NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kanojo no Ane wa... Kawatte Shimatta Hatsukoi no Hito V1 Prolog

 


Penerjemah: Chesky Aseka 

Proffreader: Chesky Aseka 


Prolog:

Kakak Pacarku adalah Cinta Pertamaku


“Ooshima Kamome-kun! A-aku... aku suka kamu, Kamome-kun.” 

Langit awal musim panas. 

Awan kumulonimbus yang besar seperti gunung memandang ke arah mereka dari langit biru. 

Ini adalah musim ketika para siswa baru mulai terbiasa dengan kehidupan sekolah menengah, dan hubungan serta pertemanan mulai terbentuk. 

Di belakang gedung sekolah sebuah SMA, upacara itu berlangsung. 

Seorang gadis polos menyampaikan perasaan terdalamnya kepada seorang anak laki-laki sebaya yang ia sukai. 

Dan upacara itu adalah untuk berharap menjadi sepasang kekasih, untuk saling memiliki cinta satu sama lain. 

Sebuah pernyataan cinta, tepatnya. 

Ooshima Kamome, siswa kelas satu SMA, menerima pengakuan cinta dari Shishido Himawari, seorang siswi di kelas yang sama yang sudah akrab dengannya sejak awal sekolah. 

“T-Terima kasih.” 

Kamome menjawab, berusaha menutupi kegelisahan di dalam dirinya. 

Gadis di depannya, Himawari, adalah gadis mungil. 

Rambutnya berpotongan bob cokelat yang rapi di atas bahunya. 

Dengan mata bulat yang lucu. 

Ia memiliki kepribadian yang agak lemah dan pemalu, memberi kesan seperti hewan peliharaan. 

Karena tegang dan malu menyatakan cinta, Himawari menunduk untuk menyembunyikan ekspresinya, sehingga Kamome, yang relatif tinggi, bisa melihat pusaran rambutnya. 

Bahkan pusaran rambut itu dicat merah terang, dan tampak bergetar dengan cara yang menggemaskan. 

Ini adalah sosok yang mengingatkan pada anak anjing kecil. 

“Umm...” 

Saat Himawari menyatakan bahwa ia menyukainya, jantung Kamome berdegup kencang hingga ia merasa tubuhnya melayang. 

Kamome juga menyukai Himawari, jadi itu adalah cinta yang saling berbalas. 

“Aku juga... suka kamu, Himawari.” 

Kamome berkata. 

Ia sempat berpikir untuk menjawab dengan kata-kata yang indah atau keren, tapi Kamome bukan tipe orang yang memiliki kosakata yang seperti itu. 

Karena Kamome memiliki kepribadian yang jujur, serius, dan lugas, ia hanya bisa memberikan jawaban yang sederhana. 

“Kalau kamu nyaman dengan orang seperti aku, aku akan senang bisa berpacaran denganmu.” 

Mendengar jawaban Kamome, Himawari mengangkat wajahnya yang tadinya tertunduk. 

Aroma segar sampo tercium dari rambutnya yang berayun. 

Dengan cahaya berkilau di kedalaman mata yang basah karena air mata, ia menatap Kamome seolah-olah sedang menyaksikan sesuatu yang sulit dipercaya. 

Secara resmi, mereka berdua menjadi sepasang kekasih. 

Himawari perlahan-lahan mencoba menerima kenyataan itu...

“A-Aku senang...” 

Sambil tersenyum, ia mengucapkan kata-katanya seolah-olah sedang meremasnya. 

Air mata yang terkumpul di matanya pun berjatuhan. 

“Ah, m-maaf!?” 

“N-Nggak, bukan itu. Ini karena aku bahagia... Kamome-kun, kamu tidak perlu minta maaf.” 

Himawari terkikik pelan melihat Kamome yang panik atas reaksinya. 

Pipinya memerah karena bahagia. 

Dengan mata yang sedikit turun yang membentuk lengkungan lembut saat ia tersenyum. 

