NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tonari no Seki no Moto Idol Volume 1 Chapter 5

Chapter 5 - Kerapian, Kencan dan Kekuatan Penghancur

Sudah seminggu berlalu sejak kami memutuskan apa yang akan kelas kami lakukan di festival budaya nanti.

Bunga sakura yang telah jatuh di seluruh kota secara bertahap berubah menjadi daun-daun hijau, dan pada saat yang sama, Kasumi mulai dapat menyesuaikan diri dengan kelasnya.

Tidak ada seorang pun dari kelas lain yang datang untuk mengintipnya lagi, dan meskipun dia masih dipandang ‘berbeda’ di kelas, dia sudah mulai merasa tenang karena orang-orang sudah dapat berbicara dengannya jika mereka membutuhkannya.

Kotono sendiri masih sering merasa salah tingkah dihadapannya, tetapi sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan itu. Dan ini adalah perkembangan yang bagus, meskipun sangat lucu melihat Kotono yang biasanya terlihat sangat tenang, selalu menjadi kikuk dan salah tingkah di depan Kasumi. Jadi aku berharap dia akan segera terbiasa sepenuhnya.

Masalah tentang kebiasaan idol Kasumi seperti mengedipkan matanya sebagai bentuk fan service memang masih belum sepenuhnya teratasi, tapi setidaknya itu sudah berkurang dari sebelumnya. Atau bisa dibilang mungkin teman-teman di kelas sudah mulai bisa mentolerir hal tersebut.

Berkat ini semua, ketika Kasumi menyatakan permintaannya untuk bisa tampil di salah satu adegan di film saat meeting kelas minggu ini, teman-teman di kelas memberikan tanggapan yang hangat padanya.

Yah, bagaimanapun juga, semua orang pasti ingin melihat seorang gadis yang sangat cantik tampil di film yang akan kami buat.

Dan ini adalah rahasia diantara kami kalau Kasumi dengan putus asa mencubit telapak tangannya sendiri ketika dia mendengar teman-teman di kelas mengatakan bahwa mereka benar-benar ingin dia berada di film itu, dan dia merasa sangat terharu dengan tindakan mereka tersebut.

Jadi, setelah proposal kegiatan kami disetujui, kelas kami pun bersiap-siap untuk membuat film itu.

 

***

 

"Halo?"

"Halo? Kashiwagi-kun, apakah kamu sedang senggang?"

Kotono meneleponku pada malam hari untuk berdiskusi dan memutuskan alur dari film yang akan kita buat. Kotono selalu menelponku saat malam sudah larut sekali.

"Ya, aku sedang senggang. Ada apa?"

"Yah... aku baru saja menulis naskahnya, tapi aku merasa buntu. Aku ingin tahu apakah kamu bisa membantuku.”

"Kau sudah mulai menulisnya!? Wow, luar biasa. Terima kasih."

"Tidak, ini karena sejak awal aku memang ingin melakukannya."

Dia terlalu bisa diandalkan. Aku tahu dia telah menerima penghargaan untuk penulisan buku laporan dan esai hak asasi manusia di masa lalu, tetapi aku tidak tahu dia juga bisa menulis naskah skenario film... Yah, kemampuannya memang selalu luar biasa.

“Yah, kalau begitu, karena aku juga anggota komite festival, kau bisa menelponku kapan saja kau membutuhkanku. Lagi pula, aku jug tidak sibuk.”

"Bahkan jika kamu mengatakan itu, Kashiwagi-kun, akhir-akhir ini kamu sedang sibuk, kan? Yah walaupun begitu, aku tidak akan pernah khawatir untuk menelponmu larut malam karena aku selalu berpikir mungkin kamu sedang bermain game atau semacamnya. Ya, itu satu-satunya hal yang baik darimu."

"Oi, itu tidak sopan. Tapi aku memang selalu senggang sih."

"Bohong. Aku tahu kamu telah meminjam banyak buku dari perpustakaan seperti buku ‘Cara Membuat Film’ selama seminggu terakhir, dan kamu juga terlihat kurang tidur."

"Bagaimana kau bisa tahu itu?”

