NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ushiro no Seki no Gal ni Sukarete Shimatta V1 Chapter 2 Part 2

Chapter 2 - Bagian 2
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

Pengingat: 

> () bertukar pesan
'()' bisik-bisik


Hari sudah mulai sore ketika Sandai dibebaskan dari percakapan yang tidak pernah berakhir dengan Nakaoka.

Setelah bosan dengan Sandai yang terus menerus mengambil sikap ragu-ragu, Nakaoka melipat tangan, sambil menghela nafas berkata, "Yah, coba pikirkan lagi," dan mengakhirinya. Pengorganisasian ruang referensi sejarah sekolah juga selesai.

Benar-benar lelah secara mental, Sandai pulang ke rumahnya, dengan goyah memasuki kamarnya sendiri dan segera menjatuhkan diri di tempat tidur.

"Aku ingin tidur..."

Dia didesak oleh dorongan hati seperti itu. Meskipun, dia harus melakukan sesuatu sebelum itu. Di pagi hari, Sandai sudah berjanji untuk menghubungi Shino nanti.

Sandai perlahan-lahan bangun dan membuka aplikasi pesan di smartphonenya. Pertama-tama dia menambahkan ID Shino, lalu mencoba mengirim pesan padanya... dan tangannya berhenti.

Berbagai hal yang telah dikatakan Nakaoka kepadanya melintas kembali dalam pikirannya. Entah bagaimana dia merasa dirinya saat ini sedang menghadapi persimpangan jalan yang penting, membuat jari-jarinya berhenti bergerak.

Waktu berlalu begitu saja dalam waktu Sandai tetap membeku dan itu sudah jam 9 malam ketika dia menyadarinya.

"...Aku tidak boleh memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Aku harus benar-benar melupakan kata-kata Sensei. Mencoba mengirim pesan akan semakin sulit dan semakin sulit semakin aku memikirkannya." Sandai secara paksa mengosongkan kepalanya. Dan kemudian, meskipun perlahan, jari-jarinya mulai bergerak. "Dan seperti... ini."

Sandai memutuskan untuk mengirim pesan hanya dengan namanya saja, karena membiarkannya tahu bahwa pengirimnya adalah dia akan baik-baik saja untuk saat ini.

Sandai menekan tombol kirim dan rasa pencapaian dan kelelahan yang aneh menghantamnya pada saat yang bersamaan.

Sandai mencoba mengambil minuman untuk mengambil nafas-hanya untuk dikejutkan oleh teleponnya yang berdering.

Dengan gugup dia memeriksanya dan itu dari Shino.

> (Shino): Aku sudah menunggumu, tau~

"Bahkan belum satu menit sejak aku mengirim pesan itu..." Tidak mengharapkan balasan secepat itu, Sandai meneguk air liurnya sementara keringat keluar dari dahinya. "...aku harus menanggapi balasan Yuizaki, bukan?"

Sandai dengan cemas mulai berpikir apa yang harus dibalas, tetapi sebelum dia bahkan bisa mengirim teks apapun, pesan lanjutan dari Shino datang satu demi satu.

> (Shino): Terima kasih karena sudah menepati janji.

> (Shino): Aku sangat gelisah, kau tahu? Berpikir bahwa kamu tidak akan menghubungiku.

> (Shino): Btw, kamu lucu sekali 'ya.. Pesan pertamamu malah namamu sendiri~.. Apa kamu itu tipe orang yang sering bercanda~?

Menghadapi tindak lanjut super cepat tanpa memikirkan langkahnya, Sandai berpikir bahwa mungkin lebih mudah untuk berpura-pura tidak melihatnya dan kemudian mengirim pesan 'Maaf, aku tidak melihatnya' sebagai alasan, tetapi fitur aplikasi perpesanan menghentikannya.

Aplikasi ini akan menunjukkan 'Read,' yang memberitahu pihak lain bahwa pesan itu telah dilihat. Tidak memberikan balasan sama saja dengan mengabaikannya. Dia tidak bisa menggunakan alasan bahwa dia tidak melihatnya.

"Apa yang harus aku lakukan... Itu benar... Kurasa aku akan mulai dengan mengatakan padanya bahwa aku tidak terbiasa dengan aplikasi seperti ini."

Hasil pemikirannya: Sandai memutuskan untuk jujur dan menceritakan situasinya untuk saat ini. Kejujuran akan menjadi yang terbaik pada saat seperti ini. Mungkin.