Di mata Kamome, semua itu tampak begitu menggemaskan. 

“Ah, haha, gitu ya.” 

“Iya... Eh, ehehe” 

Suasana canggung, gelisah, manis, dan menyegarkan menyelimuti tempat itu. 

Untuk beberapa saat, Kamome dan Himawari menghabiskan waktu bersama, tertawa kecil satu sama lain. 

Lalu, terdengar suara langkah kaki menginjak kerikil dari kejauhan, dan Kamome serta Himawari kembali dari dunia mereka berdua. 

Itu adalah suara seseorang yang mendekat ke arah mereka. 

“Sementara itu, kita kembali yuk?” 

“I-Iya.” 

Kembali sadar, mereka pun pergi dari tempat itu. 

Di tengah jalan, mereka berpapasan dengan seorang siswa laki-laki, pemilik langkah kaki tadi. 

Siswa itu melirik keduanya saat mereka berpapasan. 

Apa yang akan ia pikirkan tentang mereka? 

Mereka berpacaran. 

Mereka adalah kekasih, apakah mereka tampak seperti itu di matanya? 

Memikirkan hal itu, Kamome merasa sedikit malu meskipun waktu sudah berlalu. 

“...Kamome-kun.” 

Kemudian, Himawari, yang berada di sampingnya, memanggilnya. 

Mungkin ia juga merasakan hal yang sama saat ia menatap wajah Kamome. 

Seperti Kamome, wajahnya merona dari pipi hingga tengkuk, dan dengan malu-malu berkata kepadanya. 

“Sekali lagi... Mulai sekarang, tolong jaga aku baik-baik.”


◇◆◇◆◇◆


“Oh, kalian akhirnya pacaran, ya?” 

Kelas 1B. 

Di dalam kelas, tiga siswa laki-laki berkumpul di satu meja. 

Pemilik meja, Kamome, dikunjungi oleh teman-teman baiknya yang memberi ucapan selamat atas awal hubungannya. 

“Gadisnya adalah Shishido Himawari dari kelas A... Sebenarnya, aku pikir kalian sudah pacaran sejak lama, tapi kalian berdua memang lambat banget, ya.” 

Orang yang mengatakan itu sambil tertawa adalah seorang anak laki-laki berambut pirang. 

Ia memiliki gaya rambut rapi dan wajah yang tampan. 

Dengan penampilan manis, jelas terlihat bahwa ia suka bermain-main. 

Dan kenyataannya, ia memang cukup playboy. 

Namanya Ojiya Kensuke. 

“Yah, kalau kamu bilang begitu, semua orang pasti berpikir begitu.” 

Yang lainnya, yang menegur komentar ringan Kensuke dengan ekspresi sedikit jengkel, adalah seorang anak laki-laki berambut hitam sepanjang bahu. 

Dia sering berbicara blak-blakan, tapi sebaliknya, ia memiliki kepribadian yang membuatnya mudah berinteraksi dengan siapa pun tanpa ragu. 

Namanya Kurose Misaki. 

Keduanya adalah teman sekelas dan teman Kamome.

“Ahh, iya.”

Di sisi lain, saat membalas suasana perayaan dari kedua temannya, Kamome hanya memberikan jawaban sederhana, seolah pikirannya sedang melayang ke tempat lain. 

“Ayolah, kamu harusnya lebih bersemangat. Shishido itu cukup populer di kalangan laki-laki, lho! Dia imut, kecil tapi punya pesona, seperti binatang kecil yang bikin orang ingin melindunginya.” 

“Iya, aku tahu,” kata Kamome sambil mengangguk jujur. 

Itu adalah komentar yang memang ia maksudkan dari lubuk hatinya, tapi Misaki berkata, “Ini pertama kalinya aku melihat seseorang bicara tentang pacarnya dengan ekspresi yang serius.”

