NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kanojo no Ane wa... Kawatte Shimatta Hatsukoi no Hito V2 Chapter 3

Penerjemah: Chesky Aseka 

Proffreader: Chesky Aseka 


Chapter 3: Aku Ingin Dirimu di Sisiku


Kamome segera membalas pesan undangan mendadak dari Tsuyu. 

Oke, aku akan datang besok, katanya. 

Hanya dengan dua balasan, kunjungan Kamome pun diputuskan dengan mudah. 

Ngomong-ngomong, dia akan datang di sore hari.

Karena tidak ada siapa pun di rumah selain dirinya hari ini, tampaknya tidak masalah bagi Kamome untuk keluar sementara waktu. 

Lagipula, meski ayahnya ada di rumah, biasanya ia bisa mendapatkan izin dengan alasan ada urusan dengan teman. 

Dengan pekerjaan ayahnya sebagai polisi, ia sangat sibuk. Namun, dalam hal pengasuhan, ayah Kamome cukup lepas tangan. 

Selain itu, karena Kamome sudah memasuki liburan musim panas, sepertinya ia bisa menggunakan waktunya dengan bebas. 

Dan begitulah, di hari kunjungan itu. 

“Huh...” 

Sore hari─di rumah Tsuyu. 

Di kamar kecil─Tsuyu sedang menunggu kedatangan Kamome, merasakan jantungnya berdebar kencang. 

Ketika pertama kali membuat janji dengan Kamome, rasanya seperti mimpi, sensasi yang samar. 

Namun, semakin ia menyadari situasi itu, semakin gugup dan cemas dirinya. 

Kamome akan datang ke rumahnya. 

Bagi Tsuyu, ini adalah momen yang membuatnya merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya. 

Sebelum Tsuyu mulai tinggal sendiri, tentu saja ia tidak pernah mengundang Kashiro ke rumah keluarganya, keluarga Shishido. 

Sebaliknya, ia pernah mengunjungi kamar tempat Kashiro tinggal, tapi perasaannya tidak bisa dibandingkan dengan saat itu. 

Benar─Tsuyu kini untuk pertama kalinya merasakan sensasi mengundang seseorang yang ia sukai ke rumahnya sendiri. 

Bukan insiden seperti waktu itu... ini adalah undangan atas kehendaknya sendiri. 

Ketika mulai berpikir seperti itu, Tsuyu didorong oleh keinginan untuk melakukan sesuatu. 

Kamome akan datang. 

Aku harus membereskan semuanya. 

Dan aku perlu menyiapkan sesuatu untuk menyambutnya. 

Tapi apa yang harus aku siapkan? 

Tidak... benar, pikirkan baik-baik. 

Lagipula, Kamome tidak datang ke rumahku dengan maksud seperti itu. 

Dia hanya datang untuk memastikan keadaanku karena dia khawatir. 

Jika aku melakukan sesuatu dengan niat aneh dan malah membuat suasana canggung di antara kami, itu akan menjadi hal terburuk. 

Jadi, secara alami. 

Benar-benar alami. 

Bagi Kamome, aku hanyalah adik tiri dari pacarnya. 

Dia hanya diam-diam datang untuk memastikan keadaanku karena khawatir pada kakiku yang cedera. 

Aku tidak seharusnya berpikir tentang hubungan apa pun di luar itu─

Setelah berpikir keras, Tsuyu sampai pada kesimpulan itu. 

“...Kurasa aku terlalu bersemangat.” 

Namun, tanpa disadari, Tsuyu sudah menyiapkan makan malam untuk dua orang dan meletakkannya di meja. 

Dua mangkuk terbalik masing-masing. 

Untuk nasi dan sup miso. 

Ditambah salmon panggang, tumis daging babi dan sayuran, serta bayam dengan taburan katsuobushi. 

Semuanya masakan buatan sendiri oleh Tsuyu. 

Meskipun tinggal sendirian, ia belum pernah merasa sebersyukur ini karena sudah mempersiapkan peralatan makan untuk dua orang hanya untuk berjaga-jaga. 

“...D-Dia datang jauh-jauh untuk memastikan keadaanku, akan sangat tidak sopan jika aku tidak menyiapkan apa pun.” 

Tsuyu mengangguk pada dirinya sendiri, bergumam pelan meski tidak jelas kepada siapa ia membuat alasan itu. 

