NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ashita Hadashi de Koi Volume 5 Chapter 3

Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena


Chapter 3

Kuartet Amanuma


“──Mau ‘mengulang’ bersamaku?”


“Iya.”


Keesokan harinya—30 menit sebelum waktu berangkat sekolah. Di ruang persiapan sempit di sebelah ruang klub.


Atas usulanku, Nito bertanya balik dengan nada yang tetap tenang.


“Jadi… maksudmu, aku mengulang kembali kehidupan SMA-ku seperti yang selama ini kulakukan, tapi bersamamu?”


“Ya, aku ingin begitu.”


Nito yang duduk di meja, diterpa cahaya pagi, seolah dikelilingi butiran cahaya lembut.


Aku berdiri di sampingnya, mataku tertumbuk pada warna biru pucat dari cat kuku di jari kakinya,


“Dengan begitu, aku ingin mengubah masa depan Makoto. Aku mau dia bisa masuk lagi ke SMA Amanuma──”


──‘Mengulang’.


Pengulangan masa lalu yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Nito.


Caraku berpindah waktu dan caranya ‘mengulang’ sebenarnya berbeda.


Aku hanya bisa ‘memindahkan’ diriku ke titik waktu yang lain, melihat hasil di masa depan lalu mengubah masa lalu, dan mengulangi itu.


Sementara Nito, dia benar-benar ‘mengulang’ 3 tahun masa SMA-nya berkali-kali, demi masa depan yang diinginkannya.


Bahkan selama ini, katanya ia sudah mengulang begitu banyak kali sampai tak bisa diceritakan padaku.


Kalau dipikir-pikir, berarti Nito jauh lebih berpengalaman daripada aku.


Oh ya, cara dia melakukan ‘mengulang’ juga mirip denganku.


Dia memainkan melodi lagu miliknya di piano ruang klub.


Kalau menggunakan kekuatan ‘mengulang’ itu, mungkin, dengan memulai ulang semuanya dari awal, kita bisa menyelamatkan Makoto.


“…Memang, kalau begitu mungkin masih bisa diusahakan.”


Dengan ekspresi berpikir, Nito menyilangkan lengannya.


“Di garis waktu ini, sudah pasti Makoto-chan akan masuk ke sekolah lain. Masih ada 2 tahun sebelum dia berniat bunuh diri, tapi kalau sudah jadi murid sekolah lain, akan sulit untuk berinteraksi dengannya. Apalagi setelah peristiwa pengamatan bintang kemarin, kemungkinan dia mau mendengar cerita kita juga hampir nol…”


“Iya, benar juga.”


Aku merasa sedikit getir mendengar kata pengamatan bintang.


Tapi tetap saja aku mengangguk.


“Menurutku itu cara yang paling pasti. Memang bukan berarti kita sudah kehabisan cara sepenuhnya. Tapi kalau peluangnya terlalu tipis seperti ini, lebih baik kita ulang dari tahap sebelumnya. Dan dengan kekuatan ‘mengulang’ punyamu, itu pasti bisa dilakukan, kan?”


“Hmm, masuk akal juga…”


“Ngomong-ngomong, kalau kita mengulang, kita akan kembali ke 3 tahun yang lalu? Atau, kita bisa kembali ke momen saat kita masuk SMA… maksudku setahun yang lalu?”


“Ah… ke saat masuk SMA kok.”


Menjawab rasa penasaranku, Nito tersenyum kecil dan mengangguk.


“‘Mengulang’ itu bukan kembali 3 tahun penuh, tapi ke titik waktu yang ingin aku ulangi. Buatku, berarti kembali ke ‘hari di mana aku bisa mengulang masa SMA’.”


“Oh, begitu rupanya.”


“Faktanya, kalau di garis waktu yang sangat gagal, aku juga pernah cepat-cepat menyerah dan langsung mengulang lagi.”


“Hmm, masuk akal…”


Aku menyilangkan tangan sambil berpikir.


“Kalau begitu, kita tidak perlu sampai balik ke zaman SMP segala, ya…”


Sudah hampir setahun sejak aku mulai menulis ulang masa lalu dengan berpindah waktu.


Kalau sekarang kembali ke masa lalu lewat ‘mengulang’ Nito, berarti kita akan mengulang satu tahun penuh itu.


Tapi kurasa, peluang untuk menyelamatkan Makoto akan cukup besar.


Sambil memikirkan perasaan Makoto, aku juga akan membangun kembali hubunganku dengan Nito.


Kalau itu berhasil, Makoto pasti mau masuk ke SMA Amanuma──


“…Tapi, umm.”


Saat itu juga, Nito bicara dengan nada khawatir.


“Ada dua hal… yang membuatku penasaran.”


“Iya, maksudmu?”


“Kalau kita berdua yang mengulang… bagaimana caranya agar itu bisa terjadi?”


Nito tampak menoleh bingung.


“Selama ini aku selalu mengulang sendirian… Memang, ingatan Makoto-chan yang di masa depan itu dibawa terus, kan?”


“Iya, benar.”


Seperti yang Nito bilang, dalam usahaku mengulang, hanya Makoto yang selalu mengingat garis waktu yang ‘seolah sudah hilang’.


Berkat itu aku merasa sangat tertolong, karena dia bisa memberi saran dan semangat padaku.


“Bagaimana caranya waktu itu?”


“Ah, itu gampang kok. Saat aku main piano, dia cuma perlu ada di dekatku. Jadi kalau kita berada di tempat yang sama, mungkin kita bisa berbagi sebagian fenomenanya juga.”


“Hmm…”


Nito menaruh tangan di bibirnya, menunduk,


“Kalau begitu, mungkin kita bisa mengulang bersama. Meski, aku belum bisa benar-benar yakin.”


“Iya.”


Aku juga duduk di tepi meja terdekat,


“Dan kalaupun ternyata tidak bisa. Kau saja yang mengulang, lalu nanti jelaskan kepadaku di masa lalu, pasti bisa. Kalau dijelaskan, aku pasti mau bantu. …Tentu, mungkin butuh waktu untuk membuatku percaya sih.”


Kalau nanti Nito ‘mengulang’ dan kembali ke 1 tahun yang lalu, aku yang ada di sana—kemungkinan besar belum tahu apa-apa soal perjalanan waktu.


Karena satu-satunya alasan aku belajar soal itu adalah karena pernah melihat masa depan di mana Nito menghilang.


Kalau masa depan itu tidak terjadi di jalur berikutnya, berarti aku cuma pelajar SMA biasa di sana.


Tapi… kalaupun begitu, asal Nito mau serius menjelaskannya sambil menunjukkan bukti, kurasa aku tetap akan mau membantu.


Kurasa, aku yang asli pun punya hati yang cukup terbuka untuk itu.


“Baiklah… berarti, tidak apa-apa ya soal itu.”


Nito menghela napas pelan.


“Secara logika, masih ada kemungkinan untuk bertaruh pada ‘mengulang’.”


“Ya, kupikir juga begitu.”


“Baik, terima kasih.”


Lalu dia mengangkat wajahnya──


“Lalu, satu hal lagi yang membuatku khawatir… ini sebenarnya poin utama, sih.”


Kali ini, dengan ekspresi yang jauh lebih serius.


Menatapku lurus-lurus—lalu berkata,


“Um… semuanya akan menjadi ‘tidak pernah terjadi’, kan.”


Nadanya terdengar berat.


Ekspresi wajahnya seperti menahan tangis.


