Penerjemah: Miru-chan
Proffreader: Miru-chan
Chapter 16
【Kabar Gembira】
Aku dan Tunanganku Menikmati Kencan Natal Pertama
『Aku sudah memberi alasan yang pas kepada Kurai! Jadi, nikmatilah malam suci itu!! Oh iya, ngomong-ngomong... hadiah Natal dariku, bagaimana kalau berupa pafu pafu?』
Pesan di RINE yang datang kepadaku isinya campuran antara kabar baik dan sesuatu yang bikin susah ditanggapi. Setelah sedikit bingung, aku hanya membalas 『terima kasih』. Tapi... jangan-jangan Nihara-san salah paham kalau ucapan terima kasih itu ditujukan untuk bagian pafu pafu? Meski begitu, semoga saja tidak, bahkan untuk Nihara-san sekalipun.
──Beberapa saat setelah in-store live berakhir. Dengan bantuan Nihara-san, aku berpisah dengan Masa dan bergerak sendiri. Tujuanku adalah taman hiburan yang letaknya agak jauh dari lokasi acara di Tokyo. Masih ada waktu sebelum pertemuan, jadi aku bersandar di tiang dekat gerbang masuk, lalu memainkan gacha Arisute.
“……Oh!?”
Saat itu──aku merasa seakan dewa turun kepadaku. Event yang sedang berlangsung adalah 『Alice Santa’s Happy Merry Christmas!』──kartu yang menampilkan para idol Alice dalam kostum Santa. Dan luar biasanya, aku berhasil mendapatkan dalam sekali percobaan… 『Yuuna SR — Santa Cosplay Menunggu Pertemuan!?』. Selain itu, tiap kartu kali ini juga dilengkapi dengan voice line khusus Natal!
Gila! Apa ini keberuntungan dewa!?
Aku tidak akan kaget kalau mati di tempat karena terlalu bahagia!! Latar belakangnya kota musim dingin yang dingin. Kostum Santa mini dengan rok pendek dipadukan dengan kaus kaki putih setinggi paha, membentuk absolute territory.
Berbeda dari biasanya yang selalu ceria, kali ini Yuuna-chan terlihat tersipu dengan senyum malu-malu. Sang dewi bernama Yuuna itu mengulurkan kedua tangannya ke arahku. Dan inilah voice line-nya:
『Ehehe, kaget ya? Yuuna Santa datang, lho! ……Eh, di mana hadiahnya, tanyamu? Nih, lihat baik-baik… kalau yang kamu cari itu hadiah, bukankah dia sudah ada di depanmu sekarang?』
“Uuugh…… gghh……! Uoooo!!”
Aku berusaha keras menahan diri agar tidak berteriak aneh di depan umum. Rasanya emosiku hampir meledak. Semua kata selain "suka" nyaris hilang dari kepalaku. Begitu besar──kekuatan penghancur Yuuna-chan kali ini.
“A, Yuu-kun! Yuu-kun!!”
Saat mataku masih terpaku pada layar ponsel, suara Yuuka terdengar dari kejauhan. Aku buru-buru berusaha menguasai diri dan menoleh, tapi langsung teringat sesuatu──dan cepat-cepat memejamkan mata erat-erat.
“……Eh? Kenapa kamu memejamkan mata, Yuu-kun?”
“……Kalau aku melihatnya, aku mati”
“Apa maksudmu!? Aku bukan boneka terkutuk, tahu!?”
Aku tidak boleh terkecoh!
Watanae Yuuka adalah Izumi Yuuna──alias pengisi suara Yuuna-chan. Jadi tentu saja, suara yang barusan bikin jantungku meledak itu berasal dari Yuuka. Dengan kata lain, bisa dipastikan Yuuka berpikir begini:
──Oh, jadi begini, ya! Kalau seperti ini, laki-laki pasti senang!!
Pasti sekarang Yuuka sedang memakai kostum Santa di depanku! Dan soal hadiah yang ia persiapkan dengan penuh semangat… jelas maksudnya pola 『kalau kamu cari hadiah, ya aku inilah hadiahnya!』.
“Ayolah, Yuu-kun! Buka matanya, dong!! Aku sudah berusaha keras khusus untuk hari ini!!”
“Makanya aku memejamkan mata! Cara kamu berusaha itu terlalu berbahaya!! Kalau di dua dimensi sih tidak masalah, tapi di dunia nyata begini… itu terlalu erotis!!”
“Kenapa!? Semua orang juga pakai baju seperti ini kok!!”
“Semua orang!? Tokyo ngeri juga ya!!”
“Yang ngeri itu imajinasimu, Yuu-kun!! Sudahlah, buka mata!!”
Akhirnya, setelah tanganku digoyang-goyang oleh Yuuka, aku dengan enggan membuka mata──.
Di depanku berdiri Yuuka dengan pakaian kasual yang manis, ditambah mantel putih tebal yang sama seperti waktu di Hokkaido.
“……Eh? Bukan kostum Santa? Jadi, maksudnya rencana 『kalau hadiah, ya aku inilah』──”
“Tentu saja tidak! Kalau di rumah mungkin iya, tapi kalau di tempat umum seperti ini, aku jadi terlihat mesum, kan!? Yuu-kun Baka!”
Dia bilang… kalau di rumah, mungkin akan dilakukan…… pikirku sejenak. Tapi melihat Yuuka yang sudah sangat merajuk dengan pipi menggembung, aku menahan kata-kata itu di dalam hati.Dengan wajah sebal, Yuuka tetap kuhadapi dengan permintaan maaf terus-menerus.
“Padahal ini baru awal kencan, lho. Ya sudah, aku sudah terlanjur marah!”
“Maafkan aku. Memang salahku sepenuhnya”
“Aduh, marahnya jadi tidak bisa berhenti nih. Mungkin baru bisa reda kalau kamu bilang suka”
“Baiklah… aku suka kamu. Tolong maafkan aku, karena aku sungguh mencintaimu”
“──Ehehe. Ehehehehe!! Baiklah, maafmu kuterima!”
Begitu mendengar kata "suka", Yuuka langsung tersenyum ceria. Ia mengaitkan lengannya ke lenganku, lalu mulai melangkah menuju taman hiburan.
“Kencan sama Yuu-kun♪ Kencan yang indah♪ Kencan seru di hari Natal♪”
“Kamu ini cepat sekali berubah suasana hati… Lalu, kita mulai dari mana? Kalau tidak salah, di pintu masuk tadi ada peta gratis…”
“Tunggu, Yuu-kun! Bukan begitu!!”
……Eh? Dia mengacungkan tangan kirinya dengan tegas, membuatku bingung. Lalu, dengan wajah serius, Yuuka berkata:
“Untuk kencan hari ini, akulah yang akan mengawal! Jadi, serahkan semuanya padaku!!”
“Eh… kalau kamu terlalu bersemangat seperti ini, aku malah jadi khawatir…”
“Kenapa!? Pokoknya! Karena ini Natal pertama yang kuhabiskan bersama orang yang sangat kucintai… aku sudah menyiapkan rencana terbaik──romantis, menyenangkan, membuat kita bahagia, dan saling jatuh cinta lebih dalam lagi!!”
“Kamu baru saja menaikkan standar terlalu tinggi, yakin bisa?”
“Ah. Kencan di taman hiburan itu tentu saja bagian dari rute, tapi… ingat kan kita sudah berjanji untuk saling bertukar hadiah? Itu adalah acara utama hari ini, jadi… aku sudah memikirkan momen terbaik untuk melakukannya! Aku yang akan memulainya, jadi tunggulah dengan jantung berdebar, oke?”
Standar ekspektasi sudah menembus atmosfer, saking tinggi sampai tidak terlihat lagi. Harapannya melambung begitu tinggi, sampai-sampai aku sendiri yang mendengarnya jadi merasa takut.
Sementara itu, Yuuka seolah tidak sadar atau memang tidak peduli, hanya tersenyum lebih lebar daripada biasanya. Dengan penuh semangat, Yuuka mengangkat lengan kirinya dan berseru:
“Baiklah! Kalau begitu, rencana Natal babak kedua──kencan penuh cinta di taman hiburan, berangkat!!”
◆
Kalau bicara soal taman hiburan, yang terlintas biasanya roller coaster, cangkir putar, rumah hantu, komidi putar, dan lain-lain. Namun, pilihan pertama Yuuka justru──bianglala.
……Aku hanya tahu dari manga dan anime, tapi entah kenapa bianglala selalu digambarkan sebagai penutup kencan.
