NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kurasu no Gyaru ga Naze ka Ore no Gimai to Nakayoku Natta V3 Chapter 4 Part 1

 Penerjemah: Ikaruga Jo

Proffreader: Ikaruga Jo


Chapter 4 - Bagian 1

Tahun Ini Ada Tugas Spesial yang Harus Diselesaikan


1: Dalih Tangan Kiri


Ketika liburan musim panas tinggal seminggu lagi, ada perubahan besar yang terjadi padaku.


"Shinji, gimana tadi--ah!"


Begitu aku pulang, Yua yang menyambutku di pintu depan langsung tersenyum lebar saat melihat lengan kiriku.


"Gipsnya sudah lepas, ya!"


"Seperti yang kamu lihat, pemulihan total... belum sih. Masih ada sedikit rasa aneh."


Hari itu, setelah pemeriksaan di klinik, akhirnya aku boleh melepas gips.


Seharusnya, gips itu lepasnya agak nanti. Mungkin karena aku jarang pakai tangan kiri, jadi pemulihannya lebih cepat. Ini semua berkat Yua.


Memang masih ada sedikit rasa aneh di lengan, tapi aku coba pegang wajan di dapur, angkat barang ringan, atau menulis, dan tidak terasa sakit sama sekali. Kalau begini terus, dua tiga hari lagi kayaknya sudah pulih total.


"Syukurlah," kata Yua sambil tersenyum melihatku.


"Dengan begini, kamu bisa melakukan banyak hal buat Tsugumi-chan, dong?"


"Iya. Bukan cuma Tsugumi, aku juga bisa bantu kamu, Yua?"


"Dengan tangan kiri?"


Yua sempat terlihat bingung sesaat.


"Aku bakal diapain sama tangan kiri Shinji?"


Dia nyengir sambil mendekatiku. Aku mundur, dia maju, sampai akhirnya aku terpojok ke tembok. Aku cuma sedikit membusungkan dada, tapi posisinya sudah sedekat itu sampai hampir menyentuh dada Yua yang sedikit menonjol.


"Bukan begitu maksudku..."


Aku sudah bertekad untuk berusaha keras dan mendukung Yua, tapi tetap saja, rasa malu seperti ini tidak bisa dihilangkan.


"Tapi, dengan begini, aku jadi tidak punya alasan lagi untuk ada di rumah Shinji, dong?"


Yua berbalik membelakangiku, rambut panjangnya melambai.


"Soalnya, kan, awalnya aku di sini untuk membantu Shinji yang cedera, kan?"


Itu memang alasannya secara resmi.


Keputusan itu pasti tidak mudah bagi Yua. Dia memutuskan untuk hidup sendiri karena bertekad untuk hidup mandiri. Dulu, ketika Tsugumi pernah menawarkan untuk tinggal bersama karena ada kamar kosong, Yua menolaknya mentah-mentah.


Yua mungkin ingin memotivasi dirinya agar tidak kalah dari orang tuanya dengan menantang dirinya sendiri. Jadi, aku ingin menghargai keputusannya, tapi... rasanya berbahaya membiarkan Yua sendirian sekarang. Dia bahkan sempat bertengkar lagi saat pulang ke rumah orang tuanya. Meskipun di luar dia terlihat ceria, pasti dia sebenarnya sedih.


Selain itu, aku juga baru tahu satu lagi hal menyakitkan yang Yua pendam.


"Tinggal di sini sebentar lagi, tidak apa-apa, kan?"


Aku ingin menahannya, dan aku memang harus menahannya.


"Setidaknya sampai liburan musim panas selesai. Tinggal sedikit lagi selesai, jadi sekalian saja tinggal sampai akhir."


Yua yang masih membelakangiku tidak memberikan reaksi.


"...Kalau segitu saja, bukannya Yua tidak akan kalah dalam tantanganmu sendiri, kan?"


"Shinji, kamu ngomong begitu karena kamu pikir aku sedih karena kakakku meninggal, kan?" kata Yua sambil berbalik.


Tidak ada kemarahan di wajah Yua, malah terlihat tenang, tapi suaranya terasa tajam, membuat punggungku merinding.


