya berniat menculik Kijou-san untuk memuluskan negosiasi?”

Inoue menjawab pertanyaanku tanpa merasa bersalah.

Maid yang diikat bergumam, “Ojousama... jangan katakan itu...”.

“Watakushi akan menjamumu dengan perlakuan VIP, tahu? Watakushi juga akan memberikan maid yang tidak dimiliki Kijou! Jika kau menginginkan sesuatu, apa pun akan watakushi antar, YouTube dan Netflix bisa ditonton sepuasnya tanpa iklan! Hanya saja, kau tidak bisa keluar dari area properti watakushi!”

“Menurutmu aku menginginkan itu?”

“Watakushi tidak akan membuatmu menyesal! Hanya dengan beristirahat sebentar, semuanya akan berakhir!”

“Tidak mau. Aku tidak bisa menerima—semuanya berakhir tanpa sepengetahuanku.”

“Begitu... kalau begitu, tidak ada jalan lain.”

Haa, Inoue menghela napas. Rambut vertikal pirangnya berkibar lembut.

“Pendapat kita berbeda—kalau begitu, tidakkah kita putuskan dengan permainan?”

“Permainan?”

“Ini seperti pertempuran pendahuluan 'Aqord'!! Menyelesaikan sesuatu dengan permainan adalah selera ojousama, tahu! Jika Kijou-san menang, watakushi akan mundur. Tapi, jika kalah, Kijou-san harus ikut dengan watakushi! Seorang gadis tidak mengingkari kata-katanya!!”

“Menggelikan... Ayo pergi, Hayato.”

Harune menarik lengan bajuku. Aku juga menyesuaikan langkah untuk pergi, tapi...

“Oh?—Apakah Kijou-san tidak percaya diri dengan permainan karena selalu kalah dalam setiap pertandingan Aqord?”

Telinga Harune bergerak sedikit di bawah rambut panjangnya.

“Watakushi pikir sebagai siswa SMA Setsuka, tidak mungkin melarikan diri—tapi jika kau lari, watakushi akan benar-benar mengganggu, tahu? Tampaknya Grup Kijou sedang kesulitan uang sekarang... Watakushi akan menawarkan tiga kali lipat gaji kepada semua orang yang dipekerjakan Kijou-san!!”

Langkah Harune berhenti, dan aku hampir terjatuh.

“Pasti, semua orang berbakat yang ditemukan Kijou-san akan beralih ke pihak watakushi~~!”

Entah dari mana dikeluarkannya, Inoue mengambil kipas dan menutupi mulutnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Harune berhenti, dan setelah berpikir sebentar...

“Hei, Hayato, eh... Nandemoya-san. Aku ingin menambah permintaan.”

Dia mengambil tanganku dan menggenggamnya.

“Bisakah kamu mengalahkan—Inoue-san dan mengusirnya?”

“Kau yakin menyerahkannya padaku? Kurasa lebih baik kau terima sendiri urusan besar seperti ini agar tidak ada penyesalan.”

“Tidak apa. Karena—aku meminta bantuan karena percaya Hayato bisa melakukannya.”

Kenapa ojousama ini bisa begitu polos mempercayai orang?

Napas lega keluar dengan sendirinya.

Aku memang pernah membantu latihan klub atau pertandingan bisbol... tapi sudah lama sekali aku tidak terlibat dalam pertaruhan yang benar-benar tidak boleh kalah.

Aku sudah memutuskan di hati untuk tidak pernah lagi melakukan taruhan berat—tapi...

“Lagipula aku masih berhutang dua ratus ribu... Aku tidak suka urusan perjudian, tapi akan kulakukan.”

Mengingat dia telah menolongku, aku tidak bisa menolak. Jika Harune tidak mengganti dua ratus ribu yen untukku, mungkin sekarang aku sudah dibawa naik kapal yang tidak tahu tujuannya.

“Hei, ojousama di sana. Apa boleh aku yang mewakilinya menerima tantangan ini?”

“Watakushi punya nama, Inoue Kana! ...Jika Kijou-san setuju, tidak apa. Selain itu, watakushi juga agak penasaran... orang seperti apa yang dipekerjakan Kijou-san.”

Inoue menatapku lekat-lekat. Rasanya seperti sedang dinilai.

“Itu cukup. Bagaimana dengan permainan 'Janken'? Cocok untuk menentukan menang-kalah, 'kan?”

Janken.

Permainan mengeluarkan tangan [Guu], [Choki], [Paa] untuk menentukan menang kalah.

Guu mengalahkan Choki, Choki mengalahkan Paa, Paa mengalahkan Guu. Jika sama dengan lawan, seri. Bahkan penjelasan aturan seperti itu tidak diperlukan, permainan yang semua orang tahu.

“Apa benar janken tidak apa? Ini pertaruhan penting yang menentukan masa depan Kijou-san, tahu?”

“Ya. Hanya soal keberuntungan saja aku baik. Bertemu dengan Harune juga berkat keberuntungan besarku.”

Dengan gerakan seolah mengeratkan ruas jari, aku berusaha tampak percaya diri di depan Inoue.

Di belakang, Harune terkejut, “Serius!?”.

“Tenang saja, aku belum pernah kalah janken jadi kamu tidak perlu khawatir.”

“Aku sama sekali tidak merasa tenang!?”

Tidak seperti biasanya, Harune berteriak protes.

“O-hohohoho! Tampaknya Kijou-san mempekerjakan siswa yang keterlaluan! Kemenangan watakushi sudah pasti~~!”

Maid yang diikat menyela pelan, “Ojousama, persentase kemenangannya lima puluh persen, lho”, tapi tidak sampai ke telinga Inoue.

