NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Boku o Futta Oshiego Ga, 1-Shuukan-Goto ni Derete Kuru Rabu Kome V1 Chapter 1.2


Penerjemah: Rion 

Proffreader: Rion


Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.

Jangan lupa juga join ke DC, IG, WhatsApp yang menerjemahkan light novel ini, linknya ada di ToC ini.


 Chapter 1.2 - [ Agustus ② ] Hari Di Mana Aku Akan Menjadi Seorang Pembimbing


Aku tak punya yang namanya bakat khusus ataupun kemampuan yang luar biasa.

Sejak kecil, aku selalu menempatkan diri di sudut kelas, tanpa bersuara maupun bersikap mencolok.

Pada tahun-tahun awal sekolah dasar, aku pernah menarik perhatian seisi kelas. Tanpa diduga, aku mendapat nilai tertinggi dalam sebuah ujian.

Soal yang dikeluarkan sama persis dengan apa yang telah kupersiapkan. Meskipun terjadi karena kebetulan, aku menjadi cukup mencolok, dan pandangan iri dari beberapa teman nampak tertuju jelas kepadaku.

Saat itu menjadi momen yang tak terlupakan, sebuah momen yang mendorongku untuk belajar lebih rajin. 

Seiring berjalannya waktu, kebiasaan untuk belajar itu mulai menjadi rutinitas, dan setiap hari aku selalu menghabiskan waktu berjam-jam di meja belajar di kamarku.

Berkat belajar setiap hari, aku bisa mendapatkan nilai yang bagus tanpa kesulitan dan diakui sebagai siswa teladan di sekolah.

Namun, hal itu hanya berlangsung sementara. Saat naik kelas, aku kembali menjadi murid yang tidak mencolok, meskipun prestasiku tetap tinggi.

Jika mencari 'siswa berprestasi' di kamus, kamu biasanya akan menemukan dua arti.


  (i) Seorang siswa yang menjadi panutan dan memiliki prestasi akademik tinggi. 

  (ii) Seorang siswa yang kurang memiliki kepribadian dan kurang menarik.


Pertanyaannya, manakah dari kedua deskripsi itu yang sesuai denganku?

Atau jangan-jangan... malah keduanya ......?


Di luar jendela yang tertutup, sinar matahari musim panas menyinari daun-daun pepohonan di pinggir jalan.

Aplikasi prakiraan cuaca di ponsel memberi peringatan bahwa hari ini akan menjadi sangat panas. 

Pendingin ruangan didalam kamar menyala, tetapi karena orangtuaku memberi tahu soal tagihan listrik yang akhir-akhir ini menjadi sangat tinggi, aku hanya bisa menyetelnya kedalam mode hemat energi.

Pendingin ruangan mendinginkan sampai batas tertentu, tetapi masih terasa cukup panas disini.

Tidak ada semangat ataupun keinginan untuk melakukan apapun. 

Tugas liburan musim panas hampir tak tersentuh. Setengah dari liburan sudah berlalu, dan meski menyadari bahwa semua ini tidak baik, aku tak punya semangat untuk kembali duduk di meja belajar.

Hari ini pun aku juga masih berbaring di tempat tidur kamarku lagi; menghabiskan waktu membaca berita online dan juga menjelajahi situs web pengunggahan video melalui ponsel.

Sebuah aplikasi berita melaporkan berita terbaru dari pertandingan bisbol sekolah menengah, menampilkan senyum penuh keringat di wajah para pelempar bola yang menang dan juga air mata di wajah para pendukung SMA yang kalah.

Di Stadion Koshien, pertandingan sengit terus berlanjut di bawah teriknya matahari. Para siswa SMA yang seumuran denganku sedang menghabiskan musim panas mereka dengan mempertaruhkan masa muda, penuh dengan semangat juang.

Namun, di sisi lain, aku malah menghabiskan hari-hari dengan bermalas-malasan, tanpa ketertarikan pada kompetisi panas semacam itu.

Yah... aku tahu. Bukan karena cuaca panas inilah yang membuatku tidak termotivasi.

Aku hanya seorang pecundang, itu saja.

Pada hari itu, ketika aku menyatakan perasaanku kepada Mebuki-san dan ditolak, hidupku sudah ditentukan sebagai seorang pecundang.

