Penerjemah: Flykity
Proffreader: Flykity
Chapter 2
ALT dalam Hari-Hari yang Membosankan
Keesokan harinya, seperti biasa aku sarapan bersama keluarga sebelum berangkat ke sekolah.
Tujuanku adalah SMA Suishou, sekolah negeri yang terkenal dengan atmosfernya yang bebas meski standar akademiknya sedikit di atas rata-rata.
Aku memeriksa daftar kelas di papan pengumuman dekat loker sepatu sebelum masuk ke ruang kelasku.
Hari ini adalah tanggal 3 April—hari pertama semester baru.
Di dalam kelas, suasananya penuh semangat khas awal semester: "Eh, kita sekelas lagi ya," dan "Kira-kira wali kelasnya siapa, ya?"
Di tengah udara segar itu—
"Haaaah…"
Begitu duduk di kursiku, aku menghela napas panjang sambil menatap langit-langit.
Penyebabnya tentu saja kejadian kemarin di warnet.
Waktu itu dia juga mabuk, jadi mungkin dimaafkan, tapi gimana kalau setelah semalaman dia berubah pikiran dan lapor polisi karena kesal?
Pikiran itu bikin aku nggak tenang.
Dan tepat saat aku tenggelam dalam kekhawatiran itu—
"Woiii, kenapa mukamu muram banget dari pagi!?"
"Uwah!"
Tiba-tiba, wajah seorang teman muncul dari atas mejaku.
"...Oh, ternyata Daikatsu. Pagi. Jangan ngagetin, dong."
Aku menegakkan dudukku, sementara Daikatsu tersenyum nakal dan menepuk-nepuk bahuku dengan santai.
Dengan tinggi 180 cm, tubuh berotot, dan potongan rambut rapi dua blok,dia adalah bintang klub basket sekolah kami meskipun masih kelas dua.
Sifatnya ceria, blak-blakan, dan nggak suka ribet—itulah temanku, Taketsuru Daikatsu.
"Tapi serius, kita sekelas lagi, ya. Sudah sebelas tahun berturut-turut!"
"Kalau udah sejauh ini malah jadi agak menyeramkan, tahu."
Kami memang teman lama sejak SD dan SMP, selalu satu sekolah, bahkan satu kelas terus. Aku menguap, dan entah kenapa Daikatsu menyeringai lebar.
"Eh, tahu nggak, Atsuto?"
"Nggak tahu."
"Dengerin dulu dong!"
Dia menepuk mejaku keras-keras lalu membuka matanya lebar-lebar.
"Mulai hari ini bakal ada guru baru dari luar negeri! Katanya sih, cantik banget!"
Di SMA Suishou, yang menekankan pembelajaran bahasa Inggris, murid kelas dua akan diajar oleh guru tambahan dari luar negeri, yang disebut ALT.
Biasanya, mereka datang dari Amerika atau Kanada.
"...Oh, gitu. Syukurlah kamu tetap semangat seperti biasa, Daikatsu."
"Reaksimu datar banget! Biasanya cowok normal tuh bakal teriak girang, tahu!"
"Kamu paling tahu aku bukan tipe kayak gitu, kan."
Guru baru yang cantik banget, ya…Jujur, aku nggak begitu tertarik. Mau secantik apa pun, itu nggak ada hubungannya dengan hidupku.
Saat aku berpikir begitu—
"Ya ampun, ribut banget dari pagi. Kalian, berisik banget."
Seorang siswi baru saja masuk ke kelas dan menatap kami dengan tatapan malas.
"Yo, Benika! Kita sekelas lagi!"
Yang disapanya dengan suara heboh adalah Shirasu Benika. Sama seperti Daikatsu, dia juga teman lama sejak SD.
"Pagi, Daikatsu. Sayangnya, kita sekelas lagi."
"Sayangnya!? Serius!?"
"Bercanda, bercanda. Pagi juga, Atsuto. Nih, komik yang aku pinjam."
Dia menyerahkan kantong kertas kepadaku.
"Oh, akhirnya balik juga. Gimana?"
"Uuuh, akhirnya si tokoh utama jadian sama heroine-nya! Adegan pengakuan cintanya saking bagusnya sampai bikin aku bisa makan dua porsi nasi, tahu!"