“Segala hal yang terjadi di garis waktu ini… semuanya akan hilang begitu saja.”


──Hilang begitu saja.


Segala yang terjadi di garis waktu ini—akan terhapus.


“Soal itu… aku ingin kita benar-benar memikirkan bersama-sama.”


kata Nito sambil menundukkan pandangan ke tangannya.


“Coba diingat lagi semua yang sudah terjadi. Dan pertimbangkan, apa memang itu yang kita mau… aku ingin kita bicarakan dulu.”


“…Iya.”


Aku mengangguk, lalu sekali lagi menyadari.


Yang namanya ‘mengulang’ itu memang begini artinya.


Menulis ulang masa lalu.


Meniadakan semua yang telah kami lalui.


Mengulang berarti memuat makna seberat itu.


“Iya… benar juga, ya…”


Aku mengingat-ingat semua yang telah terjadi, lalu menghela napas panjang.


“Kita harus sungguh-sungguh menghadapi ini, ya…”


──Tahun ini benar-benar waktu yang tak tergantikan.


Aku bertemu Nito, dan jatuh cinta padanya.


Kami saling berbagi rahasia tentang perjalanan waktu dan pengulangan yang kami lakukan.


Aku menjadi sahabat baik dengan Igarashi-san.


Aku beradu perasaan dengan Rokuyou-senpai di tengah hujan.


Dan──mencari bintang bersama Makoto.


Bahkan sempat pergi ke Desa Achi untuk melakukan pengamatan langit yang sungguh-sungguh demi menemukan asteroid baru.


Untuk diriku yang cenderung malas, tahun ini rasanya benar-benar seperti keajaiban.


Kenangan dan teman-teman yang mungkin akan menjadi harta seumur hidup, yang akan selalu mendukungku ketika dewasa nanti.


Kalau kami ‘mengulang’──semua itu akan hilang.


Semuanya, benar-benar akan dianggap tidak pernah terjadi──


“…Haah…”


…Aku harus mengakuinya.


Aku merasakan penolakan yang begitu kuat.


Saat membayangkan sungguh-sungguh, kalau pilihan itu benar-benar ada di depanku.


Tak mungkin aku menyangkalnya.


Aku──merasa begitu berat, sampai rasanya mau menangis.


“…Kuh…”


Padahal akulah yang pertama mengusulkan ini, jadi seharusnya aku tidak boleh goyah.


Namun──aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri.


Kalau boleh memilih, aku sama sekali tidak mau melakukan hal itu.


Aku tidak mau menghapus masa lalu kami.


“…Haruskah kita… berhenti saja?”


Melihat wajahku, Nito berkata dengan suara yang lembut.


“Kamu sudah berusaha keras selama setahun ini, kan. Itu semua adalah kenangan yang berharga…”


Ia berdiri dari meja, lalu menepuk kepalaku pelan.


“Kamu berjuang demi aku juga… terima kasih, ya”


──Nito benar.


Aku berusaha mati-matian selama setahun ini demi tetap berada di sampingnya, demi menyelamatkannya dari menghilang.


Itu adalah kenangan yang sungguh tak tergantikan, benar-benar harta berharga untukku.


Hanya saja,


“Untuk sekarang… bagaimana kalau kita coba terus berjuang sampai 2 tahun lagi?”


Nito menyipitkan matanya, berkata begitu.


“Meskipun dia masuk ke sekolah lain, mungkin masih ada yang bisa kita lakukan. Yuk, kita pikirkan lagi apa yang bisa kita lakukan untuk Makoto-chan…”


Usulan Nito terdengar masuk akal.


Terus mencoba mengubah masa depan Makoto tanpa mengulang segalanya.


Tapi di sana pun──aku tetap merasakan penolakan yang besar.


Aku bisa sampai di titik ini, karena memang menginginkan hasilnya.


Menemukan bintang, dan tetap berada di samping Nito.


Itu adalah hal yang begitu penting untukku, masa depan yang sangat kuimpikan, sampai aku rela berjuang mati-matian.


Namun… perjuangan dari sini pasti akan jauh berbeda.


Mencoba mendekati Makoto dengan cara yang mungkin tidak ia inginkan, lalu mengubah masa depannya.


Rasanya akan menjadi perjuangan yang sangat memaksa, dan sejujurnya, aku tidak bisa membayangkan itu akan berhasil.


Dan yang paling menakutkan,


“……”


aku kembali teringat pada akhir dari Makoto.


Tragedi bunuh dirinya.


Kalau aku harus merasakan lagi sakit yang luar biasa ketika mengetahuinya, sanggupkah aku bertahan?


Sanggupkah aku tetap menjadi diriku sendiri setelah kembali kehilangan orang yang penting bagiku?


Aku tidak tahu.


Aku sungguh tidak tahu.


Sambil memikirkan hal itu,


“…Benar juga”


sebuah ide terlintas di kepalaku.


“Bagaimana kalau… kita coba minta saran?”


Aku memandang Nito sambil berkata begitu.


“…Minta saran?”


“Iya. Kita ceritakan semuanya ke seseorang, dan minta nasihat soal apa yang harus kita lakukan.”


“Heh, begitu maksudmu…”


Nito sempat menunduk sambil merenung──


“……Eeeeh!?”


──dan tiba-tiba mengeluarkan suara kaget.


Sudah lama rasanya tidak mendengar suara terkejutnya.


Dengan ekspresi terperanjat, ia melanjutkan,


“Semuanya maksudmu!? Cerita semua hal yang sudah kita lakukan!?”


“Ya, memang begitu.”


“Termasuk soal aku yang ‘mengulang’, dan kamu yang berpindah-pindah waktu!?”


“Ya, itu tidak bisa dihindari.”


“Dan setelah cerita itu, kita minta pendapat orang itu, lalu memutuskan mau ‘mengulang’ lagi atau tidak?”


“Iya, begitu.”


Aku mengangguk, lalu duduk di meja dekat Nito.


“Jujur saja, kita berdua sudah mentok. Terlalu tertekan, panik, sampai kehilangan ketenangan.”


“Iya, memang benar…”


“Makanya, lebih baik kita terbuka saja, ceritakan semuanya, lalu dengar pendapat mereka.”


Seperti dulu ketika aku pernah membuka rahasiaku pada Makoto.


Aku menceritakan tentang perjalanan waktuku, semuanya tanpa ditutup-tutupi.


Dan──aku benar-benar merasa terselamatkan waktu itu.


Bukan hanya karena saran yang kudapat, tapi juga karena ada seseorang yang tahu apa yang kulakukan, itu membuatku merasa tidak sendirian dalam perjuangan ini.


Itu menjadi penopang yang sangat besar.


Jadi… kurasa kali ini juga, sebaiknya kami terbuka saja.


Tidak hanya berdua yang memikulnya, tapi menceritakannya kepada seseorang.


“…Aku paham logikanya, sih”


Nito meneteskan keringat di dahinya, lalu menggigit bibirnya, menyibak rambut pendeknya dengan gelisah,


“…Tapi, pada siapa?”


Ia bertanya dengan suara berat.


“Siapa yang mau kita ceritai soal sepenting ini? Tidak banyak orang yang akan percaya, kan…”


…Ya, itu memang masalahnya.


Kalau mau minta saran, siapa yang pantas mendengarnya?


Siapa yang akan kita percayai untuk menanggung rahasia sebesar ini?


Namun──jawabannya sebenarnya sudah jelas.