Ya, ia akan mengatakan bahwa ia kebetulan memasak terlalu banyak. 

Silakan ambil jika mau, dengan niat seperti itu. 

Bukan berarti ia menyambutnya dengan besar-besaran, tapi bukan juga tidak merasa berterima kasih, rasanya baik jika ia bisa menunjukkan perasaan itu. 

“...A-Apa cara ini benar-benar tepat?” 

Lalu, Tsuyu kembali mempertanyakan dirinya sendiri. 

Lagipula, ia tidak berjanji dengan Kamome untuk makan malam bersama. 

Tapi jika ia menyiapkan semua ini, bukankah Kamome akan berpikir bahwa ia terlalu antusias menyambut kunjungannya? 

...... 

Tidak, aku minta maaf, aku akan jujur. 

Aku benar-benar bersemangat. 

Aku sangat senang, dari lubuk hati terdalam, karena Kamome datang ke rumahku. 

Untuk menenangkan diri sejenak, Tsuyu mengungkapkan perasaan sebenarnya di dalam hatinya. 

“Tapi tetap saja, aku nggak perlu menyiapkan sambutan yang begitu jelas...” 

Seperti seorang wanita yang sedang tersipu malu, tidak mampu menyembunyikan rasa sukanya terhadap orang lain. 

Betapa mudah dirinya? 

“Sejujurnya, apa Kamome merasa terganggu oleh permintaanku yang tiba-tiba ini... Kuharap nggak apa-apa...” 

Terjebak dalam kebimbangan, mencari-cari jawaban dalam kegelapan. 

Ia berpikir dan berpikir, namun pada akhirnya, ia tidak bisa yakin pada tindakannya sendiri. 

Apakah aneh, apakah terlalu berlebihan, apa yang akan ia pikirkan tentangku...? 

Dengan kegelisahan di hatinya, Tsuyu mondar-mandir di kamar, kebingungan. Bertolak belakang dengan penampilannya yang tampak seperti gadis gyaru yang biasa bermain-main, ia benar-benar seperti gadis muda yang menyimpan perasaan pada orang yang ia kagumi. 

Lalu, saat itu─bel pintu berbunyi. 

“Ah...!” 

Detak jantung Tsuyu semakin kencang. 

Hanya ada satu orang yang akan mengunjunginya pada waktu ini. 

Sambil berulang kali mengucap “tenang, tenang” dalam hatinya, Tsuyu menuju pintu masuk. 

“Sudah lama nggak bertemu, Tsuyu.” 

Saat ia membuka pintu, Kamome berdiri di lorong lantai dua yang remang-remang, diterangi lampu jalan yang berkedip. 

Ia mengenakan kemeja linen lengan tiga perempat di atas kaus bergaris lengan pendek. 

Di bagian bawah, ia mengenakan celana pendek selutut, pakaian kasual musim panas. 

Bukan seperti ia berdandan, ini tampilan yang sangat alami untuk Kamome. 

Namun bagi Tsuyu, ia adalah tamu yang sudah ia tunggu-tunggu. 

Bahkan dalam pakaian kasual, itu memberikan kesan rapi dan menyegarkan, membuatnya terlihat luar biasa keren. 

“...M-Maaf, sepertinya aku merepotkanmu, Kamome, karena tiba-tiba memintamu datang.” 

Sebenarnya, ia ingin berpura-pura lebih tenang dan memulai percakapan dengan santai seperti, Maaf sudah mengambil waktumu. 

Namun, Tsuyu mengalihkan pandangannya karena malu dan mengungkapkan apa yang ia pikirkan. 

Seperti yang diduga, ia cukup gugup. 

Ia menyadari itu lagi. 

“Nggak apa-apa, aku sama sekali nggak merasa terganggu.” 

Kamome memberikan senyuman pada Tsuyu. 

“Aku juga khawatir padamu, Tsuyu. Sebaliknya, aku senang kamu mengandalkanku seperti ini, dan aku lega melihatmu baik-baik saja.” 

“...~~”

Kata-kata tulus yang dikirimkan dari teman masa kecilnya. 

Jantung Tsuyu berdetak kencang, dan ia merasa seperti akan menangis. 

Inilah yang ia sukai dari Kamome. 

