NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Hitoribocchi no Isekai Kouryaku V1 Chapter 18

 


Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena


HARI KE-18

PAGI

Kenapa Dia Tidak Bisa Mengerti? Mungkin Ada Kendala Bahasa Di Sini.

PERKEMAHAN


DI DEPAN TENDA

SAYANGNYA, aku belum punya kemampuan Flight atau Missile Launch. Di sisi lain, aku juga tidak mendapat kemampuan Stall atau Crash Landing.


Pagi itu, semua orang berlama-lama, pergi ke sungai untuk membasuh wajah mereka setelah akhirnya bangun. Kami sarapan ikan. Aku menikmatinya selagi bisa. Aku tidak ingin meninggalkan sungai dan kembali makan jamur terus-menerus.


Akhirnya kami berhasil keluar dari hutan. Semua orang senang bisa sampai sejauh ini. Di sini kami bisa mengintai lebih mudah, tetapi bukit-bukit masih membuatnya sulit untuk melihat jauh ke depan. Bukit-bukit ini juga menghalangi kemampuan Clairvoyance.


Apakah aku harus mencoba “terbang” lagi? Itu cukup menyenangkan, meskipun sebenarnya aku belum bisa disebut terbang kalau ujung-ujungnya jatuh ke tanah. Kalau saja aku bisa menemukan cara untuk tidak jatuh. Walaupun di penerbangan pertamaku tidak mengalami macet, pada akhirnya aku tetap terjatuh. Tapi aku ingin belajar terbang, bukan mendarat! Dalam seribu tahun pun, manusia tidak akan bisa terbang. Dunia fantasi seharusnya membiarkan kita melanggar aturan itu!


Baiklah, pasti ada cara untuk melakukan pendaratan yang aman. Belajar keterampilan terbang yang sebenarnya mungkin bagus, tapi mungkin juga itu tidak akan membantu dalam pendaratan. Aku mulai memikirkan pilihan sambil meninjau statusku.


Walking, Movement, dan Weight magic membantuku saat lepas landas, dan aku menggunakan Packing dan Magic Infusion untuk mendarat. Flight adalah salah satu jenis gerakan, jadi mungkin Movement bisa meningkatkan kemampuan terbangku—mungkin aku harus terus menggunakan Movement setelah lepas landas? Aku bisa memperlunak pendaratanku dengan Wind Magic, dan itu seharusnya bisa membuat pendaratanku tetap stabil?

Kalau dipikir-pikir, bagaimana kalau aku mencoba menggunakan Wind Magic saat di udara? Itu baru namanya terbang!


“Hei! Hellooo. Haruka-kun, dengarkan aku!”


Hah? Apa aku sudah terbang? Apakah itu suara merdu peri galaksi?


“Apa kamu dengar satu kata pun dari apa yang aku katakan?”


Wah, dia bikin aku kaget! Suara Ketua Kelas terdengar persis seperti Sheryl Nome dari Macross Frontier!

(TLN:Sheryl Nome adalah salah satu karakter utama dari Macross Frontier, seri anime yang terkenal dengan elemen musik dan mecha. Sheryl dikenal sebagai “Galactic Fairy” dan merupakan penyanyi terkenal dalam cerita tersebut)


“Kamu tidak mendengar suara aneh di sana?” lanjutnya. “Bisa tidak kamu cek dengan Clairvoyance… seperti yang sudah kuminta berkali-kali?”

“Tentu, tunggu sebentar. Wah, sepertinya ada orang yang sedang diserang monster! Ada sekelompok pria tua berzirah, pemanah, dan pengguna sihir. Totalnya enam orang manusia!”

“Kira-kira apakah mereka baik-baik saja?” tanya Ketua Kelas, terlihat sangat cemas pada orang-orang tua itu. Aku memperhatikan mereka dengan khawatir. Hanya karena mereka diserang monster bukan berarti mereka ramah.


Kalau mereka pencuri, mereka mungkin akan merampok kami setelah kami menolong mereka. Aku khawatir pada anak-anak perempuan. Meski ada bahaya, mereka lebih memilih mengusir anak-anak nakal daripada membunuh mereka. Alhasil, para nakal itu balas dendam dan mengejar para kutu buku. Ketua Kelas dan teman-temannya terlalu mudah memaafkan penjahat.


Itulah alasan utama kenapa aku menemani mereka ke kota: manusia lebih berbahaya daripada monster.


“Haruka-kun dan siapa pun yang cepat, ayo kita bantu mereka!”

“Kita tidak akan sempat kalau dari sini. Lagi pula, bagaimana kalau ternyata mereka bandit atau pencuri?”


Dari yang kulihat, ada pria tua berzirah, seorang pengguna pedang, pengguna tombak, pemanah berambut panjang berlindung di balik kereta, seorang penyihir berkerudung, dan satu lagi. Secara kasat mata mereka terlihat terhormat, tapi siapa yang bisa menjamin sifat asli mereka? Justru karena mereka terlihat terlalu bisa dipercaya, kami tidak seharusnya begitu saja menolong mereka. Tidak ada alasan untuk membantu mereka.


Monster-monster yang menyerang mereka tampak seperti serigala atau anjing—mereka bukan manusia berkepala anjing seperti kobold, melainkan makhluk yang belum pernah kami lihat. Ada tiga puluh makhluk itu, dan mereka bergerak seperti menggunakan Pack Tactics. Jika para pria itu lengah sedikit saja, mereka akan dicabik-cabik. Bahkan kalau anggota kami yang tercepat berlari langsung ke pertempuran, para manusia itu masih kalah jumlah secara brutal.


“Kalau mereka mencoba menyakiti salah satu dari kita, aku sendiri yang akan menyingkirkan mereka,” kata Ketua Kelas. “Tapi kita tidak tahu kalau mereka jahat, jadi aku tetap ingin membantu mereka. Kita tidak bisa melakukannya sendiri, jadi tolong bantu kami!”


Aku sudah menduga dia akan berkata begitu. Pergi ke kota akan sia-sia jika dia tidak bisa percaya pada siapa pun yang ditemui. Itu sebabnya aku ingin menghindari orang—lebih baik aku berhati-hati dan lebih sedikit percaya pada orang lain.


Pikirannya terasa sedikit naif bagiku, tapi dia juga punya tekad untuk melakukannya. Aku tidak tahu bagaimana hasilnya, tapi kurasa kami akan baik-baik saja selama kami belajar dari setiap kesalahan. Itu sebabnya aku di sini.