Aku yakin Nito pun, di dalam hati sudah tahu jawabannya.


“──,──”


Saat kukatakan itu padanya, wajah Nito sedikit berubah.


“…Ya, benar juga…”


Ia tertawa kecil, seperti mencemooh dirinya sendiri.


“Kalau mau cerita… memang cuma ke mereka berdua, ya…”


“Iya, kan?”


Aku lalu mengangkat ponsel di hadapannya.


“Bagaimana? Boleh aku hubungi mereka?”


Nito sempat menunduk sambil berpikir keras.


Lalu memejamkan mata erat-erat, mengerutkan alisnya,


“…Baiklah”


Dengan wajah penuh tekad, ia mengangguk mantap padaku.


“Ayo, kita lakukan saja.”



Dan──hari Sabtu, lewat tengah hari.


Di rumahku. Di kamar enam tatami milikku, terkumpul empat orang.


Aku dan Nito, lalu──


“Wah, bukunya banyak sekali… manga semua!?”


kata Igarashi-san, sambil menatap rak buku.


“Hei, Sakamoto, boleh baca ini? Ada yang membuatku penasaran, lho”


“Eh, kalau bisa mendengarkan ceritaku dulu akan sangat membantu……”


“Eeh, ya sudah, cepetin saja ya”


Ia merengut sedikit, lalu duduk di samping Nito, dekat meja rendah.


Lalu──


“Tapi sungguh, kau benar-benar suka bintang, ya”


kata Rokuyou-senpai, menatap sekeliling kamar sambil menertawakan foto-foto astronomiku.


“Baru kali ini aku datang ke kamar yang seperti ini, menarik juga”


“Eh, kupikir ini masih tergolong normal kok……”


“Apa benar? Rumahku bahkan tidak ada satu pun manga.”


“Serius……!?”


“Serius-serius. Oh, itu lubang hitam kan?”


katanya sambil menunjuk foto langit di dinding.


“Hebat juga ya, di alam semesta ada beginian──”


Orang yang kupilih untuk diajak konsultasi──tentu saja mereka berdua.


Dua anggota klub astronomi selain aku dan Nito.


Sahabatku, Igarashi-san, dan partnerku, Rokuyou-senpai.


Setahun belakangan, aku sudah menghabiskan banyak waktu dengan mereka berdua.


Kadang saling bentrok, kadang saling bantu.


Jadi kalau nanti kami memutuskan untuk ‘mengulang’, merekalah yang paling terdampak.


Makanya──aku ingin menceritakan segalanya kepada mereka.


Semua rahasia sampai sekarang, dan semua kebimbangan ke depannya.


Itu rencanaku.


……Aku tidak tahu bagaimana hasilnya.


Mereka bisa saja menentang, bisa saja tidak mau menerima.


Tapi kalau itu adalah pendapat mereka──kalau itu adalah pemikiran mereka berdua──


aku ingin menerimanya.


Aku ingin menghadapi itu secara jujur, lalu menelan dan memprosesnya.


“Jadi, ada urusan apa sebenarnya?”


Rokuyou-senpai menoleh sambil bicara.


“Sampai mengundang kita kumpul di rumah segala, pasti penting sekali kan?”


“Iya iya. ……Ja, jangan-jangan!”


kata Igarashi-san, tiba-tiba wajahnya berubah tegang,


“Kamu dengan Chika……ni…nik……ah……!?”


Suaranya gemetar hebat,


“Lalu……s-sudah……ha……mi──”


“──Mana mungkinlah!!”


Aku langsung membabat habis dugaan kelewat liar itu dengan suara besar.


Apa-apaan sebenarnya anak ini!? Serius sekali!


Mana bisa kita menikah, kita berdua masih 16 tahun, tahu!?


Apalagi……ha……mil……imajinasinya kelewat liar!!


“Kalau ada cerita yang segila itu pasti sudah kubilang duluan! Tidak akan membuat acara resmi seperti ini! Eh, ya meskipun, yang mau kuceritakan ini juga lumayan luar biasa……”


“Eh……kalau bukan itu……apa kamu diam-diam sudah punya anak……”


“Tolong jauhkan dulu imajinasi anehmu itu!!”


Aku menjerit, dan Rokuyou-senpai malah tertawa senang.


Kulihat Igarashi-san juga sedikit tersenyum──ah, mungkin saja.


Mungkin dia sebenarnya tidak benar-benar yakin soal nikah tadi.


Dia cuma mau membantu mencairkan suasana tegangku dan Nito.


……Tapi melihat dia gemetaran tadi, dia sepertinya serius juga ya? Aku jadi tidak yakin.


“……Pokoknya”


Aku berdehem, lalu merapikan kembali suasana,


“Hari ini, kita berkumpul karena aku mau cerita──dan ingin minta pendapat kalian”


Igarashi-san dan Rokuyou-senpai menegakkan punggung, serius menatap ke arahku.


Melihat sikap mereka, aku merasa dikuatkan.


“Pertama……aku mau membuka semua hal yang selama ini kami rahasiakan dari kalian”


Jantungku berdegup keras.


Tanganku mulai berkeringat.


Lalu aku pun membuka mulut──


“Aku dan Nito──kami datang dari masa depan”


──Igarashi-san dan Rokuyou-senpai langsung kaget terdiam.


“……Eh, apa?”


“Masa depan……maksudnya?”


Ya, wajar sekali mereka bereaksi seperti itu.


Siapa juga yang tidak kaget kalau temannya bilang kalimat yang bahkan di anime jarang kedengaran, dengan wajah yang serius begini.


Tapi──tidak ada cara lain selain menabrak terus terang.


“Aku dan Nito kembali ke masa sekarang dari masa depan. Dari 2 tahun setelah kelulusan SMA”


“……Apa yang kamu bicarakan itu serius?”


“Kau tidak bercanda……?”


“Aku tidak bercanda”


Nito juga menegaskan sambil menatap lurus,


“Ini bukan lelucon, ini sungguhan”


“……Tidak, tidak, tidak”


“Sungguh, itu……”


Dua orang itu tampak kebingungan, tak tahu harus tertawa atau bagaimana.


“Terlalu klise sekali, rasanya”


“A-atau ini……prank?”


kata Rokuyou-senpai sambil menoleh ke sekeliling,


“Seperti prank untuk diunggah ke YouTube? ‘Ngeprank anggota klub dengan bicara cerita masa depan’ begitu……”


……Ya, begitulah. Wajar sekali.


Jujur, kalau aku sendiri yang diceritakan seperti ini, mungkin sampai berpikir untuk putus pertemanan.


Mereka berdua ini bahkan masih baik, karena reaksinya masih sopan.


Tapi, justru karena mereka baik──


“Dengar, ini sungguhan”


Aku harus menjelaskan semuanya dengan sungguh-sungguh.


“Awalnya aku lulus SMA, lalu ada hal yang tidak bisa kurelakan, jadi aku bolak-balik ke masa depan dan masa sekarang. Hidupku seperti itu. Dan, bukan cuma aku……”


“Aku juga”


Nito maju setapak, dan bersuara.


“Beda dengan perjalanan waktunya Meguri, aku ini ‘mengulang’. Jadi aku sudah berkali-kali mengulangi masa SMA……”


“……Hah?”


Igarashi-san tampak semakin bingung, memegangi kepalanya.


“Itu……hah? Kalian……sungguh bicara seperti itu……?”


