Penerjemah: Chesky Aseka
Proffreader: Chesky Aseka
Epilog
Insiden dalam ujian simulasi kedua secara resmi dinyatakan sebagai amukan tak terkendali dari Naga Penjaga milik Lufus—yang sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Lufus memang kehilangan kendali atas pemanggilannya, jadi pada akhirnya ini hanya dianggap sebagai kasus seorang siswa yang gagal mengendalikan sihirnya. Meskipun berakhir dengan kekacauan, peristiwa itu memperkuat pemahaman bahwa Naga Penjaga Celios masih sangat kuat hingga saat ini, yang pada akhirnya meningkatkan status negara tersebut. Meskipun Lufus kehilangan kendali atas mereka, statusnya sebagai kontraktor mereka tetap tak terbantahkan, dan masyarakat Celios juga hidup berdampingan dengan manabeast sekuat itu. Belum lagi, reputasi sihir pemanggilan—yang memungkinkan semua pencapaian ini—juga meningkat secara signifikan.
Baik Lufus maupun Eluria tidak pernah berniat memunculkan reaksi seperti ini, tetapi entah bagaimana, mereka telah berkontribusi dalam mempertahankan dan mempromosikan kehormatan Celios.
Sementara itu, Alma mendapat teguran dari kepala sekolah kecil mereka karena telah mengirim seorang siswa untuk menangani amukan empat Naga Penjaga, bukannya turun tangan sendiri sebagai penyihir kelas spesial. Namun, Alma membela diri dengan berkata, “Yang Mulia memiliki cara untuk menghadapi para naga, dan aku menilai itu cukup efektif dalam kapasitasku sebagai penyihir kelas spesial. Jadi, aku memilih untuk memprioritaskan membantu Eluria dan Lufus, yang lebih membutuhkan bantuan.” Sebenarnya, dia hanya asal berbicara, tetapi dengan wajah tanpa ekspresi yang tetap teguh, entah bagaimana dia berhasil mempertahankan pendiriannya.
Eluria juga mendapat teguran karena menggunakan sihir berskala besar meskipun ada pembatasan. Namun, dengan tenang dia beralasan, “Aku sudah memperkirakan kemungkinan sekelompok Naga Penjaga mengamuk dan merasa perlu menangani mereka sebelum situasi semakin buruk. Lagipula, aku menggunakan magecraft, bukan sihir.”
Sayangnya, dia tidak seberuntung Alma. Elise langsung membalas dengan tajam, “Magecraft juga dilarang!” dan menambah satu lagi pembatasan pada daftar panjangnya.
Sekalian saja, Elise juga menegur Raid, mengingatkan bahwa meskipun dia percaya diri dalam menghadapi para naga, dia tetaplah seorang siswa Institut. Raid menanggapinya dengan, “Apakah filosofi Institut ini mendidik penyihir yang tidak bisa melampaui batas mereka untuk menyelamatkan orang-orang?” Dan dibalas dengan jawaban brilian Elise dengan langsung menangis di tempat.
Secara harfiah, dia mulai menangis tersedu-sedu seperti anak kecil. “Orang-orang di Asosiasi pasti bakal marah lagi padaku! Tidak peduli apa yang terjadi, semuanya selalu salahku, salahku, salahku! Aku juga sudah berusaha sebaik mungkin! Kenapa tidak ada yang memujiku?! Waaaah!!!” Dia meratap sambil memukul-mukul lantai dengan putus asa. Dia benar-benar tampak frustrasi, sehingga ketiga orang yang barusan dia tegur langsung mengerumuninya dan membanjirinya dengan belaian kepala serta pujian.
Keesokan paginya, di hari libur mereka setelah ujian, Raid memasuki kamar mereka dan terpana oleh pemandangan yang ada.
“Wow... Luar biasa.”
Eluria tidur meringkuk di tempat tidur dengan ekspresi damai... dikelilingi oleh sebelas ekor anjing yang juga sedang terlelap. Tempat tidur mereka telah berubah menjadi hamparan bulu yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Para serigala pemakan mana telah bertempur dengan sangat keras melawan empat Naga Penjaga, jadi untuk menebusnya, Eluria punya ide untuk tidur bersama Shefri dan anak-anaknya. Ide itu diterima dengan sangat baik, karena semua serigala—atau lebih tepatnya, anjing untuk saat ini—mulai berlarian mengelilingi Eluria, melompat ke arahnya, menjilat wajah, lengan, dan kakinya. Melupakan harga diri serigala, ekor mereka bergoyang dengan penuh semangat saat mereka menikmati perhatian penuh dari tuan mereka.