Kamome yang ia temui kembali setelah beberapa tahun telah tumbuh menjadi pemuda yang kuat sambil tetap mempertahankan kepolosan bocah dari masa lalu. 

Ada seseorang yang menghargainya dan menjaganya di dalam hati. 

Itu saja sudah lebih dari cukup, tapi fakta bahwa itu adalah Kamome membuat hatinya semakin berdebar. 

Itu adalah secercah harapan yang tidak pantas, yang diberikan pada hidupnya yang hancur dan dipenuhi kehilangan. 

“T-Terima kasih... Silakan masuk.”

Jika ia lengah, wajah merahnya, otot-otot wajah yang mulai rileks, dan emosinya akan terlihat jelas di hadapan Kamome. 

Tsuyu dengan sadar mencoba mempertahankan sikap santai saat ia mempersilakan Kamome masuk ke rumahnya. 

“Permisi.”

Mengikuti Tsuyu, Kamome melangkah masuk ke kamar dan langsung memperhatikan makan malam yang sudah disiapkan di meja. 

“Tsuyu, kamu lagi mau makan malam?”

“Ah, ya, tapi aku masak terlalu banyak. Kupikir kalau kamu mau, aku juga sudah siapkan porsi untukmu.” 

“Masak terlalu banyak...” 

Pandangan Kamome tertuju pada dua potong salmon panggang di meja─yang jelas-jelas disiapkan untuk dua orang. 

“Tsuyu, apa kamu berencana makan dua potong salmon sekaligus?” 

“...Eh!?” 

Seperti yang diduga, alasan “masak terlalu banyak” itu terlalu mencurigakan, dan Kamome langsung menyadarinya. 

“T-Tentu saja! A-Aku memang makan banyak, tahu!” 

Tsuyu buru-buru membantah. 

“Aku lebih lapar dari biasanya, jadi kupikir aku bisa makan dua potong hari ini! Tapi setelah kupikir lagi, mungkin memang kebanyakan!?” 

“A-Ah, begitu...” 

Mendengar alasan panik Tsuyu, Kamome hanya bisa menerima tanpa banyak komentar. 

“...Jadi, kamu benar-benar menyiapkan makan malam untukku juga...”

Kamome yang agak terkejut, menatap hidangan dan peralatan makan di meja. 

Melihat ekspresi Kamome, Ah... Tsuyu pun langsung menyadari sesuatu. 

“Maaf, aku tadi sudah makan di rumah.” 

“...A-Aku mengerti. Nggak apa-apa, sungguh. Aku juga cuma iseng menyiapkannya.”

Tsuyu sambil menundukkan kepala. 

Kenapa aku merasa sedih? 

Aku yang terlalu terbawa suasana, semua ini salahku sendiri.

Ia mencoba memarahi dirinya dalam hati. 

“Jangan khawatir, kita kan memang nggak membicarakannya sebelumnya. Aku akan simpan saja di kulkas dan memakannya untuk sarapan besok.” 

Katanya cepat, mencoba merapikan peralatan makan yang ia siapkan untuk Kamome. 

Malu. 

Apa yang sedang ia lakukan?  

Ia merasa sedikit kecewa dan itu membuatnya kesal pada dirinya sendiri. 

Namun, di saat itu juga...

“Tidak, aku akan memakannya.” kata Kamome sambil meraih tangan Tsuyu untuk menghentikannya. 

Saat ia mendongak, Tsuyu mendapati senyuman Kamome dari jarak yang begitu dekat. 

“Aku belum terlalu kenyang, kok. Lagi pula, ini pertama kalinya aku mencicipi masakan Tsuyu.” 

Melihat senyuman Kamome, Tsuyu merasakan kehangatan menjalar di hatinya. 

Rasanya seperti luka yang disentuh antiseptik─ada perpaduan antara rasa perih dan rasa nyaman. 

Naik-turun perasaannya yang terjadi setiap beberapa detik. 

Kecepatan perubahan emosinya yang bahkan ia sendiri pikir aneh. 

Namun, itu semua adalah sesuatu yang sama sekali tidak boleh terlihat di wajahnya. 

Dengan logika yang masih tersisa, Tsuyu menjawab, B-Baiklah... Kalau begitu, aku siapkan, sambil berusaha keras mempertahankan sikap yang biasa. 