Itu adalah kekalahan yang menyedihkan. Tidak ada yang memberikan dukungan, tidak ada yang menginspirasi mimpiku, dan malah hanya membuat gadis yang kucintai merasa sedih karenanya.

Apa gunanya belajar, menyelesaikan tugas dan mendapatkan nilai bagus?

Apa artinya nilai sempurna, atau menjadi peringkat tertinggi di kelas?

Bahkan dengan semua prestasi itu, aku tetap tidak bisa mendapatkan perhatian dari satu gadis yang kusuka.

Aku berhenti dari cram school yang kuikuti setelah lulus dari SMP, dan jumlah waktu belajar yang kuhabiskan menurun sangat drastis sejak itu.

Nilai akademisku anjlok setelah masuk SMA. 

Berkat fakta tentang seberapa keras usaha dalam belajarku selama SMP, aku dapat mempertahankan nilai sampai batas tertentu, tetapi sangat jelas bahwa nilaiku pasti akan turun lebih jauh lagi di masa depan.

Sekolah yang aku masuki memiliki tingkatan kelas yang sangat tinggi, jadi aku sangat yakin aku tidak akan bisa mengikuti jika tidak mengubah situasiku saat ini.

Dengan pasti, aku tahu bahwa ini tidak baik untuk diriku sendiri. Namun, entah kenapa aku masih tak bisa menemukan makna dalam pembelajaran yang kujalani saat ini.

Bosan dengan berita online, aku mencoba mematikan ponsel sebelum akhirnya mendapatkan satu notifikasi yang tiba-tiba muncul diatas layar.

[Anda memiliki satu permintaan]

.....Permintaan?

Aplikasi yang mengirimkan notifikasi itu adalah aplikasi rekomendasi tutor yang diterbitkan oleh cram school yang kuikuti saat masih SMP, 'Ichiban Goukaku Seminar'.

Saat aku membuka aplikasi tersebut, aku mulai teringat.

Lembaga ini juga mengoperasikan layanan pengenalan guru privat sebagai tambahan dari bimbingan belajar reguler. 

Ini adalah sistem di mana orang-orang yang ingin bekerja sebagai tutor dapat dengan mudah mendaftar, dan jika mereka memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, kontrak dapat dibuat dengan mereka.

Bahkan para siswa SMA juga dapat berpartisipasi jika mereka adalah mantan anggota dari tempat tersebut.

Waktu itu kupikir aku mungkin juga bisa membantu siswa SD dalam ujian masuk SMP, jadi aku memilih untuk mendaftar disekitar waktu musim semi lalu, dengan harapan mendapatkan sedikit uang tambahan.

Namun pada kenyataannya, tidak banyak orang yang mencari seorang tutor dari siswa SMA. 

Pada awalnya aku menerima beberapa permintaan, tetapi ketika aku memberi tahu mereka tentang nilaiku saat ini, mereka spontan menolaknya.

Lama kelamaan, tidak ada lagi yang menghubungiku, dan sebulan kemudian, aku bahkan lupa kalau pernah mendaftar.

Dan sekarang, setelah sekian lama, akhirnya ada sebuah permintaan yang masuk.

Ketika membuka aplikasi, ada pesan dari pengguna bernama 'Himawari' disana. Sebuah pesan yang terlihat sangat formal dan kaku.

[Himawari: Maaf, saya benar-benar butuh seorang tutor untuk persiapan ujian. Tapi... Saya tidak punya banyak uang dan tidak mampu membayar biaya yang tinggi. Saya tahu ini mungkin permintaan yang buruk, tetapi... bisakah Anda tetap menerimanya?]

Sayangnya, peringkat prestasiku juga nol. Jadi, aku memang tak bisa meminta uang jasa yang tinggi sejak awal.

[Wakabano: Tenang saja, aku sendiri juga belum punya prestasi apa pun, jadi bayaran yang rendah pun tidak apa. Tapi bagaimana? Apa kamu tetap mau orang sepertiku untuk menjadi pembimbing ujian masuk SMP?]

Tak lama kemudian, sebuah balasan datang.

