NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Nageki no Bourei wa Intai Shitai V1 SS Chapter 2 Part 3

 Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena


Kehidupan Sehari-hari Krai Andrey



Kunci untuk bangun dengan perasaan nyaman adalah tidur sampai rasa kantuk benar-benar hilang. Saat masih menjadi seorang hunter, aku sering beraktivitas sejak pagi buta, tapi salah satu hal baik sejak mulai fokus mengurus Klan adalah aku bisa tidur lebih lama.


Saat aku terbangun secara alami di atas tempat tidur yang cukup besar, aku menyalakan lampu sambil meregangkan tubuh lebar-lebar. Ketika memeriksa jam, ternyata sudah hampir siang. Setelah mandi dan bersiap-siap, aku memilih satu artefak dari deretan yang tertata rapi di kamar tidur sambil bersenandung ringan.


Hari ini aku tidak ada rencana keluar, jadi aku akan memakai artefak yang akhir-akhir ini kusukai, bukan yang paling kuat.


Terakhir, aku menatap cermin besar dan melihat bayangan seorang pemuda yang tampak biasa-biasa saja.


Kalau saja Reverse Face masih tersisa, aku bisa mengubah wajah ini juga... Sesaat aku sempat memikirkan hal itu, tapi tak ada gunanya terus meratapi sesuatu yang sudah berlalu. Lagipula, ini wajahku yang sudah sangat kukenal. Aku memutuskan untuk menerima saja.


Hari ini pun seperti biasa, pagi yang menyenangkan.


“Selamat pagi, Krai-san.”


“Ah, selamat pagi.”


Begitu aku duduk di meja ruang Master Klan, Eva masuk seolah-olah sudah menunggu waktunya dengan tepat. Rambutnya diikat rapi ke belakang, seragamnya tersetrika sempurna. Seperti biasa, dia adalah Wakil Master Klan yang tanpa cela.


Berbeda denganku, dia jelas sudah bangun sejak lama. Tidak seperti Master Klan, Wakil Master Klan punya banyak pekerjaan.


Meski melihat diriku yang baru saja bangun tidur, Eva sama sekali tidak menunjukkan wajah tidak suka.


Aku bisa mengatakan bahwa menerima Eva ke dalam Klan adalah salah satu dari sedikit keberuntungan yang kumiliki.


Sambil bersandar dalam-dalam ke kursi, aku bertanya padanya,


“Hari ini ada jadwal apa?”


“Ada tujuh permintaan bergabung dari beberapa party.”


Pekerjaan seorang Master Klan sangat sedikit. Salah satu dari pekerjaan yang sedikit itu adalah menyeleksi party yang ingin bergabung ke dalam Klan.


Tanpa kusadari, First Step sudah menjadi Klan besar yang tak terbantahkan. Tentu saja, itu semua berkat kerja keras Eva dan para staf administrasi, sehingga permintaan untuk bergabung pun tak pernah berhenti.


Syarat untuk bergabung dengan Klan adalah rekomendasi dari anggota yang sudah tergabung serta persetujuan dariku. Itu adalah aturan yang kubuat secara asal di awal.


Saat mendirikan Klan ini, aku sama sekali tidak berniat membuatnya sebesar ini.


Karena tujuan awalnya adalah untuk membantu teman masa kecilku menjadi lebih sosial, aku memang mengumpulkan party yang punya reputasi baik, tapi aku sama sekali tidak punya pengalaman dalam mengelola Klan. Aku pun tidak punya kepercayaan diri atau koneksi.


Aku bahkan “merekrut” Eva yang saat itu bekerja di serikat dagang besar dengan cara memohon-mohon. Tidak ada alasan kuat selain pemikiran samar bahwa setidaknya perlu ada seseorang yang kompeten agar Klan bisa terlihat layak. Tentu saja aku tidak pernah membayangkan Eva akan bekerja sejauh ini. Bahkan... aku juga tidak pernah menginginkan dia sampai sejauh ini.


Tentu, punya Wakil Master Klan yang kompeten itu hal yang bagus. Tapi, dia terlalu kompeten.


Aturan yang kubuat saat Eva belum ada malah jadi beban sekarang. Syarat seleksi untuk bergabung awalnya adalah jaring pengaman agar orang-orang aneh tidak masuk. Kalau saja tahu akan sebanyak ini yang ingin bergabung, aku tidak akan membuat syarat seperti itu.


Dengan rasa jenuh, aku memeriksa daftar permintaan bergabung yang diletakkan di atas meja. Tertera dengan rapi kemampuan, reputasi, dan pencapaian masing-masing party.


Untuk Klan terkenal, skandal dari salah satu anggota adalah hal yang sebisa mungkin harus dihindari. Aku paham itu, tapi jujur saja, dengan jumlah sebanyak ini, tidak mungkin aku bisa menyeleksi satu per satu.


Lagipula, karena sudah ada rekomendasi dari anggota, kemungkinan besar tidak akan ada party aneh yang mendaftar.


Aku pun menatap Eva yang berdiri tenang di samping dan bertanya dengan nada memohon,


“Kurasa kita harus ubah syaratnya, ya.”


“Tidak bisa. Kekuatan Klan adalah kekuatan para hunter yang tergabung di dalamnya. Kita tidak boleh mengabaikan bagian paling penting itu.”


“…………”


Karena ditolak dengan tegas, aku pun dengan pasrah mulai memeriksa isinya. Wawancara hanya dilakukan untuk mereka yang lulus seleksi berkas.


Sebenarnya, Klan ini sudah cukup besar. Tidak ada keperluan untuk menambah anggota lagi. Mungkin lebih baik kutolak semuanya saja.


Di antara daftar itu, ada nama-nama party yang pernah kutolak beberapa kali sebelumnya. Katanya di luar sana ada rumor bahwa jika mereka memperbaiki kekurangan dan mendaftar ulang, mereka punya peluang diterima. Kurasa... itu tidak benar. Tapi, sepertinya aku memang pernah lupa kalau sudah pernah menolak satu party dan malah menerimanya.


Aku pernah diberi ucapan terima kasih di lounge. Mataku benar-benar tidak bisa diandalkan.


“Ngomong-ngomong, akhir-akhir ini kita belum menerima anggota baru, ya.”


Dengan nada obrolan santai, Eva menyisipkan tekanan. Tampaknya jumlah anggota Klan akan mempengaruhi berbagai keuntungan dari pemerintah, dan Eva sangat bersemangat dalam memperkuat Klan.


Kalau sudah begini, aku tidak punya pilihan selain mengalah.


Tujuan awal mendirikan Klan ini sudah tercapai. Sekarang aku hanya ingin menjalankannya dengan tenang tanpa menimbulkan masalah, lalu suatu saat menyerahkan posisi Master Klan pada Eva dan pensiun.


Saat membuka-buka daftar itu, aku menunjuk satu party yang anggotanya paling sedikit dan dampaknya akan paling kecil jika terjadi kesalahan.


Itu adalah permintaan dari party solo. Jika terjadi masalah, dampaknya tidak akan besar karena hanya satu orang.


“Orang ini, panggil untuk wawancara. Sisanya tolak saja.”


“...Ada juga beberapa party yang cukup terkenal... Boleh aku tahu alasannya?”


Eva berkedip dan bertanya. Sepertinya dia masih belum sadar bahwa aku hanya menyeleksi daftar ini secara asal. Kurasa sudah waktunya dia menyadarinya.


Aku mengangguk dengan ekspresi serius.


“Yah, ada banyak alasannya sih... tapi, singkatnya, aku hanya tidak suka.”


“Baik, aku mengerti. ...Kalau begitu, aku akan menjadwalkan wawancaranya──”


Meski jawabanku sangat tidak serius, Eva yang serius tidak mengatakan apa-apa. Ia mulai membuka jadwal kegiatanku. Karena sifatku yang pelupa, dia sekarang sudah seperti sekretarisku sendiri.


Saat itulah aku berubah pikiran. Wawancara... meski aku sendiri yang minta, rasanya malas juga ya. Andai saja yang diwawancara itu cokelat, bukan manusia.


Toh sudah ada rekomendasi, kenapa tidak langsung diterima saja?


Sampai sekarang pun aku mengurus semua ini dengan asal. Tidak ada alasan untuk tiba-tiba jadi serius.


Aku menyilangkan jari dan berkata dengan ekspresi hard-boiled.


“Tidak, tunggu. Tak usah wawancara. Langsung beri surat penerimaan saja.”


“...Eh? Anda serius? Kita bahkan belum bertemu orangnya.”


Serius? Tentu saja. Aku selalu serius. Hanya saja aku memang kurang punya kemampuan dan agak malas.


Aku menepuk-nepuk daftar itu dan menyatakan dengan penuh semangat.


“Tidak perlu bertemu. Walaupun dia solo, atau tidak terkenal, itu tidak masalah. Mungkin dia punya kekurangan, tapi secara keseluruhan tidak buruk. Diterima, pokoknya diterima.”


Eva tampak terkejut seakan-akan seekor merpati tertabrak kacang, tapi akhirnya dia mengangguk pelan.


“Baiklah... kalau memang itu keputusan Anda...”


Bagus, satu pekerjaan selesai.


Kalau sudah jadi ornamen di ruang Master Klan seperti ini, waktu berlalu dengan sangat cepat.


Aku menggosok artefak, memakan cokelat hadiah, memandangi peta dunia sambil berkhayal sedang berpetualang, atau melihat ensiklopedia senjata dan artefak yang kuat di rak buku.


Sudah lebih dari dua tahun aku mengurung diri di ruang Master Klan. Aku pun sudah terbiasa menjalani hari tanpa keluar.


Banyak hal yang bisa kulakukan untuk mengusir kebosanan. Kalau memang tak ada pilihan lain, aku bisa pergi ke tempat latihan dan melihat para anggota Klan berlatih.


Eva berlari masuk dengan langkah cepat. Ia membuka mulut dengan ekspresi panik.


“Krai-san, Liz-san──”


“Hmm... sepertinya sudah tiba waktunya aku melakukan dogeza lagi setelah sekian lama.”


“──tapi, sudah kami tangani di sini.”


Entah kenapa, Eva langsung berbalik dan keluar dengan ringan.


Aku tidak tahu apa yang telah dilakukan Liz, tapi kupikir akhirnya aku bisa memamerkan Stardust Dogeza (dogeza yang berkilau dan rapuh bak debu bintang) yang baru-baru ini kupelajari... sayang sekali.


Aku hanya duduk santai, tapi Eva sangat sibuk. Setiap saat, dia masuk ke ruanganku untuk menyampaikan berbagai urusan. Bisa dibilang, dia menjadi semacam penyaring pekerjaan yang datang padaku.


Aku harus menyempatkan waktu untuk memberi penghargaan padanya nanti.


“Gark-san datang.”


“Aku tidak ada. Jelas, ya?”


“Aku berpikir untuk menambah staf administrasi...”


“Terserah. Aku serahkan semuanya padamu. Kalau anggaran tidak cukup, beri tahu saja.”


“...Entah kenapa ada permintaan uji coba kue cokelat baru... Kurasa ini hanya kesalahan──akan kutolak saja.”


“! Tunggu sebentar. Berinteraksi dengan warga juga bagian dari tugas seorang Master Klan Aku tidak terlalu suka makanan manis, tapi aku tidak keberatan menerimanya.”


“Ada juga panggilan dari Institut Penelitian Artefak. Tampaknya mereka menemukan phantom yang tidak dikenal, dan ingin mendengarkan pendapat Anda. Lokasinya juga dekat. Bagaimana kalau sekalian mampir?”


“──tapi kupikir, karena aku sibuk, permintaan uji coba kue bisa dialihkan ke Tino. Sedangkan permintaan dari Institut Penelitian Artefak... Ark yang paling cocok.”


“Ark Brave sedang dalam ekspedisi dan tidak ada di tempat.”


“Kalau begitu... Sven saja.”


“Obsidian Cross juga sedang keluar kota untuk tugas pengawalan dan tidak berada di ibu kota.”