“Tapi, aku ingin memperjelas aturannya agar tidak ada pelanggaran. Mengerti?”

“Tidak apa, tapi aturan janken yang mana?”

“Lebih seperti etiket.

① Menggunakan tangan yang dikeluarkan oleh tangan kanan.

Aturan ini untuk menghilangkan alasan macam 'tangan satunya mengeluarkan bentuk lain'.

② Guu-touch satu sama lain sebelum janken.

Untuk memastikan aturan ①, lakukan Guu-touch dengan tangan kanan.

③ Seri diulang dari awal... Itu saja.”

“Agar tidak ada yang mengeluh, begitu? Kalau begitu tidak apa.”

Inoue mengangguk dan mengulurkan tangan kanannya.

Posisi ini sangat jauh dari bayangan saat mendengar 'janken'—tapi dengan posisi ini, tangan lawan paling terlihat.

Fuu—, satu kali tarik napas dalam.

Aku dan Inoue, dengan tangan kanan terulur, menghembuskan napas dalam waktu yang hampir bersamaan.

Hal terpenting kedua dalam janken adalah konsentrasi.

“Apakah kau sudah siap?”

“Ya, cukup.”

Melihatku yang penuh percaya diri, Harune di belakang tampak cemas. Gelagatnya yang panik bisa diketahui hanya dari suaranya.

“Ohhohohohoho! —Semoga kau menyesal menyerahkan nasib pada pria ini!”

Aku mulai, kata Inoue memulai—ruas kedua jari tengah kami bersentuhan.

“Saisho wa Guu, jaaanken—……”

“Mengapa…… mengapa aku tidak bisa menang!?”

Inoue di depanku hanya bisa terkejut.

Aku menang dalam suit yang mempertaruhkan masa depan Harune—bahkan lima kali.

“Padahal aku sudah menantang sebanyak ini—tidak menang sekali pun, tidak mungkin itu terjadi!”

“Terjadi di depan matamu kan. Ah, lebih baik kamu menyerah sejak kekalahan pertama……”

Nona Inoue yang sekali kalah menambahkan aturan “yang menang tiga kali lebih dulu yang menang!”, setelah kalah tiga kali dia mengubah aturan menjadi “yang menang lima kali lebih dulu yang menang!”—.

Hasilnya, [BATU VS BATU][GUNTING VS KERTAS][BATU VS GUNTING][GUNTING VS KERTAS][BATU VS BATU][GUNTING VS KERTAS][GUNTING VS KERTAS]—catatan pertempuranku adalah lima kemenangan, nol kekalahan, dua seri.

“Kalah sebanyak ini pasti ada kesalahannya! Pasti ada trik di baliknya! Butler, maid—selidiki apa yang terjadi di balik layar!”

Anak buah Inoue yang berhasil meloloskan diri dari ikatan tali yang melilitnya, menelepon seseorang dengan perangkat di tangannya. Apakah dia akan menganalisis suitnya?

“Aku hanya ‘tukang serabutan’ bayaran. Hanya sedikit lebih beruntung, itulah aku.”

“Tidak mungkin! Aku pun tahu bahwa mustahil bisa menang beruntun tanpa ada trik! Pasti ada mata-mata di suatu tempat, yang memberitahukan tangan yang akan kukeluarkan……!”

Maid itu mengguncang-guncang Inoue yang hampir terbawa oleh teori konspirasi, “Tidak mungkin! Kembali sadar!”. Dada Inoue yang montok itu bergoyang keras.

“Kalah adalah kalah. Bisakah kamu pulang sesuai janji? Sayangnya, pencarian orangnya belum selesai—dan penonton yang menyaksikan kekalahanmu sudah berkumpul sebanyak ini. Apa kamu masih mau berjuang memalukan seperti ini?”

Kami terbuka di hadapan banyak orang. Di tengah lapangan pada jam istirahat siang, tentu wajar jika banyak siswa yang penasaran datang melihat ketika ada nona yang turun dari helikopter sedang melakukan sesuatu.

“Grr... ingat ini Kijou Harune! Lusa! Aku pasti akan mengalahkanmu!!”

Dengan mata berkaca-kaca, Inoue melarikan diri dengan sikap seperti anak kecil yang sedang merengek.

“Tunggu nona~~!” serentak butler dan maid itu mengejar Inoue.

“Hei—Hayato... jangan-jangan, kamu suka judi atau sesuatu?”

“Tiba-tiba kenapa...”

Begitu melihatku, Harune tiba-tiba melemparkan pertanyaan. “Ayo, cepat,” desak Harune untuk segera menjawab.

Jika ditanya suka atau tidak suka, tentu jawabannya sudah pasti.

“Sangat benci. Sungguh tidak bisa menyukainya.”

Aku pernah mendengar banyak perumpamaan tentang orang yang menceburkan diri ke lautan teori probabilitas menang atau kalah—lalu menghancurkan dirinya sendiri. Mengapa harus mempercayakan diri pada kemungkinan? Sudah pasti lebih baik mencari nafkah dengan tekun.

“Benarkah? Tapi bagiku tidak terlihat begitu.”

Hampir saja kubilang—apa yang kamu paham tentangku, tapi kuurungkan kata-kataku.

“Karena, kamu sekarang—matamu bersinar. Aku tahu. Hayato... bukankah kamu suka hal seperti ini?”

“... Ah, mungkin aku suka hal seperti ini.”

Setelah dikatakan begitu, akhirnya aku menyadari bahwa aku salah menangkap kata-katanya.

Harune menganggap suit yang baru saja kami lakukan—sebagai judi.

Tapi—suit ini, bagiku.