> (Sandai): Err... Maaf, aku tidak pernah bertukar pesan dengan seseorang sebelumnya, terlebih lagi seorang gadis .. Jadi, ini pertama kalinya aku mengirim pesan kepada seorang gadis. Maaf, jika aku agak terlambat untuk membalas pesanmu.

> (Shino): Realsies? Kay!

> (Sandai): 'Realsies?' dan 'Kay'? Apa lagi itu? Aku tidak mengerti. Kumohon, tolong gunakan bahasa yang benar.

Sandai ingin mengabaikan kata-kata yang sama sekali tidak dia ketahui artinya, tetapi tetap tidak mengerti akan membuat pemahaman satu sama lain menjadi sulit. Jadi, mau tidak mau dia menanyakan artinya.

Dan kemudian-

> (Shino): Oh, Realsies? Itu adalah bahasa gaul untuk 'Benarkah' ? Lalu, Kay itu 'Okay'~

> (Sandai): Ah, begitu 'ya. Jadi, itu bahasa gaul dan kependekan dari itu.

Pertukaran pesan seperti itu dengan Shino berlanjut cukup lama.

Shino mulai memperlambat balasannya, memberikan Sandai sedikit ruang bernapas dan percakapan mulai bergulir dengan cukup baik.

Di tengah-tengah obrolan santai seperti itu, Shino tiba-tiba menyebutkan bahwa dia ingin pergi ke rumah Sandai Minggu depan.

> (Shino): Bolehkah aku datang ke rumahmu lagi Minggu depan? Kamu tahu, kan kalau aku kerja paruh waktu di kafe? Nah, di sana aku membuat desert. Jadi, aku ingin membuatnya lagi. Ayo kita buat bersama-sama.

Sandai mempertanyakan apakah dirinya yang tidak memiliki pengalaman dalam membuat desert bisa membantu Shino atau tidak. Dia memastikan itu dan bertanya pada Shino.

> (Sandai): Apa tidak apa-apa? Aku tidak pernah membuat Desert, kau tahu..

> (Shino): Tidak apa-apa. Kita 'kan akan membuatnya bersama-sama. Aku akan mengajarimu.

Jika orang yang mengusulkannya mengatakan begitu, maka itu pasti akan baik-baik saja. Sedangkan masalah untuk datang berkunjung, Sandai tidak merasa enggan karena dia sudah pernah mengizinkannya masuk dua kali.

Dengan waktu yang mulai larut, obrolan diakhiri dengan saling mengirim 'Selamat malam,' satu sama lain.

"... Sekarang jam berapa? Sudah waktunya untuk anime, ya." Dia melihat jam dan melihat sudah 5 menit sebelum anime larut malam di mulai.

Meski mengantuk, tetapi tidak menonton bukanlah pilihan. Jadi, dia tidur setelah menonton anime larut malam.

* * *

Menjelang hari Minggu berikutnya, mereka menghabiskan hari-hari mereka berpura-pura tidak peduli satu sama lain di sekolah, tetapi bertukar pesan konyol di rumah pada malam hari.

Perhatian dari siswa/i lain mulai berkurang secara signifikan. Bahkan Nakaoka yang sebelumnya memberikan dorongan kepada Sandai terus dan terus, memilih menunggu dan mengawasi keduanya. Dia tidak mencoba untuk ikut campur bahkan jika dia memberikan tatapan curiga.

Sementara itu, hari Minggu tiba. Dengan pakaian kasualnya, Sandai pergi ke stasiun dan duduk di bangku peron, menunggu Shino tiba.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Shino turun dari kereta.

Sandai melambaikan tangannya. Shino menyadarinya dan bergegas menghampirinya dengan berlari kecil.

"Maaf, apa kamu menunggu lama?"

"Tidak, aku baru saja sampai di sini."

"Syukurlah~"

Shino secara alami mengenakan pakaian kasual karena hari ini adalah hari libur. Hari ini dia mengenakan celana pendek, kemeja putih polkadot dan sandal bermotif bunga. Dia juga memegang tas anyaman agak besar dengan isi yang tidak tidak diketahui oleh Sandai.

Meskipun sekarang sudah memasuki sepertiga terakhir bulan September, masih ada banyak hari dengan suhu tinggi. Dan hari ini adalah salah satu hari seperti itu, sehingga Shino tampak mengenakan pakaian musim panas

Karena Sandai hanya pernah melihat Shino dalam seragam sekolah, pakaian kasual itu memberikan kesan baru baginya.

"...Kalau begitu, ayo kita pergi." Sandai bertanya dan bangkit dari bangku.