“Baiklah, aku akan bantu juga,” kataku. “Tapi tetap waspada setiap saat.”

“Tentu. Kita akan aman!”


Tidak mungkin aku bisa sampai tepat waktu kalau berlari biasa. Jujur saja, ini judi apakah aku akan sampai walaupun dengan menggunakan sihir Movement, Walking, Magic Infusion, dan Weight sekaligus.


Saat aku berlari, aku menggunakan Magic Infusion untuk memperkuat tubuh dan Weight magic untuk meringankan tubuhku. Aku juga menerapkan Movement dan Wind magic dan mengarahkannya ke langit. Kemarin ini terasa seperti menembakkan diriku ke langit, tapi sebenarnya lebih seperti berlari di udara.


Semuanya terjadi dalam sekejap. Pemandangan yang kulihat lewat Clairvoyance muncul lebih cepat dari kedipan mata. Astaga, aku tidak bisa berhenti! Aku memperlambat diri dengan menabrak belasan serigala, membuat mereka terlempar, terjerat, terjatuh, menabrak serigala demi serigala, dan mencerai-beraikan mereka secara liar. Kenapa aku belum bisa menemukan cara untuk berhenti dengan aman?


“Kalian baik-baik saja?” tanyaku.

“Kau—kau baik-baik saja?!” mereka berteriak.


Mereka tampak tidak terluka. Para serigala tidak seberuntung itu—lebih dari setengahnya tumbang.

Kecelakaan lalu lintas yang malang, pikirku.


Aku tidak bisa melihat serangannya dari tempat awal, tetapi aku langsung sampai di sana. Kecepatanku pasti mencapai ribuan meter per detik—perkiraan konservatifnya, aku menempuh sekitar delapan kilometer dalam sepuluh detik. Artinya aku terbang lebih cepat dari dua ribu mil per jam—jauh di atas kecepatan suara. Harusnya aku sudah menghasilkan ledakan sonik, bukan?


Pantas saja para serigala mati saat bertabrakan denganku. Serigala-serigala yang kutabrak langsung meledak seperti kembang api berdarah. Hal ini menyebabkan reaksi berantai, karena bagian tubuh mereka yang terpental masih memiliki momentum yang cukup untuk membunuh serigala-serigala lainnya. Meski yang lain juga pecah, tubuh mereka tidak cukup kuat untuk membunuh serigala yang tersisa. Mungkin aku memang menghasilkan ledakan sonik? Awan debu mengepul di sekelilingku.


Aku mengusirnya dengan Wind Magic dan berjalan mendekati orang-orang tua itu.


“Kalian terluka? Perlu ramuan? Sayangnya, rasanya jamur.”


Mereka tampak tidak terluka. Aku yang lebih banyak kehilangan kesehatan daripada mereka… Itulah yang kudapat karena menyebabkan tabrakan massal yang begitu mengerikan.


Aku dengan enggan meminum sedikit ramuan jamur itu. Menjijikkan. Pria tua yang memegang pedang adalah yang pertama berbicara.  

“Terima kasih banyak telah menyelamatkan kami. Kami hampir saja habis. Namaku Ofter, aku pemimpin kelompok ini. Terima kasih sudah menyelamatkanku dan teman-temanku.”  

“Terima kasih banyak, anak muda,” kata pejuang yang membawa tombak. “Kupikir ini akhir bagi kami. Kau mau pergi ke Kota Omui, bukan? Nanti aku bisa berterima kasih lebih layak kalau kau sampai di sana. Namaku Gatek. Nanti aku traktir minum di kota.”  

Para pria itu menunduk dan berterima kasih padaku. Mereka semua memakai zirah, dan tiga dari mereka yang berjaga di belakang sedang berada di balik kereta untuk menyembuhkan luka. Dua pria yang tadi menyambutku pergi untuk memeriksa kondisi mereka.


Jadi memang ada kota di sana. Kota Ennui? Apa pun namanya, pasti orang-orang ini datang dari sana. Aku kurang punya kemampuan ngobrol untuk mengorek lebih banyak informasi dari mereka, jadi aku Cuma diam saja. Para gadis mungkin lebih ahli dalam mengumpulkan informasi yang berguna.


Ngomong-ngomong soal mereka, para gadis itu sedang berlari mendekat, walau masih cukup jauh. Tunggu... tanpa Clairvoyance pun... aku tetap bisa melihat mereka berlari? Bahkan Ketua Kelas juga bisa menatapku dari kejauhan! Para pejuang itu memanggilku untuk melanjutkan percakapan.


Selain dua pria tua, sisanya adalah perempuan muda. Salah satunya tampak seperti supermodel Eropa, bahkan saat memakai zirah lengkap. Ketika pemanah itu berbalik, aku baru sadar kalau dia adalah seorang peri.


“Guild Petualang memasang hadiah untuk mengalahkan Kelompok Serigala Hijau karena mereka sering menyerang pedagang keliling. Dalam laporan resmi, katanya Cuma ada enam sampai delapan ekor, bukan lebih dari tiga puluh. Kami pasti sudah mati kalau kau tak datang.”  


“Salah satu dari mereka adalah Dire Greenwolf juga. Lihat, yang pertama menerjang.”  

“Dire Greenwolf? Apa yang dipikirkan guild?!”


Pejuang tombak itu tampak marah. Wajar saja; informasi keliru dari guild hampir membuat mereka tewas.


Kereta mereka rusak, rodanya terlepas dari as. Kuda mereka juga mati. Kami membalikkan kereta, tapi pada akhirnya kereta itu harus ditinggalkan.


“Kami tadinya mau pakai kereta itu sebagai penghalang, tapi kami tidak menyangka akan bertemu Dire Greenwolf! Sial, binatang itu!” kata pria berpedang.


Si pejuang yang agak kasar, Apa-Namanya, berkata, “Wah, berantakan sekali ini. Hutangku di bar nggak bakalan terbayar deh!”


Akhirnya, keenam orang itu membagi-bagi perbekalan dari kereta untuk dibawa ke kota. Aku tidak ingin menunjukkan Kantong Penyimpananku pada orang asing, jadi aku hanya melihat dalam diam.


Karena cukup bosan, aku memanggang beberapa tusuk jamur stamina dan memberikannya pada mereka. Meskipun mereka tidak terlalu terluka, mereka mungkin masih merasa lelah. Mereka menyantap jamur itu dengan lahap dan berbagi pendapat mereka.


“Oh, ini enak banget!”  


