Penerjemah: Ikaruga Jo
Proffreader: Ikaruga Jo
Chapter 2 - Bagian 5
Ini Semua Salah Yua
Aku akhirnya harus mengantar Tsumugi menonton film.
Sebenarnya, dia ingin pergi dengan Momoka-chan, tapi sepertinya Momoka-chan tidak suka film horor yang Tsumugi sukai.
"Momoka seleranya memang aneh," kata Tsumugi di depan pintu masuk sebelum berangkat.
"Film romantis dia bilang malu, komedi juga kayaknya nggak minat. Kalau action atau fantasi, dia cuma suka yang ada orang-orang berototnya."
Tsumugi menghela napas, seolah ingin mengatakan, "Anak ini memang begitu."
"Kalau ada orang berotot berarti boleh ya?"
"Ayah Momoka itu suka banget 'Thursday Western Movie Theater' katanya."
"Sungguh dosa."
Kalau sudah 'terkontaminasi' jurus Segala atau Vandamme action, mungkin memang begitu jadinya.
Karena Momoka-chan yang akrab dengannya tidak bisa ikut, aku terpilih sebagai pengganti. Tapi jujur, aku agak enggan.
Soalnya, film yang ingin Tsumugi tonton itu film horor yang dibintangi Shinomiya Keika.
Aku sudah menduga ini akan terjadi saat dia antusias menonton promosi film di acara informasi siang hari... tapi aku tidak bisa menolak permintaan Tsumugi.
Aku tidak terlalu suka Shinomiya Keika.
Tapi, aku sama sekali tidak ingin menunjukkan sikap itu di depan Tsumugi.
Aku tidak ingin melibatkan Tsumugi dalam masalah pribadiku. Selain itu, meskipun dia seperti itu, dia tetap seorang "ibu". Aku bukan orang bodoh yang tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku menolak ibu yang masih hidup di depan Tsumugi, yang sudah kehilangan ibunya, Ayaka-san.
"Shinji, kamu nggak apa-apa?" Yua bertanya saat aku sedang mengunci pintu depan.
"Apa?"
Dari nada khawatir Yua, aku tahu apa yang ingin dia katakan.
"Film itu, nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa."
Aku menjawab setelah memastikan Tsumugi sedang menunggu di dekat gerbang, jauh dari pintu depan.
Hari itu, Yua libur kerja, jadi dia juga ikut.
"...Aku lumayan sering nonton drama atau film yang dibintanginya kok, jadi sudah lumayan punya ketahanan."
"Loh? Bukannya dulu kamu bilang nggak bakal nonton sama sekali?"
"Iya, Yua benar sih, tapi akhir-akhir ini beda."
Aku melanjutkan tanpa menatap Yua.
"Coba saja nonton berbagai drama atau film, ternyata aku baik-baik saja."
"Hee. Bagus dong. Kamu punya satu hal yang bisa dinikmati lagi ya."
Yua terlihat senang, meskipun dia juga menaruh perhatian padaku.
Yua juga punya masalah dengan orang tuanya, tapi justru karena itu, dia mungkin tidak ingin aku kehilangan kesempatan sekecil apa pun untuk memperbaiki hubungan. Sama seperti aku pernah berharap hal yang sama pada Yua.
"Ngomong kayak nggak ada hubungannya, padahal ini semua karena Yua tahu?"
"Eh? Karena siapa?"
"Kenapa tiba-tiba telingamu budek? Pasti dengar kok."
Dengan senyum lebar begitu...
"Nggak dengar~. Karena siapa, coba bilang sekali lagi, sekali lagi."
Yua memegang lenganku yang sehat dan menggoyangkannya, merengek.
Ini, dia tidak akan melepaskan sebelum aku mengatakannya. ...Baiklah.