Ledakan kegembiraan itu akhirnya menghasilkan pemandangan gunungan bulu yang kini terhampar di tempat tidur mereka.
“Hnnn...” Eluria bergerak sedikit di dalam tumpukan bulu itu dan menghela napas pelan.
Sayangnya, mereka punya rencana hari ini, jadi Raid datang untuk membangunkannya. Ya, dia harus membangunkannya... Dia harus, tapi...
“Aku mungkin akan membangunkan mereka juga...”
Dia tidak ingin mengganggu mereka saat mereka tidur begitu nyenyak, tapi itu bukan satu-satunya alasan. Satu anjing meringkuk seperti bola, satu lagi tidur dengan tubuh terentang sepenuhnya, satu tergeletak miring, satu lagi telentang dengan perut terbuka, bahkan ada yang tidur dengan tubuh terpentang lebar... Itu seperti koleksi pose tidur anjing yang menggemaskan.
Raid nyaris terhuyung melihatnya. Biasanya, dia tidak pernah bisa dekat dengan hewan, tidak peduli seberapa besar keinginannya. Ini adalah pemandangan yang mungkin tidak akan pernah dia lihat lagi seumur hidupnya. Dia benar-benar harus mengabadikan ini dalam ingatannya.
“Maksudku... Kita masih punya waktu, jadi...” Dia bergumam sendiri, mencari-cari alasan, sementara senyum sudah mulai terbentuk di wajahnya saat dia menikmati surga berbulu di hadapannya.
Tiba-tiba, Eluria bangkit dengan cepat. “Panas sekali,” gumamnya, menepuk satu per satu anjing di sekelilingnya dan mengirim mereka kembali menjadi butiran cahaya.
“S-Surga anjingku... Hilang...?!”
Eluria menyelesaikan satu tarikan napas panjang dan satu gerakan peregangan yang nyaman, lalu menoleh ke Raid dengan alis terangkat.
“Apa yang kamu katakan? Kamu mengigau, Raid?”
Ekspresinya langsung berubah dari keputusasaan menjadi keterkejutan yang nyata. “Hah? Kamu tidak mengigau?”
Dia menggeleng. “Tidak. Tidak mengigau hari ini.”
Raid yakin Eluria akan mengigau hari ini, mengingat dia menghabiskan semua mana-nya kemarin. Namun, bicaranya jelas dan gerakannya tajam.
“Ayo, kita bersiap-siap.” Eluria melompat turun dari tempat tidur, mulai bersiap untuk hari itu tanpa bantuan siapa pun. Dia berputar dan tersenyum pada Raid. “Kita tidak boleh membuat Lufus menunggu.”
* * *
Setelah amukan Naga Penjaga, Lufus dibawa ke rumah sakit di ibu kota. Dia mengalami kekurangan mana yang parah serta beberapa efek samping akibat mana ungu asing yang sempat mengakar di tubuhnya. Meskipun dia sudah siuman, diputuskan bahwa dia harus tetap dirawat untuk observasi lebih lanjut.
Hari ini, beberapa tamu datang ke kamar rawatnya.
“Ah! Eluria!” Lufus langsung duduk di tempat tidurnya dan tersenyum.
“Hai, Lufus. Bagaimana perasaanmu?”
“Dokter bilang aku masih harus beristirahat, tapi aku baru saja sarapan, jadi sekarang aku penuh energi!”
“Mhm. Suaramu memang terdengar sangat bersemangat.” Senyum kecil terlukis di bibir Eluria saat melihat ekspresi ceria gadis itu.
“Oh, oh! Juga, lihat ini!” Lufus dengan hati-hati mengangkat selimut di pangkuannya, memperlihatkan seekor naga hitam kecil yang tertidur nyenyak di bawahnya.
Mata Eluria membelalak. “Lafika?”
“Uh-huh! Lafika yang mungil!”
“Ya. Dia sangat kecil dan lucu.”
