NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kanojo no Ane wa... Kawatte Shimatta Hatsukoi no Hito V1 Chapter 1

Penerjemah: Chesky Aseka 

Proffreader: Chesky Aseka 


Chapter 1:

Kamu, yang Sudah Berubah


Kamome dan Tsuyu adalah teman dekat sejak kecil karena mereka bertetangga. 

“Kamome! Ayo main!” 

Waktu itu, Tsuyu adalah gadis yang berkemauan keras dan sering menarik Kamome yang pemalu. 

Dia suka beraktivitas fisik, terutama berlari. Kamome sering ingat saat Tsuyu mengajaknya berlarian keliling kota. 

Di masa itu, Kamome yang masih lemah dan bertubuh pendek sering jadi sasaran anak-anak nakal di lingkungan mereka. 

Namun, setiap kali itu terjadi, Tsuyu selalu melindunginya. 

Itulah sebabnya Kamome secara alami mengaguminya... 

Dan mungkin, perasaan yang dirasakan Kamome waktu itu adalah perasaan menyukainya. 

Tsuyu sangat atletis dan cepat berlari. 

Dia juga anggota klub lari dan punya nilai yang bagus. 

Suatu saat, aku akan jadi atlet lari, katanya dengan penuh kegembiraan, dan Kamome percaya bahwa suatu saat Tsuyu pasti akan jadi atlet terkenal. 

Seorang atlet berbakat yang selalu memberikan yang terbaik dalam kompetisi, ceria, ramah, baik hati, dan memperlakukan semua orang dengan setara...

Tsuyu benar-benar sosok yang luar biasa. 

Saking kagumnya, ada waktu di mana Kamome sampai bertekad untuk mendalami lari demi mengikutinya. 

Namun, suatu hari, tiba-tiba Tsuyu harus pindah. 

Kelihatannya karena pekerjaan orang tuanya; itu benar-benar mendadak. 

Di hari perpisahan mereka, dia datang untuk mengucapkan selamat tinggal di rumah tempat Tsuyu tinggal waktu itu. 

Dia masih ingat Tsuyu menghiburnya dengan senyuman saat dia menangis karena keadaan yang tiba-tiba itu. 

Dan begitulah, Tsuyu menghilang dari hidup Kamome dan tidak pernah kembali─


◇◆◇◆◇◆


“Halo... Kamome-kun?” 

“...Eh?” 

Kamome tersadar setelah dipanggil oleh Himawari. 

Sekarang, dia sedang berada di kamar Himawari. 

‘...Aku tadi melamun.’ 

Ternyata Kamome terkejut saat mengetahui bahwa kakak Himawari adalah Tsuyu, orang yang pernah ia kagumi, sehingga pikirannya jadi bingung. 

“Ada apa, Kamome-kun? Meskipun aku bicara, kelihatannya pikiranmu melayang ke tempat lain...” 

Melihat Kamome yang tampak aneh sejak tadi, Himawari menolehkan kepalanya. 

“Kamome-kun, apa mungkin kamu kenal Tsuyu-san?” 

“Eh, emm...”


Apa yang harus aku lakukan? 

Bagaimana aku menjelaskannya? 

Atau mungkin, dia hanya mirip, dan aku salah paham. 

Di sisi lain, kalau aku memang menghabiskan masa kecil dengannya, seharusnya aku kenal dengan adik perempuannya, Himawari, juga. 

Dengan kata lain, kemungkinan besar dia orang yang benar-benar mirip dengan Tsuyu, tapi sama sekali asing.


Setelah menyimpulkan itu, Kamome pun menjelaskan kepada Himawari sambil menggaruk kepalanya. 

“Seperti seseorang yang aku kenal, atau mungkin mirip dengan seseorang yang aku ingat... Maaf, mungkin ini hanya salah paham. Karena jika kamu memang adiknya, nggak mungkin aku nggak tahu.” 

“B-Begitu rupanya.” 

Setelah dia menjelaskan, Himawari tampak lega. 

“...Tunggu.” 

Kemudian, sebuah pertanyaan muncul di benak Kamome. 

“Ngomong-ngomong, Tsuyu-san itu kakak Himawari, kan?” 

“Iya.” 

“Lalu, kenapa kamu memanggilnya ‘Tsuyu-san’?” 

“Eh, umm...” 

Saat Kamome bertanya, wajah Himawari sedikit murung, dan dia membuka mulutnya dengan ragu. 

“Aku baru pertama kali cerita ini padamu, Kamome-kun, tapi... Orang tuaku sudah menikah lagi.” 

