NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Hitotsu Yane no Shita, Boukei no Konyakusha to Koi wo Shita V1 Chapter 2

 Penerjemah: Rion 

Proffreader: Rion 


Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


Chapter 2 - Tamasya hanya untuk kita berdua


Minggu pagi, sehari setelah Shiho-san pindah.

Kami bangun pagi-pagi, sarapan lebih awal, lalu bersiap untuk pergi.

"Shiho-san, bagaimana persiapanmu?"

"Sedikit lagi. Maaf ya, jadi terlambat!"

Saat aku bertanya di depan kamar Shiho-san, terdengar suara panik dari dalam.

Terdengar juga suara benda jatuh, sepertinya dia sedang terburu-buru.

"Sungguh tak disangka-sangka. Aku yang mengajak, tapi malah aku yang kesiangan."

"Ini jarang terjadi pada Shiho-san, jadi aku merasa sedikit beruntung bisa melihatnya."

"Ugh... Menyebalkan. Tapi ini salahku sendiri, jadi aku tak bisa membalas."

Meski biasanya dia tipe orang yang kuat di pagi hari, tapi mau bagaimana lagi? Karena ini adalah hari pertama kehidupan barunya, jadi itu tidak apa-apa.

Aku juga, semalam merasa tegang sampai-sampai tidak bisa tidur nyenyak.

"Aku akan menunggu di ruang tamu sambil memberi makan Chikuwa."

"Terima kasih. Sepertinya akan selesai dalam lima belas menit lagi."

"Tidak perlu buru-buru, silakan santai saja."

Aku mengatakan itu dan meninggalkan bagian depan ruang kamarnya.

"Chikuwa, ayo kembali ke ruang tamu dan makan."

Chikuwa sedang tidur saat kami sedang sarapan tadi, jadi dia belum diberi makan sampai sekarang.

Ketika aku memanggil Chikuwa yang berjalan mondar-mandir di kakiku, dia mengeong "miaw-miaw" seolah menggerutu tak sabar karena lapar. Kemudian, dia berlari menuruni tangga. Aku mengikutinya untuk kembali ke ruang tamu.

Kucing memang tidak banyak belajar trik, tapi anehnya mereka mengingat kata 'makan'.

Ngomong-ngomong, kenapa kami bisa berakhir dengan sibuk bersiap-siap pergi sejak pagi sekali?

Itu terjadi karena kemarin malam, tepatnya setelah kami selesai membersihkan seluruh rumah---


◈⟡◈


Setelah makan malam dan mandi, kami duduk santai di sofa.

"Hei, Minoru-kun, ada yang ingin kutanyakan padamu. Bolehkah?"

Shiho-san memanggil, sambil menepuk-nepuk bahuku.

"Ada apa?"

"Besok, ada urusan?"

Aku merasa ini akan menjadi sesuatu yang tiba-tiba lagi.

"Tidak. Tadinya aku berniat bersih-bersih kamar selama akhir pekan, tapi berkat bantuan Shiho-san, semuanya sudah selesai. Jadi, sebenarnya aku sedang berpikir apa yang akan kulakukan besok."

Dan kemudian, Shiho-san berseri-seri, seolah dia telah menemukan apa yang dia cari.

"Begitu ya. Gara-gara aku, jadwalmu jadi kosong~ fufu♪"

Dari ekspresi dan intonasinya, terlihat jelas bahwa dia ingin membuatku merasa berhutang budi padanya.

Tentu saja, aku benar-benar berterima kasih padanya, jadi tidak masalah jika dia ingin membuatku merasa berhutang budi.

"Kalau begitu, aku harus mengisi jadwalmu yang kosong ini!"

Bukan hanya terlihat samar-samar, tapi niatnya terlihat dengan sangat jelas.

"Kalau ada rencana, aku bisa menemanimu."

"Lalu begitu, bagaimana kalau kita kencan?"

"......Apa?"

Apa yang orang ini katakan pada adik tunangannya?

Tentu saja, aku tahu Shiho-san hanya bercanda, dan itu adalah candaan yang sangat khas dari Shiho-san, tapi karena itu adalah ucapan yang tidak terduga, aku secara alami merasa bingung.

Melihat reaksiku, Shiho-san tampak puas; seolah-olah leluconnya telah sukses besar.

Dengan senyum yang seperti biasanya, dia lanjut berbicara.

"Kencan itu cuman bercanda, tapi aku memang berniat pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli barang-barang yang diperlukan untuk kehidupan di sini. Aku pikir aku tidak bisa membawa semua barang belanjaannya sendiri, jadi akan sangat membantu jika Minoru-kun bisa menemaniku..."

Memang, jika lingkungan hidup berubah, akan ada banyak barang yang diperlukan.

Selain itu, menjadi pembawa barang sekali atau dua kali adalah harga yang murah sebagai ganti atas bantuan yang ia berikan selama bersih-bersih kemarin.

"Baiklah. Aku akan menemanimu."

"Benarkah? Terima kasih!"

Shiho-san mengatupkan tangan di depan dadanya dengan suara yang riang.

Melihatnya begitu senang membuatku sedikit tersipu.

"Tapi, kamu bilang tidak bisa membawa semuanya sendiri, apa ada banyak barang yang harus dibeli?"

"Sewaktu aku sedang berkemas untuk pindah, aku memutuskan untuk membeli barang baru dan membuang yang lama. Meskipun rasanya agak sayang, tapi kalau tidak begini, aku mungkin tidak akan pernah punya kesempatan untuk menggantinya."

"Memang, ini adalah kesempatan yang tepat untuk mengatur barang-barang."

"Seperti membunuh dua burung dengan satu batu, dalam kesempatan seperti ini; kamu juga bisa mengurangi barang bawaanmu, kan?

Aku sangat mengerti apa yang dikatakan Shiho-san.

Dulu, saat aku dan kakak pindah ke apartemen ini, kakak juga membuang banyak barang.

Kakakku, seperti Shiho-san, adalah orang yang suka menyimpan barang dan tidak sering membuangnya.

Sebenarnya, mengatakan bahwa dia tidak pernah membuang barang mungkin sedikit keliru. Kakakku selalu memilih barang yang tahan lama saat membelinya. Jadi, kecuali untuk barang-barang yang habis pakai, dia jarang perlu membuang barang-barang lainnya.

Bahkan kakakku, sama seperti Shiho-san, berkata, 'ini peluang bagus. Ayo ambil resiko buang yang lama dan beli yang baru!'. Memang menyegarkan rasanya bisa membuang barang-barang yang tidak perlu. Namun, menyadari setelahnya bahwa kami ternyata juga ikut membuang barang-barang penting... itu sungguh kenangan pahit. Kami berakhir menghentikan truk sampah yang baru saja mengambilnya dan mengobrak-abrik sampai ketemu.

