NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ore no linazuke ni Natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Volume 2 Chapter 11 - 15

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 11 

【AriRaji Spoiler】

Masalah “Terlalu Sadar” versi Ranmu-sama


Pukul lima pagi.


Aku terbangun sebelum alarm berbunyi dan langsung bangkit duduk.

Di sampingku, Yuuka tidur nyenyak dengan wajah rileks seperti kucing, bibirnya bergerak sedikit sambil bermimpi. Dengan tidur pulas seperti itu, sepertinya ia tidak akan bangun dalam waktu dekat.


Skenario yang sempurna.


“…………”


Aku keluar kamar tidur dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara, lalu menuju komputer di ruang tamu. Segera kubuka situs yang jadi tujuanku, memejamkan mata, menarik napas panjang dalam-dalam──dan perlahan mengklik berkas audio radio internet itu.


“Halo semuanya, konnichiarisu. ‘Love Idol Dream! Alice Radio☆’ ──dimulai, sudah siap kan?”


Radio internet dari Arisute yang populer sejak akhir tahun lalu── dikenal dengan sebutan “AriRaji”. Program ini tidak memiliki MC tetap, melainkan menampilkan dua Alice Idol yang menjadi pembawa acara.


Formatnya: paruh pertama diisi percakapan dengan karakter, lalu paruh kedua berupa bincang-bincang bebas oleh para pengisi suara. Bagi para penggemar, ini benar-benar program dewa. Saat ini, AriRaji sedang dalam rangkaian acara spesial memperingati pengumuman “Delapan Alice”.


Berbeda dari format biasanya, kali ini satu dari “Delapan Alice” hadir bersama dua Alice Idol pendukung. Dan ini──sudah memasuki sesi ketiga.


“Jika bisa menjadi top idol, aku rela mengorbankan segalanya. Aku akan terus terbang hingga akhir──aku Ranmu, pengisi peran ‘Shinomiya Ranmu’. Salam kenal”


Ranmu-chan, salah satu dari “Delapan Alice”, yaitu “Alice Keenam”. Usianya enam belas, masih SMA. Sejak kecil ia sudah bersekolah musik, lalu bercita-cita menjadi idol nomor satu, terus berusaha dengan keras. Soal idol, ia tegas pada diri sendiri maupun orang lain, berkarakter dingin. Namun di luar itu, kehidupan pribadinya cukup ceroboh. Kesenjangan antara sisi cool dan sisi ceroboh itulah yang justru menambah popularitasnya.


“Saya ingin menjadi pelumas bagi semua orang. Jika semua bisa tertawa damai, saya pun bisa ikut tersenyum──saya Deru, pengisi peran ‘Hotta Deru’. Mohon dukungannya”


Deru-chan, peringkat delapan belas Alice Ranking. Berusia sembilan belas, lahir dari keluarga konglomerat minyak. Meski hidup serba berkecukupan, ia ingin memberikan senyum yang tidak bisa dibeli dengan uang. Lembut dari luar, namun sebenarnya berhati kuat──itulah pesonanya.


“Kenapa sih lesu begitu!? Ya ampun… lihat aku deh? Ayo tersenyum bersama Yuuna, pasti lebih menyenangkan kok! ──Aku Izumi Yuuna, pemeran Yuuna! Salam kenal ya!!”


Yuuna-chan, peringkat tiga puluh sembilan Alice Ranking. Seorang siswi SMP berusia empat belas tahun, yang bergabung jadi idol karena diajak adiknya, Nanami-chan. Ia selalu tersenyum dalam situasi apa pun, dan entah bagaimana, senyumnya menular pada orang sekitar. Ceria, polos, dan menawan. Namun ia sendiri agak minder karena masih kekanak-kanakan. Kadang mencoba bertingkah seperti gadis dewasa, atau pura-pura jadi penggoda kecil. Menggemaskan.

Dasarnya polos, jadi sering juga berbuat salah──tapi tetap menggemaskan. Seperti malaikat yang suci, peri yang murni, intinya sangat imut. Sebelumnya, ia berada di peringkat bawah, tapi kali ini melesat hingga masuk empat puluh besar. Benar-benar idola yang patut diperhitungkan.


──Tapi jujur saja, peringkat itu tidak penting bagiku. Karena bagaimanapun, bagiku Yuuna-chan selalu nomor satu, dan itu tak akan tergoyahkan meski dunia jungkir balik sekalipun.


“……Fuuuh”


Aku baru sadar ternyata sempat lupa bernapas, lalu menarik napas panjang. Sambil tetap duduk bersila di kursi, aku memusatkan seluruh perhatianku pada AriRaji.


Seperti pada event kemarin, bintang utama kali ini tetap salah satu dari “Delapan Alice”, yaitu Ranmu-chan. Sebagai pendukung, hadir pula Yuuna-chan dan Deru-chan, yang juga satu agensi dengannya dan banyak berinteraksi di event.


……Sebagian besar pendengar pasti menantikan Ranmu-chan. Itu wajar, karena popularitas Ranmu-chan memang luar biasa besar. Tapi bagiku, itu tidak penting. Sekalipun Ranmu-chan punya ribuan penggemar, aku akan mengalahkan semuanya dengan satu suara dukungan──untuk Yuuna-chan. Karena aku, setiap saat──adalah “Shinigami yang jatuh cinta” pada Yuuna-chan.


Lalu acara pun memasuki pertengahan. Segmen character talk usai, kini berganti ke free talk.


“Konnichiarisu. Aku Shinomiya Ranmu”


“Halo semuanya. Aku Hotta Deru, konnichiarisuー”


“Konnichiarishu! ……Eh, lidahku keseleo!? Maaf… Aku Izumi Yuuna……”


“Astaga, Yuuna-chan. Baru mulai sudah salah ucap”


Momen salah ucap pun tetap imut sekali! Adegan tersandung lidah saja sudah cukup jadi lauk makan seratus kali!


Dalam hati, aku mengibaskan penlight sambil terus bersorak.


“Haaah… Kalau aku terus belepotan begini, nanti aku disangka ceroboh kayak Yuuna, ya kan?”


“Eh? Baru sadar? Bagi para pendengar, Yuuna-chan di kedua versinya memang sudah dianggap gadis ceroboh kok. Setidaknya, semua orang di agensi kami berpikir begitu”


“Eh!? Itu bohong kan, Hotta-san pasti melebih-lebihkan!?”


“Tidak dilebihkan, tidak dilebihkan. Kalau begitu, coba tanya langsung pada Ranmu”


“Ranmu-senpai! Barusan itu, pasti Hotta-san yang mengada-ada, kan!?”


Dengan kerja sama yang kompak bersama Hotta Deru, Izumi Yuuna ──atau tepatnya tunanganku, Yuuka──berhasil menghidupkan suasana.


Sungguh perkembangan yang luar biasa. Sungguh usaha yang patut dipuji. Hampir saja aku menangis, tapi tetap mengangguk kecil sambil kembali memusatkan perhatian pada radio internet itu.

“──Aku tidak tahu. Karena aku tidak tertarik pada hal seperti itu”


……Oke. Seperti yang diharapkan dari Shinomiya Ranmu, kecantikan dingin yang luar biasa. Inilah mungkin rahasia popularitasnya…… meski bagiku, tetap Yuuna-chan satu-satunya.



Setelah itu pun, Izumi Yuuna dan Hotta Deru terus menciptakan suasana akrab penuh canda, sementara Shinomiya Ranmu memotong dengan dingin.


“Hotta-san! Kenapa kalau memanggil saya pakai ‘-chan’, tapi kalau Ranmu-senpai dipanggil tanpa honorifik!?”


“Ah, aku tidak sadar sih, mungkin kebiasaan saja. Lagipula, Ranmu kan sudah lebih lama berkarier”


“Awalnya aku juga dipanggil ‘Ranmu-chan’, kan?”


“Benar juga. Tapi Ranmu itu, entah kenapa──bukan tipe yang cocok dipanggil ‘-chan’. Jadi tanpa sadar aku mulai memanggil langsung saja”


“Ehー? Itu terdengar istimewa ya? Curang sekali, Hotta-san!”


“Kalau begitu, Yuuna-chan juga sama, kan? Hanya Ranmu yang kamu panggil dengan ‘senpai’. Sebenarnya jarang sekali loh ada yang memanggilnya ‘senpai’?”


“Eh, begitu ya?”


“Kedengarannya seperti klub olahraga ya, kalau pakai ‘senpai’. Di Arisute, Rui-san juga lebih lama kariernya dariku, tapi aku tidak pernah memanggilnya ‘Rui-senpai’”


“Ah, Rui-san pernah main di anime yang ceritanya sepasang kekasih yang mengalahkan penyakit mematikan yang membuat orang meninggal saat jatuh cinta, kan? Itu benar-benar menyentuh──”


“Yuuna-chan, jangan bahas karya lain!!”


Anime itu memang baru-baru ini kami tonton bersama. 


Pernah, saat tampil di AriRaji sebelumnya, Yuuka menyamarkan kisah tentangku dengan kata ‘adik laki-laki’ lalu menyiarkannya ke seluruh negeri. Tolong, kali ini jangan mengulangi kesalahan yang sama. Itu hampir jadi insiden siaran langsung waktu itu.


“Ah, Anime itu, apa jangan-jangan kamu menontonnya bersama adikmu?”


“Benar! Animenya memang luar biasa, tapi aku lebih menyukai adikku!!”


Kenapa malah ditanya begitu, Hotta Deru!?


Aku langsung terkulai di atas keyboard.


“Ranmu mungkin belum tahu ya. Yuuna-chan itu cintanya pada adiknya sudah kelewat batas”


“Benarkah begitu, Yuuna?”


“Iya! Sejak pindah ke Tokyo, aku tinggal berdua dengan adikku!! Adikku itu hanya berisi kelucuan!! Benar-benar luar biasa! Kelucuan yang terus meluap!!”


“Apa-apaan sih gaya bicara itu…… Yuuna-chan, kamu tahu kan kalau sampai menyentuh adikmu itu melanggar hukum?”


Hei, Hotta Deru, jangan mendadak pasang muka kaget setelah kamu sendiri yang memancingnya! Kalau sudah memantik bom, tolong dibereskan juga!