Mata kecil Lafika langsung terbuka. Dia menatap jari Eluria yang hendak menyentuhnya, lalu diam-diam mendengus sebelum kembali meringkuk dalam tidurnya.
“Aku sangat khawatir kalau aku kehilangan dia kemarin...” Mata merah pucat Lufus sedikit berkaca-kaca mengingat kejadian itu. “Tapi dia berhasil kembali!”
Setelah Lufus sadar, Eluria memberitahunya apa yang telah terjadi... dan bahwa mantranya yang dimaksudkan untuk menyembuhkannya malah berakhir dengan pengorbanan. Lufus menangis tersedu-sedu, memaksa dirinya bangkit meskipun tubuhnya masih lemah, dan memohon pada Eluria, bertanya apakah Lafika baik-baik saja.
<Bagaimana perasaanmu, Lafika?> tanya Eluria kepada naga kecil itu menggunakan manaspeech.
Naga hitam itu perlahan mengangkat kepalanya. <Aku tidak lagi bisa bergerak dengan baik, baik di tubuh asliku maupun di wadahku>
<Begitu ya...>
Eluria meminta Wisel untuk mengekstrak data dari perlengkapan sihir Lufus guna memeriksa kondisi Lafika. Jiwanya memang berhasil menghindari kehancuran total, tetapi seperti yang Eluria duga, hubungan mereka yang begitu dalam melalui kontrak telah menarik lebih dari setengah jiwa Lafika. Mungkin setelah Lufus memulihkan mana-nya, Lafika bisa tumbuh cukup besar untuk ditunggangi lagi, tetapi tubuh aslinya di Celios kemungkinan akan tetap lumpuh seumur hidupnya.
Sedangkan bagian terbesar dari jiwanya...
“Jangan khawatir! Aku akan merawat Lafika dengan baik seumur hidupku!” Lufus menepuk dadanya dengan bangga.
Tampaknya, mantra yang memanfaatkan mana ungu itu juga menggunakan jiwa, karena jiwa Lafika mengalir masuk, seolah mengisi kekuatan hidup yang sempat hilang dari tubuh Lufus.
Eluria mengernyit. “Benar-benar tidak ada perubahan di tubuhmu...?”
“Hmmm... Aku tidak tahu. Mungkin nanti aku akan tumbuh sayap atau ekor?”
Meskipun dia masih terlihat seperti manusia, Lufus kini memiliki jiwa campuran antara manusia dan manabeast. Tidak aneh jika suatu hari itu akan muncul secara fisik.
“Tapi... Aku sangat bahagia.” Lufus dengan lembut membelai Lafika, senyum kecil menghiasi wajahnya. “Sekarang Lafika bisa bersamaku selamanya.”
Dengan jiwa mereka yang kini saling terjalin, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika kontrak mereka terputus. Lufus mungkin akan kehilangan kekuatan hidup yang telah ia dapatkan kembali dan meninggal muda, dan hal yang sama bisa terjadi pada Lafika jika Lufus mati lebih dulu.
Mereka kini berbagi satu kehidupan; meskipun demikian, Lufus menunjukkan senyum terbesar dan paling bahagia di wajahnya. “Terima kasih, Eluria!”
“Dan kamu tahu,” lanjutnya, “aku tidak keberatan punya sayap atau ekor. Dengan begitu, aku bisa serasi dengan Lafika!”
<Aku tidak ingin melihatmu seperti itu...> gerutu naga hitam itu.
“Oh! Kalau begitu, kamu saja yang pakai pita! Dulu aku menyerah karena kamu terlalu besar, tapi lihat dirimu sekarang—imut sekali! Aku bisa mendandanimu sesukaku!”
Naga hitam itu menghela napas dengan pasrah sebelum kembali meringkuk tenang di pangkuan Lufus.
“Ehem!”
Eluria dan Lufus menoleh. Raid dan Alma berdiri dengan punggung bersandar ke dinding.
“Baiklah, sekarang kita sudah memastikan kamu baik-baik saja,” kata Alma, “bagaimana kalau kita mulai diskusinya? Bagaimanapun, kita memang mengatur pertemuan ini untuk penyelidikan—setidaknya secara resmi.”
Ekspresi Lufus mengeras, dan dia mengangguk pelan.
“Jadi, katakan pada kami,” Alma memulai. “Siapa yang mengajarimu mantra itu?”
