NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kurasu no Gyaru ga Naze ka Ore no Gimai to Nakayoku Natta V3 Chapter 2 Part 3

 Penerjemah: Ikaruga Jo

Proffreader: Ikaruga Jo


Chapter 2 - Bagian 3 

Sisi Lain Ayah yang Bukan Pegulat Profesional

Ayah pulang.


Ayah yang biasanya bertarung di arena utama organisasi besar nomor satu di Jepang, "Asahi Pro-Wrestling," baru saja kembali dari tur luar negeri selama sekitar satu bulan, setelah mendapat tawaran dari organisasi gulat luar negeri.


Dia menepati perkataannya sebelum berangkat: "Bulan depan, aku akan kembali, meskipun ada tawaran tambahan."


Aku sudah dewasa, jadi aku sama sekali tidak merasa kesepian sih.


Bahkan, aku sempat berpikir, kalau dia mau, dia bisa saja tur luar negeri sampai puas.


Lagipula, selama Ayah pergi, aku cedera dan Yua sementara tinggal di rumah Nagumo. Kalau aku menceritakan kejadian itu pada pria flamboyan ini...


"Beneran!? Kamu hebat juga ya! Berani pasang badan!"


Tuh kan, kalau aku menceritakan penyebab cederaku, rasanya seperti membanggakan diri karena menolong orang, dan itu memalukan.


Jika aku menjelaskan bahwa berkat itu Yua jadi tinggal di rumah kami...


"Hee, ohh. Tinggal satu atap bareng Yua-chan terus, asyik banget kan?"


Wajah menyebalkan Ayah yang menyeringai itu terlalu dekat dan mengganggu...


Setelah makan malam, Ayah dan aku berada di ruang tamu, duduk di meja makan.

Yua juga bergabung dalam kebersamaan keluarga itu.


"Ayah, minumannya sudah berkurang nih?" Yua berdiri di samping Ayah dan mencoba menuangkan bir kaleng ke gelas.


"'Ayah mertua', ya. Kedengarannya bagus sekali."

Gelas itu terisi penuh dengan cairan keemasan, dan sepertinya kepuasan Ayah pun ikut bertambah.


"Ayah, jangan lompat-lompat gitu mikirnya. Itu maksudnya 'ayahnya Shinji'."


"Kalau aku sih, niatnya manggil 'ayah mertua' lho."


Yua ini suka sekali ikut-ikutan iseng, sampai-sampai wajahku jadi panas padahal aku tidak minum alkohol.


"Oh iya, ada kabar bagus nih. Mungkin kamu sudah tahu, tapi... Aku tahun ini bakal ikut 'GL' lho!"


Dia memasang wajah paling sombong yang pernah ada.


"GL" adalah "Greatest League", turnamen liga tunggal yang diselenggarakan oleh Asahi Pro-Wrestling. Selama sekitar satu bulan penuh di tengah musim panas, para peserta akan bertarung di berbagai wilayah Jepang untuk menentukan pria terkuat di Asahi Pro-Wrestling.


Meskipun ini adalah turnamen yang diselenggarakan oleh Asahi Pro-Wrestling, tidak ada jaminan bahwa semua pegulat di bawah naungan mereka bisa ikut. 


Pegulat freelance dan bahkan pegulat kelas kakap dari organisasi lain kadang ikut serta, jadi bisa terdaftar sebagai peserta saja sudah merupakan status yang sangat bergengsi.


"Ayah, tahun ini kamu bisa ikut ya?"


Bahkan tanpa diberitahu Ayah, pengumuman resmi Asahi Pro-Wrestling sudah menginformasikan partisipasi Ayah di "GL".


Tahun lalu, Ayah tidak lolos seleksi. Sebagai pegulat *heel* Nagumo Hiroki, dia memang sering melontarkan keluhan dan ketidakpuasan terhadap Asahi Pro-Wrestling di atas ring, di belakang panggung, atau dalam wawancara media gulat. 


Tapi, tahun lalu adalah masa-masa sulit Ayaka-san, jadi Ayah sama sekali tidak dalam kondisi yang prima untuk tampil di panggung kelas satu.


"Mereka nggak bisa bilang 'nggak' sama orang yang juara di turnamen musim semi dan bertarung memperebutkan sabuk juara di Budokan, kan?"


Setelah Ayaka-san meninggal, keadaannya sudah membaik dan Ayah juga berhasil mengalihkan perasaannya. Dia memang menjaga kondisinya sejak musim semi.


"Dan, kabar baiknya bukan cuma itu lho!" kata Ayah dengan wajah bangga.


"Aku bakal main drama!"


"Eh? Drama TV Asahi?" Aku spontan bertanya balik.


"Bukan! Kenapa cuma satu pilihan sih?"


"Kalau gitu, drama online Abema TV?"


"Kamu nganggap aku numpang tenar ya?"


"Nippon TV kan sudah nggak nayangin gulat lagi..."


"Makanya, jangan cuma mikir soal hubungan sama stasiun TV. Kamu harus lebih sering nonton berita. Pasti sudah dimuat di versi web Tokyo Sports yang terkemuka itu, kan?"


"Ayah ini kadang nganggap Tokyo Sports itu kayak koran berkualitas ya."


Dengan enggan, aku mencoba mencari artikelnya di ponselku.


"Ah, benar! Kayak drama detektif ya." Yua yang menemukan artikelnya lebih dulu dariku.