Hanya saja, panas dari pipinya yang merona tidak bisa ia sembunyikan.


◇◆◇◆◇◆


Makan malam untuk dua orang, disiapkan di atas meja kecil. 

“Itadakimasu.” 

Setelah mengucap sambutan sebelum makan secara serempak, Tsuyu memperhatikan Kamome yang mulai mencicipi lauk pauk di piringnya. 

Satu gigitan tumisan daging babi dan sayuran, kemudian bayam dengan taburan katsuobushi. 

Lalu, sup miso. 

“Bagaimana rasanya... Aku nggak terlalu pandai memasak.” 

Tsuyu mengalihkan pandangannya ke samping sambil bertanya dengan santai. 

“Himawari lumayan jago masak, kan? Kamu sering makan bento buatannya, kan? ...Rasanya agak malu kalau dibandingkan dengannya” 

Merasa penasaran sekaligus malu, Tsuyu jadi berbicara lebih banyak tanpa sadar. 

Untuk berjaga-jaga kalau komentarnya tidak sesuai harapan, ia juga menyiapkan alasan di awal. 

“M-Mungkin rasanya nggak begitu enak...” 

“Nggak kok, ini enak.” 

Kamome membalas dengan senyuman. 

“Bumbunya pas sekali dengan seleraku. Lagi pula, rasanya aneh sekaligus menyenangkan bisa makan masakan buatan Tsuyu untuk pertama kalinya.” 

“...T-Terima kasih.”

Kata-kata Kamome itu perlahan meresap ke dalam hati Tsuyu. 

Untuk menyembunyikan pipinya yang memerah, Tsuyu menunduk dan melanjutkan makannya sendiri.


Setelah selesai makan malam, Kamome menawarkan diri untuk membantu mencuci piring. 

Luka di kakiku nggak masalah untuk hal seperti ini, jadi kamu duduk saja, katanya, tapi Kamome tetap bersikeras membantu. Akhirnya, Kamome mencuci piring, sementara Tsuyu mengelap tetesan air dengan kain dan meletakkannya di rak. 

Tentu saja, piring yang ada tidak terlalu banyak, sehingga semuanya selesai dalam sekejap. 

“Hei, Kamome.” 

Dan sekarang. 

Di atas meja, terdapat dua cangkir teh dan camilan yang dibawa Kamome sebagai hadiah. 

Dengan barang-barang itu di antara mereka, Tsuyu memulai percakapan. 

“Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan tentang Akito.” 

“...Aku juga penasaran dengan orang itu.” 

Mendengar nama yang disebutkan Tsuyu, ekspresi Kamome berubah menjadi serius. 

“Malam itu, saat aku menyelamatkanmu dari tangannya─setelah itu, semuanya berjalan seperti itu, jadi aku tidak sempat memastikan apa yang terjadi kemudian... Tapi aku juga khawatir kalau dia akan membalas dendam padamu.” 

Kamome menunjukkan wajah serius. 

“Nggak apa-apa.” 

Tsuyu memberikan senyuman lembut, seolah ingin menenangkannya. 

“Aku belum bertemu Akito lagi sejak itu.” 

Ia juga menceritakan tentang pertemuannya dengan teman-teman Akito, yang dulu sering ia temui, kemarin siang. 

Dari percakapan itu, ia mengetahui bahwa Kashiro, yang dulu terlihat tangguh, kini telah jatuh begitu rendah hingga tidak ada yang tahu ke mana ia menghilang. 

“Aku mengerti...” 

“Dia yang membawa dirinya ke situasi itu.” 

Setelah mendengar cerita itu, Tsuyu segera menegaskan kepada Kamome, yang wajahnya sedikit muram. 

“Nggak perlu Kamome memikirkan itu.” 

“Aku tahu. Mengenai keadaannya saat ini, aku nggak merasa bertanggung jawab secara pribadi.” 

Seperti yang dikatakan Tsuyu, ini hanyalah kasus di mana tindakan Kashiro sendiri selama ini akhirnya berbalik kepadanya. 

Tidak ada alasan bagi Kamome untuk merasa khawatir tentang orang seperti Kashiro. 

Tsuyu juga berpikir demikian. 

“Kamu tahu, aku dalam keadaan seperti ini sekarang.”