“Iya, sungguh”


“Sungguh bukan bercanda? Kalau sekarang kalian bilang ‘bercanda’ aku akan benar-benar marah lho”


“Tidak, ini serius”


Nito menatap Igarashi-san dengan mata penuh kesungguhan.


“Mone, kamu pasti mengerti kan, aku tidak berbohong”


“……Iya”


Mungkin belum bisa memahami sepenuhnya, tapi sepertinya ia menerima kalau Nito bersungguh-sungguh.


Igarashi-san berkata begitu, lalu terlihat seperti sedang menimbang sesuatu di wajahnya.


“Ah──, hmm…… soal itu, benar atau tidaknya kita pikirkan nanti dulu”


Lalu Rokuyou-senpai bersuara.


“Jadi Meguri itu berpindah waktu, dan Nito itu ‘mengulang’? Bagian itu aku tidak begitu mengerti”


Ia menyilangkan tangan dan menatap kami lekat-lekat.


“3 tahun masa SMA yang Nito ulang-ulang dengan waktu yang Meguri jalani ulang ini, maksudnya seperti saling bertaut begitu kan? Lalu bagaimana dengan sistemnya? Ada yang lebih diutamakan atau bagaimana?”


“Ah, iya, soal itu memang agak merepotkan ya”


Aku tertawa kecil. Wajar saja mereka bingung, karena bahkan aku sendiri terkadang hampir tidak mengerti sepenuhnya.


Makanya, aku memutuskan untuk pelan-pelan menjelaskan dengan detail kepada mereka.


Pertama, bahwa Nito sudah berulang kali ‘mengulang’ selama 3 tahun masa SMA-nya


Dalam ‘pengulangan’ terakhirnya, di masa SMA ini, Nito berakhir dengan kesimpulan tragis


Aku, yang tak tahan melihat itu, akhirnya melakukan perjalanan waktu untuk mengulang 3 tahun ini demi menolongnya


Dalam proses itu, aku jadi akrab dengan Igarashi-san dan Rokuyou-senpai, dan justru membuat mereka juga terlibat dalam pengalaman yang berat


“……hmm, oke, mengerti”


Setelah aku selesai menjelaskan, Rokuyou-senpai menghela napas panjang.


“Jadi begitu……secara cerita, masuk akal sih. Oke, jadi intinya begitu……”


Lalu ia menyilangkan tangan lagi, mengerutkan kening,


“……Tidak terbayang kalian bisa mengarang cerita serumit itu sendirian”


“Umm……aku juga sih, sebenarnya masih belum bisa percaya sepenuhnya……”


Igarashi-san pun bicara, kali ini nadanya sedikit lebih tenang daripada sebelumnya.


“Soalnya rasanya tidak nyata, aku juga tidak ingat pernah mengalami hal-hal yang seperti itu. Tapi memang……Sakamoto dulu ikut campur waktu aku hampir bertengkar dengan Chika, saat Chika mau pindahan……”


Ia menoleh padaku,


“Waktu itu, Sakamoto……membantu hubungan kita lagi……”


“Ah, iya, kalau dipikir-pikir, waktu denganku juga sama sih”


Rokuyou-senpai mengangguk pelan, wajahnya menampakkan senyum kecil seolah mengenang sesuatu.


“Saat Festival Langit Biru (hekitensai), aku pernah debat habis-habisan dengan Meguri. Dan itu justru membuatku berubah waktu itu”


Mendengar mereka berdua, aku ikut mengingat-ingat.


Bagaimana dulu aku berusaha menghadapi mereka dengan caraku sendiri.


Berbagai hari-hari yang kulewati bersama mereka──dan semua itu membawaku sampai di titik ini.


“Oke, setidaknya aku paham alurnya sekarang”


Rokuyou-senpai akhirnya berkata, masih tampak sedikit kewalahan, tetapi seperti memberi penegasan agar pembicaraan bisa lanjut.


“Soal percaya apa tidaknya, itu urusan nanti. Yang penting aku mengerti maksud kalian. Lalu……”


Ia menatapku dan Nito bergantian, lalu dengan suara yang dalam dan lembut seperti biasanya, suara yang membuat orang merasa bisa bersandar padanya, berkata,


“Kalian mau berkonsultasi, kan?”


“I-iya!”


Igarashi-san juga buru-buru mengangguk.


“Kepalaku rasanya mau pecah sih……tapi ceritakan dulu saja!”


“……Terima kasih”


Aku benar-benar bersyukur atas sikap mereka berdua.


Maaf memang, karena informasi yang kami tumpahkan terlalu banyak, tapi……sekarang baru masuk bagian pentingnya.


Meski akan mengejutkan lagi, aku yakin mereka akan sanggup mendengarnya.


“Jadi, setelah semua upaya mengulang masa lalu ini, akhirnya setahun berlalu. Dan Nito……berhasil terhindar dari masa lalu tragisnya. Tapi……”


Aku melirik ke arah Nito di sebelahku.


Melihat wajahnya yang tampak berat, aku mengangguk pelan, menegaskan bahwa aku akan bicara.


“Kali ini──masa depan Makoto berubah”


Akhirnya aku menyampaikan pokok pembicaraan hari ini kepada mereka berdua.


“──makanya, aku ingin mendengarkan pendapat kalian”


Di penghujung cerita yang panjang ini.


Tentang bagaimana Makoto akan menghadapi akhir hidupnya, dan cara menyelamatkannya.


Tentang ide untuk sekali lagi ‘mengulang’.


“Aku ingin tahu……pendapat kalian. Tentang ‘mengulang’ untuk sekali lagi, bagaimana menurut kalian……”


“……”


“……”


Hening──benar-benar hening.


Rokuyou-senpai dan Igarashi-san sama sekali tidak bersuara.


Igarashi-san menutup mulutnya dengan tangan, sedangkan Rokuyou-senpai menutup mata dan mengerutkan kening dalam-dalam.


……wajar.


Teman dekat mereka sendiri bilang “aku datang dari masa depan”, lalu sekarang menambahkan bahwa seorang gadis yang mereka kenal akan mati jika tidak diubah takdirnya──dan bahwa untuk itu, mereka bahkan mempertimbangkan untuk menghapus ‘masa sekarang’ yang sudah dijalani──


mana mungkin langsung diterima, atau bahkan dipahami.


“……hmm……”


Meski begitu, Rokuyou-senpai akhirnya bersuara, alasan ia merintih seperti menahan sakit, mungkin karena ia merasa harus mengatakan sesuatu.


“Jujur saja……maaf, beri aku waktu sebentar……”


“I-iya, t-tentu saja!”


Melihatnya seperti itu membuatku merasa bersalah, sampai aku hanya bisa mengangguk berkali-kali.


“Maaf, sudah minta pendapat kalian dengan cerita yang segila ini……”


“Ah──, aku sih sudah overload sekali kepalanya……”


Dengan suara ringan seolah melayang di tengah ketegangan, Igarashi-san berkomentar.


“Maaf ya, sepertinya otakku tidak sanggup mencerna ini semua sekarang. Apalagi setelah masalah Chika dan Sakamoto, lalu sekarang begini……”


“Iya, wajar kok, aku juga mengerti”


“Maksudnya Makoto-chan akan meninggal? Lalu mau dihentikan dengan cara ‘mengulang’? Dan……garis waktu ini akan hilang?”


Katanya begitu, lalu menyandarkan punggung ke kasur di belakangnya.