"Berkat Yua, aku jadi tidak terlalu memikirkan Shinomiya Keika. Aku jadi bisa melihat karyanya secara netral, atau lebih tepatnya, kalau aku melihatnya sebagai karakter di dalam karya, bukan Shinomiya Keika yang sebenarnya, aku jadi tidak merasa jijik."
"Oh, begitu ya."
Apakah dia puas dengan jawabanku, Yua tersenyum puas.
"Mungkin karena kamu jadi bisa curhat padaku ya?"
Aku berpikir, mungkin juga begitu.
Karena aku bisa meluapkan ketidakpuasan tanpa menahannya, aku jadi punya kelonggaran untuk memisahkan antara akting dan karya, tanpa terlalu peduli pada Shinomiya Keika.
Sekeras apa pun aku membencinya, aku tidak bisa lari dari kesadaran akan Shinomiya Keika.
Ingatan lamaku terlalu samar, aku tidak bisa mengingat ibu seperti apa Shinomiya Keika itu. Dan selama aku tidak bisa membicarakan Shinomiya Keika di depan Ayah, fiksi seperti drama dan film adalah satu-satunya petunjuk untuk mengenalnya.
Jadi, berkat Yua aku jadi punya kelonggaran, itu hal yang bagus mungkin.
Saat aku sedang berpikir begitu, Yua tiba-tiba merentangkan kedua tangannya seolah ingin memelukku.
"Ada apa?"
"Kupikir kamu saking terharunya jadi pengen memelukku."
"Aku nggak ada unsur Barat-nya begitu."
"Shinji..."
"Nggak cuma ngomong kayak gitu aja kan..."
"Yah, sudahlah, nggak apa-apa."
Yua dengan lembut melingkarkan lengannya di tubuhku, tidak sampai mengganggu lengan kiriku.
Saking pasnya kekuatan pegangannya, aku sampai lupa untuk melepaskannya karena malu.
"Sudah pernah kubilang juga, aku itu nggak seburuk yang Shinji bayangkan tentang ibumu."
Aku hampir kehilangan kata-kata, tapi iya, memang begitu.
Yua adalah salah satu orang yang mengemukakan teori konyol bahwa "Shinomiya Keika selalu memerankan karakter yang baik dan menyayangi keluarga karena dia menyesal telah bercerai." Dia pernah mengatakan itu saat kami kemah belajar di rumah Yua.
"Aku mikir kalau dia itu orang yang khawatir karena terpisah dari Shinji. Kalau ada lebih banyak petunjuk tentang ibumu, lama-lama gambaran yang kamu punya tentang ibumu juga bisa berubah, kan?"
"...Mana mungkin berubah," kataku tegas, tapi anehnya, tidak ada sedikit pun kekerasan hati di dadaku. Aku justru terkejut karena hatiku melunak sampai bisa menerima kemungkinan itu.
Tidak, ini bukan berarti aku memaafkan Shinomiya Keika.
TLN : Ya sama kayak Shidou Rintaro dari Daininki Idol, itu ibunya sama-sama ninggalin dia terus masih belum bisa memaafkan ibunya juga.
Ini karena aku dipeluk oleh Yua. Aku hanya merasa kyun-kyun karena disentuh wanita. Imunitasku terhadap wanita hampir nol.
"Sini~, Kak Shinji~, mesra-mesraan sama Kak Yua di bioskop juga boleh kok~?"
Tsumugi yang menunggu di gerbang melihat kami dengan jelas. Dia melambaikan tangan, mendesak kami untuk cepat.
"Ah, kami ke sana sekarang."
Aku, bersama Yua yang masih menempel di lengan kananku, berjalan menuju Tsumugi.
★
Film horor yang dibintangi Shinomiya Keika, karena merupakan produksi besar, diputar juga di bioskop dalam mal. Dilihat dari banyaknya jadwal tayang setiap harinya, sepertinya film ini sangat diharapkan.
Aku yang cenderung menghindari pemborosan, terpaksa membeli popcorn dan jus karena Tsumugi merengek. Yua bahkan membeli pamfletnya juga. Kalau Yua sih pakai uang sendiri, jadi aku tidak berhak ikut campur.
