NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ushiro no Seki no Gal ni Sukarete Shimatta V1 Chapter 5 Part 3

Chapter 5 - Bagian 3
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

"Anjir, gw kira bakalan mokad tadi.."

"Tuh, kan? Kue itu rasanya gila banget! Jika kue ini diberikan kepada pelanggan itu akan menjadi masalah besar bagi kelas kita.."

"Pastinya bikin heboh sih.."

Setelah sadar kembali, Sandai meminjam pundak Shino dan bangkit sambil terhuyung-huyung, dan Takasago berulang kali menundukkan kepalanya.

"Aku benar-benar tidak tahu bagaimana aku harus meminta maaf untuk ini... Yang lain dalam kelompok bisa memasak dengan baik dan benar. Hanya aku satu-satunya yang tidak bisa memasak. Makanya, aku berlatih sendirian. Kemudian, Shihouin-kun mendorongku untuk terus mencobanya. Tapi, seperti yang kalian pikirkan dia juga pingsan saat mencoba kue buatanku.."

Rupanya ketua kelas mereka sudah menguji kelayakan kue itu dan menilai bahwa kue itu tidak layak dihidangkan untuk pelanggan. Bahkan jika membantunya, itu tidak akan berhasil. Jadi, sebagai gantinya. Dia meminta Sandai dan Shino, terutama Shino untuk membantunya.

Memang benar, Ketua kelas sudah meminta Shino untuk hal ini. Tapi, yah... Shino memang gadis yang ramah dengan siswa perempuan lain, dia juga pandai membuat desert, secara keseluruhan Shino pandai dalam bidang ini. Selain itu, Shino juga memiliki kepribadian yang dapat membuat orang lain merasa nyaman. Jadi, dia sangat cocok untuk membantu Takasago yang pemalu.

Shino sendiri tampaknya menangkap perannya dan menepuk bahu Takasago, pom-pom.

"Eh? Umm, err..."

"Begini-begini, aku juga pandai memasak. Yah, meski aku tidak seprofesional koki bintang 5. Tapi, aku akan mengajarimu cara membuat kue!"

".... Benarkah!? Bahkan setelah kamu mengetahui bahwa kue yang kubuat ini berubah menjadi racun, kamu masih ingin membantuku? Apa kamu benar-benar ingin mengajariku membuat kue?"

"Ah, soal itu. Itu pasti ada kesalahan dalam proses pembuatannya. Kita hanya perlu memperbaiki kesalahan satu per satu, bukan begitu? Jangan khawatir, aku akan mengajarimu.."

"....T-Terima kasih banyak!"

"Nah, sudah diputuskan! Yosh, sebagai permulaan.. mari kita buat dari awal lagi.."

"Iya!"

Takasago menyeka air matanya yang meluap, meletakkan sekantong tepung terigu di atas meja ... dan kemudian mengeluarkan sebuah tabung kecil dari sakunya.

Dia mengira itu mungkin semacam penyedap rasa atau bumbu, tetapi jika dilihat lebih dekat, kemasannya berbeda. Benda yang tampak aneh dan familiar itu adalah pewarna yang digunakan di kelas seni.

Dia mendapat firasat buruk.

"...Eh, apa itu?" Shino bertanya dengan pipinya yang berkedut-

"Ini pewarna, kau tahu? Maksudku, ini diperlukan untuk menambahkan warna pada kue, bukan?" kata Takasago sambil tersenyum riang seolah-olah itu benar-benar normal.

Menakutkan...

Tentu saja, Sandai yang mendengarkan dari samping dan juga Shino yang diberitahu hal itu langsung tepat didepannya, terkejut dengan pipi mereka yang berkedut.

"K-Kamu tidak perlu menambahkan itu, kau tahu? Atau lebih tepatnya, itu tidak dibutuhkan.."

"Eeh? Tapi, untuk menambahkan warna..."

"Kita menambahkan warna dengan sesuatu yang berbeda. Ada satu yang digunakan untuk kue."

