NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Gimai Seikatsu Volume 5 SS2 & Extra

Short Story 2 – Hari Ketel Bersama Adik Tiriku


Suatu hari, ketel listrik punya kami sepertinya rusak. 

Saat itu, ketika aku hendak menekan tombol untuk menyalakannya, tidak ada respons seperti biasanya, juga tidak ada cahaya yang berkedip-kedip.

"Eh?"

"Ada apa?"

Ayase-san yang sedang mencuci piring di sebelah wastafel, berbalik ke arahku.

"Kupikir ketel listriknya rusak."

Aku menekan tombol beberapa kali, tetapi tidak ada yang terjadi. Lampu tidak menyala dan tombol kembali ke keadaan awal seolah-olah tidak ada yang terjadi.

“Oke, kurasa ini benar-benar sudah rusak. Tombolnya juga agak tidak berfungsi lagi. Yah, ini sudah lama sekali sih.."

"Apa kamu sudah menggunakannya selama itu?"

"Hmmm…"

Aku mencoba mengingat ketika kami pertama kali mendapatkannya. Aku mulai menggunakan ketel ini di sekitar ujian masuk SMA-ku. Terlebih lagi, ketika aku baru saja mulai minum kopi dan teh hitam, jadi…

“Kupikir sekitar tiga tahun?”

"Oh, lama juga 'ya ..."

“Ayahku memenangkannya dalam undian untuk pesta akhir tahun. Jadi, rasanya tidak terlalu disayangkan.”

Apalagi, setelah Ibu pergi, karena benda ini hanya butuh satu menit untuk membuat secangkir kopi, kurasa kami membuat benda ini seperti budak, kurasa.

"Merepotkan sekali," gerutuku.

"Kenapa kamu tidak menggunakan ketel kompor saja?"

“Hm, kami tidak punya benda seperti itu."

“Ah, begitu "ya.” Ayase-san mengangguk.

Poin bagus tentang ketel listrik adalah kau bisa mendapatkan air mendidih sebanyak yang kau mau kapan pun kau mau. Tapi tanpanya, kami buntu. Bukannya kita juga punya air panas ekstra.

"Apa?" Ayase-san menatapku dengan bingung.

"Bukan apa-apa. Hanya saja, aku jarang sekali melihatmu menggunakan ketel listrik ini."

"Ah, itu karena aku menggunakan ini di sini," katanya dan mengeluarkan gelas stainless merah dari pengering piring. “Bolak-balik ke dapur rasanya melelahkan dan mengganggu kosentrasiku saat mau belajar. Kamu cenderung sering datang ke sini, kan?”

"Ya, itu memberiku ketenangan pikiran selama beberapa menit."

"Begitu, ya."

“Yah, aku sedang memikirkan untuk membeli mesin penyulingan kopi sendiri. Jika aku bisa membeli mesin itu, aku bisa menggunakan jumlah biji kopi yang aku inginkan untuk satu cangkir.”

"Eh, benarkah? Aku tidak berpikir bahwa kamu sangat menyukai kopi."

Aku tidak terlalu yakin dengan kecintaanku pada kopi untuk menyebut diriku seperti itu, tetapi aku cukup menikmati proses pembuatannya.

“Aku tidak terlalu menikmati mencuci piring. Tapi, aku menikmati waktu singkat di mana aku hanya bisa fokus pada satu proses tanpa memikirkan hal lain. Kurasa itu sesuatu yang mirip dengan itu."

Aku tahu bahwa ini hanya menghabiskan piringku yang berguna untuk memasak. Tapi bahkan dengan pemikiran itu, aku bisa mencucinya seperti yang dilakukan Ayase-san sekarang. Ini memberiku momen kedamaian juga, bahkan jika aku keluar dari waktu ke waktu.

"Aku akan mencuci sisanya. Jadi, kau bisa kembali mengejakan PR-mu, Ayase-san."
 
"Eh, bagaimana kamu bisa tahu soal itu..?"

“Tentang PR-mu?” Aku meraih smartphoneku, yang kutaruh di meja makan dan menunjukkan layar padanya.