“Eh?” 

Himawari menceritakan tentang keluarganya kepada Kamome yang terkejut. 

Menurutnya, orang tua Himawari bercerai beberapa tahun lalu, dan sekarang dia tinggal bersama ayahnya. 

Setelah itu, orang tua Himawari menikah lagi. 

Wanita yang menikah dengan ayah Himawari juga sudah bercerai, dan Tsuyu adalah anak dari ibu tirinya. 

Dengan kata lain, Tsuyu dan Himawari adalah saudara tiri yang tidak memiliki hubungan darah. 

“......”

Mendengar cerita itu, Kamome begitu terkejut hingga kehilangan kata-kata. 

“Jadi, kamu dan Tsuyu-san baru jadi saudara...” 

“Iya... Sekitar setahun yang lalu. Jadi, um, aku masih belum terbiasa memanggil Tsuyu-san sebagai ‘kakak’... Tsuyu-san juga bilang aku tidak perlu merasa terbebani untuk memanggilnya begitu, jadi aku hanya memanggilnya dengan nama... Kamome-kun?” 

“......”

Di tengah cerita Himawari, Kamome tampak melamun, seakan pikirannya sedang sibuk memikirkan sesuatu, dan dia terdiam dengan ekspresi seperti itu. 

“...Jadi begitu.” 

Tsuyu dan Himawari tidak memiliki hubungan darah. 

Tsuyu dan Himawari sudah tinggal bersama selama setahun terakhir ini. 

Tidak ada hubungan antara Tsuyu dan Himawari sebelum itu. 

Dengan kata lain, kemungkinan besar dia adalah Tsuyu yang sama dari ingatannya kembali muncul. 

“Himawari, tentang Tsuyu-san─”

Saat itu, Kamome tersadar ketika melihat kembali ke arah Himawari. 

Bahwa Himawari tampak tidak terlalu ceria. 

“...Ah.” 

Kamome merasa malu pada dirinya sendiri. 

Hari ini, dia sedang berada di rumah Himawari... rumah pacarnya. 

Sekarang ini adalah waktu berharganya bersama Himawari. 

Tsuyu tidak ada hubungannya. 

Dari sudut pandang Himawari, meskipun Tsuyu adalah kakaknya, tentu saja dia tidak akan senang jika Kamome terus-menerus menunjukkan ketertarikan pada wanita lain. 

“Maafkan aku, Himawari.” 

“Eh?” 

Kamome berkata, seolah ingin mengubah suasana. 

“Padahal aku sudah diundang ke rumah Himawari, tapi yang kulakukan hanya membicarakan hal yang tidak penting... Aku sungguh-sungguh minta maaf!” 

Himawari segera mengangkat tangannya pada Kamome, yang menundukkan kepalanya sambil berkata begitu. 

“N-Nggak! Itu nggak benar! Menurutku, itu hanya obrolan biasa kok!” 

Setelah mengatakan itu, ...Ehehe, Himawari tersenyum kecil. 

“Tapi... aku senang. Kamome-kun, kamu bahkan memikirkan perasaanku dengan serius.” 

“Yah, aku ini pacarmu, kan?” 

Saat dia berkata begitu, wajah Himawari langsung memerah seolah-olah akan mengeluarkan suara Boo. 

“I-Ih, malu tahu! Kamu bikin aku jadi salah tingkah!” 

Kamome menatapnya, yang menutupi wajahnya saat dia berkata itu, dengan ekspresi jujur yang menyiratkan, “Imut sekali”.


◇◆◇◆◇◆


“Fuu...”

Setelah menghabiskan waktu menyenangkan bersama Himawari seperti itu─

Kamome meminjam kamar mandi di rumah Himawari. 

Kamar mandi itu hanya turun beberapa anak tangga, jadi dia tidak sampai tersesat. 

Setelah membuka pintu kamar mandi dan kembali ke lorong, dia melihat-lihat rumah itu lagi. 

Seperti yang diduga, ini adalah rumah yang cukup besar. 

Dia tidak tahu apakah ini hasil pekerjaan ayahnya atau ibu tirinya, atau mungkin keduanya, tapi mereka pasti memiliki pekerjaan yang sangat terhormat. 

Kalau dipikir-pikir... Kamome menyadari bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang keluarga atau latar belakang Himawari. 

Dia tidak pernah membicarakan hal semacam itu dengannya sampai sekarang. 

Mungkin ini hanya kebetulan, tapi bisa jadi Himawari sendiri tidak ingin terlalu banyak bicara tentang keluarganya. 