Ya sudahlah. Selama si perancang acara, dengan senyum penuh dan bersenandung riang, terlihat senang, aku tidak keberatan.
“Yuu-kun! Hehehe… acara utama hari ini adalah bianglala!”
“Eh, acara utama!? Tidak terlalu cepat!?”
“Sebagai tambahan, roller coaster, cangkir putar, semuanya── semuanya juga acara utama!”
Ini benar-benar penuh dengan acara utama……
Sambil bercakap ringan, aku dan Yuuka duduk saling berhadapan di dalam gondola bianglala. Pelan-pelan bianglala berderit, bergoyang halus, lalu naik ke atas.
“Ahhh. Hari ini benar-benar cerah ya… sepertinya salju tidak akan turun”
“Memangnya kamu sangat ingin salju turun, Yuuka?”
“……Tentu saja, karena kalau Natal bersalju itu kan lebih romantis”
Entah kenapa Yuuka melirikku dengan tatapan setengah kesal. Melihat sisi dirinya yang begitu penuh mimpi itu, aku tak tahan dan tertawa kecil.
“Ahhh, jahat! Jangan ditertawakan, jangan diremehkan!!”
“Aku tidak meremehkan. Hanya saja…… iya, aku juga berpikir begitu. Kalau memang turun salju, pasti akan terasa lebih menyenangkan”
“Benarkah? ……Hmm”
Dia berkata begitu sambil menatapku penuh curiga──
lalu tiba-tiba ikut tertawa juga. Melihat Yuuka tertawa, aku pun makin tidak bisa menahan tawa. Dalam gondola yang perlahan naik itu, kami berdua terus tertawa bersama.
“Ahaha. Memang ya, kalau bersama Yuu-kun, aku selalu merasa senang!”
“Itu sebaliknya juga berlaku. Karena kamu polos, Yuuka, aku selalu dibuat tertawa”
“……Meskipun kalau saja ini benar-benar White Christmas pasti akan lebih indah, tapi tetap saja…”
Suara Yuuka tiba-tiba mengecil. Sambil menunduk sedikit dan menatapku, ia tersenyum malu-malu dan berkata:
“Ini pertama kalinya aku bisa merayakan Natal bersama orang yang sangat kucintai. Hanya itu saja sudah membuatku sangat bahagia. Terima kasih sudah bersamaku, Yuu-kun”
“I-iya…… aku juga, terima kasih……”
Tatapan matanya terlalu jernih, membuatku buru-buru memalingkan wajah ke arah luar jendela bianglala. Meskipun belum jam enam sore, malam musim dingin bulan Desember sudah gelap pekat. Tapi justru karena itu──pemandangan kota yang terlihat dari jendela, dengan cahaya berkilau yang berpendar, tampak seperti permata bercahaya.
Terpana melihat keindahan itu, aku tanpa sadar berkata kepada Yuuka:
“Indah sekali, Yuuka”
“Heh!? A-ah… t-terima kasih banyak……”
“Eh?”
Saat melihat wajah Yuuka yang memerah padam, aku langsung sadar.
Ucapan “indah, Yuuka” itu jelas ia artikan untuk dirinya, bukan pemandangan! Rasanya aku seperti orang yang tiba-tiba melontarkan kalimat gombal. Malunya bukan main……
Aku bertekad untuk tidak lagi menghilangkan subjek saat bicara. Sementara aku sibuk menyesali diri sendiri, Yuuka menatapku dengan mata berbinar lembut──lalu berkata:
“……Yuu-kun juga…… keren, tahu? Juga imut. Menenangkan. Hanya dengan melihatmu saja aku sudah berdebar. Aku suka kamu. Sangat suka. Ahh… aku cinta sekali”
…………Kupikir telinga, otak, dan jantungku akan rusak sekaligus. Sampai sekarang pun jantungku masih berdebar kencang.
Gawat…… meski berusaha menenangkan diri, karena ini di dalam bianglala, Yuuka pasti selalu masuk dalam pandanganku……
“Hei, Yuu-kun…… boleh aku duduk di sebelahmu?”
“Eh!? T-tidak! Kalau kita berdua duduk di satu sisi, nanti bianglalanya miring dan jatuh!?”
“Ahaha. Mana mungkin! Aku pernah baca di manga, semua pasangan itu selalu duduk berdampingan dan mesra”
Dan benar saja──Yuuka berpindah ke sampingku, lalu memelukku erat. Rambut hitamnya yang lembut berayun, menyentuh hidungku. Ia menyembunyikan wajahnya di dadaku, sambil mengeluarkan suara manja, “Funyu……”. Jantungku berdetak makin kencang, rasanya akan meledak kapan saja.
“……Yuu-kun, aku bisa dengar degup jantungmu. Senangnya……”
Mungkin karena mendengar detak itu, Yuuka makin manja, menggesekkan pipinya ke dadaku. Aku merasa bagian lain dari tubuhku yang akan meledak……
“……Aku bahagia. Saking bahagianya sampai aku merasa tidak pantas mendapatkannya…… aku sangat mencintaimu, Yuu-kun”
Tanpa mempedulikan kondisiku, Yuuka terus melancarkan serangan bertubi-tubi.
“Aku cinta kamu…… sangat, sangat mencintaimu. Aku bahagia bisa bersamamu. Bisa tertawa bersamamu, membuat setiap hari terasa menyenangkan. Karena aku terlalu mencintaimu, aku merasa hampir jadi gila…… ini pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini”
Detak jantungku semakin cepat dan keras. Tanpa kusadari, bianglala sudah sampai di puncaknya.
────Yuuka tiba-tiba menengadah. Dengan wajah yang memerah hingga ke telinga, ekspresinya meleleh penuh cinta. Ia merangkul punggungku erat-erat.
Ini pasti…… itu, kan. Dalam manga sering terlihat, di puncak bianglala──ci, ciuman gitu?
"Yuu-kun……"
"Yu, Yuuka……"
Dengan aroma manis Yuuka. Dengan suaranya yang menggoda hati. Dengan tatapan matanya yang jernih dan indah. Aku tidak bisa menahan diri lagi──dan memeluk Yuuka erat-erat.
"……Nn"
Yuuka mengeluarkan suara lirih seperti erangan kecil. Suara itu semakin menyulut sesuatu dalam diriku.
……Lalu Yuuka perlahan meluruskan punggungnya. Dan dengan wajah yang makin dekat──
────chup.
Sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh pipi kananku.
"……Eh?"
"……Kamu berharap lebih, ya? Tapi, kencannya baru saja dimulai, jadi ──untuk yang itu, nanti dulu ya."
Dengan wajah yang masih merah padam, Yuuka menyentuh bibirku sebentar dengan ujung telunjuknya. Lalu, ia menatapku dengan senyum cerah tanpa beban.
Sungguh, Yuuka ini…… sudah terlalu ahli dalam menggoda hati seorang pria, kan? Kalau aku membayangkan hal seperti ini akan sering terjadi mulai sekarang────terus terang saja, aku jadi merasa perlu punya cadangan jantung. Serius.
◆
Waktu di bianglala yang terasa seperti keabadian akhirnya berakhir. Yuuka menggenggam tanganku dan mulai berjalan riang dengan penuh semangat.
"Baiklah, kalau begitu mari kita ke tempat berikutnya!! Kali ini──"
"──Hm? Yuuka, tunggu sebentar…… ada telepon."
Ponsel di sakuku bergetar, menampilkan notifikasi panggilan RINE dari Isami.
Kalau dipikir-pikir, ini memang pas waktunya Isami sampai di rumah.
Kenapa dia menelepon…… jangan-jangan Nayu mengusirnya keluar?
"Halo, ada apa, Is──"
『Yuu nii-san, gawat! Nayu-chan demam……』
『Kenapa kau telepon! Cepat tutup, Isami!!』
『Tunggu…… Nayu-chan, tenang dulu! Kalau bergerak begitu, nanti demamnya makin──』
『Kalau begitu, jangan sok ikut campur! Nii-san, jangan pernah pulang ke rumah!!』
────klik.
Dari seberang telepon terdengar keributan besar, lalu sambungan tiba-tiba terputus.
"Yuu-kun? Ada apa? Apa kata Isami?"
Yuuka menatapku dengan wajah khawatir…… tapi kepalaku terasa berantakan, tidak bisa merangkai kata sama sekali.
