NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Arifureta Shokugyou de Sekai Saikyou: After Story V14 Chapter 10

Penerjemah: Ariel Yurisaki

Proffreader: Ariel Yurisaki


Chapter 10:

Melewati Satu Tahun Penuh Gejolak


“Hoo, hoo...” Napas putih melayang dan larut di udara.

Udara musim dingin yang menusuk terasa tajam di kulit, membuat hidung dan telinga semua orang yang berlalu-lalang memerah karena dingin.

Salju yang diinjak mengeluarkan suara berderak halus, shaku-shaku, dan icicles—rangkaian es yang menggantung dari atap bangunan—semakin menegaskan betapa dinginnya suasana beberapa jam sebelum pergantian tahun.

Namun, apakah hawa dingin itu juga membekukan hati orang-orang yang berlalu-lalang di tempat ini? Jawabannya: sama sekali tidak.

Tempat ini adalah kota pemandian air panas terkenal yang dipenuhi pesona—deretan penginapan kayu tua berdiri sejajar, uap putih mengepul dari sana-sini, dan cahaya lembut berwarna jingga mengisi seluruh suasana dengan kesan magis.

Karena itulah, orang-orang yang berjalan di jalanan yang dipenuhi kios dan toko oleh-oleh ini kebanyakan adalah keluarga atau pasangan yang hendak menghabiskan malam pergantian tahun dengan santai di kota onsen ini.

Seberapa dingin pun suhunya, jika melihat ekspresi mereka—tidak ada satu pun yang tampak kesulitan menahan hawa dingin. Dan alasannya pun jelas.

Ada seseorang yang mendampingi. Mereka berbagi waktu yang indah bersama. Dan di penginapan nanti, pemandian air panas yang hangat sudah menanti. Fakta-fakta itulah yang menghapus kerasnya dingin di penghujung tahun.

Di antara para wisatawan itu, tampak sepasang pria dan wanita.

“………Ya, bisa dibilang, kacamata penghalang persepsi ini akhirnya sempurna hari ini.”

Sepasang kekasih yang saling menempel erat satu sama lain—atau lebih tepatnya, pasangan suami istri secara de facto—Hajime dan Yue.

Hajime mengenakan celana kargo dan mantel modis berkerah bulu yang hangat, sementara Yue tampil dengan sweater turtle neck hitam serta mantel berwarna krem yang dihiasi pita di bagian sabuk dan potongan bawah melebar yang manis.

Namun, ada satu hal yang jelas berbeda dari Yue dibandingkan biasanya.

Tinggi badannya kini sedikit melebihi bahu Hajime. Bahkan melalui mantel pun, lekuk tubuhnya yang luar biasa terlihat jelas—dada yang penuh, pinggang yang begitu ramping hingga sulit dipercaya berkat efek ikat pinggang, dan garis pinggul bak karya seni yang dilanjutkan dengan kaki menggoda berbalut stoking hitam. Rambut emasnya, seindah air terjun yang berkilauan, bergoyang setiap kali ia melangkah…

Tak mungkin ada orang yang tidak terpikat oleh penampilannya.

Ya, Yue saat ini sedang berada dalam apa yang disebut sebagai “Mode Dewasa.”



Ini adalah bentuk Yue yang berusia sekitar dua puluh tahun—sama seperti saat ia dirasuki oleh Ehite di Kawasan Suci dan seperti yang beberapa kali ia perlihatkan setelah Pertempuran Besar Mitologis itu. …Dan tentu saja, ini bukan berarti mode dewi erotis malam hari (dalam arti yang sangat bermakna). Hanya mode dewasa, itu saja. Untuk memperjelas.

Yue memang dikenal karena daya tarik dari kontras antara penampilan mudanya dan pesona sensual yang secara alami terpancar darinya. Namun, saat ini, bahkan selera pribadi maupun preferensi masing-masing orang pun seolah tak ada artinya di hadapan satu hal—keindahan absolut.

Siapa pun yang melihat Yue dalam wujudnya sekarang pasti akan berpikir, tanpa terkecuali:

“Dia... benar-benar tak terlihat seperti makhluk yang sama dengan kita.”

Perasaan itu bahkan nyaris berubah menjadi rasa takut. Tapi karena ia memancarkan aura kebahagiaan dari seluruh tubuhnya, dan ekspresinya begitu lembut, kekuatan pesonanya yang alami pun benar-benar tak bisa dihentikan lagi.

“Kecantikan yang bisa menjatuhkan sebuah negeri”—ungkapan itu seolah diciptakan hanya untuk Yue dalam wujud ini.

Namun—anehnya—tidak ada satu orang pun yang memperhatikannya.

“…Fufu, padahal kamu bisa saja melakukan penghalang persepsi itu sendiri,”

Kata Yue sambil tersenyum.

“Mana mungkin aku merebut kesempatanmu untuk memakai kacamata itu,”

Jawab Hajime dengan wajah serius.

Yue tak kuasa menahan tawanya, lalu menyembunyikan wajahnya di bahu Hajime sambil tubuhnya gemetar karena geli.

Bagaimanapun juga, kacamata penghalang persepsi khusus untuk Yue—yang sebelumnya telah kalah total dalam dua puluh tiga percobaan melawan pesonanya—kini akhirnya berhasil disempurnakan. Kacamata itu dijuluki “Charm Breaker.” (Pemutus Pesona)

Namun tentu saja, sehebat apa pun alat yang diciptakan oleh sang Synergist terhebat ini, objeknya tetap tidak termasuk Hajime.

Yue mengangkat wajahnya dari bahu Hajime, lalu berbisik pelan di dekat telinganya.

“…Hajime, kamu memang ingin memilikkuku sepenuhnya, ya?”

Dengan senyum nakal, ia pun menggoda dengan menggigit lembut daun telinga Hajime.

Namun sebelum menjawab, Hajime justru mengeluarkan ponselnya, ingin mengabadikan ekspresi nakal Yue yang begitu menggoda itu. Ia menyalakan mode Group Selfie, menyertakan dirinya dan Yue dalam bingkai, lalu klik.