“...Kalau begitu, anggap saja aku tidak mendengarnya. Itu juga jenis masalah yang akan terselesaikan seiring waktu. Aku... yah, sedikit sibuk.”


“Baik, akan kusampaikan begitu.”


Ya ampun, semua orang terlalu bergantung padaku... Tolonglah.


Begitu Eva menghilang dari pandangan, aku mulai melatih anjing peliharaan, Dog’s Chain, hiburan baruku akhir-akhir ini.


Senja pun berganti malam. Ketika jarum pendek jam menunjuk antara angka delapan dan sembilan, seperti biasa, Eva masuk ke ruangan.


Sesibuk apa pun dia, Eva selalu datang pada jam ini setiap hari. Karena itu, aku pun berusaha tetap berada di ruangan ini pada jam tersebut jika tidak ada urusan lain.


Eva masih mengenakan seragam yang sama seperti siang tadi. Tidak seperti aku yang duduk seharian di ruang Master Klan, dia seharusnya sudah berkeliaran ke sana ke mari, tapi tak tampak ada rasa lelah di wajahnya.


“Terima kasih atas kerja kerasnya hari ini.”


“Terima kasih juga.”


Setelah menyapanya ringan, Eva mulai melaporkan hasil kerja hari ini. Aku hanya mendengarkan sambil melamun.


Sepertinya, semuanya berjalan lancar hari ini. Meski aku bilang terima kasih atas kerja kerasnya, kenyataannya aku cuma duduk santai dengan dalih sibuk. Semuanya adalah hasil kerja Eva.


Aku harus memberinya bonus tambahan. ...Walaupun yang menentukan besar kecil bonusnya juga dia sendiri.


“Aku sudah membersihkan ruangan ini juga.”


“...Eva, kau bekerja terlalu keras. Kau harusnya sedikit santai. Seperti aku, misalnya.”


Bukan berarti aku ingin mengeksploitasi Eva.


Membersihkan ruangan pun seharusnya bisa kulakukan sendiri. Tapi waktu aku mencoba melakukannya beberapa waktu lalu, dia tidak sadar bahwa sudah kubersihkan dan malah membersihkannya lagi.


Aku mengatakan itu karena khawatir padanya, dan Eva sempat membelalakkan mata sebentar lalu tersenyum kecil.


“Tidak, ini memang tugasku. Aku melakukannya karena aku suka, jadi tak perlu dikhawatirkan.”


Benar-benar orang yang aneh.


Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Hari pun berakhir.


Aku merapikan artefak-artefakku, mandi, lalu berganti pakaian tidur. Begitu masuk ke dalam tempat tidur, rasa kantuk langsung menyerang. Meski tidak merasa lelah, aku tetap bisa tidur dengan mudah—itu salah satu dari sedikit hal yang bisa kubanggakan.


Hari ini memang tidak ada kejadian berarti, tapi itu hari yang damai. Semoga besok juga tetap damai.


“Krai-chan, selamat pagi! Eh, sudah tidur, ya? Hmm, padahal aku sudah jauh-jauh datang ke sini, tapi terlalu cepat, ya... …yah, sudahlah. Aku juga ikut tidur...”







Situasi Asmara Krai Andrey 



“Eh? Mau pergi ke suatu tempat, ya?”


“Yah... begini, belum lama ini aku menemukan seorang gadis yang sangat imut...”


Ucapan Krai yang sedang dalam suasana hati terbaiknya membuat Sitri membeku tanpa bisa melawan.


“Hari ini aku mau menemui dia lagi. Soalnya harus buru-buru, jadi sampai nanti, ya──”


Tanpa mengindahkan Sitri yang membatu dengan senyum terpaku di wajahnya, Krai melangkah pergi dengan senyum mesra dan tampang tak tahu malu.


Pada akhirnya, Sitri hanya bisa berdiri mematung sampai Eva yang datang membawa tugas mengguncang pundaknya.


◇◇◇


“Ki-kita ada rapat darurat Strange Grief! Ini gawat! Krai-san selingkuh!!”


“Hah? Apa yang kau bicarakan? Sampai mengumpulkan orang sebanyak ini──”


Melihat Sitri yang benar-benar kehilangan akal sehatnya, Liz menatapnya seolah melihat orang bodoh.


Di ruang rapat yang sempit, berdesakan banyak orang—anggota Strange Grief, para hunter, staf klan, staf Asosiasi Penjelajah, Tino, dan lainnya. Semua dikumpulkan oleh Sitri yang panik.


Di tengah tatapan kesal semua orang, Sitri menjelaskan situasinya.


Mendengarnya, Sven—salah satu dari yang dipanggil—berkomentar dengan nada muak.


“Hah? Kupikir kenapa dipanggil mendadak... Krai juga manusia, wajar saja kalau dia naksir seseorang.”


“Ini jelas-jelas perselingkuhan! Krai-san sudah ada aku! Dan dia juga punya utang padaku!!”


“...Bodoh sekali kau, Sit. Tidak mungkin Krai-chan selingkuh! Ada aku, Liz-chan, di sini! Pelakor sepertimu saja sudah cukup satu!!”


“...Selama ini tidak pernah dengar kabar dia dekat dengan siapa-siapa, dan sekarang malah begini... Entah kenapa aku dipanggil juga.”


“...Memang akhir-akhir ini dia kelihatan ceria, tapi sejak kapan ya? Krai-san selalu di ruang Master Klan, dan kalau pergi pun selalu bersama orang lain──”


“Te-tetap tenang. Mari kita telaah. Berdasarkan kesaksian Gark-san dan Eva-san──Krai-san tak pernah punya gosip karena ada aku. Dan akhir-akhir ini dia bahagia berkat aku. Saat keluar, selalu ditemani orang──jangan-jangan! Ada pengkhianat di antara kita!?”


“...Sit, tenanglah. Nii-san itu tidak mudah ditemani oleh siapa pun.”


“Eh, tapi tunggu... siapa bilang dia naksir orang? Mungkin dia menemukan pedang yang keren? Aku juga kalau menemukan pedang yang bagus, jadi ingin menebas sesuatu.”


“U-um... setahuku, tidak ada orang yang bilang barang mati itu ‘imut’. Kecuali kau, sih.”


“!? Pedang bagus... jangan-jangan──laki-laki!? Dia malah pacaran dengan cowok!? Jadi aku ditolak karena aku perempuan!?”


“Berhenti menghayal, Sit bodoh! Krai-chan itu tidak mungkin selingkuh! Apalagi──”


“Ryu-ryu-ryu~!”


“kill kill~”


“Nyaa-nyaa~”


“Humu, humu...”


“O-oi, tunggu! Kenapa kalian memanggilku!? Apa-apaan tempat ini!? Aku Gourai Hasen, musuh kalian!?”


“Arnold-san, pasrah saja. Mereka semua sudah gila.”


“...Itu pasti kucing.”


“!?”


“Master... tidak akan selingkuh! ‘Gadis imut’ yang dia maksud pasti kucing! Bukan seperti chimera di sana yang cuma bisa ‘nyaa-nyaa’, tapi anak kucing mungil dan imut!!”


“Nyaa!?”


“...Memang sih, tidak mungkin manusia lemah itu naksir manusia biasa. Di Klan ini saja, termasuk aku, ada enam kaum Noble. Kalau dia naksir, pastinya salah satu dari kami.”


“Humu......?”


“Itu tak mungkin! Krai-san bukan penyuka kucing! Lagipula, kalian tahu sendiri kan bagaimana dia memperlakukan Lucia-chan yang mirip kucing!?”


“!? A-apa!? Mirip kucing!? Siapa yang kau bilang seperti──”


“Ugh... Waktu Lucia-chan dapat tawaran perjodohan, dia bilang tidak akan setuju kalau level-nya lebih rendah dari dia. Tapi sekarang dia malah selingkuh? Apa yang harus aku──”


“Kalau bukan kucing, berarti anjing! Anjing putih berbulu lembut dan besar! Master tak akan selingkuh! Master adalah dewa! Aku──percaya!”


“Aaaghh!!”


“Hmm... ya, terlepas dari selingkuh atau tidak, aku jadi penasaran. Siapa sebenarnya ‘gadis imut’ itu?”


“Ark-san... ayo kita pulang saja. Ini cuma buang-buang waktu──”


“Aku tak terima... Aku tak bisa terima. Setidaknya harus lebih kaya dariku!!”


“...Sit, kau yakin mau lanjut begini?”


“Kalau bukan anjing, pasti kelinci atau rubah! Dia menang karena telinga dan ekor yang menawan hati master! Master tidak selingkuh! Master adalah putih!”


“Telinga dan ekor rubah...?”


“Putih...! B-benarkah!? Kalau begitu, hapus semua utangnya──rubah!? Dengan telinga dan ekor!? Lucia-chan!? J-jangan-jangan──kau serius soal lamaran waktu main rumah-rumahan saat kecil!?”


“!? Haaaaa!? Sit, sudah cukup!!!”


“Seorang swordsman!? Apa dia seorang swordsman yang hebat!? Kalau Krai yang memilih, pasti swordsman!?”


“Te-tolong tenang! Semua orang, mohon tenang dulu!”


“R-Rhuda benar! Tidak ada gunanya bahas ini di sini. Kalau mau tahu kebenarannya, tinggal ikuti dia atau semacamnya!”


“...Greg, kau tidak tahu apa-apa! Seseorang di level 8 tidak bisa diikuti diam-diam! Kalau master memang menyembunyikannya, kita tidak akan tahu! Artinya──master, tolong jangan pergi...”


“Sampai Tino juga... Ternyata dia populer juga ya──!?”


“!? Gilbertttttttttttttttttt!?”


“...Tch. tidak ada gunanya di sini. Sit juga tidak bisa diandalkan. Aku langsung tanya Krai-chan saja!!”


“!? T-tunggu, Onee-chan! Aku belum siap──”


“Eh? Ada apa? Kenapa kalian kumpul rame-rame di ruangan kecil begini──sampai Gark-san juga...”


“!? K-K-K-K, Krai-san!? S-selamat datang, nya~! Tak ada apa-apa, nya~!”


“?? Ah, aku pulang, Sitri. Lebih penting dari itu, lihat ini, gadis imut yang aku bilang kemarin, akhirnya kubeli! Di toko Matthis-san, aku menemukan ini dan langsung jatuh hati... Artefak Haniwa ini. Memang tidak berguna sih, tapi kalau diaktifkan dia akan menyanyi dan menari. Super imut──ah, Lucia. Tolong isi dayanya!”


“...Nii-san, duduk bersila di sana sekarang juga.”


Tokoh yang muncul: Krai, Sitri, Liz, Sven, Gark, Eva, Lucia, Luke, Chloe, Ryuulan, Kilkil, Nomimono, Ansem, Arnold, Eigh, Tino, Kris, Onsen Dragon, Ark, Isabella, Rhuda, Greg, Gilbert.


Kalau kau mengenali semuanya, kau adalah Nageki Master! (Tamat)



Strange Grief Telah Pensiun



──Dan begitulah, aku pun berhasil pensiun dengan selamat, meski disayangkan oleh banyak orang.


Pagi hari bagi mantan hunter level 8, Krai Andrey, selalu datang terlambat. Itu karena tidak ada janji apa pun dalam agendanya.


Begitu terbangun ketika matahari sudah tinggi, aku akan menuju kafe langganan untuk menikmati sarapan.


Aku sudah keluar dari Clan House dan kini tinggal di rumah baru yang dibangun di pinggiran ibu kota Kekaisaran (atau lebih tepatnya, dibangunkan oleh Sitri dan yang lainnya). Rumah itu memang tidak mewah, tetapi sangat nyaman ditinggali—cukup sempurna untuk menghabiskan masa pensiun. Ada juga halamannya, yang memungkinkan untuk berkebun. Sekarang, Sitri dan Lucia yang hampir setiap hari datang ke rumah menanam berbagai jenis herba, tetapi nanti, kalau aku punya waktu luang, aku juga berencana mencobanya.