“Aku benci judi, tapi persaingan yang bisa dimenangkan adalah kesukaanku.”

Kusampaikan dengan volume suara yang hanya bisa didengar Harune.

“Heh,” Harune terkesiap.

Saat itu, matanya—bersinar terang.

“—Jadi, trik apa yang kamu gunakan dalam suit tadi?”

Begitu pintu ruang tamu ditutup, Harune langsung bertanya tanpa menghiraukan kotak makan mewah yang sudah disediakan.

“... Kamu menyadarinya?”

“Aku sama sekali tidak tahu apa yang kamu lakukan. Tapi secara probabilitas, hal seperti itu mustahil! Jika ada yang terasa aneh... kurasa kamu sering sekali mengeluarkan batu.”

“Mari kita makan dulu. Pencarian orang akan dilanjutkan juga setelah siang, tidak baik menguras tenaga di sini.”

Kutarik kursi dan kududukkan Harune.

“Jangan mengalihkan pembicaraan. Aku juga menyiapkan kotak makan untuk Hayato... tapi jika kamu memberitahukan rahasia triknya, akan kuberikan. Karena kamu dikejar debt collector, pasti sehari-hari tidak makan yang layak, kan?”

Saat membuka tutup kotak makan, beberapa potong daging merah yang tampak mewah terletak di atas nasi.

Tebakan Harune bahwa aku sehari-hari tidak makan yang layak, sangat tepat.

Aku melewatkan sarapan, untuk makan siang aku bertaruh uang roti dengan teman sekelas dengan suit.

Bisa dibilang, dengan suit aturan yang sama aku selalu menang. Itulah sumber makananku.

“Daripada sakit, lebih baik...” tergoda oleh makanan di depan mata, mulutku menjadi longgar. Sepertinya Harune paham betul bahwa bagi orang yang kekurangan uang, makanan adalah hal yang paling menyentuh.

“Tentu saja. Aku bisa menyimpan rahasia. Aku punya banyak rahasia perusahaan yang tidak bisa kukatakan!”

“... Dalam suit, ada ‘cara untuk tidak pernah kalah’.”

Seolah bisa melihat kegembiraan di atas kepala Harune.

Kuberi pengantar bahwa ini bukanlah konten yang layak dinantikan—lalu membuka metodenya.

“Itu adalah—main belakangan.”

“Main belakangan?”

Harune menatapku dengan ekspresi bingung.

Itu wajar—mungkin tidak ada siswa di sana yang menyadari main belakangan.

“Jika bisa main belakangan tanpa ketahuan, secara teori tidak akan kalah. Jadi, setelah Inoue mengeluarkan tangannya, barulah aku menentukan tangan yang akan dikeluarkan.”

“Itu... tidak mungkin! Jika kamu berbohong, sungguh tidak akan kuberi kotak makan ini, tahu!?”

Meski menyaksikan sendiri saat kemenangannya, Harune tetap menyangkal.

“Tapi itu bisa kulakukan. Hal terpenting dalam suit adalah, pada saat start, jangan biarkan lawan menyembunyikan tangannya. Jadi, dengan aturan tambahan, kusuruh melakukan greete.”

“Jangan-jangan, aturan itu bukan untuk mencegah kecurangan...”

“Itu strategi agar tidak kalah. Aku benci permainan yang mengandalkan keberuntungan.”

Karena main belakangan, harus selalu melihat tangan lawan.

Dengan memanfaatkan aturan② ‘saling melakukan greete’, cukup arahkan tangan mereka ke tempat yang mudah dilihat.

“Setelah persiapan sampai ini, selanjutnya tinggal permainan refleks saraf. Cukup perhatikan kelingking lawan. Kelingking hanya bergerak saat mengeluarkan kertas, jadi aku mengeluarkan gunting. Selain itu, cukup keluarkan batu. Dengan begitu, hasilnya hanya menang atau seri—dengan kata lain, ‘tidak akan pernah kalah’.”

Entah Harune paham atau tidak setelah mendengar triknya, dia mengangguk sambil berkata “Heh”.

“Memang... dengan begitu tidak akan kalah—tapi, pada akhirnya itu kan melihat gerakan jari lawan? Bukankah akan dicurigai main belakangan?”

“Sebelum suit, kita ‘greete’, dan awalnya mulai dari ‘batu’. Aku main belakangan hanya saat lawan mengeluarkan kertas. Meminimalkan risiko dicurigai main belakangan.”

“Sampai... segitunya kamu merencanakannya dengan saksama.”

“Sudah pasti. Klien mempercayai dan mengandalkanku, aku tidak boleh kalah.”

Lagipula, jika aku kalah, penculikan akan terjadi... terlalu berat tanggung jawabnya.

“Mengikuti pertaruhan besar tanpa persiapan itu bodoh. Pertaruhan yang mungkin menang dengan probabilitas sepertiga, kalah dengan probabilitas dua pertiga.”

“Menarik... menarik sekali, Hayato—!”

Dengan penuh semangat Harune berdiri, kemudian.

“Ternyata, mataku tidak salah rupanya.”

Harune bergumam pelan.

Rasa kotak makan mewah yang disiapkan untuk nona—terasa agak familiar.

Hari ini saja, kami sudah berbicara dengan siswa lebih dari satu kelas.

Semua yang ada dalam daftar sudah selesai, dan atas permintaan Harune, setelah siang kami berkeliling sekolah. Mengintip latihan klub band, melihat video yang sedang disunting di klub film, (kenapa aku) ikut serta sebentar dalam latihan klub basket—aku membawa Harune ke tempat-tempat yang biasanya meminta bantuanku sebagai ‘tukang serabutan’.

Di antara itu, setiap berbicara dengan orang yang menonjol, Harune selalu menggelengkan kepala.