“Yuuna──seberapa besar kamu menyayangi adikmu?”


“Aku mencintainya lebih dari apa pun di alam semesta”


Umpan tajam dari Shinomiya Ranmu langsung dijawab cepat oleh Yuuka. Pengakuan cinta pada tunangannya──disamarkan dengan ‘adik’──dan disiarkan ke seluruh negeri…… situasi macam apa ini.

Memalukan sekali, dan kalau sampai ketahuan, yang ada aku jadi bulan-bulanan para penggemar.


“Kalian sampai tidur bersama, berangkat sekolah bersama, benar-benar gawat ya. Tolong jangan sampai menimbulkan kasus, Yuuna-chan?”


“Kasus apa maksudnya!? Hotta-san, cara berpikir Anda tetap saja terlalu mesum──”


“……Aku, mencintai pekerjaan sebagai idol lebih dari apa pun di alam semesta”


Ranmu memotong pembicaraan dengan nada tegas.


“Demi menjadi top idol, aku siap mengorbankan segalanya. Aku sudah memutuskan hanya akan mencurahkan ‘cinta’ pada para penggemar. Jadi──aku tidak tertarik pada cinta”


“……U-um, Ranmu-senpai? Aku barusan sedang membicarakan adikku……”


“Maaf. Ekspresimu tadi benar-benar seperti gadis yang sedang jatuh cinta. Walau itu keluarga…… cinta berlebihan seperti itu, bisa menjadi penghalang saat ingin mencapai puncak idol. Hanya itu yang kupikirkan. Ya, meski pada akhirnya──itu jalan yang kamu pilih sendiri, jadi lakukan sesukamu”


“Seperti biasa, Ranmu! Idol yang paling disiplin memang kamu!!”


Hotta Deru menyelipkan komentar ringan, meski sepertinya── sengaja.


Untung saja suasana sedikit mencair karena ucapannya itu. Tapi perpaduan antara keteguhan Ranmu dan kepolosan alami Yuuna…… bisa jadi bom besar kalau salah langkah. Sebagai “Shinigami yang jatuh cinta”, instingku jelas berbisik begitu.


“……Kalau aku, selain menyayangi adikku, tentu saja aku juga sangat menyayangi para penggemar, dan menyayangi teman-teman Alice Idol yang berjuang bersama. Aku tipe yang berpikir──dengan banyak cinta di dalam diri, aku bisa tetap tersenyum dan bersemangat!”


“Sementara aku──akan mencurahkan seluruh cinta itu hanya pada pekerjaan sebagai idol. Dengan menuangkan kapasitas cinta yang terbatas ini hanya pada idol──kali ini aku pasti akan menjadi puncak Alice Idol, yaitu ‘Top Alice’”


“──S-Saya akan mendedikasikan seluruh minyakku! Cinta dan minyak, keduanya bisa menyelamatkan dunia!”


Di antara dua orang yang tidak mau mengalah dengan prinsip masing-masing, Deru-chan menyelipkan komentar dengan suara karakternya.

Mungkin sebagai bentuk dukungan senior seiyuu, hingga akhirnya keduanya pun beralih ke suara karakter.


“Yu-Yuuna itu! Kebahagiaan terbesarku adalah ketika semua orang bisa tersenyum bersama!! Jadi… hari ini pun aku akan berusaha sebagai idol, sekuat tenaga!!”

“Aku pasti akan mencapai ‘Top Alice’. Kutitipkan padamu untuk menunggu hari itu dengan penuh harap… dan jangan sampai tertinggal di belakang”


“Hahahaー. Memang ya, tiap karakter punya cara berpikir yang berbeda. Dan selain itu, masih banyak lagi anggota unik lainnya! Love Idol Dream! Alice Stage☆──tolong terus dukung kami yaー!”


────────────────────────────────────────


Blu-ray “Magical Girls, Retire Now!” sedang laris besar☆ 


Dalam edisi produksi perdana volume dua, disertakan mini drama “Putri dari Dunia Bersalju (?)”.


Kali ini juga dilengkapi pin badge dengan tanda tangan ‘si’ junior magical girl itu, seharga enam ribu tiga ratus yen! Dengan pesona para magical girl, dijamin bikin semua orang jatuh hati!! Kalau tidak beli──akan kusapu bersih☆



“Gyaaaaaaaaa!?”

“Uwaa!?”


Tepat setelah Hotta Deru dengan mulus memotong acara menuju iklan, teriakan nyaring menggema di dalam ruangan. Ketika aku panik menoleh, tampaklah Yuuka dengan rambut acak-acakan karena baru bangun tidur.


“Aku kan sudah bilang… jangan dengarkan itu saat aku tidur!”


“Sebaliknya, coba pikir. Kenapa aku tidak akan mendengarkan episode terbaik dengan Yuuna-chan sebagai penyiar?”


“Berisik! Jangan seenaknya membela diri begitu!”

Sambil mengusap-usap matanya, Yuuka mendekat dan memukul-mukul dadaku dengan tangannya yang mungil.


“…Aku tidak suka episode itu. Soalnya, gara-gara kata-kata Ranmu-senpai aku malah jadi terbawa emosi, dan ucapanku jadi agak tajam…”


“Menurutku sih tidak sampai setajam itu… Tapi maksudmu, kamu tidak mau aku mendengarkan sikapmu yang seperti itu?”


“…Bukan”


Yuuka lalu menyembunyikan wajahnya di dadaku, dan berbisik pelan.


“Padahal aku datang untuk mendukung Ranmu-senpai. Tapi malah membuat Ranmu-senpai merasa tidak nyaman… jadi aku jadi sedih. Itu sebabnya aku tidak suka episode itu”


Mendengar kata-kata itu, entah kenapa hatiku terasa hangat. Shinomiya Ranmu yang disiplin, dan Izumi Yuuna yang polos. Meski pendapat mereka sempat saling bertentangan, pada akhirnya akar dari Yuuka tetaplah──penuh dengan kebaikan.


Aku memilih untuk tidak berkata apa pun, hanya mengusap lembut kepala Yuuka. Karena pada tunangan yang berhati lembut ini… aku ingin membalasnya dengan senyuman, meski sedikit saja.


Ah──sebagai catatan. Aku tetap menonton sisa AriRaji setelah Yuuka benar-benar tertidur. Aku mengerti perasaan Yuuka. Tapi tetap saja, menonton program yang dibintangi Yuuna-chan tidak bisa aku lewatkan──sebagai “Shinigami yang jatuh cinta”.




Episode 12 

【Gawat】

Menyembunyikan Tunangan dari Teman Kelas Berujung Masalah Besar


"Yuu-kun, besok sudah mulai liburan musim panas ya!"


Kuncir kuda dengan kacamata. Seragam musim panas dengan blazer dipakai rapi sesuai aturan sekolah. Itu tampilan luar Yuuka. Tapi ekspresinya justru santai, khas wajah rumahnya.


Melihat kontras itu, aku refleks tersenyum. Di luar, Yuuka adalah siswi teladan yang tidak mencolok. Namun di depanku, ia selalu ceria dan penuh energi, benar-benar anak polos seperti biasanya.


"Aku ingin jalan-jalan lagi, kayak waktu itu."


Sambil menahan tawa saat mengingat sesuatu, Yuuka menutup mulut dengan tangannya.


Hei, sebentar. Sebentar lagi jalan mulai ramai, jadi sebaiknya kembali ke mode sekolah, kan?


"Yah, aku paham kalau kamu ingin jalan-jalan saat liburan… tapi hanya boleh di tempat yang tidak ramai, ya?"


"Eh!? Kalau begitu, taman hiburan yang namanya Tokyo tapi ternyata ada di Chiba itu…"


"Itu justru yang paling tidak boleh! Cari tempat lain, cari tempat lain."


"Kalau begitu, akuarium Sunshine di Ikebukuro…"

"Itu juga ramai… Yah, kita pikirkan lagi nanti saja. Santai."


"Benar juga. Lagipula, liburan musim panas kita baru saja mulai…!"


Hei, sebenarnya bahkan belum dimulai.


Yuuka yang entah kenapa sudah semangat berlebihan itu terlihat lucu, sampai aku tertawa kecil.


Begitu sampai di jalan besar, seperti biasa, aku dan Yuuka berjalan dengan sedikit jeda waktu agar tidak mencolok.



"Nee nee, Sakata! Nanti pas liburan musim panas, Nayu-chan pulang lagi nggak?"


Begitu aku duduk di bangku, Nihara langsung menyapaku dengan wajah ceria. Masa yang duduk di belakangku langsung bereaksi dengan wajah penuh tanda tanya.


"Nayu-chan? Kenapa tiba-tiba Nihara ngomongin Nayu-chan ke kamu, Yuuichi?"


Masa sudah sering main ke rumah sejak SMP. Jadi tentu dia tahu kondisi keluargaku, bahkan kenal dengan Nayu. Walau, karena sifat Nayu yang begitu, sikapnya ke Masa selalu sinis: "Hah? Kuramasa, nggak banget."


"Eh, ah… w-waktu itu, kebetulan beberapa hari saat dia mudik, kami ketemu di luar dengan Nihara-san."


"Ketemu? Kalian pergi bareng? Sama Nayu-chan?"


"Sakata kelihatan akrab banget sama Nayu-chan waktu belanja baju, lho, Kurai!"

"Nayu-chan… belanja baju!? Sama kamu!?"


Masa mendekat, menatapku serius.


"Itu pasti berat banget, Yuuichi… Kalau belanja sama Nayu-chan, kamu pasti cuma bisa nunggu sampai selesai, lalu dipaksa bawain semua belanjaannya, kan? Pasti capek banget, Yuuichi… Aku terharu kamu bisa bertahan…"


Masa, aku ngerti maksudmu, tapi reaksi berlebihanmu itu tolong hentikan, oke?


"Hm? Nungguin sampai selesai? Rasanya bukan kayak gitu deh?"


Nihara-san memiringkan kepala, penasaran.


Aku langsung merasa darahku mengalir turun, tubuh jadi dingin.


"Soalnya, Sakata itu lho. Dia nyuruh Nayu-chan pakai sweater super seksi banget. Dan Nayu-chan bener-bener makai, demi bikin Sakata senang. Jujur aja, aku sempat melihat sisi gelap dari fetish Sakata."