"Begitukah? Kalau begitu kita perlu ini, kan? Sa*poru."

"Itu... untuk pembersih toilet."

"Itu benar. Tapi, akan menjadi masalah jika ada kuman atau kotoran yang menempel yang menyebabkan keracunan. Makanya, kita perlu ini untuk mensterilisasikannya.."

"Tidak, itu berbahaya. Jadi, lain kali jangan lakukan itu.."

"B-Begitu, ya..?"

"Selama kamu mencuci tanganmu dengan benar dan bersih. Itu tidak akan menjadi masalah. Btw, bahan apalagi yang kamu punya selain itu?"

"Ehh, errr... Karena akhir-akhir ini semakin dingin. Jadi, aku berpikir untuk menggunakan sesuatu seperti isi dari penghangat tangan sehingga akan membuat tubuh tetap hangat. Itu sebabnya, aku membaginya ke dalam tas kecil seperti ini dan membawanya bersamaku..."

Takasago tampaknya menganggapnya serius dengan caranya sendiri, tetapi ketidaktahuan adalah hal yang kejam, membuatnya pergi ke semua arah yang salah untuk apa yang dia pikir akan menjadi hal yang benar untuk dilakukan.

...Yah, aku juga tidak bisa pergi sejauh itu dalam mengolok-olok orang.

Tentu saja, Sandai tidak seburuk Takasago. Tapi bagaimanapun, dia adalah seorang amatir dan dia sendiri sepenuhnya tahu itu. Ada kemungkinan berakhir di suatu tempat seperti Takasago jika dia membuka mulutnya.

Jadi, Semangat pacarku, Sandai bersorak untuk Shino dalam pikirannya dan diam-diam berpindah ke sudut dengan tatapan acuh tak acuh.

Pada saat seperti ini, akan lebih baik untuk mengamati dengan tenang.

Meskipun tersengat oleh tatapan Shino yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu, Sandai memalingkan wajahnya dan berpura-pura tidak melihatnya.

"Astaga..."

Tampaknya juga memahami bahwa pacarnya sendiri tidak dapat membantu, Shino menghela napas dalam-dalam dan mulai mengajari Takasago sendirian.

* * *

Sandai sedang menatap ke luar jendela, matahari berangsur-angsur tenggelam, langit menjadi oranye tua, daun-daun pohon mati yang ditanam di halaman sekolah menari-nari tertiup angin.

Itu adalah esensi dari ketenangan.

Ah, hari ini juga telah berakhir, saat aku menatap jauh di balik awan di mana angin musim gugur berhembus-seseorang pernah menulis puisi seperti itu.

Memang, itu adalah Fujiwara No Sadaie.

Percakapan antara Shino dan Takasago dan suara pembuatan kue secara misterius bisa terdengar jelas. Namun, beberapa saat kemudian, itu berhenti.

"...Kupikir kita berhasil membuat yang layak. Nee Sandai, jangan hanya terlihat seperti penyair melankolis seperti itu, ini cobalah ini."

Mereka telah membuat macaron yang tampak normal, tampaknya panduan pembuatan kue telah berjalan dengan baik. Tetapi meskipun terlihat normal, instingnya mungkin menolaknya, karena tubuh Sandai telah mengingat rasa seperti zat beracun dari sebelumnya.

Oleh karena itu... dia tidak bisa lari dari yang satu ini dan selain itu, dia bisa tahu kalau ini tidak akan berakhir buruk setelah melihat ekspresi Shino yang meyakinkan.

Sandai memutuskan sendiri dan melemparkan sebuah macaron ke dalam mulutnya. Dan kemudian rasa manis yang sedang dan pas menyebar.

"...Enak sekali," Sandai berbicara.

Sambil tersenyum, Shino mengangkat bahunya dan berbalik menatap Takasago. "Lihag? Kalau kamu mengikuti resepnya, tidak akan ada masalah."