'Ada latihan membaca dan tugas rangkuman pada PR kami hari ini. Adik perempuan tersayangmu dalam keadaan darurat. Jadi, tolong bantu dia~'

Sepertinya Ayase-san belum menerima pesan ini dari teman baiknya yang sangat mengkhawatirkannya karena Ayase-san tidak pandai bahasa Jepang.

“Maaya… Kenapa dia terus mengganggumu seperti ini?”

"Aku tidak keberatan membantumu kalau kau mengalami kesulitan pada studimu. Tapi, kupikir dia hanya ingin menggoda kita lagi."

"Tidak, aku bisa mengerjakannya."

"Hm, baiklah. Aku akan membawakanmu kopi nanti.”

“…Terima kasih. Lalu, aku akan menyerahkan sisanya padamu.”

Aku melihat Ayase-san kembali ke kamarnya dan mulai mencuci beberapa piring terakhir.

"Kurasa aku harus berbicara dengan Ayahku tentang membeli teko baru."

Memilikinya lebih baik daripada tidak sama sekali. Selain itu, ini memungkinkanku untuk membantu adik tiriku dengan secangkir kopi segar.


Ekstra: Hari Oden |1| Ayase-san


Jika kita berasumsi bahwa musim dingin yang membekukan membuat tubuhmu tegang dan mengecil, lalu pada suhu berapa untuk membuat manusia mati kedinginan?

Kalau kau bertanya kepadaku, aku akan menjawab dengan "Ketika angin musim dingin menerpa ke tubuhmu dan kau hampir tidak dilindungi oleh pakaian tipis."

Adapun mengapa aku mengungkit hal ini sekarang, aku mencoba untuk menekankan fakta bahwa aku mati kedinginan di sini.

Ayase-san dan aku baru saja melewati Persimpangan Shibuya dalam perjalanan pulang dari perjalanan belanja, di mana angin dingin membuat tubuhku menggigil. Begitu pula dengan tanganku yang memegang kantong plastik yang aku bawa. Untuk mengalihkan perhatianku dari hawa dingin yang menerpaku, aku mengomentari frasa “angin musim dingin yang dingin.” Dalam bahasa Jepang, ada definisi khusus untuk istilah tersebut. Ini mengacu pada angin utara yang bertiup di wilayah Kanto selama periode tekanan udara tinggi ke barat dan tekanan rendah ke timur. Ini juga disebut sebagai "pola tekanan musim dingin." Angin utara ini biasanya bertiup dengan kecepatan delapan meter per detik.

“Aku tidak tahu soal itu.” Ayase-san berkomentar dengan kagum setelah aku menyelesaikan penjelasanku.

Lagi pula, ini juga hanya meminjam pengetahuan yang aku cari secara online. Jadi, aku merasa malu karena dia bereaksi seperti itu.

“Sebagian besar istilah berbasis cuaca yang digunakan oleh Badan Meteorologi memiliki definisi khusus mereka sendiri. Seperti badai pertama musim semi.”

“Oh, benar.” Ayase-san mengangguk.

“Lagi pula, aku tidak berani bersumpah jika ini adalah salah satu jenis angin musim dingin yang spesifik. Tapi, akhir-akhir ini benar-benar menjadi sangat dingin,” kataku.

"Yah, lagipula ini sudah masuk bulan November."

“Hari-hari seperti ini membuatku ingin makan oden panas mengepul dari toserba.”

Pada dasarnya, aku mencoba mengisyaratkan bahwa kita harus membelinya. Karena kami sudah meluangkan waktu selama perjalanan belanja, aku juga lebih suka membuat makan malam tetap sederhana. Namun, jawaban yang kudapat dari Ayase-san bukanlah jawaban yang kuharapkan.

“Oden panas mengepul…dari toserba?”

"Eh?"

Aku tidak berpikir dia akan begitu bingung dengan saranku, yang membuatku bingung sehingga aku hanya menatap wajahnya.

"Kau tahu, makanan yang dipanaskan microwave?"

Namun Ayase-san tampaknya tidak kalah bingungnya. “Apa mereka membuat makanan semacam itu? Kurasa aku tidak pernah memperhatikannya. Lagi pula, aku tidak pernah mempertimbangkan untuk membeli oden dari toserba.”