"Nayu-chan!? Pakai sweater super seksi!? Demi Yuuichi!?"


Maaf, Masa. Aku boleh meninju kamu sekali aja nggak? Pertanyaanmu wajar sih, tapi reaksimu itu… bikin masalah besar.


"A-a-apaan maksudnya, Yuuichi!?"


"Yah, itu… macam-macam lah…"


"Macam-macam gimana!? Adik ratu galak Nayu-chan, kok bisa jadi adik manja yang nurut demi kakaknya setelah balik dari luar negeri!?"


"Hei, kamu itu sebenarnya mikir apa tentang adikku?"

"…Serius deh, itu menjijikkan, Kurai."


Aku dan Nihara-san bersamaan memarahi Masa. Tapi tampaknya Nihara lebih penasaran dengan perbedaan persepsi itu, jadi ia bertanya lagi.


"Hei, Kurai. Menurut kamu, Nayu-chan itu anak yang kayak gimana sih?"


"Hm? Kalau Nayu-chan ya… singkatnya sih anak tomboy dengan dada rata! Bajunya biasanya jaket jeans, sampai-sampai susah ditebak itu laki-laki atau perempuan…"


"Dada rata… Pantas saja kamu nggak laku di kalangan perempuan, Kurai. Kalau terus lihat perempuan dengan cara itu, ya jelas mereka ilfeel. Jujur aja, aku jijik sih."


"Eh… Jadi aku nggak laku gara-gara itu…?"


Masa terdiam terpukul mendengar ucapan Nihara yang terlepas begitu saja. Tapi tanpa peduli, Nihara langsung mendekat ke arahku.


"Tomboy? Bukannya Nayu-chan justru feminin banget? Rambut panjang, mata besar, cara bicaranya pun…"


"Itu… kan makeover? Namanya juga anak remaja, pasti bisa berubah karena pengaruh teman, jadi beda dari dulu!"


"Tapi tetap saja. Masak iya, demi kakaknya sampai rela pakai sweater kayak gitu? Hm… Aku sih anak tunggal, jadi nggak paham perasaan itu. Eh, nee, Watanae-san!"


"────Ya?"


Mungkin ingin tahu pendapat orang lain, Nihara tiba-tiba 

menghentikan seorang siswi yang lewat. Dan tentu saja, yang lewat itu──tak lain adalah Yuuka.


Serius, kebetulan ini rasanya benar-benar seperti takdir yang usil.


"Hei, Watanae-san. Kamu punya adik nggak?"


"…Ada, memang."


"Entah adik laki-laki atau perempuan ya. Kalau adikmu tiba-tiba bilang, ‘Onee-chan, coba pakai baju ini dong,’ lalu bajunya super seksi gitu… Kamu bakal nurut nggak?"


"…Aku tidak paham maksud pertanyaanmu."


Dengan wajah tanpa ekspresi, Yuuka menjawab datar.


Yah… bahkan bukan Yuuka pun, siapa saja pasti bingung kalau diberi pertanyaan absurd begitu.


"Watanae-san, cukup dari sudut pandangmu saja… tolong jawab? Kalau adikmu berkata, 'Onee-chan, coba pakai baju ini,' lalu memberimu pakaian yang sangat terbuka, apa yang akan kamu pikirkan!?"


Yuuka menghela napas panjang, haa….


Lalu ia mengangkat dagunya sedikit dan menatap dengan ekspresi merendahkan.


"──Jangan meremehkan aku."


Suara yang begitu dingin hingga membuat bulu kuduk merinding. Sampai-sampai Nihara tidak bisa lagi melanjutkan kata-katanya.


"Aku memang berpikir begitu. Kalau begitu, permisi."


Bersamaan dengan ucapan Yuuka, bel tanda dimulainya homeroom pagi berbunyi. Begitulah, entah bagaimana, aku berhasil lolos dari topik pembicaraan tentang Nayu kali ini.



"Ah, Yuuka, mau teh?"


Setelah pulang sekolah, hal pertama yang kulakukan adalah mulai merebus air panas. Sekalian, aku juga mengambil kue castella pemberian orang dari lemari.


"Eh, a-ada apa ini, Yuu-kun?"


Melihatku seperti itu, Yuuka membuka mulutnya lebar-lebar, tampak terkejut. Biasanya Yuuka yang lebih cepat menyiapkan teh. Tapi meski kecurigaan Yuuka wajar, aku mengabaikannya begitu saja dan terus menyiapkan teh dengan tenang.


"Ah, selain castella, ada kerupuk juga, mau?"


"Maka dari itu! Kenapa sih kamu mendadak bersikap beda begini!?"


Yuuka melepas scrunchie dan menjatuhkan kuncir kudanya, lalu meletakkan kacamatanya di meja, menatapku dengan mata telanjang penuh sorotan dari bawah.


Karena belum berganti pakaian rumahan, kesannya seperti Yuuka versi tengah-tengah—antara Yuuka sekolah dan Yuuka rumah. Rasanya segar juga melihatnya seperti itu. Yuuka menatap wajahku terus, bibirnya maju sedikit.


"Jangan-jangan, kamu lagi marah?"


"Aku nggak marah, kok. Nih, tehnya, Yuuka."


"Kalau gitu… kamu lagi menyembunyikan sesuatu? Ada kan!? Pasti ada!!"


Tiba-tiba Yuuka menaikkan tensinya, mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dengan wajah kesal.


"Yuu-kun Baka!! Entah apa yang kamu sembunyiin, tapi dasar bodoh bodoh!!"


"T-tenang dulu! Bukan karena aku menyembunyikan sesuatu… malah aku kira kamu yang marah sama aku."


"…Eh? Aku? Marah sama Yuu-kun? Kenapa?"


Yuuka menurunkan tangannya, lalu terheran. Aku menelan ludah, lalu ragu-ragu menjelaskan.


"Soalnya, Nihara-san sempat nanya, 'Kalau adikmu nyuruh pakai baju super terbuka, apa kamu mau?' Terus kamu jawab…"


"──Jangan meremehkan aku."


Dengan suara sedingin es, Yuuka berbisik lagi. Biasanya, tanpa kacamata, Yuuka terlihat bermata sayu. Tapi entah kenapa, sekarang matanya seperti menajam penuh amarah. Melihatnya begitu, aku refleks melompat dan langsung jatuh berlutut, menunduk dalam-dalam.


Ya, ini yang disebut jumping dogeza.


"Eh!? Yuu-kun, ngapain sih!?"


"Atas kesalahanku yang besar ini, aku sungguh menyesal dan dengan 

tulus menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya──"


"Maka dari itu! Aku bilang, maksudnya apa sih!? Aduuuh, dasar!"


Ya tapi… gimana ya. Memang ada beberapa kesialan yang menumpuk, tapi tetap saja aku pernah menyuruh Yuuka memakai pakaian terbuka. 


Kupikir waktu itu dia menikmatinya seperti sedang fashion show, tapi siapa tahu dalam hatinya dia justru merendahkanku. Lagi pula, di siaran radionya dia sering menyebutku "adik." Makanya aku kira… kalimat "Jangan meremehkan aku" itu ditujukan untukku. Mendengar curahan hatiku, Yuuka menghela napas dalam-dalam.


"Um… Yuu-kun itu, bodoh ya?"


Aku perlahan mengangkat wajahku dari posisi dogeza. Di hadapanku, Yuuka menatap dengan dahi berkerut sambil menopang dagu dengan tangan, seperti sedang kebingungan.


"Kan pernah aku bilang, aku punya adik yang masih SMP? Cuma aku yang merantau ke Tokyo, adikku masih di kampung."


Aku mengangguk. Aku ingat. Pernah ia cerita begitu waktu Nayu pulang kampung dan bikin rumah jadi heboh.


"Adikku itu selalu memperlakukan aku seakan-akan aku lebih muda darinya, bukan 'kakak.' Dia suka usil banget… pokoknya nyebelin! Jadi kalau sampai dia ngelakuin hal kayak yang Nihara-san bilang tadi, aku bakal mikir, 'Jangan meremehkan aku.' Itu aja, titik!!"


"Eh… jadi, soal kebodohan yang kulakukan kemarin itu…"


"Jangan diungkit-ungkit terus, ih…"


Yuuka mulai memainkan ujung roknya dengan jari, kelihatan malu-

malu. Lalu ia memejamkan mata rapat-rapat.


"Ka-kalau sama Yuu-kun sih! Memang malu banget… tapi nggak apa-apa kok, aku mau memperlihatkannya!!"


Setelah mengatakannya, wajah Yuuka langsung merah padam.


Melihat itu, aku sendiri ikut merasakan pipiku memanas.


"T-tapi! Jangan kebablasan, ya… jangan sampai minta yang aneh-aneh terus… aku nggak suka."


"N-nggak kok! Aku nggak akan… tenang aja…"


Kami saling menatap, sama-sama gugup, suara berantakan.


Perlahan, Yuuka menutup matanya yang basah berkilau. Bibirnya rapat, sedikit bergetar.


────Saat itu, aku teringat hari ketika Yuuka pernah mengadakan mini-live khusus hanya untukku di rumah. Aku tanpa sadar menyeka bibirku dengan tangan. Lalu… meletakkan tanganku di bahunya.


"…Nn."


Yuuka mengeluarkan desahan kecil. Namun, meski begitu, ia tetap memejamkan mata dan menutup rapat bibirnya, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ingin mundur.


Aku merasa seolah semua suara di sekitar menghilang. Seperti hanya ada kami berdua di dunia ini—sebuah mimpi yang terasa nyata. Lalu, perlahan…Aku mendekatkan wajahku ke bibir Yuuka────


"…Heeey! Sa-ka-taa!!"


Tiba-tiba bel interkom berbunyi nyaring. Bersamaan dengan itu, terdengar suara yang sangat kukenal dari depan pintu masuk… dan aku serta Yuuka refleks menjauh satu sama lain dengan cepat.

Kami pun saling menatap wajah masing-masing.


"T-tadi itu… suara Nihara-san, kan?"


"N-Nihara-san!? T-tunggu, kalian… sampai dekat banget sampai dia bisa main ke rumahmu!?"


"Bukan begitu! Justru karena bukan, makanya aku sampai kaget begini!!"