Sekarang aku memikirkannya, apakah hanya kebetulan mirip... atau sepasang kekasih memang cenderung menjadi mirip satu sama lain?

"Aku juga punya barang yang ingin kubeli, jadi ini pas sekali."

"Kalau begitu, baguslah! Jadi, sampai jumpa besok."

Kemudian, Shiho-san mulai mencatat barang-barang yang akan dibelinya ke dalam aplikasi memo di ponselnya.

Dan begitu, kami akhirnya memutuskan untuk pergi ke pusat perbelanjaan.


◈⟡◈


---Jarum jam baru saja menunjukkan pukul delapan pagi.

Pusat perbelanjaan buka pukul sepuluh, jadi kami masih punya banyak waktu.

Mungkin terdengar seperti tidak perlu terburu-buru, tetapi sebenarnya ada dua alasan mengapa kami harus bersiap-siap sejak awal.


Yang pertama adalah karena tempat parkir di pusat perbelanjaan cepat sekali penuh.

Di daerah pedesaan, tempat hiburan tidak sebanyak di daerah perkotaan, sehingga orang-orang cenderung berkumpul di tempat yang sama.

Selain itu, karena masyarakat di sini menggunakan mobil untuk bepergian ke mana-mana, dan pusat perbelanjaan hanya ada di kota besar di dalam prefektur, orang-orang dari kota dan desa tetangga jadi ikut berkumpul di sana.

Akibatnya, bahkan jika pergi pagi-pagi, menunggu selama tiga puluh menit untuk masuk parkir adalah hal biasa. Jujur saja, itu sangat menakutkan.

Aku sering pergi ke pusat perbelanjaan bersama kakakku menggunakan mobil, namun yang kuingat hanya betapa mengerikannya pengalaman itu, terutama pada hari Sabtu, Minggu, dan lebih-lebih saat libur Golden Week, Obon, dan Tahun Baru.


Alasan kedua adalah karena persiapan perempuan memakan waktu lebih lama dibandingkan laki-laki.

Saat kakakku masih hidup, kami sering menunggu Shihou-san menyelesaikan persiapannya.

Baik aku maupun kakakku bukanlah tipe orang yang mengkhawatirkan waktu ketika bertindak. Faktanya, kakakku bahkan menikmati waktu yang dia habiskan untuk menunggu orang lain. Dia adalah tipe orang yang tidak keberatan menunggu sebanyak apapun sebelum pergi keluar.

Dia pernah berkata, 'Ini adalah bukti bahwa mereka sedang mempersiapkan dengan baik, bukan?'

Persiapan perempuan yang memakan waktu adalah cerminan dari keinginan mereka untuk tampil cantik.

Jika itu untuk kencan, itu adalah bukti bahwa mereka ingin tampil cantik untukmu. Tidak ada yang lebih membahagiakan sebagai seorang pria daripada menunggu sambil membayangkan seperti apa penampilan pasangannya hari ini. Itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan.

Tentu saja, dia juga memperingatan, 'Ini rahasia, karena kalau disampaikan ke orang lain bisa jadi tekanan.'

Meski dia kakakku, aku pikir itu sangat keren bahwa dia bisa berpikir seperti itu.

Melihat ke belakang, kakak memang orang yang tidak pernah menganggap sesuatu secara negatif.


"Seriusan, bukankah dia terlalu berlebihan?"

Hari ini juga, aku memberikan makanan yang bisa membuat kucing tergila-gila, sehingga Chikuwa mengabaikanku.

Sedikit melenceng dari topik, tapi intinya karena sebab-sebab itulah---tempat parkir penuh dan persiapan yang dibutuhkan Shiho-san---kami harus siap-siap lebih awal. Meski jadi sedikit terlambat karena dia kesiangan, aku tidak mempermasalahkannya. Ini hanya soal menunggu, tapi bagi Shiho-san, tentu saja itu tidak bisa diterima.

Meskipun aku bilang tidak apa-apa, tapi bagi dia yang telah membuat orang lain menunggu, dia pasti merasa tidak enak.

Sambil memandang Chikuwa, aku memikirkan hal itu.

"Minoru-kun, maaf membuatmu menunggu."

Aku mendengar suara langkah kaki yang ritmis menuruni tangga, disusul suara Shiho-san setelahnya.

Mengarahkan pandangan kearah pintu masuk, aku tanpa sadar terpana oleh sosok yang terlihat.

Paduan blus berwarna cerah yang cocok untuk musim semi dan rok panjang berwarna tenang. Desainnya yang dewasa dengan leher yang terbuka lebar secara tidak sengaja menarik perhatianku.

Rambut hitam panjang dan anting-anting rantai yang berkilau di telinganya, bersamaan dengan lipstik yang sedikit lebih cerah dari biasanya, terlihat sangat mengesankan. Meskipun aku kurang paham tentang fashion wanita, tapi aku bisa mendapati kesan wanita dewasa yang elegan darinya.

Di jari manis tangan kanannya, cincin pertunangan yang biasa dia kenakan berkilau.

"Bagaimana?"

Shiho-san berdiri di depanku, sambil memutar tubuhnya sekali dengan rambut panjangnya yang berkibar.

Pemeriksaan penampilan sebelum pergi keluar adalah rutinitas yang berlanjut sejak sebelum kakakku meninggal.

Namun begitu-----

"Sangat cocok. Terlihat indah, sama seperti musim semi."

"Terima kasih. Dipuji seperti ini membuat usahaku untuk berdandan tidak sia-sia♪"

Entah kenapa, aku sedikit lebih terpesona dari biasanya, dan itu mengejutkan, bahkan bagiku sendiri.

Mungkin... ini karena aku teringat akan kata-kata yang pernah diucapkan oleh kakak.

"Ada apa?"

"Tidak. Tidak ada apa-apa."

Aku berusaha mengalihkan perasaan sentimentalku.

"Kalau begitu, mari pergi~"

Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal dan meminta Chikuwa untuk menjaga rumah, kami akhirnya pergi meninggalkan apartemen.

Di tempat parkir, aku bisa melihat mobil Shiho-san terparkir di sebelah mobil yang biasa dikendarai kakakku.

Mobil jenis kei car dari pabrikan dalam negeri yang disebut tall wagon.

Meskipun termasuk dalam jenis kei car, tapi panjang mobil ini cukup panjang dengan ruang dalam yang lumayan luas. Selain itu, mobil ini dilengkapi pintu bermodel geser sehingga mudah untuk memasukkan barang. Ini adalah mobil yang sempurna untuk perjalanan singkat atau berbelanja.