“Tentu saja, rasa ingin memilikimu sepenuhnya selalu ada.”

Tanpa ragu dan dengan wajah datar seperti biasa, Hajime menjawab langsung dan to the point. Yue yang mendengarnya langsung memerah dan berpaling, berkata “Mou~” sambil mengalihkan pandangan.

Beberapa orang di sekitar mereka sempat melirik ke arah mereka sambil bergumam,

“Hah? Barusan… kayaknya ada cewek luar biasa cantik, deh…?”

Ayo semangat, ‘Charm Breaker’! Jangan kalah, Charm Breaker! 

“Ehem. …Ngomong-ngomong, kamu nggak kedinginan? Kalau perlu, aku bisa keluarkan artefak penghangat.”

“…Hm. Nggak apa-apa. Musim dingin memang seharusnya dingin, kan? Rasanya menyenangkan bisa merasakan pergantian musim.”

“Begitu ya… iya, kamu benar.”

Mereka pun kembali melanjutkan jalan-jalan sambil bergandengan tangan. Saat Hajime memasukkan tangannya ke dalam saku, Yue pun—dengan sangat alami—ikut menyelipkan tangannya ke dalam saku milik Hajime. Dan tentu saja, di dalamnya, tangan mereka saling menggenggam erat seperti pasangan kekasih.

“…Gimana dengan Shea dan yang lainnya?”

“Hmm~… Kupikir, setidaknya sejenak sebelum menyambut tahun baru, Aku ingin menikmati waktu kita, hanya berdua saja.”

“…Padahal Ayah mertua dengan semangat pergi ke onsen, Dia bilang ingin ‘mandi telanjang bareng anak laki-lakinya setelah sekian lama’.”

“Nanti ketika pulang Aku usahakan untuk mandi bersamanya. Aku akan menggosok punggungnya.”

Kata Hajime sambil membalas dengan senyum nakal, seolah membalas godaan Yue sebelumnya.

“Kenapa? Kamu lebih suka kalau semuanya ikut?”

Jawabannya sudah cukup jelas hanya dari genggaman erat di dalam saku dan wajah Yue yang sedikit memerah dan tersenyum malu-malu. Hajime pun membalas genggaman itu dengan erat. Mereka pun saling menggenggam—gyu gyu—untuk beberapa saat.

Ngomong-ngomong, dalam rencana perjalanan keluarga Nagumo kali ini untuk menghabiskan Tahun Baru di kota onsen, Kaori, Shizuku, dan Aiko sayangnya tidak bisa ikut serta.

Keluarga Yaegashi memiliki acara Kumpul Anggota Keluarga, dan Kaori harus membatalkan ikut karena Tomoichi-papa memohon sambil menangis, berkata:

“Jangan pergi! Rayakan di rumah saja, malaikat kecilku!”

Aiko juga harus pulang kampung karena ada acara keluarga besar saat Tahun Baru.

Ini adalah pertama kalinya mereka menyambut Tahun Baru setelah kembali dari dunia lain. Masih ada kerabat dan kenalan yang belum mereka temui juga. Jadi menghabiskan waktu di rumah pun merupakan keputusan yang masuk akal.

Karenanya, peserta perjalanan kali ini hanya keluarga Nagumo seperti biasa, ditambah Liliana. Setelah selesai jalan-jalan siang, mereka pun kembali ke penginapan. Saat itu, dengan aba-aba dari Sumire, semua langsung menyerbu pemandian air panas! 

“...Nggak nyangka, kamu akan menculikku dengan cara sekuat itu.”

Ya, benar. Hajime menculik Yue.

Menggunakan kemampuan penyembunyian aura secara maksimal dan artefak pengacau persepsi, dia menggendong Yue dengan gaya putri secara paksa. Agar tidak terdeteksi oleh sihir, dia tidak menggunakan Gate, melainkan langsung melompat keluar jendela dengan penguatan tubuh maksimum dan teknik Shukuchi sepenuhnya.

“...Padahal kalau kamu bicara apa adanya, aku rasa semuanya akan memberikan izin”

“Sembilan dari sepuluh kemungkinan, ayah dan ibu akan memberikan sindiran khas mereka.”

Itu… masuk akal. Alasan yang membuat siapa pun akan mengangguk setuju tanpa sadar.

“Yah, selain itu, mungkin... Aku hanya kalah dari logika gara-gara melihat Yue dalam mode dewasa setelah sekian lama.”

Sepertinya keinginannya untuk membawa pergi Yue dalam bentuk dewasa sudah begitu besar sampai-sampai dia malas mengikuti prosedur atau bahkan menghiraukan persetujuan Yue sendiri.

“...Mau aku tetap pakai wujud ini terus?”

Meski udara menusuk kulit dengan dingin, Yue terlihat sangat... panas. Atau lebih tepatnya, memanas. Ekspresinya tampak sedikit kabur dan terpana. Wajahnya jelas menunjukkan: “Kalau Hajime menginginkan, aku akan menuruti.”

“Tidak perlu. Aku juga suka Yue yang biasanya. Jadi, tergantung kamu aja.”

“...Jangan-jangan, Kamu sengaja membawaku kabur agar Aku tidak bisa menahan diri ya?”

“Kata-katamu barusan terlalu jujur, dan tepat sasaran”

Akhirnya, Yue mulai menepuk-nepuk bahu Hajime.

Karena malu... tapi juga senang... dia tak bisa menahan diri untuk tidak memukul pelan.

Orang-orang di sekitar mulai melihat ke kiri dan kanan, merasa ada hawa manis seperti bisa bikin muntah gula.

“Eh? Barusan rasanya kayak ada udara super romantis yang bikin mual ya?”

Bertahanlah, ‘Anti-Pesona’! Pertarungan ini masih panjang!

Ngomong-ngomong, tentu saja, Shea dan yang lainnya sudah menyadari bahwa Hajime dan Yue diam-diam menghilang.

Tapi karena mereka bisa menebak alasannya, mereka memilih memprioritaskan pemandian air panas dan sekarang sedang terkulai lemas karena betapa nikmatnya berendam disana.