Nayu demam? Padahal saat aku meninggalkan rumah tadi dia baik-baik saja, tidak ada tanda apa pun? Dan lagi, kenapa dia…… dalam keadaan begitu, malah melarangku pulang?
Penuh tanda tanya di malam Natal ini──hembusan angin malam yang dingin menembus tubuhku.
Chapter 17
【Viral】
Saat Pulang di Malam Natal, Terjadi Hal yang Mengejutkan
──Yuu nii-san, ini gawat!
──Nayu-chan demam…
"──Apa, Nayu-chan!? Itu gawat sekali, Yuu-kun!!"
"…Aa."
Setelah aku menyampaikan isi telepon dari Isami, wajah Yuuka langsung pucat pasi seakan darahnya surut. Pasti ekspresi wajahku juga sama tegangnya.
Aku menggenggam ponsel begitu erat sampai hampir hancur, lalu menegakkan tubuhku dengan penuh tenaga.
──Namun.
"Eh? Kenapa, Yuu-kun?"
Aku tidak bisa berlari. Tentu saja aku khawatir pada Nayu. Meskipun dia menyebalkan, bagiku──dia tetap satu-satunya, adik perempuan yang sangat berharga. Tapi… saat aku teringat wajah ceria Yuuka ketika ia menceritakan rencana kencan kami dengan begitu polosnya. Dadaku terasa perih──
"──Aku marah, tahu, Yuu-kun?"
Dengan suara rendah yang belum pernah kudengar sebelumnya, Yuuka berkata begitu. Lalu ia menarik tanganku dengan keras, tanpa ragu.
"Yuu-kun! Tidak apa-apa kalau kencan kita batal! Cepatlah pergi ke Nayu-chan! Ke tempat ‘adik’ kita yang sangat berharga!!"
Kami pun meninggalkan taman hiburan dan langsung naik kereta. Setelah sampai di stasiun terdekat, kami berlari sekencang-kencangnya──hingga akhirnya tiba di rumah. Keringat menetes dari dahiku. Karena terlalu memaksakan diri berlari, Yuuka sampai menunduk di depan pintu masuk rumah, menopang tubuhnya dengan tangan di lutut untuk mengatur napas.
"Yuuka, aku masuk duluan!"
Dengan rasa bersalah, aku melepas sneakersku dan berlari sendiri menaiki tangga. Lalu, tanpa ragu, aku menerobos masuk ke kamar Nayu yang pintunya terbuka lebar.
"Nayu! Kau baik-baik saja!?"
"Yu… Yuu nii-san! Maaf… aku panik, jadi tanpa pikir panjang langsung menelepon…"
"Kenapa minta maaf. Kau sudah menolongku… terima kasih, Isami."
Ia masih dalam gaya berpenampilan seperti anak laki-laki, jadi tidak perlu merasa minder. Aku menepuk pundak Isami pelan, kemudian mendekati ranjang Nayu. Ia mengenakan piyama, berbaring lemah dengan bantal es di bawah kepalanya.
"…Kau kelihatan sangat lemah. Nayu, kau baik-ba──"
"…Kenapa, kau pulang?"
Dengan napas yang sedikit berat, Nayu bangkit setengah duduk. Lalu dengan sorot mata yang belum pernah kulihat sebelumnya──ia menatapku tajam.
Mungkin karena demam, sudut matanya terlihat berkaca-kaca.
"Kenapa, kau bilang? Karena kudengar kau sakit…"
"Bodoh ya!? Aku sudah bilang jangan pulang!!"
Ia berteriak, lalu melemparkan bantal es itu padaku. Bantal itu mengenai kakiku, lalu jatuh di atas karpet.
"…Sudah kubilang kan? Aku tidak apa-apa, jadi utamakan saja kencan kalian berdua! Anggap saja aku nomor dua!! Jangan bercanda, sungguh… untuk apa aku menyembunyikan kalau aku sakit──!!"
Di tengah kalimat, Nayu terkejut dan segera menutup mulutnya dengan tangannya sendiri. Lalu dengan tubuh bergetar, ia menunduk.
"…Nayu. Jangan-jangan sejak pagi kau sudah demam…?"
"──! Diam… diamlah, dasar bodoh!!"
Terbawa emosi, Nayu mengambil tas hitam kecil di samping ranjang dan menyampirkannya di bahu, lalu berdiri dengan kasar.
"Nayu-chan!? Tunggu, kau sedang sakit!"
"Diam, jangan ikut campur!"
Isami mencoba menghentikannya, tetapi Nayu mengayunkan tasnya untuk menyingkirkan halangan itu. Dengan masih mengenakan piyama ──ia berlari menuruni tangga.
"──Kyaa!? Eh… Nayu-chan!? Mau ke mana!? Tunggu!!"
Dari lantai bawah terdengar suara Yuuka yang berteriak.
Aku dan Isami segera menyusul menuruni tangga──dan menemukan Yuuka terduduk di lorong.
"…Maaf, Yuu-kun. Nayu-chan berlari begitu cepat… aku tidak bisa menghentikannya…"
"Tidak apa-apa. Jangan dipikirkan, Yuuka."
Aku mengusap kepala Yuuka yang tertunduk lesu. Lalu aku buru-buru mengenakan sneakers dan berlari keluar rumah. Udara malam musim dingin langsung menusuk tubuhku yang masih basah oleh keringat, membuatku menggigil.
"Dasar bodoh… ke mana dia pergi? Di tengah cuaca sedingin ini, padahal dia sedang sakit…"
Rasa kesal, cemas, dan banyak emosi bercampur aduk memenuhi kepalaku. Aku sendiri tidak tahu apa sebenarnya perasaanku. Tapi── yang jelas aku harus segera menemukan Nayu. Hanya itu yang ada dalam pikiranku, dan aku bersiap berlari.
"Yu… Yuu-kun…!"
──Tiba-tiba, suara lemah Yuuka terdengar dari belakang. Saat aku menoleh, kulihat Yuuka berlari dengan napas terengah-engah.
Aku segera menghampirinya dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Yuuka, kau baik-baik saja!? Jangan memaksakan diri."
"Aku… aku baik-baik saja…"
Jelas-jelas ia tidak baik-baik saja. Memang selalu begitu, Yuuka selalu memaksakan dirinya.
"…Kalau kau mau mencari Nayu-chan, aku ikut juga. Untuk Isami sudah kupercayakan menyiapkan pesta saat kita pulang nanti──jadi ayo cepat temukan Nayu-chan, lalu kita rayakan pesta Natal bersama, ya?"
Di tengah situasi seperti ini, Yuuka tetap bisa berkata dengan santai. Dengan senyum cerah yang selalu sama seperti biasanya, ia tersenyum lebar. Melihat Yuuka seperti itu… perlahan aku merasa kepalaku menjadi lebih tenang.
"Lalu, begini… sebelum kita pergi mencarinya, aku ingin memberikan ini dulu."
Ucapnya sambil mengeluarkan ‘sesuatu’ dari kantong kertas yang ia bawa di tangan kanannya──bungkusannya tampak sederhana, seakan dibungkus sendiri dengan tangan yang belum begitu terlatih.
"──Eh? Yuuka, itu… jangan-jangan, hadiah Natal…?"
──Kalau bicara soal Natal, pasti ada acara tukar kado! Kita harus melakukannya, Yuu-kun!!
──Aku sudah memikirkan waktu paling seru untuk melakukannya!
Kenangan tentang betapa Yuuka sangat menantikan acara tukar kado itu berputar di kepalaku. Namun, tanpa ragu, Yuuka merobek bungkus kertas itu──brrrt, hingga isinya terlihat.
Sepertinya memang Yuuka yang membungkusnya sendiri. Isinya adalah──sepasang sarung tangan rajutan tangan.
"Ehehe, kaget ya? Susah sekali loh, merajut sarung tangan ini diam-diam supaya kau tidak menyadarinya, Yuu-kun."
"…Tapi kenapa? Padahal kau begitu menantikan acara tukar kado itu…"
"Soalnya, sekarang kita harus mencari Nayu-chan di tengah udara sedingin ini. Kalau sarung tangan ini tidak kupakaikan sekarang, nanti malah sia-sia, kan?"
Tanpa sedikit pun rasa menyesal atau kecewa──dengan senyum setulus bintang di langit malam. Yuuka menggenggam tanganku perlahan, lalu menyerahkan sarung tangan rajut itu sambil berkata:
"Lagipula, Yuu-kun… dibandingkan kencan atau hal-hal romantis, keluarga jauh lebih penting, kan?"