“Secara teori aku mengerti, tapi rasanya sama sekali tidak terbayang……”


“Itu sangat wajar……”


Benar juga.


Meminta mereka langsung mengambil keputusan, langsung memberi jawaban di hari ini, jelas mustahil.


Bukan cuma karena terlalu banyak informasi, tapi juga karena yang terjadi akan berpengaruh besar ke hidup mereka sendiri.


Jadi──lebih baik mereka mencerna dulu semuanya pelan-pelan, lalu baru nanti menanggapi.


Aku ingin mendengar apa yang sebenarnya mereka rasakan, walau perlu waktu.


“Bagaimana kalau……kita lanjutkan lain kali saja?”


Aku menghela napas sekali, lalu berkata begitu pada Rokuyou-senpai dan Igarashi-san.


“Maaf, sepertinya aku terlalu terburu-buru”


“Tidak perlu minta maaf”


Rokuyou-senpai malah tersenyum padaku.


“Justru hebat sih, kalian bisa sampai sejauh ini sambil menyimpan semua itu sendiri”


“Tidak……sehebat itu kok……”


“Tidak, serius. Soalnya jadi Meguri dan Nito……pasti berat sekali kan?”


Nada suara Rokuyou-senpai, ekspresinya──


seperti biasa, penuh ketenangan dan perhatian pada adik kelasnya, seolah semua cerita barusan hanya mimpi buruk semata.


“Menanggung beban sebesar itu, terus tetap berjuang tiap hari, pasti luar biasa berat”


Kata-kata yang tak terduga itu──langsung memenuhi rongga dadaku.


Mengisi ruang kosong di hatiku dengan hangatnya pengertian.


──Ia mengerti.


Rokuyou-senpai benar-benar mengerti penderitaan kami, beratnya langkah kami.


Mungkin sebenarnya, aku sudah lama mendambakan kata-kata seperti ini.


Di hari-hari ketika aku hanya bisa terus maju tanpa menoleh, aku pasti mendambakan ada orang yang mau mengakui semua perjuangan itu……


“Ah──, iya, benar juga!”


Igarashi-san pun tiba-tiba menegakkan punggung dengan wajah tersadar.


“Aku belum bisa percaya 100%, jujur saja. Tapi……”


Ia menundukkan pandangan, lalu tersenyum samar.


Senyum yang menenangkan, terasa keibuan, menatap kami dengan penuh kelembutan.


“Bagi kalian berdua, semua ini jelas nyata, kan? Pasti berat sekali ya……” 


Mataku terasa panas.


Rasa lega, rasa dihargai, semuanya menumpuk sampai mataku basah.


Air mata nyaris menetes──dan tepat di saat itu──


“Uwaaaah!! Moneee……!”


──ada yang menerjang.


Nito, yang sedari tadi berdiri di sampingku, langsung melompat dan menubruk dada Igarashi-san dengan tangisan keras.


“Rasanya sesak! Aku takut sekali…!”


Nito menangis keras sambil bersuara.


Pasti—semua perasaan yang selama ini dia tahan, akhirnya tumpah keluar.


Baru kali ini dia bisa mengungkapkan semuanya, diterima, dan benar-benar merasa lega.


“…Ya ya, sudah… sudah…”


Aku benar-benar mengerti perasaan itu, sampai terasa menusuk di dadaku.


Selama ini kami hanya berdua saja, terus berjuang mengubah masa lalu.


Dan sekarang, teman-teman penting kami mau menerima semuanya──


Kebahagiaan itu rasanya seperti hadiah yang paling berharga.


Aku merasa semua usaha kami, termasuk kegagalan dan penderitaan, akhirnya diakui.


“Kalian sudah sangat hebat, Chika, Sakamoto juga…”


Igarashi-san berkata begitu sambil mengelus kepala kami dengan lembut.


Jalan kami masih jauh dari kata selesai.


Masalahnya belum terpecahkan, malah kami menghadapi rintangan terbesar sejauh ini.


Tapi tetap saja──


“Oh, apa Meguri, mau pelukan juga?”


“Ahaha, cukup perasaannya saja yang kupinjam!”


Rokuyou-senpai membuka kedua tangannya seolah hendak merangkulku.


Wajahnya menampilkan senyum nakal, namun di baliknya ada perhatian yang tulus.


Melihat itu, aku merasa sangat bersyukur.


Mereka benar-benar mau menerima kami—itu membuatku bahagia dari lubuk hatiku.



──Pesan dari Rokuyou-senpai datang beberapa hari setelah kami membuka rahasia itu.


Dia mengirim pesan ke grup Line kami.


Haruki: “Aku kepikiran.”


Haruki: “Ada cara yang bagus.”


Lebih cepat dari yang kuduga.


Dan isinya juga jauh lebih optimis dari perkiraanku.


Haruki: “Dengan ini, kita bisa membuktikan perjalanan waktu Meguri dan Nito.”


Haruki: “Juga bisa mengatasi masalah hilangnya masa lalu. Bahkan meningkatkan peluang untuk menyelamatkan Makoto.”


“…Su…sungguh?”


Lewat jam 8 malam, aku yang sedang menonton video YouTuber bertema luar angkasa di kamar langsung bersuara kaget membaca pesannya.


“Eh, bagaimana… sungguh? Bisa langsung beres semua begitu?”


Aku baca berulang-ulang, tapi tidak ada salah ketik.


Bisa membuktikan perjalanan waktu, mengatasi hilangnya masa lalu, dan bahkan menyelamatkan Makoto? …sungguh?


“Padahal belum lama dari pembicaraan kemarin juga…”


Untuk sementara, aku kirim stiker karakter anime favoritku yang ekspresi bingung.


Nito dan Igarashi-san juga langsung kirim stiker: “Hah, maksudnya bagaimana?” dan “Ceritakan dong!”


Haruki: “Ya, idenya sangat simpel.”


Dia memulai penjelasannya begitu saja, seolah menenangkan kami.


Dan kemudian—menyampaikan ide itu.


Benar-benar simpel, seperti yang dia bilang, tapi juga begitu nekat sampai membuatku teriak,


“MA…MANA MUNGKIN!?”


Isi idenya membuatku bersuara kencang sambil memegang ponsel.


“Dia… benar-benar bicara seperti ini!?”


Begitu mengejutkan, ide itu rasanya tak pernah terlintas sedikit pun di benakku.


Perlu waktu untuk mencernanya.


Bahkan membayangkan bagaimana menjalankannya saja membuat pikiranku penuh.


“Tidak… tapi kalau dipikir secara logis, memang masuk akal seperti yang dibilang Senpai…”


Setelah menenangkan diri, aku bisa sedikit berpikir lebih jernih.


“Dengan ini… semua masalah bisa selesai…”


Haruki: “Pokoknya…”


Sepertinya yang lain juga masih terkejut.


Grup Line sempat hening beberapa saat, lalu muncul pesan tambahan dari Senpai.


Haruki: “Besok ketemu di ruang klub, ya.”


Haruki: “Soalnya tidak mungkin bisa diputuskan lewat chat saja, kita akan bahas langsung.”


Dan begitu—keesokan harinya kami sepakat untuk berdiskusi di ruang klub.


Setelah menutup obrolan, aku menatap layar beberapa saat, lalu mematikan lampu kamar dan rebahan di ranjang.


Tapi…


Ide yang disampaikan Rokuyou-senpai terus berputar-putar di kepalaku.


Pikiranku tidak mau berhenti, jadi sulit sekali terlelap malam itu.