"I-Iya! Tidak pernah terpikirkan bahwa aku bisa membuat manisan yang bisa dimakan, aku sangat terharu! Terlebih lagi pada tingkat di mana tidak apa-apa untuk mengenakan biaya untuk itu...!"

"Ahaha, kamu terlalu melebih-lebihkannya... Pokoknya , jangan membuat perubahan yang aneh-aneh dari pemikiran seperti mungkin lebih baik begini atau begitu, oke?"

"Iya!"

Sementara mengabaikan pertukaran Shino dan Takasago, Sandai melirik jam untuk memeriksa waktu.

Saat itu sudah hampir jam 6 sore.

Melihat sekeliling, sekolah juga praktis menjadi sepi dari kesibukan siswa-siswi.

Terlebih lagi, jika mereka terus berada di sini tanpa alasan tertentu, mereka mungkin akan dimarahi oleh guru yang berpatroli.

"Shino, ayo kita pulang. Sudah mulai gelap juga.."

"Eh, sudah selarut ini...? Ah benar, kalau begitu ayo kita pulang. Takasago-chan, sampai jumpa nanti."

Setelah dengan cepat meninggalkan ruang kelas memasak bersama Shino, Sandai dengan santai menoleh ke belakang, lalu menyadari Takasago menundukkan kepalanya ke bawah dengan pipi memerah.

Pada awalnya dia berpikir bahwa mungkin dia merasa sakit, tetapi tampaknya bukan itu masalahnya.

"...Aku melakukan yang terbaik. Jadi, aku ingin tahu apakah Shihouin-kun akan memujiku. ...T-Tidak, tapi, tapi, tapi, aku yakin pasti ada gadis-gadis lain yang berpikir dia keren. Dia sangat keren dengan bagaimana dia selalu memberikan yang terbaik. Jadi, aku yakin bukan hanya aku yang memperhatikan itu, kan?" gumam Takasago.

Tampaknya Takasago memendam semacam perasaan khusus untuk ketua kelas. Tapi yah, dari sudut pandangnya, itu bukan perasaan yang mustahil untuk dipahami. Meskipun dia membuat manisan seperti racun, ketua kelas telah menyemangatinya tanpa meninggalkannya dan bahkan mengirimkan bantuan di atasnya.

Kebaikan yang tidak akan lupa untuk mempertimbangkan, dari sudut pandang seorang gadis seperti Takasago, akan dilihat sebagai pesona besar yang bisa menebus kekurangan dari kepribadian yang unik.

Dan kemudian, setelah merasakan suasana cinta yang pahit seperti itu, Sandai pada saat yang sama jatuh ke dalam perasaan aneh yang tak terlukiskan.

Mungkin, bahkan bisa dikatakan bahwa dia terpengaruh olehnya.

"Hmm? Sandai, ada apa?"

"Yah... err, entah bagaimana aku ingin menciummu, Shino."

Mendengar Sandai dengan jujur mengungkapkan perasaannya saat ini, Shino menyeringai dan berhenti.

"Hmm~ begitu. Jadi, kamu ingin dicium. Kalau begitu, silakan.." katanya, menyilangkan tangannya di belakang punggungnya dan memejamkan matanya.

Pacar imut yang dia banggakan rupanya akan, dan dengan murah hati juga, menerima keinginannya. Jadi, Sandai ingin sekali mengambil tindakan, segera saat ini juga... atau begitulah, tetapi dia harus melakukan sesuatu terlebih dahulu.

Memeriksa sekitarnya.

Meskipun hanya ada sedikit tanda-tanda orang, ini masih di sekolah.

Semua orang sudah tahu bahwa mereka pacaran. Tapi tetap saja, dia gugup tentang berciuman di sekolah.

Makan siang bersama dan menempel erat seperti lem tidak lebih dari mengekspresikan 'keintiman,' Jadi, itu masih masuk dalam kategori hubungan yang sehat.

Namun, berciuman bukanlah tindakan yang akan memberikan perasaan 'keintiman,' tetapi perasaan 'pria dan wanita'.

