Penerjemah: Ikaruga Jo
Proffreader: Ikaruga Jo
Chapter 3 - Bagian 7 [Tentang Dirinya yang Tidak Aku Ketahui]
Suatu siang di penghujung liburan musim panas.
Kami, sesuai janji, sedang menuju rumah Yua.
Yua sudah berangkat dari rumah Nagumo lebih dulu dari kami, dengan alasan ingin menyiapkan diri untuk menyambut tamu.
Ketika kami berdiri di depan apartemen yang terlalu mewah untuk ukuran anak SMA yang tinggal sendirian, Tsumugi terkejut dan berkata, "Lebih besar dari apartemen tempat aku tinggal sama Ibu..."
"Selamat datang. Masuk, masuk!"
Yua menyambut kami dengan senyum ceria, seolah membalas kebaikan kemarin.
Melihat Yua yang seperti biasa, aku jadi merasa tenang.
Saat kami berada di ruang tamu yang terasa akrab, Yua datang dari kamar tidur sambil membawa yukata yang sudah dilipat.
"Ini yukata yang ingin kuberi ke Tsumugi-chan."
"Wah, keren!"
Tsumugi menerima yukata dari Yua, dan dengan kegembiraan yang nyaris membuatnya melompat-lompat, dia membentangkan yukata itu.
"Tsumugi-chan, itu yukata yang kupakai waktu aku masih SD, tapi kurasa ukurannya mungkin pas buat Tsumugi-chan."
Desainnya cerah dengan dasar putih dan gambar bunga merah muda, serta sabuk merah.
Katanya itu yukata yang dipakai dulu, tapi yukata putih sepertinya tidak cocok untuk Yua yang sekarang modis. Aku lebih terkesan dengan warna hitam atau biru gelapnya. Mungkin karena warna rambutnya juga.
"Shinji, kamu tadi ketawa?"
"Tidak, aku tidak ketawa kok?"
"Tapi matamu ketawa, tuh~"
Yua mendekat ke arahku, dan ujung mataku dicolek-colek dengan ujung jarinya.
"Soalnya Yua pakai putih—"
"Mulutmu juga ketawa."
Yua, sambil menekan ujung mataku, mencoba menurunkan sudut bibirku yang terangkat dengan jempolnya.
"Lagipula Shinji, kamu kan tahu aku punya pakaian dalam putih, jadi tidak aneh dong pakai putih. Shinji kan suka putih, kan? 'Mulai hari ini, kau harus terus pakai warna ini,' kamu bilang begitu kan waktu datang ke rumahku kemarin?"
"Jangan mencoba menurunkan citraku dengan pernyataan yang tidak pernah kuucapkan!"
Apa-apaan itu hasutan untuk 'memaksa pakai pakaian dalam'? Aku tidak akan mengatakan hal 'maskulin' dengan makna sesat seperti itu.
"Shin-nii suka putih~, Shin-nii suka putih~"
Di samping kami, Tsumugi mengibarkan yukata yang dibentangkannya seperti bendera ke kiri dan kanan. Rupanya, dia penasaran dengan panjangnya. Yah, itu tidak apa-apa, tapi tolong jangan membuat kesan seolah-olah aku sangat suka warna putih bersih.
"Yua-san, apa dari SD sudah besar?"
Tsumugi bertanya sambil menempelkan yukata ke badannya.
"Mungkin sekitar 10 sentimeter lebih pendek dari sekarang."
"Maksudku soal dada?"
"Tentu saja sudah besar~"
"Hei, ada laki-laki di sini, lho. Obrolan perempuan seperti itu lakukan di tempat lain saja."
Orang-orang ini sungguh keterlaluan... Aku berpura-pura terkejut, tapi informasi bahwa Yua sudah punya dada besar sejak SD sudah tersimpan kuat di otakku. Sial, ini mungkin membuat lima kosakata bahasa Inggris yang kuhapal hari ini langsung hilang. Padahal aku menghapal kosakata bahasa Inggris bukan sebagai tiket untuk menukar data rahasia Yua.
"...Tapi, yukata itu mungkin masih kebesaran buat Tsumugi yang sekarang."
Tsumugi tingginya hanya sedikit di atas 150 sentimeter. Jika tidak hati-hati, ujungnya mungkin bisa menyentuh tanah.
"Tsumugi, kenapa tidak coba dipakai saja?"