“Oh? Ada telur onsen. Mau coba?”

Saat mereka berjalan makin berdekatan di area kios makanan, mereka melihat sekelompok keluarga sedang menikmati telur onsen yang tampak lezat.

“Hmm? Telur setengah matang?”

“Bukan, ini berbeda. Bagian putihnya juga setengah matang. Yah, itu sebenarnya tidak penting, tapi ini khas daerah onsen.”

“Mau~♪”

Yue langsung menjawab.

Dia sangat peka—dan juga lemah—terhadap hal-hal yang disebut “khas” atau “umum” di dunia Hajime.

Itu mungkin karena ia ingin tahu lebih banyak tentang dunia Hajime, dan keinginan itu membuatnya jadi seperti itu secara alami.

Yue pun meninggalkan sisi Hajime dan berlari kecil dengan langkah ringan ke arah kios.

“……Dua telur onsen, tolong ya?”

“Baik, terima ka—“

Pegawai pria di toko itu membeku. Alasannya… ya, tak perlu dijelaskan lagi.

Namun, ‘Anti-Pesona’ belum kalah! Bertahanlah, Charm Breaker! 

Penyebabnya adalah karena Yue, yang sedang sangat ceria dan senang saat memilih telur onsen di etalase, lupa akan keberadaan uap panas yang mengepul di sekitarnya.

(Sial… Aku, sampai lupa pakai perlindungan anti-embun...)

Walau menyesal, semuanya sudah terlambat. Hajime hanya melepas dan mengelap kacamatanya sebentar, tapi waktu sesingkat itu sudah cukup.

Jarak mereka cukup dekat, dan dampaknya langsung terasa. Pegawai toko itu tak bisa bertahan.

Mata terbuka lebar, dia membeku, seakan sedang menyaksikan turunnya seorang dewi.

(Maafkan aku, pegawai-san. Ini kelalaianku...)

Dengan penuh penyesalan dalam hati, Hajime menggunakan sedikit tekanan spiritualnya—versi ringan—untuk membuat si pegawai sadar kembali.

Pegawai itu pun tersadar dengan kaget, wajahnya merah seperti gurita rebus, lalu buru-buru menyiapkan pesanannya dengan tergesa-gesa.

Dua telur onsen disajikan dalam cangkir kecil. Mereka bisa memilih untuk memecahkannya sendiri atau meminta pegawai yang melakukannya, tapi Yue ingin melakukannya sendiri.

Mereka berjalan ke tempat sampah yang disediakan untuk membuang cangkang dan cangkir kosong, lalu Yue segera mencoba memecahkan telur onsen di atas cangkir yang dipegang Hajime.

“Nuuu~~nnn!”

“Eh, tunggu. Apa itu suara berusaha? Ini bukan mengangkat batu, loh.”

Ujung jarinya bergetar. Wajahnya sangat serius.

Semangat Yue terlihat jelas: “Tidak boleh ada serpihan cangkang telur yang jatuh, walau hanya sebutir kecil pun!”

Kebiasaan menggunakan pemotongan ruang untuk memecahkan telur di rumah ternyata menimbulkan efek samping kali ini.

Meski sudah berkali-kali dimarahi oleh Shea, Yue tetap tak mau menghentikannya...

Tentu saja, ekspresi Hajime terlihat sangat hangat dan lembut.

“……Nng. ……Plump-plump.”

Telur onsen yang jatuh ke dalam cangkir dipandangi Yue dengan saksama.

Lalu dia menatap Hajime dengan pandangan mengangkat sedikit wajahnya—sepertinya dia merasa “aku bisa melakukan ini”, dan ingin memecahkan telur Hajime juga.

Yue pun mencoba lagi, kali ini dengan lebih hati-hati, jarinya gemetar perlahan saat menghadapi tantangan memecahkan telur onsen kedua.

Tentu saja, ekspresi Hajime semakin melembut dan hangat.

“……Nng. Aku berhasil memecahkannya dengan baik.”

“Terima kasih atas tontonan yang sangat menggemaskan.”

Mereka saling tersenyum kecil, Yue dipenuhi rasa pencapaian, dan Hajime memberikan sendok kecil. Saatnya menyantap.

“……Lembut sekali. Dan rasanya pekat sekali.”

“Benar. Untuk harga segini, sepertinya mereka menggunakan telur berkualitas.”

Karena jumlahnya tidak banyak, mereka pun segera selesai makan dan membuang cangkir bekas ke tempat sampah.

Yue tampak puas, dan Hajime pun ikut menunjukkan ekspresi puas.

Saat itulah mereka berdua tersadar akan sesuatu secara bersamaan.

Hajime spontan tersenyum geli, dan Yue sedikit memiringkan kepalanya penuh rasa ingin tahu.

“Di ujung mulutmu, ada kuning telur menempel.”

“……Malu banget.”

Dengan pipi memerah, Yue hendak menyeka kuning telur itu sendiri, namun jari Hajime lebih cepat bergerak.

Jari telunjuknya perlahan menyentuh ujung bibir Yue.

“Nngh...” Yue mengeluarkan suara yang entah kenapa terdengar menggoda, dan entah apa yang dipikirkannya, ia langsung menggigit jari Hajime dengan suara “chom♪”.

Hajime jadi menunjukkan ekspresi canggung karena merasakan sensasi lembut dan hangat yang menjilat pelan-pelan di ujung jarinya.

Bahkan, mulai terdengar suara “chupa chupa” yang sangat nyata, membuat Hajime buru-buru menarik jarinya keluar.

“……Hmm, padahal enak.”

“Tolong tahu tempat dan waktu. Aku tidak mau istriku jadi teroris erotis di malam tahun baru.”

“Huh?” Yue memutar pandangannya—dan langsung sadar.

Semua orang buru-buru memalingkan wajah mereka.

Penjual tadi tentu saja, lalu keluarga yang sedang lewat dan pasangan yang kebetulan melintas—semuanya sempat terhenti dan memperhatikan kejadian itu.

Ternyata, bahkan kemampuan “Charm Breaker” tidak bisa menetralisir efek erotis yang dilepaskan oleh sang vampir cantik mode dewasa dan sexy itu...

