Penerjemah: Ikaruga Jo
Proffreader: Ikaruga Jo
Chapter 4 - Bagian 2 [Pasangan yang Cocok]
Keesokan harinya.
Aku tidak ingin membiarkan Yua terus seperti itu.
Aku ingin melakukan sesuatu, tapi aku tahu kalau hanya mengandalkan keinginan saja, hasilnya tidak akan bagus.
Aku butuh bantuan.
Menjelang festival musim panas yang akan diadakan di hari terakhir liburan musim panas, aku datang ke family restaurant di S-dobashi.
Di depanku ada Ousaki.
Karena aku benar-benar tidak ingin Yua tetap seperti itu, aku memutuskan untuk mengandalkan bantuan orang lain.
Aku berencana berkonsultasi dengan Ousaki, sahabat Yua, untuk mencari solusi.
Mengingat perkataan Ousaki di tempat kerja paruh waktu Yua dulu, sepertinya Ousaki tahu tentang kakak Yua.
Setelah mengirim pesan pada Ousaki, dia setuju untuk bertemu karena ini tentang Yua... tapi sepertinya aku salah memilih waktu untuk konsultasi.
"...Ousaki-san, kenapa kayaknya kesal?"
Aku bertanya pada Ousaki yang sedang menyeruput melon soda dari drink bar di kursi depanku.
"Tidak kesal. Aku lagi pew-pew-pew."
"Kondisi macam apa itu?"
"Tidak lihat pakaian Rumi? Hari ini hari penting, tahu!"
Ousaki mengenakan pakaian yang familiar.
Kaos hitam dengan gambar picture print Nagumo Hiroki mengangkat dua sabuk juara, handuk bertuliskan nama Nagumo Hiroki melingkar di lehernya, dan di tangannya ada semacam alat musik shaker berwarna merah dan hitam, sama seperti warna kostum Nagumo Hiroki, yang mungkin akan digunakan untuk mendukungnya. Roknya mini, tapi aku ingin percaya bahwa di bawahnya bukan celana boxer yang meniru kostum Nagumo Hiroki.
Ousaki ada di depanku, berpakaian serba merchandise Nagumo Hiroki, dengan push-support style tension max version.
"Dia sudah mengalahkan juara bertahan Iimoto di pertandingan pembuka, lalu runner-up sebelumnya Tanaharu di pertandingan kedua, dan bahkan juara dunia heavyweight saat ini Koijima di pertandingan ketiga. Harusnya juara tahun ini Nagumo, kan? Begitu alurnya, tapi..."
Ousaki menggebrak meja dengan kepalan tangan, lalu menggigil.
"Sejak dikalahkan judo shogun dari junior heavyweight dan kena three-count, dia kalah empat kali berturut-turut...! Kalau kalah hari ini, sudah tidak ada harapan lagi, tidak ada!"
Ousaki gemetar seolah dunia akan kiamat.
Ousaki bersedia mendengarkan ceritaku sambil menonton 'GL' secara langsung di Korakuen Hall yang letaknya dekat dari sana.
"Yah, Nagumo juga veteran, kan. Kalau pertarungannya panjang pasti rugi."
"Apa-apaan kau ini!"
Ousaki memasukkan melon soda ke mulutnya dan nyaris menyemburkannya padaku, tapi untungnya akal sehatnya masih tersisa, jadi dia menelannya sambil memanyunkan bibirnya.
"Rumi bahkan sudah melakukan nazar, tahu!"
Ousaki menunjuk rambutnya sendiri.
Ousaki memang berambut pink cerah, tapi hari itu ada warna hijau sebagai inner color. Ditambah lagi dia tidak mengikat rambutnya jadi twintail, melainkan membiarkannya lurus terurai. Kalau rambutnya terurai, Ousaki yang mungil jadi terlihat sedikit lebih dewasa.
Dia benar-benar heboh karena liburan musim panas... Ah, tidak, dari dulu pun dia berani melanggar aturan sekolah dengan warna rambutnya itu.
"Oh, begitu. Tinggal bicara pakai logat Kansai saja, pasti sempurna."
"Bukan Avika. Bukan juga Hanaka."
Ousaki menggetarkan bibirnya yang cemberut, "bububu..."
"Pasti Nagumo kalah karena rambut Rumi pink, ya. Karena Rumi yang berambut pink menonton langsung, Nagumo jadi tidak bisa tampil maksimal dan terus-menerus kalah. Makanya, kalau aku ganti warna rambutnya, Nagumo pasti akan menang terus lagi."
Ousaki berbicara sendiri pada maskot Nagumo Hiroki seukuran telapak tangan.
Orang aneh...
Ini berarti aku belum bisa memberitahunya kalau ayahku adalah Nagumo Hiroki.
"Makanya, Nagumo-kun juga, cobalah nazar dan cukur gundul."
"Tolak mentah-mentah."
"Kenapa? Aku akan mencukurnya sampai botak licin pakai clipper saat kamu tertidur karena sleeper hold."
"Itu sudah lebih dari gundul, itu skinhead namanya!"
"Tidak apa-apa, dong. Nagumo-kun yang membosankan dan kurang greget itu, kalau skinhead mungkin bisa jadi sangat populer!"
"Berisik. Jawabanku, hell no!"
"Aku mau bilang, kalau Yuacchi mau cerita tentang kakaknya, menurutku itu sudah kemajuan besar, lho."
"Jangan mendadak ganti topik begitu..."
Nyaris saja aku tidak mendengarnya.
"Rumi juga butuh waktu lama sampai Yuacchi mau cerita tentang kakaknya, tahu."
