NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ashita Hadashi de Koi Volume 4 Chapter 6

 Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena


Chapter 6 - Ujung Dunia 


POV: Sakamoto Meguri 


──Sejak awal, pengamatan di hari terakhir ini berjalan dengan sangat sulit.


Hari itu, awan tipis mulai menyelimuti langit, membuat proses pemotretan tak berjalan dengan baik.


Waktu yang dibutuhkan makin lama, gambar pun tak jelas, sehingga pengecekan menjadi jauh lebih sulit dari sebelumnya.


Baik Nagashino-san maupun Kashino-san, keduanya menunjukkan wajah panik atas situasi yang tak terduga ini.


Namun──


“──Apa ini bukan, ya? Dari pergerakannya sih, kelihatannya mirip.”


“──Tidak, dia menghilang di sini, jadi sepertinya bukan.”


“──Mungkin cuma tertutup awan?”


Aku dan Makoto terus berdiskusi.


Antusiasme kami──sama sekali tidak luntur.


Dengan konsentrasi penuh yang bahkan melebihi sebelumnya, kami menatap layar monitor tanpa berkedip.


Kami mengecek ulang berkali-kali agar tak melewatkan satu titik pun sekecil apa pun itu.


Kami ingin──harus──menemukan kandidat itu.


Menemukan objek langit yang mungkin saja merupakan asteroid baru.


Keinginan itulah yang mendorongku dan Makoto terus melangkah.


Mendekati waktu selesai yang dijadwalkan, kami masih belum bisa berhenti.


“──Bolehkah kami lanjutkan pengamatan sedikit lagi?”


“──Tolong, mohon izinkan kami!”


Kami berdua menundukkan kepala──dan berhasil meminta perpanjangan waktu.


Kami melanjutkan proses pemotretan dan pengecekan hingga larut malam──


Bukan hanya kami berdua.


Nagashino-san, Kashino-san, bahkan Nokishita-san yang bekerja di kantor desa, malam ini ikut membantu kami.


Rasanya, berapa pun rasa terima kasih yang kami ucapkan tetap tak akan cukup.


Kami benar-benar merasa beruntung bisa dibantu oleh para staf sepenuh hati seperti mereka.


Namun… seiring waktu berlalu, cuaca makin memburuk.


Awan semakin menutupi langit, dan cahaya bintang pun perlahan menghilang──


Lalu,


“──Sepertinya pengambilan gambar berikutnya akan jadi yang terakhir.”


Setelah pengambilan tambahan berkali-kali,


Nagashino-san menoleh ke arah kami, tampak kelelahan namun masih menyimpan rasa kesal di wajahnya.


“Awan makin tebal. Sepertinya ini satu-satunya kesempatan terakhir untuk mendapatkan gambar yang layak.”


“……Begitu ya.”


Aku menyilangkan tangan dan menggigit bibir, mengangguk pelan.


“Kalau begitu… kita tak punya pilihan lain selain menggantungkan harapan pada itu.”


Kami masih──belum menemukan kandidat.


Bahkan malam terakhir ini pun, belum ada benda langit yang bisa disebut sebagai kandidat.


Dan sekarang, hanya ada satu kesempatan yang tersisa──


“Ugh… jadi ini yang terakhir, ya…”


Di sampingku, Makoto memegangi kepalanya.


“Bisa menemukannya tidak, ya… uuh…”


Wajahnya yang kelelahan benar-benar dipenuhi kegelisahan.


Wajar saja dia menunjukkan ekspresi seperti itu.


Kami──benar-benar terdesak.


Kesempatan yang dengan susah payah kami dapatkan ini, hampir berakhir tanpa hasil apa pun.


Bukan hanya Makoto yang gelisah.


“Kita akan ambil gambar ke arah mana?”


Nagashino-san dan Kashino-san berdiskusi dengan nada yang tergesa.


“Untuk sementara, prioritaskan bagian langit yang belum tertutup awan.”


“Meski begitu, hampir semua area sudah pernah kita amati, kan…”


“Tapi, kita juga tidak punya waktu untuk berpikir terlalu lama…”


Sementara itu, Nokishita-san mengawasi mereka dari dekat.