Uh, jamur-jamur ini aman dimakan, kan?


“Lezat! Jamur stamina, ya? Itu cukup mahal, kau tahu. Terima kasih sudah berbagi, anak muda!”  

“Tunggu sebentar—ini benar-benar menyembuhkan! Wah, ini memang jamur HP!”

“Jamur stamina?! Tidak percaya! Aku langsung merasa lebih baik. Kau sudah menyelamatkan nyawa kami, dan sekarang kau juga memberi makan—aku tidak tahu harus bilang apa lagi. Terima kasih.”


Aku kaget dengan reaksi mereka terhadap jamur itu. Apakah benar semahal itu? Hutan ini penuh dengan jamur-jamur itu.


Melihat para wanita muda itu bersantai dan menikmati makanan, aku merasa iri pada teman-teman pria mereka. Harusnya singkirkan saja para pria itu! Para wanita mungkin tidak suka mereka—


“Haruka-kun! Tunggu dulu! Apa yang sedang kau lakukan?” seru Ketua Kelas. “Kau terlihat seperti mau menyerang! Kenapa kau menatap Ofter dan Gatek begitu?”  


Kenapa aku kena tegur? Aku bahkan tidak tahu siapa itu Ofter atau Gatek! Tentu saja, Sang Ratu Tatapan Tajam tahu persis kenapa aku melotot. Tidak mengejutkan sama sekali, gelarnya cocok sekali dengannya!


“Oh, akhirnya kalian sampai juga. Hebat!”  

“Tidak, kami sudah di sini dari tadi. Kami Cuma sibuk berjaga.”


Oh, iya, dia tadi memang sedang mengawasi kelompok di belakangku. Bagaimana aku bisa lupa? Rasanya ada niat membunuh yang menyebar dari arah Ketua Kelas ketika salah satu gadis berbaju zirah dengan lembut menggenggam tanganku sebagai tanda terima kasih. Dia menatap tajam ke arah gadis asing itu, melindungiku. Tunggu… apakah dia salah tatap ke arahku? Ah, pasti Cuma khayalanku saja.


Begitu semua gadis sudah berkumpul, kami melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian, kota itu muncul di depan mata, berada di tepi sungai seperti yang diprediksi para kutu buku.


Kota Omui. Aku pasti lupa lagi namanya ini. Sudah hampir lupa namanya sebelum kami sampai ke sana.


Nama-nama pria tua itu sudah langsung kulupakan, jadi rasanya tidak ada gunanya mencoba mengingatnya.


Gadis berbaju zirah itu bernama Akemi, tapi katanya teman-temannya biasa memanggilnya Kemi atau Ami. Dia bekerja di sebuah pub kecil di kota. Aku mau ke sana! Apa di dunia fantasi anak SMA boleh masuk bar?


Peri itu dikenal dengan nama Kirikiru. Begitu melihatnya, para gadis bersemangat: “Ya ampun, dia cantik sekali! Elf asli! Karya seni hidup!”


Akemi juga cukup populer di kalangan gadis-gadis itu. Wakil Ketua C bilang padanya, “Wah! Keren sekali… boleh salaman?” Apa sih yang membuat gaya androgini dan cuek itu begitu memikat sebagian gadis?


Dua wanita lainnya adalah Iyebgyiek sang Penyihir dan Guventié sang Uskup.


Mereka lebih imut daripada cantik, tapi aku terlalu gugup untuk bicara dengan mereka. Jangankan mengingat namanya, aku bahkan tidak tahu cara mengucapkannya. Bahkan teman sekelompok mereka memanggilnya Eb dan Ti.


Para wanita asyik bercengkerama dengan para gadis lain saat kami berjalan. Sementara itu, aku harus menemani dua pria tua. Dua puluh empat gadis cantik, dan aku terjebak dengan dua kakek bau? Tidak adil sekali, kan?!


Meski begitu, aku mencoba mengobrol. “Nama teman-temanmu unik sekali. Pasti susah diingat, ya?”


Apa ini?


Rasanya ada dua puluh pasang mata menatap tajam dari belakangku. Ketika aku berbalik, tatapan penuh kebencian mereka hampir membuatku pingsan.


HARI KE-18

SIANG

KOTA OMUI


AKU belum pernah keluar dari Jepang sebelumnya, jadi aku tidak tahu apakah kota ini punya suasana ala Eropa. Aku juga bukan orang dari zaman abad pertengahan, jadi aku tidak benar-benar tahu seperti apa gaya arsitektur kuno itu. 


Jelas, ini adalah pertama kalinya aku berada di dunia fantasi, jadi aku sama sekali tidak punya bayangan tentang seperti apa bangunan khas di dunia fantasi. Bangunan-bangunan di sini sebagian besar terbuat dari batu tanpa memperhatikan gaya arsitektur, hanya dinding yang dibuat dari susunan batu yang saling mengunci. Aku curiga tidak ada peraturan bangunan di sini yang mengharuskan fasadnya terlihat alami untuk menarik lebih banyak turis. Mereka hanya dibangun seperti ini karena memang paling mudah.

Mereka juga tidak berusaha membuatnya terlihat natural. Satu-satunya bahan yang kulihat hanyalah batu dan kayu. Kota ini hampir seluruhnya berwarna abu-abu.


Orang-orang di kota ini semua terlihat seperti orang Barat. Para pria memiliki fitur wajah tegas seperti patung Yunani, terlalu banyak yang tampan. Kalau mereka tidak keberatan menjadi tampan, mungkin mereka juga tidak keberatan jika mendapat pukulan? Para wanita pun cantik, dan anak-anak terlihat imut, tapi para orang dewasa benar-benar menawan. Tempat ini memang luar biasa.


Ketika orang-orang tua itu memimpin masuk ke kota, ternyata ada biaya masuk, tapi mereka menerima pembayaran dengan batu sihir. Bahkan, hanya satu batu sihir cukup untuk memasukkan kami semua yang berjumlah dua puluh satu orang, dengan sisa kembalian. Tas penyimpananku hampir penuh dengan batu sihir, yang sejauh ini aku bahkan tidak tahu harus aku gunakan untuk apa. Menghabiskan satu batu bukan masalah besar. Seandainya aku bisa membayar dengan jamur—aku punya lebih banyak dari itu.