Anak dari keluarga tadi bahkan harus ditutup matanya oleh sang ibu, dan sang ayah menatap Hajime dengan mata yang pupilnya mengecil.

“……Maaf.”

Sepertinya Yue sadar bahwa Hajime benar. Ia menundukkan kepala minta maaf dengan tulus.

Orang-orang membalas dengan senyum kecut dan anggukan kecil seolah berkata, “Kalian terlalu sibuk bermesraan, sampai lupa sekitar...”

Agak memalukan.

Karena itu, Yue menarik tangan Hajime dan buru-buru menjauh dari depan toko.

“……Sepertinya aku terlalu bersemangat karena ini kencan berdua setelah sekian lama.”

Sambil kembali berbagi kantong jaket yang sama, Yue melirik Hajime dengan pandangan malu-malu dan meminta maaf.

“Aku sebenarnya juga sangat senang, jadi kita impas, kan?”

Hajime menenangkan Yue sambil mengarahkan pandangan ke arah jembatan besar yang terlihat di kejauhan.

“Sambil jalan-jalan, Ayo kita ke jembatan itu. Katanya di pinggir sungai akan ada kembang api untuk menyambut tahun baru. Dari sana sepertinya bisa kelihatan dengan jelas.”

“……Un! Tapi, pas pergantian tahun—“

“Aku tahu, Kita akan merayakannya bersama keluarga, kan?”

Tentu saja, kalau sampai mereka terlambat pulang, Shea dan yang lainnya pasti akan marah. Hajime pun ingin menyambut tahun baru bersama keluarganya.

“Jadi, aku hanya akan ‘membawa kabur’ Yue sampai hitung mundur saja.”

“……Aku siap diculik dengan senang hati♪”

Wajah cantik Yue mengembang dengan senyum lebar, dan wajah Hajime pun tak kalah lembutnya.

Untuk sementara waktu, Mereka berdua semakin merapat dan menikmati waktu bersama.

Lalu...

Mereka saling menyuapi makanan khas daerah, berfoto bersama di tempat-tempat Instagramable, berendam kaki bersama di foot spa...

Dan saat Yue melepas stokingnya, Hajime tak bisa mengalihkan pandangan—dan Yue menyadarinya.

Sambil tersenyum menggoda, ia melemparkan lirikan manis yang sangat memesona.

Mungkin karena itulah...

Akhirnya, “Charm Breaker” pun mulai retak. Retakan itu menyebabkan orang-orang di sekitar menyadari keberadaan Yue, hingga suasana pun sedikit riuh...

Namun, Charm Breaker-san cukup tangguh. Meskipun tidak dilengkapi fitur anti-embun, setidaknya ia memiliki fungsi perbaikan otomatis. Ia berhasil bangkit kembali dengan kekuatannya sendiri, dan untuk sementara waktu mampu menyegel kembali pesona menggoda Yue.

Dan begitulah, saat waktu menuju tahun baru tinggal kurang dari tiga puluh menit,

Hajime dan Yue berada di atas sebuah jembatan kayu besar yang menyimpan nuansa sejarah dan keanggunan. Yue bersandar sepenuhnya ke dada Hajime, seolah-olah ingin tenggelam dalam kehangatannya.

Di sekitar mereka, banyak orang yang juga berkumpul untuk menyaksikan kembang api. Namun karena pemandangan bisa terlihat jelas dari penginapan, jalan utama, atau pinggir sungai, kerumunan terbagi, dan tempat itu tidak terlalu padat seperti yang dikhawatirkan.

“……Kalau begini, sepertinya kita tidak perlu pakai penghalang, ya?”

“Benar juga. Kalau terlalu ramai, aku pasti akan merasa bersalah.”

Mereka sudah memberitahu titik pertemuan kepada Shea dan yang lainnya. Maka dari itu, Yue sebelumnya sudah memasang penghalang manipulasi persepsi—penghalang yang membuat orang-orang tanpa sadar enggan mendekat ke area tertentu—guna mengamankan tempat. Tapi ternyata, hal itu sepertinya tidak terlalu diperlukan.

Kalau memang tempat itu jadi terlalu ramai, mereka juga sudah bersiap untuk pindah lokasi, jadi kini mereka merasa lega.

Kali ini, kedua tangan Hajime masuk ke dalam saku jaket Yue.

Mereka saling tersenyum hangat dan saling menggenggam tangan di dalam saku sambil menikmati kehangatan satu sama lain.

“Bagaimana? Kehidupanmu di sini, menyenangkan?”

Pertanyaan itu disampaikan dengan suara lembut. Bukan seperti kekhawatirannya dulu—tentang apakah Yue dan yang lainnya bisa bertahan hidup di dunia ini atau tidak—pertanyaan yang dulu Yue anggap sebagai pertanyaan bodoh dan langsung ditolak.

Kali ini, itu adalah pertanyaan murni—ia hanya ingin tahu bagaimana pendapat Yue, apa yang benar-benar ia rasakan.

Karena itu, Yue pun menjawab dengan ekspresi dan suara yang sama lembutnya.

“…Asal ada Hajime, semuanya terasa luar biasa, tahu?”

“Ah… ya, Akan senang mendengarnya, tapi bukan itu yang Aku maksud.”

“…Fufu, bercanda kok. Masih banyak hal yang membingungkan, banyak hal yang belum aku pahami… tapi ya, aku bisa merasakannya dengan sangat jelas.”

“Merasakan apa?”

“…Bahwa ini adalah tempatku. Ini adalah rumah yang selalu ingin kutuju.”

Sudah sekitar tiga bulan berlalu. Meskipun baru selama itu, dari kehidupannya bersama keluarga Nagumo, Yue benar-benar mulai merasakan hal tersebut.

Mendengar kata-kata itu, wajah Hajime pun langsung melunak tanpa bisa ditahan. Pelukannya dari belakang jadi semakin erat.

Yue juga membalasnya dengan menumpukan berat badannya lebih kuat, seolah menyerahkan dirinya sepenuhnya.