Matahari semakin mendekati warna merah, separuh langit terwarnai kegelapan.

Waktu sudah lewat setengah enam, batas waktu jam pulang sekolah terakhir semakin dekat.

Klub yang selesai lebih awal sudah mengakhiri kegiatannya, sekitar gerbang sekolah mulai ramai.

Di tengah itu, Harune duduk santai di ruang tamu.

Di atas meja ada dua cangkir teh dan satu pot.

Dengan latar senja, Harune menikmati teh hitam dengan santai. Dengan sangat sopannya, bahkan menyiapkan bagian untukku.

Aroma harum yang memenuhi rongga hidung, seolah berada di hamparan bunga—.

“Maksudku! Apa tidak apa-apa bersantai seperti ini!? Sudah pada mulai pulang nih!”

“Kenapa Hayato panik?”

“Karena aku menerima permintaan sebagai ‘tukang serabutan’. Waktunya hampir habis sementara permintaan belum selesai, wajar kalau panik kan.”

“Baik hati ya.... Tapi, tidak perlu panik. Aku sudah menemukan sumber cahayanya.”

Tanpa bersuara, Harune meletakkan cangkir teh.

Siapa pun yang ditemui, Harune hanya berbicara satu dua patah kata. Tidak terlihat seperti bertemu dengan seseorang yang memberikan pencerahan.

“Hanya saja, aku belum berbicara secara mendalam dengan orang itu.”

“Hah!? Apa dia masih ada di sekolah!? Tidak terlambat kan untuk menemuinya sekarang.”

“Tunggu—tenang dulu.”

Saat tanganku menyentuh pintu ruang tamu, Harune berdiri dari kursinya.

“Orang terakhir masih ada di sekolah, jadi tidak apa-apa.”

Seolah ada janji temu, tidak terlihat sedikit pun Harune terburu-buru.

“Perusahaan Kijou, dulunya seperti dikelola nenek sendirian. Nenek sering berkata, ‘carilah orang, pilihlah orang yang bersinar’—begitu.”

Tiba-tiba, Harune mulai berbicara tentang perusahaannya. Aku menyimak.

“Nenek selalu bilang ‘Harune punya mata yang tajam untuk menilai orang.’ Itu sebabnya aku datang mencari seseorang. Orang yang bisa mengubah takdir yang sudah pasti—orang yang bersinar kira☆.”

Saat hendak bertanya siapa orangnya—aku menatap Harune.

Dia dengan lembut menunjuk ke arahku.

“Kaulah—Isago Hayato-kun. Maukah kamu duduk?”

Suara sepenuhnya lenyap dari ruangan yang sudah sunyi ini.

Suara latar, white noise, semuanya.

Hanya suara Harune yang terkonsentrasi padaku.

“Aku melihatmu bersinar kira☆—sejak pertama kali melihatmu.”

Mata Harune berkilau. Seolah memantulkan cahaya senja yang menyilaukan.

“Tapi sinarnya lemah. Jujur, kukira itu bohong. Karena, Hayato… bukankah kau terus menerus melepaskan sesuatu sendirian?”

“—!”

Tanpa kusadari, sebuah kata terlepas.

Melepaskan.

Seberapa jauh Harune tahu tentangku? Aku merasa sedikit ngeri.

“Apa yang kau tahu tentangku?”

“Aku tidak tahu apa-apa.”

“Sebaiknya jangan sembarangan ikut campur urusan orang lain. Jika aku melepaskan, pasti ada alasannya.”

Hidupku terbelenggu oleh choker hitam yang melingkar di leherku.

Katanya, uang lebih berat dari nyawa.

Hutang yang kubawa jauh melebihi kapasitas yang bisa kulunasi seumur hidupku.

Wajar saja jika aku mengorbankan hidupku karena alasan hutang.

Apalagi jika itu adalah tanggung jawab yang kujalani atas kemauanku sendiri.

“Maaf jika aku ikut campur. Hayato memang bersinar. Tapi… ada kabut yang menyelimutinya. Apakah benar begitu, hari ini aku menghabiskan waktu bersamamu untuk memastikannya.”

Nada bicaranya penuh semangat. Kata-kata Harune yang semakin cepat terus meluncur tanpa henti.

“Tapi, setelah melihat Hayato saat bermain suit, aku yakin itu tidak bohong. Orang yang kucari, mungkin adalah kamu.”

Harune menatap mataku langsung saat berbicara.

Tatapannya yang tertuju padaku tak bisa kuhindari.

“Hei, Hayato… jadilah butler-ku. Lalu tolong—selamatkan aku.”

“Akhirnya kutemukan juga! —Isago Hayato!”

Setelah memeriksa, memilih, dan mengeluarkan. Kata-kata yang muncul di akhir proses itu.

Tepat bersamaan, pintu ruangan terbuka keras dengan suara berdebam.

Masuk ke ruang tamu dengan terengah-engah—Inoue Kana. Butler dan maid muncul sesaat kemudian. Tangan butler memegang koper juralumin berwarna perak.

“Inoue-san… lagi di bagian penting. Kumohon jangan ganggu.”

“Aku terkejut… Kijou Harune. Tak kusangka kau menyelidikinya.”

“Aku sudah menduga. Dia terkenal sebagai ‘tukang serabutan’ kan. Hampir semua siswa di sekolah ini mengenalnya.”

“Bukan itu! Jangan-jangan, kau tidak tahu dan membawanya keliling seharian!?”

Inoue mundur sedikit sambil terkejut. Maid-nya menopang Inoue yang hampir terjatuh.

“Ada cerita yang sekali kudengar tentang Accord. Di dunia ini, ada pemain top yang terkenal karena Accord.”