Dengan suara penuh kekhawatiran, dia terus memperhatikan perkembangan kami.


Dari sudut pandang ‘proyek’, tentu saja dia ingin kami menemukan paling tidak satu kandidat benda langit.


Penelitian kali ini, bisa dibilang semacam percobaan sebelum dimulainya kegiatan utama.


Kalau berhasil menunjukkan hasil yang meyakinkan, kami mungkin bisa mengajukan bantuan dana, dan menjadikannya bahan promosi untuk membangkitkan desa.


Pasti ada harapan realistis seperti itu juga.


Karena itu──di tengah kondisi terdesak seperti sekarang, semua orang di tempat ini dihantui rasa panik yang luar biasa.


Setiap orang tampak kehilangan pijakan.


Dengan kata lain──ini benar-benar krisis.


Kami sedang berdiri di tepi jurang──dan aku merasakannya dengan sangat nyata.


──Namun,


“……Fuuh.”


Anehnya, aku merasa tenang.


Aku menengadah, memandang celah pada kubah di atas kepala.


Langit-langit terbuka membentuk persegi panjang──di baliknya tampak hamparan bintang yang tak terhitung jumlahnya.


Perasaan yang kupeluk pada hari itu, masih kuat bersarang di dadaku hingga sekarang.


Perasaan tertarik yang dalam terhadap luar angkasa, terhadap bintang-bintang.


Dan──Nito.


Perasaan bahwa dia berada sangat dekat denganku.


Seolah aku bisa memahami sedikit saja, apa yang telah dia lihat dan alami.


Kalau begitu──tak ada alasan untuk ragu.


Dengan kepala yang tenang, aku hanya perlu melakukan apa yang bisa kulakukan sekarang.


“……Baiklah, apa yang bisa kita lakukan?”


Aku berpikir.


Tentu saja, kami akan memeriksa gambar berikutnya dengan sepenuh tenaga.


Lebih teliti dari sebelumnya, agar tak terlewat satu pun objek sekecil debu atau partikel.


Kalau itu yang dibutuhkan, mataku boleh saja lelah sejauh apa pun.


Pemeriksaan ganda bersama Makoto juga akan kami lakukan.


Segala hal yang pernah kami coba, akan kami curahkan untuk pengamatan terakhir ini.


Adakah hal lain yang bisa kulakukan?


Sesuatu yang belum pernah kulakukan sampai sekarang──tapi mungkin bisa kulakukan──


“──Benar juga.”


Tiba-tiba──aku mendapatkan ide.


“Nagashino-san!”


Aku memanggil Nagashino-san yang tengah berdiskusi dengan Kashino-san tentang area pengambilan gambar.


“Di area yang masih bisa difoto, apa ada asteroid yang baru ditemukan akhir-akhir ini?”


“……Hm? Oh, asteroid baru, ya…”


Nagashino-san lalu menghadap ke komputer,


memeriksa data pemotretan malam ini dan basis data di baliknya.


Setelah itu, ia menoleh kembali ke arah kami.


“……Ada. Ini. Sebenarnya ditemukan 5 tahun yang lalu, tapi baru belakangan ini diakui sebagai asteroid baru.”


Sambil menunjuk ke layar monitor, tampak sebuah titik kecil yang samar, nyaris tak terlihat.


Asteroid yang baru saja diakui keberadaannya.


Dan betapa mengejutkannya bahwa benda sekecil dan sesamar ini bisa diabaikan begitu saja.


Namun──ini justru sangat cocok.


Karena masih baru saja diakui, maka kemungkinan masih terbuka.


“Kalau begitu──bisakah kita memotret area di sekitarnya?”


Aku menoleh dari layar ke arah Nagashino-san dan mengajukan permintaan.


“Dengan kata lain, bisakah kita fokus mengamati apakah ada objek lain yang bergerak bersama asteroid itu?”


──Hal yang pernah dikatakan Nanamori-san.


Tips yang ia bagikan lewat Line──


Nanamori Takuya: “Aku baca di buku soal pencarian asteroid, katanya ada tempat-tempat di langit di mana asteroid terlihat seperti bergerombol.”