"Uh, o-oh… kamu semangat banget, ya."
Wajahnya bersinar penuh antusiasme.
Rambut pendeknya dicat merah samar, kulitnya putih, wajah mungil dengan hidung mancung, dan anting berbentuk bintang di telinga kanannya.
Karena penampilannya menarik, dia juga aktif sebagai model majalah remaja. Meski tampak seperti gadis ceria dan populer, sebenarnya Benika adalah otaku sejati yang mencintai anime, manga, dan dunia daring.
"Ngomong-ngomong, nggak mungkin deh dijelasin daya tarik komik ini cuma dengan satu kalimat! Nanti kita bikin sesi diskusi bertiga. Oh iya, Atsuto, pinjemin ke Daikatsu juga. Satu set, ya!"
"Hah? Aku juga harus baca? Aku sibuk latihan basket, tahu—"
"Baca. Sekarang."
Benika memancarkan aura tekanan, dan Daikatsu langsung ciut.
"O-oke…"
*****
Beberapa saat kemudian, bel tanda dimulainya homeroom berbunyi.
"Oke, duduk semuanya."
Guru bahasa Inggris, Sugawara-sensei—alias Suga-sen—masuk ke kelas.
Beliau guru paruh baya yang terkenal karena cara mengajarnya mudah dipahami dan suasananya santai.
"Mulai hari ini aku jadi wali kelas kalian. Nama aku Sugawara. Setahun ke depan, tolong kerja samanya. Sekarang, ayo mulai dari perkenalan diri satu per satu."
Setelah semua murid memperkenalkan diri, bel pelajaran pertama berbunyi. Pelajaran pertama hari ini juga bahasa Inggris dengan Suga-sen.
"Seperti yang sudah kalian tahu, mulai kelas dua ini pelajaran bahasa Inggris akan dibantu oleh guru ALT dari luar negeri."
Saat suasana mulai ramai, terdengar suara lembut berbahasa Inggris:
"…Can I come in?(Permisi, boleh saya masuk?)"
Pintu kelas terbuka—dan yang muncul di sana adalah…
"Eh!?"
Aku refleks bersuara kaget. Yang masuk adalah gadis asing yang menemaniku kemarin—Charl!
"Wah, gila, cantik banget!"
"Rumornya beneran nyata, ya!"
"Tahun ini pelajaran Inggris menang besar!"
Murid-murid cowok langsung heboh, dan Charl menunduk malu sambil menggigil kecil.
Mungkin dia gugup. Dengan tubuh mungil dan jas rapi yang tampak sedikit kebesaran, dia terlihat seperti anak kecil yang berusaha tampil dewasa.
Dia menarik napas dalam, menepuk pipinya, lalu mengangkat wajah.
"Uh… My name is—"
"Charlotte-sensei, pakai bahasa Inggris, ya!"
"Ah, iya!"
Charl yang tadi hampir bicara dengan bahasa Jepang buru-buru kembali ke bahasa Inggris.
"Nama saya Charlotte Flores! Saya akan berusaha keras agar semua bisa merasakan bahasa Inggris asli secara langsung! Senang bertemu kalian!"
Dia membungkuk, lalu melanjutkan,
"Usia saya 23 tahun! Ulang tahun saya tanggal 11 April! Saya dari Florida!"
Setelah perkenalan lancar itu, seluruh kelas bertepuk tangan.
Rasanya dia benar-benar berbeda dari kemarin.
Waktu di bar, dia penuh energi dan suka cari perhatian, tapi sekarang kelihatan gugup banget.
Charl lalu mengeluarkan selembar peta besar dari sakunya—peta Amerika.
"Apakah kalian tahu di mana letak Florida? Kalau begitu…"
Dia menatap seisi kelas, mencari orang yang akan dia tunjuk—
"Hi—hii!?"
Tatapan kami bertemu. Uh, ini canggung banget! Dia pasti mikir, "Kenapa Atsuto ada di sini!?"
"Ah, A-Atsuto!"
"H-hai!"
Akhirnya aku yang dipilih. Charl melambai kecil, menyuruhku maju.
"Tahu di mana Florida?"