Hal seperti ciuman adalah sesuatu yang akan mereka lakukan secara teratur dan tidak lebih dari konfirmasi cinta dan di tempat pertama, itu adalah sesuatu yang hampir setiap orang dewasa lakukan.

Meskipun begitu, baik Sandai maupun Shino bukanlah orang dewasa dan pada saat yang sama mereka juga bukan anak-anak. Tempat yang disebut sekolah adalah tempat seseorang akan dihadapkan pada kenyataan itu.

Tidak berarti hanya ada orang yang mendukung bagaimana mereka yang bergelar siswa yang belum dewasa akan menjalin asmara. Dengan kata lain, dia bahkan tidak bisa menebak apa yang akan terjadi jika seseorang dengan moral publik yang ketat menyaksikan mereka dalam adegan ciuman.

Jika itu di rumah mereka atau di luar, mereka bisa saja pura-pura bodoh bahwa itu adalah kemiripan yang tidak disengaja.. itu akan berhasil dengan satu atau lain cara. Namun, mereka tidak akan bisa membuat alasan jika mereka terlihat di sekolah.

Sandai dengan gelisah memeriksa sekelilingnya. Tidak ada sosok orang yang menarik perhatian yang bisa dilihat kecuali Takasago yang berada tak jauh dari sana. Bisa dikatakan, Takasago sedang menuju ke arah pintu masuk dengan gaya berjalan yang tidak stabil tanpa melihat ke sini, dia tampaknya juga tidak akan berbalik.

Sandai menepuk dadanya dengan lega dan menempelkan bibirnya pada bibir Shino di lorong yang diterangi oleh lampu neon yang berkedip-kedip.

"...Nnh."

"...Nh."

Wajah Sandai secara spontan memanas dari ketegangan yang dia tahan dan rasa aneh dari kesenangan bersalah yang datang terlambat.

Saat itu-

Sandai mendengar suara langkah kaki yang tiba-tiba semakin dekat dari suatu tempat dan terkejut.

Seseorang datang...

Shino tampaknya tidak mendengarnya, tetapi mengingat bahwa itu sekitar waktu di mana bernapas akan menjadi sulit, Shino menarik bibirnya ke belakang meskipun perlahan-lahan, yang merupakan anugerah.

"Jantungmu... berdetak sangat keras, Sandai. Meskipun kita sudah berciuman berkali-kali... Tapi aku mengerti perasaanmu. Karena ketika kita berciuman, sebenarnya jantungku juga selalu berdebar-debar dan jauh di dalam tubuhku akan menjadi begitu panas sampai-sampai aku merasa seperti akan pecah."

Meskipun Sandai dipenuhi dengan perasaan senang karena betapa manisnya pacarnya, sekarang bukan waktunya untuk mengatakan hal seperti itu.

Ciuman itu sudah berakhir untuk saat ini. Jadi, dia meraih bahu Shino untuk keluar dari tempat itu. "S-Shino!" Ekspresi Sandai sangat mengerikan, dia seserius itu.

Tapi, itu menjadi bumerang dan membuat Shino salah paham yang aneh. "Emm, apa~? Mau melakukannya lagi? ...Oke," kata Shino dengan nada melengking bersemangat dan kemudian tanpa menunggu kata-kata Sandai selanjutnya, melingkarkan tangannya di leher Sandai dan dengan cepat menariknya lebih dekat dan mencium lagi.

...Percuma saja, kita sudah terbawa suasana...

Sandai merasa senang saat merasakan bibir lembutnya dioleskan dengan lip balm dari wewangian favoritnya, tetapi pada saat yang sama dia dipenuhi dengan keputusasaan pada apa yang akan terjadi.

Namun, apa yang disebut belas kasihan kecil terjadi. Orang yang muncul, pemilik langkah kaki, adalah guru wali kelasnya Nakaoka.

"...Hrmm."