Warnanya yang dua nada, mint dan putih, terlihat imut dan populer di kalangan wanita.

Shiho-san segera duduk di kursi pengemudi, dan aku duduk di kursi penumpang sambil memasang sabuk pengaman.

"Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya Minoru-kun naik mobilku, kan?"

"Iya. Selama pergi bertiga, kita sebelumnya selalu menggunakan mobil kakak."

"Meski terlihat begini, aku ini pandai menyetir, lho~ jadi tenang saja."

Ekspresi percaya diri Shiho-san saat memegang setir malah membuatku khawatir.

Maaf kepada Shiho-san, tapi aku tidak bisa melihat ini selain sebagai tanda bahaya.

Aku tahu itu tidak sopan, tapi aku tak mengatakan ini tanpa alasan.

Karena, meskipun ruang di sebelah kosong, mobil ini diparkir dengan kepala masuk ke tempat parkir.

Jika kedua sisi ada mobil dan ruangnya sempit, itu bisa dimengerti, tapi dalam situasi di mana satu sisi kosong, parkir seperti ini hanya bisa berarti dia tidak pandai memundurkan kendaraan.

Aku tahu betul, aku yang tidak punya SIM seharusnya tidak berbicara seperti ini, tapi tetap saja...

"Kamu mau mengatakan sesuatu?"

"Ah, tidak... Hanya sedang berharap kalau kamu benar-benar pandai menyetir."

"Berharap...? Itu berarti kamu tidak percaya padaku, kan!?"

Merajuk; Shiho-san menggembungkan pipinya.

"Uhh... Sudahlah. Lihat saja, akan kutunjukkan keahlian setingkat profesional!"

Sambil sedikit merajuk, dia meletakkan tangan kirinya di kursi penumpang untuk melihat ke belakang.

Saat itu, Shiho-san mendekat lebih dari yang aku kira, membuatku spontan menarik diri.

Karena kei car punya interior yang lebih kecil dibandingkan mobil biasa, jarak antara kursi pengemudi dan penumpangnya juga jadi lebih dekat. Oleh karena itu, jika kamu berbalik untuk melihat ke belakang, pasti akan menjadi posisi yang tidak nyaman, karena jarak yang terlalu dekat.

Ini adalah kebalikan dari situasi nomor satu di mana wanita merasa terkesan saat melihat pria menyetir.

Aku bahkan terlalu terkejut sampai-sampai jantungku berdetak dengan kecepatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

"Mnn? Minoru-kun, wajahmu merah. Kamu baik-baik saja?"

"A-aku, aku baik-baik saja... Jangan khawatir."

"Benarkah? Kalau merasa kurang enak badan, tolong beritahukan padaku."

Yah, aku hanya sekedar terkejut, bukannya ada semacam perasaan tak pantas atau apapun.

Aku tidak merasa tergoda karena melihat kulit Shiho-san dari dekat, atau karena aroma manis yang merupakan campuran dari parfum dan bau khas wanita yang merangsang keinginan---tidak... sejujurnya, keduanya memang ada, hanya sedikit.

Tapi itu adalah perasaan yang secara naluriah muncul pada laki-laki, siapa pun lawannya.

Ini bukan berarti aku tergoda oleh seseorang yang merupakan 'mantan' tunangan kakakku dengan cara yang tidak beretika.

Tapi begitulah... tinggal bersama berarti hal-hal seperti ini bisa saja terjadi dikemudian hari.

"Lihat, aku berhasil keluar dengan baik!"

Sementara aku berjuang dengan pergolakan batinku, Shiho-san berhasil keluar dari tempat parkir dengan selamat.

"Entah kenapa... maaf atas segalanya."

"Ini bukan sesuatu yang perlu kamu mintai maaf, kan?"

Shiho-san, yang tidak tahu apa yang kurasakan, memiringkan kepalanya dengan bingung.

Di sepanjang perjalanan, memikirkan masa depan dan hal-hal samar yang berada didalamnya mulai membuatku sedikit khawatir.


◈ ⟡ ◈


Ketika tiba di pusat perbelanjaan, seperti yang diduga, tempat parkir sudah penuh dengan mobil. 

Sekali lagi, tempat ini adalah salah satu dari dua fasilitas komersial terbesar di kota kami. 

Menjadi tempat populer yang bisa dinikmati oleh segala kalangan usia, terdapat bioskop, toko elektronik besar, dan fasilitas pemandian air panas di sana. Banyak pengunjung datang dari dalam dan luar kota tanpa memandang hari dan waktu, sehingga mencari tempat parkir saja bisa sangat sulit. 

Terutama pada akhir pekan, seringkali diadakan acara-acara sehingga sangat jarang bisa masuk dengan mudah. 

Dan seperti yang diduga, kami baru bisa memarkir mobil di tempat parkir bertingkat setelah dua puluh menit berlalu.

Ini pun sudah termasuk cepat, jadi ini bisa dianggap bahwa kami sedang beruntung.

"Apa yang ingin kita lihat dulu?" 

Masuk ke dalam pusat perbelanjaan, tempat itu sudah dipenuhi banyak orang saja, meskipun ini masih pagi.

Sambil berjalan agar tidak bertabrakan dengan siapa pun, termasuk pasangan muda yang mendorong kereta bayi, keluarga, pasangan kekasih, dan sekelompok pelajar, aku bertanya kepada Shiho-san.

"Sebaiknya kita beli barang-barang kecil di toko pernak-pernik dulu."

"Benar, itu lebih efisien. Mari pergi ke toko pernak-pernik yang biasa kita kunjungi."

"Ya, mari lakukan itu."

Rambut panjang Shiho-san yang bergoyang kecil adalah tanda bahwa dia sedang bersemangat. 

Mengikuti Shio-san yang menuju ke toko pernak-pernik, kami naik eskalator ke lantai dua. 

Setibanya di depan toko dan melihat ke dalam, aku bisa melihat toko tersebut penuh dengan pelanggan wanita muda. 

Tidak mengherankan; toko pernak-pernik ini memang menargetkan wanita sebagai pasar utama, dengan menyediakan berbagai macam barang seperti furnitur dan pernak-pernik interior yang lucu, menjadikannya sebagai salah satu toko yang sangat populer. 

Toko ini juga memiliki koleksi yang cukup lengkap untuk menyelesaikan penataan seluruh rumah. 

Tentu saja, produk-produk mereka tidak hanya sebatas untuk wanita, tetapi juga banyak produk yang mudah digunakan untuk pria, sehingga ini adalah tempat terbaik bagi pasangan untuk membeli barang yang serasi. 