Memang, Yua pasti langsung tahu apa yang kupikirkan.


Tapi, aku tidak bisa menyerah begitu saja.


"Soalnya... memang begitu, kan?"


Aku berusaha sebisa mungkin agar tidak membuat Yua semakin kesal.


Kehilangan anggota keluarga pasti hal yang tidak ingin Yua ungkit, dan dia juga pasti tidak ingin orang lain membicarakannya. Reaksi seperti ini sudah bisa kuduga. ...Meskipun kenyataannya cukup berat. Yua selalu baik padaku sampai sekarang.


"Aku baik-baik saja, kok."


Meskipun dia bilang begitu, Yua tidak terlihat baik-baik saja.


"Keadaanku beda sama Tsugumi-chan."


"Maksudnya?"


"Soalnya Tsugumi-chan sama ibunya kan kelihatannya akrab banget."


Berarti, hubungan Yua dan kakaknya tidak seperti itu?


"Kalau di keluargaku, situasinya beda."


"Tapi, kamu bilang ke Tsugumi, 'orang penting', kan?"


Menurut cerita Tsugumi, memang begitu. Makanya mereka berdua, meskipun baru pertama bertemu, bisa akrab karena merasa punya kesamaan.


Bukannya bagi Yua, kakaknya itu orang yang penting?


"...Waktu itu, aku cuma harus bilang begitu. Tsugumi-chan lagi sedih banget, dan aku benar-benar ingin menghiburnya. Makanya aku harus bilang kalau aku juga di situasi yang mirip."


Yua sempat terdiam sebelum menjawab.


Yua berbohong. Atau setidaknya, dia tidak mengatakan yang sebenarnya.


Tapi, setidaknya aku jadi tahu kalau Yua punya masalah dengan kakaknya yang sudah meninggal.


"Oke. Sekarang, aku tidak akan bertanya lebih jauh lagi."


Di tempat itu, aku hanya bisa mengatakan itu.


Aku tidak akan memaksakan Yua untuk menceritakan apa pun.


Bukannya aku harus menepati janji dengan Ousaki bagaimanapun caranya, tapi kalau aku memaksakan Yua sekarang, itu hanya akan menyakitinya.


Aku tidak bisa seperti Yua yang bisa membedakan dengan sempurna kapan harus masuk dan kapan tidak. Aku bisa saja terluka parah jika terlalu gegabah.


Yang harus kulakukan sekarang adalah membuat Yua tetap tinggal di rumah Nagumo.


Bukan mencari tahu masalah saudara-saudari Yua di sini sekarang.


"Selain itu, tolong tinggal di rumahku sebentar lagi. ...Meskipun gipsnya sudah lepas, kondisiku belum sepenuhnya pulih, dan mungkin saja ada sesuatu yang terjadi. Ayah juga harus pergi tur ke prefektur lain lagi, dan aku ingin kamu ada di sini, Yua. Kita juga bisa membuat liburan musim panas terbaik untuk Tsugumi."


Ini adalah tujuan utamaku sekarang.


"Bisakah kamu tetap menjadi... Nagumo Yua, setidaknya selama liburan musim panas?"


Setelah mengatakannya, aku baru menyadari bahwa aku mengucapkan sesuatu yang bisa disalahpahami, dan pipiku langsung memanas.


"Itu gawat, ya?"


Yua yang menjawab, sudah berubah ke ekspresi yang familiar, yaitu ekspresi saat dia senang menggodaku.


Ekspresi itu perlahan-lahan semakin pecah, dan akhirnya dia tertawa terbahak-bahak seperti orang bersin.


"Tidak kusangka... Shinji akan melamarku..."


Dia sampai memegang perutnya.


"Padahal mukanya serius banget waktu ngomong!"


"Bukan! Itu cuma ungkapan kata-kata! Maksudku, tolong tetap jadi Yua dari keluarga Nagumo, bukan Yua-ku! Ini bukan lamaran nikah!"


Aku berputar-putar di sekitar Yua yang membungkuk sambil mencoba menjelaskan.


"Tapi, aku benar-benar ingin kamu tetap di sini, itu benar."