◆
Dengan memakai sarung tangan rajut pemberian Yuuka. Aku dan Yuuka berlari bersebelahan, menelusuri jalan yang biasa kami lewati saat berangkat sekolah, hingga sampai di persimpangan.
Jalannya bercabang ke dua arah──tapi Nayu, kira-kira ke arah mana dia pergi?
"…Hm? Oh, itu kan Yuuichi. Sedang apa kau di jam segini?"
Saat aku masih bimbang, terdengar suara yang kukenal. Seorang pria dengan pakaian santai melambaikan tangan ke arahku.
──Itu Masa, ya. Kenapa dia ada di sini?
"Lihat nih, banyak sekali manga! Ini seri yang sudah lama ingin kubeli, jadi sekalian saja aku beli semuanya! Toh aku juga melewati Natal sendirian… jadi kupikir enak juga kalau bisa membaca semua jilid sekaligus──hm?"
Masa, yang tadi berbicara dengan santai, tiba-tiba menyadari ada seorang gadis di sebelahku. Karena Yuuka tidak memakai kacamata dan gaya rambutnya berbeda, dia tampaknya tidak menyadari bahwa itu adalah Watanae Yuuka.
"Eh… s-siapa itu? Di malam Natal, Yuuichi jalan dengan seorang gadis…? Ja-jangan-jangan, kau punya pacar sungguhan──"
"──Kurai-kun! Sekarang bukan saatnya membicarakan itu!!"
Sebelum aku sempat menjawab, Yuuka sudah lebih dulu bersuara lantang pada Masa yang panik.
"Itu tidak penting! Yang lebih penting, Nayu-chan! Kurai-kun, apa kau melihat Nayu-chan!?"
"Nayu-chan… ah, jadi tadi itu Nayu-chan, ya! Dia berlari ke arah sana dengan piyama, sangat kencang──"
"Ke arah sana, kan! Terima kasih, Kurai-kun!!"
"Ah, iya… tapi, tunggu. Kenapa kau tahu namaku?"
"………Hmm?"
Ya jelas saja, alasan itu tidak bisa ditutupi. Tapi tidak apa-apa… sekarang yang terpenting adalah menemukan Nayu dulu.
"Masa, terima kasih ya! Nanti aku jelaskan lain kali!!"
"Eh, h-hei, Yuuichi!? Itu jadi bikin penasaran, tahu! Jelaskan dulu sebelum pergi!!"
Dalam hati aku berkata "maaf" pada Masa. Aku dan Yuuka pun serentak berlari ke arah yang ditunjukkan Masa.
"…Aduh, aku jadi keceplosan. Karena panik, aku tanpa sadar bicara begitu saja."
Yuuka yang berlari di sampingku bergumam menyesal. Aku menoleh sekilas ke arahnya, lalu tersenyum.
"Itu bukti latihanmu di sekolah membuahkan hasil, kan? Kau berusaha supaya bisa lancar berbicara dengan teman."
"Eh… apa itu bisa dibilang lancar? Kalau ada perempuan asing tiba-tiba nanya begitu, bukannya horor, ya?"
Meski mengeluh, Yuuka pun terkekeh kecil. Lalu, dengan mata menyipit lembut, ia berkata:
"…Nayu-chan itu, pasti tidak ingin mengganggu kita. Karena dia menyayangi Yuu-kun dan aku… makanya dia begitu. Nayu-chan itu baik, kan."
"…Entahlah. Bagaimanapun juga, kalau sudah pulang tetap akan kutegur."
"Menurutku… satu-satunya orang yang bisa membuat Nayu-chan yang menangis itu kembali tersenyum hanyalah Yuu-kun."
Meski napasnya terengah-engah, Yuuka tetap terus berbicara padaku.
"Waktu Nayu-chan kesulitan di SD, waktu dia susah karena masalah keluarga──di sisinya selalu ada kakaknya. Itu yang selama ini menopang hatinya. Jadi… Yuu-kun, tolonglah jaga Nayu-chan."
"──Jadi sekarang giliranku untuk berusaha, ya."
Mendengar kata-kata Yuuka, kurasakan sesuatu yang panas mengalir
dari dalam dadaku. Aku teringat masa SD──ketika Nayu menangis sambil bersembunyi di bawah selimut. Seperti waktu itu, mungkinkah aku bisa menghentikan air matanya lagi?
…Tidak, bukan soal bisa atau tidak. Aku akan melakukannya dengan segenap tenaga. Sama seperti Yuuka, yang selalu berusaha sekuat tenaga──aku pun begitu.
Telapak tanganku terasa hangat. Itu karena sarung tangan rajut buatan Yuuka yang melingkupinya.
"Kalau Yuu-kun berusaha, aku juga akan berusaha sekuat tenaga mendukungmu. Aku memang tidak bisa menggantikanmu, tapi sampai akhir aku berjanji──tidak akan pernah meninggalkan sisi Yuu-kun."
Kemudian Yuuka menggenggam tanganku erat-erat di atas sarung tangan itu. Dengan senyum yang mekar indah, ia berkata:
"…Soalnya. Kalau ‘suami’ sedang berjuang, dan ‘istri’ tidak bisa berjuang bersama──mana mungkin bisa menyebut diri sebagai ‘istri’, kan?"
◆
"…Jadi di sini bercabang jalan."
Kami sudah mengikuti arah yang ditunjukkan Masa, tapi sejauh ini belum terlihat sosok Nayu. Dan kini ada jalan bercabang──ke arah mana dia pergi?
"Kita pisah dan cari, Yuu-kun!"
"Iya. Aku ke arah sini, kau coba jalan yang satunya, Yuuka. Kalau menemukan Nayu, segera hubungi."
"Baik! Oke, Nayu-chan──tunggu ya, aku pasti akan menemukanmu!!"
Kami pun berpisah, lalu mulai mencari Nayu. Jalan yang kupilih dipenuhi deretan apartemen, dan pada jam segini hampir tidak ada orang lewat. Ada apartemen besar, ada juga apartemen kecil yang agak tua. Pemandangan kota biasa itu terus kulalui.
Saat itu──tiba-tiba. Mataku menangkap sebuah taman kecil yang terhimpit di antara gedung apartemen. Kalau siang hari, mungkin anak-anak bermain di sini.
"………Hm?"
Lalu──aku merasa mendengar suara ayunan yang berayun. Kupikir hanya perasaanku, tapi entah kenapa kakiku berhenti di depan taman itu. Dan tanpa sadar, aku melangkah masuk ke dalamnya.
Itu taman kecil dengan mainan seadanya: seluncuran, kotak pasir, dan ayunan. Di ayunan yang sudah tua itu──ada seorang gadis yang duduk sambil menunduk. Gadis itu memiliki rambut hitam panjang hingga pinggang. Karena wajahnya menunduk, sulit terlihat jelas, tapi poni dan rambut sampingnya dipotong rata──gaya rambut yang disebut hime cut.
Pakaiannya seperti dari dongeng: rok mengembang dan blus dengan kerah berhias renda. Baik gaya rambut maupun pakaian, semuanya terlihat sangat imut──namun sama sekali tidak cocok dengan suasana taman di malam hari. Apalagi dengan kegelapan malam musim dingin. Sampai-sampai aku sempat mengira──jangan-jangan dia benar-benar hantu.
"………"
Dalam suasana aneh itu, aku perlahan mendekati ayunan. Lalu, aku menyapa ‘gadis hantu’ itu.
"Hei, kamu… kalau duduk di tempat sedingin ini, nanti bisa sakit lho."
Chapter 18
Karena aku tahu, betapapun dinginnya malam, asalkan bersama semua orang, itu akan terasa hangat
Dua ayunan tua yang setiap kali digerakkan menimbulkan suara berderit tidak enak didengar.
Aku duduk di salah satunya, lalu sekilas mengalihkan pandangan ke arah gadis yang sedang mengayunkan ayunan di sebelahku. Rambut hitam panjang hingga ke pinggang. Poni dan sisi rambut yang dipotong rata lurus, gaya yang disebut hime cut. Dan pakaian yang sangat feminin, seolah-olah seorang putri dari kisah dongeng.
Ya──dia adalah ‘gadis hantu’ yang, di waktu malam seperti ini, sendirian duduk di taman.
"Hei… kubilang sekali lagi ya. Kalau duduk di tempat sedingin ini, nanti bisa kena masuk angin, lho?"
"…Meski kena masuk angin pun, tidak apa-apa."