Dulu, kakakku dan Shiho-san sering datang ke sini bersama-sama, ini adalah toko favorit mereka.

"Barang apa yang rencananya kamu beli?"

Sambil mengambil keranjang belanja yang ada di depan toko, aku bertanya.

"Umn... aku sudah mencatatnya supaya tidak lupa."

Benar, kalau tidak salah tadi malam dia memang memasukannya ke dalam aplikasi memo di ponselnya. 

Shiho-san mengeluarkan ponsel dari tas dan melihat layarnya.

"Barang besar seperti tirai dan karpet untuk di bawah meja. Barang kecil seperti peralatan makan, gelas, seprai tempat tidur, dan sarung selimut juga ingin diganti, serta parfum ruangan."

Dia menyebutkan berbagai barang lain yang rencananya akan dibeli.

"Untuk sementara, mari kita beli semua yang bisa kita dapatkan di sini."

"Ya. Kalau capek menemaniku, silakan istirahat dulu."

"Tidak apa-apa. Aku yang akan membawa barang-barangnya, jadi pilihlah dengan tenang."

"Terima kasih."

Dengan begitu, aku mengikuti Shiho-san berkeliling di dalam toko. 

Shio-san adalah orang yang menghabiskan banyak waktu untuk berbelanja, berulang kali bolak-balik di dalam toko sambil kebingungan. 

Bagi orang yang tidak mengenalnya, mungkin terlihat seperti dia tipe orang yang gampang ragu-ragu saat memutuskan, tetapi sebenarnya bukan begitu. Dia hanya membeli barang yang benar-benar dia sukai, dengan kata lain, dia adalah tipe orang yang menghargai perasaan. 

Walaupun dalam hal ini dia tampak mirip dengan kakakku, tapi sebenarnya ada beberapa perbedaan halus.

Pernah, saat kakakku dan Shio-san pergi berlibur bersama, mereka menghabiskan lebih dari satu jam hanya untuk memutuskan membeli kerajinan kayu tradisional setempat. Pada akhirnya, anting berbentuk bulan sabit yang dibeli saat itu menjadi favoritnya, dan dia sering terlihat memakainya.

Kalau ditanya alasan kenapa memilih itu, dia berkata, 'Karena aku merasa tenang saat memakainya.'

Kakak memilih dengan mengutamakan pemakaian jangka panjang, sedangkan Shiho-san memilih dengan mengutamakan perasaannya.

Meskipun keduanya memiliki makna yang sama dalam menghargai suatu barang, namun esensinya sedikit berbeda.

"Minoru-kun, sini sebentar."

Memikirkan hal itu sambil melihat-lihat di dalam toko, tiba-tiba Shiho-san memanggilku.

Saat aku menoleh ke arah suara tersebut, dia melambaikan tangan di depan rak terdekat.

"Ada sesuatu yang kamu suka?"

"Bagaimana menurutmu, ini bagus sekali, kan?"

Ketika aku mendekat, Shiho-san menunjukkan gelas yang dipegangnya kepadaku.

Ketika mendengar kata gelas, biasanya orang membayangkan yang transparan, tetapi gelas yang dipegang Shiho-san memiliki gradasi warna dari tepi transparan berubah menjadi merah muda dan putih dari atas ke bawah.

Warna gelas yang cantik itu seperti kelopak bunga sakura yang dihiasi salju.

"Ini cantik. Kamu suka?"

"Ya, aku suka, tapi..."

Shiho-san mengembalikan pandangannya ke rak dengan wajah yang terlihat bingung.

Sangat terlihat jelas bahwa dia sedang bimbang.

"Ini, sepertinya hanya dijual dalam satu set."

Ketika aku melihat ke rak, memang gelas itu dipajang sebagai satu set tiga gelas.

Dua lainnya memiliki desain gradasi warna yang sama, satu berwarna biru dan satu lagi berwarna hijau. Ini adalah set gelas kaca kelas atas yang tampaknya banyak diminati sebagai hadiah, dengan harga total mencapai 8.000 yen per set.

Harganya cukup mahal, tetapi dengan kualitas yang baik, harga untuk set tiga gelas itu masih bisa dimaklumi.

"Memang bagus sih, tapi membeli satu set hanya untuk digunakan satu orang saja itu agak..."

Dia berkata begitu sambil meletakkan kembali gelas ke rak.

Namun, setelah beberapa saat, dia kembali ke rak itu dan menatap gelas dengan saksama.

"Hmmnn....."

Dia mengulanginya tiga kali sambil bergumam.

Bahkan, setelah memilih segala sesuatu yang diperlukan dan menyelesaikan pembayaran, dia masih terlihat bimbang.

Dia sangat menyukainya tapi khawatir kalau membeli satu set yang berisi tiga gelas hanya akan berakhir sia-sia jika hanya satu saja yang akan terpakai.

"Aku akan membayar setengahnya, jadi boleh aku menggunakan yang berwarna biru?"

"Eh? Minoru-kun juga tertarik sama gelas ini?"

"Di rumah hanya ada dua pria, jadi kami tidak punya gelas yang begitu elegan sebelumnya. Dan kalau kupikir-pikir... akan bagus jika punya satu untuk digunakan saat ada acara perayaan, sedangkan yang satu lagi bisa digunakan untuk tamu."

"Benarkah!?"

Mendengar itu, Shiho-san kemudian tersenyum cerah. Tanda-tanda kebimbangan dalam wajahnya menghilang.

"Kalau begitu, biar aku yang memberikannya sebagai hadiah untukmu, Minoru-kun!"

"Tidak, tidak, tidak perlu. Aku akan membayar setengahnya."


"Jangan sungkan. Jadi, sebagai hadiah pindahan---karena kalau bukan begitu, akulah yang jadi pihak penerima, ah tidak, bukan itu maksudku... oh ya! Sebagai perayaan kita tinggal bersama, izinkan aku memberikan hadiah!"

Shiho-san memeluk kotak yang berisi gelas itu dengan erat, seolah mengatakan bahwa hanya dia yang boleh membayarnya.

Merayakan tinggal bersama, ya... Kalau sudah mengatakan sampai sejauh itu, menolaknya akan terasa sangat tidak sopan.

Shiho-san memang punya sisi keras kepala, jadi mungkin dia juga tidak akan mundur.

"Kamu yakin?"

"Tentu. Malam ini, mari bersulang dengan gelas ini untuk merayakan kehidupan kita bersama!"

Setelah mengatakan itu, Shiho-san berlari-lari kecil untuk kembali mengantri di meja kasir.

Merasa lucu dengan pemandangan itu, aku berbalik untuk menunggu di luar toko.

"Hmm...?"

Aku merasakan tatapan aneh dan mendongak.