Nanamori Takuya: “Padahal sebenarnya, mereka masing-masing mengorbit matahari secara terpisah.”

Nanamori Takuya: “Makanya, kalau kau cari di sekitar asteroid yang baru ditemukan, atau di dekat kelompok (family) tempat asteroid itu tergolong…”


Nanamori Takuya: “…mungkin peluang menemukan kandidat bisa sedikit meningkat.”


Maka──aku berpikir, mungkin tidak ada salahnya untuk mempertaruhkan semuanya pada itu.


Kepada sahabatku yang sangat berarti, Nanamori-san, yang benar-benar mencintai bintang-bintang.


Aku ingin meminjam kebijaksanaan sahabatku, dan melakukan pengamatan terakhir ini──bersama idenya.


“……Begitu, ya.”


Setelah mendengarkan penjelasanku, Nagashino-san mengangguk sambil tersenyum.


“Itu memang ide yang bagus. Di sekitar asteroid seperti itu, mungkin saja ada benda langit yang belum diketahui.”


“Langit di daerah itu juga sedang cerah sekarang.”


Kashino-san yang mengecek kondisi langit juga menyetujui.


“Pemotretan pun tak akan jadi masalah.”


Maka──


“……Makoto.”


Aku menoleh ke samping, kepada Makoto, partner-ku yang sangat berharga.


Aku ingin memastikannya untuk terakhir kalinya.


“Kau setuju? Bersedia mengikuti ideku kali ini?”


Makoto──tersenyum lebar mendengar ucapanku.


Dengan wajah yang tampak lelah, dia mengangguk mantap.


“Sudah tentu.”


Jawabnya mantap.


“Aku akan bertaruh pada ide Senpai.”


“……Terima kasih!”


“Kalau begitu, ayo kita mulai pengambilan gambarnya!”


“Ayo, ini kesempatan terakhir kita! Fokus penuh untuk pengecekan!”


““Baik!””


Saling menyemangati seperti itu, kami memulai pengambilan gambar terakhir.


Nagashino-san dan Kashino-san mengoperasikan teleskop dan komputer,


sedangkan aku dan Makoto merawat mata kami dengan obat tetes dan penutup mata.


Nokishita-san sempat kembali ke penginapan, dan kembali dengan membawa onigiri dan sup miso sebagai camilan malam.


Dan──pemotretan pun selesai.


Data dipindahkan ke komputer, diimpor ke dalam perangkat lunak, lalu diproses──dan semuanya siap.


Aku dan Makoto duduk kembali di depan meja.


Setelah saling mengangguk──


“Baik… ayo kita cari.”


“Ya!”


Kami mulai mengoperasikan mouse, menampilkan foto-foto hasil pemotretan secara berurutan.


Perangkat lunak menampilkan benda langit yang telah dikenal, dan kandidat benda langit yang belum diketahui.


Bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya, dan titik-titik kecil yang sangat banyak──


Di tengah layar terlihat asteroid yang baru-baru ini ditemukan.


Kami mulai memusatkan perhatian pada objek-objek tak dikenal di sekitarnya.


Sebagian besar dari mereka, dilihat dari orbitnya, langsung tampak seperti noise.


Meski begitu, semangat kami tak goyah.


Mungkin saja ada sebuah bintang di sana.


Dengan harapan itu, aku menajamkan pandanganku.


“Senpai, yang ini kira-kira bukan, ya…?”


“Mana? Hmm, sepertinya bukan. Di gambar ketiga, lihat, dia tetap diam di sini.”


“Benar juga, ya…”


Sambil sesekali bertukar pendapat seperti itu, proses pengecekan terus berlangsung.


Onigiri dari Nokishita-san kami ubah jadi tenaga, dan kami berkonsentrasi lebih tinggi dari sebelumnya.


Dan──


“……Hm?”


Ada satu titik yang membuatku berhenti.


Titik yang tidak terdeteksi oleh perangkat lunak sebagai benda langit.


Saking kecil dan samarnya, hampir seperti noda yang terhapus.


Namun──dalam urutan waktunya, titik itu tampak bergerak secara teratur──


──Sekilas rasa dingin menyusup ke punggungku.