“Yah, meskipun Shishido itu pemalu dan pendiam, jelas sekali kalau dia dekat sama kamu. Kupikir semua orang berpikir wajar saja kalau kalian pacaran, jadi mereka menyerah. Tapi... apa kamu merasa ada yang kurang?” 

“Nggak, aku nggak ada keluhan. Aku jujur merasa bahagia. Itu benar,” jawab Kamome buru-buru, berusaha memperbaikinya. 

Namun, segera setelah itu, wajahnya berubah serius lagi. 

“Aku ingin minta saran,” katanya dengan suara rendah. 

Kedua temannya, Kensuke dan Misaki, ikut terbawa suasana serius, tapi...

“Apa yang harus dilakukan saat sudah ‘berpacaran’?” tanya Kamome. 

Mendengar pertanyaan Kamome, kedua temannya sedikit terkejut. 

“Hah? Apa maksudmu?” tanya Misaki. 

“Saat mereka bilang ‘berpacaran’, itu berarti jadi pasangan, kan? Tapi, apa bedanya dengan sebelum pacaran, atau apa yang harus kulakukan, aku sebenarnya nggak tahu.” 

“Kamu serius sekali, bro,” ujar Misaki sambil menunjukkan wajah jengkel khasnya. 

“Yah, itu tergantung tujuan dari pasangan itu sendiri, kan?” jawab Kensuke sambil melipat tangannya. 

“Ada dua pola dalam alasan kenapa laki-laki dan perempuan berpacaran... Maksudku, ada dua tipe kontrak,” jelas Kensuke sambil mengangkat satu jari. 

Dia ini tipe playboy yang sering gonta-ganti pacar, atau lebih tepatnya, punya hubungan dengan beberapa gadis sekaligus. Karena itu, dia punya banyak pengalaman soal cinta. 

“Tipe pertama adalah mempertahankan hubungan seperti yang ada sekarang karena mereka menikmati kebersamaan. Tipe lainnya adalah menghabiskan waktu bersama, memperdalam pemahaman satu sama lain, dan memeriksa kecocokan mereka. Kalau cocok, mereka jadi pasangan yang berhasil. Dalam kasusmu, Kamome, sepertinya yang pertama, jadi mungkin cukup dibiarkan seperti sekarang.” 

“Sebuah kontrak... aku paham.” 

Jika begitu, hubungan Kamome dan Himawari jelas termasuk tipe yang pertama. 

Saat mereka pertama kali masuk SMA ini, Kamome dan Himawari jadi teman baik karena sebuah insiden tertentu, dan sejak itu mereka menjaga hubungan baik sampai sekarang. 

Dia senang bersamanya. 

Di sisi lain, Himawari juga pasti merasakan hal yang sama terhadap Kamome. Itulah sebabnya mereka jadi pasangan seperti sekarang. 

Mungkin bagus jika mulai sekarang, mereka bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama dan bisa menikmati lebih banyak hal berbeda. 

“...Tapi dalam beberapa hal, bisa dibilang tidak berbeda dengan sebelumnya.” 

“Iya sih. Tapi di kasus seperti ini, biasanya muncul pertanyaan ‘Emang ada gunanya pacaran?’ atau ‘Membosankan’, dan kemudian bisa muncul kontrak lain dengan tujuan berbeda.” 

Kensuke mengangkat jari ketiga di samping dua jari yang sudah ia angkat. 

“Mencari orang lain untuk berbagi waktu indah. Jadi, punya pasangan tetap, tapi juga punya pasangan lain.” 

“Itu namanya selingkuh.” 

Kensuke, yang sedang menjelaskan teorinya sendiri, langsung dikonfrontasi oleh Misaki. 

Misaki adalah tipe yang sangat menjaga hubungan. Dia mungkin merasa percakapan ini tidak cocok untuk Kamome, yang baru saja punya pacar. Mungkin dia sedang mengambil langkah pencegahan. 

“Iya, selingkuh.” 