Rencana Ketua Kelas adalah langsung menuju ke Adventurers’ Guild (Serikat Petualang), menukarkan batu sihir dengan mata uang lokal, mendaftar, lalu menginap di penginapan. Sementara itu, kami akan mencari informasi tentang para kutu buku yang mungkin ada di kota ini. Kalau bertemu, kami bisa mendapat semua informasi yang mereka kumpulkan.


Kami semua pergi ke Serikat Petualang bersama-sama. Orang-orang tua itu bersemangat untuk mengeluh kepada pihak serikat. Sementara itu, para petualang wanita berbaur dengan gadis-gadis dari duniaku.


Aku melihat papan penunjuk bergambar yang dicat kuning. 

“Wah, ini beneran Serikat Petualang!” seru gadis-gadis itu. 

Bangunannya tampak seperti bangunan batu biasa, seperti setiap bangunan lainnya di kota ini.


Para orang tua itu tidak sabar untuk menyampaikan keluhan mereka kepada pihak serikat. Usia memang sering membuat orang jadi lebih cerewet.


Semua mata tertuju padaku ketika aku masuk ke gedung itu. Uh… apakah aku jadi populer sekarang?


Harapanku pupus ketika aku menyadari bahwa yang menatap hanyalah segerombolan pria. Aku tidak tertarik dengan “boy’s love” (gay)! Wajah-wajah yang menatapku juga tidak ramah. Mereka seperti mendecakkan lidahnya. Suasana buruk di ruangan yang penuh wajah-wajah jelek.


Sekelompok pria paling kejam, kasar, dan tampak seperti penjahat kelas kakap berdiri dan mendekatiku dengan tatapan meremehkan. Uh, klise banget!


Oh, apa ini? Mereka pasti kesal karena ada satu pria yang bersama banyak gadis. Iya, kalau aku melihat pria dengan dua puluh gadis, aku juga mungkin tidak suka. Aku juga tadi kesal ada dua orang tua yang bersama empat gadis! Ini seperti skenario novel ringan: cowok baru masuk serikat dengan beberapa gadis cantik, dan langsung diserang.


Bahkan dengan hanya satu atau dua gadis, dia akan menarik perhatian yang tidak diinginkan. Tiga atau empat saja sudah cukup untuk menyebabkan masalah.


Lima atau enam gadis akan menyebabkan perkelahian langsung tanpa basa-basi.


Tujuh sampai sembilan gadis, suasana langsung kacau. Bahkan staf serikat ikut campur.


Lebih dari sepuluh gadis, seluruh kota akan melawannya. Beberapa hal memang tidak bisa dimaafkan!


Dan kali ini, ada dua puluh empat gadis. Itu membuatku menjadi musuh negara—tidak, musuh dunia. Aku harus bertarung atau terbunuh! Tidak ada pilihan lain, kan?!


“Hei, kau! Dengan wajah jelek itu!” salah satu dari mereka berteriak padaku.


“Apa yang kau bilang?” bentakku. “Kau itu seperti sampah busuk dengan otak cacing! Di mana keberanianmu menghina wajahku?!”


Namun, bagaimanapun lembut dan sopannya diriku biasanya, aku tidak bisa tahan dihina jelek oleh orang ini. Dia adalah juara kejelekan. Sekali lihat wajahnya saja bisa membuat susu basi.


“Katakan aku jelek sekali lagi, aku tantang kau—eh?”


Tiba-tiba, semua “sampah busuk berotak cacing dengan wajah yang tidak disukai goblin” itu berlutut, gemetar. Setelah menghina aku, mereka bahkan tidak mau melawan? Apa-apaan ini?


“Haruka-kun! Hentikan! Kau membuat semua orang menangis! Bahkan staf serikat gemetaran ketakutan! Kau tidak seharusnya menatap mereka dengan marah begitu!”


Hah? Kenapa aku tidak boleh menatap mereka dengan marah? Banyak yang pantas ditatap dengan tatapan marah! Kenapa para pengecut ini malah bersembunyi di bawah meja mereka? Apa ini latihan menghadapi gempa? Tatapanku bencana alam, ya?


Padahal kontak lensaku seharusnya membuat ekspresiku lebih lembut! Lagipula, mereka duluan yang menatapku dengan marah! Aku hanya membalas tatapan mereka, dan sekarang aku jadi yang jahat? Apa-apaan ini?!


Ketua Kelas menarikku ke sudut gelap serikat, menjauhkan dari yang lain. Seolah ada wabah bullying.


Sekarang aku sendirian di sudut gelap serikat. Tak satu pun petualang berani melihat ke arahku.


Orang-orang duduk di sekitar meja bundar yang tersebar di seluruh ruangan. Di setiap meja, seseorang menghadap ke arahku, tapi semua orang menghindari tatapanku. Beberapa dari mereka bahkan memutar lehernya dengan sudut yang aneh untuk melihat ke arah lain.


Kota ini benar-benar menyebalkan, pikirku. Para kutu buku itu mungkin dibully dan diusir lagi. Tidak ada seorang pun yang bahkan melirikku. Resepsionis cantik, segerombolan petualang, beberapa petarung wanita yang cantik, ksatria berbadan kekar berarmor, hingga penyihir misterius dengan jubah—tidak ada satu pun yang berani melihat ke arahku. Aku benar-benar bosan! Akhirnya, orang-orang tua itu kembali.


Pria berpedang tombak melihat sekeliling dengan ekspresi penasaran.  


“Maaf membuatmu menunggu. Uh, ada yang terjadi di sini? Jangan bilang, jangan bilang. Apa kalian mau cari masalah dengan orang yang menyelamatkan kami?”


Si pria tombak itu memberikan tatapan sinis ke arah petualang lainnya, tapi tidak satu pun dari mereka yang melihat ke arahku.  


“Ayo, kawan, ceritakan apa yang terjadi?” tanyanya padaku.  

“Uh, ya, begitu masuk, semua orang langsung menggangguku, kan? Terus Ketua Kelas memarahiku. Dan sekarang aku duduk di pojokan sementara semua orang sengaja mengabaikanku. Ini pasti bullying, kan?”


Untuk beberapa alasan, semua orang di ruang serikat menggeleng tidak. Bagaimana mungkin ini bukan bullying?


Pria berpedang masuk.  

“Maaf mengganggu, tapi bolehkah aku bicara sebentar? Ada beberapa hal yang belum jelas terkait pertemuan dengan Greenwolves. Permisi, kenapa ekspresi mereka begitu?”


“Uh, mungkin mereka sedang mencoba menjahili anak baru,” kataku. “Atau bisa jadi mereka lagi ‘ngebully pendatang baru’, bagaimana menurutmu?”  


