Himegi Touka’s Reminiscence 1
Natsumi
Nee-san meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. Tepat pada tengah
malam terakhir di bulan Mei, seolah tertidur dengan tenang, dia meninggalkan
dunia ini. Keluarga kami meneteskan air mata akan kepergiannya, bersedih demi
menyembunyikan kemarahan dan ketidakberdayaan kami. Dia berbohong kepada kami,
dengan menyatakan bahwa dia akan baik-baik saja sampai ulang tahunnya yang
berikutnya, tetapi kenyataan berkata lain, dia meninggal sebelum sempat
memasuki usia ke-21 tahunnya.
Ironinya, kami juga berbohong padanya. Kami sudah berjanji untuk bekerja sama dan mengusahakan yang terbaik bersamanya, tetapi kami malah mengingkari hal itu. Pada awalnya, kami berusaha keras demi menepati janji itu kepada Natsumi Nee-san, kami melakukan seperti apa yang sudah dijanjikan. Namun, tanpa disadari, lama-kelamaan segalanya menjadi tidak terkendali.
Bagaimanapun juga, dampak dari kepergiannya tidaklah terukur. Keluarga kami kehilangan senyumnya. Keluarga kami berantakan, bahkan untuk dikatakan sebagai sebuah keluarga pun sulit. Tatkala dalam keadaan seperti itu, kami tersadar bahwa keluarga kami telah kehilangan mataharinya. Dunia yang kehilangan dia, layaknya sebuah kutukan bagi kami.
Aku yang kehilangan kakak perempuanku menjadi putus asa. Aku jadi sering marah-marah kepada para pelayan, dan selalu melampiaskan kemarahanku pada benda-benda yang ada di kamar. Aku lupa bagaimana caranya mengendalikan amarah. Sejujurnya, aku enggan marah, tetapi diriku tidak mampu mengendalikannya. Kemudian, aku jadi lebih sedikit berbicara saat di sekolah dan di rumah. Aku berhenti bermain dan sulit melakukan kontak mata. Rasanya berat berinteraksi dengan orang-orang. Bahkan, tertawa pun menjadi menyakitkan, hingga akhirnya aku menyerah untuk tersenyum.
Sebagai akibatnya, orang-orang di sekitarku mulai menjauhkan diri dariku. Karena jijik dengan sikapku, satu per satu temanku mulai meninggalkanku. Satu-satunya teman masa kecilku yang melihatku seperti ini, memberiku nasihat dan memperingatkanku untuk memperbaiki diri. Namun, aku menolaknya. Aku tidak mengindahkan nasihatnya, dan kami akhirnya bertengkar, bahkan aku tidak pernah berbicara dengan orang bodoh itu lagi sejak saat itu.
Sejak awal, aku memang orang yang tidak pandai bergaul, menjadi sendirian pun bukan hal yang berat bagiku. Aku hanya terlalu lelah, dan bahkan pergi ke sekolah pun menjadi hal yang menjemukan. Pada tahap itu, aku menyadari bahwa sikapku ini kekanak-kanakkan. Harusnya aku bangkit dan menghadapi kesulitanku, tetapi aku tidak punya energi untuk melakukannya. Aku yakin, Natsumi Nee-san pasti akan sangat kecewa jika dia melihat kondisi kami yang sekarang. Kendatipun begitu, tetap saja sulit bagiku untuk melanjutkan hidup. Bahkan, menemukan maknanya saja aku sudah kesulitan.
“Halo, Himegi-san …,” sapa seseorang.
Lagi-lagi … dia muncul di hadapanku.
“Bolehkah aku duduk di kursi depanmu ini?” tanya dia.
Aku tidak suka dia. Aku benci dia. Melihat senyumnya ini, membuatku merasa begitu jengkel. Senyumannya itu mengingatkanku pada kakak perempuanku, menambah rasa frustasiku. Namun, dia tidak peduli dengan apa yang kurasakan, langsung saja duduk di hadapanku, dan menatap wajahku.
“Himegi-san, kamu kelihatan semakin kurus, tahu? Apakah kamu makan dengan teratur?” dia kembali bertanya.
“............”
“Eh? Aku diabaikan lagi, dah.”
“Enyahlah!”
“Sikapmu sangat dingin seperti biasa, ya?!”
“Cih!”
“Kamu bahkan mendecakkan lidah!”
“Mau apa sih, kamu?”
“Seperti biasa, aku di sini untuk menjual senyuman! Pangeran Senyum!”
“............”
“Apakah kamu mau tersenyum? Kamu mau tersenyum, kan?”
“............”
“Ehem! Himegi-san, apa kamu punya waktu luang hari ini? Jika iya, kenapa kamu tidak datang dan melihat-lihat klub kami?”
“Aku sudah bilang kemarin dan kemarin lusa. Tidak peduli berapa kali pun kamu memintaku, aku tidak akan menunjukkan wajahku ke klubmu.”
“Heee. Kalau begitu, aku akan datang kembali besok untuk mengundangmu.”
“Jawabanku tetap sama meskipun kamu datang besok!”
“Walaupun begitu, aku akan tetap mengundangmu.”
Lelaki itu menunjukkan ekspresi kecewa dan kembali ke tempat duduknya. Aku pikir dia benar-benar orang yang keras kepala. Sudah kuduga, aku memang tidak menyukainya. Aku membencinya. Besok dan lusa, dia akan terus mengundangku. Namun, aku tidak akan pernah berubah pikiran. Jika aku terlibat dengan seseorang, itu tidak akan pernah berakhir dengan baik. Orang sepertiku, seharusnya tidak berteman dengan siapa pun. Itulah sebabnya, bagiku ini sudah cukup. Inilah jawaban yang benar dan tindakan yang terbaik. Ini sudah cukup ….
TL: Zho (YouthTL)
Post a Comment