Inoue berusaha tenang dan mengatur napas, bahunya bergerak naik turun.

“Katanya dia dipanggil dengan julukan [Rensen Renshou] (Menang Beruntun).”

Inoue dengan lembut mengangkat tangannya—dan menunjuk ke arahku.

Harune menatapku dengan ekspresi yang sama seperti biasa.

“Dialah—Isago Hayato!”

Harune menatapku—dan terkesiap.

Yang mengejutkan, sepertinya Harune benar-benar tidak tahu apa-apa.

Dia hanya tertarik pada tatapannya, dan menawariku permintaan.

Accord.

Itu adalah duel yang menggunakan kecerdasan.

Pada dasarnya, duel ini diciptakan untuk menyelesaikan negosiasi antar perusahaan dengan singkat.

Untuk menyatukan pendapat yang buntu dimana seseorang harus berkompromi agar bisa maju, masing-masing perusahaan mengirimkan negosiator untuk bertarung—dan menggunakan pendapat pihak yang menang.

Dulu aku bertaruh dengan nilai perusahaan yang kubawa—dan kemudian.

“Konon tidak ada game yang tidak bisa dimenangkan oleh Isago Hayato. … Sampai game terakhir.”

Harune menatapku sambil menyimak perkataan Inoue.

“Pertandingan terakhir—melawan keluarga Feekley yang mengatur Accord itu sendiri, lalu menghilang tanpa jejak setelahnya… informasi hanya sampai di sini, tapi sepertinya itu benar.”

Keluarga Feekley. Mereka disebut-sebut sebagai orang kaya raksasa yang memiliki 97% kekayaan dunia. Konon jika mereka mau, mereka bisa menghancurkan sebuah negara, apalagi perusahaan.

Dengan nekat, aku menantang orang kaya raksasa seperti itu.

“Hebat juga kau bisa menyelidikinya dalam waktu singkat…”

“Oh-hohohoho! Semua pelayanku sangat pintar!”

“Oh, begitu rupanya.”

Di samping Inoue yang tertawa terbahak-bahak, Harune bertepuk tangan seolah paham.

—Kotori, dia meletakkan cangkir teh dan berdiri.

“… Aku heran. Kenapa Hayato menanggung hutang.”

Kemudian, selangkah demi selangkah, mendekat.

“Kenapa, kau terus menerus melepaskan sendirian.”

Tanpa mengalihkan pandangan dari mataku, terus seperti itu.

“Kau kalah dengan cara yang tidak biasa. Kehilangan segalanya dalam Accord. —Benar, kan?”

Sungguh—sepertinya kata-kata ‘Harune punya mata yang tajam untuk menilai orang’ bukanlah omong kosong.

“… Aku kalah telak. Sampai-sampai aku berpikir tidak ingin lagi bermain Accord. Pilihanku tinggal dua. Menjadi pion keluarga Feekley seumur hidup, atau menanggung semua hutang perusahaan dan melunasinya seumur hidup—dan aku memilih yang terakhir.”

Cerita yang biasa. Dibilang anak orang kaya dan dibesarkan dengan baik, menanggung perusahaan yang bangkrut dan bertarung—lalu kalah.

Dunia yang kutinggali memang seperti itu, dan dunia tempat Harune berada sekarang mungkin juga begitu.

“Kalau begitu, Isago Hayato, inilah proposal dariku!”

Butler melewati Inoue yang tertawa terbahak-bahak dengan lancar, dan meletakkan koper juralumin di atas meja. Bunyinya berat.

Sesuai dengan kata-katanya, butler membuka koper juralumin—di dalamnya.

“Seratus juta yen. Maukah kau menjual dirimu dengan ini? Tentu saja ini hanya uang muka. Selama kau menjadi bawahanku, kau tidak akan kekurangan uang, oke?”

Seratus juta yen untuk satu orangku—itu pun hanya uang muka.

Ini tawaran yang menggoda bagiku yang dikejar hutang, tapi hanya ada satu jawaban.

“Maaf, tidak bisa terima.”

“Kalau begitu—dua ratus juta! Bagaimana dengan ini?”

“—Sepuluh miliar.”

Aku memperlihatkan bagian kendali elektronik dari kalung yang terjerat di leherku dan tidak bisa dilepas pada mereka berdua.

[TOTAL HUTANG: 10.000.000.000 Yen]. Rangkaian karakter seven-segment di atas layar monokrom bersinar tanpa rasa.

Meski sudah melunasi sebagian hutang, jumlahnya sekitar sepuluh miliar yen. Belum satu persen pun terlunasi.

“Ini adalah hutangku pada keluarga Feekley. Selama ini belum diselesaikan, aku tetap terikat oleh kutukan keluarga Feekley. Jadi, lupakan saja.”

Sepuluh miliar yen—itu adalah jumlah yang mustahil dilunasi oleh orang biasa.

Mereka memintaku melunasinya dengan cicilan, itulah ‘belas kasihan’ dari keluarga Feekley yang berkata ‘kami akan mengizinkanmu hidup seperti orang biasa dengan cukup menderita’.

Dan itulah, aku menjalani hidup seperti orang biasa sambil memenuhi target pembayaran bulanan.

Inilah kemampuan terbaikku untuk hidup. Namanya adalah ‘kenyataan’.

“Jika sekali saja gagal membayar, aturannya adalah aku harus bermain Accord untuk keluarga Feekley. Berapapun uang yang kau bayar untuk mempekerjakanku, izin untuk ikut Accord tidak akan keluar.”

Mungkin tidak masalah untuk bekerja normal—tapi kalau begitu, aku tidak layak untuk dibayar seratus juta yen.