“...Tidak.” 

Kita berbicara tentang Himawari. 

Dia mungkin tidak ingin membebani orang lain dengan hubungan yang rumit, seperti orang tuanya yang pernah bercerai, lalu menikah lagi, dan sekarang memiliki saudara yang tidak memiliki hubungan darah. 

Mungkin saja, sebagai gadis yang baik dan perhatian seperti dirinya. 

Bagaimanapun, dia harus menerima kenyataan yang sekarang jelas baginya. 

Menerima, tanpa perlu mempermasalahkan keadaan semacam itu, mereka harus bisa menjalani hubungan yang tanpa beban. 

Karena mereka adalah sepasang kekasih. 

Saat menaiki tangga, dia menepuk-nepuk pipinya sendiri. 

Kamome, yang punya sifat serius, kembali ke depan kamar Himawari dengan pikiran-pikiran seperti itu yang berputar di benaknya. 

Kemudian, dia membuka pintu. 

Di dalam ruangan itu ada Tsuyu. 

“...Eh?”

Orang yang berdiri di tengah ruangan itu bukanlah Himawari, melainkan Tsuyu. 

Dan, lebih lagi, Tsuyu sedang dalam keadaan mengganti baju, bagian atas tubuhnya hanya berbalut pakaian dalam. 

Saat Kamome tertegun dengan pintu yang terbuka, Tsuyu menatapnya dengan mata terbelalak penuh keterkejutan. 

“K-Kenapa─”

“Kamar Himawari ada di sebelah.” 

Kamome tersadar ketika Tsuyu berkata begitu. 

Dia baru menyadari bahwa dia salah membuka pintu kamar—itu bukan kamar Himawari, tapi kamar Tsuyu. 

Karena tenggelam dalam pikirannya, perhatiannya jadi buyar. 

“A-Aku minta maaf! Aku salah masuk! Aku tidak sengaja mengintip─”

Ini benar-benar situasi terburuk. 

Salah kamar saja sudah cukup parah, tapi bertemu dengannya saat sedang ganti baju membuatnya merasa sangat bersalah. 

Kamome menutup mata, mengucapkan permintaan maaf, dan berusaha cepat-cepat menutup pintu. 

“......”

Namun, tiba-tiba tangan Kamome digenggam. 

Digenggam oleh Tsuyu. 

Masih dalam pakaian dalam, Tsuyu meraih tangan Kamome yang berada di pintu dan menariknya masuk ke dalam kamar. 

“Eh, tunggu─”

Kemudian, pintu itu ditutup perlahan. 

“Ah...” 

“......”

Tsuyu kembali ke tengah ruangan dengan tenang dan melanjutkan mengganti pakaian. 

“Akan jadi masalah kalau pintunya dibiarkan terbuka.” 

“...Ah! A-Aku minta maaf!” 

Kamome menjawab agak canggung mendengar nada tenang Tsuyu. 

“Ah... Uhm...” 

Sambil mengalihkan pandangan semampunya, atau lebih tepatnya, berusaha menghindari tatapan pada dirinya, Kamome bertanya pada Tsuyu. 

“Kenapa kau mengizinkanku masuk ke kamarmu?” 

Tidak seperti kamar Himawari yang dihiasi pernak-pernik manis dan feminin, kamar Tsuyu tampak lebih mencolok dan dewasa dengan dekorasi hitam, emas, dan merah muda dengan pola macan tutul dan zebra, menciptakan suasana yang sedikit mewah dan misterius. 

Seperti kamarnya, Tsuyu sekarang memiliki aura yang berbeda, jauh dari keceriaan yang dulu ia miliki. 

Dia masih memiliki kepribadian yang kuat dan percaya diri, tapi kesan yang muncul kali ini agak berbahaya. 

Begitu berbeda hingga Kamome bertanya-tanya, apakah benar dia Tsuyu yang sama seperti dulu. 

...Tidak, belum ada bukti pasti bahwa dia benar-benar Tsuyu yang sama seperti yang kukenal. 

“...Tadi, kamu.” 

Di sisi lain, Tsuyu tampaknya tak mempedulikan bahwa dia sempat dilihat dalam pakaian dalam dan melanjutkan mengganti baju. 

Dia mengenakan kaus di kepalanya, menarik lengannya, dan begitu kepalanya muncul dari kerah, dia kembali berbicara dengan nada biasa. 

“Kamu terlihat mengenaliku. Apa kita saling kenal? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” 

Tsuyu bertanya begitu saja. 