Namun, tidak ada siapa-siapa di sana.

"...Mungkin cuman perasaanku saja."

Tapi rasanya terlalu jelas untuk hanya sekedar perasaan atau imajinasi.

Apakah ada seseorang kenalan yang melihat kami?

"Minoru-kun, kenapa?"

Shiho-san kembali setelah menyelesaikan pembayaran dan menatap wajahku.

"Tidak, bukan apa-apa."

"Benarkah? Kalau begitu tidak masalah."

Mungkin ini memang hanya perasaanku saja... Lagipula, tidak ada yang salah jika terlihat oleh kenalan, meski aku mungkin jadi sedikit sensitif terhadap pandangan orang karena tidak ingin repot menjelaskan situasinya nanti.

Dengan pikiran seperti itu, aku tidak terlalu memikirkannya lagi.


Setelah itu, kami melihat-lihat berbagai toko.

Di toko obat, Shiho-san membeli sampo dan sabun tubuh yang biasa dipakainya, di area kosmetik dia membeli kosmetik yang sudah habis, dan di toko pakaian dia membeli pakaian kasual dan piyama.

Hanya di pagi hari saja tangan sudah penuh barang bawaan, jadi kami kembali ke parkiran untuk menyimpan barang-barang didalam mobil.

Setelahnya, kami memutuskan untuk makan di restoran di dalam pusat perbelanjaan.

"Jam segini memang ramai-ramainya, ya."

"Ya, tempat ini memang sangat populer."

Sambil duduk di kursi yang disediakan di depan restoran, kami melihat menu yang sudah diberikan sebelumnya.

Dengan banyaknya pelanggan tetap, restoran ini populer karena selain menu standarnya, ada juga beberapa menu yang berubah-ubah tergantung musim dan dapat dinikmati sepanjang tahun. 

Baik aku maupun kakak, kami sama-sama menyukai set menu chicken kastu nabe yang dihidangkan di sini.

"Sudah kepikiran mau pesan apa, Minoru-kun?"

"Seperti biasa, chicken katsu nabe. Shiho-san juga tetap memesan kaisendon, kan?"

"Iya. Meski menunya beragam dan berubah setiap musim, pada akhirnya tetap memilih pesanan yang sama."

"Terkadang aku berpikir ingin mencoba menu yang berbeda, tapi... yah, begitulah..."

Itu benar, seperti yang dikatakan Shiho-san. Pada akhirnya kami tetap memilih menu yang biasanya.

Tak lama kemudian, giliran kami pun tiba dan kami dipersilakan masuk ke dalam restoran.

Duduk di meja untuk dua orang di dekat jendela, kami memesan hidangan yang sebelumnya dipilih, lalu menunggu selama dua puluh menit.

"Mmnn~♪ Kelihatannya enak!"

Shiho-san berseru saat melihat kaisendon yang dibawakan ke meja.

Di atas nasi tersusun sashimi tuna dan salmon, udang, serta kerang, dengan porsi besar telur ikan dan sedikit wasabi di tengah. Gaya makannya adalah dengan menaburkan katsuobushi sesuai selera.

Shiho-san sangat suka menaburkan banyak katsuobushi, dan hari ini pun dia menaburkannya dengan takaran yang sangat berlimpah, lalu menuangkan sedikit kecap asin sebelum merapatkan tangan.

"Selamat makan!"

Saat menyuapkan kaisendon ke mulutnya, dia meletakkan tangan di mulut dengan ekspresi yang meleleh.

Aku juga mulai menggigit set chicken katsu nabe milikku, berpikir bahwa itu adalah hal yang baik karena dia terlihat sangat bahagia.

Lapisan tepung yang baru digoreng menyerap sup berbasis miso, memberikan tekstur lembut yang meleleh di mulut.

Meskipun memiliki kekuatan rasa khas miso, namun tidak terasa berat, dan meskipun ini hidangan rebusan, rasanya tidak menjadi terlalu pekat berkat telur yang dimasak bersamanya. Sungguh kombinasi yang sangat lembut dan menenangkan.

Manisnya kubis yang ada di bawah potongan daging ayam juga memberikan kesegaran yang pas untuk menetralisir rasa.

Saat menikmati kelezatan yang tak berkesudahan, aku tiba-tiba menyadari tatapan aneh.

" "......" "

Shihou-san menatap ke arah tanganku dengan bibir bawah tergigit, menampakkan ekspresi seolah menginginkan sesuatu.

Oh... Kalau dipikir-pikir, Shiho-san selalu mendapatkan sepotong chicken katsu dari kakakku.

"Mau sepotong?"

"Bolehkah?!"

Shiho-san tersenyum lebar. Jika ini adegan sebuah anime, mungkin senyuman itu akan diiringi dengan efek suara yang khas sekarang.

Aku menggeser nampan agar lebih mudah diambil, dan Shiho-san mengambilnya dengan ucapan terima kasih sambil mengulurkan sumpitnya.

Melihat chicken katsu di depan mata, menikmati tampilannya, lalu menggigitnya. Ekspresi wajah Shiho-san menjadi lebih rileks. Tanpa kata-kata, ekspresi yang menyiratkan kelezatan itu mengingatkanku pada senyuman ketika kakakku sedang berbagi dengannya.

Senyuman yang biasanya hanya kulihat di sebelahnya, kini ditujukan padaku.

"Memang, sangat menyenangkan bisa punya seseorang untuk diajak berbagi, bukan?"

"Benar."

Aku juga diberi sepotong sashimi dan kami melanjutkan makan sambil berbagi kesan.

Meskipun seharusnya kami makan makanan yang sama, entah kenapa rasanya sedikit lebih enak dari biasanya.


◈ ⟡ ◈


Sore hari, setelah selesai berbelanja, kami berjalan-jalan di dalam pusat perbelanjaan.

Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku pergi keluar hanya berdua dengan Shiho-san.

Mungkin karena itu, aku terkejut dengan banyaknya pandangan yang tertuju pada Shiho-san saat kami berjalan bersama.

Sejak pertama kali diperkenalkan, aku memang berpikir bahwa Shiho-san itu wanita yang menggabungkan keimutan dan kecantikan, tapi melihat banyaknya pria yang terpana saat kami berpapasan membuatku menyadari kembali fakta itu.

Ekspresi seriusnya yang tegas dan cantik, serta senyumannya yang polos dan imut.

Tidak hanya menarik bagi pria, tetapi juga bagi wanita.

Berjalan di sebelahnya, aku merasa tidak seimbang karena perawakanku yang seperti anak kecil, mungkin karena perasaan itu jugalah aku tanpa sadar berjalan satu langkah di belakang Shiho-san.