“Tak ada kata yang lebih membahagiakan dari itu. Kalau ada hal yang membuatmu tidak suka, katakan saja. Jika perlu, akan kuubah dunia ini untukmu.”

“…Kalau Kita harus mengubah dunia, maka mari Kita lakukanlah bersama.”

Sang Raja Iblis Pembunuh Dewa dan Sang Putri Vampire melontarkan kata-kata yang—secara eksplisit—terdengar amat mengerikan. Mengingat mereka memang punya catatan sebelumnya, hal itu tidak bisa dianggap sekadar lelucon. Yang bisa dilakukan hanyalah berdoa—agar dunia ini tidak memberikan stres dan ketidaknyamanan sebesar itu (terutama kepada putri Vampire) sampai-sampai memaksa mereka mengambil keputusan drastis.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang lembut.

Bukan bintang di langit yang bertebaran, tapi salju mulai turun perlahan. Untuk menghias hitamnya langit malam, pemandangan itu tidak buruk sama sekali. Gemericik sungai dan udara malam yang jernih semakin menenangkan hati.

Suara riuh orang-orang di sekitar pun terasa jauh. Seakan dunia hanya milik mereka berdua.

Andai ada fotografer atau pelukis di sana, mungkin mereka akan mati-matian mencoba mengabadikan momen itu selamanya. Begitu sempurna, seolah dunia di sekeliling mereka seperti telah selesai dibentuk—agung dan tenang, manis dan hangat.

Dan saat itulah...

“Yue-saaaaan~! Hajime-saaaaan~!”

“Papaaaa~! Yue-oneechaaaaann~!”

Dengan nada yang agak teatrikal, seperti seorang detektif yang mengejar pencuri legendaris dari serial terkenal, suara-suara yang tak asing terdengar menggema. Senyuman pun muncul di wajah Hajime.

“Sepertinya batas waktunya sudah sampai, ya.”

“…Hm♪”

Di jalan yang mengarah ke jembatan, Shea dan Myuu berlari kecil mendekat dengan langkah ringan. Di belakang mereka, Shu dan Sumire, serta Tio dan yang lainnya, berjalan dengan santai menyusul dari kejauhan.

“…Lihat, Hajime. Lihat ekspresi damai di wajah Liliana itu. Sepertinya pemandian air panas berhasil membebaskan hati anak itu dari beban pekerjaannya.”

“Benar juga. Rasanya, dari ekspresinya saja, sudah seperti mau langsung naik ke surga.”

Melihat Liliana berjalan dengan wajah mengawang seperti itu membuat Hajime dan Yue sama-sama merasa lega.

Dan akhirnya, Shea dan Myuu pun berhasil sampai ke tempat mereka.

“Ketemu juga, Pencuri Papa! Menyerahlah dan terima hukumanmu!”

Myuu berdiri setengah menyamping, tangan kiri di pinggang, sementara tangan kanan menunjuk ke arah sang Papa dengan gaya teatrikal. Melihat putrinya yang begitu dramatis, Hajime tersenyum lebar dan memiringkan kepala dengan santai.

“Pencuri Papa? Papa mencuri apa memangnya?”

Kali ini Shea yang menjawab, juga sambil menunjuk tajam ke arahnya seperti Myuu sebelumnya.

“Raja Iblis Pencuri! Kau telah mencuri sesuatu yang sangat penting… Benar, kau mencuri Yue-san dari tanganku!”

“Yue, sejak kapan kau jadi milik Shea?”

“Sejak sekitar satu miliar dua ratus juta tahun yang lalu, mungkin?”

“Terima kasih atas bahan lawakan yang bagus itu.”

Tampaknya, sifat khas keluarga Nagumo dan jalan hidup Wibu mereka sudah menular dengan baik ke Yue dan yang lain.

Tapi, terlepas dari semua itu...

“Jangan katakan kalau Aku Pencuri. Kenapa tidak berpikir kalau kami berdua kabur bersama secara suka rela?”

Dengan ekspresi seakan ingin berkata “mana mungkin,” Hajime berpura-pura tidak tahu apa-apa. Ia bisa merasakan Yue, yang masih bersembunyi di balik mantelnya, tertawa kecil.

Namun, ekspresi polos Shea dan perkataannya berikutnya membuat mereka berdua sedikit merinding.

“Eeeh? Hajime-san, Anda kan sudah menghilangkan keberadaan, menggunakan penghalang pengenalan juga, terus sambil menggendong Yue-san langsung melompat keluar lewat jendela, kan?”

“……Kenapa Kamu bisa tahu sedetail itu?”

“Kenapa, ya? Soalnya saya lihat semuanya dengan jelas, kok.”

Ternyata, Shea bisa mengikuti pergerakan Hajime meski ia sudah menghapus keberadaannya, mengacaukan pengenalan lawan, dan bergerak secepat mungkin.

“Padahal itu sudah gerakan tercepat yang bisa kulakukan saat itu...”

“Memang cepat banget, sih. Tapi ya, masih kalah cepat dibandingkan Railgun, kan!”

Tak peduli seberapa ia menghilangkan keberadaan atau mengacaukan pengenalan, selama kecepatannya di bawah kecepatan petir, bagi Shea—yang hanya mengaku sebagai gadis kelinci biasa—semuanya tetap bisa dilihat dengan mata telanjang.

“Apa-apaan itu, sungguh mengerikan...”

“……Hajime, Kau lupa ya? Anak ini memang karakter bug alami. Lebih baik Kau siap-siap dari sekarang. Suatu saat, Dia mungkin akan mengatakan ‘Kecepatan petir juga sudah biasa bagiku!’ sambil menghadapinya tanpa masalah.”

“...Itu sangat keterlaluan...”

Sambil mengelus kepala Hajime yang mulai murung, Yue mengucapkan prediksi masa depan yang cukup masuk akal.

Mendengarnya, Hajime malah membayangkan skenario yang lebih parah lagi—bukan hanya menghindari Railgun, tapi bahkan menangkap peluru petir itu dengan tangan kosong.