Begitu, ya. 

Sepertinya dia penasaran, itulah alasan dia menarikku masuk ke kamarnya, pikir Kamome, merasa lega. 

“...Bahkan, kamu memanggilku dengan nama, Tsuyu. Apa kita pernah bersama di suatu tempat?” 

“Ah, uhm...” 

Mungkin karena sikapnya tadi, Tsuyu tampak sedikit waspada terhadap Kamome. 

Kamome yang merasa gugup menjawab pertanyaan Tsuyu yang terdengar seperti interogasi. 

“Sewaktu kecil... kurasa begitu.” 

“...Sewaktu kecil?” 

“...Mungkin kamu nggak ingat lagi.” 

Saat itu, Kamome akhirnya mulai menjelaskan inti permasalahan. 

“Ketika aku masih kecil, aku tinggal dekat rumah Tsuyu-san, dan kami sering bermain bersama. Bagimu, aku mungkin hanya salah satu dari banyak teman, jadi mungkin kamu nggak ingat.” 

“...Ah.” 

Di saat itulah. 

Mendengar cerita Kamome, Tsuyu awalnya tampak kebingungan. 

Namun, perlahan-lahan, saat dia memperhatikan wajah Kamome dengan penuh rasa ingin tahu, tatapannya mulai berbinar seolah kenangan itu kembali, dan akhirnya terlihat cahaya yang jelas di matanya. 

“...Kamome?” 

Dari mulut Tsuyu, ia menyebutkan namanya. 

Teman masa kecilnya yang baru bertemu kembali setelah bertahun-tahun menyebut namanya persis seperti dulu. 

Melihat situasi ini, wajah Kamome pun secara alami berubah gembira. 

“Benar, ini aku, Tsuyu!” 

Dengan panggilan itu, Tsuyu pun tersenyum manis dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. 

“Tidak mungkin! Ini benar-benar kamu, Kamome!?” 

Lalu, dia segera berlari mendekat ke Kamome dengan antusias. 

“Ooshima Kamome-kun, benar-benar kamu!? Sudah lama sekali!” 

Dengan tulus, dia menaikkan nada suaranya seolah benar-benar bahagia akan pertemuan ini. 

Orang yang dikaguminya terlihat sangat bahagia melihatnya lagi setelah sekian lama terpisah. 

Melihat ekspresinya itu, hati Kamome pun terasa hangat. 

“Iya, sudah lama sekali. Aku sekarang bersekolah di SMA yang sama dengan Himawari.” 

“Begitu ya... Aku nggak nyangka ini bisa terjadi!” 

Kamome benar-benar senang karena Tsuyu mengingatnya. 

Orang yang dikaguminya sejak kecil ternyata masih mengingatnya. 

Hal itu sungguh membuatnya bahagia. 

Namun, kebahagiaan Kamome tak berlangsung lama. 

“Hmm… Kamome yang dulu kecil dan menggemaskan sekarang sudah jadi siswa SMA yang gagah.” 

Kemudian, Tsuyu memperhatikan tubuh Kamome dari atas ke bawah. 

Ekspresi polos yang sebelumnya menghilang, dan dia menatap Kamome seolah sedang menilai keseluruhan dirinya. 

Tatapan mata Tsuyu membuat Kamome merasakan dingin di punggungnya. 

“...Wajahmu tidak buruk, dan bentuk tubuhmu juga terlihat bagus.” 

“...Tsuyu?” 

“Bahumu lebar dan kokoh, juga tenggorokanmu...” 

Senyuman polos yang dulu ia kenali sekarang berubah menjadi ekspresi yang lebih dewasa. 

Seperti seorang yang sedang menilai lawan bicara dan mengharapkan sesuatu darinya. 

Dengan tatapan yang penuh provokasi. 

“Kamu sudah menjadi pria yang menarik.” 

“Eh?” 

Kamome merasa perilaku Tsuyu ini jauh dari sosok yang ia ingat. 

“Tsuyu, uhm...” 

Saat itulah. 

Tubuh Tsuyu mendekat ke arah Kamome. Dan tanpa sempat menyadari apa yang terjadi, Kamome mendapati dirinya dicium oleh Tsuyu. 

“───”

Peristiwa mendadak ini membuat Kamome lupa bagaimana berbicara dan bahkan bernapas. 

Dia tak memahami apa yang tengah dilakukan Tsuyu padanya saat ini. 

Mulut dan hidungnya penuh dengan aroma manis yang berasal dari rambut dan tubuhnya. 