Sementara itu, bel terus berbunyi pin-pon, pin-pon, berulang-ulang.


"Aneh banget, deh. Lampunya nyala, tapi… Sa-ka-taa!!"


Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, sepertinya aku tidak punya pilihan selain membukakan pintu…


"…Ada apa, Nihara-san?"


Aku membuka pintu dengan suara gacha, menatap wajah tamu tak terduga itu. Yang berdiri di sana adalah Nihara-san, mengenakan jaket berwarna pink, rok mini, dan sepatu bot panjang sampai paha. Pakaian kasualnya membuat kesan yang jauh berbeda dibandingkan dirinya di sekolah.


Ia tersenyum lebar dan berkata,


"Yahhoo, Sakata! Aku main ke sini, loh☆"


………? Eh… kenapa, tiba-tiba?



Episode 13 

【Laporan Situasi Genting】

Seorang gyaru tiba-tiba datang ke rumahku, padahal aku sudah punya tunangan…


"Hee, jadi ini rumah Sakata, ya? Kalau tinggal sendirian, bukannya terlalu luas?"


"Dulu waktu masih tinggal bareng ayah dan Nayu, rasanya biasa saja. Tapi memang kalau untuk 'tinggal sendirian', agak terasa besar sih. 'Tinggal sendirian', jadi ya lumayan luas!"


Aku menekankan kata tinggal sendirian sebanyak mungkin. Supaya tidak timbul prasangka yang aneh-aneh.


"Itu lebih penting lagi, Nihara-san… kenapa tiba-tiba datang ke rumahku? Atau, kenapa kamu tahu alamat rumahku?"


"Kan aku sudah bilang sebelumnya! 'Kalau sudah liburan musim panas, aku bakal masak ke rumahmu', gitu. Jadi ya, aku tanya alamatmu ke Kurai."


Masa…


Memang sih, dia pernah bilang mau datang untuk masak, tapi kupikir itu cuma bercanda. Sulit membedakan kapan seorang gyaru sedang serius atau bercanda.


"Oh iya! Nanti ajak juga Kurai sama yang lain, kita semua main di rumah Sakata!!"


Ucapan tak terduga dari Nihara-san membuatku hampir tersedak. Aku langsung menggeleng kuat-kuat, jelas menolak mentah-mentah.


"Dengarkan baik-baik, Nihara-san. Aku itu bukan orang populer kayak kamu, jadi tidak akan mengundang banyak orang buat main di rumah. Justru kebiasaan anak populer yang suka main masuk ke rumah orang seenaknya itu… sebaiknya kamu hentikan, tahu?"


"Itu nggak ada hubungannya sama populer atau enggak, deh? Lagi pula, Kurai yang cerita sendiri, loh! Katanya waktu SMP, kalian sering kumpul di rumah Sakata dan begadang sampai pagi buat pesta heboh."


Masa…!! Dan bukan pesta heboh, oke? Cuma begadang main game.


"Itu waktu kelas tiga SMP. Setelah itu, aku lahir kembali sebagai diriku yang baru. Jadi sejak SMA, aku sama sekali nggak pernah lagi nginep bareng banyak orang buat main."


"Hmm… tapi Kurai bilang, waktu kelas satu SMA pun kalian masih sering begadang berdua main game sampai pagi? Belakangan ini malah katanya kamu suka menolak ajakan main. Jadi, sejak kelas dua ini… ada apa?"


Masaaaaaaa…!! Jangan asal ceplas-ceplos semua hal ke orang lain! Belajarlah dari Ranmu-chan kesayanganmu, lebih tenang dan dingin menghadapi situasi, dong.


"Hubungan seperti itu jangan kamu sia-siakan, tahu? Teman yang bisa diajak heboh bareng pakai topik yang kamu suka itu… betul-betul berharga, lho."


"Kamu sendiri,Nihara-san, selalu rame-rame sama geng populer, kan?"


"Yah… memang rame sih. Tapi vibe-nya beda sama hubungan kayak kamu dan Kurai. Ya sudahlah, kamu nggak perlu paham juga."

Saat Nihara-san berkata begitu sambil tertawa, tiba-tiba──


Gatan!


Ada suara dari arah ruang tamu.


"Hm? Suara apa barusan… oh iya! Berarti Nayu-chan lagi ada di rumah, ya!"


Sambil berkata begitu, Nihara-san mulai melepas sepatu boots panjangnya yang sampai paha.


"Eh, tunggu dulu!? Jangan seenaknya masuk ke rumah orang dengan gerakan seluwes itu!"


"Ah, sudahlah, biarin ajaa~! Aku juga mau ketemu Nayu-chan, kok!"


Ketemu Nayu…


Jangan-jangan, yang dia maksud Nayu itu bukan sosok yang sebenarnya──atau lebih tepatnya, Yuuka sama sekali tidak berpenampilan seperti bayangan Nihara-san tentang Nayu!


"Nihara-san, tunggu dulu! Rumahku lagi berantakan, pokoknya banyak hal yang nggak bisa!"


"Uwah!? T-tunggu, Sakata! Kalau kamu tarik-tarik aku gitu, aku bisa jat──kyah!?"


Karena panik, aku menarik bajunya terlalu keras, dan Nihara-san kehilangan keseimbangan. Ia jatuh menimpaku, membuatku ikut terhempas ke belakang. Dan hasilnya──


Nihara-san menindih tubuhku. Dada besarnya menekan erat ke mulutku.

"Hyah!? T-tunggu, Sakata! Jangan embusin napas ke situ… ahn!"


"S-su… susah napas… lepasin…"


"Kyaaaaaaa!?"


Jeritan mirip adegan film horor bergema di seluruh lorong rumah. Terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa dari arah ruang tamu.


"Lepas! Lepas!! Nggak boleh nempel sedekat itu sama Yuu-kun!!"


"Agyaah!?"


Tak lama, rasa terhimpit di mulutku hilang──dada Nihara-san menjauh. Oksigen langsung mengalir deras ke otakku. Bersamaan dengan itu, muncul rasa putus asa. Karena suara barusan… jelas-jelas suara Yuuka.


"Aduh… sakit… eh? Hah?"


Aku perlahan bangkit. Di depanku, Nihara-san sedang mengusap belakang kepalanya dengan wajah bingung.


Ahh… jelas ini situasi yang tak bisa kuelak. Watanae Yuuka, yang entah kenapa berada di rumah Sakata Yuuichi. Hubungan kami pasti akan terbongkar. Lalu terseret lagi sampai identitas Yuuka sebagai Izumi Yuuna ketahuan, jadi skandal besar. Dan kehidupan SMA kami yang damai──akan berakhir.


"…Ah! Jadi benar, Nayu-chan sudah pulang, ya!"


────Hah? 


Dengan ragu, aku menoleh ke belakang. Dan yang kulihat adalah… bukan Yuuka. Rambut cokelat wig yang dibiarkan lurus, tidak diikat kuncir dua. Tanpa kacamata, dengan make-up yang menonjolkan bagian mata. Singkatnya──Yuuka sudah berubah menjadi Nayu versi yang dibayangkan Nihara-san.


"H-halo, Nihara-san!!"


Ia membungkuk sopan, lalu tersenyum manis.Meski masih mengenakan dress rumahan berwarna biru muda, sepertinya Yuuka buru-buru menyiapkan penampilan itu supaya tidak ketahuan Nihara-san.


Kerja bagus, Yuuka! Benar-benar sigap! 


Saat aku sempat berpikir begitu… Yuuka melirikku tajam. Dengan nada suara yang agak menusuk, ia berkata:


"Maaf ya. 'Kakak' sudah berbuat tidak sopan… Yuu-kun? Kalau kamu sampai senang hanya karena dada besar, itu menjijikkan, tahu? Hanya karena besar begitu…"


"Aku sama sekali tidak senang, oke!?"


"Masa sih? Tapi Yuu-kun itu kan, semakin besar dadanya, semakin suka, kan?"


"Tolong cepat luruskan kesalahpahaman itu…"


"Pfft! Ahaha!! Jadi begitu, ternyata Sakata dan adiknya akur sekali, ya!"


Nihara-san menahan perutnya sambil tertawa, sampai matanya berkaca-kaca melihat ke arah kami. Lalu ia menggenggam tangan Yuuka erat-erat.


"Nayu-chan, sudah lama ya! Kamu tetap imut banget!! Aku itu kalau lihat anak imut jadi terobati, makanya aku sudah nggak tahan banget pengin ketemu Nayu-chan lagi!"


"Ah… u-um. S-sebuah kehormatan, ya?"


Yuuka memiringkan kepala sambil sekali lagi menunduk memberi salam. Aku menatap mereka bergantian, dan…butir-butir keringat dingin menetes deras di punggungku.



"Haaah… teh buatan Nayu-chan memang luar biasa enak…"


Nihara-san tampak betah bersantai seorang diri. Sementara itu, aku dan Yuuka berbisik-bisik di balik tembok dapur.


"…Kenapa Nihara-san bisa-bisanya santai di rumah kita, hah? J-jangan-jangan, Yuu-kun… ini sengaja kamu lakukan untuk memamerkan perselingkuhan padaku!?"


"…Hei, logikamu salah. Tenangkan diri, coba ingat apa yang sudah terjadi. Gyaru populer itu justru musuh alami laki-laki penyendiri sepertiku, kan? Dia masuk ke rumah ini sepihak saja. Anggap saja seperti siluman Nurarihyon."


"…Benar juga. Yuu-kun bukan tipe yang main serong, kamu orang yang bersih… ehe."


Yuuka tersipu, tersenyum malu sendiri. Dia bisa marah-marah sendiri, lalu mendadak girang sendiri. Benar-benar sederhana sekali, dasar.


"Kalian berdua, lagi apa sih?"


Nihara-san yang duduk di sofa menegur kami yang masih bersembunyi di dapur.


"Ayo, Sakata! Cepat nyelam ke dadaku, deh. Aku ini terkenal lembut banget, loh☆ Oh, ini gosip di antara gadis-gadis, jadi tenang saja!"


Apa yang perlu ditenangkan, aku sama sekali tidak paham.


Di sampingku, Yuuka menatapku dengan mata menyipit curiga.


Ah, jadi ini rasanya dituduh tak bersalah, ya. Baiklah, mulai sekarang aku harus selalu pegang gantungan di kereta.