“Kalau begitu, dimana lagi kau akan membelinya?”

“Dari supermarket? Seperti, membeli lobak, konjak, rumput laut, telur… dan segala sesuatu yang masuk ke dalam oden. Mereka punya semua itu di supermarket, kan?”

“Hm, begitu 'ya .. Jadi, kau tipe orang yang membuat oden sendiri. Bukan membeli yang siap dimakan (sudah jadi) dan memanaskannya?"

"Tentu saja. Membeli yang sudah jadi itu mahal. Meskipun aku mengerti bahwa terkadang orang tidak punya cukup waktu untuk membuatnya sendiri.”

“Jadi, kau selalu membuatnya sendiri 'ya …”

"Iya, kurasa? Lagi pula, membuatnya tidak begitu sulit. Kamu tinggal merebus bahan-bahannya.”

“Merebus bahan-bahannya 'ya?"

Aku harus meragukan ungkapan itu. Untuk orang sepertiku yang hidup dari kotak makan siang toserba jika bukan karena masakan Ayase-san atau Akiko-san, orang yang benar-benar bisa merebus makanan untuk membuat sesuatu yang bisa dimakan tampak seperti Dewa. Diberitahu bahwa kau tinggal melakukan itu kepada seseorang yang bahkan tidak bisa berhasil ketika mereka mencoba dasar-dasar absolut adalah hal yang mustahil.

"Jadi, kau memotong lobak dan kemudian merebusnya." Kataku dengan wajah pucat.

"Iya. Kemudian kamu buang daunnya, kupas kulitnya dan pastikan rasanya kuat dan beraroma. Lebih baik lagi kalau dilakukan dengan mencetaknya atau melubanginya dengan sumpit. Memotong bagian tepinya juga tidak ada salahnya.”

"Huh? Apa tadi?"

“Pada dasarnya, kamu harus menghilangkan bagian tepi dari sayuran untuk memastikan mereka tidak hancur selama proses perebusan.”

Dia mencoba menjelaskan dengan membuat gerakan tangan seperti sedang memotong sayuran. Tapi, itu tetap terdengar seperti sihir bagiku. Sangat jelas bahwa Ayase-san tidak menganggap waktu yang dihabiskan untuk merawat bahan-bahannya sebagai waktu memasak yang sebenarnya. Hal yang sama mungkin berlaku untuk membuat kaldu sup.

“Waktu memasak, katamu… maksudku, hanya itu yang ada di sana, kan?”

“Orang-orang bahkan menganggap hal-hal seperti itu menjengkelkan dan melelahkan. Itu sebabnya, toserba menjual oden yang mengepul."

Aku adalah contoh utama dari target penjualan tersebut.

"Menurutmu begitu?" Ayase-san masih tampak bingung.

"Tapi, kurasa membuatnya sendiri kedengarannya menyenangkan. Aku ingin mencobanya lain kali.”

Aku akhirnya mengerti bahwa memiliki seseorang untuk memasak selalu merupakan dorongan besar untuk memotivasi dan itu menyenangkan juga. Dengan bantuan Ayase-san, aku mungkin bisa menjadi lebih baik dalam memasak juga.

"Kalau begitu, haruskah kita membuat oden malam ini?"

"Tentu. Tapi untuk mendapatkan bahan-bahannya, kita harus mampir ke supermarket lagi.”

“Kita bisa mendapatkan oden dari toserba.”

"Eh, apa kau takin? Err, aku senang sih.. tapi.."

“Aku belum pernah mencoba oden dari toserba. Jadi, kupikir tidak ada salahnya untuk mencoba. Tapi, kamu harus mengajariku caranya."

"Tentu saja. Serahkan padaku."

Angin sepoi-sepoi bertiup melewati kami, membuat tubuhku menegang. Itu sedingin sebelumnya. Tapi, aku tidak merasakan apa-apa selain rasa syukur atas angin musim dingin ini sekarang.


|1| Oden: Hidangan musim dingin Jepang yang terdiri dari beberapa bahan seperti telur rebus, lobak daikon, konnyaku, dan kue ikan olahan yang direbus dalam kaldu dashi rasa kedelai yang ringan.




|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close