Aku merasakannya.


Titik di layar itu, titik setitik debu dengan sedikit warna yang nyaris tak tampak──


Aku merasa yakin, ini akan mengubah seluruh hidupku.


Perasaan kuat yang menegaskan: ada sesuatu di sana.


“……A-ano!”


Aku khawatir jika melepaskan pandangan sejenak saja, aku akan kehilangan posisinya.


Sambil terus menatap titik itu, aku berseru,


“Ada sesuatu yang ingin kulihatkan!”


Seketika──semua orang menoleh padaku.


Mungkin karena suaraku terdengar tegang, berbeda dari biasanya.


Makoto mendekat dengan kursinya.


Nagashino-san, Kashino-san, dan bahkan Nokishita-san datang berlari kecil mendekat.


“Ini… titik ini…!”


Sadar suaraku terdengar gemetar, aku tetap menunjuk layar.


“Perangkat lunaknya memang tak mendeteksi… tapi lihat, dia bergerak seperti ini…”


──Terdengar suara menelan napas.


Itu berasal dari Nagashino-san dan Kashino-san.


Keduanya langsung menegang oleh ketegangan yang jelas.


Lalu,


“Begitu ya……”


“Ini… sepertinya memang ada kemungkinan.”


──Ada kemungkinan.


Kalimat itu keluar dari mulut Nagashino-san.


“Baik, kita ambil gambar tambahan sekarang juga.”


“Kalau begitu, kemungkinan besar software akan bisa mendeteksinya.”


“Mo-mohon bantuannya!”


Kedua orang itu langsung bergerak cepat.


Sementara Makoto di sampingku terus menatap layar tanpa berkedip.


Lalu──tiba-tiba, ia merapatkan kedua tangannya seperti berdoa, lalu memejamkan mata erat-erat.


Kelopak matanya yang tertutup rapat, ekspresi tegang yang terlihat jelas di wajahnya, dan bibirnya yang seolah menggumamkan doa dengan pelan──


──Jantungku mulai berdetak kencang tak karuan.


Inilah──klimaks kami.


Bagian terakhir dari pencarian asteroid ini──puncaknya.


Hasilnya, apakah kami akan berhasil atau tidak──semua tergantung pada keberuntungan.


Namun──aku yakin. 


Kami pasti bisa──


“──Pemotretan selesai!”


“Datanya, akan kukirim ke sana!”


Pengambilan gambar terakhir selesai dalam sekejap.


Data tambahan dikirimkan ke komputer, dan aku, Makoto, Nagashino-san, Kashino-san, serta Nokishita-san menatap layar monitor dengan pundak yang saling berdekatan──


***


POV: Nito Chika 


“──Ah, sepertinya Sakamoto-kun dan Akutagawa-san sudah datang.”


Hari pertunjukan di Nagoya.


Beberapa saat sebelum tampil, di ruang ganti.


Saat aku sedang menyelesaikan make-up dan merapikan rambut, Minase-san berbicara sambil melihat ponselnya.


“Mereka boleh masuk ke ruang ganti, kan?”


“Ya! Aku ingin mereka masuk… Eh, semua juga tidak masalah, kan?”


Aku menoleh pada para anggota band yang akan tampil bersamaku hari ini.


Mereka adalah rekan-rekan yang sudah menemaniku keliling Jepang sejak awal tour ini.


“Boleh aku undang pacarku dan juniorku dari klub?”


“Ya tentu saja.”


“Aku juga penasaran ingin bertemu dengan dia.”


Mereka menjawab dengan senyum ramah.


“Lucu ya, pasangan anak SMA.”


“Zamanku juga pernah begitu…”


“Yatta, terima kasih banyak!”


Mereka semua berusia akhir 20an sampai pertengahan 30an.


Usia yang kalau dipikir-pikir, mungkin seumuran orang tuaku.


Tapi aku bisa membangun hubungan yang sangat baik dengan mereka.


Memang, saat masa latihan sebelum tour, kami sempat kesulitan menyesuaikan ritme dan mencari groove yang pas. 


