NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Guuzen Tasuketa Bishoujo ga Naze ka Ore ni Natsuite Shimatta ken ni Tsuite Volume 2 Prologue

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Prologue

 Tidak Masalah Meskipun Tiba-tiba Ada Kunjungan Malam


Akhirnya aku berhasil mendapatkan kunci cadangan rumah keluarga Kirishima-san. Hanya dengan menatap kilauan peraknya saja, wajahku sudah tanpa sadar menyunggingkan senyum—dan itu tentu tidak bisa dihindari.


Kunci rumah pada dasarnya adalah hak penuh untuk melangkah masuk ke dalam tempat tinggal seseorang. Memberikannya kepada orang lain bukanlah hal yang dilakukan tanpa adanya kepercayaan yang sangat besar. Karena itulah—aku, Mikami Hina, merasa sangat bahagia.


Aku tidak tahu seberapa tulus Kirishima-san saat menyampaikannya, tetapi dipercaya olehnya, dan diandalkan saat keadaan mendesak, adalah sebuah kehormatan besar bagiku.


"Baiklah… ini dia, kunjungan perdana yang bersejarah. Tinggal sebentar lagi hingga pukul dua dini hari sesuai janji…!"


Aku merapikan penampilan, mengenakan seragam, lalu membawa serta negligee yang sudah kusiapkan sejak lama—untuk berjaga-jaga kalau aku mendapat izin menginap di rumah Kirishima-san.


Ah, ibuku sudah kuberitahu bahwa aku akan bangun pagi-pagi sekali dan pergi keluar, lalu langsung berangkat sekolah setelahnya. Itu pun sebenarnya bisa disebut bangun pagi juga. Hanya saja… tidurku baru akan dimulai setelah ini.


Aku keluar rumah dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Entah mengapa aku merasa lebih cocok menuruni tangga daripada menggunakan lift malam ini. Tentang kunci cadangan itu, Kirishima-san sudah berpesan dengan tegas agar kupakai dalam batas kewajaran. Dan sekarang, aku yang sedang dalam perjalanan menuju rumahnya untuk masuk ketika dia sedang tidur… tentu saja masih dalam batas kewajaran. Tidak ada masalah sama sekali. Hanya bunyi ketukan sepatu loafers-ku yang terdengar di koridor. 


Saat suara itu terhenti, keteganganku mencapai puncaknya. Padahal aku sudah sering mengunjungi rumah Kirishima-san sebelumnya. Namun, berdiri di depan pintu ini tetap saja membuatku gelisah dan tidak bisa tenang.


Seperti kebiasaan, tanganku hampir terulur ke bel interkom. Tapi kali ini, itu tidak perlu lagi. Biasanya aku menekan tombol itu, lalu Kirishima-san yang membukakan pintu, dan barulah aku bisa masuk. Sekarang aku punya kunci cadangan—sebuah benda ajaib yang memangkas seluruh proses itu. Sebuah item curang yang sah secara hukum.


"Ah, aduh…"


Saat akhirnya tiba gilirannya digunakan, jari-jariku malah gemetar karena gugup, membuatku kesulitan memasukkan kunci ke lubangnya. Padahal kuncinya tidak jauh berbeda dengan milik rumahku sendiri di apartemen yang sama. Sungguh tidak terduga aku bisa sampai kesusahan seperti ini… betapa memalukan. 


Tapi memang rasa gugupnya luar biasa. Hanya untuk menyelipkan kunci saja, aku merasa sudah menghabiskan waktu begitu lama. Padahal seharusnya hanya beberapa detik, namun karena panik jantungku berdegup kencang, seolah-olah aku sudah berjuang selama belasan menit menghadapi lubang kunci itu.


Akhirnya, aku menang. Kunci sudah masuk hingga ke dalam, tinggal memutarnya saja. Perlahan, tenang, dengan hati-hati.


Kachari.

Begitu suara itu terdengar, barulah getaran di tanganku berhenti.


"Permisi…"


Suara kecil yang kuucapkan langsung ditelan kegelapan. Biasanya Kirishima-san akan menahan pintu agar aku bisa masuk dengan mudah. Kini, membuka pintu sendiri justru menyadarkanku kembali pada perhatian kecilnya yang sederhana, membuat hatiku terasa hangat.


Oh iya, sebenarnya aku sempat ketakutan membayangkan bagaimana jika ternyata rantai pintu terpasang. Itu rahasia kecilku. 


Bagaimanapun juga, aku berhasil masuk dengan selamat—ehm, maksudku bertamu—jadi sekarang saatnya melanjutkan ke langkah berikutnya. Aku menutup pintu dengan rapat, merapikan loafers yang kulepas, lalu melangkah perlahan menuju kamar tidur Kirishima-san.


Dalam kegelapan, dengan hati-hati aku sampai di depan kamar itu. Begitu membuka pintu dan masuk, rasa tegang kembali bergejolak dalam diriku. Lampu dalam mode malam samar-samar menerangi ruangan, cukup untuk membuatku bisa melihat keadaan jika memicingkan mata. Kirishima-san tampak tidur pulas. Padahal aku sudah mengatakan sebelumnya bahwa aku akan datang pukul dua. Namun melihatnya tidur sedemikian lelap, seolah-olah ia sama sekali tidak menghiraukan kehadiranku, membuatku agak kesal. 


Seandainya saja ia sedikit terjaga… atau tidak bisa tidur karena memikirkan kedatanganku… bukankah itu lebih baik?


"…Dasar bodoh."


Ups, suara hatiku tanpa sengaja keluar dari mulut. 


Ya sudahlah, kalau tidak disadari, aku hanya perlu membuatnya sadar. Dan semua ini… adalah bagian dari usahaku.