Aku tidak lagi punya pekerjaan. Posisi sebagai Master Klan First Step sudah kuserahkan kepada Eva, yang telah terdaftar sebagai hunter dan berhasil mencapai level 5. Hampir semua artefak yang dulu kukumpulkan juga telah kusumbangkan. Bagi seseorang yang sudah berhenti menjadi Treasure Hunter, semua itu sudah tak berguna lagi. Sebagian besar tampaknya kini dipajang di bekas gudang artefak—yang dulunya adalah kamar pribadiku.


Sempat kukhawatirkan bagaimana aku akan bertahan hidup karena nyaris tak memiliki tabungan, tetapi ternyata semuanya masih bisa diatasi.


Meski pensiun, bukan berarti aku memutus semua hubungan sosial. Luke dan anggota Strange Grief lainnya masih cukup sering berkunjung. Kadang-kadang, anggota Klan lain seperti Ark atau bahkan Tino juga datang bermain. Itu sebabnya meski tinggal sendirian, rumahku memiliki banyak kamar tidur dan ruangan yang tidak perlu.


Luke dan yang lainnya sudah kehilangan akal soal keuangan, jadi mereka sering datang membawakan ‘oleh-oleh’ yang sangat berharga. Sejujurnya, hanya dengan menjual semua itu, aku mungkin bisa bertahan hidup selamanya.


Meski begitu, meski tak bisa disebut pekerjaan, aku masih punya cara untuk menghasilkan sedikit uang.


Awalnya, aku berniat meninggalkan Zebrudia ketika pensiun, tetapi ternyata hal itu tidak diizinkan. Klan First Step memang bermarkas di Zebrudia, dan meskipun Eva sangat cakap sebagai Wakil Master, dia masih baru dalam peran sebagai Master. Meskipun keberadaanku mungkin tak banyak membantu, ketika Eva memintaku untuk tetap tinggal demi keadaan darurat, aku tidak bisa menolak. Selain itu, teman masa kecilku, Luke dan yang lainnya, juga punya posisi mereka sendiri. Kalau aku pindah, mungkin akan ada yang ikut-ikutan pergi bersamaku. Mereka butuh waktu untuk beradaptasi. Karena aku sudah memaksakan pensiun, aku tidak ingin merepotkan mereka lebih jauh.


Pekerjaanku sekarang adalah menjadi pendengar. Aku mengobrol hal-hal sepele dengan Eva, membicarakan omong kosong bersama Sitri, kadang-kadang bahkan Gark-san datang. Entah kenapa, orang asing pun kadang datang untuk curhat, termasuk para patissier. Matthis-san pun kadang berkonsultasi soal artefak. Bila nasihatku kebetulan berhasil dan membuahkan keajaiban, kadang aku mendapat imbalan kecil.


Yang namanya hubungan manusia memang tidak bisa diputus begitu saja. Rupanya, menjadi mantan hunter tak banyak mengubah apa pun bagi mereka.


Dengan membaca buku, tidur siang, menyusun puzzle, berburu makanan manis, mengobrol dengan Sitri, menghadapi Liz yang suka menempel-nempel, bermain dengan Tino yang belum bisa berhenti memanggilku “Master~” meskipun aku sudah bukan hunter, atau sesekali ikut piknik bersama Luke dan yang lain lalu berakhir dengan kejadian menyebalkan—begitulah hari-hariku berlalu dengan cepat. Hari-hari yang selalu sama.


Namun, aku bahagia.


Karena kehidupan yang tenang seperti inilah──yang selama ini selalu aku dambakan.


◇◇◇


“…Apa bedanya itu, dengan kehidupanmu yang sekarang?”


“…Hah?”


Setelah mendengarkan cerita tentang mimpi yang kulihat tadi malam, Eva menatapku dengan mata setengah malas sambil menekan dahinya dengan telapak tangan.






Serbuan! First Step



“Mulai sekarang, kita akan menjalankan Operasi Peningkatan Citra.”


“Haa…? Apa yang kau omongkan, hah?”


Dengan penuh semangat aku menyatakan rencana itu, namun Sven Anger, Rangeki mengerutkan kening.


Saat ini, ruang rapat di lantai dua Clan House First Step tengah dipenuhi oleh anggota party papan atas yang tergabung dalam Klan. Ada Obsidian Cross, Ark Brave, dan beberapa party lainnya. Ruangan yang luas pun terasa sempit karena banyaknya orang.


“Belakangan ini, citra para hunter semakin memburuk.”


“Itu gara-gara orang-orang dari partymu sendiri, Krai.”


Tak perlu kata-kata bijak. Eva yang duduk di sebelahku pun sudah memasang wajah pasrah. Aku hanya tersenyum dan mengangkat bahu.


Pada dasarnya, Treasure Hunter adalah profesi yang ditakuti masyarakat umum. Mereka berpenampilan garang, memiliki kekuatan di luar batas manusia, kurang bisa bekerja sama, dan kasar. Meski Zebrudia dikenal sebagai tanah suci para hunter dan masyarakat di sini bisa menerimanya, kenyataan itu tetap tak berubah.


Dan itu adalah sesuatu yang selalu membuatku resah.


Ark Rodin, hunter terkuat First Step secara nama dan kenyataan, bertanya dengan nada lembut,


“Aku tidak tahu kenapa kau tiba-tiba menyebut ini, tapi… jadi, operasi itu seperti apa? Menolong orang, begitu?”


Senang sekali bisa langsung ke inti pembicaraan. Aku menyapu pandangan ke seluruh anggota Klan tercinta dan menjawab dengan senyum.


“Dengan kata lain... kita akan membuat dan menjual fan goods dari para anggota.”


“!? Hah? Eh?? ...Kenapa??”


“Akan ada juga fanservice. Seperti acara jabat tangan, misalnya.”


Kenapa? Tentu saja... karena akhir-akhir ini hidupku terlalu damai dan aku tidak punya hal lain untuk dilakukan.


Operasional First Step sekarang sepenuhnya ditangani oleh Eva. Aku jarang ikut campur dalam pekerjaan Klan.


Dengan kata lain, kalau tidak ada hal penting terjadi, aku benar-benar tidak punya kesibukan.


Tentu saja aku senang bisa bermalas-malasan dan makan makanan manis setiap hari. Tapi—masalahnya, teman masa kecilku tidak berpikir demikian.


Mereka (terutama Liz dan Luke) merasa kasihan melihatku tak punya kegiatan, dan kadang-kadang menculikku ke gudang artefak sebagai kejutan. Ini bukan bercanda—ada presedennya.


Bayangkan saja: saat kau bangun dari tidur, tahu-tahu kau berada di dalam ruangan remang-remang penuh artefak.


Alasannya? Karena kau kelihatan bosan dan kasihan. Itu benar-benar urusan orang lain yang terlalu ikut campur.


Dan meski aku sudah berulang kali bilang aku tak butuh itu, dalam setengah tahun mereka sudah lupa dan mengira aku sedang mencari sensasi baru karena bosan hidup damai.


Katanya sikapku yang suka kedamaian terlihat seperti kepura-puraan—apa-apaan itu?


“Meningkatkan citra Treasure Hunter juga merupakan harapan lama Asosiasi Penjelajah. Aku yakin kita juga bisa berkontribusi. Jangan khawatir, kalian tampan dan cantik. Sedikit ganti gaya dan tampil lebih terbuka, kalian pasti populer.”


“Itu bukan urusan hunter, kan!? Fan goods!?”


“Ini sudah melampaui wewenang seorang Master Klan. Aku tidak akan bekerja sama.”


Para anggota Ark Brave—yang berpenampilan indah namun selalu bersikap dingin padaku—menyuarakan protes. Ark sendiri hanya bisa tersenyum masam.


Sepertinya party lainnya juga berpikiran sama. Para lelaki tampak cukup antusias, tapi mungkin karena merasa ini bukan urusan mereka. Toh, mereka semua suka festival seperti ini.


Aku mengangguk-angguk mendengarkan semua pendapat itu sambil bersikap seolah-olah memperhatikannya, lalu berkata:


“Proyek Idolisasi Hunter. Target pertama adalah Sven dan Ark.”


Senyuman masam Ark langsung membeku. Sven pun buru-buru membantah.


“!? …Hah? …Haaa!? Kenapa aku!? Bukankah seharusnya Marietta!?”


“Eh!? Sven!?”


“Be-benarkah… Sven memang bukan pilihan tepat… Tapi kalau memang harus dilakukan, lebih baik anggota wanita saja. Lebih menarik dilihat, kan?”


Perkataan Ark membuat Isabella dan anggota partynya yang lain terperangah.


Ya ya, memang lebih menarik… tapi aku tak yakin bisa membujuk mereka.


Lagi pula, tujuan utama dari rencana ini hanya agar Liz dan yang lain melihatku kelihatan sibuk. Sukses atau tidak bukan prioritas.


Hmm... baiklah. Aku mengangkat bahu dan berkata dengan nada hard-boiled,


“Kalau kalian mau begitu, ya sudah... kalian saja yang bujuk para wanita itu.”


“!?”


“Aku tidak sabar. Mulai besok kalian berdua jadi bintang iklan Klan kita.”


Tatapan Sven dan Marietta saling bersilangan dengan Ark dan anggota partynya.


“Kau menipuku, Krai!”


“Urusan produksi aku serahkan padamu. Tunjukkan pesona pemimpin kalian.”


“Kalau demi Klan… tak bisa dihindari. Ark-san, pasti kau bisa lebih bersinar daripada kami.”


Isabella tersenyum tajam, membuat wajah sang hunter terkuat pun sedikit kaku.


Aku tidak menipu, kok. Meningkatkan citra hunter memang penting.


Memang, awalnya ini cuma ide iseng karena bosan. Tapi hari ini… aku sedang cemerlang, kan?


Perdebatan pun memanas. Mudah-mudahan tidak sampai menimbulkan perpecahan…


Dan pada saat itu, pintu ruang rapat terbuka lebar.


Masuklah anggota party top lain, yang tidak aku undang kali ini—Starlight, dengan Kris di depan, melangkah penuh kemarahan.


Di belakangnya, Lapis mengamati semua orang di ruangan dengan tatapan tajam khasnya.


“Heii! Manusia Lemah! Kenapa kalian tidak mengundang kami ke rapat party papan atas ini, haa!?”


“…Maaf, memang salahku tidak mengundang. Tapi, kupikir… misi kali ini agak kurang cocok dengan kalian.”


Karena sebagian besar Noble tidak suka berada di antara manusia.


Memang, para Noble yang rupawan dan langka mungkin akan populer hanya dengan tersenyum manis. Tapi bagaimana mungkin bisa jadi idol kalau mereka suka meremehkan manusia?


Saat aku mengangkat bahu, Kris membentak keras.


“HAA!? Tidak ada hal yang bisa dilakukan manusia tapi tidak bisa kami lakukan, tahu!?”


“Benar sekali, Krai Andrey. Meski kau seorang Master Klan, jangan sekali-kali meremehkan kami.”


Lapis pun tampaknya sependapat meski suaranya tetap tenang. Mereka bahkan tidak sadar kalau orang-orang di sekeliling mulai menatap mereka seperti melihat korban.


Lalu Lapis pun berkata:


“Kris, ini perintah. Kau yang akan melakukannya. Demi kebanggaan para Noble, tunjukkan kekuatan kita!”


“Oke. Serahkan padaku! Ayo, Manusia Lemah, jelaskan misimu sekarang juga!”


Sudah lama aku curiga… Apa Lapis memang sengaja menjadikan Kris sebagai bahan mainannya?


◇◇◇


Pada akhirnya, rencana peningkatan citra yang aku buat setengah untuk mengisi waktu luang itu, berkat pengorbanan harga diri Kris yang cukup mencolok, justru mendapat dukungan hangat dari sebagian kalangan dan menunjukkan kesuksesan yang tak terduga.


Namun, semuanya akhirnya berantakan karena Luke menebas para penggemar.


Tapi, itu adalah cerita lain.










Hari Hunter Dimulai!



Karena kelahiran hunter level 10 pertama, tanggal 31 Mei adalah Hari Hunter!