Pakaian Tsumugi hari ini kebetulan *sleeveless* dan celana pendek, jadi mudah untuk memakainya dari atas.
"Mungkin pas-pasan saja."
Ketika dia memakainya, ujungnya memang hampir menyentuh lantai, tapi itu karena dia bertelanjang kaki. Jadi, jika dia memakai *geta* (sandal tradisional Jepang) atau sepatu, itu pasti bisa diatasi.
"Dari situ kan bisa diikat pakai obi, jadi bisa diatasi."
Seperti kata Yua, setelah diikat dengan obi, panjang yukata jadi pas di tubuh Tsumugi.
"Yua-san, bagaimana?"
"Lucu banget, jadi tidak sabar pergi festival bareng Tsumugi-chan."
Yua dan Tsumugi bergandengan tangan dan mulai bersorak gembira.
"Shin-nii bagaimana?"
"Terlalu lucu, jadi agak khawatir kalau pergi festival bareng Tsumugi..."
Pasti akan ada 'serangga' jahat yang mendekat.
"Apa aku bisa... mengusir mereka sendirian...? Belum pernah ada hari di mana aku berharap lengan kiriku ini seperti Cyber◯gun sebanyak hari ini."
"Mikirin apa yang menakutkan, sih."
Aku yang tercengang terkena sleeper hold oleh Yua... Tidak, ini hanya pelukan dari belakang.
"Tsumugi-chan memang penting, tapi aku juga akan pergi festival dengan yukata, jadi Shinji juga harus melindungiku, ya."
Yua berbisik di telingaku.
Yua sering digoda, bahkan di sekolah dan kolam renang, jadi kemungkinan dia akan didekati oleh orang-orang genit di festival musim panas sangatlah tinggi.
Biasanya aku akan malu dan mencoba mengelak, tapi Yua saat ini sedang sedih karena masalah keluarganya. Aku harus mengucapkan kata-kata yang bisa membuatnya merasa sedikit lebih kuat.
"Oke, tapi jangan berharap ada perkelahian, ya. Cepat kabur selagi aku jadi perisaimu."
"Shinji hari ini cuma mikir hal-hal mengerikan saja."
Mungkin saja, tapi kalau tidak seberani ini, aku tidak akan bisa melakukan hal berani seperti melindungi gadis-gadis dengan mempertaruhkan diri.
Yah, semoga saja tidak ada masalah yang terjadi.
"Oh iya, harus pamer ke Momoka!"
Tsumugi segera mengambil selfie dengan yukata dan mengirimkannya lewat MINE ke Momoka-chan.
"Ah, Momoka juga punya yukata di rumahnya!"
"Kalau begitu, pas festival musim panas nanti bisa pakai yukata bareng, ya."
Kata Yua.
"Nanti aku juga akan menata rambutmu."
Yua mengisyaratkan akan mengikat rambut Tsumugi.
"Begitu, begitu!"
"Hei, kalau terlalu imut nanti malah menarik serangga jahat, lho. Sedang-sedang saja."
Aku juga senang Tsumugi senang, tapi itu juga menambah kekhawatiranku. Aku mungkin harus menyiapkan obat maag untuk berjaga-jaga.
Tsumugi sepertinya sangat tidak sabar menunggu hari festival musim panas, dia terus memakai yukata di atas bajunya.
"Yua-san, ini apa?"
Aku pikir, 'Ah, itu yang dia penasaran, ya.'
Tsumugi menunjuk sebuah rak yang penuh dengan piagam dan trofi, yang sangat menonjol di ruangan yang sederhana itu.
Dulu, saat aku mampir ke rumah Yua, aku juga penasaran.
Saat itu aku terlalu fokus belajar, jadi rasa penasaranku tidak bertahan lama... Tapi setelah Sakura-chan mengatakan sesuatu yang menarik di tempat kerja paruh waktu Yua, dan aku melihatnya lagi, itu terasa sangat bermakna.
"Itu yang kudapatkan waktu aku sangat sering bermain piano dulu."
Piano, dia masih memainkannya di tempat kerja paruh waktunya. Tapi, itu pasti bukan sekadar 'sesekali bermain' di sela-sela waktu.
"...Sayang kalau dibuang, jadi cuma kutaruh di situ saja, bukan untuk dipamerkan ke siapa-siapa."
Yua berdiri di depan rak yang penuh dengan berbagai bukti kejayaannya dan mencoba menutupinya.