"Aku juga biasanya memperhatikanmu sedang membacanya di kelas. Dan terkadang kamu tertidur saat pelajaran sedang berlangsung. Aku bukan satu-satunya orang yang akan direpotkan jika Kashiwagi-kun pingsan suatu saat nanti.”

"...Mn, terima kasih."

Aku memiliki kebiasaan begadang larut malam untuk mengerjakan sesuatu, karena di waktu tersebut aku dapat membuat kemajuan yang lebih dan dapat bekerja lebih fokus. Aku tahu ini akan sulit di keesokan harinya, tapi aku tidak bisa berhenti melakukannya.

Aku tahu bahwa ada banyak hal yang masih kurang dari diriku, dan aku bersedia melakukan apa saja untuk memperbaiki kekurangan itu.

Kebiasaan itu seharusnya sudah berhenti sejak aku masih SMP, tapi... sepertinya baru-baru ini kebiasaan itu datang kembali karena aku sedang antusias agar dapat membuat sesuatu yang baik dan pantas untuk Kasumi.

Aku sudah pernah mencoba-coba kamera ketika aku masih SMP. Pada saat itu aku tertarik untuk membuat film setelah bermain dengan Fuyu-nee, tetapi karena aku hanya tahu cara memotret pemandangan di sekitarku, aku tidak dapat mewujudkan imajinasi yang ada di pikiranku dan akhirnya dengan segera minatku untuk membuat film pun menghilang.

Dan sebelumnya, aku selalu membahas kamera dengan Fuyu-nee karena aku berharap bisa kembali mewujudkan keinginan masa laluku itu suatu hari nanti, tetapi aku tidak menyangka akan memiliki kesempatan untuk mewujudkannya lagi secepat ini.

Aku berusaha keras untuk mempelajarinya agar aku tidak menyeret orang-orang jatuh bersamaku karena ketidakmampuanku, tetapi ternyata ini tidak berjalan dengan baik.

Tapi ternyata aku tidak sendiri, Kotono tampaknya sedang mengkhawatirkanku sebagaimana mestinya.

Walaupun kita sama-sama tidak bisa menghentikan kebiasaan buruk kita, seharusnya dia tidak mengatakan kalau dia hanya mengkhawatirkanku saja. Tetapi mungkin karena kekhawatirannya yang tulus itu lah yang membuatku, seorang monster dengan semangat yang tidak terkendali, masih bisa bertahan hingga hari ini.

…Aku sebenarnya masih belum bisa menerima panggilan aneh itu darinya.

"Jadi, umm. Kurasa kita sudah mendapatkan gambaran ceritanya, bukan?"

"Ah, ya. Secara garis besar, itu tentang misteri di sekolah yang dimulai ketika sang protagonis, seorang siswa SMA biasa, menerima suatu surat, kan?"

Dan judulnya adalah "Teman sekelas".

Ceritanya tentang seorang protagonis yang berusaha memecahkan misteri yang terjadi di kelas, dengan bantuan teman-teman sekelasnya.

Kebetulan, Kasumi lah yang berperan sebagai gadis cantik misterius yang muncul di akhir cerita dan yang memegang kunci dari misteri itu.

Ya, aku tertarik dengan misterinya. Dan untuk kontennya, aku yakin Kelompok Studi Misteri akan dapat membantuku menyusun skenarionya. Aku hanya pernah melihat film-film Barat sejauh ini, jadi aku tidak begitu mengerti unsur-unsur komedi yang tepat sejauh ini.

"Ah, begitu toh. Kotono memang seorang ojou-sama ya. Tapi aku memang tidak dapat membayangkanmu menonton anime Jepang atau film lain yang memiliki unsur komedi di dalamnya."

"...Aku tersinggung ya kalau kamu bilang begitu."

"Iya, maaf deh. Aku di sini hanya memberi opini sebagai perwakilan dari rakyat biasa... kalau begitu, mengapa kau tidak mencoba menonton film yang seperti itu?"

“…Eh?”

"Jadi, ada sebuah film adaptasi yang sedang tayang. Aku sudah membaca manganya jadi aku tahu jalan ceritanya. Dan karena itu, aku bisa menjamin kalau filmnya pasti akan menarik!"