"Nihara-san. Aku tidak butuh hal-hal seperti itu, oke?"


"Betul sekali! Lagi pula, Yuu-kun itu adalah milik aku…!"


Aku buru-buru menutup mulut Yuuka. Ia meronta sambil menggumam tidak jelas, tapi aku mendekatkan suara pelan.


"…Yuuka? Barusan kamu mau bilang apa?"


"…Aku mau bilang Yuu-kun adalah tunanganku. Itu saja."


"…Kalau kamu benar-benar bilang itu, kira-kira apa yang akan terjadi?"


"…Begituan malah benar-benar lupa kupikirkan."


Yuuka menundukkan kepala kecil, tapi bibirnya masih manyun kesal. Ah, ini jelas-jelas pura-pura minta maaf, padahal sama sekali tidak menyesal. Jangan main-main dengan ucapan berbahaya seperti itu, serius deh…


"'Milik aku'? Maksudnya milik apa, Nayu-chan?"


Tiba-tiba, Nihara-san menyelipkan kepalanya ke dapur. Aku dan Yuuka refleks menjauh satu sama lain.

"A-ah, tidak… tidak ada, kok."


"Hahaha! Nayu-chan ternyata beda sama cerita Kurai, ya. Ternyata kamu itu suka banget sama kakakmu!"


"B-bukan… bukan berarti aku Brocon…"


"Tapi kamu suka Sakata, kan?"


"Iya."


Yuuka!


Aku buru-buru menarik gaun Yuuka supaya dia berhenti bicara. Serius, kalau Nayu yang asli dengar percakapan ini, darah bakal tumpah. Aku harus cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.


"Tapi memang sih, Nayu-chan itu imut banget… Sakata, aku iri punya adik seperti ini."


"B-benar! Aku bangga punya 'adik' seperti dia, 'adik'!"


"Cemburuan juga, makin terlihat betapa cintanya pada kakak, ya?"


"B-benarlah. Dia itu 'adik' yang tidak bisa lepas dari 'kakaknya'. Imut sekali, tapi ya sebatas 'adik'!!"


"Kalau Nayu-chan jadi 'adik tiri' aku… hmm! Kayaknya nggak buruk, deh!"


"B-ben… eh? Adik tiri Nihara-san… hmm?"


Aku sempat mengangguk, lalu sadar ada sesuatu yang janggal. Dan benar saja──Nihara-san pun melontarkan bom sesungguhnya.


"Nayu-chan! Seandainya aja nih, kalau aku jadi pacarnya Sakata… boleh nggak?"


"Tidak boleh, silakan pulang."


Dalam sekejap, Yuuka menolak habis-habisan ucapan Nihara-san.


"Kenapa sih? Aku kan bakal sayang sama Sakata, dan aku juga bakal manjain Nayu-chan. Percaya deh, aku sebenarnya perhatian banget."


"Aku tidak tahu dan tidak peduli. Silakan pulang, kamu mengganggu."


Yuuka mulai mendorong Nihara-san ke arah pintu masuk dengan kuat.


"Maaf ya. Nihara-san itu kan, cuma 'teman sekelas kakak', bukan? Selama ini tidak pernah ada tanda-tanda apa pun, lalu tiba-tiba bilang begitu… jelas saja kakakku bakal kebingungan. Dan maaf juga, tapi menurutku gyaru seperti Nihara-san sama sekali, se-sedikit pun, TIDAK cocok dengan kakakku yang penyendiri!"


Yuuka… itu tadi kena ke aku juga, loh.


"Selama ini memang belum ada tanda-tandanya sih…" gumam Nihara-san pelan.


"Sakata, waktu itu aku sempat berpikir… kalau kamu sudah bisa melupakan masa lalu, itu bagus. Tapi kalau sekarang malah ‘bernafsu’ pada ‘adik perempuan’… bukannya itu gawat banget? Begitulah menurutku."


"Eh? Jadi aku benar-benar dipandang seperti orang mesum gitu? Kamu serius?"


"Aku serius banget! Makanya, Momono-sama ini sampai kepikiran begini. Supaya Sakata bisa melupakan masa lalu dan tidak terjerumus ke penyimpangan aneh… aku harus turun tangan! Aku yang akan menyelamatkan Sakata, jadi pahlawannya!!"


"Kenapa ujung-ujungnya jadi begitu!?"


Memang khas gyaru. Aku sama sekali tidak mengerti bagaimana dia bisa sampai pada kesimpulan aneh itu. Dan di sampingku, Yuuka tampak seperti diselimuti api amarah.


"…Itu jelas-jelas tidak masuk akal. Karena itu… aku tidak akan pernah mengizinkannya!"


"Tapi kan? Cinta antara kakak dan adik itu, secara sosial sudah jelas dilarang. Lagipula, Sakata juga bukan tipe yang tiba-tiba bisa punya pacar, kan? Makanya, aku yang harus turun tangan…"


"Aduh! Kalau begitu, aku juga harus bicara, ya!? Sebenarnya aku ini adalah tunangan Yuu-kun──"


────Piiiiiiriririririii♪


Tepat saat aku nyaris pasrah dengan pikiran, "Ah, sudah tamat," ponselku berdering.


Syukurlah, perdebatan mereka berhenti tepat pada waktunya… tapi, ini siapa? Nomor tidak dikenal?


"Halo… ya, halo?"


『Cepat suruh orang selain keluarga pulang.』


"Hah? Suruh pulang orang selain keluarga? Maksudnya apa? Eh, siapa ini?"


『Kalau tidak mau mati, cepat usir mereka.』

"Eh, m-mati!? Maksudnya apa, sih!?"


Aku benar-benar kebingungan.


Entah bagaimana, Nihara-san seperti mengerti situasinya, ia menghela napas kecil lalu tersenyum.


"Aku nggak ngerti, tapi kalau suasananya lagi ribut begini, ya sudah deh, aku pulang dulu aja. Tapi──pendirianku tidak akan berubah, oke?"


"Tidak boleh! Aku tidak akan pernah menyerahkan Yuu-kun!!"


Dengan bibir mengerucut kesal, Yuuka mendorong Nihara-san keras-keras. Nihara-san hanya tertawa lebar, melambaikan tangan.


"Kalau begitu, sampai ketemu lagi ya, kalian berdua!"


Akhirnya, Nihara-san pun mundur dari rumah kami. Setelah memastikan itu, aku kembali berbicara pada penelepon tak dikenal.


"Sekarang tinggal keluarga saja, jadi… ehm…"


『──Aku tahu kok. Cih.』


Tiba-tiba suara di seberang berubah ke intonasi yang sangat familiar. Bersamaan dengan itu, terdengar suara langkah kaki turun dari lantai dua.────yang muncul adalah, Sakata Nayu asli.


"N-Nayu-chan!?"


"Kenapa kamu keluar begitu saja dari lantai dua!?"


Bertolak belakang dengan kepanikan kami, Nayu malah bicara santai.


"Aku nggak paham kenapa kalian kaget. Kan sekarang sudah mulai libur musim panas, kan? Jadi kupikir enak juga kalau pulang kampung sebentar. Karena itu, adik kesayangan ini pulang, buka pintu pakai kunci sendiri, lalu masuk. Selesai."


"Jadi… tadi itu kamu yang menelepon dengan nomor tak dikenal?"


"Soalnya pas aku pulang, ternyata ada gyaru asing ribut-ribut sama kalian. Nyebelin banget, mengganggu, jadi aku mau ngusir. Ya udah, aku telepon dari lantai dua buat nakut-nakutin."


Tipikal Nayu, memang. Bisa-bisanya terpikir menelepon dengan nomor tak dikenal. Yang kaget bukan Nihara-san, justru kami sendiri.


"Ya, tapi pada akhirnya malah tertolong. Makasih ya, Nay──"


"…Terus? Kenapa Yukua-chan tadi dipanggil pakai nama aku?"


Sebelum aku selesai bicara. Tatapan penuh amarah itu menusuk tajam, Nayu menatapku dengan mata melotot.


"Aku mau dengar penjelasan lengkapnya. Dan tergantung isinya… Nii-san, hukumannya mati."


Ah. Tamat sudah. Karena bagaimana pun aku menjelaskan, jelas tidak akan ada yang bisa membuat dia terima.……Hukuman mati, sudah pasti.




Episode 14

Kalau dimarahi habis-habisan oleh adik perempuan, kalian akan bagaimana?


"…Aku sudah mengerti. Nii-san, mati saja. Benar-benar mati saja."


Di karpet, aku duduk bersimpuh, sementara adikku yang asli—Sakata Nayu—memandangku dengan tatapan penuh penghinaan. Rambut hitam pendek, wajah androgini tanpa riasan. Ia mengenakan T-shirt pendek yang sampai menampakkan pusar, dilapisi jaket jeans, serta celana pendek. Dengan penampilan yang sulit disebut sebagai khas laki-laki atau perempuan itu, Nayu duduk di atas sofa, menyilangkan tangan dan kaki, lalu melontarkan sebuah decakan lidah yang keras.


"Cih… mati saja, bagaimana? Aku bisa memesankan lewat internet, guillotine."


"Guillotine itu sepertinya tidak dijual di toko daring, kan?"


"Aku tidak peduli. Lagi pula, jangan cari-cari alasan."


Hujan makian terus ia tujukan padaku, seakan aku bukan kakaknya. Dan sebenarnya barusan juga bukan alasan.


…Yah, memang begitu. Kalau mengingat rangkaian kejadian tadi, jelas adik perempuanku yang paling galak ini tidak mungkin tidak marah. 


Cerita bermula ketika Nihara-san melihat Yuuka sedang menyamar menjadi Izumi Yuuna. Untuk menghindari skandal atau gosip di sekolah, aku beralasan bahwa dia adalah adikku. Tapi entah kenapa, si gadis Gyaru itu malah datang ke rumah dan dengan tiba-tiba menyatakan diri sebagai pacarku. Aku sendiri, sambil menjelaskan, hanya bisa menghela napas panjang karena situasinya terlalu absurd.