Di sisi lain, Kensuke melanjutkan penjelasannya. 

“Selingkuh memang bukan hal yang terpuji atau sehat. Tapi orang-orang melakukannya. Selingkuh banyak terjadi di dunia ini. Kenapa? Itu semua karena dilakukan dengan emosi yang tidak terkendali, dan itu tidak bermoral, mendebarkan, serta menarik.” 

“Tapi bukannya jadi masalah besar kalau ketahuan?” 

Kamome juga mencoba ikut dalam percakapan. 

Kensuke, dengan caranya sendiri, sedang mencoba membawa percakapan ini sambil memikirkan Kamome. 

Aku yakin ada hal yang bisa dia pelajari, pikirnya. 

“Tidak ada yang selingkuh dengan niat untuk ketahuan. Yah, mungkin ada beberapa. Tapi meskipun tahu bakal ada kehancuran dan keputusasaan saat ketahuan, walau tahu risikonya, tetap saja ada yang merasa tertarik melakukannya.” 

“Hmm...” 

Itu adalah perasaan yang tidak dimengerti Kamome. 

Kalau ia berselingkuh, Himawari akan merasa sedih. Itu perasaan yang sangat tidak nyaman. 

Kalau Himawari berselingkuh, Kamome akan merasa dikhianati. Sangat menyedihkan. 

...Seperti yang diduga, itu adalah perasaan yang tidak terpikirkan untuk Kamome saat ini. 

“Yah, kalau kamu mau selingkuh, hati-hati saja, Kamome. Kamu perlu jago berbohong, pandai menipu, dan punya topeng yang tebal.”

“Kamu juga selingkuh, kan? Semua itu malah jadi bumerang buatmu sendiri,” kata Misaki kepada Kensuke, yang berbicara tanpa rasa malu. 

“Kamu bilang itu hal yang wajar, tapi kebanyakan orang normal tidak akan melakukannya. Hanya orang-orang yang berhati keras yang bisa seperti itu.” 

“Benarkah? Dari semua makhluk hidup di dunia ini, manusia satu-satunya yang bisa jatuh cinta dengan orang lain sambil punya pasangan tetap, menjalani hubungan rahasia dan saling menggoda.” 

Bahkan, bukankah itu tindakan yang paling manusiawi? 

“Itu hanya pembenaran yang tidak masuk akal.” 

Misaki menolak argumen Kensuke dan melihat ke arah Kamome. 

“Sebenarnya, tanpa perlu repot, Kamome tidak akan pernah selingkuh. Dari awal saja, mustahil Kamome bisa selingkuh. Dia gak bisa berbohong.” 

“Kamu gak bisa berbohong? Nggak, kamu memang terlalu serius, Kamome. Kalau kamu menghargai hubungan, terkadang kamu butuh berbohong. Ada yang namanya kebohongan baik, kan?” 

“Kebohongan baik... Aku nggak begitu paham maksudnya...” 

Setelah berpikir sejenak, Kamome berkata dengan ekspresi serius. 

“Aku juga bisa berbohong, tapi kalau bisa, aku nggak pengen berbohong atau menyembunyikan apa pun dari orang yang kusukai.” 

“Yah, dia ini setia banget dan super serius. Berbeda sama kamu.” 

“Aku juga nggak terlalu khawatir. Orang tua Kamome kan polisi, dia itu keras kepala. Mau selingkuh atau berkhianat, bagaimanapun juga, kamu memang nggak bisa memaafkannya, kan?”

“...Ya, itu memang nggak ninggalin kesan yang baik.” 

Kamome menyatakan pendapatnya dengan tegas. 

Saat Kamome berkata demikian, Misaki menghela napas, merasa kagum pada keseriusan temannya itu sambil memikirkan apa yang akan dikatakan Kensuke di depannya. 

“Secara pribadi, aku pikir selingkuh tidak masalah selama kedua belah pihak sepakat.”

“Kalau keduanya setuju, bukan selingkuh lagi namanya.” 