Yap, benar sekali. Lebih baik baginya untuk langsung melihat filmnya daripada aku harus menjelaskan secara lisan kepadanya.

Selain itu, walaupun aku suka menonton film sendirian, terkadang aku ingin berbagi kesan dengan seseorang tentang film yang sudah aku tonton.

Dan kebetulan, Kasumi hanya akan menonton jika filmnya tidak terlalu populer, karena dia harus waspada dengan kemungkinan dirinya akan dikenali seseorang jika situasi di bioskop terlalu ramai.

"Jadi, umm. Itu artinya Kashiwagi-kun dan aku akan menonton film bersama...?"

"Ah. Mn, jika kau tidak mau, atau kau sedang sibuk, kau boleh menolaknya. Aku tipe orang yang biasa pergi ke bioskop sendirian.”

"Tentu saja aku ikut! Aku pasti akan pergi kesana bersamamu! Aku akan marah jika kamu pergi sendirian! Aku tidak ingin kamu sendiri yang mencari tahu lebih banyak tentang filmnya!”

Dia benar-benar ingin belajar tentang hal-hal ini, bukan? Jabatannya sebagai ketua kelas selama 5 tahun memang bukan pajangan belaka.

"Baiklah. Aku harus piket dulu besok sepulang sekolah, jadi kita ketemuan saja di gerbang sekolah sekitar jam 5 sore, oke?"

"Tidak masalah. Sampai jumpa besok."

"Yosh, sampai jumpa besok.”

Telepon pun ditutup.

Itu membuatku sadar kembali bahwa ini sudah tengah malam, dan aku merasa sedikit kosong.

“…Aku dengan santai mengajaknya pergi bersama, bukankah ini kencan sepulang sekolah, kan?”

Kencan sepulang sekolah. Kedengarannya begitu indah.

Pipiku pun perlahan memanas. Alasanku dapat membuat ajakan itu dengan santai mungkin karena akal sehatku sudah sedikit rusak setelah terus bersama dengan Kasumi akhir-akhir ini.

Sekarang setelah aku memikirkannya kembali, aku benar-benar heran mengapa aku bisa mengajak Kotono berkencan dengan begitu yakin.

"Tidak. Tidak, tidak, ini demi kelas kita. Ini bukan kencan, ini adalah sesi belajar bersama..."

Kesalahan ini terjadi jelas karena Kasumi, yang dengan santainya mengatakan bahwa kegiatan jalan-jalan kita waktu itu adalah kencan tempo hari.

Jangan kepedean ya, diriku sendiri!!

 

***

 

"Kotono, sudah lama ya."

"Kamu datang lebih awal, Kashiwagi-kun."

"Tidak, maksudku, hmm. Ya, ternyata piketnya selesai lebih awal."

Aku berbohong. Teman-teman sekelasku yang melihatku gugup sepanjang waktu, menyuruhku untuk pulang lebih awal.

Dan aku tidak bisa memberi tahu mereka kalau aku akan pergi ke bioskop dengan ketua kelas panutan seluruh siswa hari ini, karena aku pasti akan dibunuh jika mereka tahu.

"Baiklah, ayo kita pergi. Dari sini, kita akan berjalan ke stasiun terdekat dan naik kereta melewati dua stasiun dari sana."

"Lokasi sekolah kita memang strategis, bukan?"

"Ya, begitulah."

Kami berjalan di sepanjang jalan yang sudah tidak asing bagi kami, tanpa membicarakan apa pun.

Aku sudah mengenal Kotono selama empat tahun, tapi ini pertama kalinya kami pergi bersama seperti ini.

Kami pernah makan di luar bersama saat pesta kelas, tapi jelas kami tidak hanya berduaan saja disana. Kalau kita mengobrol, biasanya hanya lewat telepon, jadi rasanya aneh seolah sudah lama sekali sejak terakhir kali Kotono berada di sebelahku.

Perbedaan tinggi kami yang tidak begitu jauh empat tahun lalu, kini telah melebar sampai titik dimana aku sekarang dapat melihat ponytail Kotono yang bergoyang-goyang saat berjalan dari atas.

"...Ugh, cuacanya sangat panas."

"Iya. Bagaimana kalau kita beli es krim di perjalanan dan membaginya berdua?"