──Keesokan harinya.


Sinar matahari sore menembus jendela ruang klub seperti biasa.


Sudah pertengahan Maret, semester ketiga hampir berakhir.


Sinar matahari yang hangat membuat suasana ruang klub terasa nyaman, dan aku jadi teringat tahun pertama sekolahku bersama Makoto.


Ya—waktu itu juga.


Kami sering menghabiskan waktu santai di ruang klub seperti ini, hanya berdua.


Aku dan dia menikmati kemalasan yang manis di ruangan ini──


“──Oke, sekarang aku jelaskan lagi dari awal.”


Rokuyou-senpai, menegakkan punggungnya, mulai berbicara pada kami.


Nito dan Igarashi-san juga menatapnya dengan wajah yang tegang.


“Ideku simpel.”


Dia menegaskan, lalu mengucapkannya tanpa ragu.


“──Kita berempat akan ‘mengulang’. Bukan cuma Nito. Bukan cuma Nito dan Meguri. Nito, Meguri, Mone, dan aku. Kita berempat—mengulang tahun ini lagi bersama.”


──Kami berempat ‘mengulang’ bersama.


Artinya seluruh anggota klub astronomi ini, semua orang penting, akan mengulang 1 tahun bersama-sama.


Itulah ide Rokuyou-senpai.


Dia menuliskan di papan tulis: “Kami berempat ‘mengulang’ bersama.”


Tulisan tangannya, sedikit klasik dan elegan, agak tidak sesuai dengan kesan dirinya.


Melihat itu tertulis begitu jelas di papan tulis, membuat jantungku berdegup satu kali lebih keras.


“Ada beberapa masalah dari cerita kalian berdua.”


Senpai mulai menjabarkan sambil memegang spidol.


“Pertama, aku dan Mone tidak merasa ini nyata. Ya wajar, mana ada orang yang langsung percaya soal perjalanan waktu? Meski penjelasannya nyambung, tetap sulit diterima begitu saja.”


Dia menulis di papan tulis: Masalah 1: tidak merasa nyata


Memang benar.


Meminta orang untuk percaya soal perjalanan waktu cuma lewat cerita mulut, jelas sulit.


“Kedua, masalah hilangnya masa lalu.”


Dia menuliskan: Masalah 2: hilangnya masa lalu


Sambil menulis, dia melanjutkan,


“Ini juga berat. Hari-hari yang sudah kita jalani bersama, semua akan hilang. Semua perjuangan kita selama ini, cuma akan ada di ingatan Nito dan Meguri. Aku dan Mone bakal lupa semuanya.”


Itu juga… persis seperti yang dikatakan Rokuyou-senpai.


Mendengar langsung dari mulutnya, aku sekali lagi merasakan betapa kejamnya kenyataan itu.


Masa lalu akan lenyap, waktu yang kami habiskan bersama akan dianggap tidak pernah ada.


Betapa sombongnya pilihan itu, dan betapa menyakitkan bagi mereka yang terpaksa menerimanya…


Kebanyakan orang mungkin tak akan merasa banyak berubah, karena di pengulangan berikutnya mereka menjalani hari-hari yang kurang lebih sama.


Tapi karena aku dan Nito akan mengubah tindakan kami dalam pengulangan selanjutnya, hari-hari mereka berdua pasti akan berubah besar.


Di situ ada—ketidakadilan yang tak bisa dihindari.


“Jadi dua masalah itu yang ada dalam pengulangannya Nito dan Meguri.”


tok tok, Senpai menunjuk dua poin itu di papan tulis dengan spidolnya.


“Itulah kenapa waktu kalian minta pendapatku dulu, aku tidak bisa jawab dengan baik… Mone, bagaimana pendapatmu?”


Dia menoleh ke arah Igarashi-san,


“Kau juga kelihatan banyak berpikir waktu itu. Bukannya soal ini yang membuatmu ragu?”


“Ya… benar juga…”


Igarashi-san meletakkan telunjuknya di bibir, tampak berpikir keras.


“Aku sih… tidak bisa merangkumnya selugas ini waktu itu. Rasanya pikiranku kusut sekali, tidak terbagi-bagi jelas… tapi ya, intinya seperti itu. Sulit dipercaya, terus juga, semua akan hilang, bagaimana begitu rasanya.”


“Ya, terima kasih.”


Senpai mengangguk, lalu berbalik lagi ke arah kami semua.


“Jadi—masalah ini. Dua masalah besar itu, sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara ini.”


Dia menunjuk tulisan di papan tulis.


Di situ tertulis: Kami berempat ‘mengulang’ bersama.


Usulan Rokuyou-senpai yang sederhana.


“Untuk benar-benar bisa ‘mengulang’ atau tidak, gampang dibuktikan. Kalau aku sendiri ikut ‘mengulang’, ya akan langsung terasa. Tidak perlu percaya teori atau cerita orang, kalau mengalami sendiri tidak ada ruang untuk ragu.”


──Memang benar.


Kalau mau benar-benar diyakinkan, pengalaman langsung adalah yang paling cepat.


Kalau benar bisa kembali setahun ke belakang sendiri, kalau merasakan perjalanan waktunya, tidak mungkin masih ada keraguan.


“Nito, kau bilang kalau bersama Meguri mungkin bisa ‘mengulang’ bersama, kan?”


Senpai memastikan sambil menatap Nito.


“Belum pernah dicoba sih, jadi tidak pasti. Tapi kalau dilihat dari pengalamanku dan Meguri, harusnya bisa bersama kembali ke setahun yang lalu…”


“Ya, aku pikir juga begitu…”


Nito menjawab sambil menahan keraguan, wajahnya sedikit tegang.


“Memang belum pasti, tapi rencananya memang mau balik bersama Meguri…”


“Kalau begitu, kita semua berempat juga bisa ikut dicoba, kan?”


Senpai menampilkan senyum penuh keyakinan.


“Berempat kembali ke 1 tahun yang lalu. Itu pun harusnya bisa kita uji.”


Begitulah—kemungkinan terbuka.


Tentu saja, bisa saja gagal.


Risikonya sama seperti kalau hanya aku dan Nito yang mencoba.


Dan kalau akhirnya hanya Nito yang berhasil kembali, ya sudah, cukup ceritakan saja situasinya nanti pada kami semua.


“Lalu—soal hilangnya masa lalu.”


Senpai menunjuk satu poin lagi di papan tulis, dengan wajah yang sungguh-sungguh.


“Ini masalah yang benar-benar berat. Kenangan kita akan hilang. 1 tahun ini seperti tidak pernah ada. Tapi…”


Sekali lagi, Rokuyou-senpai menyunggingkan senyum yang penuh keberanian,


“Kalau aku dan Mone ikut kembali, maka ingatan itu tidak akan hilang. Di dalam diri kita, masa lalu itu tetap hidup.”


Dia mengucapkannya dengan suara yang seperti mengajak maju ke medan perang.


──Akan tetap diingat.


Bukan hanya aku.


Bukan hanya aku dan Nito.


Empat orang ini, semuanya akan mengingat setahun ini—bersama-sama.


“…Tentu saja, semua kejadian sebagai fakta akan dianggap tidak pernah ada.”


Nada bicara Senpai tetap tenang, menegaskan bahwa ia sedang tidak asal bicara.