Seperti anak kecil yang sedang ngambek, ia bergumam lirih.
"Kalau untukmu mungkin tidak masalah, tapi bukankah keluargamu akan khawatir kalau kesehatanmu menurun?"
"…Mungkin benar begitu. Padahal aku ini anak yang buruk, tapi keluargaku selalu saja baik padaku."
"Anak yang buruk?"
"…Aku hanya menerima banyak hal. Bukan barang, tapi hal-hal seperti
kebahagiaan, kegembiraan, dan semacamnya. Tapi aku tidak pernah bisa membalasnya. Malah… aku selalu merepotkan mereka."
"Memikirkan untuk membalas saja, menurutku itu sudah cukup baik hati, lho."
"…Itu hal yang biasa saja. Justru karena hanya memikirkan tapi tidak bisa melakukannya, aku jadi anak yang buruk."
"Aku rasa tidak begitu, sih. Lihat saja adikku, di malam Natal dia minta dibelikan tanah, lho. Permintaan yang tidak masuk akal sekali… seharusnya dia minum rebusan kuku kakimu biar lebih tahu diri."
Nayu selalu begitu. Kepadaku, dia selalu bersikap dingin. Suka membuat ulah aneh yang menimbulkan keributan besar. Benar-benar──adikku itu luar biasa merepotkan.
"Tapi, meski adikku sebegitu semaunya… entah kenapa belakangan ini dia jadi penuh pertimbangan. Aneh sekali, sejak Natal makin dekat, dia berubah begitu."
"…Begitu ya. Tidak ada hal yang kau pikirkan sebagai penyebabnya?"
"Hm… kalau dipaksa memikirkan, mungkin satu hal: aku punya tunangan."
"…Bukankah itu peristiwa yang cukup besar? Kalau seorang kakak tiba-tiba punya tunangan… bagi seorang adik, tentu akan memikirkan banyak hal."
"Misalnya, hal-hal seperti apa?"
Aku bertanya tanpa terlalu serius. Gadis itu sempat terdiam cukup lama. Lalu akhirnya, ia berucap seolah berbicara pada dirinya sendiri.
"Perasaan senang, ingin mengucapkan selamat. Perasaan berharap kakaknya bisa bahagia. Tapi juga ada rasa iri karena ingin diperhatikan. Dan kemudian… rasa sepi karena sadar kakaknya bukan lagi hanya miliknya sendiri."
"──Begitu, ya."
Kata-katanya menusuk jauh ke dalam hatiku. Aku menggertakkan gigi.
"Aku pernah berjanji padanya waktu dia masih kecil… kalau Natal akan selalu kami habiskan bersama keluarga. Jadi tahun ini pun, aku ingin melewati Natal bersamanya."
"…Kau kakak yang baik sekali."
"Tapi justru di hari ini, dia jatuh sakit. Karena itu aku membatalkan kencan dan segera pulang. Tapi ketika melihat itu, dia malah marah sambil menangis, lalu kabur keluar rumah."
"…Begitu, ya. Benar-benar adik yang manja sekali."
Dengan suara lirih dan sedih, ia berkata begitu. Aku menatapnya sekilas, lalu bertanya:
"Hei, menurutmu… perasaan apa yang membuat adikku lari dari rumah tadi? Yang mana dari yang kau sebutkan tadi?"
"…Semuanya, mungkin."
"Semuanya?"
Jawaban itu tidak kuduga. Saat aku masih terkejut, ia melanjutkan:
"…Dia itu tidak bisa jujur, kurasa. Dia senang kakaknya punya orang penting, tapi tetap ingin diperhatikan, jadi suka mengganggu. Tapi pada akhirnya, yang paling ia harapkan adalah… kakaknya bisa bahagia bersama orang itu. Karena itu… dia tidak ingin mengganggu…"
Seiring dengan kata-katanya, suara gadis itu mulai bergetar. Namun aku hanya diam, mendengarkannya sampai habis.
"Padahal tidak ingin mengganggu… tapi sebenarnya merasa sepi. Saat diajak melewati Natal bersama… rasanya senang sekali. Meski tahu itu akan jadi penghalang…! …Aku benci diriku sendiri yang seperti itu, yang tidak bisa menahan rasa itu."
"Aku tidak pernah merasa terganggu sedikit pun, tahu. Aku benar-benar ingin menghabiskan Natal bersamanya."
Itulah perasaan yang sebetulnya ingin kusampaikan langsung pada Nayu. Mendengar kata-kata itu, ia menghela napas kecil.
"──Onii-chan ku itu ya, benar-benar baik hati. Dulu maupun sekarang… selalu begitu."
──Onii-chan, ya. Dulu dia juga memanggilku begitu.
Waktu itu rambutnya tidak pendek seperti sekarang, tapi panjang, selevel dengan Yuuka, dipotong dengan gaya hime cut. Dia suka pakaian yang feminin. Cara bicaranya juga manja. Benar-benar… adik yang sangat manis.
Yah, meski begitu──sampai sekarang pun dia tetap adik yang manis.
"Waktu teman-teman kelas mengolok-oloknya sampai dia kehilangan rasa percaya diri… waktu Ibu meninggalkan kami dan dia merasa sepi serta sedih… Onii-chan selalu berada di sisinya. Meski Onii-chan juga pasti merasa sedih, tapi Onii-chan… selalu tersenyum di sisinya."
"…Aku bukan kakak yang hebat, kok."
"Tidak! Onii-chan itu baik! Karena ada Onii-chan, aku bisa tetap… tersenyum sampai hari ini!"
Lalu, gadis itu perlahan mendongakkan wajahnya. Dari mata itu, butiran air mata mengalir deras tanpa henti.
"Karena malu, aku jadi sering berkata kasar… maaf ya. Kadang aku cemburu, lalu bilang ‘Huh!’ seenaknya… maaf. Padahal aku ini adik yang bodoh, tapi Nii-san selalu menyayangiku… maaf. Terima kasih."
Dan saat itu, ‘gadis hantu’──bukan. Adikku, Sakata Nayu. Dengan gaya rambut lama, dengan penampilan lamanya. Sambil terisak dan tersedu, ia berkata:
"Aku──aku itu! Aku suka Nii-san… aku benar-benar menyayangi Nii-san! Nii-san yang selalu mendukungku… Nii-san yang selalu, selalu kusayangi…!!"
Mendengar kata-kata itu, seolah tersentak. Aku turun dari ayunan── lalu memeluk Nayu erat-erat. Sama seperti dulu, ketika Nayu yang cengeng menangis.
"…Aku sebenarnya senang, tahu. Saat ulang tahunku, kita merayakannya lewat daring. Yuuka-chan itu baik sekali, ya. Aku──aku juga suka Yuuka-chan. Karena dia orang yang benar-benar lembut dan menakjubkan… aku percaya, dia akan membahagiakan Nii-san."
"…Begitu, ya."
"Itulah kenapa, aku tidak ingin mengganggu di hari Natal. Aku ingin Nii-san dan Yuuka-chan menghabiskannya bersama, dengan bahagia. Aku tidak apa-apa kok… meski kesepian, aku bisa menahannya. Karena aku sudah lebih kuat daripada dulu. Tapi──aku malah jatuh sakit. Padahal sudah berusaha keras menutupinya, tapi akhirnya ketahuan, dan semuanya jadi berantakan. Aku ini benar-benar bodoh…"
Pandangan mataku mulai terasa kabur. Bibirku bergetar tanpa kendali. Meski begitu, aku tetap memaksa keluar suara.
"…Yang bodoh itu aku, Nayu. Maaf ya──maaf."
Aku melonggarkan pelukan, lalu menepuk pelan bahunya. Dengan rambut panjang seperti dulu, sambil menangis, aku menatap Nayu lurus-lurus.
"Entah sejak kapan, sikapmu berubah. Jadi dingin, sinis──makanya aku pikir kau sudah kuat sekarang. Aku terlalu bodoh, terlalu tidak peka sebagai kakak… benar-benar tidak bisa melihatmu dengan baik…"
"……Berhenti!"
Nayu menepis tanganku, lalu berdiri, menjauh dariku.
Dengan wajah yang basah penuh air mata, ia berteriak.
"Berhenti! Nanti aku jadi merasa kesepian! Aku sudah baik-baik saja, jadi biarkan aku! Nii-san harus bahagia bersama Yuuka-chan… harus banyak tersenyum! Aku tidak mau lagi melihat Nii-san bersedih… seperti waktu ditolak Nonohana Raimu, atau waktu Ayah dan Ibu bercerai… aku tidak mau melihat wajah Nii-san yang sedih lagi…!!"