"Ide bagus. Ah, apakah Kotono-sama boleh jajan sembarangan?”

"Tolong berhenti menjadi menyebalkan ketika ini hanya perkara cuaca yang panas."

"Haha. Sejuk kok buatku, karena Kotono sudah bersikap dingin. Beruntungnya aku~."

"~~Mou, dah aku pergi saja!"

Kotono pun berbalik dan berjalan pergi.

Penampilannya telah berubah dibandingkan empat tahun yang lalu, tetapi jarak di antara kami nyatanya tetap sama.

“Ini masih membuatku bernostalgia. Aku ingat kita pernah berjalan-jalan bersama seperti ini beberapa kali karena diberikan tugas oleh guru ketika kita masih SMP.”

"Ah. Seperti saat guru itu menyuruh kita melakukan suatu tugas dan Kotono menjadi emosi karena tugas itu tidak begitu penting. Tetapi roti daging yang kita makan saat itu sangatlah enak."

"Hei, aku tidak emosi ya waktu itu. Aku jadi benar-benar ingin memakan roti daging di tiap musim dingin sejak saat itu."

"Kenapa kau mengatakannya seolah itu seperti hal yang berdosa? Itu hal yang baik, tahu."

"Kalau dipikir-pikir, alasanku mulai mengkonsumsi junk food adalah karena Kashiwagi-kun membawanya sebagai cemilan di sela-sela tugas kita, kan? Mungkinkah selera makanku berubah karena pengaruhmu?”

"Jangan asal tuduh ya. Tidak, sama sekali tidak benar."

"Fufufu. Aku hanya bercanda kok."

Sembari mengobrol dan bernostalgia, akhirnya minimarket yang kami cari pun sudah dekat.

Kami membeli es krim lalu membaginya, dan es krim itu hampir meleleh ketika kami sampai di stasiun kereta.

Aku pun mencoba mengambil video Kotono yang sedang mengunyah es krimnya dengan buru-buru. Dia terlihat sangat lucu dan terlihat seperti tupai sehingga aku ingin mengabadikannya, tetapi dia marah kepadaku karena merasa aku telah melakukan hal yang tidak sopan.

Sesampainya di bioskop, kami menunjukkan ID siswa kami dan membeli dua tiket dengan tarif pelajar, kami juga membeli popcorn dan minuman coklat dari konter makanan disana dan sama-sama memegangnya dengan kedua tangan kami, kami benar-benar terlihat serasi.

Biasanya aku tipe orang yang hanya membeli minuman, atau bahkan tidak membawa apapun saat menonton. Namun,

"Um, Kashiwagi-kun. Dimana aku harus membeli popcornnya? Aku ingin mencoba rasa karamel dan yang asin.”

Kotono bertanya padaku dengan mata berbinar, jadi aku tidak bisa mengatakan kalau aku biasanya tidak membelinya.

"Kalau begitu, aku akan membeli yang rasa asin, dan kau membeli yang rasa karamel. Ada lagi yang ingin kau makan?"

"...Sejujurnya, yah, aku juga ingin minuman cokelat yang dijual disana. Tapi, bukankah ramai sekali ya disana?"

"Tidak apa kok. Kalau begitu aku juga akan membelinya, dan mari kita bersenang-senang. Untuk merayakan persahabatan kita.”

“Apaan sih? Yah, tapi memang benar kamu satu-satunya orang yang aku kenal sejak SMP yang masih berteman denganku.”

“Benarkah?”

"Apa? Kenapa emang? Kamu sendiri tidak mengenal siapa pun dari SMP selain aku.”

"Ugh, itu serangan kritikal, hentikan!"

Dengan perlengkapan menonton yang sudah lengkap, kami pun menuju ke dalam teater. Namun karena tangan kami penuh dengan barang bawaan, kami mendapatkan sedikit masalah karena tidak bisa mengeluarkan tiket kami untuk ditunjukkan ke petugas.

Jadi, untuk pertama kalinya dalam kurun waktu yang lama, aku dapat mendengar ketua kelas yang terhormat berkata dengan panik, ‘Apa yang harus aku lakukan, Kashiwagi-kun!?’. Sungguh momen tak terduga yang begitu berharga.