"Ah, tunggu dulu." Tapi, tiba-tiba Shino menghentikan langkahnya, lalu berkata "Umm, ini agak tiba-tiba. Tapi, aku benar-benar minta maaf.. Errr.." Shino menggaruk-garuk pipinya dengan tatapan minta maaf dan kemudian seorang gadis kecil dengan malu-malu muncul dari belakangnya.

Sandai memiringkan kepalanya pada kemunculan gadis misterius itu.

"Umm... Saat aku meninggalkan rumah, dia tiba-tiba ingin ikut denganku.. Jadi.."

"Eh.. ikut denganmu karena kau meninggalkan rumah? Jangan bilang, Yuizaki.. apa kau sudah menjadi Ibu dari satu anak?"

"B-Bukan itu!!" Shino melambaikan tangannya dan menyangkalnya dengan panik. "Siapa juga yang memiliki anak di usiaku sekarang!? Lagipula, aku masih perawan. Mana mungkin aku punya anak, tidak, lupakan apa yang baru saja kukatakan."

Rupanya gadis kecil itu bukan Putrinya. Tapi, kalau dipikir-pikir.. benar juga, Shino masih seorang gadis SMA.. terlebih lagi, dia tidak terbiasa dengan anak laki-laki. Tidak mungkin dia memiliki anak.

Aku sudah membuat kesalahpahaman yang dapat dengan mudah diketahui jika aku memikirkannya dengan tenang, Sandai merenung sambil menggaruk pipinya.

"Err... kupikir aku pernah mengatakannya sebelumnya. Kamu tahu, aku kan punya adik perempuan. Nah, gadis ini adalah adik perempuanku. Astaga, seharusnya aku memberitahumu soal ini saat di sekolah tadi. Tapi, dengan situasi kita.. itu cukup sulit, tau..."

Shino memang pernah mengatakan bahwa dia punya adik perempuan sebelumnya. Sandai juga ingat itu.

"Ayo, beri salam kepada Onii-chan.."

"...Senang bertemu denganmu. Namaku Miki."

Adik perempuan Shino, Miki, sangat mirip dengan Shino, seperti yang diharapkan dari Kakak beradik.

Satu-satunya perbedaan yang bisa dilihat sekilas, selain dari warna rambut Shino yang diwarnai, mungkin hanya di sekitar mata.

Berbeda dengan kelopak mata ganda Shino yang berbeda, Miki juga memiliki kelopak mata ganda yang cantik tetapi matanya sayu.

"Senang bertemu denganmu, Miki-chan."

"M-Mnn..." Miki menutup matanya rapat-rapat dan menunduk; bukannya takut, tapi tampak malu.

"Aku benar-benar minta maaf, Fujiwara..." 

"Kau tidak perlu meminta maaf."

"Tidak, ini akan merepotkanmu. Jadi, aku memintanya untuk menjadi gadis yang baik dan bermain dengan Ibu dan Ayah di rumah."

"Aku sama sekali tidak keberatan. Jadi, jangan khawatir. Hanya saja.. Miki-chan, apa kamu sangat mencintai Onee-chanmu sehingga kamu ingin ikut dengannya?"

Mengatakan itu, Sandai berjongkok untuk menyesuaikan tingginya dengan Miki, yang di sambut dengan senyum ceria dari Miki.

"Yup. Miki mencintai Onee-chan."

Seorang gadis polos yang sesuai dengan usianya; begitulah tampaknya bagi Sandai. Meskipun, Shino membuat ekspresi yang tak terlukiskan saat dia menonton semuanya dari samping.

"Ada apa, Yuizaki? Ada apa dengan wajah itu?"

".... Aku akan memberitahumu sebelum terlambat. Adikku itu, dia adalah gadis yang langsung berubah menjadi gadis nakal begitu dia dekat dengan seseorang. Dia pandai bermain polos. Jadi, cobalah untuk tidak tertipu," kata Shino, hanya untuk Miki yang mengalihkan pandangannya.

Dan dia berkata, "Onee-chan, masih marah tentang kemarin...?"

"Nn? Yah tentu saja."

"Ayolah, jangan marah terus. Itu karena Miki pikir melon kecil akan muat di bra-mu, Onee-chan dan ternyata itu muat.."

"Tapi tetap saja, kamu jangan bermain-main dengan bra-ku seperti itu! Tali dan pengaitnya rusak, kamu tahu!"

"Itu bukan salah Miki. Tapi, salah Onee-chan yang memiliki payudara besar.."