Karena Yua sudah menemukannya, aku tidak perlu mencari lagi. Aku langsung mengintip ponsel Yua yang ada di sampingku.


"Ayah dapat peran sebagai penjahat apa?"


"Kenapa langsung berasumsi aku jadi penjahat? Bisa aja jadi pengacara, kan?"


"Pengacara kok berotot dan kuat gitu? Kayaknya bakal nyelesain masalah pakai otot deh."


"Loh? Tapi drama ini kan yang dulu..."


Aku langsung mengerti kenapa nada bicara Yua melemah.


Karena pemeran utama drama itu adalah Shinomiya Keika.


TLN : Trivia dikit, itu Shinomiya Keika adalah nama dari ibu Shinji. Disini Shinji sebenarnya masih kesal sama ibunya dan meninggalkan ayahnya sebagai seorang single parent.


Oh, jadi ini film yang dulu Shinomiya Keika bintangi sebagai pemeran utama dan dipromosikan?


"Kelihatannya populer ya, jadi dibikin serial TV."


Yua tersenyum padaku, tapi aku bisa melihat dia berusaha keras untuk tidak terlalu menyinggung tentang pemeran utama.


Aku merasa tidak nyaman.


Kenapa Ayah menerima tawaran itu, padahal tahu akan berakting dengan Shinomiya Keika


Aku ingin bertanya itu, tapi aku hampir tidak pernah bicara tentang Shinomiya Keika di depan Ayah. Pertanyaan itu terlalu sulit untuk ditanyakan.


Konon, dalam keluarga yang bercerai, orang tua yang memegang hak asuh kadang menjelek-jelekkan mantan pasangannya sehingga anak punya perasaan negatif pada orang itu.


Tapi aku belum pernah mendengar Ayah menjelek-jelekkan Shinomiya Keika.


Ada kemungkinan Ayah berpikir, "Meskipun sudah berpisah, dia tetap ibu bagi anakku, jadi tidak pantas menjelek-jelekkannya." 


Meskipun sekarang Ayah dikenal dengan citra flamboyan dan kasar, aslinya dia berasal dari keluarga baik-baik. Mungkin ini adalah hasil dari penilaiannya yang tenang, tanpa terbawa emosi.

Karena aku tidak tahu maksud sebenarnya Ayah, aku tidak bisa bertanya tentang Shinomiya Keika.


Tidak, aku pernah mencoba bertanya.


Itu terjadi saat aku masih berusia lima tahun, tepat setelah aku mengetahui perceraian Ayah dan Shinomiya Keika dari Tokyo Sports.


Aku menangis sambil bertanya kenapa Ibu pergi.


"Maafkan aku, Shinji. Ini semua karena aku kurang kuat, jadi tolong jangan tanya lebih jauh lagi."


Saat itu, Ayah sama sekali tidak menyalahkan Shinomiya Keika, dia hanya berulang kali meminta maaf padaku.


Melihat pria yang jauh lebih besar dari pria biasa membungkuk padaku, meskipun baru lima tahun, aku sadar bahwa aku tidak boleh berbicara tentang Shinomiya Keika di depan Ayah.


Bahkan jika aku berada di situasi yang sama sekarang, aku yakin aku tidak akan bisa mengerti.


Makanya aku tidak bisa meluapkan ketidakpuasanku pada Shinomiya Keika di depan Ayah. Artinya, sudah lama aku tidak bisa meluapkan ketidakpuasan, keraguan, atau kemarahan kepada siapa pun.


Bukan berarti aku ingin ikut menjelek-jelekkan, tapi bagaimana perasaan Ayah tentang Shinomiya Keika... Aku tidak pernah punya kesempatan untuk mengetahui perasaannya yang sebenarnya.


Ngomong-ngomong, Ayah waktu itu sepertinya ingin mengatakan sesuatu selain kata maaf.


Karena pemandangan Ayah yang terus-menerus menunduk dengan lemah itu aneh, aku benar-benar lupa... Dia mau bilang apa ya?


"Hei Shinji! Aku baru pulang, jadi tuangkan minuman buat Ayah dong. Jangan Yua-chan terus yang ngelakuin. Kamu ini benar-benar jadi orang besar ya, padahal belum nikah sudah jadi suami yang dominan!"


"Berisik banget..."


Karena Ayah yang mabuk dan super berisik, aku jadi tidak peduli lagi. Toh, pasti cuma lanjutan dari permintaan maafnya. Permintaan maaf yang berlebihan malah menyebalkan.


Dengan terpaksa, aku mengambil alih tugas menuangkan minuman Ayah dari Yua.


"Maaf ya baru pulang, tapi begitulah, aku bakal sering ninggalin rumah lagi karena tur dan syuting."


Ayah menatapku dan Yua bergantian.


"Kan ada Yua-chan, jadi nggak masalah kan?"


"Yua ada di sini sampai cederaku sembuh saja ya?"


"Ohh, Shinji. Kalau gitu, gimana kalau kita bikin Yua-chan tinggal lebih lama di sini?"


"Jangan seenaknya mau merusak lenganku dong."


Aku melakukan serangan 'senjata' dengan mengetuk kaleng bir kosong ke dahi Ayah yang mulai mengambil posisi hand-to-hand.


Begitulah, malam hari di mana orang paling berisik di keluarga Nagumo pulang, berlalu dengan ramai.


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close