Bagi para Treasure Hunter yang tidak mengenal hari kerja maupun hari libur, hanya ada satu hari libur resmi dalam setahun.


Itulah tanggal 31 Mei—hari yang ditetapkan untuk memperingati lahirnya hunter level 10 tertua. Bahkan Asosiasi Penjelajah yang biasanya buka 24 jam tanpa henti pun mengunci pintunya pada hari ini. Hampir semua hunter mengambil libur, dan Klan yang terdiri dari para Treasure Hunter juga turut berhenti beroperasi. Secara tidak tertulis, permintaan kerja yang melintasi hari ini pun tidak akan diajukan.


Dan hari ini juga merupakan hari berharga di mana aku terbebas dari segala tanggung jawab.


“Uooooooohhh, aku bebassssss!!”


Di bawah sinar matahari pagi yang menyegarkan, aku meraung di Clan House yang hening.


Hari Hunter adalah hari libur juga bagi Klan First Step. Tidak ada staf yang bergantian berjaga untuk urusan administratif, dan bahkan Eva yang seolah tidak pernah libur pun ikut beristirahat hari ini.


Meski begitu, karena aku sendiri jarang melakukan pekerjaan penting sehari-hari, suasananya sebenarnya tidak jauh berbeda dari biasanya. Namun tetap saja, hari libur resmi memberikan sensasi menyenangkan yang sulit dijelaskan.


Tak ada yang berada di Clan House pada Hari Hunter kecuali aku yang memang tinggal di sini.


Lounge kebanggaan First Step, yang biasanya menyediakan makanan ringan dan minuman gratis, juga tutup hari ini. Namun, demi hari ini, aku sudah memborong makanan siap saji, camilan, dan minuman kemarin, dan menyimpannya di dalam alat penyimpanan berbentuk kulkas di kamarku.


Biasanya aku bermalas-malasan sambil merasa bersalah, tapi hari ini aku bisa bersantai sepenuhnya tanpa beban apa pun!


Diliputi rasa bebas dan suasana yang berbeda dari biasanya, aku pun mulai berolahraga ringan meski biasanya tidak pernah melakukannya. Dan saat itulah—pintu tiba-tiba diketuk.


“Selamat pagi, Krai-san... Eh, sedang apa Anda?”


“Eva...? Seharusnya aku yang bertanya begitu. Hari ini Hari Hunter, kau harusnya libur.”


Yang masuk ke ruang Master Klan, salah satu dari sedikit orang yang diizinkan masuk, yaitu Eva.


Namun, kali ini dia tidak mengenakan seragam seperti biasa. Pakaian kasual—ya, pakaian kasual! Tetap rapi seperti biasa, tapi gaun hitam elegan dan ketiadaan kacamata membuat kesan yang sangat berbeda.


“Aku lembur semalam supaya bisa libur hari ini...”


“Hmm, kerja keras ya. Tapi Eva dengan pakaian kasual itu... segar juga, ya.”


Karena aku jarang keluar dari ruang Master Klan, hampir selalu kulihat Eva dalam seragam. Aku pernah menyuruhnya untuk mengambil cuti juga, dan seharusnya dia melakukannya, tapi aku tidak tahu kapan tepatnya.


Sambil menatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepala, Eva menghela napas panjang. Aku tanpa sadar mengutarakan kesan di kepalaku.


“...Dari pagi sampai malam, Eva~”


“!? Jangan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tak masuk akal! Ayo, Krai-san. Kita ke lounge. Meskipun hari libur, Anda tidak boleh hanya makan makanan tidak sehat.”


“...Tapi lounge tutup, lho.”


Entah kenapa, mungkin karena aku sering dibantu Eva, aku jadi tidak bisa menolaknya dengan tegas.


Saat aku mencoba mengelak, Eva berkata dengan nada tegas:


“Tidak masalah. Kemarin aku melihat Anda memborong camilan, jadi aku juga membeli bahan makanan. Aku yang akan memasaknya.”


Tolonglah... istirahatlah saja... aku akan sujud mohon kalau perlu.


◇◇◇


“Krai-chaan! Ayo kita belanjaa!”


Saat sedang menemani Eva di lounge, Liz mendadak menerobos masuk seperti peluru. Ia mengenakan pakaian kasual, namun energi yang memancar dari dirinya justru lebih hebat dari biasanya, dan senyumannya pun bersinar cerah.


Sepertinya ia benar-benar menikmati hari libur ini.


Sambil menggigit garpu, aku menatap Liz dengan tatapan penuh makna.


Liz-chan, hari ini hari libur, lho. Hari istirahat. Ayo kita belanja saat hari biasa saja, ya...


“Aku sudah menyusun rencana kencan sempurna spesial buat hari ini, lho!”


Kalau sudah disusun, kenapa aku yang diajak ini baru tahu sekarang...?


Saat aku masih mencerna keadaan, Sitri pun masuk ke lounge perlahan dengan pakaian kasual.


“Krai-san, mumpung hari libur, bagaimana kalau kau mampir ke rumahku? Kau pasti lelah belakangan ini, akan kuberikan pijatan.”


“Hah!? Kenapa kau ada di sini, Sit! Hari ini kan aku yang mengajak dia kencan!”


“Memang kau bilang begitu. Tapi apa itu ada hubungannya denganku?”


Begitu bertemu, Liz dan Sitri langsung adu pandang dan menyalakan api pertarungan dalam waktu tiga detik.


Aku hanya bisa menyesap tehku pelan-pelan.


Dan ini juga pertama kalinya aku dengar soal rencana mereka...


“Uoooooh! Hari ini Hari Hunter! Krai, aku baru menemukan teknik pedang baru! Lihat ya, aku akan mengujinya dengan Ansem!”


“Humu-humu.”


“Nii-san, sesekali mampirlah ke rumah──Eh!?”


“A-anu, Master... Kalau tidak keberatan...!? K-kenapa bisa seramai ini... i-itu, tidak ada apa-apa kok!”


Lucia membeku dikelilingi teman-teman masa kecilku yang mulai berdatangan, dan Tino, menyadari bahaya, segera kabur.


Eva menatapku tajam dari samping.


“Krai-san sangat populer, ya.”


Kenapa kalian tidak mengajak dari kemarin? Eh, ya walaupun mengajak dari kemarin pun rasanya percuma...


Kenapa kalian semua semangat sekali di hari libur? Ini kan hari peringatan, bukannya lebih enak bersantai di rumah...?


Saat aku mulai merasa lelah secara mental, Luke menyingsingkan lengan bajunya dan menyeringai ganas.


“Baik, kalau begitu. Siapa yang dapat hak atas Krai, kita tentukan lewat battle royale!”


Tunggu, ‘hak atas Krai’ itu istilah macam apa!? Dan kita tidak akan menentukannya lewat battle royale!


Hari ini aku mau bersantai seharian bersama Eva (tanpa izin darinya)!


Liz berdiri, mengepalkan tinjunya. Meski berpakaian kasual yang manis, auranya terasa seperti hendak bertarung.


“Oke, deal! Sudah waktunya kita tentukan siapa yang paling atas di sini!”


“...Humu.”


“Aduh, Onee-chan selalu saja pakai kekerasan terus—padahal jelas dong, aku yang paling unggul karena punya Onii-chan terkuat sebagai pendukung!”


“Humu!?”


Satu-satunya yang bisa mengguncang Ansem, Fudou Fuhen hanyalah adik-adiknya!


“Yah, mau bagaimana lagi. Mari kita selesaikan cepat saja. Pe—ehm, Nii-san, tolong siap-siap untuk pergi, ya.”


Lucia menghela napas seperti sudah menyerah, tapi kelihatannya dia juga bersemangat untuk ikut serta.


Tidak! Aku tidak akan pergi! Hari ini aku akan bermain kartu santai bersama Eva (masih tanpa izin)!


Dengan semangat membara, Liz dan yang lainnya bergegas keluar dari lounge. Karena meninggalkan mereka begitu saja terasa berbahaya, aku pun terpaksa ikut serta.


──Namun, aku tidak tahu kalau ini adalah awal dari mimpi buruk.


◇◇◇


“Apa katamu!? Hak untuk memperbudak Krai seharian!? Menarik juga!”


“Sven, kalau kau ikut campur, nanti kau kesakitan lagi, lho.”


“Sungguh, manusia lemah! Hari libur begini malah berpikir apa! Akan kuperbudak kau habis-habisan, desu!”


“Jangan sampai kalah, Kris. Ini kesempatan emas untuk mendapatkan Lucia. Tunjukkan kekuatan kita.”


“Battle Royale di Hari Hunter yang cuma setahun sekali, ya. Kau kepikiran ide yang menarik juga.”


“Ark-san, ini kesempatan bagus untuk menjatuhkan Liz dan yang lainnya secara terang-terangan. Mari ikut serta!”


“Kenapa dia malah berpikir hal begini di hari libur!?”


“Kepala Cabang, hari ini memang libur dinas.”


“Ryuryuryu–ryuryu!”


Yang terjadi di sana adalah neraka.


Tanpa sempat dihentikan, api pertarungan langsung menyala.


Entah dari mana asalnya, para anggota Klan yang mendengar rumor mulai berdatangan. Para hunter luar, Gark-san, bahkan Underman (yang entah datang dari mana), semua meramaikan arena latihan.


Pertarungan yang terlalu brutal ini bahkan dimulai tanpa aba-aba. Karena terus berdatangan peserta baru satu demi satu, pertempuran itu pun berubah menjadi lumpur perang jangka panjang.


Seharusnya, dalam kondisi normal, Ark atau Luke yang terkuat secara individu pasti akan menang. Tapi karena ini adalah battle royale di mana peserta bisa bekerja sama, tidak ada yang bisa menang secara mutlak.


Sihir beterbangan, pedang beradu, korban luka berjatuhan, dan arena latihan yang tadinya kokoh pun makin lama makin hancur.


Energi mereka berlebihan sekali.


Lagipula, kalau peserta bisa masuk di tengah jalan, ini bukan battle royale lagi, kan?


Pada akhirnya, ketika keributan itu reda dan hampir semua orang pulang, malam telah larut dan Hari Hunter pun resmi berakhir.


Ironisnya, yang terakhir berdiri adalah Eva (dengan wajah datar) yang sedari awal hanya duduk di pojokan bersamaku menyaksikan pertarungan.


Sebagai catatan tambahan, keesokan harinya pekerjaan pertama Eva adalah menambahkan aturan pelarangan battle royale di dalam Clan House.






First Step - Hari Jadi Pendirian



Di lantai paling atas Clan House First Step yang menjulang di pusat ibu kota kekaisaran, di ruang khusus milik Master Klan, aku kembali menghabiskan waktu bermalas-malasan seperti biasa. Saat itulah, Eva tiba-tiba berbicara seolah baru teringat sesuatu.


“Ngomong-ngomong, sebentar lagi hari jadi pendirian First Step, ya.”


“Ah... Sudah waktunya lagi, ya.”


Di ibu kota kekaisaran Zebrudia, yang juga dikenal sebagai tanah suci bagi para hunter, terdapat banyak kelompok Treasure Hunter—yang disebut Klan. Beberapa Klan bahkan sudah ada sejak ibu kota ini pertama kali dibangun. Dibandingkan dengan itu, First Step, yang baru didirikan beberapa tahun lalu, jelas merupakan Klan pendatang baru di antara para pendatang baru.


Dan justru karena masih baru, Klan ini memiliki berbagai sistem inovatif demi menarik para hunter muda yang berbakat. Mulai dari sistem penentuan Master Klan berdasarkan suara mayoritas, hingga fasilitas lengkap seperti lounge dengan makanan ringan gratis. Tentu saja, kami juga rutin mengadakan berbagai acara. Bisa dibilang, semua ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang untuk menyenangkan teman-teman masa kecilku yang gemar berpesta.


Untungnya, sejak didirikan, Klan ini terus berkembang pesat. Semua orang selalu sibuk, dan aku sendiri juga sering terseret ke dalam berbagai insiden, jadi aku benar-benar lupa soal hari jadi pendirian Klan. Aku tak bisa berkata apa-apa selain rasa terima kasih sebesar-besarnya pada Eva yang selalu mengatur jadwal dengan baik.


