NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Gyaru ni mo Fukezu Jilid 1 Prolog

 

Penerjemah: Randika Rabbani 

Proffreader: Randika Rabbani 

Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


Prolog

“Angin Lhatov”


Bagian 1

Takkan kalah oleh para gyaru.

Takkan kalah oleh teman-temanku.

Takkan kalah oleh orang tua maupun adikku.

Demi melindungi senyumanmu yang berharga.

Tidak pernah ragu.

Tidak pernah goyah.

Selalu belajar dengan tenang.

Aku ingin menjadi orang yang seperti itu.

Aku, yang menuliskannya di balik pembatas buku, menyelipkan pembatas buku dan pulpen ke dalam buku, lalu berbaring telentang.

Kuletakkan buku di dadaku, dan ketika kuarahkan pandanganku ke samping, terlihat permukaan danau yang tenang memantulkan keindahan dari Gunung Iwate.

Di sini, adalah Danau Takamatsu yang terkenal dengan angsa-angsa yang bermigrasi ketika musim dingin.

Saat ini, aku sedang berbaring di bangku tepi danau.

Ketika kuarahkan pandanganku ke langit, ranting-ranting pohon sakura berdaun hijau bergoyang dengan lembut.

Sama seperti hatiku saat ini. 

Sejak bertemu dengan gadis gyaru itu, hatiku selalu gelisah seperti daun ini.

Apakah dia sudah sampai di rumah sekarang? Apakah dia sedang menurunkan barang bawaannya lalu beristirahat? Atau mungkinkah dia sedang mandi? Apa yang sedang dia lihat?, apa yang sedang ada dipikirannya?

Aku sangat penasaran. 

Sekali mulai memikirkannya, hal itu terus berputar-putar di kepalaku. 

Padahal baru saja aku menulis "tidak pernah goyah", tapi aku sudah goyah.

"Haa..."

Perasaan sedihku keluar menjadi helaan napas.

Saat kubayangkan wajahnya yang membuatku penasaran pada awan putih yang mengambang—

"Yukki, ketemu!"

"Hiii!"

Aku terkejut karena tiba-tiba sosok aslinya muncul.

Dengan tangan terlipat di belakang tubuhnya, dia menatapku dari atas dengan tatapan nakal, dia adalah gadis gyaru di kelasku— Shibusawa Mikane.

Rambut panjang hitam kebiruannya yang mencapai pinggang, bergelombang dan berkilauan bak cahaya Bima Sakti.

Di samping wajahnya yang cantik, ada sepasang anting-anting hijau berkilauan.

Dia mengenakan pakaian yang agak terbuka dan modis.

Meskipun pakaiannya seperti itu, dia tidak terlihat vulgar karena ekspresi dan setiap gerakannya selalu cerah dan ceria.

"Ja...jangan begitu.... Aku pikir jantungku akan berhenti."

Aku duduk dengan ekspresi seperti habis makan sesuatu yang pahit.

"Maaf, maaf. Tapi, apa yang sedang kamu pikirkan sambil berbaring di tempat seperti ini?"

"Apanya… Yah—"

Aku tidak mungkin mengatakan bahwa ‘aku sedang memikirkanmu’, itu terlalu memalukan.

Saat aku tergagap, dia berkata, "Mau aku tebak?"

Sikapnya yang percaya diri agak menakutkan, tapi kalau aku menghindar sekarang, rasanya seperti mengakui kekalahan. 

Yah, dia tidak bisa melihat isi hatiku, jadi kalaupun dia benar, aku hanya perlu pura-pura tidak tahu.  

Dengan begitu aku merasa tenang, dan berkata, "Silakan," sambil mengulurkan tanganku.

Mikane melipat tangannya dengan semangat dan melihat ke atas sambil berkata, "Hmm..."

Setelah berpikir sejenak, dia menjentikkan jarinya.

"Aku tahu! kamu sedang memikirkan warna rambut apa yang akan kamu warnai selanjutnya!"

Eh? Rambut? 

Tebakannya benar-benar meleset, atau lebih tepatnya, terlalu jauh dari dugaanku sampai aku bingung.

"Tidak, aku tidak pernah mewarnai rambutku. Aku juga tidak berencana mewarnainya, dan tidak pernah terpikir untuk mewarnainya."

"Salah ya? Hmm…kalau begitu, kamu sedang berpikir 'sudah waktunya pergi ke tanning salon', gitu?"

"Tidak pernah terpikir! Memangnya kamu pikir aku ini siapa? Lagipula, apa anak SMA dibolehkan pergi ke tanning salon?"

"Ahahaha."

Dia tertawa dengan gembira.

"Aku bercanda. Mana mungkin Yukki memikirkan hal seperti itu. Hmm, kalau hal yang mungkin dipikirkan Yukki..."

Dia membuka jari-jarinya satu per satu, seperti menghitung. Dia agak berbisik, “Kalau itu adalah kamu, kalau bukan ini.. pasti itu.. atau mungkin yang itu..”

"Mungkin ada tiga hal. Kalau dilihat dari ekspresimu saat terkejut melihatku—"

Dia menunjuk dirinya sendiri dengan bangga,

"Kamu pasti sedang memikirkanku, kan?"

"—!!"

Ya...yah... Aku reflek mengalihkan pandanganku...

Entah disengaja atau tidak, Setelah membuatku lengah dengan tebakan mewarnai rambut dan salon tanning, dia langsung menebak dengan tepat sasaran.

...Apakah dia sudah tahu?

Mikane menatapku dengan ekspresi bangga.

(TLN : senyum smug gitu)

Aku malu dan buru-buru mencoba mengganti topik pembicaraan.

"Ng—ngomong-ngomong, kenapa kamu ada di sini? Bukankah seharusnya kamu sudah sampai di rumah sekarang, kan?"

"Ah, itu..."

Sambil berbicara, dia meluruskan punggungnya dan meletakkan tangannya di belakang.

"Aku datang langsung karena ada yang ingin kulaporkan. Mao-chan yang memberi tahuku bahwa kamu ada di sini."

"Laporkan? Ah, begitu..."

Ada tas travel besar di kakinya.

Sepertinya dia pergi dari stasiun lalu menuju ke rumahku, dan di sana dia diberi tahu bahwa aku ada di sini. Ngomong-ngomong, "Mao-chan" adalah adikku.

Terburu-buru seperti ini, ada apa sebenarnya? Sesuatu yang harus dikatakan secara ‘langsung’? Dia menggunakan kata "laporan" daripada "memberitahu" juga terasa aneh.

"...Jadi, ada laporan apa?"

"Itu..."

Pada saat itu, angin bertiup kencang di langit, dedaunan berdesir, rerumputan bergoyang, dan ranting ranting pepohonan berbunyi.

Meskipun mulut Mikane bergerak, aku tidak bisa mendengar kata-katanya.

Aku menekan rambutku yang berantakan dengan satu tangan dan menyipitkan mata agar tidak kemasukan debu.

Ngomong-ngomong, angin seperti ini juga bertiup pada hari itu....


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close