Tapi dengan menjadwalkan kamp pelatihan secara khusus, kami berhasil membangun chemistry yang kuat.


Hasilnya──mereka menjadi band pendukung terbaik yang pernah kudapat.


──Sungguh, ini adalah pengalaman pertama bagiku.


Selama kehidupan SMA-ku yang berulang kali kujalani,


baru kali ini aku bisa akrab dengan para anggota band.


Sebelumnya, hingga tour ini dimulai, kondisi mentalku begitu terpuruk.


Karena itu, aku sering bersikap kasar pada mereka.


Akibatnya, hubungan kami dulu sangat profesional──kalau tak ingin dibilang kaku.


Tapi sekarang──aku menganggap mereka seperti keluarga sendiri.


Mereka yang menopang penampilanku di atas panggung, yang memberiku kekuatan saat tampil.


Aku benar-benar mempercayai mereka, dan menganggap mereka sebagai teman berharga──


Dan bukan hanya itu.


Hubunganku dengan Mone, dan juga dengan Rokuyou-senpai.


Kali ini semuanya berbeda──kami bisa membangun relasi yang benar-benar baru.


──Dan aku tahu alasannya.


Itu karena… Meguri.


Dia yang datang dari masa depan dan kembali ke masa ini.


Pacarku yang berusaha keras demi menyelamatkanku.


Aku yakin──semua ini terjadi karena dia.


Dialah yang menciptakan masa depan (hari esok) seindah ini untukku──


Di dalam dadaku, perasaan hangat dan penuh cinta mengembang.


Dorongan lembut yang kuat──perasaan sayang yang mendalam terhadap dirinya.


Aku sedang jatuh cinta.


Perasaanku terus memanggil-manggil namanya, semakin kuat.


Tapi──


“…Bagaimana ya akhirnya…”


Aku bergumam lirih sambil berpikir.


Yang jadi masalah──adalah bagaimana Meguri akan berakhir.


Masa depan Meguri yang hancur berantakan hanya karena aku ada di sisinya.


Aku yang menyebabkan semuanya menjadi kacau, anak laki-laki bernama Sakamoto Meguri, yang terluka karena aku.


──Kilas balik dari siklus-siklus masa lalu menari di benakku.


Dia yang perlahan kehilangan ketertarikan pada astronomi.


Dia yang tak lagi datang ke ruang klub.


Dia yang berjalan bersama Akutagawa-san.


Dan──sebelum hari kelulusan.


Dia yang berbicara pada Akutagawa-san, mengatakan bahwa dia menyadari betapa kecil dirinya saat berdiri di hadapanku.


Apakah dia bisa menemukan bintang itu?


Apakah dia bisa menemukan kandidat asteroid baru dalam “Kelompok Penelitian Astronomi Desa Langit Berbintang”?


Masa depan kita──bergantung pada hal itu.


“──A-anu, permisi…”


Saat itu──terdengar suara dari pintu ruang ganti.


Suaranya terdengar santai namun lembut, juga dipenuhi ketegangan.


Saat aku menoleh──


“…O-oh!”


Kulihat wajahnya tersenyum padaku.


Di sampingnya, Akutagawa-san berdiri dengan ekspresi sedikit gugup.


Begitu melihatku, Meguri tampak lega, lalu menghampiri dengan langkah ringan.


“Kerja bagus! Terima kasih, sudah mengundangku ke sini sebelum tampil.”


“Tidak kok! Aku yang mau ketemu denganmu!”


Aku bangkit dari kursi dan berlari kecil menghampiri mereka.


“Akutagawa-san juga, terima kasih sudah datang, ya!”


“Tidak… justru aku yang harus berterima kasih karena telah diundang…”


“Jangan terlalu tegang, dong!”


Wajahku mengendur secara alami, hatiku terasa ringan.


Nada suaraku juga tak bisa menahan rasa bahagia yang memuncak.


Kekasihku Meguri, dan juniorku dari klub, Akutagawa-san.


Melihat mereka di sini bersamaku rasanya begitu aneh…


Tapi juga sangat menyenangkan──


Melihatku seperti itu, para anggota band langsung memperlihatkan senyum geli.