Lagi-lagi, semua orang di serikat menggeleng tidak. Apa-apaan ini, ini jelas-jelas bullying!


“Siapa peduli soal Greenwolves, sih? Mereka hancur berkeping-keping. Apa lagi yang perlu dibicarakan?”

“Namun, kamulah yang menyebabkan kehancuran itu! Sebenarnya, bukan soal Greenwolves yang ingin aku bicarakan. Kalau punya waktu, tolong ikut denganku.”

“Aku tidak tahu apa maksudmu, tapi jadwalku kosong, jadi aku dengan senang hati akan menjawab pertanyaan apa pun.”


Dia membawaku ke tangga menuju lantai dua. Saat aku berjalan melintasi ruangan, semua orang tetap memalingkan wajah mereka. Kami tiba di sebuah pintu di lantai dua. Pria tua itu mengetuk.


“Aku membawanya,” kata si pria pedang.

Sebuah suara menjawab, “Silakan masuk.”


Ada seorang lelaki tua lainnya di ruangan itu. Rasanya aku sudah terlalu sering bertemu lelaki tua. Meskipun aku datang bersama dua puluh empat gadis, tapi orang yang aku ajak bicara selalu saja lelaki tua.


“Aku Hakiess, kepala Serikat Petualang Kota Omui. Maaf kalau ada ketidaknyamanan.”


Dia membungkukkan kepala. Kenapa kepala serikat ini meminta maaf?


“Jangan khawatir. Apa ada yang ingin Anda tanyakan padaku?”

“Aku ingin mengucapkan terima kasih atas bantuanmu menyelamatkan Ofter dan kelompoknya. Serikat benar-benar salah karena memberikan informasi yang keliru tentang misi tersebut. Sebanyak itu Greenwolves bisa saja memusnahkan kelompok B-Class. Aku tak pernah menyangka ada kelompok petualang lain yang kebetulan lewat. Kami sangat berterima kasih.”

“Bukan hanya dia menyelamatkan kami. Dia bahkan berhasil mengalahkan Dire Greenwolf sendirian,” kata pria berpedang.

“Dire Greenwolf, kau bilang? Kami harus segera menyiapkan segel.”

“Anda salah paham, Tuan. Dia menghancurkannya.”

“Aku tidak mengerti. Dia menyelamatkan kalian semua, lalu apa yang dihancurkan?”

“Dire Greenwolf-nya. Dia menghancurkan Dire Greenwolf dan semua serigala lainnya juga.”


Mereka tampak berbicara tanpa saling memahami. Gaya bicara pria berpedang ini juga tidak membantu. Mereka jelas tidak punya sikap "Proaktif Korporat."


Aku menyela, “Kakek ini tidak berlebihan, mereka memang diserang Dire Greenwolf dan tiga puluh enam Greenwolves. Semuanya tewas, mengerti?”

“Aku pikir kau menyelamatkan seluruh kelompok!” seru kepala serikat. “Siapa yang tewas?”

“Dire Greenwolf dan serigala-serigala lainnya—totalnya tiga puluh tujuh ekor—berakhir dengan cara yang tragis.”

“Tragis? Bagaimana caranya?”

“Bagaimana aku menjelaskannya ya? Saat aku mencoba menyelamatkan pria tua ini, aku semacam... mungkin ‘menabrak’ mereka?”

“Kau menabrak Ofter?”

“Tidak, kau jelas bisa lihat kakek ini masih hidup dan sehat! Jelas, aku tidak menghancurkannya.”


Kenapa dia tidak bisa mengerti? Pasti ada kendala bahasa di sini.


“Kau serius? Apa yang coba kau sampaikan padaku?”


Saat itu, si elf dan Ketua Kelas masuk. Akhirnya, suasananya tidak terasa seperti rumah pensiun lagi.


“Kirikiru, aku senang kau selamat,” kata kepala serikat. “Aku sangat menyesal atas apa yang terjadi.”

“Itu tidak penting sekarang. Haruka di sini yang mengalahkan mereka—Dire Greenwolf dan ketiga puluh enam serigala lainnya.”

“Hah? Maksudmu Haruka mengalahkan mereka dalam pertempuran?”

“Tidak juga, lebih tepatnya aku menabrak mereka, lalu semua serigala meledak seperti kembang api yang penuh dengan isi perut serigala. Yah, kurang lebih begitu, kurasa?”


Ada air mata di mata elf itu. “Aku tidak bisa mengerti satu kata pun dari yang dia katakan!” Pasti kepala serikat yang membuatnya kesal, pikirku.


Untuk alasan tertentu, Ketua Kelas menjewer telingaku dan menarikku keluar dari ruangan.


Di situlah aku, seorang penyendiri yang duduk di pojok Serikat Petualang. Aku hanya menjawab pertanyaan yang mereka tanyakan.


HARI KE-18

MALAM

GUILD OMUI

INTERLUDE:

RUANG GUILD MASTER


(POV: Ketua Kelas)

AKHIRNYA, aku memanggil Haruka-kun untuk mengonfirmasi ceritanya.

“Untuk lebih jelasnya, kamu mengalahkan semua Greenwolf, termasuk Dire Greenwolf, benar begitu?”

Kedengarannya mustahil, tetapi cerita semua orang sama. Selain itu, Ofter tidak pernah melebih-lebihkan atau bercanda soal hal-hal penting.


“Bisa jelaskan bagaimana kamu mengalahkan mereka sendirian?” tanyaku.


Seharusnya hal itu tidak mungkin terjadi. Hanya petualang peringkat-S yang bisa mengalahkan sebanyak itu sendirian, pejuang berpengalaman di atas level 100. Haruka-kun hanya level 9, bahkan belum cukup tinggi untuk menjadi petualang. Melawan monster terlemah saja seharusnya sulit baginya.


“Ya, ini lebih seperti kebetulan, sih. Aku menabrak mereka, lalu semuanya meledak. Mirip tabrakan beruntun besar di jalan raya, mungkin? Yah, memang berbahaya banget.”


Semua yang dia katakan terdengar tidak masuk akal. Tapi tidak ada yang menyangkalnya, jadi pastilah itu benar.

Tabrakan besar di jalan raya? Apa kejadian seperti itu sering terjadi?


Yang bisa kupastikan adalah kawanan yang dipimpin Dire Greenwolf itu sudah dikalahkan, dan partynya Ofter selamat. Ternyata Haruka menyelamatkan mereka. Itu sudah cukup buatku—lebih dari cukup.