Yah, aku sadar, asal-asalan membuat alasan sejak awal memang kesalahanku…


"Jadi maksudnya, Nii-san bukan hanya memakaikan Yuuka-chan sweater mesum itu, tapi kemudian bilang pada orang-orang kalau si cabul itu adalah aku? Haaah… benar-benar menjijikkan. Tidak bisa ditoleransi. Binatang mesum."


"Ca–cabul!? Nayu-chan, itu bukan karena aku suka memakainya, tahu!?"


"Yuuka-chan tidak salah. Dia hanya korban, dijadikan cabul gara-gara pelatihan cabul Nii-san."


"Itu sama sekali tidak terdengar seperti pembelaan, kan!? Bukannya begitu, aku serius!!"


Wajah Yuuka memerah, ia menjejakkan tangan dan kakinya dengan panik. Dengan wig yang sudah dilepas dan riasan yang dibersihkan, ia kini berpenampilan biasa. Rambut hitamnya yang agak mengembang ia goyangkan ke samping, berusaha keras menjelaskan.


"Haaah… aku baru pulang ke rumah setelah sekian lama, dan yang kudapati malah begini. Kembalikan semangatku yang seharusnya senang, sungguh."


"Maaf, untuk semua ini… Tapi jujur saja, aku benar-benar tertolong waktu kau menelepon dengan nomor tidak dikenal. Terima kasih, Nayu."


"…Cih. Meski dipuji, aku sama sekali tidak akan memaafkan."


Ia memalingkan wajah sambil tetap menebar racun lewat kata-katanya.


"Lagipula, apa-apaan gadis Gyaru itu? Gadis Gyaru yang mendekati Nii-san seperti itu, sama saja melihat satwa langka. Satwa langka yang dirayu… aku hanya bisa merasa ada firasat buruk."


"Nayu, Nayu, itu terlalu berlebihan menyebutku satwa langka…"


"Jangan membantah, Tunangan cabul, pelatih mesum."


"Nayu-chan! Perkataannya itu juga melukaiku, tahu!?"


Sambil terus meruntuhkan mental aku dan Yuuka, Nayu meletakkan tangannya di dagu, seolah berpikir, lalu bergumam sendiri.


"…Hei, Nii-san. gadis Gyaru itu, bukankah juga sekelas denganmu waktu SMP?"


"Hm? Ah, iya, kami sekelas saat kelas tiga SMP…"


"Kelas tiga, ya… Baiklah, aku sudah cukup paham."


Entah apa yang ia pahami, aku sendiri sama sekali tidak mengerti.

Kemudian Nayu berdiri dari sofa dan menudingku dengan tegas.


“Gyaru itu sejenis dengan iblis mesum itu. Serius."


"…Iblis mesum?"


"Kau tahu, kan. Orang itu. Rai… ugh, menyebut namanya saja membuatku muak… Ra–rai–rai… haah, haah…!!"


"Sungguh merepotkan, kau ini!? Aku sudah tahu siapa yang kau maksud, jadi berhenti saja!!"


Aku melirik Yuuka sekilas. Ia tersenyum kecut dengan wajah rumit, lalu bergumam pelan, "Ya, aku mengerti."

—Nonohana Raimu.


Cinta pertamaku, sekaligus simbol dari masa laluku yang memalukan.


"Aku bisa melihatnya. Iblis mesum itu bereinkarnasi jadi gadis Gyaru, lalu kembali mencoba menjebak Nii-san dengan rayuan murahan…"


"Khayalanmu luar biasa, ya."


Sejak peristiwa itu, Nayu terus membenci Raimu. Tapi bagiku… sebenarnya, akulah yang waktu itu sok keren dan sok gaul. Akulah yang merasa yakin sendiri, "Aku pasti bisa pacaran dengannya!"


Memang benar, diejek sekelas itu menyakitkan, tapi jalannya gosip itu pun sampai sekarang tidak pernah jelas. Semua itu memang trauma, tapi terhadap Raimu, aku tidak punya perasaan khusus, baik benci maupun suka. 


Meski begitu, Nayu sepertinya tidak bisa menerima hal itu.


"Nii-san, sekarang juga telepon Gyaru itu."


"Hah? Untuk apa?"


"Katakan padanya tegas-tegas, 'Perempuan murahan sepertimu, aku tidak butuh!'"


"Bodoh, ya kau ini?"


Kepalaku rasanya mulai pusing.


"Toh aku bahkan tidak tahu nomor Nihara-san… mana mungkin aku bertukar nomor dengan Gyaru?"


"Hm… benar juga."

"Sudah, sudah, Nayu-chan. Untuk sekarang—!"


Dengan suara ceria, Yuuka berdiri seakan ingin menghapus suasana tegang itu. Ia menepuk bahu Nayu yang sedang bermuka masam. Lalu tersenyum lebar, sampai membuat siapa pun yang melihatnya ikut merasa senang.


"Kau baru saja pulang, pasti lelah, kan? Biar aku masak sesuatu yang enak. Kita makan bersama dulu, lalu santai-santai, ya."


"Yuuka-chan…"


Pada saat itu, Nayu berubah menjadi lembut, sikap yang tak pernah ia tunjukkan padaku. Ia menundukkan wajah, bibirnya masih merengut, lalu berbisik:


"…Pepero."


"Baik! Satu porsi spaghetti peperoncino, siap dilayani!!"


Dengan gaya bercanda, Yuuka memberi hormat dengan tegap. Mendengar ucapan itu, Nayu sontak mengangkat pandangan.


"Bagaimana bisa langsung mengerti… hanya dari itu."


"Soalnya, waktu aku ke sini dulu, kamu juga pernah bilang ‘pepero~’ kan. Jadi aku tahu, hal kecil begitu saja sih gampang diingat."


"Orang normal biasanya tidak mengingat hal semacam itu."


"Hm… kalau yang bilang orang asing, mungkin aku sudah lupa. Tapi ini kan Nayu-chan. Mana mungkin aku lupa."


"…Yuuka-chan."


Yuuka lalu berkata, "Kalau begitu, tunggu sebentar ya," dan menghilang ke arah dapur. Sementara itu, Nayu berdiri mematung di tempat, terpaku menatap punggung Yuuka yang menjauh. Lalu, pelan ia bergumam.


"Yuuka-chan. Benar-benar malaikat."


Ah, akhirnya luluh. 


Nayu, yang terkenal dingin dan penuh sikap tsundere, bisa dibuat jinak oleh Yuuka… sungguh luar biasa. Aku masih larut dalam perasaan itu ketika—


"Kalau dibandingkan denganmu… sungguh tidak ada harapan!"


Sebuah sabetan tangan dengan kecepatan luar biasa menghantam rusukku yang tak sempat kubela. Sakitnya membuatku tidak bisa bersuara, hanya bisa meringkuk sambil menggeliat menahan perih.


Dari atas, Nayu menatapku lalu berbisik:


"Aku sudah memutuskan. Aku akan menghalau semua hama jahat selain Yuuka-chan."



—Menghalau semua hama jahat selain Yuuka-chan.


Karena ucapan yang begitu berbahaya itu, aku sempat cemas memikirkan apa yang akan ia lakukan. Namun, saat makan malam maupun setelah mandi, sikap Nayu tidak berbeda dari biasanya. Dengan T-shirt longgar dan celana pendek, ia bermalas-malasan di karpet sambil menatap serius kartu remi di tangannya.


"…Yuuka-chan, ‘Doubt’."


"Gyah!? "


Kartu-kartu di tangan Yuuka terlepas berhamburan ke lantai. Ia pun jatuh tertunduk lemas. Kalau bisa, jangan sampai menunduk sedalam itu. Tali bahu gaun biru mudanya jadi melorot, dan… yah, itu agak berbahaya dilihat.


"Aduh… padahal tinggal sedikit lagi aku bisa menang…"


"Yuuka-chan terlalu mudah ditebak. Semua terbaca jelas, sungguh."


"Nayu-chan itu terlalu jago menyembunyikan ekspresi…"


Kami bertiga—aku, Yuuka, dan Nayu—duduk santai di karpet sambil bermain kartu. Suasana antara Yuuka dan Nayu terasa lebih akrab dibandingkan pertemuan sebelumnya.


"Ah, Yuuka-chan. Itu pasti bohong, ya."


"Eh!? Kok bisa!? Ih, kenapa sih—!!"


…Melihat mereka berdua bercanda seperti itu, rasanya seperti melihat kakak-adik sungguhan. Yuuka yang polos, dan Nayu yang hanya bersikap jujur pada Yuuka. Menyaksikan mereka tertawa bersama begitu saja sudah cukup membuat hatiku hangat.


"Haaah… sudah empat kali berturut-turut aku kalah. Nayu-chan terlalu kuat."


"Bukan aku yang kuat, tapi Yuuka-chan yang terlalu lemah… tapi, aku jadi berpikir sesuatu."


Dengan pandangan serius, Nayu menatap Yuuka yang kehilangan semangat karena kalah. Lalu, dengan wajah tanpa ekspresi khasnya, ia berkata:

"Yuuka-chan sepertinya akan jadi ibu yang baik."


—Hah?


"Yuuka-chan itu benar-benar penyayang, penuh kasih, pasti akan sangat menyayangi anak-anak. Rasanya seperti ibu yang ideal. Sungguh."


"E-eh, masa? Aku tidak sehebat itu kok… hehehe."


"Tidak, kau pasti bisa. Bahkan sekarang pun sudah siap. Jadi—kau harus jadi Mama."


Begitu ucapnya, Nayu langsung berlari ke sudut ruang tamu.


Lalu—klik—lampu dimatikan.


"Kya!?"


Ruang tamu yang semula terang karena permainan kartu mendadak diselimuti kegelapan. Di tengah gelap, terdengar suara langkah berlari, kemudian teriakan kecil Yuuka.


"Hya!? A-ada seseorang dari belakang… m-memelukku erat…"


"Tenang saja, Yuuka-chan. Itu aku."


"Itu tidak menenangkan sama sekali, tahu!? Kenapa tiba-tiba kau memeluk Yuuka dari belakang!?"


"…Alasannya sederhana."


Suara helaan napas terdengar, sebelum pengumuman mengejutkan itu bergema di seluruh ruangan.


"Agar tidak ada hama yang mendekat, membuat fakta hubungan kalian berdua—itulah cara terbaik sekaligus tertinggi, bukan?"