"Eh, berarti tidak ikut kompetisi lagi? Aku ingin melihat Yua-san bermain piano di tempat yang luas."
Kata Tsumugi. Aku sedikit cemas. Dari sisi Yua, dia sepertinya tidak ingin hal itu dibicarakan.
"Soalnya sudah tidak ada artinya lagi."
Meskipun dengan wajah kesulitan, Yua menjawab Tsumugi dengan jelas.
"...Apa yang terjadi?"
Mengikuti Tsumugi, aku bertanya.
Sakura-chan sudah berpesan untuk tidak terlalu memaksakan diri, tapi aku menilai bahwa Yua menjawab pertanyaan Tsumugi menunjukkan bahwa dia sudah cukup santai, jadi aku merasa sekarang bisa bertanya.
"...Aku mulai bermain piano itu karena aku ingin punya kelebihan, tahu."
Karena Yua sepertinya punya banyak sekali kelebihan, aku kira dia sedang bercanda.
"Aku ini, punya kakak laki-laki lima tahun lebih tua."
Kata Yua.
"Dia itu, kayaknya bisa melakukan semuanya dengan mudah, buatku dia itu semacam duri dalam daging. Nah, waktu aku berpikir, 'Apa ya yang bisa mengalahkan kakak?', aku menemukan piano. Kakak itu memang bisa melakukan apa saja, tapi dia tidak pernah bermain piano."
"Kalau begitu, Yua-san pasti sering menang dari kakakmu ya. Soalnya ada banyak sekali piagam dan trofi ini."
Tsumugi, yang masih memakai yukata, memandang tumpukan harta yang dimenangkan Yua dengan mata berbinar.
"Hmm, pada akhirnya, aku merasa tidak pernah mengalahkan kakak sama sekali."
Yua berkata sambil duduk di samping Tsumugi.
Aku tidak bisa ikut dalam pembicaraan mereka berdua.
Ngomong-ngomong Yua, kau punya kakak laki-laki?
Apa-apaan sih, tidak perlu diperlakukan seperti karakter rahasia juga.
Tapi jika Yua punya kakak laki-laki, aku jadi punya harapan bahwa cara dia bertarung dengan orang tuanya akan berubah.
"Kakak Yua-san orangnya seperti apa? Mirip Yua-san? Apa aku bisa bertemu dengannya suatu saat nanti?"
Dengan gembira karena mendapatkan yukata bekas, Tsumugi menggenggam tangan Yua dan mengayun-ayunkannya.
"Aku ingin mempertemukanmu, tapi sudah tidak mungkin, maaf ya."
"Kenapa?"
"Soalnya dia meninggal karena kecelakaan waktu aku SMP."
Sejenak, rasanya tempat itu benar-benar hening.
Sebelum Tsumugi sempat terlihat menyesal, Yua melanjutkan.
"...Tsumugi-chan, aku pernah cerita padamu, kan?"
"Ah, iya. Dulu Yua-san bilang, 'Aku juga kehilangan orang penting,' itu maksudnya kakak Yua-san, ya..."
Aku terkejut Tsumugi tahu tentang kakak Yua lebih dulu dariku, tapi yang lebih mengejutkan adalah, Yua juga kehilangan anggota keluarganya.
Meskipun begitu, selama ini aku selalu mengandalkan uua. Aku tidak bisa tidak merasa kasihan pada diriku sendiri.
Yua sudah menolongku berkali-kali, tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya.
"Tuh kan~, jadi suram begini~!"
Yua lah yang berbicara dengan suara cerah dan keras, seolah ingin memecah suasana yang berat itu.
"Mumpung menginap, ceritaku sudah cukup ya. Hari ini kalian berdua adalah tamu, jadi aku yang akan masak, kalian santai saja di sana!"
Yua mendorong punggung kami untuk duduk, lalu bergegas menuju dapur. Berbeda dengan rumah Nagumo, tidak ada sekat antara ruang tamu dan dapur, jadi sosok Yua terlihat jelas.
Dalam situasi seperti ini, tidak, justru karena situasi seperti ini, aku teringat nasihat Sakura-chan.
'Jangan terlalu memaksakan diri bertanya pada Yua-chi.'
Mengatakan itu karena nasihat Sakura-chan adalah alasan. Aku ingin bertanya lebih dalam tentang kakak Yua yang meninggal dan alasan dia berhenti bermain piano, tapi saat ini, aku tidak punya keberanian untuk menekan Yua.