“Begitu… ya. Kalau begitu aku menyerah. Bagiku, cukup tahu bahwa kau tidak akan menjadi musuh.”

“Lupakan saja. Aku juga tidak mau menanggung tanggung jawab lagi.”

Sepertinya dia tahu betapa kuatnya organisasi Feekley. Angka 97% kekayaan dunia bukanlah omong kosong.

Di sampingnya, Harune dengan wajah serius terus berpikir.

“Seperti itu… lagi, kau menyerah?”

“Harune-san…?”

Inoue seolah menyadari suasana yang tidak stabil, memanggil Harune. Tapi Harune tidak menghiraukan Inoue.

“Menyerah atau tidak, dari awal aku tidak punya pilihan. Hanya menebus kekalahanku.”

“Pilihan itu selalu diberikan padamu. Kembali ke Accord dan memulihkan namamu—atau menjalani hidup terus melunasi hutang.”

Harune di depanku menghitung dua pilihan dengan jarinya.

“Hidup normal sudah cukup. … Jawaban seperti itu tidak membuatmu puas, ya?”

“Hidup terus melunasi hutang seumur hidup itu normal—tidakkah kau merasa itu konyol?”

Haha—, tawa mengejek keluar begitu saja dari mulutku.

“Tapi, jika aku bergabung dengan pihak yang mengalahkanku, jelas aku akan dikuras untuk Accord seumur hidup. Lebih baik seperti ini lebih bebas.”

“Memang yang Hayato katakan benar. Jika menjadi anak buah Feekley, kemungkinan besar hanya akan diperas. Mungkin setelah habis dipakai, akan dibuang ke dasar laut.”

Kata-kata Harune adalah konfirmasi ulang kenyataan. Saat kalah, akhirnya sudah ditentukan.

“Karena itu, aku akan memberimu pilihan.”

Harune menatap mataku—dan menunjuk.

“Aku akan membeli hidupmu dengan sepuluh miliar yen. Karena itu—tolong, selamatkan aku!”

Aksi Harune yang tak terduga—membuat semua orang di ruangan itu serentak terdiam.

Yang pertama sadar adalah Inoue.

“Apa… apa yang kau katakan!? Kijou-san… uang sebanyak itu, di mana—”

“Meski perusahaan ini hampir bangkrut, tapi aku adalah calon presiden direktur berikutnya, oke? Aku punya wewenang yang cukup.”

“Itu artinya menggunakan uang perusahaan seenaknya...”

Harune tersenyum nyii, dan menaruh telunjuk di mulutnya.

“... Aku tidak layak sepuluh miliar. Kita baru kenal pagi ini, kenapa kau bisa berkata sampai segitu?”

“Intuisi. Lagipula, nilaimu akan kutentukan sendiri.”

Ditegaskan dengan penuh keyakinan, aku pun kehilangan kata-kata.

“Bagaimana jika, ya? Jika ada kemungkinan satu persen pun perusahaanku tidak bangkrut—bukankah itu yang disebut sikap seorang presiden direktur, untuk mempertaruhkan segalanya?”

“Kau lupa? Aku pernah kalah dalam Accord. Itu sebabnya ada hutang ini.”

“Iya. Lalu apa?”

Harune menatapku dengan ekspresi penuh tanda tanya.

“... Apa hubungannya kekalahan di masa lalu dengan apa yang akan dimulai sekarang?”

Dengan ekspresi yang tak terduga, Harune seolah membaca isi hatiku.

“Kali ini mungkin kalah juga?”

Dengan tenang, aku mengangguk.

“Kemungkinan kalah bukan alasan untuk tidak bertarung. Aku harus menang dalam Accord untuk melindungi Kijou. Harus kulakukan. Hayato—bagaimana? Mau melindungi kehidupanmu sekarang?”

Kesempatan untuk terbebas dari hidup yang dikuasai hutang kini ada di depan mata.

Aku juga cukup paham bahwa ini bukan waktunya untuk ragu-ragu.

Aku paham—tapi.

“Jika masih ragu, bagaimana kalau putuskan dengan game?”

Yeah, begitu Harune menyarankan.

“Inoue-san juga bilang kan? Mengakhiri sesuatu dengan game adalah selera para nona—”

“Masalah sebesar ini diputuskan dengan game...”

Meskipun pada dasarnya sistem Accord memang seperti itu, saat menjadi pelakunya langsung, terasa konyol.

“Begini... game-nya akan sama seperti suit tadi. Aku juga sudah diajari cara menang mutlak suit ini, jadi peluang menang-kalah seimbang. Bisa diputuskan dengan adil.”

“Begitu ya.”

“Jika aku menang, aku akan membelimu. Hayato akan membantuku sebagai butler.”

Harune mengulurkan tangannya. Menunggu aku mengulurkan tangan.

“Jika aku kalah, aku akan melepasmu. Aku tidak akan menolong Hayato, Hayato juga tidak perlu menolongku.”

Inti dari cara untuk tidak kalah dalam suit adalah ‘main belakangan’. Menentukan tangan setelah melihat tangan lawan.

Dengan kedua pihak mengetahui cara menang mutlak, suit ini dipastikan akan selalu seri.

... Seharusnya begitu.

“Aku hanya akan mengeluarkan batu.”

“... Itu strategi?”

“Aku tidak terlalu pandai berpikir. Tidak hanya suit, aku juga lemah dalam semua game.”

Sambil tersenyum kecut dan bergumam pada diri sendiri, Harune berkata itu sebabnya perusahaannya terdesak sampai seperti ini.

“Tapi, aku mengerti bahwa cara menang mutlakmu adalah [tidak mengeluarkan kertas].”