“Um... Profesorku.”
“Aku menduga kamu tidak berbicara tentang instrukturmu di Institut?”
“Bukan... Aku bertemu profesorku di Celios. Dia mendekatiku karena dia sedang meneliti Naga Penjaga dan ingin tahu lebih banyak. Dia juga mengajariku sihir, berbagi berbagai cerita tentang manabeast, bahkan ikut denganku saat aku mengikat kontrak dengan Naga Penjaga...” Suara Lufus semakin kecil seiring dia berbicara—sangat bisa dimaklumi, karena dia telah dikhianati oleh seorang guru yang dia percayai. Sosok yang disebutnya “Profesor” sudah melakukan sesuatu yang tak termaafkan.
“Bisakah kamu memberitahu kami nama profesormu?” tanya Alma.
“Tentu! Namanya...” Lufus terdiam, mulutnya terbuka tanpa suara. Dia mengerjap beberapa kali sebelum wajahnya perlahan mengerut. “Hah? Mm... Hmmm?”
Eluria mengangkat alis. “Ada apa?”
“Aku yakin dia pernah menuliskan namanya untukku sebelumnya...” Lufus menundukkan kepala, berusaha mati-matian mengingat.
Ketiga tamunya saling bertukar pandang. Lufus tidak tampak berpura-pura bingung.
“Kamu tidak pernah memanggilnya dengan namanya?” tanya Raid.
“Tidak... Dia pernah menuliskannya di selembar kertas dan menunjukkannya padaku sekali, katanya dia sangat sadar kalau namanya tidak biasa. Jadi aku hanya memanggilnya ‘Profesor’...” Dia bisa mengingat semua itu, tetapi tidak namanya.
Raid bergumam. “Tapi kamu ingat seperti apa orangnya, kan?”
“Ya! Profesor adalah seorang elf!”
Alis Alma terangkat. “Nah, itu informasi yang bagus. Ada lagi?”
“Um... Dia setinggi Raid, punya rambut perak seperti Eluria, dan... Oh! Dia terlihat sangat lemah dan ringkih! Mirip ranting kayu!”
“Ah, kejujuran seorang anak yang begitu brutal...”
Bagaimanapun, ini bisa dianggap sebagai kemajuan. Mereka kini tidak hanya mengetahui seperti apa rupa profesor itu, tetapi juga bahwa dia adalah seorang elf—sebuah informasi yang cukup mencolok. Namun, itu bukan satu-satunya alasan mereka datang hari ini. Lufus sempat mengatakan sesuatu ketika mana ungu mulai menggerogoti hidupnya.
“Saat Naga Penjaga muncul kembali,” gumam Eluria, “apa yang kamu dengar dari mereka?”
Lufus tersentak, ekspresi sedih terlukis di wajahnya. “Um, yah...”
“Tidak apa-apa. Aku tidak akan marah. Lagipula, ini bisa menjadi petunjuk bagi kita.” Eluria menatap Lufus lurus-lurus, memberi dorongan agar dia mau berbicara.
Gadis itu menelan ludah dan menguatkan hatinya. “Aku mendengar suara Naga Penjaga melalui mana mereka,” katanya pelan. “Mereka sangat marah... Mereka terasa seperti binatang yang benar-benar berbeda.”
“Mereka marah... padaku?”
“Ya... Mereka terus meneriakkan namamu berulang kali, berteriak bahwa mereka harus membunuhmu...” Lufus menggigit bibirnya dan menarik napas gemetar. “Mereka harus membunuhmu... karena itu adalah perintah sang Pahlawan.”
Suaranya, pelan bagai embun yang jatuh, menyebarkan gelombang keheningan dingin di seluruh ruangan rumah sakit.
Kata Penutup
Salam hangat kepada para pembaca yang terhormat. Nama saya Washiro Fujiki.
Saya merasa sangat beruntung bisa mengatakan bahwa The Hero and the Sage, Reincarnated and Engaged telah mendapatkan volume kedua. Semua ini berkat kalian, para pembaca. Saya akan berusaha sebaik mungkin agar kalian tetap bisa menikmati buku ini.