“Misalnya, konser Nito untuk Mone, festival budaya, pencarian asteroid, semua itu secara resmi hilang. Bahkan orang-orang yang terlibat juga akan kehilangan ingatan mereka. Meski kita berempat kembali, itu tidak bisa diubah.”


──Mendengar itu, aku teringat banyak wajah.


Chiyoda-sensei, yang selalu mendukung kami.


Mitsuya-san, yang menaruh hati pada Igarashi-san.


Azuma-senpai yang membantu saat festival budaya, Nanamori-san yang jadi rival saat mencari asteroid.


Dan—Makoto.


Makoto yang belajar bersamaku demi mencari bintang.


Seluruh tahun mereka semua akan dianggap tidak pernah terjadi.


Ada rasa kesepian luar biasa di situ.


Dan rasa bersalah yang teramat besar juga pasti datang menghantam.


“…Tapi,”


Senpai menghela napas kecil, lalu tersenyum sedikit getir,


“Kalau kita berempat bersama, kita bisa menanggungnya, kan?”


Dengan suara yang hangat, ia meyakinkan kami.


“Kalau kita berempat yang ‘mengulang’, kita semua bisa berbagi beban itu.”


Masing-masing akan tetap mengingatnya.


Masing-masing membawa pengalaman itu selamanya.


Itu rasanya seperti bentuk penebusan dosa kami.


Penebusan untuk pilihan yang terlalu angkuh, yaitu mengubah masa lalu──


“Dan juga,”


Rokuyou-senpai menatapku lurus,


Di matanya jelas terpancar sebuah pertanyaan sebagai manusia—pertanyaan yang sungguh ingin ia tanyakan padaku.


“Meskipun begitu—kau tetap mau menyelamatkan Makoto, kan?”


Senpai berkata begitu.


“Walau semua risiko itu harus kita pikul, kau tetap mau menyelamatkan dia, kan?”


“──Ya.”


Aku tidak perlu ragu menjawabnya.


“Kalau demi itu, apa pun akan kulakukan.”


“…Bagus.”


Senpai mengangguk seakan memang sudah tahu jawabanku.


Lalu, ia berdehem pelan,


“Jelas aku juga mau begitu.”


Ia mengungkapkan perasaannya dengan terus terang.


“Hubungan kami memang baru sebentar. Tapi tidak ada dunia di mana Makoto mati. Itu tidak boleh terjadi. Dan… kita bisa ‘mengulang’ lagi, kan?”


Setelah itu, ia menatapku, menatap Nito, lalu menatap Igarashi-san,


“Kita pasti bisa membuat 1 tahun terbaik lagi, kan?”


Nada suaranya penuh percaya diri, juga penuh rasa percaya kepada kami.


“Jadi, ayo kita coba. ‘pengulangan’ ini.”


“Aku juga setuju!”


Igarashi-san langsung menyahut, seolah didorong oleh semangat Senpai.


“Memang ini masih membuatku bingung, tapi… ya. Kalau bisa bersama kalian melewati setahun lagi, aku malah sangat senang! Pasti akan berat, tapi jadi gadis SMA setahun lebih lama, itu untung sekali kan! Lagipula… kalau bisa menyelamatkan Makoto-chan, mana mungkin kutolak.”


Nada suaranya begitu penuh ketegasan sampai aku tak bisa menahan senyum.


Bisa mengulangi setahun bersamanya, dengan perasaan yang sama seperti ini.


Membayangkannya saja membuatku sedikit bersemangat.


Lalu,


“…Nito,”


Akhirnya, aku menoleh ke arah Nito, yang duduk di sampingku sambil termenung.


Bagaimanapun—kuncinya ada padanya.


Satu-satunya yang bisa ‘mengulang’ adalah dia.


Bagaimana perasaannya soal kami berempat yang ingin ‘mengulang’ tahun ini?


“Sejujurnya, kau pasti akan kerepotan.”


Aku menambahkan, sambil membayangkan secara konkret 1 tahun ke depan.


“Tahun ini, kau benar-benar banyak berjuang kan. Musikmu mulai serius, kau harus mempertahankan Integrate Mag, harus meraih sukses, dan tidak boleh gagal dalam konser maupun streaming. Tekanannya luar biasa…”


Menurutku, Nito adalah orang yang paling berjuang keras selama tahun ini.


Membuat musik, menampilkan karyanya ke publik, mendapat pengakuan.


Beban targetnya jauh lebih besar dari siapa pun.


Dan dia sudah berkali-kali menghadapi ‘pengulangan’ seperti itu.


Pasti ada yang berhasil, ada juga yang gagal.


Kali ini, kami semua memintanya sekali lagi, atas kemauan kami sendiri.


Setidaknya aku ingin sadar sepenuhnya soal itu.


Aku ingin menghargai keputusannya, dan berterima kasih sedalam-dalamnya.


Dan Nito pun──


“──Ayo kita lakukan. Berempat, mengulang tahun ini sekali lagi.”


Ia mengangkat wajah, mengucapkannya sambil menampilkan senyum yang tulus.


Wajah itu sama sekali tak menunjukkan keraguan atau rasa takut.


“Kalau masih ada kemungkinan untuk menyelamatkan Makoto-chan, aku akan mencoba apa saja.”


“…Terima kasih.”


Atas nama semuanya, aku mengucapkan terima kasih padanya.


“Maaf, membuatmu harus memaksakan diri. Tapi, sungguh, terima kasih.”


“Tidak apa-apa, ini juga keinginanku sendiri.”


Ia menggeleng pelan sambil bicara tegar.


“Lagipula, kalau tidak sendirian. Kalau kalian semua mau menemaniku…”


Sambil berkata begitu, Nito memandangi kami satu per satu. 


Dalam sorot matanya, ada rasa percaya, persahabatan, dan kasih sayang yang mengalir.


Sinar matanya itu begitu cemerlang, tampak lebih memesona daripada semua tatapan yang pernah kulihat sebelumnya.


“Aku yakin… ini akan jadi ‘pengulangan’ yang menyenangkan.”


“Iya.”


Sambil menyadari jantungku berdegup, aku mengangguk padanya.


“Kalau begitu, ayo kita mulai.”


“Ya.”


“Oke.”


“Hm.”


“Tapi… sebelum itu,”


Setelah memastikan tekad semua orang, aku menarik napas sejenak.


“Sebelum kita memulai ‘pengulangan’, masing-masing selesaikan dulu apa yang perlu diselesaikan.”


“Yang perlu diselesaikan?”


tanya Igarashi-san, dan aku mengangguk.


“Kalau kita ingin menutup garis waktu ini, pasti ada orang-orang yang kita temui di sini untuk terakhir kalinya.”


Mendengar itu, Rokuyou-senpai dan Igarashi-san tampak menyadari sesuatu.


“Bukan cuma orang yang baru kita temui tahun ini. Keluarga, teman, bahkan teman sekelas atau kenalan biasa… kesempatan bertemu ‘mereka yang hidup di garis waktu ini’ juga akan berakhir di sini.”


Sambil mengatakannya, aku teringat kembali semua orang yang pernah kuajak bicara selama setahun ini.


Kalau kami memulai ‘pengulangan’, berarti ini adalah salam perpisahan.


Walaupun mungkin akan bertemu lagi, tapi bertemu dengan mereka yang ada di waktu ini hanya sampai di sini.


“Makanya,”


rasa sesak memenuhi dadaku.


Ada kepedihan luar biasa saat memikirkan untuk menutup semua ini, tapi aku tetap bilang pada ketiganya:


“Temui dan beri salam perpisahan sebaik-baiknya pada orang-orang yang penting.”