Berbeda jauh dari saat dia berbicara pada maskot dengan mata berbinar-binar, Ousaki yang kini duduk tegak terlihat tegang.
"Aku berteman dengan Yuacchi sejak kelas satu, tapi meskipun kami sudah akrab, dia tidak mau cerita hal seperti itu selama sekitar enam bulan."
Dengan penampilannya yang mencolok, Ousaki terlihat semakin sedih.
"Yuacchi itu tidak suka menunjukkan sisi lemahnya, tapi dia juga sangat perhatian. Mungkin dia berpikir, kalau dia menceritakan detail tentang kakaknya padamu, dia akan membuatmu khawatir?"
"...Tapi, dia memberitahuku kalau ada masalah dengan orang tuanya, lho?"
"Itu karena kamu juga di situasi yang mirip, kan?"
Aku memang belum memberi tahu Ousaki tentang orang tuaku... terutama yang berhubungan dengan Nagumo Hiroki, tapi belakangan ini dia berinteraksi dengan Tsugumi melalui Momoka-chan, jadi dia pasti tahu kalau kondisi keluargaku rumit.
"Karena fifty-fifty dan setara, mungkin dia berpikir, 'kalau begini sih boleh saja diceritakan'."
Ada benarnya juga perkataan Ousaki.
"Aku dengar dari Momoka-chan, Nagumo-kun sama Tsumucchi akrab banget, ya? Jadi mungkin dia berpikir, tidak perlu menceritakan hal yang bisa membuat suasana jadi sedih. Cerita tentang kakaknya yang seumuran kita meninggal, itu kan berat banget. Dia tidak ingin merusak suasana."
"Padahal aku tidak butuh perhatian seperti itu..."
Yua sudah membantu sampai aku dan Tsugumi bisa kembali jadi keluarga.
Makanya, meskipun akan membuat suasana jadi berat, aku ingin dia meluapkan semua hal menyakitkan yang dia pendam.
"Karena kamu itu Shinji, kamu tidak bisa mengawasi Tsugumi saja dan memperhatikan hal lain di saat yang sama. Jadi Yuacchi juga makin khawatir, kan. Yah, ini bukan cuma dalam artian buruk, tapi juga baik. Aku tahu kamu sudah berusaha keras. Yuacchi juga tahu sifatmu yang begitu, makanya dia tidak bisa ngomong terus terang."
"Berarti ini salahku, ya..."
"Ada salahmu juga sih~"
Aku hampir merasa terpuruk lagi karena kekurangan dan ketidakmampuanku diungkit-ungungkit, tapi Ousaki tidak terlihat menyalahkanku.
"Tapi kamu, Shinji, tidak harus terus-menerus jadi Shinji yang sekarang, kan. Kalau kamu punya keinginan untuk melakukan sesuatu demi Yuacchi, pasti ada jalan."
Perkataan Ousaki yang tidak terduga itu hampir membuat cola yang kuminum tersangkut di tenggorokan.
Dibandingkan dengan pertama kali kami berdebat di family restaurant dulu, sikap Ousaki sudah jauh lebih lunak.
Berarti, Ousaki juga tidak terus-menerus jadi Ousaki yang sama, ya.
"Aku juga tahu kalau kamu, Shinji, sudah berusaha keras untuk melindungi tempat Yuacchi di depan semua orang."
Tidak, mungkin karena aku yang berubah, makanya sikap Ousaki padaku juga berubah.
...Itu berarti, aku punya peluang besar untuk menyelamatkan Yua.
"Makanya, Rumi akan ganti warna rambut hari ini dan mendukung Nagumo! Kalau didukung oleh Rumi yang berbeda dari biasanya, hasilnya juga akan berubah!"
"...Entah kenapa, aku hampir kagum dengan sisi anehmu, Ousaki-san."
"Tidak aneh, kok!"
Ousaki cemberut sambil berdiri, mengambil bon, lalu menaruh topi merah di kepalanya. Itu juga topi merchandise Nagumo Hiroki. Produk Ayah memang selalu laris manis.
"Sudah waktunya arena dibuka, jadi Rumi pergi sekarang. Pembayarannya biar aku yang urus. Soalnya Shinji, kan, pengangguran, ya kan?"
"Aku pelajar!"
Aku ini golongan istimewa yang hanya perlu belajar! Aku ini kaum intelektual! Tidak perlu kerja, dong...
"Iya, iya," Ousaki melambaikan tangan sambil mengabaikan protesku.
"Saat festival musim panas nanti, Rumi akan sedikit membantu menyiapkan panggungnya. Saat kamu lagi sangat semangat, itu justru kesempatan terbaik, jadi pastikan kamu bisa menyelesaikan masalah Yuacchi, ya!"
"Oke, aku akan berusaha."
Sisi penakutku hampir muncul, ingin bertanya "kalau tidak berhasil bagaimana?", tapi aku menahannya. Apalagi, 'musuh bebuyutanku', Ousaki, sudah bersedia membantu. Aku harus membalas kebaikannya sebisa mungkin.
"Kalau begitu Rumi mau pergi menonton pertandingan Nagumo secara langsung. Beda sama Shinji, Rumi punya uang, jadi aku akan menonton di kursi spesial pinggir ring. Pfft, maaf ya~"
Ousaki keluar dari restoran sambil menggodaku dengan sangat gembira.
Yah, kalau aku, menonton Nagumo Hiroki itu gratis sepuasnya di kursi tableside. Jadi, tidak masalah kalau dia pamer soal kursi ringside begitu.



Post a Comment