Aku harus menghubungi markas soal “tabrakan di jalan raya” ini. Aku belum pernah mendengarnya sebelumnya.

HARI KE-18

MALAM


GUILD OMUI

INTERLUDE:

KONTER PENUKARAN


(POV: Mba-Mba Resepsionis)

ANAK ITU BERTANYA, “Boleh, uh, tukar beberapa spellstone kelas-F?”


Kenapa anak itu mengatakannya seperti sebuah pertanyaan? Oh, dia anak yang membuat semua orang ketakutan tadi. Aku harus bersikap sebaik mungkin.


“Jadi, kamu punya spellstone kelas-F, ya? Pembayaran tergantung pada ukuran dan kemurniannya, jadi kami akan menilainya terlebih dahulu untuk menentukan nilainya. Apakah itu bisa diterima?”

“Baiklah? Jadi, di mana aku menyerahkannya?”

“Uh…kamu bisa menaruhnya di atas konter ini.”


Di mana lagi dia pikir harus meletakkannya? Ini kan konter penukaran.


“Tapi nanti jatuh, kan?” katanya.

“Ehem, coba letakkan di tengah konter. Tidak akan jatuh.”

“Di tengah?” Dia terlihat bingung, lalu tiba-tiba tersenyum lebar. “Aha! Pasti ada alat sihir yang dipasang agar tidak tumpah! Sempurna!”


Dia membalikkan tasnya, dan keluarlah…astaga.

Konter itu terkubur di bawah gunung spellstone. Aku harus bekerja sepanjang malam bersama dua puluh pegawai guild lainnya untuk mengambil semuanya. Anak itu benar-benar yang terburuk.






HARI KE-18

MALAM


GUILD OMUI


(POV: Haruka)

KETUA KELAS dan para gadis selesai mendaftar sebagai Petualang sementara aku menukarkan spellstone-ku.

Rupanya, para petugas pendaftaran tidak percaya melihat dua puluh gadis level 30+ dengan skill luar biasa mendaftar sekaligus. Sementara itu, aku selalu dikelilingi oleh pria-pria tua.


Pada level 10, seorang petualang mulai berlatih sebagai murid. Saat mereka mencapai level 20, mereka resmi mendapat gelar Petualang dan bisa bergabung dalam partai sebagai pemula. Di level 30, mereka akhirnya diizinkan menjadi petualang solo.


Yang berarti bahwa pada level 9, aku bahkan tidak bisa mendaftar. Kalau aku naik satu level lagi, aku masih belum bisa resmi bergabung dalam partai. Di level 20, aku bisa mendaftar sebagai Petualang dan menjual spellstone-ku, tapi karena gelarku melarangku membentuk partai, aku tetap tidak bisa menerima pekerjaan apa pun. Aku harus mencapai level 30 sebelum bisa bekerja sebagai petualang.


Karena aku bukan petualang, aku sebenarnya tidak diizinkan menjual spellstone-ku. Tidak ada gunanya aku datang ke sini. Bukan seolah-olah aku ingin di-bully, dihindari, dan dikelilingi oleh pria-pria tua.


Untungnya, sebagai hadiah karena telah menyelamatkan para pria tua itu, Guild mengizinkanku menukarkan spellstone hanya kali ini saja.


Saat akhirnya aku pergi ke konter penukaran untuk menukar batu-batuku, petugas resepsionis di sana malah kesal padaku! Aku benar-benar bingung. Aku sudah memastikan dengannya bahwa dia ingin aku menaruhnya di konter! Aku tidak melakukan kesalahan!

Sambil menahan air mata, dia memintaku untuk kembali besok untuk menerima kuitansiku.


HARI KE-18

MALAM

PENGINAPAN

KAMAR TAMU "LADY FINGER BOUDOIR"


PARA pekerja Guild mengantar kami ke penginapan. Tulisan di papan namanya berbunyi “Lady Finger Boudoir.” Apakah ini hotel cinta atau toko kue?!

(TLN: Lady finger atau Boudoir adalah sejenis biskuit yang panjang, tipis, dan ringan. Biskuit ini memiliki tekstur yang lembut, sedikit renyah di luar, namun agak lembut di dalam. “Lady Finger Boudoir” bisa jadi mengacu pada nama penginapan yang terinspirasi oleh konsep klasik boudoir—ruang pribadi atau kamar tidur bergaya mewah dan elegan yang umumnya didesain untuk kenyamanan dan keintiman)


Siapa yang tega membawa dua puluh gadis ke hotel cinta? Apa mereka menilai kemampuan Ketua Kelas dan berpikir dia sedang membangun harem? Tatapan tajam Ketua Kelas langsung mengarah kepadaku. Ah, aku cuma memikirkan dessert lezat! Iya, kue-kue manis dan tiramisu! Tapi skill apa yang membuat matanya setajam itu?


Setelah kuperhatikan lagi, ternyata bukan itu yang tertulis di papan. Sebenarnya tertulis “Laddy Flinger Boudoir.” Tolong panggil polisi! Ada monster yang melemparkan orang-orang di sini; ini memang hotel!


“Selamat datang! Guild Petualang memberi tahu kami kalau kalian akan datang.”


Seorang gadis muda berdiri di pintu masuk dan membagikan selebaran Boudoir ini. Apa yang dilakukan gadis muda dengan mempromosikan hotel cinta? Ini benar-benar keterlaluan!

Aku berbalik. “Ayo kita pulang! Guild Petualang harus bertanggung jawab atas rekomendasi mesum ini! Akan kubakar tempat ini sampai habis!”

“Maaf, Tuan, tolong jangan pergi. Penginapan kami hanya punya nama yang agak aneh. Tolong jangan bakar apa pun!”

“Tidak, ini tidak bisa diterima,” ujarku. “Siapa pun yang membawa kami ke Lady Finger Boudoir pasti seorang mesum yang mengincar anak sekolah. Ini jelas sarang dosa! Kenapa kalian menamai penginapan seperti ini?”


Gadis pembagi selebaran itu menahan air matanya. Dia punya alasan saat memintaku untuk tinggal. Untuk apa buang-buang waktu membakar Guild Petualang? Tempat inilah yang sebenarnya bermasalah…


“Haruka-kun, kenapa kamu memegang tongkatmu seperti senapan?” tanya Ketua Kelas. “Kenapa kamu tampak seperti sedang membidik penginapan? Apa kamu baru saja menarik tuas imajiner senjata api?! Tatapanmu segelap pembunuh terlatih! Kamu membuat gadis malang itu menangis! Ada apa denganmu?!”