[Himawari: Saya akan memberi tahu Anda lebih banyak detailnya pada saat wawancara. Jadi, apa Anda punya waktu luang?]

Sepertinya dia tidak berniat memberikan detail apapun saat ini. Apa mungkin... ini percobaan penipuan?

Meskipun sempat berpikir untuk menolak, aku kemudian memikirkannya sekali lagi. 

Jika aku menolak permintaan ini, aku hanya akan kembali ke hari-hari penuh kemalasan yang biasa.

Lagipula ini bukan seperti kami akan langsung membuat kontrak.

Aku bisa mendengarkan detailnya terlebih dahulu dan baru mempertimbangkan lagi setelahnya.

[Wakabano: Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu, mari kita bertemu di ruang wawancara di gedung kantor pusat 'Ichiban Goukaku'.]

Di lembaga itu, sudah disediakan ruang khusus untuk wawancara.

Di sana aku juga tidak perlu khawatir akan adanya orang aneh yang muncul. Dan lagi, jika bertemu dengan mereka dan tampaknya bermasalah, aku hanya tidak perlu membuat kontrak.

Setelah menunggu sebentar, aku menerima balasan lagi, dan dia juga setuju.

Kami saling menyesuaikan jadwal yang cocok, dan akan melakukan wawancara dua hari lagi.


🔸◆🔸


Pada hari wawancara untuk kontrak les privat, langit mendung sejak pagi.

'Ichiban Goukaku Seminar' adalah sebuah lembaga bimbingan belajar yang didirikan lebih dari tiga puluh tahun yang lalu di daerah ini. 

Awalnya, tempat ini hanya sebuah lembaga kecil milik perorangan. Namun, dengan perlahan, tempat tersebut mulai berkembang dan meningkatkan ketenarannya melalui iklan di televisi dan media cetak.

Kini, tempat ini telah menjadi lembaga bimbingan belajar besar dengan kehadiran yang meluas hingga ketingkat nasional.

Kantor pusat dari lembaga ini adalah sebuah bangunan 10 lantai di jalan utama di depan stasiun.

Gedung ini lebih besar dari tempat kursus cabang, yang dulu biasa aku ikuti untuk mengikuti bimbingan belajar ujian masuk SMP dan SMA.

Selain sebagai kantor, gedung ini juga memiliki ruang kelas untuk kursus ujian masuk universitas di beberapa lantainya.

Meskipun kelas reguler biasanya diadakan pada malam hari, sekarang adalah liburan musim panas. 

Di lobi depan, sejak siang hari, ada banyak siswa SMA yang mengikuti kursus musim panas. Mereka terlihat datang dan pergi walaupun masih siang hari.

Aku memberi tahu staf di meja resepsionis di bagian belakang lobi tentang tujuan kunjunganku, lalu naik lift ke lantai dua gedung. 

Di koridor, aku menemukan deretan ruangan kecil yang dipisahkan oleh bilik-bilik. Aku membuka aplikasi di ponselku dan mengonfirmasi nomor ruang wawancara yang telah kami pesan.

Saat tiba di depan ruangan, aku bisa melihat bayangan seseorang dari balik pintu kaca yang buram. Sepertinya klienku sudah datang lebih dulu. 

Tak peduli betapa tidak bergairahnya diriku hari ini, aku tetap tidak boleh menunjukkan wajah muram sejak awal.

Sambil membuka pintu, aku menyapa dengan senyuman tulus, "Selamat siang, aku Wakabano Eito, terima kasih sudah menunggu---"

Seketika, aku terdiam. Aku juga bisa merasakan senyumku membeku. 

Klienku---yang duduk dibelakang meja bundar---menatap lurus kearahku.

Matanya besar, seperti bola dunia. 

Rambutnya yang lembut terulur melewati bahunya. 

Dia mengenakan seragam sekolah yang segar, sesuai dengan tema musim panas.

"Mebuki... San?"

"Sudah lama ya... Wakabano-san."

Dengan senyuman anggun dan menggemaskan, Mebuki Hinata berkata. 

Setelah tidak bertemu selama setengah tahun, Mebuki-san kini terlihat lebih dewasa dan lebih cantik daripada sebelumnya.

"Ah ya... sudah lama sekali, bukan? Apa kamu yang memintaku menjadi tutor untuk les privat itu, Mebuki-san?"