“... Kau cukup berpikir juga.”

Main belakangan pada dasarnya adalah strategi untuk tidak kalah. Bukan strategi untuk menang, hanya terus memasang asuransi.

Dengan mengabaikan kemungkinan mengeluarkan kertas agar tidak kalah, bertarung hanya dengan batu dan gunting.

Dengan kata lain, itu adalah taktik perlawanan sempurna terhadapku.

‘Cara untuk tidak pernah kalah’ tidak akan membuatnya menang—itu adalah deklarasi perang dari Harune.

“Jangan-jangan... kau bimbang?”

Seolah bisa menebak, Harune menanyaiku.

“Hayato kesulitan uang, dan aku bisa menyelesaikannya. Aku kesulitan mencari orang yang bisa membantuku dalam Accord, dan kau bisa menyelesaikannya. Menurutku ini ide terbaik yang tidak ada duanya.”

“... Semuanya terlalu tiba-tiba, ini merepotkan. Tiba-tiba muncul dan berkata akan menghapus hutangku. Tapi sebagai gantinya harus bekerja sebagai butler, itupun kerja pikiran.”

Aku tidak pernah berniat kembali ke dunia yang penuh dengan pertarungan kecerdasan dan kekuatan finansial.

“Iya. Sebagai butler, kau akan mendukungku yang sedang dalam kesulitan.”

“Untuk membalas budi karena telah menolongku dari hutang, ya.”

“Hubungan saling percaya itu indah, kan?”

Begitu kata Harune.

──Karena kurasa itu ikatan yang lebih kuat dari uang.

Dengan menahan napas, di bawah pengawasan Inoue dan yang lain—aku masih ragu menentukan tangan yang akan dikeluarkan.

Inti pertarungan ini bukanlah suit.

Baik aku maupun Harune, kami memahami itu dan menghadapi game ini.

“Boleh tanya satu hal? Jika gagal merekrutku, apa yang akan kau lakukan?”

“Apa yang... baiklah, saat itu terjadi aku akan bertarung sendirian. Tidak ada orang yang lebih bersinar dari Hayato. Tapi, jujur peluang menangnya tipis. Jika begini terus, mungkin aku akan kalah dalam Accord lusa.”

Sekilas Harune menatap Inoue.

“Meski dia ikut Accord bersama Harune-san, aku tidak mungkin kalah! Kalah total—yang akan terjadi hanyalah rekor itu diperbarui saja~~!!!”

Alasan Inoue mengejar Harune juga untuk memuluskan negosiasinya.

Titik-titik mulai terhubung, gambaran besar yang samar mulai terlihat.

Tampaknya lusa akan diadakan Accord antara ‘Kijou HD’ pimpinan Kijou Harune dan ‘Irohani G’ pimpinan Inoue Kana—dan di situlah akan ditentukan pemenangnya.

Harune yang terus menerus kalah total sedang kebingungan mencari pembantu untuk Accord—begitu.

Jika aku menang dalam suit ini, aku hanya akan kembali ke kehidupan penuh hutang yang biasa. Tidak ada yang berubah.

Lalu, Harune akan kalah dalam Accord dan jatuh ke kehidupan penuh hutang. Itu sama dengan keadaanku sekarang.

Di sisi lain, jika Harune menang, hutangku akan lunas dan aku akan kembali ke Accord sebagai butler. Kali ini aku akan bertarung dengan membawa Harune... kapal terlalu besar ‘Kijou HD’.

Jika di kemudian hari kalah, Harune akan jatuh ke kehidupan hutang karena kesalahanku.

Lagi, aku—akan membuat seseorang sengsara.

Bagi Harune, bagaimanapun juga itu adalah kekalahan.

Kalah tanpa mengandalkanku, atau mungkin kalah dengan mengandalkanku.

Harune bilang akan ‘mengeluarkan batu’.

Itu artinya, dia menyerahkan hasil game ini padaku.

“Apa maksudnya putuskan dengan game...”

Hanya beberapa detik yang singkat ini. Kami saling memastikan posisi masing-masing—dan akhirnya menyadari maksudnya.

Tawa yang tidak tahu apakah itu jengkel atau apa keluar dengan sendirinya.

Satu-satunya jalan menang bagi Harune—adalah jalur tipis seperti benang laba-laba, dengan melibatkanku dan memenangkan Accord.

Artinya, bagaimana aku bergerak—hanya itu.

“Hei—cepatlah. Tanganku capek terus terangkat nih.”

“Aku tidak bilang akan bertarung.”

“Tapi, kan kau akan melakukannya?”

Matamu yang bicara, kata Harune. “Ah,” aku mengangguk.

“Aku hanya akan mengeluarkan batu. Percayalah.”

Harune bisa saja berbohong dan menjebakku.

Tapi Harune berkata.

──Percayalah.

Dengan tidak mengandalkan dirimu sendiri, percayalah padaku—biarkan aku menang.

Hanya, hanya itu.

Justru karena aku mengerti itulah, aku...

Gadis yang meminta tolong padaku, bergumam di depan mata.

“Aku percaya. Kau akan menolongku.”

Entah yang keberapa kalinya, intuisi Harune.

Dari mana itu berasal, aku sama sekali, sedikit pun tidak tahu.

“Pada akhirnya, pilihan mana pun akan tetap menjadi neraka.”

Baik aku maupun Hayato, kata Harune.

“Neraka hutang jika kau menang, atau neraka Accord jika kau membuatku menang—pilih yang kau suka. Aku akan menghargai pendapat Hayato. Aku akan memberimu pilihan cara kalah yang bisa kau terima.”

Mempercayai Harune dan mengikutinya.