Tsuyu menunjukkan pergelangan kakinya kepada Kamome─pergelangan kakinya yang terbalut perban. 

“Aku cedera, dan sejujurnya, aku juga agak takut untuk keluar rumah sembarangan karena Akito. Jadi aku hidup dengan bertanya-tanya kepada teman-teman yang mengikuti kuliah yang sama di universitas tentang situasi di luar. Rasanya cukup berat.” 

“......”

“Dalam keadaan seperti ini, bahkan untuk pergi ke pekerjaan paruh waktu saja sulit, apalagi ke kampus. Aku merasa kesepian menjalani hidup di mana stres terus menumpuk seperti itu, jadi itulah alasanku memanggil Kamome ke rumahku hari ini.” 

Tsuyu menundukkan kepala dengan sedih. 

“Maaf untuk ini... meskipun semua ini adalah salahku sendiri, aku malah mengeluh seperti ini. Bahkan cedera di kakiku adalah hasil dari Kamome yang menyelamatkanku, jadi kamu nggak perlu mengkhawatirkannya sama sekali.” 

Tsuyu mengungkapkan rasa bersalahnya dan meminta maaf. 

“Nggak apa-apa.” 

Kamome langsung menenangkan Tsuyu. 

“Aku yang bilang ingin melindungimu dari pembalasan dendam atau gangguan dari dia. Aku juga yang bilang ingin membantumu sebisa mungkin saat kamu kesulitan dengan hidup yang nggak nyaman... meskipun hanya sebatas kemampuanku.” 

“Terima kasih, tapi aku merasa bersalah karena membebani Kamome seperti ini...” 

Sebagai dua orang yang saling memengaruhi kehidupan satu sama lain, mereka merasa bersalah terhadap satu sama lain. 

Percakapan itu secara alami terhenti, menciptakan kekosongan yang canggung. 

“Ahh, mungkin aku seharusnya cepat-cepat pacaran saja dengan pria yang kuat secara fisik dan tinggal bersama atau semacamnya...” 

Lalu, entah bagaimana, Tsuyu tiba-tiba mengatakan hal itu. 

Sebagian karena ia tidak tahan dengan suasana yang berat, tapi Tsuyu sendiri terkejut dalam hati bahwa ia telah mengucapkan kata-kata seperti itu. 

“Eh?” 

Kamome menatap Tsuyu dengan ekspresi bingung. 

“K-Kamu tahu, dia juga bisa jadi semacam bodyguard. Dengan begitu, aku bisa pergi keluar dengan lebih tenang.” 

“T-Tentu saja, itu mungkin benar, tapi...” 

Mendengar pernyataan Tsuyu, pandangan Kamome tampak gelisah, dan ia menunjukkan ekspresi sedikit kecewa. 

Melihat Kamome seperti itu, Tsuyu merasakan sensasi seperti hatinya diremas dengan kuat. 

Rasa bersalah... adalah yang utama. 

Namun, ia juga merasakan semacam kegembiraan aneh melihat Kamome yang terlihat khawatir dan tampak sedikit terguncang dengan ide bahwa ia mungkin bersama pria lain. 

“Bahkan untuk pekerjaan paruh waktu... sekarang ini, kamu bisa dengan mudah bertemu pria kaya yang lebih tua lewat aplikasi dan menghasilkan banyak uang dengan mudah.” 

Entah bagaimana, Tsuyu terus berbicara seperti itu. 

Kata-kata kasar yang sebenarnya tidak ingin ia ucapkan meskipun sekadar dipikirkan. 

Mendengar itu, Kamome langsung mengangkat wajahnya. 

“Tsuyu...” 

Ia tahu Kamome marah. 

Ada sensasi tajam di bagian belakang kepalanya. 

Ah, aku benar-benar buruk. 

Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk merasa bahagia melihat Kamome benar-benar marah dan mengkhawatirkan keselamatanku. 

“...Maaf.” 

“...Bukan begitu, maksudku, aku tahu kamu hanya bercanda...” 

Saat Tsuyu meminta maaf, Kamome mengalihkan pandangannya dengan ekspresi canggung. 

Keinginan yang terpendam perlahan menguat. 

Tidak bisa, ia tidak dapat menahannya lagi. 

Perasaan Tsuyu telah mencapai batasnya. 

Didera kesepian, hati yang rapuh. 