"────Aku marah lho, Nayu-chan?"
Saat itu terdengar sebuah suara. Suara yang lembut dan hangat, bagaikan alunan harpa seorang malaikat.
Aku dan Nayu serentak menoleh ke arah sumber suara itu. Yang berdiri di sana adalah──tunanganku, dan kakak ipar Nayu.
Ya──itu adalah Watanae Yuuka.
◆
"Y-Yuuka-chan…"
Nayu yang kaget tampak menegang dan mundur selangkah. Sementara itu, Yuuka perlahan berjalan mendekat ke arahnya.
"Yuuka… kenapa kau ada di sini?"
"Ada kabar dari Isami. Katanya, di dalam tas yang Nayu-chan bawa ada kostum cosplay, jadi mungkin saja dia sedang berganti pakaian… begitu. Aku ingin memberi tahu hal itu juga pada Yuu-kun."
Tas dengan kostum cosplay?
Aku menoleh ke dekat ayunan, dan di sana terlihat tas kecil berwarna hitam milik Nayu. Tas itu terbuka, dan di dalamnya ada piyama yang tadi dikenakannya.
──‘Bagaimana kalau hadiah dariku kostum cosplay?’
──‘Kau kan biasanya tampil boyish, tapi kupikir kau juga cocok dengan pakaian yang girly, lho.’
"…Oh iya, waktu pesta ulang tahun lewat daring, Isami memang sempat bilang begitu."
Dan ternyata hari ini, saat main ke rumah, dia sekalian memasukkan kostum itu ke dalam tas kecil hitam itu, untuk diberikan sebagai hadiah.
"Membawa kostum cosplay untuk menyamar, benar-benar penuh akal, ya… kau memang selalu begitu."
"…Tapi Nii-san tetap bisa menemukanku dengan cepat, kan."
"Itu karena penampilanmu sama persis dengan dulu… tapi tunggu, bagaimana Isami bisa tahu gaya lamamu?"
"Aku rasa dia tidak tahu… mungkin kebetulan saja."
Serius? Hebat sekali. Seperti yang diharapkan dari cosplayer terkenal. Dia bisa memilihkan pakaian yang paling cocok untuk orang yang akan memakainya.
"──Untung aku kembali lagi. Berkat itu, aku bisa mendengar langsung Nayu-chan menyampaikan perasaannya pada Yuu-kun."
"…Yuuka-chan. U-umm, aku…"
Yuuka mendekat sampai berdiri tepat di depan Nayu yang tampak bingung. Lalu ia merentangkan kedua tangannya lebar-lebar──dan memeluknya erat ke dalam dadanya.
"E-Eh, Yuuka-chan… k-kau tidak marah?"
"Aku marah, kok. Justru itu… hukumannya pelukan erat banyak-banyak, Nayu-chan."
Dengan nada bercanda, Yuuka tersenyum manis. Kemudian, seperti menenangkan anak kecil, ia mengusap lembut punggung Nayu.
"…Dasar Nayu-chan, bodoh. Aku jadi khawatir, tahu. Sampai sedingin ini… kalau nanti demamnya naik bagaimana… Baka."
Suara Yuuka semakin lama semakin serak. Bahu itu bergetar kecil, gemetar halus. Namun meski begitu, Yuuka tetap terus… memeluk Nayu erat, sangat erat──seakan-akan Nayu dilebur oleh hangatnya pelukan itu. Sambil terisak, Nayu meninggikan suaranya.
"Yu… Yuuka-chan…! Maaf… maaf, maafkan aku…!"
"Bukan, aku yang harus minta maaf. Aku sudah membuatmu merasa kesepian, berkali-kali. Maaf ya… sungguh, maaf, Nayu-chan."
"T-tidak…! Ini semua karena aku… k-ke…keegoisanku!! Yuuka-chan pun… Nii-san juga… sama sekali tidak salah…!!"
"──bukan egois, Nayu-chan. Itu jelas berbeda."
Dengan suara sebening kristal yang seakan mampu menjangkau langit, Yuuka berkata:
"Keinginan Nayu-chan untuk bisa menghabiskan waktu bersama Yuu-kun sama sekali bukan hal buruk. Karena dia kan kakak yang sangat berharga untukmu… Yuu-kun adalah sosok yang begitu penting bagi Nayu-chan."
"Tapi… seharusnya itu jadi malam Natal yang bisa mereka berdua habiskan bersama…"
"Halo!? Jangan meremehkanku begitu, Nayu-chan!!"
Dengan bibir mengerucut, menampakkan ketidakpuasan, Yuuka lalu mengacungkan jari telunjuknya sambil menunjukkan wajah penuh percaya diri.
"Coba pikir baik-baik! Aku sangat mencintai Yuu-kun. Aku dan Yuu-kun akan selalu, selamanya, merayakan Natal yang indah bersama setiap tahun! Jadi… kalau satu kali ada sedikit insiden, tidak masalah. Karena tahun depan, tahun setelahnya, dan seterusnya, akan ada Natal yang jauh lebih menyenangkan menanti kami. Itu sudah pasti!"
Alasan yang terdengar kekanak-kanakan. Namun, bisa mengucapkan hal seperti itu dengan begitu yakin──itulah tunanganku, Watanae Yuuka.
"Jadi, Nayu-chan tidak perlu merasa bersalah sama sekali! Karena itu, ayo pulang bersama──dan kita rayakan pesta Natal yang seru, berempat!"
"T-tapi… aku…"
Sambil mengelus perlahan punggung Nayu yang masih ragu-ragu, Yuuka tersenyum. Pipi itu memang masih basah karena air mata yang baru saja mengalir, tetapi seperti biasanya──ia menampilkan senyum cerah bak bunga yang tengah mekar penuh.
"Kita ini keluarga, kan? Di depan keluarga… saat ingin menangis, boleh menangis. Saat ingin manja, boleh manja. Jadi, ya? Kalau sedang tidak enak badan, bilang terus terang. Kalau merasa kesepian, mulai sekarang… katakan saja, ‘temani aku’!"
Mendengar kata-kata Yuuka itu, seolah bendungan pecah──Nayu pun mulai terisak keras.
──Sungguh, jadi Natal yang tak terduga.
Begitu aku bergumam dalam hati, pandanganku menengadah ke langit malam tanpa awan. Seharusnya malam akhir Desember terasa menusuk dingin, namun entah kenapa malam ini, yang terasa hanya… hangatnya sudut mata yang memanas.
Sekilas… aku mengarahkan pandangan pada Yuuka yang sedang merengkuh Nayu yang terisak.
Wajahnya penuh senyum kasih, tangannya membelai lembut──dan saat itu, bayangan dirinya tumpang tindih dengan────sosok ibu di masa lalu yang jauh.
Chapter 19
【Kabar Super Membahagiakan】
Tunanganku, Mengabulkan Mimpi White Christmas
“Selamat datang kembali, Nayu-chan.”
Didorong masuk ke rumah olehku dan Yuuka, Nayu disambut dengan senyum segar penuh pesona dari Isami. Ngomong-ngomong, Nayu masih mengenakan blus berenda dengan rok mengembang yang penuh gaya fancy. Wig potongan “hime cut” juga masih menempel.
Meski penampilan Nayu berbeda dari biasanya, Isami tidak menyinggung soal itu. Ia hanya bertanya hal yang wajar.
“Bagaimana demamnya? Yuuka sudah menyiapkan banyak makanan. Apa bisa makan?”
“…Iya. Entah kenapa setelah berlarian di luar, demamnya turun…”
Memang saat kupegang keningnya, sudah tidak panas lagi. Tidak ada batuk juga… apa mungkin ini cuma demam karena stres atau semacam “demam pikiran”?
Soalnya, biasanya Nayu seenaknya sendiri, tapi kali ini dia jarang-jarang mengkhawatirkan aku dan Yuuka. Bisa jadi itu penyebabnya.
“Yah, kalau sudah agak sehat, syukurlah. Besok hari Minggu, rumah sakit tutup. Jadi kalau nanti demamnya naik lagi, kita pergi ke IGD saja.”
“Berlebihan sekali… tapi, iya. Aku mengerti.”
“Ahaha! Sepertinya ini bukan Nayu-chan yang biasanya, ya. Jadi kecil begini.”
“Ya ampun, Isami! Jangan mengolok-olok Nayu-chan begitu!!”