Maaf, Charl, aku nggak tahu sama sekali…
"U-uh… di sini?"
Aku asal tunjuk satu tempat, dan Charl langsung menggeleng cepat.
"Di sini?"
Dia masih menggeleng.
"Kalau ini?"
"Itu California!"
"Kalau ini?"
"Itu Arizona!"
Sampai akhirnya—
"Bukan, bukan di situ! Nih, di sini, tahu?"
Charl berbisik pelan dalam bahasa Jepang sambil menaruh tangannya di atas tanganku, mengarahkannya ke posisi yang benar di peta.
"O-oke! This is Florida! Okay!"
Aku buru-buru menarik tanganku karena kaget.
"Good!"
Charl mengedipkan sebelah mata dan tersenyum lembut.
Untuk sesaat, wajahnya tampak sedikit lebih rileks. Tapi saat aku menoleh ke belakang, aku langsung merinding.
Pandangan iri dan marah dari para cowok menusuk seperti duri. Hei, sumpah, aku juga nggak minta dipegang, tahu!?
*****
Setelah insiden itu—
"Oke, sampai di sini dulu untuk hari ini!"
Begitu Suga-sen dan Charl keluar, suasana kelas kembali santai.
"Dia beneran cantik banget, ya!"
"Kayak hewan kecil, imut banget."
"Setuju banget."
Semua pembicaraan cuma tentang Charl. Dia kelihatan sangat gugup tadi, padahal waktu di bar dia santai banget.
Susah percaya mereka orang yang sama.
Tapi tiba-tiba—
"Aneh. Ini aneh banget."
"Eh!?"
Aku menoleh dan melihat Taketsuru dan Benika berdiri di belakang dengan wajah serius.
"Iya. Ini jelas-jelas aneh."
Keduanya bergumam seolah mengutuk sesuatu.
"Apa yang aneh?" tanyaku hati-hati.
Mereka saling pandang sebentar, lalu berteriak bersamaan:
"Tingkat kedekatanmu dengan Charlotte-sensei itu aneh banget!"
"Hah!? Kedekatan?"
"Jelas-jelas aneh!"
Taketsuru menepuk mejaku keras.
"Pegangan tangan pas pelajaran!? Siapa yang begitu sama guru baru!?"
"Padahal semua murid lain masih 0, kenapa kamu udah kayak level 50 gitu!?"
Mereka mendekat dengan aura menekan.
"Bukan pegangan tangan! Dia cuma… naruh tangannya di atas pundakmu sebentar!"
"Pasti ada sesuatu antara kalian sebelum pelajaran dimulai, kan!?"
Benika menatap tajam.
Yah, memang ada sesuatu sih… Tepatnya, dia yang menciumku, dan aku sempat—ehm—menyentuh dadanya.
Tapi jelas aku nggak bisa bilang itu! Kalau sampai ketahuan, tamatlah hidupku!
"Itu... itu cuma kebetulan, kan!? Di Amerika, skinship seperti itu hal yang biasa!"
Tapi, seperti yang dikatakan Taketsuru, aku juga merasa kalau tingkat ketertarikan itu memang agak aneh.
Walaupun itu kecelakaan, meremas dada seseorang jelas bisa bikin nilai kesan jatuh ke minus.…Tapi entah kenapa, aku tidak merasa kalau dia membenciku.
"Rasanya aneh, ya. Dia juga sering bertukar pandang dengan sensei."
"Ugh..."
Memang, selama pelajaran, aku merasa pandangan kami sering bertemu. Tapi itu kan wajar, mengingat apa yang terjadi kemarin──huh?
"Memang kami sering saling menatap, tapi... kenapa kau tahu hal itu?"
"…Ah."
Darah seketika surut dari wajah Benika.
Aku menunggu jawaban darinya, tapi mulutnya hanya bergerak-gerak seperti ingin mengatakan sesuatu, sebelum akhirnya bel jam kedua berbunyi keras di seluruh kelas.
"Pe–pelajaran kedua sudah mulai! Kita harus kembali ke tempat duduk!"
Begitu bel berbunyi, Benika buru-buru kembali ke mejanya seolah terlonjak. Dia kelihatan agak panik barusan… sebenarnya ada apa tadi?




Post a Comment