"Ya. Aku menemukan namamu di aplikasi dan mengetahui bahwa kamu sedang mencoba bekerja paruh waktu sebagai tutor untuk les privat. Dan waktu itu, aku merasa sedikit enggan menyebutkan nama di aplikasi. Jadi aku memutuskan diam sebelum wawancara."

"Meski sudah menjadi anggota di kursus, kamu masih mencoba les privat juga?"

"Ehm, tidak... Aku sudah bukan anggota kursus itu lagi...."

Mebuki-san... berhenti dari kursus?


TL/N:

Mulai sekarang, cram school akan disebut kursus atau bimbel demi fleksibilitas dalam berbagai kalimat.


Saat ini, dia berada pada tahap paling penting dalam ujian sekolahnya. Tapi kenapa dia malah berhenti tepat pada saat-saat seperti ini?

Ah! Sebelumnya, dia pernah bilang 'aku tidak punya banyak uang'. Apa dia berhenti kursus karena alasan keuangan?

Aku benar-benar ingin tahu alasannya, tetapi rasanya sulit sekali untuk bertanya karena ini menyangkut masalah pribadi.

"Jadi, apa kamu ingin menyewa tutor untuk les privat sebagai pengganti kursus? Meskipun seharusnya biaya untuk les privat cukup tinggi, itu adalah bimbingan khusus satu-lawan-satu, dan bahkan bisa menghabiskan lebih banyak uang daripada biaya kursus, bukan?"

"Begitulah. Aku mencoba mencari-cari seorang tutor di aplikasi, tapi guru-guru yang berasal dari universitas bergengsi ternyata sangat mahal. Selain itu, sulit untuk mendapatkan jadwal kosong dengan mereka..." 

"Di semester dua, persiapan untuk ujian juga semakin serius, bukan?" 

"Itu benar. Lalu, jika aku melonggarkan kriteria, mungkin ada juga seorang pembimbing yang lebih murah dengan banyak waktu luang. Meski akan sulit untuk menilai keahlian mereka sebagai guru itu sendiri."

Tak peduli seberapa banyak kamu belajar, jika guru yang membimbingmu tidak cukup baik, maka nilaimu akan sulit untuk naik.

Apalagi sebagai guru privat, dengan sesi belajar satu-lawan-satu yang sangat individual, kemampuan untuk mengadaptasi metode pengajaran sesuai dengan siswa dan kesesuaian personalitas juga sangat penting.

"Aku merasa kalau itu tidak mungkin, jadi aku menyerah dan melakukan pencarian dengan setengah hati. Lalu disaat itulah aku menemukan namamu. Dengan biaya yang ditawarkan... Sepertinya aku masih sanggup membayarnya."

"Biaya les privat yang kutawarkan memang rendah sejak awal. Selain tak punya pengalaman, aku juga tak bisa menjamin keterampilanku sebagai pembimbing dalam les privat."

"Tapi tetap saja. Aku teringat pada masa lalu. Tahun lalu, Wakabano-san sudah berhasil meningkatkan nilaiku. Jadi, kupikir, mungkin kali ini juga bisa... Saat ini, aku tak punya orang lain lagi yang bisa kumintai bantuan..."

Memang benar bahwa aku pernah membantu Mebuki-san belajar sebelumnya. Selama periode itu, nilai-nilainya memang berkembang cukup bagus.

Meski begitu, aku merasa terganggu. Kupikir aku hanya akan mengajar siswa SD untuk ujian masuk SMP.

"Aku masih di tahun pertama SMA. Tak mungkin bagiku untuk bisa mengajar tentang ujian masuk SMA."

"Tapi kamu lulus ujian masuk ke Tokinosaki Gakuen!"

"Ada perbedaan besar antara lulus sendiri dengan membantu orang lain untuk lulus. Tentu saja, kamu adalah siswa yang sangat baik, jadi aku yakin kamu akan bisa lulus. Terlebih lagi, saat ini... aku benar-benar tak akan bisa membantumu."

"Tolong jangan mengatakannya seperti itu sampai kamu melihat nilaiku saat ini....."

"Apa mungkin nilaimu merosot?"

"....."