“Aku tidak mengolok-olok, Yuuka. Hanya saja… aku sedikit mengerti perasaan Nayu-chan.”
Isami menempelkan tangan ke wajahnya, lalu dengan nada penuh perasaan berkata:
“Waktu festival budaya, aku sangat khawatir pada Yuuka. Aku hanya ingin dia tidak terluka lagi seperti dulu, dan bisa tetap tersenyum. Jadi──aku mengerti bagaimana perasaan Nayu-chan yang ingin kalian berdua bisa menikmati Natal bersama.”
“…Isami.”
Isami dan Nayu saling berpandangan──lalu tersenyum bersamaan. Mungkin, sebagai sesama ‘adik,’ ada sesuatu yang hanya bisa mereka rasakan. Meskipun biasanya mereka hanya bisa saling bersaing, mudah-mudahan ini bisa jadi awal agar pertengkaran mereka berkurang.
“Ngomong-ngomong, Nayu-chan… kostum cosplay yang kuberikan sangat cocok untukmu. Benar-benar seperti boneka.”
“…Hah?”
──yah, rupanya harapanku sia-sia. Isami langsung masuk ke mode pangeran tampan dan mulai mengucapkan hal-hal tidak perlu.
“Fufu, betapa imutnya boneka ini… sebuah boneka rapuh nan indah, yang seolah akan pecah jika kusentuh. Ayo, Nayu-chan yang manis──kau boleh menangis di dadaku.”
“…Berisik! Tidak lucu sama sekali!!”
Dengan wajah memerah, Nayu berteriak dan mencopot wig yang ia pakai.
Kini, dengan gaya rambut pendek khasnya dipadukan pakaian girly tadi, ia terlihat seperti versi campuran.
“Tidak mungkin aku menangis padamu! Bodoh! Sombong sekali sih!?!”
“Ahaha, wajah marahmu juga imut, lho. Meski mulutmu sering berkata keras, tapi di dalam hatimu──kau memelihara seekor burung kecil yang rapuh, bukan begitu, Nayu-chan?”
“Ugh, nyebelin! Aku tidak akan pernah memaafkanmu, dasar cowok sok tampan!! Nanti Yuuka-chan yang akan memarahimu, dan aku harap kau menangis, si mental tahu!”
Ah… ya ampun. Padahal sebentar lagi mau mulai pesta, tapi dua orang ini malah ribut lagi.
Setelah itu──kami berempat mengadakan pesta Natal bersama keluarga.
Oh iya, Nayu sudah berganti lagi ke pakaian biasanya. Gaya feminin seperti dulu memang tidak jelek, tapi tetap saja, menurutku pakaian biasanya lebih cocok dengan dirinya yang sekarang.
“Wah… luar biasa. Semua ini Yuuka-chan yang masak?”
“Ehehe~! Benar sekali!! Semua ini adalah spesial dinner yang sudah kusiapkan dari kemarin──supaya Nayu-chan bisa senang!”
Dengan wajah penuh percaya diri, Yuuka bertolak pinggang.
Seperti biasa, keceriaannya meledak-ledak, sampai akhirnya membuat Nayu tidak tahan──ia tertawa terbahak.
Sambil menghapus air mata yang keluar karena terlalu banyak tertawa, Nayu berkata:
“Terima kasih, Yuuka-chan… aku benar-benar senang.”
“Ngomong-ngomong, kue ini aku yang belikan. Nayu-chan kan lebih suka kue tart stroberi, ya?”
“…Nii-san. Kenapa sih kau harus kasih tahu Isami hal-hal yang tidak perlu?”
“Ya tidak apa-apa, cuma soal selera kue doang. Lagipula, menurutmu Isami itu apa, sebenarnya?”
Saat kami sedang mengobrol begitu, tiba-tiba ponsel di sakuku bergetar. Karena ruang tamu terlalu berisik, aku pindah ke lorong dan menjawab telepon.
『Merry Christmas! Ini ayah tercinta, lho.』
“Kalau ini telepon iseng, aku matikan.”
『Kurang asyik sekali, Yuuichi.』
Ternyata peneleponnya adalah dalang yang seenaknya memutuskan pernikahanku dengan Yuuka──ayahku, sekaligus ayah Nayu. Padahal tadi kudengar dia tidak bisa pulang karena pekerjaan, tapi rupanya masih sempat telepon iseng… dasar.
“Jadi? Ada apa sebenarnya?”
『Ayah cuma khawatir kalian berdua, apa kalian baik-baik saja.
Maaf ya, tidak bisa bersama di malam Natal…』
“…Ayah memang selalu memperhatikan hal-hal begitu. Jangan khawatir, aku dan Nayu… sedang menikmati Natal yang menyenangkan bersama Yuuka dan lainnya.”
Di seberang sana, terdengar napas lega. Lalu ayah berkata:
『Sampaikan pada Yuuka-san… terima kasih karena sudah membuat Yuuichi bahagia. 』
“…Apa? Kenapa tiba-tiba bilang begitu…”
『Itu karena aku mendapatkannya. Pesan video dari Nayu waktu pesta ulang tahun.』
Hah… Jadi bocah itu, padahal bilang tidak merekam, ternyata diam-diam merekam juga ya?
Sungguh──benar-benar tidak bisa ditebak. Adik bodohku satu itu.
Setelah menutup telepon dengan ayah, aku pun kembali ke ruang tamu, menahan tawa yang hendak meledak, ke tempat tiga orang yang sedang menungguku.
──Setelah itu, kami berempat menghabiskan Natal dengan penuh keakraban. Nayu dan Isami sempat adu mulut.
Yuuka, seolah memanfaatkan kesempatan, terus menempel padaku. Nayu yang sudah mulai pulih malah kembali berulah dengan keisengannya.
Benar-benar… suasananya tidak jauh berbeda dengan biasanya, ramai dan ribut. Tapi mungkin justru kebersamaan yang biasa seperti inilah… yang bisa disebut kehangatan keluarga.
Begitulah yang entah kenapa aku rasakan.
◆
“Fwaaah… Natal tadi seru sekali ya.”
Setelah Nayu dan Isami tertidur. Aku dan Yuuka, seperti biasa, berbaring di futon masing-masing yang diletakkan berdampingan, sambil bercakap ringan.
“Yuuka. Terima kasih untuk semuanya hari ini… termasuk soal Nayu, dan juga sarung tangan rajutan tanganmu ini.”
“Ehehe~. Aku senang sekali kamu menyukainya.”
Ketika menyentuh sarung tangan yang tergeletak di sisi bantal── hangatnya kembali terasa. Rasa cemas dan gelisah yang kurasakan saat mencari Nayu, seakan dibungkus lembut oleh hangatnya sarung tangan itu.
Rasanya seolah Yuuka terus menggenggam tanganku… menghadirkan rasa aman yang menenangkan.
“……Eh? Ada apa, Yuu-kun?”
“……Ah, tidak, cuma…”
Mungkin karena rasa kantuk yang mulai datang, bayangan Yuuka yang waktu itu menggendong Nayu yang menangis deras, perlahan muncul di pelupuk mataku. Entah kenapa… aku hampir menangis.
“Di depan keluarga, tidak apa-apa kalau menangis, atau manja── bukankah aku sudah bilang begitu?”
Seakan membaca isi hatiku. Yuuka yang berbaring di sebelahku, tersenyum lembut.
Senyum itu terasa begitu akrab──hingga membuat hatiku terasa pilu. Dengan jujur, aku pun mengutarakan isi hati.
“Yuuka, um… maaf kalau ini permintaan aneh. Tapi, hanya untuk malam ini saja──bolehkah aku tidur dalam pelukanmu?”
“……Ya, tentu saja. Sini, kemarilah.”
Dengan wajah penuh kasih, Yuuka membuka kedua tangannya perlahan. Aku pun, melupakan rasa malu, menyerahkan diri dan membenamkan tubuhku dalam pelukannya──sambil meringkuk erat.
────Hangat dan lembut. Dan entah kenapa──ada aroma manis yang menenangkan.
“Yuu-kun selalu berusaha keras ya.”
Yuuka berbisik lembut di telingaku, sambil mengusap kepalaku dengan sayang. Setiap kali ia menyentuhku, ada sesuatu yang bergemuruh dari dalam dadaku. Tanpa sadar, setetes air mata mengalir melewati pipiku.
“Tidak apa-apa… aku akan selalu berada di sisimu…”
Terima kasih, Yuuka──karena telah berada di sisiku.