Memegang senter dengan plat 'Patroli' yang tergantung di lehernya, Nakaoka menatap mereka yang sedang berciuman.

Mungkin karena toleransinya terhadap para siswa muda... lebih tepatnya, mungkin juga karena Nakaoka adalah pelaku yang telah menghasut Sandai sejak awal, dia tampaknya telah membaca suasana hati dengan sempurna tanpa menjadi marah atau terkejut.

Dia mundur ke belakang tanpa membuat suara dan diam-diam menghilang.

Hampir saja... terima kasih Tuhan.

Entah bagaimana mereka berhasil melewatinya, tetapi itu hanya keberuntungan kali ini. Seandainya itu adalah guru selain Nakaoka, itu pasti akan menimbulkan masalah. Dia harus berhati-hati mulai sekarang.

"...?"

Shino akhirnya menyadari bahwa Sandai mendapat ekspresi lega di wajahnya. Tapi, dia memiringkan kepalanya tampak bingung.

* * *

Meskipun telah terjadi peristiwa yang menghebohkan seperti pingsan karena kue yang mirip racun dan terciduk berciuman. Namun, mereka telah berhasil terlibat dalam festival sekolah.

Ketika sandai melaporkan masalah ini kepada ketua kelas keesokan harinya, "Baiklah," ketua kelas mengangguk puas. Dan kemudian rupanya mereka hanya bisa memberikan sedikit bantuan di belakang layar pada hari acara tersebut. "Katakan pada Yuizaki-san bahwa aku menghargai usahanya."

"Dia ada di sana karena kita semua berada di kelas yang sama. Jadi, katakan padanya sendiri."

"U-Uhuh. Meski kau mengatakan itu. Tapi, aku tidak bisa berurusan dengan Yuizaki-san, kau tahu... Sejak aku ditendang, aku sebenarnya agak takut padanya."

Ketua kelas rupanya mulai merasa tidak mampu menangani Shino. Tapi itulah yang terjadi, karena alasan ini ingin berbicara berdua dengan Sandai adalah langkah yang buruk.

Tendangan itu dipicu oleh kecemburuannya selain keadaan dia yang tidak terbiasa dengan laki-laki dan karenanya Shino telah mengingatkan ketua kelas untuk menjauh dari Sandai.

Namun, ketika harus menciptakan situasi seperti sekarang ini, dia bisa tahu dari melihat wajah Shino saat dia duduk di kursinya sendiri.. itu mulai terlihat sangat menakutkan.

Karena sepertinya akan berubah menjadi buruk, Sandai memutuskan untuk menghentikannya di sini.

"Ketua kelas... sampai jumpa nanti."

"Y-Ya."

Dalam perjalanan kembali ke Shino, Sandai melewati Takasago. Dia menoleh ke belakang secara refleks dan melihat Takasago berbicara dengan ketua kelas.

'Shihouin-kun, umm, aku sekarang bisa membuat manisan karena diajari oleh Yuizaki-san! Aku juga mencoba membuatnya setelah aku sampai di rumah kemarin dan ini dia. Apa kamu mau mencicipinya...? T-Tenang saja! Rasanya tidak aneh lagi!'

'....Sepertinya warnanya sudah normal sekarang. Tampakmya ini akan baik-baik saja. Baiklah. ...Oooh! Ini adalah kue dengan rasa yang normal!!! Ini bukan racun lagi!'

'Racun... Jadi kamu benar-benar berpikir seperti itu, Shihouin-kun.'

'Eh? Tidak, kau salah! A-Aku ingin mengatakan itu sekarang kurang orisinalitas dan aku hanya agak kekurangan kata-kata! Keasliannya yang tidak memiliki kekurangan! Aku dari semua orang, meskipun... Itu tidak sopan, maafkan aku.'

Itu benar-benar terdengar seperti alasan yang dipaksakan, tetapi Takasago tidak tampak sangat tidak senang tentang hal itu. Dia memberikan perasaan, 'Menyenangkan bisa mengobrol dengan orang yang aku suka'.