Meskipun ia merasa bimbang, ia sudah menyadari bahwa penilaiannya telah menjadi tidak stabil sejak ia mengundangnya ke rumah. 

Namun, ia masih ingin menjaga jarak. 

Ia mencoba mempertahankan egonya dengan logika yang perlahan memudar, berkata pada dirinya sendiri bahwa ia tidak boleh melangkah terlalu jauh. 

Pria di depannya sangat berharga baginya. 

Namun, ia tidak boleh menginginkannya. 

...Tapi. 

Tetap saja, meskipun hanya sedikit dari perasaan yang telah lama terpendam ini. 

Cintanya pada Kamome. 

Ia ingin menyampaikannya, meskipun hanya sedikit. 

Jika ia bisa melakukan itu, ia merasa masih bisa melawan kenyataan ini. 

Di dunia yang penuh rasa sakit yang begitu berat baginya, ia merasa setidaknya berhak atas itu. 

Tsuyu mendapati dirinya berharap demikian. 

“...Hei.” 

Menyampaikan cinta. 

Cara melakukannya mungkin berbeda bagi setiap orang. 

Jika ada seratus orang dengan perasaan, wajar jika ada seratus cara untuk mengungkapkannya. 

Karena itu, cara Tsuyu tidak sepenuhnya salah. 

Untuk Tsuyu, yang pernah berada di tempat paling terang namun kemudian jatuh ke dalam kegelapan terdalam, ini adalah cara ia menyampaikan cintanya pada Kamome. 

Namun, bagi Kamome, yang terus berjalan di jalan yang sama seperti dulu, ini adalah tindakan yang masih sulit untuk dipahami─

“Eh?” 

Tsuyu perlahan mendekatkan bibirnya ke Kamome.


◇◆◇◆◇◆


Sudah berapa kali Tsuyu mencium Kamome? 

Di antaranya, ada berbagai jenis ciuman darinya.  

Ciuman di pipi, ciuman yang hanya menyentuh ringan.  

Semua itu masih memiliki kelembutan dan tidak terlalu membuat ketagihan.  

Namun, ciuman langsung di antara bibir.  

Itu berbahaya.  

Ciuman pertama mereka saat bertemu kembali, masih terasa seperti provokasi setengah main-main.  

Kamome sendiri terlalu terkejut dan bingung dengan aksi mendadak itu untuk memikirkannya lebih jauh.  

Namun, pada malam ketika dia merebut Tsuyu dari tangan Kashiro─ciuman itu, saat Tsuyu sangat menginginkan Kamome dan memohon padanya, menjadi sesuatu yang berbahaya yang benar-benar melumpuhkan pikirannya.  

Ciuman Tsuyu memiliki kekuatan magis.  

Mungkin itu adalah racun yang hanya bekerja pada dirinya.  

Bukti bahwa cinta pertamanya, yang hanya menunjukkan sisi lamanya kepadanya, dengan tubuh dan hati yang terluka, bergantung padanya─ciuman yang begitu dekaden, suram, dan melampaui kewajaran.  

Kini, Kamome kembali dicium seperti itu─

Sebelum dia menyadarinya, Kamome sudah berada dalam posisi dengan punggungnya menempel pada ranjang, seolah Tsuyu menyerahkan seluruh berat tubuhnya padanya.  

“Nn, fuu.” 

Dari celah di antara bibir mereka yang saling bertaut, napas dan suara lembut Tsuyu terdengar.

Mulutnya dipenuhi rasa manis dan hangat.  

Lidahnya menjelajahi setiap sudut rongga mulut Kamome.  

Bagi Kamome, yang pengalamannya sedikit, ini memberikan sensasi baru, seakan organ sensorik di mulutnya bisa bergerak sedemikian rupa.  

Seperti ada makhluk lunak yang meronta di dalam mulutnya... tetapi tidak kasar.  

Lembut, hati-hati, membran lendirnya disentuh.  

Suhu, rasa, aroma, tekstur, semua terasa seakan dipijat dengan minyak hangat.  

Gerakan itu seolah-olah sarafnya diambil alih dan dikuasai oleh makhluk lain... 

Tidak bisa bernapas dengan bebas, otaknya terasa buram, tetapi anehnya dia justru menikmatinya.  

Kenyamanan dalam kepatuhan.  