“Err... Tahun lalu kita ngapain, ya?”


Menjawab pertanyaanku, Eva menjawab dengan wajah datarnya.


“Kita mengadakan acara perburuan bersama.”


“Ah... Waktu itu kacau sekali, ya.”


“...Yah, begitulah.”


Aku jadi teringat. Tahun lalu kami mengadakan pesta barbeque di luar kota untuk merayakan ulang tahun pertama Klan. Dan itu benar-benar kacau.


Awalnya, ide acaranya adalah semacam kegiatan ala hunter, dengan mengambil bahan makanan langsung dari alam di pegunungan sekitar (tentu saja di lokasi yang relatif aman). Tujuannya adalah menciptakan ajang interaksi bagi para anggota Klan yang jarang berkumpul. Tapi entah sejak kapan, lokasi dan tujuan acaranya berubah total dari yang aku bayangkan (dan yang lebih parah, aku baru sadar setelah tiba di lokasi dan beberapa waktu telah berlalu).


Sepertinya terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi. Bahkan sekarang pun aku masih tidak mengerti bagaimana acara barbeque yang seharusnya menyenangkan bisa berubah menjadi semacam turnamen bertahan hidup di hutan belantara.


Dari hasil penyelidikan kecil-kecilan yang kulakukan setelahnya, kemungkinan besar Luke-lah yang secara sepihak menyalahartikan maksud acaranya dan menyebarkannya. Tapi yang mempercayai dan ikut-ikutan juga tak kalah bermasalah. Mungkin karena hal itu sejalan dengan semangat para hunter, tak ada terlalu banyak keluhan. Lagipula, Liz dan yang lain malah sangat senang. Itu mungkin satu-satunya hal yang bisa dibilang masih sedikit menguntungkan dalam kekacauan itu.


Tahun ini aku ingin mengadakan acara yang lebih tenang dan tidak bisa disalahartikan... Memang seru jika ramai-ramai, tapi kami sudah cukup sering ribut, tak perlu sampai merayakan hari jadi Klan dengan keributan lagi.


Saat aku berpikir seperti itu, tiba-tiba sebuah ide bagus muncul di kepalaku. Aku menepuk tangan dan berkata,


“Baiklah, tahun ini aku akan memberikan hadiah, bagaimana?”


“Eh? Hadiah...?”


“Yah, memang aku tak bisa memberikannya ke semua orang... Tapi karena aku selalu merepotkan para anggota Klan, setidaknya aku ingin menunjukkan rasa terima kasihku.”


Jauh lebih sederhana dibanding tahun lalu, tapi setidaknya ini tenang dan tak akan menimbulkan salah paham.


“Mungkin akan kuberikan pada siapa pun yang pertama kali bertemu denganku di hari itu...”


Ya, itu ide bagus. Dengan sistem siapa cepat dia dapat, ada unsur hunter juga di dalamnya, dan untuk ukuran diriku, ini termasuk ide yang lumayan.


Eva terdiam sejenak mendengar ideku, lalu bertanya dengan suara agak rendah,


“...Hadiah seperti apa yang akan Anda berikan?”


“Itu... tergantung orangnya. Ah, tapi anggota Strange Grief, seperti Liz dan yang lainnya, akan kukecualikan.”


“...Kenapa begitu?”


Eva tampak serius. Apa aku barusan mengatakan sesuatu yang aneh?


“Kenapa? Soalnya kalau aku ikutkan mereka, bisa-bisa dibilang aku pilih kasih. Lagipula, kalau soal memberi hadiah ke Liz dan yang lainnya, aku bisa lakukan kapan saja. Ah, tenang, aku akan siapkan semuanya sendiri, jadi kau tak perlu repot-repot, Eva.”


Kupikir dia khawatir soal anggaran, jadi kutambahkan penjelasan itu, tapi ekspresi Eva tak berubah.


“...Ini kan hari jadi pendirian, loh?”


“Hm? Ah, benar juga. Harus jadi acara yang pantas untuk hari itu, ya. Wah, aku jadi tak sabar...”


Kepada Eva yang seakan ingin memastikannya sekali lagi, aku menjawab dengan senyum penuh gaya hard-boiled.


◇◇◇


“Hei, ini gawat, semuanya! Katanya, acara hari jadi Klan kali ini adalah kejar-kejaran! Katanya, bagi hunter yang payah sampai tertangkap oleh Senpen Banka, akan dijatuhi hukuman berupa ‘Seribu Ujian’ sebagai penalti!!”


“Apa!?”


Suara teriakan menggema di lounge yang sebelumnya dipenuhi suasana tenang dan damai.









Liburan Musim Panas Krai Andrey



“Vila di tepi pantai sudah selesai dibangun... Kalau berkenan, maukah datang berkunjung?”


Di ruang Master Klan yang sejuk berkat pendingin ruangan, Sitri menyampaikan ajakan itu sambil tersenyum cerah. Saat itu adalah puncak musim panas—matahari bersinar terik dan suhu udara sangat tinggi, hingga aku yang sudah lama hampir tidak pernah keluar rumah pun merasa lemas.


Aku bangkit dari kursi tempat tubuhku bersandar lemas, dan memandangi Sitri yang seperti biasa tampak penuh semangat.


Sitri Smart adalah salah satu orang terkaya di antara anggota Strange Grief. Dia punya banyak uang, koneksi yang luas di berbagai bidang, dan bahkan memiliki villa sendiri. Dan yang lebih luar biasa lagi, dia tetap bersikap baik kepadaku—yang miskin dan bahkan punya utang dalam jumlah besar.


“Aku membangunnya untuk penelitian kelautan... Tapi karena tak ada orang di sana, suasananya sangat tenang... dan lautnya juga sangat indah. Fasilitasnya pun cukup lengkap, bahkan bisa dijadikan tempat persembunyian kalau terjadi sesuatu.”


Sitri berkata begitu dengan wajah terpana seolah sedang membayangkannya. Seperti biasa, semua yang ia lakukan berskala besar. Sementara aku hanya melamun, dia sudah berkembang begitu pesat.


“Pantai, ya... Sudah lama tidak ke sana.”


“Kita bisa main air, atau memancing juga sepertinya seru. Melihat bintang pun bisa, dan matahari terbenam pasti sangat romantis.”


Pintar juga dia membujuk. Tapi memang, setelah mendengarnya, aku mulai merasa kalau pantai bukan ide yang buruk. Ini musim panas, dan meski panas, hanya berdiam diri di dalam ruangan sepanjang waktu juga tidak sehat. Kalau dia mengajakku pergi ke Treasure Hall, aku pasti akan menolak mentah-mentah, tapi kalau hanya untuk bersenang-senang, aku sangat menyambutnya.


“Aku juga... beli baju renang baru. Ukurannya jadi agak sempit di bagian dada...”


Sitri berkata begitu dengan wajah agak malu. Karena selalu tertutup jubah, tidak mudah disadari, tapi sebenarnya Sitri memiliki postur tubuh yang bagus. Tapi rasanya itu bukan hal yang perlu dia sampaikan padaku...


Tapi ya... laut itu tempat yang berbahaya. Terutama laut dalam—dunia yang penuh misteri dan tidak tahu apa yang akan muncul dari sana. Makhluk-makhluknya juga jauh lebih besar daripada yang hidup di darat. Tapi kalau terus takut, kita tidak akan pernah bisa melakukan apa pun.


“Selain itu, akhir-akhir ini kita tidak pernah main bersama... Kupikir akan menyenangkan kalau bisa membuat kenangan musim panas bersama...”


Kenangan, ya... Itu terdengar bagus. Kalau memang bisa mendapatkan kenangan yang berharga di tengah panasnya cuaca dan bahaya laut, aku rasa itu sepadan.


“Benar juga... Aku akhir-akhir ini terus-terusan menyendiri. Ayo kita pergi.”


“! Yaay! Janji ya, jangan lupa!”


Sitri mengepalkan tangan kecilnya sambil tersenyum secerah bunga yang mekar. Jangan-jangan... aku dikira orang yang susah diajak main?


Kalau dia mengajak, tentu saja aku akan pergi main. Waktu dia mengundangku ke rumahnya dulu, aku sampai lupa waktu dan jadi terlalu malas, jadi sedikit khawatir juga. Tapi kalau hanya vila, seharusnya tak masalah. Lagi pula, aku lebih suka laut daripada gunung.


Agar Sitri bisa mendapat kenangan indah, aku harus bersiap dengan sebaik mungkin... Dengan semangat yang sudah lama tidak kurasakan, aku memutuskan untuk pergi mengecek apakah Luke dan yang lainnya sedang senggang.


◇◇◇


Di bawah sinar matahari yang menyengat, terbentang laut biru kobalt sejauh mata memandang. Pantai yang tidak begitu jauh dari ibu kota kekaisaran ini tampaknya tempat tersembunyi, karena tak terlihat bayangan orang lain. Satu-satunya bangunan buatan manusia hanyalah vila modern nan bergaya milik Sitri yang dibangun di atas pasir, tetapi anehnya, vila itu menyatu dengan pemandangan sekitarnya tanpa terasa janggal.


Di tengah hamparan luas pasir putih, seorang pria berambut merah—Luke Sykol—berteriak dengan penuh semangat hanya mengenakan celana dalam.


“UOOOOOOOOOOOHH!! LAUTTTTTTTTT!!”


“Hmm, untuk seukuran Sitri, pilihan tempat ini lumayan juga,” ujar Liz sambil mengamati sekeliling.


“Waaah! Tempat ini indah sekali, Master!” seru Tino dengan penuh semangat. 


Meski mengenakan pakaian renang, penampilan Liz tak jauh berbeda dengan biasanya karena tetap tertutup. Sebaliknya, Tino tampil dengan pakaian renang yang cerah dan manis dihiasi pita.


Akhirnya, setelah sejak pagi terus menunjukkan wajah masam, Sitri pun ikut berteriak.


“Kenapa… kenapa semua ada di sini, Krai-san!?”


“Eh…? Bukannya memang kita ke sini bersama-sama?”


Aku mengira kami akan pergi bersama seperti biasa. Lagipula, aku hanya ingin meringankan beban Sitri. Rupanya, aku salah paham. Sitri gemetar kecil, menatapku dengan ekspresi yang mengingatkanku pada masa lalu saat dia masih pemalu.


“Aku ingin… hanya kita berdua hari ini…”


“Ah… maaf ya. Tapi, begini… laut itu kan berbahaya.”


“Yang paling berbahaya justru Sit sendiri, kurasa…” gumam adik angkatku, Lucia, sambil menyilangkan tangan di depan dada. 


Meski wajahnya masam, penampilannya mencerminkan musim panas seperti yang lain: kulit putihnya yang biasanya tertutup jubah kini tersingkap dan memantulkan cahaya matahari.


Satu-satunya yang masih mengenakan jubah panas hanyalah Sitri. Aku merasa bersalah.


“...Tapi, aku tidak melihat Eliza-san dan Onii-chan…”


“Ansem ada urusan. Katanya, bersenang-senanglah berdua.”


Eliza? Hilang dan belum ditemukan.


“...Begitu ya. Jadi hanya Onii-chan yang ada di pihakku…”


Bukan begitu. Semua tidak bermaksud jahat. Mereka hanya ingin menikmati laut.


Lagipula, datang ke laut bersama semua orang pasti lebih menyenangkan daripada hanya berdua. Meskipun, ya, ini memang kesalahanku.


Aku memijat bahu Sitri dari belakang, mencoba memperbaiki suasana hatinya yang murung.


“Aku ingin lihat baju renang barumu, Sitri. Aku sudah menantikannya.”


“……”


“Lagipula, Luke dan yang lainnya itu semacam pengawal. Soalnya laut itu kan bahaya…”


“Pengawal!? Tadi kau bilang pengawal, ya!?”