"Ayo, kita beli bahan makanan untuk makan malam."

Shiho-san berbalik dan berjalan di sampingku.

Saat memeriksa waktu di ponsel, ternyata sudah lewat pukul lima sore.

"Benar. Sepertinya tidak ada lagi yang perlu dibeli."

Kami menuju area bahan makanan untuk membeli bahan-bahan makan malam.

Karena malam ini kami akan merayaka kebersamaan, jadi kami membeli set hidangan pembuka untuk pesta. Sebuah hidangan mewah yang terdiri dari berbagai macam makanan, terutama gorengan.

Meskipun biasanya Shiho-san tidak minum-minum, tapi karena hari ini istimewa, dia juga membeli umeshu (salah satu minuman beralkohol di jepang).

Sepertinya dia ingin minum dengan gelas yang dibelinya hari ini.

"Ah! Karena ini perayaan, kita harus membeli kue juga!"

Saat sedang memasukkan bahan makanan ke dalam tas, Shiho-san tiba-tiba teringat dan berseru.

"Aku akan pergi ke toko kue, bisakah kamu selesaikan memasukkan barang-barangnya?"

"Baik."

"Terima kasih. Sepertinya tidak akan lama, jadi kamu bisa istirahat dulu."

Shiho-san berkata demikian, lalu pergi meninggalkan area bahan makanan.

Setelah selesai mengemas barang, aku duduk di bangku berderet di ujung lorong.

"……Entah kenapa, rasanya waktu berlalu begitu cepat."

Menghela napas; kata-kata itu tanpa sadar keluar dari mulutku.

Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku karena terlalu asyik berbelanja sampai lupa waktu.

Sering dikatakan bahwa masa-masa menyenangkan berlalu dengan cepat, tapi hari ini, lebih dari sekadar bersenang-senang. Kurasa itu karena menghabiskan waktu bersama Shiho-san, yang membuatku tidak punya banyak waktu untuk memikirkan kepergian kakak.

Sewaktu sendirian di rumah, aku tak bisa berhenti memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan.

"Tidak, mungkin bukan itu..."

Lebih tepatnya, waktu untuk memikirkan hal-hal negatif menjadi lebih sedikit.

Sepanjang hari ini, meskipun menghabiskan waktu bersama Shiho-san, aku masih sering teringat tentang kakak.

Dari bangun tidur sampai keluar rumah, bahkan saat belanja, aku sering memikirkan tentang kakakku.

Mungkin karena aku dan Shiho-san memiliki banyak kenangan bertiga dengannya.

Namun itu bukanlah kenangan yang membuatku terpuruk dalam kesedihan dan melangkah turun dalam spiral negatif, melainkan kenangan yang membuatku teringat akan masa-masa indah.

Tentu saja, mengingat kakak bukan berarti aku tidak merasakan kesedihan sama sekali.

Namun, berkat Shiho-san yang ada di sisiku, aku bisa mengingat hal-hal yang menyenangkan.

Berbeda dengan saat sendirian, aku hanya bisa merasa sedih.

"Semua ini berkat Shiho-san..."

Aku benar-benar merasakan itu dari lubuk hati.

Ketika berada di dekat Shiho-san, rasanya seperti berada dalam kehangatan matahari yang nyaman dan menenangkan.

Aku merasa diselamatkan hanya dalam dua hari ini berkat kehadiran Shiho-san, dan aku sangat berterima kasih, tetapi karena itu pula aku berpikir... bagaimana perasaan Shiho-san sebenarnya?

"Aku ingin tahu, apakah bersamaku tidak membuatnya merasa sakit saat mengingat kakak...?"

Kami berdua telah kehilangan seseorang yang tak tergantikan.

Namun, itu tidak berarti perasaan kami harus sama.

Lagipula, kenapa Shiho-san memutuskan untuk tinggal bersamaku?

Bagaimana dia bisa tetap tersenyum meskipun kehilangan orang yang dicintainya?

Ketika aku menjadi lebih tenang, pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul di benakku.

"……Shiho-san, lama sekali ya?"

Menyadari bahwa Shiho-san belum kembali setelah beberapa waktu, aku memeriksa waktu di ponsel, dan ternyata sudah lebih dari tiga puluh menit berlalu. 

Mungkin tempatnya sedang ramai, tapi rasanya ini sudah terlalu lama. 

Apa ada sesuatu yang terjadi pada Shiho-san? 

Meski kurasa di tempat yang ramai seperti ini tidak mungkin terjadi masalah, tapi sekali pikiran itu muncul, aku tidak bisa lagi duduk diam. 

Aku mengambil barang-barang, lalu bangkit dari bangku.

Toko kue itu berada sedikit di depan food court yang ada di sebelah. 

Dalam perjalanan ke sana, aku melihat Shiho-san sedang berbicara dengan seorang pria di ujung koridor. 

Mereka tampak bercakap-cakap cukup lama, apa mereka saling kenal?

"Jangan bilang begitu. Sebentar saja, ayolah."

"Aku menolak. Tolong, biarkan aku lewat."

Dari percakapan yang kudengar, jelas sekali mereka bukan kenalan. 

Shiho-san tampak sangat kesulitan.

"Satu jam, atau bahkan 30 menit sudah cukup. Tidak, setidaknya beri aku kontak---"

"Seseorang menungguku. Tolong berhenti."

Tampaknya, Shiho-san sedang diganggu oleh pria yang tidak dikenal. 

Bagi seseorang dengan kecantikan seperti Shiho-san, mungkin diganggu seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari.

Shiho-san terus menolak tanpa rasa takut, sementara pria itu tidak menyerah meskipun sudah ditolak berkali-kali. 

Sebagai sesama pria, aku bisa mengerti sedikit kenapa seseorang ingin mendekati wanita secantik itu. 

Mengesampingkan fakta bahwa dia adalah mantan tunangan kakakku, aku juga berpikir bahwa Shiho-san adalah wanita yang luar biasa. Jika bertemu wanita seperti itu di jalan, aku mungkin akan menoleh dua atau tiga kali untuknya. 

Tapi, mengerti bukan berarti bisa membiarkan hal ini terjadi.

"Shiho-san," aku memanggil Shiho-san agar masuk ke dalam pandangannya.

"Ah, Minoru-kun-----!"

Begitu melihatku, Shiho-san segera meninggalkan pria itu dan bersembunyi di belakang punggungku. 

Saat merasakan tangan Shiho-san yang menggenggam punggung bajuku sedikit bergetar, aku kehilangan ketenangan yang biasanya kumiliki. 

Benar juga... meskipun mungkin sudah biasa diganggu, tidak mungkin baginya untuk tidak merasa takut saat didekati oleh pria yang tidak dikenal.