Dengan perasaan seolah kembali menjadi anak kecil, aku menyerahkan diri pada kehangatan itu… hingga tanpa kusadari──aku tertidur.
◆
Keesokan paginya. 26 Desember.
Saat aku terbangun, Yuuka sudah tidak ada lagi di dalam futonnya. Ketika aku bangun dan melangkah ke dekat jendela, kulihat Yuuka tengah bersorak riang di balkon.
Aku mengambil kantong cokelat yang kusimpan di bawah meja, lalu ikut keluar ke balkon.
“Oh, selamat pagi Yuu-kun! Hei lihat, salju! Salju turun!!”
Yuuka bersorak riang seperti anak kecil. Ketika aku mendongak seperti yang ia bilang──butiran salju putih beterbangan, menari di langit musim dingin.
“Haa~… lihat, napasku sampai putih begini! Hari ini lebih dingin daripada kemarin ya. Pantas saja salju turun~.”
“Kamu kelihatan senang sekali… tapi, tidak kedinginan, Yuuka?”
“Uuun! Dingin sih~. Andai saja ada yang mau menghangatkan Yuuka yang hampir beku ini──eh!?”
Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, aku membuka kantong cokelat itu──dan menyematkan earmuff berbulu lembut di telinganya. Lalu, sambil mengenakan sarung tangan rajut pemberiannya, aku berkata:
“Pertukaran hadiah──aku menunggu saat yang paling pas supaya terasa meriah. Bagaimana menurutmu?”
“A-aahh! Auuuhhh…”
Yuuka yang kehilangan kemampuan bicara total, memukul-mukul dadaku dengan tangannya yang mungil. Namun setelah itu, ia langsung──memelukku erat-erat.
“…Merry, White After Christmas, ya!!”
“Itu apa? Kalau kamu mulai bilang After Christmas, berarti apa pun bisa jadi alasan──”
“Tidak apa-apa! Hari ini adalah White After Christmas yang indah! Kalau dipikir begitu, bukankah akan lebih menyenangkan!!”
“Kamu benar-benar memaksa ya… tapi yah, memang terasa lebih cocok dengan dirimu begitu.”
Salju yang makin deras, melukis pemandangan After Christmas dengan warna putih.
Saat aku terpesona oleh keindahan itu──Yuuka tiba-tiba menatapku dari dekat, dengan senyum nakal di wajahnya. Pipi merah padam. Bibir merah muda yang berkilau.
“Waktu di bianglala… ingat kan, sesuatu yang sempat tertunda? Apa itu?”
“…………Eh? Kamu serius?”
“Tentu saja! Soalnya, mimpiku adalah berciuman dengan orang yang kusayangi di White Christmas.”
"Kan hari ini bukan Natal?"
"Masih masuk hitungan selisih tipis kok! Baik White Christmas maupun White After Christmas!!"
Melihat Yuuka yang berusaha keras meyakinkan itu… entah kenapa aku jadi tertawa. Melihatku tertawa, Yuuka pun ikut tersenyum malu sambil berkata "Ehehe~."
"Yah… lagipula tadi malam aku juga sudah minta tolong padamu."
"……Yuu-kun yang tidur sambil kupeluk itu, juga imut sekali loh?"
"Kalau mau menggodaku, lebih baik aku hentikan saja, tahu?"
"Baiklaah, maaf, maaf. Aku tidak akan bilang lagi~."
Setelah percakapan ringan dan biasa seperti itu. Aku meletakkan tanganku pelan di bahu Yuuka. Lalu, aku dan Yuuka──saling menempelkan bibir dengan lembut.
☆Tahun Baru Bersama Keluarga Setelah Sekian Lama☆
Hhh… lembut sekali rasanya. Aku masih ingin melakukannya lebih banyak lagi…
Sambil menempelkan telunjuk di bibirku, aku mengguling-gulingkan tubuhku di atas sofa.
──Eh, tidak boleh begitu, diriku!? Kalau aku terus memikirkan hal-hal yang tidak pantas… nanti Yuu-kun jadi bosan padaku.…Tapi. Tapi kan? Karena aku mencintai Yuu-kun, jadi kalau aku sampai berpikir “Aku ingin lebih sering berciuman dengannya,” itu wajar saja, kan!?
“Eh… dari tadi kenapa sih, wajah Yuuka berubah-ubah sendiri?”
“Fugyaaah!?”
Aku mengeluarkan suara seperti kucing dan terjatuh dari sofa. Yang sedang memandangiku dari atas sambil menghela napas panjang “ya ampun” itu… adalah adikku, Watanae Isami.
“Seperti biasa, Yuuka memang kekanak-kanakan. Sisi itu memang manis sih… tapi sepertinya kau juga perlu sedikit mengasah daya tarik orang dewasa, supaya tidak membuat Yuu nii-san bosan.”
“Berisik, sana pergi! Dasar Isami bodoh!!”
Rasa malu bercampur dengan omelan yang tak perlu itu membuatku bersuara keras. Isami memang selalu mengejekku… hmpf!!
“…Nah, Yuuka lagi bad mood nih. Ibu, gimana menurutmu?”
“Eh, Ibu?”
Melihat Isami yang sedang berbicara sambil menempelkan ponsel ke telinganya, aku langsung berdiri.
Aku meminta Isami supaya teleponnya diberikan padaku.
“Halo? Ibu? Apa kabar?”
『…Justru Ibu yang khawatir padamu. Bagaimana dengan tunanganmu? Dia tidak menyimpan tali atau lilin, kan!? 』
“Mana mungkin!? Ibu ini khawatirnya kebablasan sampai jadi horor!”
Dari dulu Ibu memang sangat khawatir—bukan cuma sedikit, tapi benar-benar terlalu protektif.
“Yuu-kun itu orang yang luar biasa, tahu? Tampan, lucu, pokoknya luar biasa! Benar-benar paket lengkap!! Jadi… Ibu tidak perlu khawatir, ya?”
『Hiii… manusia seperti itu mana ada…』
Niatku mau menenangkan, tapi malah dia berteriak panik.
Aduh… Ibu ini.
Sepertinya memang harus bertemu langsung dengan Yuu-kun supaya bisa bicara dan tenang sendiri.
“──Oh iya. Ibu, Ayah ada di rumah?”
Ayahku adalah orang yang pertama kali membawa kabar tentang perjodohan dengan Yuu-kun. Awalnya aku sempat “Pokoknya aku tidak akan memaafkan!” dan kesal padanya. Tapi sekarang… ehehe. Aku justru bersyukur karena sudah dipertemukan dengan orang sebaik ini.
Aku benar-benar ingin mengucapkan terima kasih padanya.
『Ayah sedang sibuk akhir tahun ini. Hari ini juga dari pagi sudah berangkat kerja. 』
“Eh, begitu… Ayah tidak sakit? Baik-baik saja?”
『Baik-baik saja kok. Hanya saja… dia terus mengkhawatirkanmu, Yuuka. 』
Oh begitu… iya juga. Karena kegiatan sekolah dan aktivitas seiyuu, akhir-akhir ini aku jarang sekali pulang kampung. Setidaknya waktu Tahun Baru ini… aku ingin bertemu Ayah dan Ibu.
“Nih, Isami. Makasih ya sudah kasih aku bicara sama Ibu.”
Setelah selesai bicara dengan Ibu, aku menyerahkan ponsel itu kembali pada Isami.
“Eh, Isami. Ayah baik-baik saja?”
“Oh, tentu. Ayah dan Ibu sama-sama sehat… tidak berubah sejak dulu, saat kau masih di rumah.”
“Begitu ya…”
Kira-kira Yuu-kun mau tidak ya bertemu dengan orang tuaku?
Biasanya kan, tunangan bertemu orang tua itu pasti tegang sekali… aku saja membayangkan kalau harus bertemu Ayahnya Yuu-kun saja sudah deg-degan. Tapi… dalam kasus kami, pernikahan ini kan sudah diputuskan sepihak oleh orang tua. Satu-satunya yang patut disyukuri mungkin adalah kami tidak perlu menghadapi penolakan.
Ah… tapi Yuu-kun kan pria paling luar biasa di seluruh jagat raya.
Seberapa pun orang tuanya seperti apa, mereka pasti langsung mengizinkan pernikahan kami.
Ehehe~ hebat kan. Calon suamiku masa depan ini. Meski ada yang menginginkannya… aku sama sekali tidak akan memberikannya!
Previous Chapter | ToC | 






Post a Comment