Tatapan mereka terasa menusuk…


Wajar saja, ini pertama kalinya aku menunjukkan sisi seperti ini di depan mereka.


Entah kenapa, rasanya agak memalukan… tapi tetap saja, aku tak bisa menghentikannya.


“…Aku senang sekali.”


Sambil menggenggam tangannya erat-erat, aku menatap matanya dalam-dalam.


“Hari ini, nikmatilah pertunjukannya dengan tenang, ya…”


“Ya, aku benar-benar menantikannya.”


“Oh iya, kalian berdua pasti lelah ya. Kalian sudah berjuang keras untuk observasi, kan?”


“Ya, terima kasih. Kami sudah berusaha sekuat tenaga.”


“Benar, kami telah memberikan segalanya…”


Mereka menjawab dengan senyum yang tenang.


Melihat Meguri seperti itu──aku mengambil jeda sejenak.


Lalu dengan lidah yang terasa kaku karena tegang, aku memulai pembicaraan──


“…Bagaimana, hasilnya?”


Mata Meguri menatapku lurus-lurus.


“Apa bintangnya… berhasil ditemukan?”


Jantungku berdetak sangat kencang.


Bahkan lebih kencang dari saat aku berdiri di atas panggung.


Lebih menegangkan dari saat aku mempersembahkan lagu baru.


Ujung-ujung jariku gemetar karena rasa tegang yang begitu menyengat.


Napas terasa pendek, kesadaran pun terasa melayang.


Meskipun ini musim dingin, setetes keringat menetes di punggungku.


Dan──


“……Ahaha~ Gagal total!!”


──Dia berkata begitu.


Meguri──mengatakan itu dengan senyum cerah.


“Aku tidak menemukan, asteroid itu!”


“…Begitu ya?”


“Padahal sudah berusaha keras, tapi bahkan kandidatnya pun tidak dapat! Maaf ya!”


“Itu… bukan sesuatu yang perlu kamu minta maaf padaku…”


Pikiranku──seolah hancur dalam satu hantaman.


Gagal. 


Tidak ditemukan.


Bahkan kandidat pun tidak──


──Sejujurnya, ini di luar dugaanku.


Aku benar-benar percaya kalau dia pasti akan menemukannya.


Seperti yang kulihat dalam ‘kenangan masa lalu’ yang dulu, Meguri akan menemukan kandidat asteroid baru, 


mendapat kode sementara, kemudian diumumkan di rapat umum sekolah──


dan pada akhirnya melanjutkan ke jalur astronomi di universitas.


Melihat semangat Meguri akhir-akhir ini, aku benar-benar mengira semuanya akan berjalan seperti itu.


Tapi kenyataannya──


“Aahh, sakit sekali rasanya~!”


Dia berkata begitu dengan senyum cerah di wajahnya.


“Sungguh, rasanya itu tinggal selangkah lagi! Di akhir, kami sempat menemukan yang sepertinya sangat menjanjikan, lalu meminta bantuan pada semuanya buat memastikan…”


……Apa kali ini juga gagal, ya?


Apa ini akan membuat Meguri kembali seperti dulu?


Kehilangan minat pada astronomi… berhenti datang ke klub lagi…?


Bayangan masa depan yang paling buruk langsung muncul di benakku.


Rasanya seperti tanah di bawah kakiku runtuh lagi──sebuah kehampaan dingin dan berat menyelimuti hatiku.


Namun──


“Padahal… aku sudah berusaha sekali…”


──Tiba-tiba, air mata jatuh dari mata Meguri.


“Semua orang sudah menaruh harapan, mereka mendukungku… aku pun sudah memberikan semua yang aku punya… tapi ternyata… itu salah. Yang terakhir itu, cuma asteroid yang sudah dikenal… bukan bintang baru…”


──Air mata terus mengalir di pipinya tanpa henti.


Dia tidak mengusapnya, justru menggigit bibirnya dengan keras.


Isak tangis hampir saja keluar dari bibirnya.


Dia berusaha keras menahannya, sampai-sampai ingus pun ikut mengalir, membuat wajahnya kacau balau.


Di sampingnya, Akutagawa-san menunduk dengan wajah nyaris menangis.