“Hah? Aku tidak akan menembak! Ya, sekarang aku tidak akan. Aku cuma, ya, sedang melamun?”

“Lamunan apa pula itu?! Apa ini yang kamu pikirkan ketika mengunjungi penginapan?”

“Ketua Kelas,” aku memohon, “bisakah kamu membayangkan mengatakan ‘tadi malam aku menginap di Lady Finger Boudoir’? Kita harus melakukan sesuatu!”

Dia berpikir sejenak. “Bakar.”


Itu seperti perintah bagiku. Membakar tempat ini akan menjadi kepuasan tersendiri.


“Tunggu! Jangan!” teriak gadis pembagi selebaran itu. “Para staf guild merekomendasikan kami karena kami penginapan yang bagus. Banyak pelanggan kami memilih menginap karena dedikasi kami terhadap keramahan. Tolong jangan hancurkan…”


Air mata mulai membasahi selebarannya. Dia menangis tersedu-sedu.


Aku memutar mata, “Baiklah. Aku tidak akan membakarnya.”


Aku mengelus kepalanya. Wajahnya memerah, dan dia berlari masuk ke dalam.


“Pa, ada tamu!”


Aku berpikir, Besok saja. Aku bisa membakarnya besok.

Semua orang menatapku seolah akulah yang memberi nama mesum itu. Aku tidak pantas dihakimi seperti ini!


Kami masuk ke dalam bangunan itu dan menikmati makan malam lezat. Ini adalah makanan enak pertama yang kumakan dalam beberapa waktu, dan rasanya luar biasa. Pemandian air panasnya membutuhkan biaya tambahan, tapi kamarnya cukup nyaman. Hanya saja, namanya butuh diganti. Gadis yang membagikan selebaran itu memberitahuku bahwa Lady Finger Boudoir dinamai sesuai dengan pahlawan lokal dari kampung halaman pemilik. Orang tua macam apa yang menamai anaknya Lady Finger? 


Ketika kota itu diserbu kawanan monster, Lady Finger memimpin penduduk untuk melarikan diri dan mengusir monster-monster itu sendirian. Dia mengalahkan semua monster tapi akhirnya tewas karena luka-lukanya. Kota itu pun hancur lebur.


Tidak ada yang tahu nama aslinya, jadi mereka memanggilnya Lady Finger. Serius, kenapa?!


Untuk menghormati pengorbanan dan kepahlawanannya, mereka menamai penginapan ini Lady Finger Boudoir. Pahlawan itu mungkin akan membenci nama itu. Lady Finger, apakah tangannya lembut?


“Sejak aku kecil, Mama, Papa, Nenek, dan Kakek selalu bercerita tentang dirinya,” kata gadis dengan selebaran itu. “Aku baru-baru ini menyadari kalau namanya memang agak aneh. Tapi kami sangat berterima kasih padanya. Aku ingin seperti dia saat besar nanti!”


Kelihatannya mengganti nama penginapan ini bukan pilihan. Dia sudah terdoktrin sejak kecil. Tapi tetap saja, papan namanya perlu dicat ulang.

“Saat membantu kami melarikan diri, dia tersenyum lebar, berbalik dan berkata, ‘Ini kota milikku. Tak mungkin aku meninggalkannya. Aku akan membelanya sampai napas terakhir. Aku melakukan ini demi kalian, jadi kalian semua harus membangun hidup baru di tempat lain. Bangun tempat yang bisa membuat orang tersenyum.’ Dia tertawa saat melakukan perlawanan terakhirnya. Kami ingin penginapan ini menjadi tempat seperti itu. Itu sebabnya kami menamainya atas namanya.”


Selain namanya, dia terdengar seperti legenda sejati.

Tidak ada peluang mereka akan dibujuk untuk mengganti namanya. Mereka tipe orang yang tidak akan menggantinya bahkan jika itu berarti kebangkrutan.


Aku kembali ke kamarku untuk bersantai dan memeriksa statusku.


NAMA: Haruka  

RAS: Manusia  

LV: 09  

JOB: —  

HP: 120  

MP: 122  

VIT: 118  

POW: 117  

SPE: 118  

DEX: 116  

RES: 130  

INT: 134  

LUK: Maks (Di Atas Batas)  

SP: 177  

COMBAT: Cane Mastery Lv6, Evasion Lv5, Foresight Lv5, Magic Infusion Lv6  

MAGIC: Heat Lv4, Movement Lv6, Weight Lv5, Packing Lv5, Four Elements Lv5, Wood Lv4, Lightning Lv3, Ice Lv2  

SKILLS: General Health Lv3, Sensitivity Lv3, Calisthenics Lv4, Walking Lv6, Servitude Lv3, Appraisal Lv5, Clairvoyance Lv5, Presence Detection Lv6, Enemy Tracking Lv6, Magic Manipulation Lv6, Presence Concealment Lv5, Stealth Lv5, Hiding Lv4, Map Lv5, Focus Lv6, Physics Resistance Lv4, MP Regeneration Lv5, Stamina Regeneration Lv3, Parallel Thinking Lv3, Serial Thinking Lv3, Dash Lv1, Airwalk Lv1  

TITLES: Shut-In Lv4, NEET Lv3, Loner Lv4, Sorcerer Lv5  

ABILITY: Corporate Proactiveness Lv3, Master of None Lv3, Blockhead Lv3  

EQUIPMENT: Wooden Stick?, Clothes Set?, Leather Glove?, Leather Boots?, Cloak?, Contact Lenses?, Ring of the Destitute, Bag of Holding, Monster Bracelet Power +1%, Speed +1%  


Sesuai dugaan, aku belum bisa terbang, tapi sekarang aku punya Dash. Apakah itu berarti aku bisa bergerak lebih cepat, atau apakah aku bisa menabrak sesuatu dan memberikan damage? Mungkin sedikit dari keduanya.  

Lalu ada Airwalk. Ini terdengar seperti teknik rahasia basket, seperti Chaos Dunk atau semacam slam dunk lainnya. Kalau aku benar-benar bisa berjalan di udara, aku bakal menikmati daging burung panggang untuk makan malam dalam waktu dekat.  


Sekarang aku juga menjadi seorang Sorcerer, dan intelligence serta resistance-ku sudah mencapai 130-an rendah.  