Telapak tangan itu perlahan terbuka. Klang klang — peluru jatuh bergulir ke tanah. Dan di sana, dengan senyum percaya diri, Shea berkata, “Apa itu tadi ya~♪?”

“Kamu sedang membayangkan yang aneh-aneh kan.”

“Mouu! Kalian berdua kok nempel terus, curang!”

Hajime tersadar dari lamunannya. Myuu berlari dan melompat ke arahnya, membuatnya buru-buru menangkap dan mendudukkan Myuu di satu lengannya.

Yue mengelus pipi Miyu dengan senyum penuh kasih sambil berkata,

“Maaf ya, sudah merebut Papa sendirian.”

Tepat pada saat itu, Sumire dan Tio serta yang lain juga akhirnya menyusul.

“Aduh, lihat tuh. Anak mesum kita ada di situ. Udah nyulik Yue-chan, ngapain aja sih? Hei, ngapain aja? Hei, hei!”

“Hajime, keterlaluan! Mana yang lebih penting, Papa atau istrimu!?”

Hajime menoleh ke Yue, dengan tatapan seakan berkata, “Tuh kan? Benar-benar merepotkan?” Yue pun hanya bisa membalas dengan senyum kecut tanpa berkata apa-apa. Hajime benar-benar terjepit di antara orang tua dan istri.

“Goshujin-sama, pemandian air panas di Jepang memang sungguh luar biasa. Aku jadi ingin membangun satu di rumah kita juga.”

“Kalau mau, Kita bisa saja membuatnya di bawah tanah.”

“Bukan, bukan begitu. Goshujin-sama, justru yang membuatnya istimewa itu karena pemandian terbuka di luar ruangan.”

“Ahh, iya. Aku ngerti maksudmu.”

Membangun pemandian terbuka di area perumahan memang sulit. Meskipun masalah penyamaran bisa diatasi dengan berbagai cara, tetap saja tanpa nuansa alami, daya tariknya akan berkurang setengah.

Sementara itu, Yue memperhatikan keadaan Liliana, lalu tanpa sadar berbisik ke telinga Remia.

“...Remia, apa Liliana baik-baik saja?”

“Sejak masuk ke pemandian air panas, dia terus seperti itu... Tapi karena terlihat sangat bahagia, kupikir tidak ada masalah...”

“Yue-san, aku... menemukan kebenaran.”

Sepertinya cukup parah. Tadinya Yue merasa lega mengira Liliana akhirnya terbebas dari mentalitas budak kerja, tapi ini kelihatan seperti kebablasan.

“...Ke, kebenaran?”

“Iya! Saat berendam di onsen, Aku tiba-tiba berpikir... ‘Ah, rasanya semuanya sudah tidak penting lagi.’ Terus, entah dari mana, aku mendengar suara... ‘Tidak apa-apa, kamu sudah boleh mencapai garis akhir.’”

“...Remia, ini bahaya. Sepertinya dia mulai dengar suara-suara halusinasi.”

“Atau mungkin itu suara hati? Semacam... bisikan sisi gelapnya?”

Dengan kedua tangan terbuka lebar, mendongak ke langit sambil menunjukkan ekspresi seolah baru saja tercerahkan seperti seorang biksu, Liliana pun berkata,

“Aku telah mencapai pencerahan. Aku mendapat wahyu dari langit. Benar, langit berkata...”

“...Tiooo! Tolong bantu! Siapkan sihir penyelamatan jiwa!”

“—Kalau hidup hanya untuk terus bekerja, menyerah bukanlah pilihan, tapi jalan keluar.”

Bukan, itu bukan suara dari Langit, tapi kata-kata meme dari internet.

Eh, bukan, itu suara Myuu.

Melihat kondisi Liliana saat di taman hiburan, Myuu yang khawatir sempat membisikkan meme internet ke telinga Liliana yang sedang tidur, sebagai candaan.

Dia juga sempat membisikkan “Aku tidak mau kerja degozaru”, sepertinya semua itu bercampur dan tertinggal di sudut pikiran Liliana.

Untuk sementara, Hajime melakukan “ritual penenangan jiwa” pada Liliana.

Liliana mengedipkan mata seperti baru terbangun dari mimpi, lalu perlahan mengingat kembali kenyataan dan wajahnya menjadi datar. —Semoga kedamaian selalu menyertai hati sang putri.

Sementara itu, hitungan mundur menuju tahun baru akhirnya dimulai.

Suara orang-orang asing berlapis-lapis, memenuhi udara dengan semangat, dan suasana hangat kota onsen makin bergelora.

Tentu saja, Hajime sekeluarga juga ikut menghitung mundur dengan suara lantang.

Myuu, dengan segenap tenaga, menghitung tiap detik sambil menjentikkan jarinya dengan semangat.

Shea pun, yang telinganya tidak terlihat oleh orang biasa, membuat telinga kelincinya “myon! Myon!” naik turun seirama.

Tio memejamkan mata menikmati kebersamaan itu, sementara Remia, sambil menatap penuh kasih kepada putrinya yang riang, menggerakkan tubuhnya mengikuti irama.

Sumire dan Shuu, berdiri sedikit di belakang mereka, memandangi anak laki-laki mereka dan para menantu perempuan dengan ekspresi hangat, seolah-olah tengah meresapi kebahagiaan itu.

Dan akhirnya— hitungan mundur mencapai nol.

“““““Happy~~ New~~ Yearrrr!!”””””

Sorakan dan teriakan merayakan tahun baru menggema di seluruh kota onsen.

Sesaat kemudian, suara ledakan besar yang mengguncang sampai ke perut terdengar, dan bunga-bunga cahaya bermekaran di langit malam kota onsen.

“Papa, selamat tahun baru! Nano!”

“Ya. Selamat tahun baru, Myuu.”

Dengan senyum lebar penuh semangat, namun sedikit berlagak sopan, Myuu menundukkan kepala sambil mengucapkan salam.

Hajime membelai kepala Myuu sambil berkata, “Kamu hebat, bisa menyapa seperti yang Papa ajarkan!”

Myuu lalu melompat turun dari pelukan Hajime dan menunduk kepada Yue-oneechan juga.