Kemudian kami pun duduk di kursi yang sudah kami pesan. Aku menyeringai ke arah Kotono yang terlihat sangat terkesan dengan popcorn yang akhirnya bisa dia beli, dan dia pun marah ketika melihatku. Saat film dimulai, kami menatap layar dengan serius sambil melahap popcorn yang sudah kami bawa. Dan akhirnya, kami meninggalkan teater dengan terisak-isak.

 

"Endingnya sungguh tak terduga. Itu adalah film misteri sekolah yang paling mengharukan yang pernah aku tonton. Ternyata gadis itu adalah hantu yang telah meninggal 10 tahun yang lalu..."

"Benarkah? Aku sangat bingung meskipun aku sudah mengetahui cerita aslinya sehingga aku harus terus memperhatikannya dan tidak dapat menghabiskan popcornku sama sekali.

"Astaga... padahal popcornnya enak banget..."

"Setidaknya biarkan aku menghayati filmnya dulu sebentar."

Kotono pun mengambil popcornku dan mengunyahnya sambil menangis di area istirahat bioskop.

Aku tahu kau memang suka junk food, tapi, hei?

"Tapi sepertinya aku mulai mengerti, bagaimana cara menulis naskah film yang menarik."

"Sungguh? Yah, baguslah."

"Aku akan menyelesaikannya dalam waktu sekitar dua minggu. Terima kasih telah membawaku ke sini, Kashiwagi-kun."

"Aku hanya ingin menonton filmnya, jadi sebenarnya aku tidak melakukan apa-apa."

Aku juga mencoba berkonsentrasi pada teknik pengambilan gambar di film itu, tetapi karena tingkatannya sangat profesional, aku jadi tidak dapat menangkap ilmu apapun, sehingga aku jadi merasa tidak enak dengannya. Namun, aku manjadi sangat bergairah setelah menonton film itu dan aku akan mulai membuat list dari bagian-bagian yang menarik disana setelah sampai di rumah. Jadi, setelah dipikir-pikir lagi, ini bukanlah perjalanan yang sia-sia.

"Kalau begitu, ayo bergegas pulang setelah kau menghabiskan popcornnya. Kotono, di rumahmu ada jam malamnya, kan?" [TN: Jam malam maksudnya ada aturan batas waktu maksimal untuk pulang ke rumah.]

"Yap. Tapi aku berbohong dan mengatakan bahwa aku masih tertahan dengan urusan terkait persiapan festival di sekolah hari ini, jadi tidak perlu terlalu terburu-buru."

"Oho, ketua kelas, itu tidak baik lho~"

"Loh ini salah Kashiwagi-kun juga ya. Lagi pula, aku tidak akan sebodoh itu memberitahu orang tuaku tentang kencan ini."

Kencan. Kencan. ...Kencan?

"A-Aku hanya bercanda kok!"

Wajah Kotono pun berubah merah padam seolah-olah menunjukkan bahwa dia telah keceplosan.

"Bu-bukan begitu. Yah, temanku yang bilang kalau laki-laki dan perempuan pergi bersama, itu namanya kencan!"

“Oh, iya. Bahkan jaman sekarang, dua orang gadis yang hang out bersama pun juga menyebutnya sebagai kencan, kan!”

"Begitulah. Itu hanyalah sebuah istilah, jadi tolong jangan salah paham!”

Dan Kotono masih menyisakan sekitar lima butir popcorn yang dia pegang.

Jantungku mulai berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, dan aku pun bertanya-tanya ekspresi seperti apa yang aku tunjukkan di sampingnya selama perjalanan sejauh 400 meter ke stasiun.

 

 

Side: Kotono Kuon

"Aku pulang."

Aku bergumam sambil menyalakan lampu di pintu masuk yang gelap. Terlihat sangat kosong. Dan selalu saja tidak ada jawaban.

Satu-satunya hal yang menyambutku di rumah adalah poster Fuyu-chan yang aku sembunyikan di dalam lemari.

Aku suka idol. Karena mereka begitu jauh dariku.

Tidak peduli seberapa besar aku mengagumi dan menginginkan mereka, aku hanya bisa mencintai mereka secara sepihak.