Atau, tetap menjadi diriku yang selama ini.

Seharusnya ada pilihan yang diinginkan Harune, tapi dia tetap menghargaiku.

“Ayo, suit.”

Aku mengangkat tangan, menempelkan kepalan dengan Harune.

“Dimulai dari batu...”

Jika dia begitu mempercayaiku—mungkin tidak apa untuk sekali ini percaya pada diriku sendiri.

“Suit── pon!”

Suit antara aku dan Harune berakhir hanya dengan satu ronde.

Inoue yang diam-diam mengamati dengan tenang, menunjukkan ekspresi masam saat melihat hasilnya.

“Butler, maid. Kita akan siapkan strategi untuk lusa.”

Pan, Inoue bertepuk tangan, dan pintu ruangan terbuka. Ternyata pelayannya tidak hanya dua orang.

Banyak butler mengusung mikoshi dengan kursi merah terikat di depannya sampai ke ruang tamu, dan Inoue naik sebagai pengganti taksi.

“Informasinya sudah cukup kudapat── yah, kemenanganku tidak akan berubah~~!!”

Oh-hohohoho! Tawa Inoue yang nyaring masih terdengar bahkan setelah dia menuruni tangga.

Mengabaikan Inoue dengan santai, aku bergumam.

“Apa maksudnya... ‘lemah dalam game’...”

Potori, di luar jendela matahari terbenam.

Tangan yang kukeluarkan adalah—[GUNTING]. Tangan yang dikeluarkan Harune adalah [BATU].

Game berakhir dengan kemenangan Harune.

“Yes! Aku menang untuk pertama kalinya!”

Melihat Harune yang bersukaria── aku berpikir.

“Aku kalah… aku memang harus kalah.”

Dengan jelas, aku dikalahkan Harune.

Dalam game yang seharusnya bisa menang, aku tidak bisa menang.

“Benar—sejak aku mengumumkan tangan yang akan kukeluarkan, itu sudah kemenanganku.”

Aku seperti diserang di titik lemah. Memang aku kuat dalam game.

“Yang penting adalah—bukan aku yang bertanya, tapi kamu yang memilih.”

Awalnya seharusnya pertanyaannya adalah bentuk ya/tidak ‘aku ingin membelimu dengan sepuluh miliar, boleh?’.

Tapi, sejak game dimulai, strukturnya berubah.

“Tanpa kusadari, aku sudah dipaksa memilih. … Apakah aku akan membiarkan Harune mati.”

Dengan sengaja, Harune mempertaruhkan masa depannya sendiri.

Pertanyaannya berubah menjadi apakah akan [menolong] Harune dalam Accord atau [tidak menolong].

Saat suit dimulai, pilihan ‘mengabaikan’ telah hilang.

“Jika Hayato menang dalam suit, itu artinya kamu memilih untuk tidak menolongku. Tapi, meski setelah ini aku kalah di suatu tempat—itu bukan tanggung jawab Hayato. Kamu hanya tidak menolong.”

“Bisakah aku melakukan itu pada orang yang tidak tertolong… pada orang yang telah mengulurkan tangan padaku.”

Bukan hanya dua ratus ribu yen di pagi hari. Termasuk sepuluh miliar yen—aku tidak bisa memperlakukan gadis yang menawarkan untuk menanggung hutangku dengan buruk seperti itu.

“Aku memang lemah dalam game. Accord-ku kalah total, terus menerus kalah… dan kemenanganku kali ini juga bukan karena suit.”

“Berani sekali kau berkata begitu setelah menang.”

“Tapi—aku punya mata yang tajam untuk menilai orang.”

Ucapan yang sudah kudengar beberapa kali. Kurasa itu benar.

“Tidak bisa memperlakukan dengan buruk orang yang baik padaku, tidak bisa meninggalkan orang yang sedang kesulitan. Aku bisa melihat bahwa Hayato adalah orang seperti itu. Karena, kalau bukan orang yang mau menolong segala kesulitan—lebih tepatnya, orang yang mau menolong segalanya, pasti tidak akan mengambil pekerjaan dengan nama ‘tukang serabutan’.”

Tentu saja, aku yakin bahkan jika tidak begitu kamu tidak akan menolak—tambah Harune.

“Benar-benar kekalahan total bagiku.”

“Sekali lagi—izinkan aku merekrutmu. Isago Hayato—aku ingin kau menjadi butler-ku.”

Tapi, melihat Harune yang matanya bersinar terang.

Ah—gadis ini, benar-benar membeliku.

Dia menemukan nilai dalam diriku, yang bisa kulakukan hanyalah mempercayainya.

“Dengan senang hati—Harune-sama.”

Harune membaca perangkat di leherku, lalu mengetik-ngetik ponselnya.

Kurang dari satu menit kemudian—potori, selembar kulit jatuh di atas pangkuanku.

Itu adalah benda yang dulunya adalah kalung.

“Sepuluh miliar yen… ternyata benar?”

Kusentuh leherku, merasakan sentuhan kulitku sendiri.

Aku masih tidak bisa merasakan kenyataan bahwa hidup tanpa dikejar hutang akan segera dimulai.

“Kau pikir itu bohong?”

“Sedikit. Ada nona yang mau menanggung hutang sepuluh miliar yen… tidak pernah terbayang dalam mimpiku.”

Kudengar suara tertawa fufu.

“Kalau begitu—aku berharap, setara dengan sepuluh miliar yen. Bisakah kau membuatku—menang beruntun?”

Harune tersenyum manis.

Kurasa, pasti untuk pertama kalinya pada saat ini.

Aku menyunggingkan senyum padanya.

“Serahkan padaku—Harune-sama.”


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close