"Pemikiranmu bahkan lebih bodoh daripada yang kukira!?"


Aku langsung lemas mendengar logika aneh itu.


"Hei, kau ini… sampai sebagai kakak, aku jadi benar-benar khawatir dengan masa depanmu."


"Jangan banyak alasan. Ambil keberanianmu. Tak perlu khawatir. Aku pun… akan berusaha sebaik mungkin sebagai bibi nanti!"


"Yang jadi masalah bukan itu!!"


"Aku tidak akan melihat, kok. Aku akan menutup mata. Jadi cepat saja, buat fakta hubungan kalian…"


"—Nayu-chan, bodoooh!!"


"Gyah!?"


Sebuah suara benturan terdengar. Disusul erangan kesakitan Nayu, "Ugh…"


Aku segera menyalakan kembali lampu ruang tamu.


"Nayu-chan, jangan begitu! Kali ini aku benar-benar marah, tahu!!"


Yuuka berdiri dengan kedua tangan di pinggang, menegur Nayu yang meringkuk di lantai. Wajahnya memerah lebih dari yang pernah kulihat sebelumnya.


Sementara itu, Nayu memegangi ulu hatinya sambil meringis kesakitan—sepertinya terkena sikutan.

"Nayu-chan, jangan lakukan lelucon seperti itu sembarangan! H-hal seperti ini… sangat penting bagi seorang gadis…!"


"B-bukan lelucon… aku benar-benar serius…"


"Itu malah lebih parah, kalau begitu!"


Akhirnya, Nayu yang jarang-jarang ditegur dengan serius pun harus mendengarkan Yuuka yang benar-benar marah. Dengan mata berkaca-kaca, ia hanya bisa bergumam lirih agar tidak terdengar jelas.


"…Semua ini gara-gara Nonohara Raimu."


Tidak bisa. Anak ini sama sekali tidak menyesal.



Episode 15

Gyaru: "Kamu suka dia, kan?"

Tunanganku: "Lalu?"

Perkembangan yang tak terduga


"Nee, Nii-san."


"Gyaa!?"


Aku yang sudah benar-benar tertidur lelap terbangun dengan cara paling buruk: sebuah bantal melayang dan menabrak wajahku.


Saat aku bangkit duduk, Yuuka yang berada di samping masih tertidur pulas, terdengar napasnya teratur. Dan di atas kepalaku, dalam balutan piyama, Nayu sedang menatapku dari atas.


"Ada apa, malam-malam begini...?"


Sambil menggaruk kepala, aku berdiri dan pergi ke ruang keluarga bersama Nayu. Sambil meneguk teh gandum dingin yang kuambil dari kulkas, aku menunggu Nayu membuka pembicaraan.


"……"


"…Nii-san. Itu… maksudku…"


Jarang sekali ia terbata-bata begini. Padahal biasanya selalu bicara sesuka hati.


Yah… aku kira aku sudah bisa menebak apa yang ingin dia bicarakan, jadi biar aku yang memulainya.


"Aku sama Nihara-san itu tidak ada apa-apa. Selain Yuuka, aku tidak 

pernah berpikir, apalagi berhubungan, dengan perempuan dunia nyata lainnya. Jadi, tenanglah dan pergilah."


Sejak insiden dengan Nihara-san beberapa hari lalu, belum sampai seminggu berlalu. Nayu lebih sering menghabiskan waktu dengan Yuuka, entah bermain atau jalan-jalan, dan kelihatan santai tinggal di rumah kami. Dan mulai besok, katanya dia akan bertemu teman-teman lama dan juga berlibur.


Sekalian pulang, dia memang berniat menikmati Jepang sepuasnya.


"…Soalnya aku beneran sudah menganggap Yuuka-chan itu kayak kakak ipar, Serius."


"Begitu ya."


"Kalau dipikir baik-baik, Nonohana Raimu dan seorang gyaru jelas tidak ada kaitannya, kan. Jadi soal Raimu itu memang sudah berlalu. Tapi… tetap saja aku khawatir. Nii-san itu benar-benar lemah kalau urusannya sama perempuan."


Kesannya jelek sekali. Selain jatuh cinta pada pandangan pertama pada Yuuna-chan dan pertunangan dengan Yuuka, tidak pernah ada cerita lain soal perempuan, kan?


"Dengar, ya… Justru karena Yuuka, aku bisa dengan tenang mempercayakanmu padanya."


"Hah? Kenapa malah bawa-bawa aku? A-aku sih tidak…"


"Kamu itu kan tidak pernah jujur. Tapi waktu aku melihat kamu bisa bersenang-senang bersama Yuuka… sebagai kakak, aku senang, tahu?"


Ibu kami tiba-tiba menghilang suatu hari. Ayah pun sempat tidak bersemangat untuk beberapa lama.

Lalu kakaknya yang dulu sok ceria tiba-tiba terpuruk mentalnya, lalu menjauhi perempuan dunia nyata.


Di rumah yang tidak tenang seperti itu, Nayu tumbuh tanpa bisa benar-benar manja. Itulah sebabnya, melihatmu bisa berhubungan dengan tulus bersama Yuuka… aku benar-benar merasa senang.


"Baik untukku, baik juga untukmu, Yuuka adalah orang yang sangat berharga. Karena itu… aku pun akan menjaganya baik-baik. Yuuna-chan itu beda dunia, tapi selain dia, tidak ada perempuan lain. Jadi jangan khawatir."


"…Hmph. Baiklah."


Ekspresi Nayu melunak. Lalu ia menatapku dengan wajah nakal.


"Kalau Nii-san berbohong… aku sumpelin seratus ekor landak ke mulut Nii-san, sungguh."


Dan begitulah, Nayu berangkat untuk berwisata menikmati Jepang bersama teman-temannya.


Sementara aku dan Yuuka. Mulai besok, akhirnya—kami akan berangkat untuk kegiatan belajar di luar sekolah.



Di sekolah kami, sebagai bagian dari kurikulum musim panas, sudah menjadi kebiasaan: kelas tiga ada study tour, dan kelas dua ada kegiatan belajar di luar sekolah. Dan kegiatan kali ini adalah—tinggal tiga hari dua malam di bumi perkemahan.


Bagi orang sepertiku yang tidak suka aktivitas luar ruang, pergi berkemah bersama teman-teman sekolah hanyalah sebuah penderitaan. Tapi selain itu, ada satu hal lain yang membuatku resah.


"Nee, Watanae-san! Sudah beberapa hari tidak bertemu, sehat-sehat saja, kan?"


"Biasa saja."


Di lapangan sekolah, sambil menunggu bus datang, semua orang bercanda ramai. 


Di tengah suasana itu, Nihara-san malah mulai mengganggu Yuuka. Berkacamata, rambut kuda, wajah dan sikap super kaku. Sulit dipercaya bahwa itu dan sosok Nayu (palsu) sebenarnya adalah orang yang sama. Tapi kalau sampai dua malam tiga hari, aku khawatir penyamarannya bisa ketahuan.


"Karena kita satu kelompok, ayo kita buat kegiatan luar sekolah ini jadi menyenangkan, ya, Watanae-san!"


"Mungkin."


Yuuka tetap dengan sikap dinginnya. Nihara-san tetap dengan mental baja.


Saat aku melamun melihat mereka, tiba-tiba mata kami bertemu—bahaya.


"……Ada apa, Sakata-kun?"


Dengan cepat, Yuuka membantu menutupi dengan sikap dinginnya.


"A-ah, tidak ada. Maaf ya."


Sebelum Nihara-san curiga, aku lebih baik segera menjauh. Sambil berterima kasih pada Yuuka yang tetap memasang wajah tanpa ekspresi, aku membalikkan badan.


"…Watanae-san, tidak boleh begitu. Kalau bersikap terlalu dingin, nanti Sakata salah paham, lho."


Tiba-tiba, aku mendengar suara lirih Nihara-san berbicara pada Yuuka dari belakang. Aku pura-pura tidak mendengar, tapi tetap mencuri dengar percakapan mereka.


"…Aku tidak mengerti maksudmu."


"Kalau kamu bicara dingin begitu, Sakata bisa salah sangka, kan? Bisa saja dia pikir, 'apa aku dibenci Watanae-san?'"


"…Lalu?"


Mungkin sedang menguji, Yuuka terdengar lebih ketus dari biasanya. Namun Nihara-san tampak tidak peduli, lalu menjatuhkan sebuah bom besar—


"Soalnya, Watanae-san… kamu suka Sakata, kan, sebagai lawan jenis?"


"A… apaa!?"


Yuuka yang biasanya selalu datar pun akhirnya goyah mendengar kata-kata tak terduga itu. Nihara-san malah mengangguk-angguk seolah sudah paham.


"Kan benar. Karena Watanae-san selalu memperhatikan Sakata. Tatapanmu ke dia itu… beda dengan tatapanmu ke laki-laki lain!"


"T-tidak berbeda! Itu cuma khayalanmu…"


Dengan aura "jangan ganggu aku", Yuuka berusaha memutuskan percakapan. Tapi si gyaru itu sama sekali tidak gentar.


"Yah, toh kegiatan ini masih lama. Nanti kita bisa bicarakan pelan-pelan, ya, Watanae-san?"



"Oi, Yuichi, kenapa mukamu begitu muram?"


Dalam bus yang bergoyang, saat aku melamun, Masa di kursi sebelah menoleh padaku.


"Hei, Masa. Misalnya, kalau kamu jadi tersangka kasus pembunuhan."


"Apa-apaan itu."


"Dengar dulu. Nah, tersangka itu punya ‘komplotan’. Kalau ada seorang gyaru yang mencurigakan, terus-terusan mendekati ‘komplotan’ itu… menurutmu gimana?"


"Apa-apaan sih… kayak gini? 'Penampilan gyaru, otak dewasa, namanya—Detektif Gyarun!' begitu maksudmu?"


Sambil bergumam, Masa menaruh tangannya di dagu, berpura-pura berpikir serius.


"Ya… soalnya kalau komplotannya sampai membuat kesalahan, itu bisa berakibat fatal. Jadi satu-satunya cara adalah memastikan gyaru itu tidak pernah berdua saja dengan komplotan, kan?"


"Benar juga… pada akhirnya, memang si pelaku yang harus mengawasi agar gyaru itu tidak terlalu dekat dengan komplotan."


