NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Hitoribocchi no Isekai Kouryaku V2 Prolog

 


Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena


PROLOG


Aku tahu kau selalu di sana sendirian, di bawah tanah yang gelap—aku tahu kau ada di sana, temanku yang penyendiri.


TERSELUBUNG DALAM BAYANGAN hitam pekat, bahkan saat dia diam dengan pedang di tangan, aku tahu bahwa dia kuat. Lupakan kuat. Dia benar-benar tak terkalahkan. Dan dia tidak menggunakan trik untuk sampai ke sana—kekuatan semata yang membuatnya setara dengan kemampuan curang. Rongga mata kosong dari tengkoraknya berkilau. Aku terperangkap dalam pertarungan tanpa akhir dengan seorang ksatria kegelapan yang tertawan ribuan tahun lalu, dan saat kami saling menebas tanpa henti, aku menatap ke dalam rongga matanya yang kosong dan berkilauan.


Gara-gara informasi jahat dan palsu, aku terdampar di medan perang yang mengamuk melawan dewa-iblis pemakan manusia. Mereka bilang tempat itu hanya sebuah jurang!


Pedang kami menari di udara. Waktu tanpa akhir runtuh menjadi serpihan kecil dan pecah, meninggalkan kedalaman tanpa dasar dari keabadian yang bergegas melewatiku saat waktu merekat dan mempercepat. Sementara itu, pikiranku melayang di atas semua itu untuk menyaksikan kilatan tanpa akhir dari pedangnya yang meliuk-liuk; momen-momen yang tampak seakan akan segera berakhir bertumpuk tanpa henti satu sama lain hingga momen-momen itu mulai larut seluruhnya. Di tengah badai waktu yang berkecamuk itu, mata kami bertemu.


Aku melihat segalanya—percikan waktu sesingkat kilatan—dan setiap kemungkinan cara pedang kami bisa beradu, dan di tengah semburan benturan itu, kami mengayunkan senjata kami.


Gara-gara pelanggaran brutal terhadap segala aturan bangunan yang masuk akal, aku harus menghadapi kekacauan ini. 


Lubang jebakan?!


Cahaya yang memudar seakan menggambarkan tubuhku yang perlahan runtuh. Seperti kutukan, setiap kali pedangnya menebas kegelapan yang usang, aku melihat sekilas tengkoraknya yang berdebu. Pikiranku semakin cepat, tanpa henti, sampai mulai terpecah dan larut menjadi udara tipis. Kegelapan jahat yang memenuhi udara mulai terkikis. Ini tak mungkin berlangsung lebih lama.


Aku tidak melakukan kesalahan apa pun namun menjadi korban dari kebodohan ini. Tidak ada jawaban yang rasional. Itulah salah satu masalah berada di dunia lain.


Aku hanya bisa melihat sekilas pedang dari makhluk tengkorak itu; begitu aku benar-benar melihat pedangnya, maka semuanya akan berakhir. Aku harus menyelesaikannya sebelum melihat pedangnya dan menebasnya… namun tidak ada jeda, tidak ada nafas dari tarian tebasan yang mengamuk ini.


Aku harus menggerakkan tubuhku dengan kesadaran penuh. Aku terjebak dalam badai yang membuat kekuatan dan keterampilan jadi tidak berarti. Di antara kilasan-kilasan pikiran yang semakin cepat, tak lama lagi, hanya jiwaku yang akan sanggup mengikuti waktu yang terus melintas tanpa batas ini.


Ini bukanlah pertarungan. Aku tak punya peluang untuk menang. Dalam parade tak berujung dari keabadian, saat pedang kami bersilangan seperti keajaiban, kesadaranku—yang kini bergerak dengan kecepatan tak terbatas—mencapai batas tercepat dari interval waktu yang mungkin.


Sekarang aku mengerti, pikirku. 

Sekarang aku paham. Keberuntunganku yang “di luar batas,” yang telah menyelamatkanku dari kematian berkali-kali, keberuntungan yang baik, besar, luar biasa, dan konyol itu telah membawaku sejauh ini—dan sekarang, untuk pertama kalinya, keberuntunganku benar-benar mulai terwujud.


Selama ini, aku selalu menganggap remeh keberuntunganku.


Tidak mungkin aku bisa menang melawan monster ini. Perbedaan dalam keterampilan kami terlalu besar untuk dijembatani.


Namun, keberuntunganku hanya terlepas karena aku terus mencoba, mengayunkan pedangku. Tersembunyi dalam kabut, aku telah memiliki jawabannya sejak awal.


Ksatria Tengkorak telah menantikan kematiannya di sana selama ribuan tahun.


Dia percaya bahwa suatu hari, semuanya akan berakhir. Jadi dia terus menunggu. Menunggu orang yang akan membunuhnya, dan menunggu kegelapan. Menunggu di sana, menunggu sendirian.


Keabadian yang dihabiskan di dasar jurang tanpa batas, tanpa satu jiwa pun, kesepian yang menghancurkan pikiran… 


Bukankah seharusnya dia bosan?!


Jadi aku menebas dengan segenap kekuatanku. Menghilangkan gerakan yang tak perlu, menyingkirkan segala gangguan fisik. Jika aku perlu menggerakkan tubuhku dengan cara yang mustahil secara fisik, aku akan memaksanya bergerak dengan kemampuanku. 

Seperti mesin, aku akan membunuhnya dengan keras kepalaku, meskipun secara logika aku benar-benar tak bisa. Aku akan berhasil, pikirku. 

Jadi aku pasti bisa! Aku akan membunuh konsep “tidak bisa” itu sendiri jika perlu!


Dia sudah menunggu momen ini, kan? Sendirian, di kedalaman bawah tanah, melawan takdirnya… Aku akan menghancurkan logika meskipun itu mustahil, aku akan membelah kata “menyerah” menjadi dua!


Itu dia… Aku akan membunuhnya bahkan jika aku tak bisa… selama aku bisa membunuh konsep “tidak bisa”… maka aku bisa membunuh apa pun!


Aku hanyalah seorang remaja di masa yang sangat rentan. Aku harus membunuh lebih dulu tanpa waktu tersisa, dan aku telah bertekad untuk membunuh meskipun aku tak bisa. Bunuh semua ketidakmungkinan, dan urus sisanya nanti!


Aku tak perlu tahu apakah yang kulakukan benar atau salah. Jawabannya biasanya tertulis di belakang, seperti di lembar jawaban, kan? Meragukan diriku adalah hal terakhir yang kubutuhkan saat ini!


Previous Chapter | ToC  | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close