'Ngomong-ngomong... Akan ada ujian akhir semester setelah festival sekolah berakhir, dan aku akan menyemangatimu. Jadi, tolong lakukan yang terbaik, Shihouin-kun!'

'Ya. Tujuanku adalah peringkat 1 di tahun ajaran kita ...Namun, ada hal yang aneh. Aku biasanya mengerahkan seluruh energiku untuk belajar dan juga pergi ke sekolah persiapan dan menjejalkan sekolah sampai batas tertentu. Itulah mengapa aku bisa mendapatkan nilai yang tinggi, tetapi tidak sekalipun aku bisa mendapatkan peringkat 1. Ini yang kedua. ...Aku penasaran tentang siapa yang berada di posisi pertama. Tapi, atas nama melindungi informasi pribadi atau yang lainnya, kita hanya diberitahukan tentang nilai kita masing-masing. ...Aku berniat untuk menempati posisi pertama lain kali.'

'Mn! A-Aku akan merayakannya kalau kamu mendapatkan peringkat 1!'

'T-Tidak, kau tidak perlu melakukannya... kau harus memikirkan tentang nilaimu, Takasago...'

Tidak tahu sama sekali tentang ketua kelas yang mengincar posisi pertama, Sandai, yang diam-diam dan selalu mempertahankan posisi pertama, dengan iseng menggaruk-garuk kepalanya. [TN: Anjay, MC kita hebat juga.. Sekali bertindak mencolok pasti langsung populer wkwk]

Berpikir bahwa nilainya sendiri akan memainkan peran dalam perkembangan hubungan pria-wanita dari sepasang ...

Kupikir aku akan mengambil jalan pintas sedikit dalam ujian akhir semester berikutnya, Sandai mulai berpikir seperti itu. Bukan berarti dia terpaku pada tempat pertama, tetapi dia hanya mendapati dirinya selalu berada di tempat pertama karena sudah belajar untuk melewati semua waktu yang dia dapatkan di dunia selama periode penyendiri jangka panjangnya sebelum bertemu Shino.

Dia tidak punya keterikatan emosional atau obsesi dengan peringkat.

Aku ingin tahu berapa banyak poin yang harus kujatuhkan. Nah, jika Ketua kelas berada di tempat kedua, kupikir marginnya tipis, tapi ... lima poin ... nah, kurasa aku bisa mengurangi 10 poin untuk mendapatkan margin yang aman.

Sementara Sandai duduk di kursinya sambil merenungkan hal itu, pom-pom, Shino menyodok bahunya dengan jarinya.

"Nn? Ada apa, Shino?"

"Bukan apa-apa kok. Aku hanya penasaran denganmu yang memasang wajah serius.."

"Ah, tidak. Aku hanya memikirkan tentang ujian akhir semester..",

"Ujian akhir semester...?" Shino tiba-tiba berubah menjadi terlihat serius.

"Ada apa dengan wajahmu itu?"

"Eh!? B-Bukan apa-apa kok! Ujian akhir semester bukan masalah besar bagiku. Lagipula, aku sudah berhasil melewatinya sampai sekarang." Shino memasang gertakan yang entah bagaimana memberinya perasaan tidak enak. Karena Sandai tidak bisa begitu saja berpura-pura tidak melihat, dia memutuskan untuk hanya mengirimkan bantuan secara tidak langsung.

"Hmm, yah.. Aku tidak ingin menyombongkan diri. Tapi, aku tipe orang yang pandai dalam bidang itu. Kau bisa mengandalkanku kalau kau punya motivasi, oke? Kau bisa menganggapnya sebagai aku ingin menunjukkan sisi baikku."

Shino cemberut dan menundukkan kepalanya. "...Enm, makasih."

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Selain itu, Ketua kelas bilang dia menghargai usahamu."

"Aku tidak ingin membicarakan Ketua kelas."

"Begitu, baiklah."




|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close