Aku tidak perlu merasakan harapan kosong dimana pihak lain dan diriku bisa memiliki perasaaan yang sama satu sama lain.

Dan aku berharap Kashiwagi-kun adalah seorang idol.

Aku menjatuhkan diriku ke tempat tidur tanpa melepaskan seragam sekolahku, dan aku masih merasa dimabukkan dengan perasaan yang tersisa setelah kencan ini.

Kashiwagi-kun mungkin tidak menganggap hari ini sebagai kencan. Dia mungkin sudah membuang potongan tiket film itu, yang di sisi lain, aku simpan dengan rapi di arsipku.

Kashiwagi-kun, yang selalu sibuk dengan dirinya sendiri, tidak akan pernah jatuh cinta pada siapa pun.

Dan aku tahu ini perasaan ini tidak akan berhasil.

“Sementara itu, dia sangat...”

Ketika aku pertama kali bertemu dengannya, aku pikir dia orang yang lucu.

Dia selalu mencari ‘sesuatu’, apapun itu, dan dia selalu terlihat sibuk sendiri.

──────’Aku iri dengannya’, pikirku.

Satu-satunya hal yang ingin aku lakukan adalah melarikan diri dari tempat ini, dan aku tidak punya cukup waktu untuk memikirkan apa yang ingin aku lakukan selanjutnya.

Aku hanyalah seorang siswa teladan dan ketua komite. Itulah aku, lebih individualistis dibandingkan orang-orang lainnya.

Tapi Kashiwagi-kun, hanya Kashiwagi-kun saja, yang selalu mau menemaniku seperti ini.

Bahkan setelah masuk SMA dan dikelilingi oleh teman-temannya, dia tetap terlihat bosan.

Sama sepertiku, dia tetap merasa kosong.

Aku merasa senang. Aku hanya bisa berdoa dengan sungguh-sungguh kalau kita akan terus bersama selamanya, dan aku dapat selalu berada di sampingnya kedepannya.

"Halo. Kashiwagi-kun, apakah kamu sedang senggang sekarang?"

Kashiwagi-kun sangatlah penting bagiku, dan meneleponnya dengan kedok waktu senggang hanya untuk berbicara dengannya selama satu jam atau lebih di tengah malam, aku merasa muak dengan diriku sendiri yang bersikap begitu.

Di LIME, aku hanya melihat balon percakapan dengan jumlah yang sama dan ukuran yang sama darinya, jadi satu-satunya cara bagiku untuk dapat menghubunginya adalah lewat panggilan telepon itu. [TN: Maksud dari balon percakapan yang ukuran dan jumlahnya sama itu, mereka hampir tidak pernah chat-chat an di LIME, jadinya ya jumlah dan ukuran chatnya tidak pernah berubah.]

Aku yakin, Kashiwagi-kun tidak pernah memikirkan hal itu.

"Aku hanya ingin menonton filmnya, jadi aku tidak melakukan apa-apa."

"...Aku menyukaimu."

Aku merentangkan tanganku ke arah langit-langit, meskipun aku tidak mungkin bisa mencapainya.

Hei, aku suka bagian dari dirinya itu.

Bagian di mana Kashiwagi-kun sepertinya tidak menyadari sedikit pun bahwa aku menyukainya.

Bagaimana dia berasumsi kalau aku tidak akan salah memahami kebaikannya.

Kamu tidak tahu, bukan? Kamu tidak tahu betapa gugupnya aku sebelum membuat panggilan telepon untukmu, atau bagaimana aku selalu melirik wajahmu dan menyadari bahwa kelas sudah berakhir.

Tapi tidak apa-apa. Kamu tidak perlu memperhatikannya selama sisa hidupmu.

Jadi aku ingin kamu berjanji padaku untuk satu hal.

Dalam hidupku, yang penuh dengan kekosongan dan aturan, yang aku butuhkan hanyalah Kashiwagi-kun.

Aku meringkuk di kasurku dan memejamkan kelopak mataku sembari membayangkan Kashiwagi-kun, yang sedang berbicara tentang film dengan mata yang berbinar.

Jangan biarkan ini merubahmu.

─────Ku mohon, jangan tinggalkan aku.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||     

0

Post a Comment



close