Kami membeli tiket di mesin tiket. Kebetulan ada tiga kursi kosong di bagian tengah.
Setelah masuk ke dalam teater, Tsumugi duduk di tengah, dan aku serta Yua masing-masing di kiri dan kanan.
Karena ini genre yang langka dalam filmografi Shinomiya Keika, teater yang biasanya tidak terlalu ramai, hari itu hampir penuh. Mungkin juga karena ini di tengah liburan musim panas, banyak penonton yang seumuran dengan kami.
Tinggal beberapa menit lagi sebelum pemutaran dimulai, ruangan masih terang, dan suara obrolan penonton memenuhi ruangan.
"Tsumugi, kalau takut, kamu boleh pegang tanganku ya."
Aku mengulurkan tangan kananku ke Tsumugi. Tangan kananku yang tidak cedera. Manfaatkan saja sepuasnya ya.
"Nggak takut kok, jadi nggak apa-apa," kata Tsumugi sambil menggembungkan pipi dan mendorong telapak tanganku kembali ke arahku.
Tsumugi, mungkin karena harga dirinya sebagai penggemar film horor, tidak akan langsung menangis meskipun takut.
"Kalau gitu, kalau aku takut, boleh nggak aku pegang tangan Tsumugi?"
Separuh bercanda, separuh serius.
Bagaimana pun, ini pertama kalinya aku melihat Shinomiya Keika di layar lebar. Ada kemungkinan tubuhku akan gemetar karena semacam alergi saat wajahnya muncul di layar lebar.
"Shinji, kamu kok ngos-ngosan gitu?" Yua mencondongkan tubuhnya ke arahku dengan wajah terheran-heran.
Yua ini sedikit menganggapku mesum ya.
"Iya, kalau takut, pegangan saja tangannya Kak Yua."
"Yua jauh kalau dari sini sih."
Meskipun begitu, tidak perlu ganti tempat duduk. Aku sengaja menempatkan Tsumugi di tengah agar orang asing tidak duduk di sebelahnya. Saat film diputar, lampu akan mati, jadi aku harus melindunginya dari orang-orang iseng yang mungkin mencoba melakukan pelecehan.
"Kalau gitu, aku tinggal ulurkan tangan saja, kan?" Kata Yua sambil mengulurkan tangannya.
"Ayo, Kak Shinji juga!"
Entah kenapa, aku pun disuruh Tsumugi untuk mengulurkan tangan ke Yua.
"Selesai!"
Tsumugi mengangguk puas melihat "sabuk pengaman" dari tangan manusia sudah terbentuk di depannya.
"Sejak Kak Yua mulai kerja paruh waktu, waktu Kak Shinji sama Kak Yua barengan kan jadi berkurang."
Apakah Tsumugi sengaja mengajakku menonton film agar kami bisa menghabiskan waktu bersama?
"Kalau gitu, karena sudah sekalian, kita pegangan tangan terus saja ya?" kata Yua.
"Baiklah."
Tsumugi memegang erat tangan kami yang saling bergandengan dengan kedua tangannya dan tidak mau melepaskannya, jadi aku memang tidak punya pilihan untuk menolak. Aku juga tidak mau jadi orang yang tidak peka dan merusak suasana yang sudah Tsumugi siapkan.
Untungnya, karena kursi kami berdekatan, tanganku tidak pegal meskipun terulur.
Sementara kami menunggu, teater pun menjadi gelap.
Di layar, muncul berbagai pengumuman dan trailer sebelum film dimulai.
Saat pemutaran film semakin dekat, aku jadi khawatir apakah aku bisa menontonnya dengan tenang.
Tapi, saat aku merasakan sentuhan telapak tangan Yua yang bahkan terasa sudah terbiasa dipegang, aku merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan sama sekali.



Post a Comment