“Hmm...” 

Setelah beberapa detik dalam posisi tersebut. 

Saat bibir mereka terpisah, Tsuyu menatap wajah Kamome. 

Menatapnya seolah-olah sedang menilai dirinya, Tsuyu menyipitkan mata dengan tatapan menggoda. 

Lidah merah menyembul dari antara bibirnya, menjilat bibir bawahnya, dan dia tersenyum. 

Senyum yang membuat bulu kuduk meremang dan menimbulkan rasa takut. 

Senyum yang mengingatkannya pada senyum pemangsa di depan mangsanya. 

Ekspresi yang tak pernah ia bayangkan akan muncul di wajah Tsuyu. 

Kenapa? Kenapa dia tiba-tiba melakukan ini? 

Tanpa mempedulikan kebingungan Kamome, Tsuyu mendekatkan wajahnya lagi dan menempelkan bibirnya ke bibir Kamome. 

Kali ini, ciumannya jauh lebih dalam, lebih agresif, dan lebih liar. 

Sensasi hangat dan lembut dari daging terasa di dalam mulut Kamome. 

Itu lidah Tsuyu. 

Dia memasukkan lidahnya. 

Lidah Tsuyu menjelajahi rongga mulut Kamome. 

Tak perlu dikatakan lagi, ini adalah pengalaman pertama bagi Kamome. 

Dicium dan diserang dengan cara yang begitu agresif. 

Ujung lidahnya menyentuh bagian belakang giginya dan menggelitik langit-langit mulutnya. 

Seolah-olah merayu, seolah-olah menggoda. 

Selain itu, dia mengisap bibir Kamome dengan lembut dan mencium dengan gaya yang begitu menawan. 

Bagi Kamome yang hanya mengetahui ciuman sebatas bibir saling menyentuh, pengalaman ini begitu mengejutkan hingga membuat seluruh saraf di tubuhnya menegang.

“...Apa ini mungkin kali pertama bagimu?” 

Kamome kehilangan rasa waktu, bahkan lupa bernapas. 

Momen manis yang seolah berlangsung selamanya akhirnya berakhir, dan bibir mereka pun terpisah. 

Benang-benang air liur menghubungkan mereka, dan Tsuyu menjilatnya dengan lidahnya sambil bertanya dalam bisikan lembut. 

Dengan nada yang hanya bisa didengar oleh Kamome. 

“N-Nggak, itu...” 

“Nggak masalah, kamu nggak perlu jelasin. Aku sudah tahu.” 

Melihat Kamome yang salah tingkah dan mengalihkan pandangan, Tsuyu mengangguk penuh keyakinan. 

“Jadi, kamu dan Himawari belum melakukannya, ya... Hmm, apa kamu ingin mencoba dulu sebelumnya?” 

“M-Mencoba?” 

Tsuyu mengulurkan tangan. 

Di ujung tangan yang terulur itu, ada tempat tidur. 

Tempat tidur pipa di kamar ini... 

“...Apa!?” 

Di saat itu, pikirannya yang sempat melayang seolah tersentak kembali. 

Kamome menatap Tsuyu dengan wajah panik. 

“T-Tsuyu!? Apa yang kamu─”

“Aku akan membantumu, kita sudah saling kenal sejak lama.” 

Kamome tak mengerti maksud dari perkataan Tsuyu. 

Tidak, sebenarnya dia mengerti... hanya saja... 

Dia tidak bisa memahami kenyataan di mana Tsuyu mengucapkan kata-kata seperti itu. 

Namun, gadis di hadapannya ini, Tsuyu, tampaknya tak peduli dan menarik tangan Kamome. 

“Aku akan merahasiakannya dari Himawari. Kalau kamu latihan sekarang, kamu bakal terlihat keren ketika saatnya tiba bersama dia, kan?” 

“Bukan itu maksudku...” 

Kamome berusaha keras memilih kata-kata. 

Namun, dalam situasi seperti ini, dia sama sekali tidak tahu harus berkata apa. 

“Aku merasa ini... nggak benar...” 

“Kamu nggak mau?” 

“Bukan soal aku mau atau nggak...” 

Melihat wajah Kamome saat dia berkata begitu, Tsuyu tersenyum kecil. 

“Aku nggak keberatan. Aku nggak menolak hal seperti ini.” 

“...Eh?” 

“Atau, kamu nggak suka denganku, Kamome?” 

Tsuyu membuat wajah sedih. 

Ekspresi sensual yang membuat pria merasa bersalah dan meruntuhkan akal sehat mereka. 