Apakah para penyihir di dunia ini menjadi lebih kuat dengan bertarung melawan monster? Itu mungkin menjelaskan kenapa level Sorcerer-ku naik dengan cepat. Mungkin aku harus mulai bertarung dari jarak jauh seperti penyihir lainnya? Dunia ini memang cukup menakutkan.


HARI KE-18

MALAM

Dia Menghabiskan Banyak Waktu Mengasah Bakat Destruktifnya Hingga Tak Pernah Mempelajari Keterampilan Sosial Apa Pun.

LADY FINGER BOUDOIR

INTERLUDE:

KAMAR SUITE UNTUK PEREMPUAN


KAMI mendapatkan lima suite untuk empat orang dan satu kamar single. Kamar terakhir itu untuk Haruka-kun. Kami menghemat uang dengan memesan kamar untuk empat orang, tapi alasan utamanya adalah demi keamanan. Setelah lebih mengenal kota ini, mungkin kamar dua orang sudah cukup aman. Semua orang pun berusaha mempelajari Presence Detection dan Enemy Tracking. Saat ini, hanya sekitar separuh dari kami yang bisa satu dari kedua skill itu, dan hanya empat orang yang menguasai keduanya.

(TLN: Kamar suite adalah jenis kamar di hotel yang lebih besar dan lebih mewah dibandingkan kamar standar)

Jujur, kami sudah cukup hebat! Kami baru mulai latihan sungguhan seminggu yang lalu. Ketika baru memulai, bahkan orang yang sudah tahu skill itu pun tidak paham cara memanfaatkannya, tapi sekarang kami bisa bergantian berjaga.


Haruka-kun, di sisi lain, belajar skill-skill baru dengan santai. Dia bahkan lebih antusias waktu menangkap ikan pertama kali. Siapa pun yang terdengar begitu bosan saat bicara tentang belajar terbang secara ajaib pasti bukan orang biasa. Semua orang harus bekerja keras hanya untuk mempelajari beberapa skill yang sedikit.


Kami hanya perlu menghabiskan setengah hari untuk berpencar dan mengumpulkan gosip. Orang-orang dengan mudah terbuka pada kami karena kami tampak seperti gadis normal yang bisa ngobrol dengan baik. Sementara itu, Haruka-kun menakutkan semua orang di balai guild hanya dengan beberapa kata dan hampir harus ditempatkan di ruang isolasi. 

Tampaknya dia terlalu lama mengasah bakat destruktifnya sampai tak punya keterampilan sosial. Aku pun harus menenangkan situasi. Setelahnya, dia diberikan izin khusus untuk menukar spellstone-nya, tapi lagi-lagi dia malah membuat kekacauan di meja penukaran. Dia membuat masalah di mana-mana, tapi benar-benar tidak menyadarinya.


Pokoknya, kami sudah mendapat semua informasi yang dibutuhkan dari bertanya-tanya. Ada kabar baik dan buruk.


Kabar baiknya, kota ini relatif aman. Tampaknya, Oda-kun dan teman-temannya punya andil dalam hal itu. Mereka sesekali berkunjung ke kota. Tak ada yang mau membuat masalah selama mereka ada di sekitar sini.


Itu berarti mereka mungkin bepergian antara Omui dan kota lain atau memiliki kemah di dekat sini. Shimazaki-san seharusnya bisa menemukan mereka segera. Aku hampir tidak percaya betapa banyak Shimazaki-san dan teman-temannya sudah berubah.


Dari bicara dengan mereka, aku tahu ini adalah diri mereka yang sebenarnya, jauh di dalam hati. Hidup mereka pasti tidak mudah. Mereka dulu agresif, eksklusif, dan angkuh, tapi itu semua hanya mekanisme pertahanan dari ketakutan dan keraguan mereka. Namun, di dunia ini, tak ada yang akan membantu mereka jika bersikap seperti itu. Meski begitu, mereka tetap menutupi tanda-tanda kelemahan.


Lalu mereka terjebak sendirian di hutan yang penuh monster dan diserang oleh para berandalan. Kami menjaga jarak, tidak mempercayai mereka atau memberikan kebaikan. Kami memperlakukan mereka seperti orang buangan.


Mereka benar-benar berpikir mereka akan mati. Dalam keputusasaan itu, mereka pasti menyadari betapa buruknya mereka selama ini. Mereka ingin meminta maaf pada Oda-kun sebelum ajal menjemput. Mereka ingin menebus kesalahan.


Awalnya, kami tak mempercayai mereka. Bagaimana bisa?


Meski begitu, mereka meminta maaf kepada kami dan lenyap ke dalam hutan mencari Oda-kun dan teman-temannya. Kelima orang itu masih level satu, belum pernah bertarung melawan monster, tapi mereka tetap pergi ke dalam hutan. Kami tidak berniat membantu. Hati kami sudah tertutup bagi mereka.


Sejujurnya, kami juga seharusnya mati di hutan itu. Kami seharusnya dimusnahkan oleh semua monster itu. Itulah satu-satunya masa depan yang tersisa bagi kami. Namun, kami diselamatkan. Sikap kami sepenuhnya salah.


Menghadapi kehancuran yang pasti, dengan hati penuh keputusasaan, kami semua sudah menyerah. Lalu, secercah harapan muncul dalam kegelapan dalam bentuk Haruka-kun yang menjadi dirinya sendiri.


Tentu saja, aku senang karena kami menang dari maut dan berhasil mengusir keputusasaan. Kami pikir semua alternatif lain tidak mungkin. Tidak ada yang mau mati, tapi kami sudah menyerah pada hidup. Haruka-kun menunjukkan kepada kami bahwa hidup tidak harus begitu. Dia melakukannya dengan cara yang mudah dan santai, seolah hidup itu menyenangkan.


Dia mengajarkan kami bahwa menyerah pada harapan hanyalah alasan. Karena dia, keputusasaan kami benar-benar sirna.

Tak lama kemudian, senyum kembali menghiasi wajah kami. Kami bisa membayangkan hari esok. Hidup terasa penuh sukacita.


Haruka-kun mengenyahkan semua keraguan kami.


Jika aku bisa hidup selamanya…meskipun aku bisa, aku tidak ingin menjalaninya tanpa dia. Kami tidak memilikinya sebelumnya, dan itu adalah bencana besar. Akhirnya, aku merasa damai.

Tapi aku belum mengabarkan berita buruknya. Untuk Haruka-kun, ini jauh lebih buruk dari yang bisa kami bayangkan.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close