Baiklah, saatnya berganti pakaian agar bisa menyelinap masuk ke dalam futon Kirishima-san. Kalau tetap memakai seragam, bisa-bisa malah kusut. Dia ada tepat di dekatku, tapi toh dia sedang tidur, dan ruangan juga cukup gelap. Jadi di sini pun aman…


(Aku benar-benar sedang berganti pakaian di kamar Kirishima-san… Kalau dia tiba-tiba bangun sekarang, pasti akan melihatku…)


Sambil berpikir begitu, aku melepas pakaianku satu per satu hingga akhirnya hanya tersisa pakaian dalam. Tentu saja aku sudah memilih yang imut. Karena itu pula, jantungku berdebar semakin kencang, wajahku panas merona. Tiba-tiba… ranjang tempat Kirishima-san tidur berderit keras, bayangannya pun bergoyang.


"…Mikami-san?"


Meski sudah berusaha berganti dengan tenang, rupanya aku malah membangunkannya. Suara tak terduga itu membuat kepalaku hampir kosong, tapi aku masih bisa memaksakan kata keluar.


"A-a… tolong jangan lihat ke sini dulu!"


"Hah? Kenapa…?"


"Soalnya… kalau dibulatkan, aku ini sudah hampir telanjang. Jadi dilihat itu memalukan."


Sebenarnya, kalau Kirishima-san yang melihatku, tidak apa-apa. Tapi kalau mendadak begini, aku belum siap mental. Karena itu, aku benar-benar tidak ingin dia menoleh saat ini. Namun… bagaimana reaksi Kirishima-san, ya? Mungkin sedikit terpengaruh olehnya… atau bahkan menyadari sesuatu?


"Mikami-san… merasa malu…!? Sosok palsu…!?"


"…Itu keterlaluan. Aku juga bisa merasa malu, tahu."


Reaksi yang muncul sungguh keterlaluan. 


Apa sebenarnya dia menganggapku ini apa? Aku juga punya rasa malu, jadi disebut palsu itu menyakitkan. 


Sebagai ganti kerugian, aku harus dimanjakan sepuasnya. Kursus delapan jam. Dengan negligee yang sudah kubawa, kini aku siap sepenuhnya. Modelnya agak tembus pandang dan sangat imut, jadi jika Kirishima-san melihatnya pun tidak masalah.


"Kalau begitu… permisi."


"…Terserah padamu."


Aku menyusup ke dalam ranjang Kirishima-san, lalu menempelkan diri pada punggungnya yang besar dan hangat. Meskipun suasana gelap membuat hampir tidak terlihat jelas, nyatanya aku sempat berganti pakaian di hadapannya. Namun, setelah kuminta agar jangan melihat, dia benar-benar memalingkan pandangan. Sungguh seorang pria yang sopan.


Akan tetapi, di luar dugaan, dia tidak memberikan perlawanan apa pun. Biasanya, sudah pasti akan ada teguran ketus yang terlontar di situasi seperti ini, tetapi kali ini tidak. Aku memang merasa senang karena diterima begitu saja tanpa syarat, tetapi ketiadaan interaksi khas kami membuatku sedikit merasa sepi.


Kalau begitu, biar kucoba memancingnya.


"Kamu kok menerima begitu saja, ya? Tidak berniat mengusirku?"


"…Kalau begitu, pulanglah."


"Tidak mau."


"Apakah percakapan ini ada gunanya?"


Tentu saja ada. Bagiku, ini menyenangkan sekaligus membahagiakan.


"…Jadi kau benar-benar datang, ya. Di malam selarut ini."


"Aku orang yang menepati kata-kata."


"Langsung saja memakai kunci itu di luar batas kewajaran… sungguh, Mikami-san memang tidak pernah mengecewakan."


"Tolong jangan terlalu memuji. Bisa-bisa aku jadi malu."


"Aku tidak sedang memuji."


Kalau dia mengatakan aku tidak mengecewakan, apakah itu berarti Kirishima-san juga sudah sedikit membayangkan hal seperti ini akan terjadi? Kalau benar begitu… aku sangat senang.


"Tapi soal tadi, ketika aku disebut palsu, itu menyakitkan. Jadi, sebagai ganti, tolong peluk aku erat-erat. Dengan begitu, aku akan memaafkanmu."


Aku menuntut ganti rugi. Namun… sudah bisa dipastikan permintaan ini akan ditolak.


Menurut keahlianku sebagai ‘pemegang sertifikat tingkat satu Kirishima-san’, permintaan ini pasti ditolak mentah-mentah. Dan tentu saja, aku pun sudah siap menolak penolakannya.


Begitulah rencananya. Tapi saat menunggu jawabannya… entah sejak kapan, aku sudah berada dalam dekapan Kirishima-san.


"…Eh?"


"Begini cukup, kan? Kalau begitu… selamat tidur."


"A-apa…?"


Hah? Ini sungguh di luar dugaan.


Karena perhitunganku meleset, jantungku semakin berdebar tak terkendali. Namun… hangat sekali. Aku benar-benar merasa bahagia. Dipeluk erat begini, hingga tidak bisa melepaskan diri walau berusaha, justru membuatku nyaman. Aku hampir saja larut dan meleleh karenanya.


Hanya saja… kenapa orang ini bisa tetap tenang, bahkan hendak tidur dengan tenang, padahal sedang didatangi di tengah malam begini?


Aku, sebaliknya, justru tidak bisa berhenti berdebar. Tubuhku terasa panas meskipun hanya mengenakan pakaian tipis, dan mataku jadi benar-benar sulit terpejam.


Membuatku terus merasa sadar seperti ini… sungguh, Kirishima-san itu orang yang curang.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close