Akhir-akhir ini, mungkin sulit bagi kalian untuk keluar rumah karena suatu hal yang sedang menyebar. Saya harap buku ini bisa menjadi hiburan yang menyenangkan bagi kalian di waktu luang—tentu saja, sambil tetap menjaga kesehatan.
Sekarang, saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan: apakah kalian lebih menyukai kucing atau anjing?
Saya? Saya menghabiskan hari-hari saya dengan membenamkan wajah ke bulu kucing saya dan menghirupnya seperti udara. Rasanya sudah seperti oksigen bagi saya—saya benar-benar tidak bisa melewati satu hari pun tanpa menghirup kucing saya.
Namun, saya tahu bahwa preferensi orang-orang di seluruh dunia berbeda-beda. Ada yang pencinta kucing, ada yang pencinta anjing. Ada juga yang mungkin pencinta burung, kelinci, hamster, reptil, ikan air tawar, setan Tasmania—atau bahkan trenggiling selatan! Tetapi di tengah lautan pendapat yang beragam ini, kita semua memiliki satu kesamaan: kecintaan terhadap hal-hal yang lucu!
Di sini, saya ingin mempersembahkan duta kelucuan dalam cerita ini—Eluria—dan memasukkannya ke dalam formula otak yang dipenuhi hal-hal imut: “imut + imut = super imut.” Langkah selanjutnya adalah meneriakkan “BERGABUNG!!!” dan menyatukan dua keimutan tersebut. Dari situlah ide “Eluria dengan telinga binatang” muncul. Saya percaya bahwa menambahkan telinga dan ekor binatang pada gadis-gadis imut adalah kunci menuju perdamaian dunia. Oleh karena itu, dalam volume ini, saya memberikan telinga binatang pada Eluria sebagai doa agar cerita ini suatu hari nanti bisa berakhir dengan damai.
Tentu saja, saya hanya bercanda.
Saya awalnya berencana berbicara panjang lebar tentang isi volume ini, tetapi sebenarnya kita sudah mulai memasuki bagian cerita yang lebih serius. Dan di tengah plot yang serius itulah saya memberikan Eluria bertelinga binatang. Saya bahkan menambah jumlah halaman hanya untuk memasukkan bagian ekstra kelucuan Eluria. Karena kelucuan itu sangat penting, bukan?
Novel ini adalah kisah fantasi reinkarnasi romantis di mana masa lalu, masa kini, dan masa depan saling terjalin dalam jaring kompleksitas yang mendalam—ditambah seorang Bijak yang menggemaskan. Entah kalian membaca ini demi misterinya, romansa, atau sekadar karena tertarik pada sang Bijak yang menggemaskan, silakan nikmati sesuai kebutuhan dengan dosis yang disarankan.
Setelah memenuhi halaman ini dengan ocehan saya, sekarang saatnya mengucapkan terima kasih:
Kepada editor saya, saya tahu saya menyelesaikan volume ini dengan gaya buzzer beater yang luar biasa, mengirimkan naskah saya hanya beberapa jam sebelum tenggat waktu. Tapi kemungkinan besar saya akan melakukannya lagi. Saya mengaku bersalah sejak sekarang. Namun, saya merasa kali ini Anda mungkin benar-benar akan memukul saya, jadi saya akan berusaha menyerahkannya lebih awal.
Kepada Heiro, terima kasih sekali lagi atas ilustrasi-ilustrasi luar biasa yang Anda buat. Fareg, yang entah bagaimana berhasil mendapatkan tempat di jajaran tokoh utama, terlihat begitu keren hingga saya mengangkat kepalan tangan ke langit dengan air mata haru mengalir di pipi saya. Sungguh, saya sangat terharu.
Terakhir, kepada semua pihak yang terlibat dalam produksi buku ini, serta para pembaca yang telah memberi kesempatan pada novel ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Washiro Fujiki
Bonus Cerpen
Sang Bijak yang Andal Juga Bisa Menjadi Anjing yang Baik
Raid dan Eluria melangkah keluar dari toko, dengan daun teh pesanan Millis yang kini sudah dibeli dan tersimpan dengan aman.
“Jadi, selanjutnya apa?” tanya Raid. “Aku mulai agak lapar. Bagaimana kalau kita cari makanan sambil berjalan-jalan?”