Aku berdiri di depan pria itu, melindungi Shiho-san.

"Dia sedang mengganggumu, bukan...?"

"Ya. Aku menolak, tapi dia terus memaksa..."

"Aku mengerti. Shiho-san, tolong mundur sebentar."

Aku ingin menarik kembali kata-kataku sebelumnya.

Sekalipun aku bisa memahami perasaan ingin mendekati seseorang, tetapi aku sama sekali tidak berniat untuk memahami perasaan seorang pria yang terus-menerus memaksa meskipun tahu bahwa pihak lain tidak menyukainya.

Ini bukan gayaku, tapi aku menghadapinya dengan tatapan permusuhan yang jelas di mataku.

"Ada apa denganmu?"

"Justru sebaliknya, apa maksud Anda memaksa seseorang yang jelas-jelas tidak suka?"

"Apa maksudku? Bukan urusanmu, kan?"

Karena merasa terganggu, pria itu menunjukkan ketidaksenangan dan menatap tajam ke arahku.

Bukan hanya menatap, sikapnya juga berubah total, senyuman yang ia tunjukkan kepada Shiho-san lenyap.

Nah, meskipun aku sama sekali tidak berniat memaafkan pria ini, aku juga tidak ingin membuat masalah lebih dari yang diperlukan.

Aku mencoba memikirkan apa yang harus dikatakan agar situasi ini bisa diselesaikan dengan damai... Aku tidak ingin berdebat di depan umum, dan meskipun kecil kemungkinannya, jika dia menggunakan kekerasan, aku juga tidak yakin bisa menahan diri untuk tidak membalas. Situasinya bisa jadi semakin buruk.

Adakah cara yang baik untuk mengatasi ini tanpa membuat masalah, tanpa bertengkar, tanpa menggunakan kekerasan, dan membuatnya menyerah?

Tidak, tidak, tidak. Jika memang ada cara seperti itu, Shiho-san pasti tidak akan kesulitan sejak awal.

Tunggu, sebenarnya ada satu cara, tapi jika aku yang melakukannya, tidak akan terlihat meyakinkan.

"Ah, begitu. Kamu adiknya, kan?"

Pria itu berbicara dengan nada puas.

"Yaa... tidak mungkin anak kecil seperti kamu adalah pacarnya---"

Saat dia berbicara dengan nada meremehkan, tiba-tiba Shiho-san melingkarkan lengannya di lenganku dan berbicara.

"Dia pacarku!"

" "Eh-----?" "

Suaraku dan suara pria itu tiba-tiba tumpang tindih mendengar kata-kata yang tidak terduga.

Pria itu berseru kaget, dan aku tidak bisa tidak bertanya-tanya dalam hati.

Yah... Memang benar aku terpikir untuk berpura-pura menjadi pacarnya, tetapi dengan aku yang lebih muda mengaku sebagai pacarnya.... rasanya tidak realistis. Dan lagi, jika aku nekat menggunakan cara tersebut... itu bisa menimbulkan masalah lain, bukan?


Sebagai bukti, pria itu juga menatap Shiho-san dengan ekspresi seolah ingin berkata, 'Tunggu, kamu wanita dewasa, kan?' bukannya aku bermaksud membela pria yang sedang mengganggu itu, tetapi pandangan moralnya memang benar. 

Namun begitu, kenapa seseorang yang memiliki pandangan moral yang benar tidak bisa memahami perasaan wanita yang tidak suka diganggu?

Tergantung bagaimana situasinya berlanjut, kita mungkin tidak bisa menghindari keterlibatan polisi.

...Lebih-lebih lagi, terhadap kami berdua.

"Aku cuman tertarik pada anak laki-laki yang lebih muda!"

Mengabaikan kekhawatiranku, Shiho-san sendiri malah memberikan pukulan terakhir.

Pria pengganggu itu tidak bisa berkata apa-apa ketika dia dengan tegas mendapati pernyataan tersebut.

"Itu sebabnya, tolong cari saja orang lain untuk digoda!"

Setelah Shiho-san mengatakan itu dengan tegas, dia berbalik dan meninggalkan tempat itu sambil menggandeng lenganku.

Ketika kami kembali ke tempat parkir dan sampai di dekat mobil, Shiho-san melepaskan lengannya dan menghela napas lega.

"Terima kasih, Minoru-kun... Orang-orang seperti itu benar-benar mengganggu dan membuatku kesulitan."

"Aku khawatir karena kamu terlambat kembali, jadi kupikir kamu mungkin terlibat masalah. Aku senang bisa membantu, tapi... Kurasa pernyataanmu di depan umum tadi agak bahaya, bukan?"

"Pernyataan tadi?"

Shiho-san memiringkan kepalanya dengan lucu, menunjukkan tanda tanya di wajahnya.

Aku terkejut karena dia tidak sadar, tetapi mungkin lebih berbahaya lagi jika dia mengatakan itu dengan penuh kesadaran.

"Mengingat situasinya, itu akan jadi persoalan yang sangat rumit jika berurusan dengan anak di bawah umur."

"Situasi...? Persoalan rumit...?"

Beberapa detik berlalu sementara dia masih memiringkan kepalanya.

"T-tidak! Itu hanya salah paham---!"

Tampaknya Shiho-san baru menyadari betapa berbahayanya pernyataan yang dia buat tadi. 

Dalam waktu yang tertunda, dia mulai memberikan alasan dengan wajah merah padam.

"Itu cuma lelucon, atau cara supaya dia menyerah! A-aku bukannya hanya tertarik pada anak laki-laki yang lebih muda. Aku juga tertarik pada orang seumuran atau yang lebih tua, jadi jangan khawatir!"

"Kurasa itu bukan alasan yang bisa meyakinkan seseorang."

Aku seharusnya diam saja, tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menanggapi dengan cepat.

Mendengar tanggapanku, Shiho-san menundukkan kepalanya dan berteriak "Ah!" sebelum berjongkok.

Setelah beberapa saat, dengan tampang sedih dia berkata, "Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa memikirkan hal lain..."

Shiho-san memang punya banyak sisi darinya. Kadang-kadang dia tampak dewasa dan bertanggung jawab, tetapi di lain waktu dia menunjukkan sisi yang lebih polos daripada usianya, dan kali ini dia menunjukkan sisi yang ceroboh. 

Entah bagaimana itu membuatku tersenyum dan aku tidak bisa menahan sudut mulutku yang terangkat.

"Aku bercanda. Jadi, jangan khawatir, aku juga tidak akan curiga padamu."

"…Benarkah? Sungguh? Bukan bohong?"