Dia tidak menjawab, tapi sepertinya itu memang benar.

Meskipun pada dasarnya dia cerdas, sulit untuk membayangkan bahwa dia tidak bisa mengikuti pelajaran kelas tiga SMP.

Meski begitu, dari pengamatan yang kulakukan saat membantu dia belajar sebelumnya, aku memang mendapat kesan bahwa metodenya belajarnya memang cukup berantakan.

Mebuki-san memiliki pemikiran yang cepat, dia dapat memahami banyak hal secara intuitif, tetapi terkadang itu malah membuatnya sulit untuk belajar secara sistematis.

Jadi, jika saja aku bisa membantu di area yang abu-abu itu, mungkin saja dia bisa menunjukkan potensi dirinya yang sebenarnya.

Setelah memikirkannya sejenak, aku menggelengkan kepala.

"Maaf, aku tetap tidak bisa melakukannya."

"Kenapa...?"

"Aku pernah menyatakan perasaan pada Mebuki-san tepat sebelum lulus dan kamu menolakku. Meskipun itu sudah menjadi cerita yang berakhir dan aku tidak memikirkannya lagi, tetapi karena kejadian itu pernah terjadi diantara kita, aku merasa tidak cocok menjadi tutor untuk les privat mu."

Mungkin sedikit bohong jika aku mengatakan bahwa semua itu sudah berakhir. Bahkan sampai saat ini pun, aku masih terbayang-bayang oleh beban dari cinta yang gagal saat itu.

"Aku ingat pengakuanmu... Tapi aku sudah mengatakan perasaanku padamu waktu itu..."

"Aku mengerti apa yang kamu rasakan. Hanya saja... Aku tak tahu lagi bagaimana lagi harus bersikap."

"Aku.. hanya ingin diperlakukan seperti dulu, seperti saat kamu membantuku belajar. Aku juga tidak marah atas pengakuannya, jadi selama kamu bisa tetap bersikap seperti biasa, itu sudah cukup bagiku."

"Satu hal lagi. Nilaiku saat ini juga cukup rendah. Aku sedang mengalami kesulitan dalam pelajaran, jadi aku tidak punya kemampuan ekstra untuk menjadi guru privat."

Jika aku bisa membantu Mebuki-san, aku ingin membantunya.

Tapi... bagi diriku yang sekarang, itu mustahil. Aku tidak punya kepercayaan diri seperti itu sekarang.

"..........Aku mengerti. Aku minta maaf karena memanggilmu hari ini, tepat disaat liburan musim panasmu."

"Tidak, tidak. Aku juga senang bisa melihat wajahmu untuk pertama kalinya setelah sekian lama."

"Aku juga senang melihatmu. Karena kamu sudah masuk ke Tokinosaki Gakuen, akan sangat disayangkan jika kamu tidak belajar dengan baik."

"Tentu. Aku juga akan berusaha dalam belajar. Semoga berhasil dengan ujianmu, Mebuki-san."

Setelah wawancara selesai, kami pun meninggalkan tempat duduk kami.

Kami berjalan keluar dari bilik dan menuju ke panel kunci elektronik di sebelah pintu untuk menyelesaikan prosedur.

Namun, karena ini pertama kalinya aku menggunakan sistem ini, aku membutuhkan waktu cukup lama karena kesulitan.

"Kalau begitu, aku akan meninggalkanmu sendiri. Wakabano-san, selamat tinggal."

Mebuki-san mengucapkan selamat tinggal dan berjalan meninggalkanku.

Setelah menyelesaikan prosedur dan tiba di depan lift, aku sudah tidak bisa melihat kehadirannya.

Dengan ini, sepertinya tidak akan ada lagi kesempatan untuk bertemu dengan Mebuki-san. Sambil merasa lega dan sekaligus sedikit kesepian, aku menunggu kedatangan lift.

.

.

.

Turun dari lift dan kembali ke lobi, aku berjalan menuju pintu keluar tanpa ada yang bisa dilakukan.

"Wakabano!"

Suara laki-laki tiba-tiba memanggilku, dan aku reflek menoleh ke belakang untuk melihat tiga anak laki-laki di dekat mesin penjual otomatis di lobi. Salah satu dari mereka... aku mengenalnya.