Meski aku sedang bicara pada Sitri, Luke yang sedang berlarian di pinggir pantai langsung berlari mendekat, membangkitkan debu pasir. Ia mengenakan celana renang merah menyala. Tadi pagi, dia hampir saja telanjang bulat sebelum dicegah.


Dengan mata berbinar, dia berseru, “Musuhku! Siapa pun itu! Akan kutebas semuanya! Hari ini tanganku benar-benar gatal ingin bertarung!”


“Err… mungkin… kura-kura? Yang sebesar pulau.”


“UOOOHHH! Itu layak untuk ditebas!!”


Benar-benar penuh semangat.


“Kalau Liz… mungkin hiu, ya.”


“EHH!? Aku mau main dengan Krai-chaaan!”


“Tino… cumi-cumi besar, mungkin.”


“!?”


“Pemimpin, tolong hentikan gurauan macam itu! Itu pertanda buruk!”


Lucia panik dan langsung ikut campur. Aduh, cuma bercanda kok… jangan marah begitu.


Melihat semua orang tertawa dan bercanda, tampaknya Sitri mulai melunak. Dengan ekspresi agak tenang, dia berkata,


“Krai-san maukah kau membuat kenangan bersamaku?”


“Tentu saja. Kita buat kenangan indah.”


“…Bisakah… Krai-san juga mengoleskan sun oil untukku?”


“Aku yang akan mengoleskannya!”


Lucia langsung menjawab dengan nada tinggi sambil memotong, mencegah Sitri yang memandangku dengan mata memelas.


Langit… indah. Laut… indah. Minuman… lezat.


Laut… terbaik. Aku suka.


“Hei, Krai! Ini kura-kura yang dimaksud, kan!? Tapi sepertinya kecil sekali!? Salah kura-kura, ya?”


“Krai-chaan, ini hiunya, kan!? Ini, kan!? Ya sudah, aku sudah selesai, kan!?”


Luke dengan bangga menarik bangkai kura-kura ke pantai, sementara Liz juga membawa hiu besar sepanjang beberapa meter. Aku benar-benar tidak tahu dari mana mereka dapat semua itu.


“HAAAH!? Bajumu se-cabul itu! Dan pakai sun oil juga!? Tidak bisa dipercaya! Cuma karena punya dada agak besar… kau mau ngapain dengan Nii-san!?”


“I-itu bukan urusan, Lucia-chan kan! Lagipula aku membangun vila ini untuk menghabiskan waktu tenang bersama Krai-san! Jangan ganggu!”


Di depan vila, pertengkaran antara Lucia dan Sitri pun dimulai. Tampaknya mereka akan mulai baku hantam, tapi hubungan mereka seperti sahabat yang sering bertengkar. Sitri mengenakan bikini putih. Warnanya memang kalem dan tidak vulgar, tapi kainnya sangat minim.


Dari luar, Sitri terlihat pendiam, tapi ternyata cukup berani juga, ya.


“Baiklah! Akan kuoleskan banyak-banyak!”


“Hiyaa!”


Lucia menjerit, lalu mendorong Sitri hingga terjatuh, memaksanya telungkup dan mulai mengoleskan minyak di punggungnya dengan paksa.


Dengan wajah memerah karena malu, Sitri menggeliat sementara Lucia mengolesi seluruh punggungnya tanpa ampun. Lalu, dengan wajah tegang, dia berkata,


“Aku tahu kok… aku tahu maksudmu… Kau pasti juga mau disuruh mengoles bagian depan, kan!?”


“Eh!?”


“Biar aku saja yang oleskan! Dasar! Dasar mesum!”


“!?”


Jeritan Sitri menggema di pantai. Tangan Lucia dengan minyak memenuhi perut dan dada Sitri, bahkan menyelinap ke balik bikini-nya. Bikini itu pun jatuh, dan Sitri hanya bisa menggeliat. Wajahnya merah padam. Sementara itu, mata Lucia tajam dan tak bergeming.


“Ja… jangan di situuu! Bagian itu tidak terkena matahariii!”


“Kau selalu menggoda Nii-san! Mendekat seenaknya! Dari situlah party bisa hancur! Akan kubuat kau tak bisa memikirkannya lagi! Jangan lihat ke sini, Nii-san! Ini semua demi siapa, coba pikir!”


“…Kalian akrab sekali, ya.”


Padahal cuma mengoles minyak, tak perlu seheboh itu… malah aku yang ingin diolesi.


Aku memalingkan wajah dan hanya mendengarkan teriakan mereka. Setidaknya, bukan sesuatu yang pantas dilakukan di depanku.


Tiba-tiba, terdengar jeritan dari arah ombak.


“Masterrrr! Tidak bisa! Aku tidak bisaaa, Masterrrrrrr!!”


Tino tergantung di udara, terikat oleh tentakel. Yang melilitnya adalah gurita raksasa—bukan cumi-cumi, tapi gurita—dengan panjang lebih dari 10 meter.


Liz bertepuk tangan dengan riang gembira, sementara Luke menatap Tino yang malang dengan ekspresi serius.


Tino berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri, tetapi sepertinya permintaan tolongnya tidak sampai ke telinga gurunya.


“Ahahahahahahahaha! Apaan itu, Tii!? Itu bukan cumi-cumi, tapi gurita! Kau bahkan tidak bisa membedakan cumi dan gurita!? Lucu sekali!”


“Tunggu dulu... Kalau kata-kata Krai benar, bisa jadi itu memang cumi-cumi. Aku tahu kok, kalau tentakelnya sepuluh, itu cumi. Aku akan menghitungnya dengan serius.”


Satu-satunya yang bisa bicara tapi tidak punya kekuatan, aku hanya duduk santai di kursi sambil memberi perintah.


“Maaf, tapi apa ada yang bisa tolong bantuin Tino?”


Kenapa bisa jadi begini padahal kami cuma mau bersenang-senang di laut?


Sejak dulu, aku memang kurang beruntung. Tidak pernah menang undian, dan dalam batu-kertas-gunting pun selalu kalah. Sejak jadi hunter, nasib sialku makin menjadi-jadi... Tapi kurasa aku sudah cukup terbiasa.


Setidaknya aku tahu betapa bahayanya laut. Penyu, hiu, gurita (atau cumi?)—semua itu sudah kuperhitungkan. Karena itulah aku membawa Luke dan yang lainnya. Aku tetap akan bersenang-senang! ...Walau aku tidak akan masuk ke laut.


“Masterrrrrrrr! Aku takut sekali!!”


Saat aku sedang menikmati jus tropikal spesial buatan Sitri sambil memandangi cakrawala, Tino yang telah berhasil diselamatkan berlari ke arahku dalam balutan baju renang.


Padahal tadi dia diikat dan diputar-putar oleh tentakel, tapi ternyata hanya rambutnya yang agak berantakan, tanpa luka sedikit pun.


Tino memang anak yang tangguh. Sementara itu, Sitri yang sudah mengenakan kembali baju renangnya menatap ke arah sini sambil berseru hampir seperti menjerit.


“Lihat, Lucia-chan! Lihat! Tii-chan juga curang, kan!? Bukan cuma aku, kan!? Kau selalu menggangguku saja! Kalau mau gigit, ada target lain yang lebih cocok, kan!?”


“Tii itu... sudah seperti adik sendiri, jadi aku tidak punya maksud apa-apa...”


“!? Dengar ya! Tii-chan itu memang karakter adik, tapi dia bukan adik sungguhan seperti Lucia-chan! Kalau kau lengah, dia bisa langsung merebutnya darimu! Lihat! Dia benar-benar menggoda, kan!?”


“...Diamlah.”


Tino yang disebut ‘menggoda’ itu memang sedang melakukan gerakan yang, harus diakui, sangat menggoda.


Baju renangnya yang dihiasi pita dan renda memang agak kekanak-kanakan, tapi tetap terlihat sangat manis.


Bagian dadanya pun cukup ditonjolkan, dan kalau dia mendekat seperti itu, sulit untuk tidak ingin mengelus kepalanya. Dia sudah terpengaruh kebiasaan buruk dari gurunya.


Saat aku masih bingung bagaimana harus menghadapi Tino yang mendekat dan terlihat gelisah sambil berdiri di tempat yang pas untuk dielus kepalanya, pasangan anak liar Luke dan Liz datang dengan langkah mantap setelah mencabik-cabik gurita raksasa dengan tangan kosong.


“Walaupun punya banyak tangan, kalau tidak memegang pedang itu tidak ada artinya.”


“Sit, malam ini kita makan seafood, ya. Oh iya, Tii, kau tidak punya waktu buat main. Latihanmu kita mulai dari awal lagi.”


Apakah dua orang ini benar-benar tidak tahu rasa takut?


Liz menangkap tengkuk Tino yang berteriak ketakutan, lalu memutarnya di depan mata kami.


Bikini merah. Kulitnya yang sehat terbakar matahari memancarkan pesona yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ia tersenyum secerah matahari.


“Bagaimana, Krai-chan? Cocok tidak?”


“Cocok sekali. Tidak terlalu beda dari biasanya.”


“Oi, Krai! Aku juga cocok, kan?”


...Jangan bersaing begitu dong.


Penampilan Liz dalam balutan baju renang memang memanjakan mata, tapi kalau Luke sih aku benar-benar tidak peduli.


“Kau tidak bisa bawa pedang, kan?”


“Ah, ya. Soalnya mengganggu. Tapi justru dengan berlatih dalam kondisi ini, aku yakin bisa menjadi swordsman yang tak terkalahkan kapan pun!”


Luke mengatakannya dengan wajah serius. Seperti biasa, aku tak benar-benar mengerti maksudnya.


“Yah, pergilah bersenang-senang di laut.”


“Yeah! Ini kesempatan langka, aku akan main sebentar! Uoooooooohhh!!”


Aku tersenyum melihat Luke melompat ke laut seperti babi hutan.


Kabarnya, para swordsman yang kalah darinya akan kehilangan rasa percaya diri mereka karena kepribadiannya dan ketajaman pedangnya yang luar biasa.


Aku benar-benar bersyukur karena bukan seorang swordsman.


Kemudian, aku menyapa Lucia yang masih berhadapan dengan Sitri.


Meski mereka akrab, sayang rasanya kalau sudah di pantai tapi tidak menyentuh air sama sekali.


“Lucia, kau juga bermainlah di laut.”


“Eh... tapi...”


“Baju renangmu cocok, kok. Sekalian tolong tangkap bahan makan malam ya. Soalnya kalau begini terus, makan malam kita bakal jadi monster laut.”


“…………Haa. Baiklah. Benar-benar semaunya sendiri, ya, pemimpin...”


Lucia pun menggerutu sambil berjalan ke laut.


Karena Liz dan Luke memakan apapun termasuk monster, sejak dulu tugas mengumpulkan bahan makanan yang lebih layak memang dibebankan pada Lucia.


Sitri yang akhirnya bebas bisa tersenyum dan duduk di sampingku.


Kulitnya yang putih, biasanya tersembunyi di balik jubah, tampak bersinar di bawah sinar matahari.


Mungkin karena Lucia telah mengoleskan sun oil dengan teliti, kulitnya tampak berkilau memesona.


“Yah, maaf ya. Aku malah memanggil banyak orang.”


Seharusnya aku memastikan dulu sebelumnya. Tak kusangka dia merahasiakannya dariku.


“Tidak apa-apa... Aku juga seharusnya sudah menduganya. Tapi ini juga menyenangkan...”


Kami bukan tipe orang yang saling sungkan.


Ekspresi Sitri tidak menunjukkan kebohongan sedikit pun.


Sepertinya semua ini tidak sepenuhnya gagal.


“Dan... sekarang masih siang... Kalau bisa menyiasati Lucia-chan, maka malam nanti—“


“Sitri, kau tidak masuk ke laut?”


“Aku kurang suka karena lengket-lengket...”


Sitri tersenyum lebar dan mendekat padaku.


Dengan pakaian seperti itu, ketika dia mendekat dan bergesekan seperti itu, bahkan aku yang hanya teman masa kecilnya pun merasa sangat canggung.