"Tidak, tidak."

"Sungguh tubuh yang cabul..."

"....Dari mana kamu belajar kata-kata itu?"

"Dari TV."

"Astaga, inilah kalau kamu menontom acara TV sembarangan.."

Mereka sedang membicarakan sesuatu yang hebat, seperti bermain dengan bra atau semacamnya. Miki tampak seperti gadis yang berperilaku baik, tetapi sebenarnya seperti yang Shino katakan; dia tampaknya hanya bermain polos dan karakter aslinya cukup bebas dan nakal.

Sandai tahu itu bukan sesuatu yang harus dia dengarkan dengan penuh perhatian. Jadi, dia menutup telinganya dengan tangannya untuk saat ini.

'(Nn? Mm. Kenapa Onii-chan itu menutup telinganya? Oh, ya. Ufufu, Onee-chan, bisakah kamu ke sini sebentar?)'

'(Apa.)'

'(Waktu itu Onee-chan mengatakan bahwa kamu menginap di rumah temanmu, kan? Teman yang Onee-chan maksud itu bukan perempuan, kan?)'

'(...Aku tidak pernah mengatakan apapun bahwa itu adalah rumah teman perempuan, kau tahu?)'

'(Hmm~.. Jadi, kamu merahasiakan hal ini dari Ayah dan Ibu? Oh, Onee-chan juga tidak memberitahu Miki tentang itu, kan? Fufu, haruskah Miki memberitahu Ayah dan Ibu soal ini, hm~?)'

'(K-Kamu salah! Aku berencana memberitahu mereka suatu hari nanti. Lagipula, kita belum berada di tahap hubungan seperti itu... Tapi, Miki.. tolong jangan kasih tahu Ayah dan ibu soal ini, oke?)'

'Hubungan semacam itu? Belum? Hmm... fufu... Miki tidak benar-benar mengerti. Tapi, jika itu demi Onee-chan, Miki akan tetap diam.)'

'(Benarkah? Makasih..)'

'(Tapi sebagai gantinya, berciumanlah dengan Onii-chan itu didepan Miki, oke?)'

'(Eh?)'

'(Semalam Miki melihat adegan ciuman di dalam sebuah drama yang aku tonton. Miki penasaran tentang hal itu di dunia nyata dan ingin melihatnya. Oleh karena itu, Onee-chan. Miki akan tetap diam soal kamu yang menginap di rumah Onii-chan kalau kamu mau menciumnya di depanku~. Kamu tidak membenci Onii-chan itu, kan? Sebaliknya, kamu sangat menyukai Onii-chan itu, kan?)'

'(Ugh... Yah, aku tidak membencinya..)'

'(Hmm, apa-apaan itu? Onee-chan menyukainya atau tidak? Yang mana? Oh, haruskah Miki memberitahu Ayah dan Ibu, hm~)'

'(Aku menyukainya, kurasa.)'

'(Onee-chan?)'

'(A-Aku menyukainya. Ya, aku menyukainya! Apa kamu puas!?)'

'(Fufu, jadi Onee-chan benar-benar menyukai Onii-chan, ya~ ... Miki mendengar momentum itu penting dalam hal seperti ini. Oleh karena itu, Onee-chan. Cepat buat keputusan hari ini.)'

'(.....)'

Pertengkaran kecil mereka tampaknya telah berhenti, sehingga Sandai menjatuhkan tangan yang menutupi telinganya.

Dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi Miki menyeringai, sementara Shino mengutak-atik poninya dengan wajah merah sampai ke telinganya.

Kenapa Yuizaki tersipu malu? Ah, begitu. Aku mengerti. Dia tidak marah lagi soal bra itu, tetapi itu malah membuatnya malu?

Sandai membuat tebakan seperti itu. Dia bersumpah tidak akan mengatakan apa-apa soal itu kepada Yuizaki atau itu akan membuatnya marah lagi.

Lain cerita jika Sandai adalah tipe pria yang usil, dia pasti akan menanyakan hal itu tanpa memperdulikan Shino. Tapi, untungnya. Sandai bukankah tipe pria seperti itu.

Sekarang, setelah memahami apa yang harus diperhatikan dalam percakapan, Sandai menuju apartemennya bersama Kakak-beradik karena mereka tidak bisa hanya berdiri di sekitar selamanya.

Apartemennya tidak terlalu jauh dari stasiun. Jadi, mereka sampai di sana setelah beberapa menit berjalan kaki




|| Previous || ToC || Next Chapter ||
0

Post a Comment



close