Waktu SMP, kami pernah mengikuti kelas yang sama di tempat kursus. Dia termasuk salah satu anggota berprestasi di antara kelas kami. Bahkan setelah lulus SMP, dia masih terus berlangganan kursus ujian masuk universitas untuk mencapai universitas bergengsi.

"Bukannya kau berhenti dari tempat kursus? Jadi, apa yang kau lakukan di gedung pusat ini?"

"Aku datang hanya karena beberapa urusan."

Seorang anak laki-laki di sebelahnya bertanya.

"Siapa dia? Kenalanmu?"

"Bukan, kami tidak begitu akrab sih. Aku hanya berpikir dia seseorang yang tidak biasa."

Karena sepertinya tidak ada urusan khusus, aku melambaikan tangan dan mulai berjalan pergi.

Beberapa langkah lebih jauh, aku berhenti. Aku bisa mendengar mereka bergosip di belakang.

"Apa kalian tahu? Aku dengar dari orang-orang Tokinosaki kalau nilainya merosot drastis. Dia tak bisa mengikuti pelajarannya lagi, maka dari itu dia kabur dari tempat kursus."

"Ahh..."

Campuran rasa kasihan dan cemooh terdengar.

Aku tidak bisa menahan diri dari apa yang mereka katakan. Tapi... terlepas dari itu semua, tidak ada yang bisa kulakukan.

Aku hanya bisa berpura-pura tidak mendengar dan pergi secepat mungkin. Saat hendak melanjutkan langkah, aku merasakan pandangan seseorang dari arah lain.

Menoleh ke samping, terlihat ada Mebuki-san yang bersembunyi di balik pilar, sambil menatapku dari kejauhan.

Memalukan. Aku merasa seolah-olah sedang memperlihatkan penampilan yang paling buruk di hadapannya.

Haa... sialan!

Terdistraksi oleh rasa frustasi yang memuncak, aku tanpa sadar mendekati kelompok tiga orang itu.

"Aku tak pernah melarikan diri sialan! Aku hanya tersesat!"

"Oh, ya?"

"Menghabiskan waktu setiap hari di tempat kursus dengan belajar keras? Apa gunanya itu? Sekolah bagus? Universitas bagus? Apa yang ingin kau capai dengan lulus di tempat-tempat seperti itu? Tidak ada yang kau dapatkan! Hanya kepuasan diri belaka! Tidak ada artinya terus-menerus belajar tanpa mendapatkan apa-apa!"

Karena tiba-tiba berbicara dengan keras. Orang-orang di sekitar mulai melihat ke arah kami.

Kelompok tiga orang itu mengangkat alis, dengan jelas ekspresinya seolah mengatakan 'ada apa dengan bajingan ini?', lalu sedikit menjauh.

"Hei, hei, kau tahu? Sindrom yang muncul karena terlalu serius memikirkan tentang 'makna belajar' dan semacamnya? Sebaiknya kau lewati fase itu saat masih di SMP saja, gahaha."

Disertai tawa cemooh, mereka pergi menjauh.

Aku memandang tempat di mana Mebuki-san berada, tapi dia sudah tidak terlihat disana.

Dengan perasaan yang campur aduk, aku keluar, dan rintik-rintik air hujan tiba-tiba mulai turun, memberikan sentuhan dingin pada hati yang telah hancur.


🔸◆🔸


Kupikir masih sempat untuk bisa sampai di halte bus saat hujan masih rintik-rintik, tapi ternyata aku terlalu naif.

Hujan mulai mengguyur jalanan dengan begitu derasnya. Aku terpaksa berlindung di bawah atap toko yang sudah tutup.

Termenung, aku menatap langit yang tertutup awan hujan sebelum mendengar suara langkah kaki berhenti di dekatku. 

Dia pasti datang untuk berteduh dari hujan. Ketika aku menoleh ke arah orang itu untuk memberi ruang, aku melihat dia sedang menatapku sambil membawa payung.

"Kamu tidak bawa payung? Prakiraan cuaca bilang hari ini bakal turun hujan, tahu?" Kata Mebuki-san, sambil melihat kemejaku yang basah.

"Aku tak melihat ramalan cuacanya. Haa... siapa sangka hujan turun begitu cepat."