Keadaan yang berbahaya.  

“Kamome... ahh, uh... Kamome...” 

Di antara tarikan napas, suara Tsuyu terdengar.  

Sensasi namanya diucapkan lembut, seperti sesuatu yang sangat berharga.  

Dia juga berada dalam kondisi yang sama.  

Pasti otaknya juga buram.  

Meski begitu, fakta bahwa hal pertama yang dia panggil adalah namanya membuat tubuh Kamome bergetar.  

“...Ah, Ts-Tsuyu.” 

Perasaan memabukkan, seperti berendam dalam air hangat.  

Di tengah itu, Kamome menyadari sensasi baru di tubuhnya.  

Tangan Tsuyu telah mengangkat kaos Kamome, menyentuh bagian tubuhnya yang terbuka.  

Tangan kanan Tsuyu berada di dadanya.  

Tangan kirinya membelai perut Kamome.  

“Kamome... seperti yang kuduga, luar biasa...” 

Beberapa waktu lalu, saat Tsuyu mengunjungi kampung halaman Kamome untuk meminta maaf, mereka terjebak dalam hujan lebat dan buru-buru berlindung di rumahnya.  

Saat itu, Tsuyu melihat Kamome dengan tubuh bagian atasnya telanjang saat dia berganti pakaian.  

Pasti mengingat saat itu, dan sekarang melihat serta menyentuh tubuh Kamome yang lebih dewasa, dia mengeluarkan suara kagum.  

“Tsuyu... ah!” 

Ujung kuku Tsuyu menyentuh ujung puting kanan Kamome.  

“Enak, ya?” 

Tsuyu bertanya, menatap mata Kamome setelah memisahkan bibir mereka.  

Matanya penuh kehangatan, seolah-olah dia merasakan kasih sayang pada Kamome yang terjerat dalam kenikmatan.  

Tidak sanggup menatap langsung ke arah pandangan yang begitu sensual itu, Kamome refleks memalingkan wajah.  

Matanya terasa panas.  

Mungkin ada air mata yang mulai mengalir.  

“...Huhu, Kamome, lucu sekali.” 

Tsuyu tertawa menggoda, menundukkan wajahnya ke dada Kamome yang dia usap lembut tadi.  

Ujung lidahnya menyentuh titik yang sudah menjadi sensitif itu.  

Tubuh Kamome melompat dengan kuat.  

Sensasi seperti listrik yang belum pernah dia rasakan mengalir ke seluruh kulitnya.  

“Tsuyu! T-Tunggu, kamu jangan...” 

Bibir Tsuyu membungkus tonjolan di putingnya, dan ujung lidahnya menggodanya.  

Dengan telaten, perlahan, sepenuh hati dimainkan, otaknya terasa berdenyut.  

“Kamome, sentuh aku.” 

Sebelum dia menyadarinya, Tsuyu telah membawa tangan kanan Kamome dan meletakkannya di antara pahanya.  

Melalui celah celana jeansnya, dia membuat ujung jari Kamome menyentuh perut bagian bawahnya.  

Begitu panas hingga Kamome bisa merasakannya meski melalui kain pakaian dalamnya.  

Ketika jari Kamome menyentuhnya, Tsuyu mendesah seperti kucing dan memanggil nama Kamome berulang kali.  

Apakah perempuan merasakan nikmat yang begitu menggugah hati saat disentuh di sini?

Meski hanya menyentuhnya, Tsuyu mengerang dengan suara yang meleleh.  

Jika dia menggerakkan ujung jarinya, reaksi seperti apa yang akan Tsuyu tunjukkan?  

Bagaimana dia akan menikmati?  

Ekspresi seperti apa yang akan dia perlihatkan saat dia memanggil namanya─?  

“Tsu, yu...!” 

Kamome terhenti.  

Ini buruk.  

Dia tidak boleh melakukannya.  

Dia akan terseret oleh situasi ini juga.  

Tenang, tetaplah berpijak.  

Tsuyu sudah tidak terkendali.  

Dia harus menghentikannya─  

Kamome meletakkan tangan kirinya di bahu Tsuyu.  

“......”

Namun─

Apa boleh menariknya pergi dengan paksa saat ini?  

Saat ini, hati Tsuyu melemah karena tekanan yang terus-menerus, dan itulah sebabnya dia bergantung pada Kamome.  