Yang satu ini, aku tidak berniat menghapus kesalahpahaman itu.


"Oke deh. Shinji sudah memohon padaku, jadi selama liburan musim panas ini, aku akan jadi Nagumo Yua."


"Jangan diungkit terus dong..."


Meskipun sangat memalukan, karena berhasil menahan Yua, aku tidak bisa tidak menganggapnya baik-baik saja.


"Tidak apa-apa, dong. Aku senang banget bisa menikah sama Shinji?"


Yua terlihat sangat gembira dan langsung menjatuhkan diri ke sofa.


Aku hampir berpikir dia mengatakan hal yang tidak sungguh-sungguh lagi, tapi Yua terlihat paling bahagia hari itu, dan dia terlihat seperti mengatakan hal yang sangat tulus, sesuatu yang sulit dibayangkan sebelumnya.


"Shinji, sini juga dong."


Yua berkata sambil berbaring malas di sofa.


Caranya menggunakan sofa benar-benar menunjukkan dia sudah merasa seperti di rumah sendiri.


Aku juga tidak mood untuk langsung belajar begitu pulang, jadi aku mengikuti perkataan Yua dan hendak duduk di sofa di seberangnya.


"Bukan yang itu, dong."


Yua yang berada di sofa dua dudukan, sudah mengosongkan tempat untuk satu orang.


Yua memang sering bercanda seperti itu, tapi justru karena sudah biasa, aku langsung menurutinya.


Tempat yang Yua kosongkan adalah di sebelah kanannya.


"Kalau terasa sakit, langsung bilang, ya."


Dia perlahan-lahan mengulurkan tangannya ke lengan kiriku yang duduk di sebelahnya.


"Sepertinya tidak apa-apa."


Meskipun Yua menyentuhku, tidak ada rasa sakit parah di lengan kiriku.


"Serius? Bagus dong! Kalau yang ini gimana?"


Yua menempelkan ujung jarinya di lengan kiriku, menggerakkannya ke kiri dan kanan seolah sedang bermain piano.


"Tidak apa-apa, kok."


Paling cuma agak geli saja.


"Nngh. Kalau yang ini gimana ya~"


"Kapan kakiku cedera?"


Tentu saja aku tidak bisa membiarkan Yua menyentuh kakiku sesuka hati, jadi aku setengah membelakangi Yua, melindungi kakiku.


"Eh? Namanya juga skinship suami istri, segini mah biasa aja, dong?"


"Kita bukan suami istri, jadi tidak biasa."


"Biasa aja, kok. Kan kita 'pasangan liburan musim panas'."


Yua tidak peduli dan langsung mendekatiku, menempel erat ke lengan kiriku. Rasanya aneh juga kami berdua duduk miring di sofa, lebih seperti terguling daripada duduk.


"Kalau begitu, berarti kita akan cerai setelah liburan musim panas selesai, dong?"


Aku membalasnya spontan, tapi Yua tidak menjawab untuk sesaat.


Saat suara detak jarum jam mulai terasa mengganggu.


"Shinji, aku benar-benar ingin melakukan sesuatu untuk Tsugumi-chan dengan caraku sendiri, kok," suara Yua tiba-tiba jadi agak sendu.


"Itu tidak apa-apa, aku tahu kok."


Melihat caranya memperlakukan Tsugumi sehari-hari, jelas Yua tidak punya maksud tersembunyi.


"Bukan cuma Tsugumi-chan, Shinji juga, kok."


"Aku?"


"Kamu ingin melihatku akur dengan saudaramu, kan, supaya kamu tenang."


Yua merentangkan lengannya, memeluk lenganku dari atas. Aku merasakan ujung hidung Yua menempel di punggungku.


"Berarti, sesuai dengan yang Yua inginkan, ya."


"Mungkin begitu," jawab Yua.


"Kalau untuk orang lain, aku bisa melakukannya dengan baik."

Dia berkata sambil mencela diri sendiri, lalu diam sebentar, masih memeluk lenganku.


Tampaknya Yua memang masih memendam perasaan tentang kakaknya yang sudah meninggal di dalam hatinya.


Previous Chapter | Next Chapter

0

Post a Comment

close