Kensuke mengangguk dalam-dalam. 

“Oh iya, pacar-pacarmu sepakat bahwa kamu selingkuh, kan?” tanya Misaki kepada Kensuke. 

“Tidak, aku tidak akan membicarakannya. Orang bijak menjauh dari bahaya. Kamu tahu istilahnya, ‘Biarkan anjing tidur’, kan?” 

“Kamu... Aku akan menguliti topeng tebalmu itu dan memberikannya ke anjing.” 

“Yah, tapi yang pertama, tenang saja dan nikmati mulai sekarang. Buat Kamome, ini adalah cinta pertama dan pacar pertama, kan? Bagus buatmu, kan?” 

Dia adalah teman baik yang dengan tulus memberi selamat. 

Urusan kemanusiaan terlepas dari itu semua. 

“...”

Namun, saat mendengar kata “cinta pertama” dari Kensuke, Kamome memperlihatkan ekspresi seolah ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. 

‘...Cinta pertama, ya.’ 

Saat memikirkan hal itu, bukan bayangan Himawari yang pertama kali muncul di pikiran Kamome. 

─Seorang gadis dengan rambut hitam pendek seperti laki-laki dan ekspresi wajah yang ceria.

Cemerlang dan cerah, seperti matahari itu sendiri, ia begitu mempesona.

 

Kamome!


Dalam bayangan masa kecilnya, seorang gadis yang berjalan di depan Kamome berbalik dan memanggil namanya. 

Hanya dengan hal kecil itu, hatinya berdebar dan perlahan menghangat. 


Tunggu, Tsuyu─


Memanggil namanya, Kamome berlari mengejarnya. 

...Cinta pertama. 

Perasaan samar yang ia rasakan saat masih di sekolah dasar. 

Waktu itu, dia belum paham soal cinta atau perasaan romantis. 

Namun, bahkan sekarang, kenangan itu muncul kembali dan menimbulkan rasa sendu. 

Ini adalah... 

Perasaan kekaguman dan harapan untuk sosok itu. 

Bagi Kamome, itu adalah cinta pertama yang indah. Mungkin, memang begitu.


◇◆◇◆◇◆


─Beberapa hari kemudian. 

“...Kamome-kun... K-Kamu baik-baik saja, kan?” 

“Eh?” 

Hari ini, Kamome berkunjung ke rumah Himawari. 

Ini adalah kunjungan pertamanya ke rumahnya. 

Tentu saja, wajar jika dia merasa gugup. 

Turun di stasiun yang berbeda dari biasanya dan berjalan melewati area perumahan yang tenang. 

Sepanjang jalan, Kamome tampak sedikit aneh, melirik ke sekeliling dengan gelisah. 

“Ah, m-maaf, memikirkan tentang pergi ke rumah Himawari membuatku gugup... Apa seharusnya aku membawa oleh-oleh atau sesuatu!?” 

“N-Nggak usah, di rumah lagi nggak ada orang. J-Jangan khawatir.” 

Himawari yang mengucapkan itu juga tampak sedikit gugup. 

Melihat Kamome, Ehehe, ia tersenyum malu. 

Dengan obrolan kecil itu, mereka tiba di rumah yang cukup megah. 

Rasanya seperti rumah keluarga yang cukup berada. 

Mungkin juga lebih besar daripada rumah Kamome. 

“Permisi,” ujar Kamome saat Himawari membuka pintu depan. 

Lalu Himawari mengajaknya masuk ke dalam rumah. 

Nih, ini sandalnya, katanya, menyodorkan sepasang sandal. 

“Ah, kamarku ada di lantai dua, mari ke atas.” 

Diundang oleh Himawari, mereka pun berjalan menuju tangga bersama-sama. 

‘...Aku nggak pernah ke rumah Himawari saat kami masih berteman?’ 

Dengan kata lain, inilah artinya memiliki hubungan spesial.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close