"Wakabano-san, sepertinya kamu benar-benar acuh tak acuh dengan hal-hal selain pelajaran, ya?"

"Tidak juga, aku juga... memikirkan hal-hal selain belajar juga kok. Misalnya..."

Aku terhenti sejenak sebelum bisa melanjutkan kata-kata.

"Misalnya, apa?"

"....."

"Fuhaha, lihat! Ternyata kamu memang hanya memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan pelajaran saja. Haa... kamu tidak berubah sama sekali."

Dengan senyum nostalgia yang terlihat seperti sedang mengingat masa lalu, dia menutup payungnya dan berdiri di sampingku.

"Wakabano-san, kamu ingat? Dulu saat kusapa di ruang belajar, kamu selalu begitu fokus sampai tidak menyadari kehadiranku. Aku benar-benar terkesan. Bukan hanya karena terpaksa, tapi kamu benar-benar menikmati prosesnya. Melihatmu seperti itu, aku merasa seperti mendapatkan pelajaran berharga. Bagiku, Wakabano-san adalah guru sejati. Bahkan sekarang, aku masih berpikiran seperti itu. Jadi, kumohon, aku tidak ingin mendengar kata-kata seperti 'belajar tidak memiliki arti' atau 'hanya untuk kepuasan diri' darimu."

Mebuki-san menunduk dengan tatapan mata sedih.

"Kemana perginya 'sensei'-ku yang dulu itu pergi?"

"Memang benar kata-kata tadi terlalu keras. Tentu saja banyak orang yang belajar dengan tujuan mulia. Tapi bagiku, tidak ada tujuan seperti itu. Jika bisa mendapat nilai bagus, semua orang akan mengenalku sebagai siswa berprestasi. Aku adalah seorang membosankan yang belajar hanya untuk kepuasan diri semacam itu."

"B-begitu ya..."

"Maaf, hanya bisa memberikan jawaban seperti itu. Padahal, kamu sudah datang dengan baik-baik."

"Aku ingin mendengar kata-kata Wakabano-san... Atau lebih tepatnya kata-katamu, Sensei! Aku harap kamu bisa mengatakan bahwa semua yang kamu katakan sebelumnya itu bohong, dan bahwa sebenarnya masih ada harapan dalam semua usaha ini."

Mebuki-san mengangkat wajahnya dan melihat ke langit. Hujan yang turun dengan deras tadi mulai mereda. Sinar matahari mulai menerobos dibalik celah-celah awan hitam.

"Dengan begini, sepertinya aku sudah bisa lanjut pergi. Permisi..."

"Ya. Hati-hati, jalanannya basah."

"Satu lagi, sensei. Kupikir..... Kamu lebih menarik daripada yang kamu pikirkan."

"Apa? Kenapa?"

"Jika kamu benar-benar orang yang membosankan, kurasa kamu bahkan tidak akan peduli dengan arti belajar. Baiklah, semoga berhasil kali ini!"

Dengan senyum lembut di akhir, Mebuki-san berbalik dan berjalan pergi.

Aku orang yang menarik? Bukan orang yang membosankan? Ini pertama kalinya ada orang yang mengatakan itu padaku.

"Mebuki-san!"

Aku memanggilnya.

"Kenapa, kenapa kamu ingin menyewa guru privat untuk mengikuti ujian masuk? Pasti ada banyak SMA yang lebih mudah dimasuki diluaran sana! Apa yang kamu cari sampai-sampai berusaha sekeras itu?!"

"Aku... Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa. Aku ingin bukti bahwa aku punya kekuatan untuk maju sendiri."

"Bukti?"

"Aku ingin memastikan bahwa aku punya kekuatan untuk memutuskan sekolah yang aku inginkan, lulus dengan kemampuanku sendiri, dan mencapai sesuatu dengan semua itu. Mungkin ini hanya pencapaian pribadi yang tidak berguna. Mungkin tidak akan berguna untuk apa-apa. Namun aku tetap ingin membuktikan potensi itu, aku ingin melakukannya, dan aku ingin mengukur sejauh mana kemampuan itu bisa membawaku!"

Aku terpana oleh sorot matanya saat dia berbalik.