Tapi kalau begitu, kenapa kau punya vila di tepi laut... Oh iya, katanya demi penelitian laut.


Sitri menyodorkan jus tambahan sambil tersenyum.


Bikini putihnya menyilaukan mata.


Rupanya benar kalau dadanya sudah berkembang, dan kalau tidak hati-hati, pandanganku bisa tersedot ke arah sana.


Padahal mereka berbagi gen yang sama, tapi perbedaan antara dia dan kakaknya sangat mencolok.


Mungkin karena kekuatan Mana Material.


“Krai-san... apa aku terlihat cocok?”


“Cocok sekali... terlihat cukup berani.”


Sitri tertawa kecil dengan malu, lalu melingkarkan lengannya ke lenganku.


Sentuhan lembut dan licin menekan lenganku.


Dia benar-benar punya semangat pelayanan yang tinggi.


Padahal aku tidak memintanya, tapi kalau dia tersenyum seperti itu, aku juga tak bisa berkata tidak... atau lebih tepatnya, aku memang tidak keberatan.


Cuacanya sungguh luar biasa. Matahari bersinar terik, udara dipenuhi aroma laut. Para teman masa kecil (dan murid) bersuka ria dengan pakaian renang mereka. Bahkan aku yang sudah terbiasa melihat mereka pun tetap terpana menyaksikan penampilan baru para gadis, termasuk Sitri, dalam balutan pakaian renang. Ditambah jus spesial yang manis—benar-benar tiada duanya. Vila ini juga sangat bergaya, bahkan memiliki kolam besar yang sepertinya merupakan tempat penampungan ikan hidup.


Namun, saat itu aku menyadari sesuatu yang aneh. Aku melepaskan tangan Sitri dan segera bangkit berdiri.


Aku menyipitkan mata. Di balik cakrawala—di perbatasan antara langit dan laut—ada semacam noda hitam yang perlahan meluas. Dalam sekejap, noda itu menyebar, menutupi langit seolah hendak menggerogoti segalanya, dan mendekat dengan cepat ke arah kami.


Awan. Awan hujan tebal yang sepenuhnya menutupi cahaya matahari. Kilat menyambar, dan tak lama kemudian suara guntur yang keras menggema.


Badai sedang datang. Padahal cuacanya cerah seperti ini... badai?


“……Maaf, ya…”


Sebenarnya, aku ini pembawa hujan. Biasanya tak separah ini, tapi dalam situasi seperti ini, aku sering memanggil badai dengan kemungkinan besar.


Mungkin ini hanya perasaanku saja, tapi riwayatnya sudah cukup jelas. Dan para gadis, termasuk Sitri, selalu saja ikut terseret dalam akibatnya. Liburan ke laut yang sudah mereka rencanakan ini jadi sia-sia. Sun oil-nya pun terbuang percuma.


Saat aku merasa bersalah, Sitri justru tidak mengatakan apa pun. Dia hanya terdiam, menatap cakrawala dengan mata terbelalak.


Aku juga kembali melihat ke arah sana. Di antara ombak besar, terlihat sesuatu berwarna hitam. Dengan penglihatanku yang terbatas, aku tidak bisa memastikan bentuknya dengan jelas—


Makhluk itu mendekat dengan cepat, diiringi awan petir dan badai. Apa itu…?


Lucia, yang sebelumnya sedang mencari makanan di laut, kembali dengan panik. Tino berlari ketakutan sambil mengangkat kedua tangannya, dikejar-kejar oleh Liz. Lalu… di mana Luke?


Seperti anak panah, Luke melesat keluar dari laut dan menghampiriku, berteriak penuh semangat.


“Kau lihat itu, Krai!? Sekumpulan cumi-cumi! Ternyata kau benar!”


Cumi-cumi!? Itu cumi-cumi!? ...Tidak seperti cumi-cumi yang kukenal.


Kalau pun itu cumi-cumi, itu pasti monster cumi-cumi. Dunia luar ini terlalu berbahaya. Atau mungkin aku memancarkan semacam feromon yang disukai monster… Kalau bisa memilih, aku lebih ingin disukai oleh gadis-gadis.


Sungguh, aku merasa sangat bersalah pada Sitri—Namun, ia tiba-tiba berteriak:


“Bukan begitu! Itu bukan sekadar cumi-cumi. Itu adalah manusia laut!”


Kadang-kadang, aku benar-benar tidak mengerti apa yang dikatakan Sitri.


Setetes air hujan jatuh ke wajahku. Awan hitam itu akhirnya sampai ke tempat kami.


Hujan dengan cepat bertambah deras, kilat menyambar berulang kali di langit yang gelap. Tidak seperti aku, teman-temanku tidak memakai Safe Ring, jadi jika tersambar petir, dampaknya akan sangat besar. Tapi mereka tampak tak peduli sama sekali. Aku sendiri, walau sudah lengkap memakai artefak meskipun hanya memakai pakaian renang, masih lebih takut terhadap petir. Aku sudah pernah tersambar sebelumnya, soalnya...


Ombak mengamuk menelan sebagian besar pantai. Liz dan Tino, yang sedang bermain di tepi ombak, ikut tersapu. Akhirnya, aku dapat melihat bentuk cumi-cumi yang dimaksud Luke.


Itu sedikit lebih kecil dari gurita raksasa yang tadi dilumpuhkan Luke, tapi tetap saja, ukurannya sangat besar. Dan jelas berbeda dari cumi biasa—setiap dari sepuluh tentakelnya menggenggam senjata, dan sepasang mata besar di kepalanya menatap kami dengan tajam. Ada kecerdasan yang bisa kurasakan dari tatapan itu.


Dan bukan hanya satu. Mereka muncul dari balik ombak dalam jumlah yang sangat banyak. Ini gawat.


Apa-apaan itu... gawat. Aku tidak bisa bilang apa-apa selain “gawat”. Aku berdiri dari kursi, tertegun. Vila Sitri memang sangat indah, tapi sepertinya tidak dibangun untuk pertahanan tinggi. Apa kami bisa bertahan di dalamnya?


Apakah cuaca buruk ini, petir ini, datang bersama para monster itu?


Seekor cumi-cumi raksasa melompat dari ombak dan merayap ke pantai. Tekanan yang dipancarkannya begitu luar biasa.


Dan kemudian, hal yang tak terduga pun terjadi... ia mengeluarkan suara cempreng yang menyakitkan telinga.


“KALIAN, KAMILAH YANG KAU PENGGAL DEWA-NYA! OH, BETAPA MENYEDIHKANNYA…”


Bukan hanya bisa bicara—cumi-cumi raksasa itu melilitkan tentakelnya pada potongan kaki gurita besar yang sebelumnya dicincang Luke, lalu menangis keras. Ini benar-benar di luar kendali. Aku tidak tahu harus berbuat apa.


“TAK KAN KAMI AMPUNI... NYAWA KALIAN HARUS MENEBUS DOSA ITU!”


Para cumi-cumi mulai naik ke daratan satu per satu, mengarahkan senjata mereka ke arah kami.


Luke menatap dengan mata berbinar, lalu mengambil posisi bela diri karate. Ngomong-ngomong, sebelumnya dia pernah bilang ingin melawan swordsman dengan banyak tangan untuk mengasah keahliannya... syukurlah, ya. ...Kalau aku bersujud, kira-kira apakah mereka mau memaafkan kami?


Cumi-cumi itu merayap pelan-pelan, mengepung kami. ...Aku ingin pulang.


Maaf, Sitri-chan… Aku terus-menerus meminta maaf dalam hati. Di tengah hujan deras yang seakan menjungkirbalikkan dunia, Sitri yang diam sejak tadi akhirnya berteriak dengan suara bergetar. Matanya bersinar terang.


“I-Itu adalah manusia laut yang selama ini ingin kuteliti!! Kudengar mereka berada di sekitar sini, makanya aku membangun vila ini… Tapi aku tak menyangka akan menemukannya secepat ini!! Krai-san, terima kasih banyak… sungguh terima kasih!”


Kadang aku benar-benar tak mengerti apa yang dikatakan Sitri… Aku benar-benar tak paham.


Kilkil-kun yang sedari tadi menunggu di belakang Sitri menggeram dan melompat ke arah cumi terdekat. Itu menjadi sinyal bagi Luke untuk menyerbu tanpa senjata, sementara Lucia menjatuhkan petir ke tengah kerumunan cumi-cumi.


“Ah! Ah! Jangan, jangan! Tangkap mereka hidup-hidup! Usahakan tanpa luka!”


Sitri berteriak panik. Oh… jadi itu sebabnya dia membuat kolam di vila ini.


………Lain kali kita ke gunung saja. Laut memang terlalu berbahaya.


Dengan mata menyipit menatap “penangkapan massal” yang tiba-tiba dimulai, aku pun diam-diam mundur kembali ke dalam vila.






























Cara Membuat ‘Seribu Ujian’



Pekerjaan sebagai Treasure Hunter adalah salah satu profesi paling bebas di dunia ini.


Kemampuan, tujuan, bahkan aktivitas harian para hunter sangat beragam, dan bergabung dengan organisasi besar—Asosiasi Penjelajah—pun bukanlah suatu keharusan.


Namun lebih dari segalanya, Treasure Hunter adalah salah satu dari sedikit orang yang bisa berjalan bebas melintasi dunia ini.


Di luar kota, bahaya mengintai di setiap sudut. Ada monster yang hidup di sana, dan di atas leylines yang menyebar ke seluruh dunia seperti pembuluh darah, muncul pula phantom.


Meskipun antarkota umumnya terhubung oleh jalan utama yang sudah dibangun, itu pun tidak menjamin keamanan sepenuhnya.


Warga biasa harus disertai pengawal saat bepergian ke luar kota dan tak bisa berkeliaran bebas.


Di luar sana terdapat banyak tempat yang begitu indah hingga membuat orang takjub, juga reruntuhan peradaban kuno tersebar di berbagai tempat.


Bisa mengunjungi tempat-tempat itu kapan saja sesuai kehendak sendiri adalah salah satu kenikmatan terbesar menjadi seorang hunter.


Tentu saja, itu sangat berbahaya, tapi para hunter umumnya sangat ingin tahu, jadi mereka tak terlalu peduli pada risiko saat menjelajahi dunia luar.


Rasa ingin tahu. Jika ingin bertahan lama sebagai seorang hunter, kau harus tahu bagaimana memperlakukannya dengan bijak.


Jika terlalu nekat masuk ke dalam bahaya, seorang hunter akan membayar harga nyawanya sendiri.


Ada pepatah: Yang membunuh hunter hanyalah rasa ingin tahu itu sendiri.


Bisa dibilang, seorang hunter selalu harus berjuang melawan egonya sendiri.


Para anggota Strange Grief juga, seperti halnya para hunter level tinggi lainnya, sangat haus rasa ingin tahu.


Begitu mendengar kabar ada monster kuat tersesat ke jalan utama, mereka langsung bergegas melihatnya—dan sekalian membasminya.


Jika ada bandit yang bersembunyi di hutan, mereka langsung menyergap sebelum pasukan kesatria datang, bahkan ketika para bandit itu sudah bersiaga penuh.


Dan mereka melakukannya hanya dalam party kecil—jadi sebagai pemimpin sekaligus penunggu markas seperti diriku, aku terus dibuat cemas.


Ruang Master Klan First Step.


Seperti biasa, aku tengah menunggu mereka pulang sambil menulis sesuatu di buku catatan tebal dengan pena.


Saat itulah Eva, yang kebetulan sedang datang untuk memberikan laporan, menegurku.


“Menulis, ya… jarang sekali. Apakah itu pekerjaan? Kalau bisa aku bantu, aku akan—”


“Ah, terima kasih. Tapi tidak apa-apa, ini bukan pekerjaan kok. Aku sedang membuat Ensiklopedia Monster.”


“……Eh?”


Tulisan yang rapi adalah salah satu dari sedikit kelebihan yang bisa kubanggakan.


Memang tak berguna untuk berburu, tapi tergantung penggunaannya, bisa juga menjadi senjata.