“…Sakit sekali rasanya.”


Dengan wajah yang berantakan, Meguri berbisik pelan.


Lalu,


“Rasanya… seperti mau mati saking sakitnya…”


Dalam ekspresi yang penuh kesedihan itu,


dalam suaranya yang seolah menahan semuanya──aku melihat tekad yang kuat.


Sebuah semangat yang baru tumbuh dalam dirinya setelah harapan sebelumnya hancur──


“Aku… tidak akan pernah menyerah!”


Dia mengusap air matanya, dan seolah meneguhkan hatinya sendiri, ia berkata,


“Hanya karena gagal sekali, aku tidak akan menyerah! Tahun depan, aku pasti ikut observasi di Okinawa. Kalau bisa, aku mau ikut lagi di Desa Achi juga! Dan bukan cuma itu… aku akan kerja sambilan, beli teleskop yang lebih bagus, dan mulai observasi dari rumah juga!”


Dengan suara yang bergetar, namun penuh keyakinan, ia melanjutkan,


“Software untuk mencari asteroid juga sekarang ada versi buat pemula! Aku… aku pasti akan terus mencobanya… Aku tidak akan… pernah menyerah…”


Meguri menggigit bibirnya.


Air mata terus mengalir tanpa henti.


Ini──ekspresi yang belum pernah ia tunjukkan padaku sebelumnya.


Mungkin… dulu aku juga pernah menangis seperti itu──


──Perasaanku tak bisa lagi dibendung.


Perasaan sayang yang begitu besar meledak dari dalam dadaku, dorongan itu tidak bisa kucegah.


“…Uwah!”


Tanpa sadar aku memeluknya erat.


Padahal banyak orang di sekitar kami.


Meguri juga pasti terkejut.


Mungkin ini tindakan kejam pada Akutagawa-san yang ada di sebelah kami.


Tapi──aku tak bisa menghentikannya. Aku pun tak ingin menghentikannya.


Aku memeluk tubuhnya dengan kuat.


Dan,


“──Aku menyayangimu.”


Bisikku di telinganya.


“Aku sangat mencintaimu.”


“…Terima kasih.”


“Terima kasih sudah ada di sisiku. Terima kasih sudah datang jauh-jauh ke sini.”


“…Harusnya aku yang bilang begitu.”


Tubuh Meguri yang ada dalam pelukanku──


hal paling berharga di dunia ini, ada di dalam pelukanku sekarang.


──Ah, aku tahu. Kami akan baik-baik saja.


Pikiran itu datang begitu alami.


Mungkin memang bintang itu tidak ditemukan.


Meguri belum bisa mencapai tujuannya.


Tapi──kami, akan baik-baik saja.


Kami akan melangkah bersama, menghadapi masa depan.


Bergandengan tangan, berjalan di jalan yang terus berlanjut ke depan.


Maka──tempat ini.


Tempat di mana aku dan dia berada sekarang──


──adalah “hari esok” yang selama ini kucari.


“──Aku akan tampil sebaik mungkin.”


Aku melepaskan pelukanku dan berkata padanya.


“Aku akan menampilkan pertunjukan terbaik yang pernah ada… Jadi, tolong dukung aku.”


“…Iya.”


Ia menghapus air mata di matanya sekali lagi, lalu mengangguk.


“Aku menantikan penampilanmu.”


Ia tersenyum padaku saat berkata begitu.


Senyuman itu, tidak seperti senyum palsu sebelumnya──


Aku benar-benar bisa merasakan bahwa ia menantikan penampilanku dari lubuk hatinya──


Aku memutuskan untuk bersinar di hadapannya.


Lebih terang dari siapa pun──aku ingin terpatri di retina matanya.


 

“──Oke, waktunya tampil!”


“Mohon bantuannya!”


“Mohon kerja samanya!”


Pertunjukan di Nagoya, pertengahan tour.


Waktu tampil pun tiba.


SE (lagu pembuka) kami mulai terdengar di dalam venue.


Kami membentuk lingkaran bersama para anggota band, membangkitkan semangat.


“Oke! Ini pertama kalinya kita tampil di Nagoya! Semangat semuanya!”