Namun saat itu, melihat Tsuyu di hadapannya, perasaan yang muncul dalam diri Kamome berbeda. 


Aku tidak keberatan.

Aku tidak menolak hal seperti ini.


Kenangan indah bersamanya yang berkilauan dalam ingatannya. 

Kenangan berharga, indah, dan bernilai. 

Perkataan dan tindakan Tsuyu seolah mengotori kenangan-kenangan itu. 

Dan itu membuat Kamome merasa geram. 

Kepalanya serasa terbakar. 

Dadanya terasa sesak. 

Apakah gadis di hadapannya ini benar-benar Tsuyu? 

“Aku yang mengatakan ini, tapi aku cukup percaya diri dengan tubuhku... Hanya bercanda.” 

Tanpa menyadari pikiran Kamome, Tsuyu melanjutkan kata-katanya. 

Sambil berkata begitu, dia menanggalkan kaus yang baru saja dipakainya. 

Dia menunjukkan lembah bukit ganda yang tertutup bra di dadanya. 

Kemudian, dia mengarahkan wajahnya untuk bertemu pandangan Kamome yang sempat tertuju ke sana dan bertemu matanya. 

Tolong berhenti...

Kumohon, jangan... 

Ekspresi Kamome berkerut penuh rasa sakit. 

“Gimana menurutmu? Aku sudah berkembang, bukan? Apa aku yang sekarang nggak lebih menarik dibandingkan aku yang dulu?” 

“───”

Itulah pukulan telak. 

Kata-kata yang diucapkan Tsuyu mengoyak sesuatu di dalam kepala Kamome. 

Suara sesuatu yang berharga terasa terkoyak menggema di tengkoraknya. 

Perkataannya, tanpa diragukan lagi, adalah kata-kata yang menodai dan menghina kenangan-kenangan berharga Kamome yang seperti permata. 

“Tentu saja nggak!” 

Kamome menarik tubuh Tsuyu dengan kuat. 

“Wah...!” 

Kamome tiba-tiba berteriak keras dan mendorong Tsuyu menjauh sekuat tenaga. 

Melihat tindakan itu, Tsuyu membuka mata lebar-lebar penuh kejutan. 

Di sana, dia menatap langsung ke mata Kamome dan tubuhnya menjadi kaku. 

Dia dihadapkan pada tatapan tajam, penuh amarah dan panas dari mata Kamome, dan tidak bisa berbuat apa-apa selain terdiam, tidak bisa bergerak karena ketakutan. 

Kepada Tsuyu yang demikian, Kamome pun berkata, seolah ingin menutup pembicaraan. 

Tanpa memikirkan percakapan sebelumnya, dia mengucapkan kata-kata yang muncul dalam pikirannya dengan sepenuh hati. 

“Aku hanya mengagumi Tsuyu yang dulu! Aku sama sekali nggak suka Tsuyu yang sekarang!” 

Kata-kata itu diucapkan dengan jelas sambil menatap matanya. 

Mata Tsuyu melebar karena terkejut, dan ekspresinya membeku. 

Seolah terpana. 

Otaknya terguncang menerima pernyataan langsung dari Kamome, seperti seseorang yang terkena bola cepat yang melesat ke arahnya. 

Keheningan mengisi ruangan. 

Baik Kamome maupun Tsuyu, melupakan penampilan dan situasi mereka saat ini, hanya berdiri terpaku, saling menatap. 

Di sana─

“Tsuyu-san? Kamome-kun?” 

Pintu kamar terbuka. 

Kamome tadi ke kamar mandi tapi tidak pernah kembali ke kamar Himawari. 

Dan mungkin karena mendengar suaranya yang keras dari kamar sebelah. 

Himawari datang ke kamar Tsuyu untuk melihat apa yang terjadi. 

“Eh?” 

Dan di sana, di kamar itu, dia melihat Kamome dan Tsuyu, yang tanpa kaus, berhadapan. 

“Eh? Eh? Eh?” 

Wajah Himawari berubah pucat dan dia pun panik. 

“Ah...” 

Kehadiran Himawari membuat Kamome tersadar kembali. 

“T-Tunggu! Himawari! Ini nggak kayak yang kamu pikirkan! Biarkan aku jelaskan situasi ini!!” 

Ekspresi amarah Kamome tadi memudar, dan dia mulai panik. 

Di hadapan Tsuyu yang terpaku melihatnya, Kamome buru-buru mencoba menjelaskan situasinya kepada Himawari.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close