Seolah bisa menangis kapan saja; Shiho-san menatapku dengan mata berkaca-kaca.

Tatapannya yang tanpa sengaja mengarah ke atas menghantam naluri pria dalam diriku, membuat jantungku berdebar kencang.

Saat merasakan sensasi yang mencengkeram erat di dalam dadaku, aku juga menyadari bahwa suhu tubuhku meningkat hingga wajah dan telingaku memerah, lalu aku memalingkan wajah ke arah yang berbeda agar tidak terlihat olehnya.

Tidak… ini bukan karena aku terpesona pada Shiho-san.

Ini hanyalah reaksi umum yang sering terjadi pada laki-laki.

"Hah? Minoru-kun, wajahmu merah sekali, bukan?"

"Ti-tidak…"

"Ngomong-ngomong, sebelum berangkat tadi juga merah, kan?"

"Jangan terlalu khawatir… ayo kita pulang."

Aku segera masuk ke kursi penumpang dan terus memandang keluar jendela agar wajahku tidak terlihat olehnya.

'Demam' ini tak kunjung reda, bahkan hingga tiba di rumah aku tak bisa menatap wajah Shihou-san.

Aku tak menyangka di akhir perjalanan ini, kami berdua akan dihadapkan pada situasi yang memalukan seperti ini.


◈ ⟡ ◈


"Chikuwa, kami pulang~!"

Setibanya di rumah, Shiho-san memanggil Chikuwa di pintu masuk, dan Chikuwa menyambut dengan suara dengkuran pelan.

Mungkin karena ada bau yang enak dari tas belanjaan, Chikuwa memasukkan kepalanya ke dalam tas.

"Ada camilan buat Chikuwa juga, lho~ nanti kita makan, oke?"

Shiho-san membawa Chikuwa bersama barang-barang belanjaannya dan pindah ke ruang tamu.

"Sudah waktunya, mari kita mulai menyiapkan makan malam."

"Benar, mari kita bagi tugasnya."


Setelah persiapan selesai, kami memulai perayaan kecil untuk merayakan kehidupan berdua.

Menata hidangan pesta dan kue yang kami beli di atas meja, serta mengisi gelas yang kami beli di toko, kami menuangkan jus sementara Shiho-san menuangkan umeshu yang dicampur dengan soda. Kemudian setelahnya, kami bersulang dengan mengatakan 'kanpai'.

Di masa lalu, kami beberapa kali mengadakan makan malam atau pesta di rumah ini.

Hanya saja, apa yang berbeda dari biasanya adalah salah satu dari tiga kursi yang ada kini kosong.

Meskipun kami berdua menyadari adanya rasa kesepian atau kekurangan karena kursi yang kosong itu, kami tidak menyebutkan hal itu sama sekali.

Dua jam berlalu, Shiho-san mulai mabuk dan matanya mulai kosong, dan tiga puluh menit kemudian---


"Shiho-san?"

Saat kembali dari kamar mandi, Shiho-san tertelungkup di atas meja.

"Tertidur ya..."

Aku mengambil selimut yang ada di sofa dan meletakkannya di bahu Shiho-san.

Mungkin karena pengaruh alkohol, tetapi dua hari terakhir ini kami memang sangat sibuk.

Akhir pekan yang seharusnya digunakan untuk beristirahat, justru kami gunakan untuk beraktivitas penuh. Jadi, wajar saja jika merasa lelah.

Dia juga lebih bersemangat dari biasanya. Di atas semua itu, dia berusaha keras untuk memperhatikanku. Tak heran kalau dia pasti sangat lelah.

Aku membersihkan meja pelan-pelan agar tidak membangunkan Shiho-san. 

Sambil mencuci piring di dapur, aku melihat ke ruang tamu di mana Chikuwa sedang meringkuk di atas meja sambil memeluk Shiho-san.

Selesai mencuci piring, aku kembali ke tempat dudukku, dan dengan hati-hati duduk agar tidak membangunkan mereka.

Melihat wajah tidur Shiho-san dan Chikuwa yang tenang, aku mulai kepikiran sesuatu.


-----Kenapa Shiho-san mau repot-repot pindah ke sini?


Tidak, cara bertanya seperti itu mungkin sudah terlambat.

Di rumah duka, Shiho-san berkata, 'Mulai sekarang, aku akan berada di sisimu sebagai pengganti Takeru.'

Itu bukan berarti dia akan menjadi penopang hati, atau akan datang jika ada sesuatu yang terjadi meskipun kami berjauhan, tetapi benar-benar berarti dia akan tinggal bersama.

Jadi yang benar adalah, kenapa dia memutuskan menggantikan ksksk untuk merawatku?

Tapi Shiho-san juga sudah menjawab pertanyaan itu.


-----Takeru memintaku untuk berada di sisi Minoru-kun.


Yang menjadi pertanyaanku sejak kemarin adalah kalimat itu.

Karena kakakku, Nanase Takeru, bukanlah tipe orang yang akan mengatakan hal-hal seperti itu.

Dia bukan tipe orang yang akan mempercayakanku---yang bahkan belum menjadi saudara ipar---untuk mengikat masa depan tunangannya.

Sebaliknya, dia pasti berharap agar tidak perlu khawatir demi kebahagiaan kami.

Kakakku meninggalkan uang yang cukup banyak agar aku bisa hidup sendiri.

Tentu saja, seperti yang dikatakan Shiho-san, ada banyak masalah karena aku masih di bawah umur.

Memang benar bahwa memiliki seorang dewasa seperti Shiho-san sebagai wali akan sangat membantu.

Namun, sebagian besar masalah yang akan aku hadapi ke depannya bisa diselesaikan dengan bantuan pemerintah dan uang. Setelah kakak memberitahuku tentang sisa hidupnya, aku telah mencari cara untuk hidup sendiri agar bisa membuatnya tenang.

Jadi, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi kakakku untuk mempercayakan aku kepada Shiho-san.

Mengalihkan pandanganku dari Shiho-san, aku melihat altar keluarga.

"Kakak... apa sebenarnya yang kamu maksud?"

Aku bertanya kepada foto kakak yang tersenyum di dalam bingkai foto.

Meskipun aku tahu tidak akan ada jawaban, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

"Mmhh..."

Lalu, Shiho-san mengeluarkan suara kecil seperti mengerang.

"Take... aku akan..."

Kupikir dia terbangun, tetapi dia kembali tertidur sambil berbisik dengan suara kecil.

Aku terus memikirkan hal itu sambil menatap wajah tidur Shiho-san hingga larut malam.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter


Join server Discord disini: https://discord.com/invite/HMwErmhjMV

Post a Comment

Post a Comment

close