“Yo siap!”


“Pacarnya juga datang kan~”


“Kita harus tampil bagus!”


“Ahaha, iya juga ya…”


Aku mengangguk dan tersenyum pada semuanya.


Lalu menarik napas dalam-dalam,


“Baik… ayo kita mulai!”


“””Oooohhh!!”””


Kami semua berseru, lalu berjalan menuju panggung.


Para pemain instrumen maju lebih dulu, ke bawah cahaya lampu.


Sorak sorai menggema dari arah penonton, dan di tengah suara itu, mereka mulai bersiap untuk bermain.


Lalu aku──menaiki tangga, berdiri di tepi panggung.


Saat itu aku menyadari sesuatu,


“…Ah, iya!”


Aku menunduk, lalu melepas kedua sepatu pump-ku.


Kaki telanjangku menyentuh lantai panggung.


Sedikit tak nyaman, tapi terasa membebaskan──


──Dengan diriku yang sekarang.


Selama Meguri berada di sisiku, aku bisa berdiri di atas panggung tanpa alas kaki.


Aku bisa menyanyi dengan diriku yang sebenar-benarnya.


“…Ya, mari kita mulai.”


Lalu aku melangkah maju, satu langkah demi satu langkah.


Menuju pusat panggung yang diterangi cahaya.


Pasti di sanalah tempatku berada.


Pusat dunia di mana aku bisa bernapas dan menjadi diriku sendiri.


Begitu aku sampai di tempat yang dapat dilihat oleh seluruh penonton, sorakan menggema nyaris memecahkan udara.


Saat aku menoleh—yang kulihat hanyalah lautan manusia, sejauh mata memandang.


Mata mereka semua bersinar tertuju padaku, hingga aku tak kuasa menahan senyum.


──Baiklah, mari bernyanyi.


Aku duduk di depan piano dan menarik napas dalam-dalam.


Hari ini, aku akan bernyanyi hanya untuknya.


Aku akan menyanyikan lagu cinta untuknya──


Karena──dengan pikiran itu, jari-jemariku pun menekan tuts piano.


Chord E major seventh menggema dengan warna suara yang elegan dan lembut.


Karena di sinilah, tempat kami berdua—aku dan dia—akhirnya tiba sebagai garis finis kami.


Drum mulai menabuh beat four-on-the-floor bersama gemerlap simbal.


Bass mengalun dengan liukan yang membelit irama.


Gitar dan piano pun menyusul, menghias harmoni di atasnya──dan aku pun mulai bernyanyi.


Lagu terbaruku, yang telah kulatih berulang-ulang.


Sebuah dance number yang jadi favoritku sepanjang karierku.


Liriknya menggambarkan perjalanan antara aku dan dia.


Dari semua lagu yang pernah kutulis, inilah lagu cinta yang paling jelas.


Sambil menyanyi, aku menelusuri pandangan ke arah penonton.


Dari atas panggung yang silau oleh cahaya sorot, penonton terlihat tenggelam dalam gelap.


Meski begitu, pantulan dari sorotan sesekali membuat wajah-wajah mereka tampak jelas.


──Senyuman.


──Air mata.


──Wajah tegang, wajah tertegun.


Di antara itu semua, aku mencari wajahnya.


Sambil jariku menari di atas tuts, menggetarkan pita suara, dan membiarkan keringat mengalir di dahi, aku mencari satu-satunya bintangku.


Dan──aku menemukannya.


Di sudut kursi undangan, dia menatapku sambil menangis.


Karena itulah, aku pun tertawa tanpa sadar.


Di tengah panasnya cahaya lampu dan suhu tubuh yang seolah terbakar oleh semangat, aku menguatkan tekad.


──Sampailah.


Lagu ini, tolong sampaikan hanya padanya—bukan siapa pun yang lain.


Aku ingin berbagi detak jantung lewat irama.


Berbagi pemandangan lewat harmoni.


Dan berbagi perasaan lewat lagu.


Aku ingin menjadi satu dengan dirinya──


Dengan harapan itu, aku terus bernyanyi.


Perasaan ini──sampailah padanya!


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close