Karena Eva terlihat tertarik, aku sodorkan Buku Ensiklopedia yang sedang kubuat padanya.


Sebagai seseorang yang rajin belajar dan kini sudah cukup menguasai dunia hunter, Eva membuka-buka buku itu dan memelototi isinya dengan curiga.


“……Sepertinya, semua nama monsternya tidak ada yang pernah aku dengar.”


“Yah, kalau monster biasa, sudah banyak ensiklopedia yang memuatnya, kan?”


Tentu saja isinya semua monster yang tak dikenal.


Ini adalah Ensiklopedia Monster khusus untuk anggota Strange Grief!


Isinya penuh dengan makhluk aneh dan misterius yang tak akan kau temui di buku manapun—mulai dari binatang buas yang kekuatannya tak masuk akal, hingga phantom yang bentuknya unik dan membuat orang penasaran hanya dengan membayangkannya.


Meski masih belum selesai, aku yakin buku ini akan sangat menggugah rasa ingin tahu Luke dan yang lainnya.


Dengan raut wajah serius yang tampak terkesan, Eva bergumam.


“Begitu ya… Ini Ensiklopedia Monster yang pernah dihadapi oleh Krai-san. Kalau aku saja tak mengenalnya, pasti monsternya sangat langka. Kalau dijual, harganya pasti sangat tinggi.”


“Yah, ini bukan buat dijual, sih.”


Lagipula, aku tak pernah benar-benar menghadapi monster-monster itu.


Karena buku ini adalah… Ensiklopedia Monster fiktif.


Sebelumnya aku sudah beberapa kali membuat buku teknik orisinal—mulai dari buku sihir, pedang, manual thief, hingga resep ramuan—dan membagikannya pada Lucia dan yang lainnya.


Ini hanyalah versi Ensiklopedia Monster dari itu semua.


Luke dan kawan-kawan suka dengan monster dan phantom berbahaya. Mereka selalu mencari pertempuran yang mendebarkan dan membuat darah berdesir.


Tujuan dari buku ini adalah agar mereka bisa sedikit beristirahat dari semua itu.


Monster-monster ini tak akan pernah ada di dunia nyata—mustahil ditemukan di manapun.


Kalau buku sihir dan teknik pedang masih bisa disalin, monster tidak bisa.


Artinya, selama mereka sibuk mencari monster-monster yang tak ada ini, mereka bisa beristirahat.


Itu bisa menggantikan semacam “ujian” yang kadang Luke minta—rencana yang sempurna.


“Tidak ada ilustrasinya ya… hmm, Namelgon? Ini jenis naga, ya?”


“Ah, itu salah satu karya andalanku.”


“……Maaf, barusan Anda bilang apa?”


Yah, meski aku cukup pandai menulis, aku benar-benar tak bisa menggambar…


Aku menerima kembali buku itu dari Eva yang masih tampak tak yakin, lalu kembali menggenggam pena.


Menciptakan monster buatan itu cukup merepotkan, tapi ini hal kecil yang masih bisa kulakukan demi Luke dan yang lainnya.


Aku pun menyemangati diriku sendiri sekali lagi.


Eva lalu berkata:


“Bolehkah aku menyalin ensiklopedia itu nanti?”


“Eeh… tidak boleh, itu ensiklopedia rahasia.”


Kalau sampai orang mengira itu buku sungguhan, bisa kacau.


Seperti buku sihir yang kuberikan pada Lucia—karena Lucia bisa meniru sihir yang ada di dalamnya, orang-orang malah mengira itu buku asli.


Tak boleh sampai terjadi kesalahpahaman yang sama.


◇◇◇


“Jadi, Buku Ensiklopedia Monster-nya sudah selesai, ya?”


“Ya, lumayan merepotkan juga... Tapi ini baru jilid pertama.”


Buku Ensiklopedia Monster buatan tanganku sendiri disambut dengan suka cita yang membuatku merasa bersalah oleh Luke. Saat aku memberikan buku pedang dulu pun, reaksinya yang luar biasa membuatku cukup merasa tidak enak, tapi sepertinya aku memang tidak belajar dari pengalaman.


Menciptakan monster ternyata jauh lebih sulit daripada yang aku bayangkan sebelumnya. Yang paling sulit, karena aku memilih buku catatan yang tebal, jadi mengisinya sampai penuh itu pekerjaan besar. Kalau cuma satu atau dua monster sih masih bisa, tapi kalau sampai sepuluh atau dua puluh, imajinasi juga bisa habis. Monster-monster di bagian akhir malah jadi daur ulang dari monster-monster yang sudah ada, dan dibandingkan dengan monster yang kubuat dengan penuh semangat di awal, jelas terasa seperti pekerjaan asal-asalan—tapi ya, anggap saja itu bagian dari pesonanya.


Eva menyampaikan informasi dengan ekspresi yang sulit diartikan.


“Sepertinya Luke-san dan yang lainnya sangat senang sampai-sampai mereka mencarinya siang malam dengan mata merah... Di lounge juga jadi bahan gosip. Semua orang bicara soal buku itu... karena Luke-san dan yang lainnya terus memamerkannya.”


Itu... benar-benar di luar dugaan. Sebenarnya aku sudah minta Luke dan yang lain untuk tidak sembarangan membicarakan isi buku itu, tapi sepertinya kegembiraan mereka meledak tak terkendali.


Dan kenyataan bahwa mereka mencari monster dari buku itu siang dan malam juga cukup mengejutkan. Mungkin ini cuma sementara, tapi kalau sampai mereka mengerahkan segalanya begitu, itu bukannya jadi istirahat malah tambah capek. Padahal aku sudah bilang, “Monster dalam buku itu langka dan kemungkinan besar kalian tidak akan menemukannya dengan mudah, jadi carilah di waktu luang saja.”—Kalau mereka punya semangat sebanyak itu, bagilah sedikit kepadaku juga.


Saat aku menghela napas, Eva bertanya dengan ragu-ragu.


“Jadi... um... para hunter lain di Klan ini juga penasaran... dan mereka minta salinan buku itu...”


Ini... sungguh merepotkan.


Kemampuan para hunter dalam menyelidiki sesuatu yang menarik perhatian mereka itu sangat tinggi. Karena Luke sudah dengan bangga memamerkan isinya, meskipun aku menolak sekarang, pada akhirnya mereka akan menyalinnya juga. Kalau sudah begitu, lebih baik aku yang mengendalikan bagaimana informasi itu dibagikan.


Aku menyilangkan tangan dan berkata dengan sikap yang dibuat-buat penting.


“Hmm, kalau memang sampai sebegitunya, ya sudah, tidak apa-apa... Tapi aku ingatkan, monster-monster yang tercantum di dalamnya itu semuanya langka dan berbahaya, jadi sebaiknya jangan menghadapi mereka dengan kemampuan setengah-setengah.”


“!? Sampai sebegitunya... Krai-san...”


“Dan juga, tolong pastikan agar informasi ini tidak keluar dari dalam Klan. Ini buku rahasia, lho.”


“Baik, aku mengerti.”


Eva menelan ludah dan mengangguk serius.


Monster-monster yang ada di dalam buku itu sebenarnya tidak benar-benar ada, jadi tidak ada bahaya apa pun. Tapi, karena aku membuat latar tempat tinggal mereka dengan tingkat realisme yang tinggi, dan itu adalah lokasi-lokasi yang berbahaya, akan jadi masalah besar kalau ada orang yang mempercayainya mentah-mentah, lalu mati gara-gara mencarinya. Aku tidak akan bisa tidur tenang kalau sampai ada korban gara-gara itu.


Kalau informasi ini hanya tersebar dalam lingkup Klan First Step, mungkin tidak akan terlalu jadi masalah. Para hunter di Klan ini semuanya sudah terbiasa dengan ocehanku yang sembarangan. Sekarang ini perhatian mereka tertuju karena Luke dan yang lain terlalu heboh, tapi kalau mereka mencari dan tidak menemukan apa pun, pada akhirnya juga akan menyerah.


Tapi tetap saja, pengaruhnya muncul terlalu cepat... Apa mereka sebegitu senggang?


Saat aku menghela napas sambil berpikir begitu, pintu ruangan Master Klan terbuka dengan keras.


Dengan semangat seolah ingin menerjang pintu, Luke masuk dalam keadaan seluruh tubuh dilumuri lumpur. Ia mengotori karpet ruangan tanpa ragu, berjalan masuk begitu saja ke dalam ruangan, lalu dengan wajah penuh suka cita mengabarkan sesuatu padaku.


“Krai! Aku akhirnya menemukan salah satu monster dari buku itu!”


“!? Eh? Serius?”


“Yah, aku cukup kesusahan. Sampai-sampai kubalik seluruh rawa, dan sempat khawatir kalau ternyata tidak ada...”


Luke mengangguk-angguk sambil bercerita. Tapi aku sendiri justru berpikir, ‘Bagaimana ini kalau ternyata benar-benar muncul?’


...Eh, tunggu dulu, ini serius? Dia benar-benar menemukan sesuatu yang seharusnya tidak ada? Itu sihir jenis apa?


Aku benar-benar bingung harus bagaimana. Sebenarnya, dia itu menemukan apa?


“Jadi, aku ingin Krai pastikan juga... Soalnya di buku itu tidak ada gambar, tapi ciri fisik dan tempat kemunculannya cocok semua. Aku juga sudah tanya ke ahli monster, katanya belum pernah lihat monster seperti itu—“


“Be-begitu ya. Mungkin cuma mirip saja, siapa tahu...”


Padahal aku menulis buku itu dengan cukup asal-asalan, tapi dunia ini benar-benar luas, ya.


Kalau penampilan dan tempat tinggalnya sesuai dengan yang kutulis dalam buku, yang padahal isinya cukup iseng, ya itu berarti memang monster dari buku itu. Hebat juga bisa ketemu.


“Namun, luar biasa juga kau bisa menemukannya... Monster yang kucantumkan di buku itu seharusnya sangat langka, tapi memang kau luar biasa, Luke. Ngomong-ngomong, monster apa yang kau temukan?”


Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku terhadap kebenaran yang muncul dari kebohongan, dan Luke menjawab dengan penuh percaya diri.


“Oh, itu... Namelgon, ya? Siapa sangka di rawa yang kukira sudah kutelusuri habis-habisan, ternyata masih ada monster kuat yang belum pernah kulihat. Sudah aku bawa ke lounge, ayo dicek!”


Ah, Namelgon. Namelgon, ya.


Kebetulan aku juga ingin melihatnya langsung... Soalnya, Namelgon itu sebenarnya hasil karyaku yang paling kubanggakan.


◇◇◇


Bangkai Namelgon yang diburu oleh Luke benar-benar berbeda dari bayanganku, tetapi ciri-ciri fisiknya ternyata cocok sempurna dengan deskripsi yang kutulis. Setelah menghubungi seorang ahli, diketahui bahwa makhluk itu ternyata adalah spesies baru, dan akhirnya benar-benar diberi nama Namelgon.


Pada akhirnya, dari semua makhluk dalam jilid pertama Buku Ensiklopedia Monster Orisinal, hanya makhluk itulah satu-satunya yang memiliki kecocokan sempurna antara deskripsi dan ciri-cirinya. Di dunia ini yang dipenuhi dengan phantom dan monster yang bercampur baur, kemunculan spesies baru bukanlah hal yang langka, tetapi kecocokan ini sungguh luar biasa dan hampir seperti sebuah keajaiban.


Karena hal itu, kredibilitas Buku Ensiklopedia Monster yang kubuat sebagai karya fiksi justru meningkat drastis, dan hal tersebut memicu berbagai keributan di dalam maupun di luar Klan terkait isi buku itu—


Tapi, itu adalah cerita lain──


◇◇◇


Ruang Master Klan. Saat aku sedang membuka lebar selembar perkamen besar dan menulis dengan pena tinta, Eva bertanya padaku.


“…Krai-san, kali ini Anda sedang menulis apa?”


“Peta harta karun.”


Tentu saja, itu ciptaanku sendiri.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close