Keesokan harinya, aku mulai berpamitan pada orang-orang di sekitarku.


Pertama, teman sekelasku Nishigami, Takashima, dan Okita.


Teman-teman yang kuakrabi di garis waktu ini──


“──Senang sekali bisa jadi teman kalian.”


Waktu makan siang, sambil makan bekal, aku tiba-tiba mengucapkannya.


Nishigami dan yang lainnya menatapku dengan wajah aneh.


“Ada apa tiba-tiba…”


“Sakamoto, kau mau pindah sekolah apa bagaimana?”


“Jangan-jangan kau sedang sakit parah atau apa…?”


Melihat mereka khawatir begitu, aku tertawa sambil menggeleng.


“Tidak, cuma… kepikiran saja. Senang sekali rasanya punya teman.”


“Ohh.”


“Iya ya.”


Mereka menanggapinya biasa saja, lalu melanjutkan makan.


Di kehidupan SMA pertamaku, aku jarang dekat dengan mereka, tapi di ‘pengulangan’ kali ini kami jadi akrab.


Kupikir, begitulah yang disebut ‘hari-hari biasa’.


Hari-hari santai seperti ini mungkin hal yang kecil, tapi berharga.


“──Tahun depan juga, tetap berteman ya.”


Kukatakan sambil menahan perasaan macam-macam yang berkecamuk di dada.


“Mungkin nanti kita pisah kelas, atau lupa dengan apa yang sudah terjadi… tapi semoga kita bisa akrab lagi.”


“Eh, lupa?”


“Mana mungkin.”


Takashima dan Okita tertawa santai.


Lalu Nishigami juga, menatapku sambil sedikit malu, berkata:


“Yah, sepertinya kita akan tetap berteman dengan Sakamoto terus kok.”


“…Terima kasih.”


Aku mengangguk, lalu kembali menyantap bekalku.


Setelah itu, aku menuntaskan pamit satu per satu.


Pada orang tuaku, pada Mizuki, lalu lewat LINE pada Nanamori-san.


Dan—kepada Chiyoda-sensei, yang selalu mendukung kami.


“──Terima kasih sekali untuk 1 tahun ini.”


“Heh, kenapa kamu tiba-tiba resmi sekali?”


“Tidak, hanya… saya mau mengucapkan saja. Sensei sudah banyak membantu kami.”


Kalau kupikir-pikir, banyak hal yang mungkin takkan terjadi tanpa beliau.


Berkat Chiyoda-sensei yang menemani, kami bisa melakukan pengamatan bintang berkali-kali tiap bulan.


Beliaulah yang mengenalkan kami ke ‘Kelompok Penelitian Astronomi Desa Langit Berbintang’.


Kalau bukan karena beliau, kami takkan pernah sampai di masa depan ini.


“Sungguh-sungguh, terima kasih banyak…”


Aku menunduk dalam-dalam.


Chiyoda-sensei tersenyum geli melihatku.


“Kamu tiba-tiba serius begitu.”


Lalu──


“Seperti akan tidak ketemu lagi saja,”


──Betapa tajamnya beliau ini.


Dan dengan ketajaman itu, sudah berapa kali beliau menyelamatkan kami?


Melihat Chiyoda-sensei tersenyum begitu, aku juga tak tahan ikut tersenyum.



Meguri: “Terima kasih untuk segalanya sampai sekarang.”


Meguri: “Aku pasti akan menyelamatkanmu Makoto.”


Meguri: “Apa pun yang terjadi, aku akan menyelamatkanmu.”


“…Baiklah.”


Kami berkumpul—di ruang klub astronomi.


Setelah mengirim pesan terakhir lewat LINE untuk Makoto, aku mengangkat wajah.


“Apa semua sudah siap?”


Di sana ada Igarashi-san, Rokuyou-senpai, dan—Nito.


Mereka masing-masing menampakkan ekspresi yang campur aduk di wajah, tapi di mata mereka menyala tekad yang kuat.


“Ya, aku siap.”


“Aku sudah mantap.”


“Kapan pun aku bisa.”


Satu per satu mereka mengiyakan dengan suara tegas.


Melihat itu, aku merasakan keberanian yang tumbuh di dadaku.


“Tapi sebenarnya, kita tidak tahu apa yang akan terjadi.”


Aku menyampaikan peringatan terakhir kepada mereka.


“Mungkin nanti hanya Nito saja yang bisa kembali. Dan kalau itu terjadi… apa yang akan terjadi pada kita di sini juga belum jelas.”


Ya—masih ada kemungkinan itu.


Bagi Nito sendiri, ini pertama kali mencoba membawa orang lain bersamanya dalam ‘pengulangan’.


Tidak ada jaminan itu akan berhasil.


Jadi ada kemungkinan kami yang lain akan tertinggal, sama seperti teman dan keluarga yang sudah kami pamiti kemarin.


Kalau kami tertinggal, bagaimana nanti jadinya?


Apa kami akan hilang begitu saja, atau waktu ini tetap berlanjut?


Kalau waktu ini tetap berjalan, lalu bagaimana dengan Nito?


…Segalanya masih penuh tanda tanya.


Sampai dicoba, kami takkan tahu jawabannya.


Tapi──


“Kalau berhasil… kita bertemu lagi di sana, secepatnya.”


Aku menatap mata mereka semua sambil berkata,


“Dan langsung lanjutkan tahun ini bersama-sama!”


Mereka semua mengangguk mantap.


Lalu Nito—bergerak ke depan piano.


Ia menarik napas panjang, menaruh jari-jemarinya di atas tuts.


“Kalau begitu… siap, semuanya?”


Ia menatap kami dengan wajah yang serius, wajah yang terlihat jauh lebih tegang daripada sebelum pentas mana pun.


“Aku mulai lagunya, ya?”


“…Ya, tolong.”


Aku mengangguk, dan Nito tersenyum kecil.


Lalu, ia kembali menarik napas—dan mulai menarikan jarinya di atas tuts piano.


Melodi itu terdengar bergulir, mengalun seperti menari.


Lagu asli ciptaan Nito, versi aransemen pianonya.


Begitu ya—dengan cara seperti inilah.


Dengan nada dan harmoni seperti ini, Nito berulang kali mengulang masa SMA-nya.


Begitu aku menyadari itu—cahaya menelan seluruh penglihatanku.


Kilatan silau sesaat yang menyilaukan.


Aku refleks memejamkan mata pada putih yang menyilaukan itu.


Beberapa detik kemudian.


Saat bekas cahayanya hilang dari retina, aku perlahan membuka kelopak mataku──


Kami semua—melayang di tengah kegelapan.


Pemandangan yang ada sebelumnya telah lenyap, sekarang kami, aku, Rokuyou-senpai, Igarashi-san, dan Nito, terombang-ambing di dalam ruang gelap tanpa ujung.


Wajah mereka semua tampak terkejut.


Tubuh kami melayang perlahan-lahan di ruang kosong.


Lalu—beberapa cahaya mulai berputar mengelilingi kami.


Seperti planet-planet yang mengorbit, cahaya terang itu berputar dengan kecepatan dan ukuran yang berbeda.


Sedikit demi sedikit, putaran mereka semakin cepat.


Cahaya itu membentuk pusaran, mengitari kami dengan kecepatan tinggi──


Dan kemudian, semuanya tertelan cahaya berwarna merah muda.


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close