Yue pun dengan anggun membalas salam tersebut.

Setelah saling menatap dan tersenyum, keduanya bergandengan tangan dan berlari menuju Sumire dan Shuu.

“Selamat tahun baru, Sayang.”

“Ah. Selamat tahun baru, Remia. Tahun ini juga, mari kita jalani dengan baik.”

“Ya, bersama putri kita juga, mohon bantuannya. Sepertinya tahun ini pun akan menjadi tahun yang sibuk.”

“Tunggu sebentar. Apa yang Kau maksud dengan itu?”

“Ara-Ara♪ Ufufu~”

“Bukan ‘Ara-Ara♪ Ufufu’! Jelaskan oi!”

Apa Remia bermaksud mengatakan bahwa itu sudah jelas?

Dengan senyum penuh arti, Remia pun berlalu menuju Sumire dan Shuu untuk menyapa mereka.

“Seperti biasa, benar-benar sulit ditebak, atau mungkin justru Dialah yang paling banyak berpikir di antara kita semua setelah datang ke dunia ini, kukukuku.”

“Tio...”

Entah dari mana dia mendapatkannya, sambil mengibaskan kipas bertuliskan ‘Hebat dan Sempurna’, Tio mendekat sambil menatap punggung Remia yang menjauh.

“Yah, aku pun sependapat. Goshujin-sama, tidak, Kami semua yang telah memutuskan untuk selalu bersama Goshujin-sama pun kini telah dicintai oleh takdir bernama kekacauan. Pastinya, berbagai kejadian pun akan menyertai Kita di tahun ini.”

“Kalau bisa aku ingin istirahat saja... tapi, yahh, bagaimanapun juga, di tahun ini, mohon kerjasamanya lagi.”

“Umu! Mohon kerjasamanya juga, Goshujin-sama. Karena Aku juga akan berusaha keras, maka... tahun ini juga, tolong beri aku banyak hukuman—ehm, maksudku hadiah, ya!”

“Tidak ada yang tertutupi dari slip lidahmu itu, tahu.”

Sambil menggoyang-goyangkan pantat besarnya dengan pamer, si naga mesum itu pun pergi ke arah Yue dan Sumire. Biarkan saja dia.

“Selamat tahun baru, Hajime-san! Tahun ini juga, ayo kita buat lagi banyak sekali kenangan menyenangkan, desu!”

Sambil melompat-lompat seperti kelinci, Shea melompat ke punggung Hajime dan memeluknya erat-erat.

Hajime sedikit membungkuk agar lebih nyaman menahan Shea, lalu menumpangkan tangannya di atas tangan Shea yang melingkari lehernya, membelai perlahan seolah sedang menyentuh harta yang sangat berharga.

Shea pun menggoyang-goyangkan telinga kelincinya dengan geli, tapi juga dengan wajah bahagia.

“Aku harus berterima kasih padamu. Berkatmu, di rumah keluarga Nagumo sekarang ada tiga kali makan teratur, dan kau juga dengan sukarela mengurus semua pekerjaan rumah. Ayah dan Ibu juga sangat senang karena pekerjaan mereka jadi lebih lancar,”

Kata Hajime sambil menoleh ke belakang, hingga jarak antara bibir mereka hampir bersentuhan, lalu mengucapkannya dengan tulus.

“Terima kasih. Tahun ini juga aku mengandalkanmu.”

“Hehe~! Serahkan saja padaku! Bukankah di dunia ini kelinci adalah simbol kebahagiaan? Aku akan membuktikannya!”

Shea mengecup Hajime ringan sebelum menjauh, dan segera melompat ke arah Tio dan Yue yang sedang berbincang.

Sebagai gantinya, mendekatlah—

“Hajime-san...”

“A-ada apa, Lily?”

Dengan ekspresi seperti seorang prajurit yang telah mengambil keputusan berat, Liliana mendekat.

“Aku... telah menemukan kebenaran dunia.”

“Mungkin aku perlu memanggil tim medis dulu…”

“Roma tidak dibangun dalam sehari! No work no pay! Siapa yang tidak bekerja, tidak boleh makan! Kerja 24 jam sehari! Intinya, begitu!”

“Yang jelas, aku paham kau berusaha keras memahami dunia ini.”

Hajime menahan diri untuk tidak melontarkan komentar ‘apa maksudmu’ karena suasana.

Tak perlu ditanyakan—yang penting, sepertinya sang putri kerajaan sudah kembali mengingat misinya.

Namun, yang mengerikan adalah—

Kecuali kata-kata pertama, semuanya terdengar lebih seperti ucapan untuk para bawahan, bukan untuk para pemimpin…

“Yah, aku tetap menghormatimu, Lily, yang berjuang demi tanah airmu. Aku juga akan berusaha supaya bisa melakukan perjalanan antar dunia dengan lebih mudah, jadi kalau ada masalah, jangan ragu untuk meminta bantuan.”

“Hajime-san… aku sangat senang! Tahun ini juga, mohon bantuannya!”

“Y-ya.”

Sangat terharu, Liliana menggenggam erat tangan Hajime dengan kuat.

Apakah perasaan penuh harap yang tersirat dalam kata-kata terakhir itu hanya perasaannya saja?

Merasa sedikit terlalu khawatir, Hajime memutuskan untuk melupakan semuanya untuk saat ini. Tepat saat Liliana pergi bergembira menghampiri Yue dan yang lainnya, Sumire serta Shuu datang menghampiri.

“Hajime, selamat tahun baru. Lalu, apa tujuanmu tahun ini? Sudah ada rencana?”

“Selamat tahun baru, dan mohon bantuannya juga. Aku berencana menikmati kehidupan sekolah yang damai.”

“Selamat tahun baru, Hajime. Ngomong-ngomong soal rencana, kapan kami bisa bertemu keluarga Shea dan mengucapkan salam? Kami juga ingin berterima kasih kepada semua orang yang telah membantumu di Tortus. Sebagai orang tuamu, tentu saja.”

Kedua orang tuanya memancarkan aura khidmat yang cocok untuk suasana Tahun Baru.