Fakta bahwa dia melakukan sesuatu yang biasanya dihentikan oleh akal sehat mungkin karena keadaan mentalnya yang sangat tidak stabil.  

Jika Tsuyu kehilangan kendali, apa yang seharusnya dia... keputusan apa yang harus dia buat?  

Haruskah dia menariknya pergi dengan paksa dan menasihatinya dengan akal sehat?  

Ataukah dia membiarkan Tsuyu melakukan sesukanya sampai dia puas, sampai dia mendapatkan kembali kesadaran dirinya dan merasa malu atas tindakannya sendiri?  

Dia tidak tahu.  

Dia benar-benar tidak tahu.  

Di tengah kenikmatan yang terus-menerus menyerangnya, Kamome dilanda dilema.  

Dia tidak tahu apa jawaban yang benar.  

Benar, sudah sejak lama.

Setelah menyakiti Himawari dan membuat Tsuyu terpojok, dia... dia kehilangan kepercayaan diri dalam menilai apa yang benar.  

Sambil menutup matanya erat-erat, Kamome mengeluarkan erangan seperti sedang menahan rasa sakit.  

“...Ah.” 

Saat itulah.  

Mungkin karena menyadari ekspresi Kamome dan suara penuh penderitaan darinya.  

Gerakan Tsuyu terhenti.  

“Tidak, i-ini bukan... apa yang sudah kulakukan...” 

Menyadari apa yang sedang dilakukannya pada Kamome saat ini, apa yang ada di dalam mulutnya, tempat dia membimbing tangan Kamome menyentuh, Tsuyu segera menjauh.  

“Kamome... maafkan aku.” 

Kepada Kamome, yang kini bernapas pendek-pendek, Tsuyu meminta maaf.  

Tatapan matanya yang tadi dipenuhi gairah panas kini telah menghilang.  

Mungkin karena dia sadar apa yang baru saja dia lakukan.  

“Aku... aku... maaf, Kamome, hal seperti ini... aku nggak bermaksud sampai sejauh ini...” 

“Tsuyu...”  

Rasa penyesalan terlihat jelas dari tubuhnya yang gemetar.  

Tentu saja.  

Dia telah melakukan sesuatu yang sepenuhnya menghancurkan hubungan yang selama ini mereka coba pertahankan.  

“Aku benar-benar yang terburuk, apa yang sudah kulakukan... merasa kesepian karena kesalahanku sendiri, hatiku melemah, dan bergantung sepenuhnya pada Kamome, yang tetap berada di sisiku bahkan di saat seperti ini...”  

“......”

“Maaf, aku sungguh minta maaf, Kamome... kamu pasti membenciku sekarang...” 

Sambil meneteskan air mata, Tsuyu berbicara seolah-olah sedang mengakui dosa.  

“Seandainya saja aku tumbuh seperti seharusnya, seperti yang Kamome harapkan, aku nggak akan menjadi wanita seperti ini...” 

Kamome duduk, meletakkan tangannya di kepala Tsuyu, dan mengelusnya dengan lembut.  

Dia berusaha sebaik mungkin untuk merasakan rasa sakit yang dialami Tsuyu.  

“...Semua orang pasti punya saat-saat merasa kesepian. Aku yang bilang ingin membantu Tsuyu. Aku nggak akan mengatakan kalau aku membencimu.” 

Jadi, semuanya baik-baik saja, ucapnya.  

Mendengar kata-kata tulus Kamome yang berusaha menghiburnya, Tsuyu mengangguk sebagai balasan.  


Lalu, bel pintu di depan rumah berbunyi.  


“Eh?” 

“Bel pintu... barusan...” 

Ini sudah larut malam.  

Siapa yang datang berkunjung di jam seperti ini?  

Awalnya mereka mengira salah dengar, tetapi setelah beberapa saat, suara bel kembali terdengar.  

“...Tsuyu, tetap diam.” 

“...Baik.” 

Sejenak, Kamome merasa tidak enak.  

Bayangan Kashiro Akito melintas di benaknya.  

Dia perlahan berdiri dan berjalan menuju pintu depan, berusaha tidak menimbulkan suara.  

Dengan hati-hati, dia mengintip melalui lubang intip.  


Di luar pintu, Himawari berdiri di sana.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close