Sungguh kegigihan yang menyilaukan.

Ini adalah pertama kalinya aku melihat ekspresi tekad seperti itu di wajahnya.

Mengikuti ujian masuk untuk mengetahui seberapa jauh kemampuannya.....

Mungkin begitu. Dia mungkin mengikuti ujian untuk mengetahui seberapa baik dia menghadapi dunia.

Untukku, aku kehilangan kepercayaan pada nilai diri sendiri setelah kehilangan cinta, sampai dititik aku mulai enggan menyelami esensi diriku lagi. 

Aku tidak pernah lagi melihat pentingnya mempelajari dan mempertanyakan kapabilitasku sendiri kepada dunia.

"Aku... aku... selalu yakin bisa melakukannya. Tapi... aku tidak punya cukup kekuatan. Aku tidak punya kemampuan untuk bisa belajar sendiri dan membuktikan semua itu....."

Saat melihat bibirnya bergetar karena penyesalan, aku mulai yakin. Aku juga menyadari satu-satunya hal yang harus kulakukan saat ini.

Hatiku terasa sesak, tapi ada semacam dorongan yang muncul.

Meskipun tidak yakin, aku merasa sangat ingin mendukungnya saat dia berjuang sendirian untuk ujian masuk seperti ini.

"Bolehkah aku membatalkan penolakanku sebelumnya? Aku ingin kamu menerima permintaanku untuk menjadi tutor les privatmu.”

“Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba?”

"Aku juga ingin melihat apa saja yang bisa aku lakukan. Jika aku menjadi guru privat Mebuki-san, mungkin saja... aku akan mengetahui makna sebenarnya dari belajar. Itulah yang aku rasakan."

“Lalu, apa kamu benar-benar mau? Menjadi guru privat ku!?”

"Ayo belajar lagi seperti waktu itu. Sekarang aku sudah selesai belajar untuk ujian masuk, jadi seharusnya aku bisa berkonsentrasi untuk melihat Mebuki-san belajar lebih dari sebelumnya."

Wajah Mebuki bersinar terang, seperti matahari cerah yang mengintip dari balik awan.

"Aku senang sekali! Terima kasih banyak, Sensei!"

"Meskipun aku seorang tutor yang sangat awam, tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk bisa membantu Mebuki-san masuk ke sekolah pilihannya."

Hujan sudah reda sepenuhnya, dan genangan-genangan air di jalanan memantulkan gambaran langit yang mulai diwarnai matahari senja.

"Jika aku memutuskan untuk melakukan itu, ini akan menjadi cukup sibuk. Pertama, aku harus mendapat izin dari sekolah."

"Ini akan menjadi pekerjaan paruh waktu bagimu, kan? Apa sesulit itu untuk mendapatkan izin?"

"Menurut peraturan di Tokinosaki Gakuen, ketika kamu bekerja paruh waktu, kamu diharuskan untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut tidak membebani studimu dan itu adalah sesuatu yang dapat kamu pelajari kedepannya. Kamu juga harus menuliskannya di formulir pengajuan."

"Begitu... aku minta maaf karena telah banyak merepotkanmu."

"Jangan khawatir. Aku menerima pekerjaan ini karena kupikir itu juga akan baik untukku. Selain itu, aku yakin mereka akan menerimanya bahkan selama liburan musim panas, jadi ini saat yang tepat untuk menulis pengajuan."

Saat kami berdua berjalan berdampingan, aku melihat sekilas wajah Mebuki-san, dia terlihat sangat ceria.

Aku tak pernah menyangka akan tiba saat dimana kami akan belajar bersama lagi.

Meskipun begitu... masa lalu tidak akan bisa kembali lagi.

Ingatan akan pengakuan dan rasa cintaku tidak akan bisa hilang begitu saja. 

Kenangan menyakitkan saat itu masih melekat jauh di dalam dadaku. Tentu saja, dia sendiri juga tidak akan pernah lupa tentang fakta bahwa dia pernah mencampakkanku.

Tapi mulai sekarang, Mebuki-san dan aku akan menjadi guru dan murid yang sebenarnya. 

Meninggalkan jejak masa lalu, kami harus mulai mengambil langkah pertama dalam hubungan yang baru ini.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close