“Tentu. Shefri juga lapar saat menunggu tadi.” Eluria mengusap perut anjing itu, membuatnya mengeluarkan lolongan kecil bahagia. Shefri menunggu dengan tenang di luar toko dengan tali kekangnya—jelas, kesabarannya pantas mendapat hadiah yang lezat.
“Kalau kita harus memberi makan Shefri juga, lebih baik kita cari daging. Di pasar biasanya ada yang menjual sate panggang.”
“Tidak perlu ke pasar,” kata Eluria, menunjuk ke jalan di depan. “Ada kios yang menjual daging di sana.”
“Oh? Aku baru tahu. Kamu tahu tempatnya?” Raid tidak menduga jawaban itu. Bagaimanapun, Eluria sendiri sudah mengakui bahwa dia lebih suka tinggal di rumah dan jarang berkeliling ibu kota.
Namun, gadis itu menggeleng. “Aku tidak tahu tempatnya. Aku mencium baunya.”
“Kamu... mencium baunya?”
“Mhm. Aku mencium aroma daging panggang yang lezat dari arah sana.”
Shefri menggonggong ceria sambil menghadap ke arah yang sama, jelas sependapat dengan tuannya. Sayangnya, Raid sama sekali tidak mencium aroma apa pun, juga tidak melihat kios yang dimaksud dalam jangkauan pandangannya. Dia tidak meragukan mereka, terutama karena Shefri sendiri ikut mengonfirmasinya, tetapi di mana pun kios itu berada, jelas tidak dalam jarak dekat.
“Ngomong-ngomong,” gumamnya, “kamu pernah bilang bisa melacak keberadaanku dengan penciuman sebelumnya...”
“Mhm. Aku percaya diri dengan penciumanku.”
“Aku rasa kamu sebenarnya anjing.”
Eluria mengembungkan pipinya. “Aku bukan anjing,” gerutunya. “Penciumanku tidak sebaik itu.”
“Kalau begitu, coba berikan satu contoh kapan kamu menggunakan penciumanmu?”
“Setiap kali aku tersesat di ibu kota, aku sering menemukan jalan pulang dengan mengikuti aroma yang tak asing.”
“Yep. Kamu benar-benar anjing...”
“S-Semua orang pasti juga begitu...!” protesnya, mengayun-ayunkan lengannya dengan heboh, tetapi bagi Raid, itu justru semakin mengingatkannya pada anjing kecil yang gelisah. Eluria dengan kesal membuang muka, bibirnya manyun dalam ekspresi merajuk. “Baiklah. Kalau kamu tetap bersikeras, maka aku akan mengakui bahwa aku memang sangat mirip dengan anjing.”
“Kamu yakin baik-baik saja dengan itu, sang Bijak?”
“Tapi,” lanjutnya, melirik ke arah Raid, “kalau begitu, aku rasa aku berhak menerima hadiah yang pantas.” Dengan percaya diri, dia menundukkan kepalanya ke arah Raid. “Ini.”
Raid mengedip. “Hm?”
“Aku sudah menemukan kios untuk kita dan menghemat waktu serta tenaga kita untuk berjalan ke pasar.”
“Yah... Sepertinya memang begitu.”
“Dengan kata lain, aku adalah anak baik,” Eluria menyimpulkan, menganggukkan kepala dengan puas sebelum kembali menawarkan kepalanya pada Raid dengan penuh kebanggaan. “Karena itu, aku menuntut hadiah yang pantas.”
“Jadi... kamu mau aku mengelus kepalamu?”
“Itu adalah hadiah yang paling sesuai dengan pilihanku.”
“Aku tidak tahu kalau anjing bisa memilih hadiah mereka sendiri,” komentar Raid dengan nada datar. Meski begitu, dia tetap mengusap kepala gadis itu dengan lembut.
Ekspresi Eluria melunak dengan penuh kepuasan. “Mm. Aku sudah menerima hadiahnya.”
“Bagus. Sekarang, tunjukkan jalannya.”
“Itu membutuhkan pembayaran yang terpisah.”
“Oke, aku bisa membayar sebanyak yang kamu mau,” ujar Raid sambil tertawa kecil, memberikan satu elusan lagi di kepalanya.
“Bagus sekali. Serahkan padaku.” Sang Bijak yang sangat mirip anak anjing itu tersenyum lebar dan melompat kecil ke depan dengan langkah ringan dan riang.
Post a Comment