"…Hei, jangan-jangan kamu benar-benar sudah membunuh seseorang?"


Masa menatapku dengan wajah penuh curiga, tapi aku memilih untuk mengabaikannya.


Di dalam bus, teman-teman sekelas tampak asyik bercanda dan mengobrol ramai. Sementara itu, di kursi tepat di depanku—


"Hei, hei, Watanae-san! Yuk makan camilan ini bareng."


"Tidak, terima kasih."


"Lalu, kemarin aku nonton TV. Ada aktor favoritku yang untuk pertama kalinya jadi pengisi suara film. Tapi ternyata suaranya super kaku banget. Menurutmu kenapa, ya? Memang aktor dan pengisi suara itu beda keahlian, kah?"


"Entahlah."


Entah bagaimana, Yuuka dan Nihara-san duduk berdampingan dan sejak tadi terus mengobrol.


Ya, meskipun perbandingannya kira-kira "Yuuka : Nihara-san = 1 : 99" dalam jumlah bicara. Kemungkinan besar memang Nihara-san yang meminta duduk di sebelahnya. Soalnya, di sekolah Yuuka dikenal kaku, dan hampir tidak ada teman dekat untuk duduk bersamanya. Jadi ia tidak punya alasan untuk menolak.

"Terus ya, temanku itu pernah upload foto selfie yang dia edit parah-parah. Hasilnya sampai viral banget, lho. Padahal wajah aslinya di sekolah itu jauh banget berbeda, haha!"


"Begitu."


…Kenapa ya, sejak tadi Nihara-san terus melempar topik-topik yang agak menyudutkan?


Soal pengisi suara, soal wajah berbeda di sekolah, lalu sebelumnya juga sempat bilang itu…


──"Soalnya, Watanae-san… kamu suka Sakata, kan, sebagai lawan jenis?"


Mungkinkah… jangan-jangan, Nihara-san sudah mulai menyadari sesuatu tentang rahasia Yuuka?



Sesampainya di perkemahan, kami pontang-panting mendirikan tenda hingga akhirnya selesai. 


Bagi orang sepertiku yang membenci aktivitas luar ruang, pekerjaan itu saja sudah cukup membuatku lelah dan kehilangan semangat.


"Hei, Yuuichi! Ayo kita pergi ke dalam hutan waktu jam bebas!"


"Energi kamu besar sekali, Masa. Memangnya kamu suka kegiatan luar ruang?"


"Mana mungkin! Aku juga tidak peduli dengan acara sekolah seperti ini. Tapi kalau ke dalam hutan, guru tidak akan menemukan kita, kan? Di sana kita bisa sembunyi-sembunyi main Arisute pakai ponselku…"


Kamu memang konsisten sekali. Aku jadi ingin menghormatimu.

"Tidak ah… aku capek. Aku mau istirahat di suatu tempat saja."


"Ya sudah. Kalau begitu, aku duluan ya! Aku mau pergi menemui Ranmu-sama di hutan!"


Dengan penuh semangat, Masa pun berlari menghilang di balik pepohonan lebat.


Setelah melihat punggungnya lenyap dari pandangan, aku sendirian berjalan ke arah sungai. Di bagian hilir banyak orang, jadi aku memilih duduk di tepi hulu yang lebih sepi. Air sungai yang terkena cahaya matahari berkilauan indah.


"…Yuu-kun!"


Saat aku tengah menikmati suara gemericik air, tiba-tiba terdengar suara memanggilku. Ketika menoleh, di sana berdiri Yuuka dalam versi "sekolah", tapi dengan senyum ceria khas "rumah".


"Aku lihat Yuu-kun pergi sendirian ke hulu, jadi aku menyusul ke sini."


Meski memakai kacamata, ketika tersenyum begini, matanya terlihat seperti agak menurun. Tergantung ekspresi, kadang ia tampak bermata sipit naik, kadang menurun. Aneh tapi menarik.


"Senang sih kamu datang… tapi kalau kita terlalu sering berdua begini, nanti orang jadi curiga. Apalagi kalau Nihara-san tahu."


"Nihara-san… dia memang curiga, ya? Soalnya kemarin tiba-tiba dia bertanya, 'kamu suka Yuu-kun, kan?' Aku hampir saja refleks menjawab 'iya' waktu itu."


"Astaga!? Seram sekali!"


"Tapi tidak apa-apa, kok! Mulai sekarang aku akan lebih hati-hati. 

Bagaimanapun juga, aku seorang seiyuu…soal akting, aku percaya diri!"


"──Hei, Watanae-san!!"


Tepat pada saat itu, terdengar suara Nihara-san dari kejauhan. Kulihat dia muncul sambil membawa ranselnya, menuju arah Yuuka yang berdiri di tepi sungai.


"K-kok Nihara-san bisa ke sini!?"


"A-aku juga tidak tahu, tapi aku harus segera sembunyi!"


Tidak jauh dari situ ada bebatuan besar yang menumpuk, membentuk bayangan. Aku cepat-cepat bersembunyi di sana, tepat saat Nihara-san tiba di dekat Yuuka.


"Haa, akhirnya ketemu. Tadi sempat bingung kamu pergi ke mana, Watanae-san."


"Ada perlu apa?"


Tatapan Yuuka mendadak berubah tajam seperti biasanya di sekolah. Tapi Nihara-san tetap tersenyum percaya diri tanpa gentar.


"Soal Sakata, sih."


Langsung to the point, tanpa basa-basi. Yuuka tetap tanpa ekspresi, seolah menunggu reaksi lawan.


Bagus, Yuuka. Tetap pertahankan wajah poker itu dan bertahanlah!


"Menurutku, Watanae-san dan Sakata itu kelihatan seperti pasangan serasi, tahu."


"Se-serius!?!"

Yuuka!?


"Ingat waktu di acara relawan di taman kanak-kanak? Saat itu kamu datang menyusul belakangan. Begitu aku lihat, aku langsung merasa harus tahu diri dan pergi. Karena kelihatan kalian berdua itu benar-benar cocok."


"B-begitukah…"


Yuuka!!


"──Jadi. Aku ingin tanya serius… Watanae-san, kamu suka Sakata, kan?"


"Tidak juga."


Dengan wajah tiba-tiba serius, Yuuka merapikan kacamatanya sambil menjawab.


Hei, jangan begitu! Bukankah tadi ekspresimu sudah jelas goyah!?

Mana katanya jago akting?


"…Watanae-san ini keras kepala juga, ya. Padahal barusan jelas-jelas terdengar seperti sedang membicarakan Sakata dengan penuh perasaan."


"Tidak juga."


"Aku merasa Sakata pernah bilang, kalau Watanae-san itu imut."


"Benarkah!?"


"Jadi, kau memang suka pada Sakata, kan?"


"Tidak juga."

Ini terlalu dipaksakan... Kalau aku sutradara anime, sudah kusuruh ambil ulang adegannya.


"Astaga... dengan sikap sejelas ini, kau masih mau berpura-pura mengelak, ya? Watanae-san."


"…Justru kau, Nihara-san. Mengapa sebegitu kerasnya menyinggung soal ini?"


"Aku ingin bisa bicara terus terang denganmu, Watanae-san. Jadi setidaknya, kalau memang kau menyukai Sakata, aku ingin kau mengakuinya. Oke?"


"Aku mengerti."


"Kalau begitu──kau suka Sakata?"


"Tidak juga."


"Aduuuh!!"


Percakapan tanpa ujung itu hanya berputar-putar. Namun meskipun begitu, Nihara-san tetap saja terus menanyai. Terhadap sikap keras kepala itu, Yuuka menghela napas panjang.


"Aku tidak boleh menceritakan tentang diriku pada orang lain. Nihara -san selalu terlihat bisa menceritakan apa saja kepada semua orang, jadi mungkin kau tidak akan bisa mengerti perasaan seperti ini."


"…Aku tidak selalu bisa menceritakan segalanya, tahu."


Ucapan Yuuka membuat ekspresi Nihara-san meredup. Lalu, dengan wajah serius, ia berkata:


"Aku juga──punya 'rahasia' yang tak bisa kukatakan pada siapa pun."

"…Kalau begitu. Kau pasti bisa mengerti perasaan enggan bercerita yang aku maksud, bukan?"


Dengan sedikit wajah bingung, Yuuka tetap menyampaikan ucapannya dengan jelas. Nihara-san menghela napas panjang, menempelkan tangan ke dahinya.


"Ah… iya, betul juga. Apa yang kau katakan memang lebih masuk akal, Watanae-san."


"Kalau begitu, mari kita akhiri pembicaraan ini──"


"Seperti yang kau bilang… memaksa orang lain membuka rahasia sepihak itu memang tidak adil! Oke, aku juga──sudah bertekad!!"


"Eh, tidak, maksudku bukan seperti itu…"


Saat Yuuka terlihat panik, Nihara-san yang tampak sudah mengambil keputusan meletakkan ranselnya, lalu mulai mengobrak-abrik isinya.


"Watanae-san. Aku ini… di mata orang-orang selalu terlihat sebagai gadis ceria yang bebas, si ‘gadis populer’! Tapi aku juga──punya ‘rahasia’ seperti ini."


Dengan nada berat ia mengucapkannya. Lalu dari dalam ranselnya, Nihara-san mengeluarkan─────sebuah 'pistol'. Tepatnya, mainan yang pernah kulihat waktu itu, saat Nihara-san mencobanya di depan toko, dan akhirnya kubeli. Mainan dari sebuah seri tokusatsu, berisi suara-suara berbagai pengisi suara termasuk Izumi Yuuna.


"Akulah satu-satunya pengembara yang akan mengubah pertunjukan-mu… hadir! Kamen Runner Voice!! Mari melaju tanpa henti…"


『Voice Bullet 【Change】』


Sambil melontarkan kalimat khas pahlawan, ia menarik pelatuk pistol itu. Kemudian, setelah menuntaskan pose khasnya dengan penuh semangat,


Nihara-san berputar menghadap Yuuka.


"Kelihatan aneh, kan? Tapi──inilah ‘rahasia’-ku."


Lalu ia menarik napas dalam-dalam, dan berkata:


"Walaupun penampilanku begini, aku sebenarnya──penggemar berat tokusatsu."


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close