"...Hei, Tsumugi."
Jadi aku, sambil memperhatikan Yua, memanggil adik iparku yang mulai memainkan ponsel di sebelahku. Dia sudah melepas yukatanya, yang terlipat rapi di dekatnya.
"Ada apa Shin-nii?"
"Tsumugi tahu tentang kakak Yua, kan? Bukan menyalahkan, cuma konfirmasi saja."
Aku berusaha menjaga agar nada bicaraku tidak terlalu tajam. Tsumugi tidak bersalah sama sekali.
"...Ya, betul."
Meskipun begitu, Tsumugi sepertinya merasakan suasana serius dariku yang murung.
"Bukan berarti aku jahat ke Shin-nii, atau mengucilkan Shin-nii, bukan begitu, tapi memang dari awal itu rahasia kami berdua."
"Rahasia...?"
"Aku diberitahu itu pada hari pertama kami bertemu, waktu Yua-san mengirim DM di Siitta."
"Pada pertemuan pertama?"
"Pasti Yua-san ingin menenangkanku. Soalnya dia bilang, 'Aku juga mirip, kok, ada satu teman di sini, jadi tidak perlu khawatir.'"
"Begitu, ya... Jadi Tsumugi begitu dekat dengan Yua sejak pertama kali dia dibawa ke rumah?"
"Yua-san cuma bilang 'orang penting', jadi aku kira itu mantan pacar Yua-san. Aku diam saja terus karena kupikir ini hal yang tidak boleh kukatakan pada Shin-nii."
"Tidak, itu tidak apa-apa sih..."
Terlepas dari perhatian Tsumugi yang berlebihan, satu misteri terpecahkan.
Kepercayaan Tsumugi terhadap Yua mungkin juga karena kekuatan karakter Yua sendiri, tapi juga karena dia bisa membuat Tsumugi merasa punya teman yang senasib dengannya. Itu sebabnya Tsumugi begitu menempel pada Yua, padahal mereka baru pertama kali bertemu seperti di situs kencan.
"Shin-nii, hei."
Tsumugi menarik-narik bajuku sambil menatapku.
"Makanya, jangan marahi Yua-san. Lebih baik bersikap lembut padanya."
"Aku tidak marah, dan aku berniat bersikap lembut padanya kok."
"Syukurlah. ...Kalau begitu malam ini, aku akan tidur di sini dan menutup telingaku, jadi hibur Yua-san ya."
"Aku tidak butuh perhatian seperti itu..."
"Padahal pacar?"
"...Justru karena 'pacar'."
Selama aku tidak berpacaran dengan Yua, aku tidak bisa memenuhi harapan Tsumugi. ...Lagipula, bahkan jika kami berpacaran pun, aku tidak akan mengambil tindakan seperti yang Tsumugi sebutkan. Rasanya menjijikkan seperti memanfaatkan luka Yua, kan.
"Shin-nii, kadang-kadang aku tidak mengerti apa yang kamu katakan."
"Aku juga kadang tidak mengerti diriku sendiri."
Setelah mengetahui tentang kakak Yua, aku menyadari bahwa Yua berada dalam situasi yang lebih sulit dari yang kuduga.
Apa yang harus kulakukan sudah jelas.
Seperti Yua menopangku, aku juga harus menjadi penopang Yua.
Yua melampauiku dalam segala hal.
Aku tidak bisa hanya mengatakan, 'Aku tidak bisa melakukan apa-apa...'
Karena aku tidak bisa membiarkan perasaan tidak berdaya karena terlalu mengandalkan Yua terus-menerus.
Aku harus menjadi sosok yang bisa diandalkan Yua dengan tenang.
"Menurut Tsumugi, bagaimana aku dan Yua terlihat?"
Tsumugi yang tiba-tiba diberi pertanyaan yang sulit dijawab itu, mengalihkan pandangannya antara Yua di dapur dan aku.
"Kalian berdua sangat cocok, kok."
Tsumugi menjawab tanpa ragu.
"Soalnya, kalau Shin-nii dan Yua-san bersama, aku merasa sangat tenang."
Dengan kata-kata Tsumugi, keraguanku hilang.
Alasan bahwa aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku dan Yua tidak setara sudah tidak bisa kugunakan lagi.
Karena aku tidak mungkin tidak mempercayai kata-kata adik ipar kesayanganku.



Post a Comment