Tapi sebagai anak mereka, Hajime tahu.

Di balik itu, mereka sebenarnya sangat—

Gelisah.

Apa yang sebenarnya ingin mereka katakan?

“Apa isi hati kalian sebenarnya?”

““Aku juga mau ke Isekai!! Ajak (Ayah/Ibu) juga!!”” 

Dalam sekejap, suasana khidmat pun lenyap.

Mereka menatap dengan ekspresi hampir menangis.

Sebagai otaku sejati, tentu saja begitu tahu ada cara untuk pergi ke Isekai, mereka tidak akan mungkin menahan diri.

Dan setelah menyambut tahun baru, sepertinya batas kesabaran mereka sudah hampir habis.

Apalagi keinginan mereka untuk bertemu Cam, Adul, dan yang lainnya juga makin memperparah rasa rindu itu.

“Baik, baik. Aku akan membuat planing rencananya.”

“Kalau kamu bohong, kami akan sangat kecewa, tahu!?”

Dengan wajah seperti anak kecil yang ngambek, mereka akhirnya mundur untuk memberi jalan—karena tahu bahwa masih ada satu orang lagi yang belum menyampaikan salam.

“…Hajime. Selamat tahun baru.”

Selesai berbincang dengan semua orang, Yue kembali ke sisi Hajime.

“Ya, selamat tahun baru, Yue.”

Yue berdiri di samping Hajime, menggenggam tangannya erat.

Namun, entah kenapa, tidak ada kata-kata lain yang keluar.

Yue hanya terus menatap mata Hajime dengan dalam. Seolah ingin memastikan sesuatu, atau mungkin sedang membayangkan sesuatu.

Di balik bulu matanya yang lentik—

Dalam mata merah darah bagai rubi itu, seakan tergambar kenangan masa lalu yang berputar seperti film.

Hajime tidak mendesaknya.

Ia membiarkan Yue tenggelam dalam perasaannya.

Suara kembang api, cahaya yang menerangi langit, teriakan gembira orang-orang—semuanya membentuk latar belakang dan musik pengiring bagi dunia kecil yang hanya milik mereka berdua.

Akhirnya, Yue perlahan mulai berbicara.

Dengan suara lembut yang anehnya terasa menembus keramaian, membelai lembut daun telinga Hajime.

“…Meski sudah sejauh ini, rasanya tetap aneh.”

“Apa maksudmu?”

Dengan suara lembut, Hajime balik bertanya. Yue bersandar pada bahunya dan melanjutkan kata-katanya seolah sedang merangkai perasaan dalam hati.

“…Perjalanan yang kita mulai hanya berdua, dari dasar jurang neraka, dengan tekad melawan seluruh dunia. Tapi, saat aku sadar, orang-orang yang penting bagiku sudah ada di sekeliling. Bahkan sekarang, kita merayakan tahun baru di dunia lain, sambil menatap kembang api di langit malam.”

“Ya, benar juga.”

“…Kalau dilihat secara objektif, hidupku lebih banyak diisi oleh waktu yang panjang dan menyakitkan. Diselamatkan olehmu, bertemu dengan yang lain, mengetahui kebenaran tentang Paman, dan bisa menghabiskan waktu dengan keluarga baru seperti ini… semua itu, jika dibandingkan dengan keseluruhan hidupku, hanya sekejap mata. Seperti mimpi yang cepat berlalu.”

“…”

“…Tapi perasaanku sekarang justru sebaliknya. Mimpi buruk yang panjang itu terasa seperti lenyap seketika, seperti buih yang pecah. Rasanya… seolah aku sudah lama hidup seperti ini. Seolah aku selalu dikelilingi oleh kebahagiaan.”

Wajah Yue yang diterangi cahaya kembang api tampak begitu memesona. Ia tampak seperti seorang bijak yang telah hidup berabad-abad, namun juga seperti seorang gadis muda yang polos dan lugu.

Entah kenapa, perasaan itu menjadi tak tertahankan bagi Hajime. Ia memeluk Yue dari depan dengan erat.

Yue pun menyembunyikan wajahnya di leher Hajime. Mungkin karena terganggu oleh kacamata, ia tertawa kecil dan melepaskannya. Wajah cantiknya yang memesona pun terlihat, tapi di saat seperti ini, tak ada satu pun yang bisa mengganggu keduanya.

“…Dunia ini kejam, tidak masuk akal, dan kadang sangat menyebalkan. Tapi aku percaya, sesekali dunia bisa sangat ramah dan memberi hadiah yang indah kepada orang-orang yang berjuang keras. Sejak bertemu denganmu, aku mulai berpikir seperti itu.”

“…Iya, benar. Pasti begitu. Selama kita terus berjuang dan tidak menyerah, suatu hari nanti kita akan sampai di tempat seperti ini.”

“…Hmm.”

Yue menggigit manja leher Hajime, lalu menatapnya dari bawah.

Hajime pun membalas dengan mengecup lembut kening Yue. Seketika, suasana yang sebelumnya penuh dengan keajaiban itu lenyap, tergantikan oleh senyum lembut yang merekah di wajah Yue.

Sambil memeluk erat orang yang paling dicintainya, Yue mengalihkan pandangannya ke arah keluarga baru mereka dari balik bahu Hajime.

Beberapa membalas dengan acungan jempol lebar, ada juga yang menunjukkan wajah heran atau tatapan hangat penuh pengertian, bahkan ada yang tersenyum menggoda. Tapi tak satu pun di antara mereka yang tak menunjukkan rasa sayang yang tulus.

Karena itu, Yue pun perlahan sedikit menjauh dari pelukan itu.

Ia menatap semua orang yang ia cintai—keluarga barunya yang penuh kasih, dan orang terkasih yang telah membawanya ke tempat ini—lalu mempersembahkan senyum terbaiknya, dan mengucapkan kata-kata penuh rasa syukur:

“…Terima kasih, untuk segalanya. Tolong jaga aku terus mulai sekarang juga.”

Menghiasi kata-kata itu, kembang api terakhir yang paling indah pun bersinar terang di langit malam tahun baru.


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close