NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ore no linazuke ni Natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Volume 4 Chapter 6 - 10

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 6

Bagaimana cara yang tepat bersikap saat pembagian kelompok study tour?


"Yuu-kun~♪ Yuu-kun, Yuu-kun~♪ Yuyuyu, Yuu-kun~♪"


Entah kenapa, dari sampingku terdengar lagu aneh. Ketika aku menoleh, di sana ada Yuuka yang sedang menggenggam tas dengan kedua tangannya, menggerak-gerakkan kepala sambil tertawa riang. Kacamata berbingkai tipis, rambut diikat dengan kuncir kuda. Seragam yang dipakai sesuai aturan sekolah. Semuanya benar-benar tampilan sekolah yang rapi, tetapi—ekspresi Yuuka yang sedang menyanyikan lagu aneh itu jelas-jelas tampilan rumah.


"Yuuka. Kita lagi di luar, lho. Kalau ada yang melihatmu jalan dengan semangat seperti itu… mereka bisa saja mengira kamu habis makan jamur beracun."


"Kenapa jamur!? Duh, nggak apa-apa, kan. Di sekitar sini tidak banyak orang lewat, jadi tidak akan ada yang melihat. Kalau sudah sampai jalan besar, aku akan langsung berubah jadi—diriku yang selalu terlihat cool!!"


Sambil ia bicara begitu, kami semakin dekat dengan persimpangan yang ramai. Begitu sampai di sana, Yuuka—bergeser sedikit menjauh dariku, lalu menoleh dengan wajah tanpa ekspresi.


"…Apa, Sakata-kun? Jangan menatapku terus."


"Eh, eh, eh!? Orang yang barusan masih nyanyi-nyanyi 'Yuu-kun' itu siapa, hah!?"


"…Aku tidak paham apa yang kamu bicarakan."


Seketika sikapnya berbalik jadi dingin. Melihat kemampuan beralih wajah yang masih sama seperti biasanya, aku sudah melewati tahap takut atau jengkel, sekarang malah jadi kagum.


Apakah semua seiyuu memang bisa secepat itu berganti peran… atau hanya Yuuka yang seperti ini?


Aku sendiri tidak tahu. Yang jelas, tunangan aku tetap—beroperasi dengan mode biasanya hari ini.



"Baiklah. Untuk homeroom hari ini, kita akan menentukan kelompok study tour bulan depan."


Wali kelas 2-A, Gousaki Atsuko-sensei, berkata sambil menepuk meja guru.


Study tour. Begitu kata itu diucapkan, seluruh kelas langsung riuh penuh antusiasme.


"Hei, diam dulu kalian!"


Sensei menegur kelas yang semakin gaduh—tetapi matanya justru berkilau cerah. Sudut bibirnya terangkat tinggi, terlihat jelas kalau ia benar-benar bahagia dari dalam hati. Lalu, gadis gyaru yang duduk di depan secara miring, Nihara-san, tertawa cekikikan sambil berkata:


"Ngaku aja deh, Gousaki-sensei yang paling senang, kan?"


"Hentikan itu, Nihara. Jangan mengolok-olok gurumu… meski memang benar, aku juga sangat menantikannya! Karena study tour itu—adalah simbol dari masa muda!!"


"Hahaha! Kocak banget! Yang menjalani masa muda itu kita, bukan 

Sensei, kan?"


"Tentu saja. Tapi bisa menyaksikan murid-murid menjalani salah satu momen berharga dalam hidupnya…itu saja sudah membuatku bahagia!!"


Percakapan penuh semangat antara guru berjiwa api dan gadis gyaru penuh energi. Murid-murid lain ikut tertawa kecil melihat interaksi itu.


Hebat sekali… betapa luar biasanya kemampuan komunikasi itu. Hal semacam itu jelas tidak mungkin bisa aku tiru. Lagipula, berbeda dengan kebanyakan teman sekelas yang terlihat bersemangat, aku justru tidak begitu terangkat mood-nya saat mendengar kata "study tour". Bahkan sejujurnya, aku merasa sedikit merepotkan.


Ya, maksudku, kalau perginya bersama teman dekat yang sudah akrab, tentu aku akan lebih bersemangat. Tapi study tour ini adalah acara sekolah—perjalanan dengan seluruh angkatan.


Buatku, yang tidak banyak berhubungan akrab dengan sebagian besar teman sekelas, rasanya lebih banyak stres daripada menyenangkan. Apalagi soal kegiatan kelompok. Tergantung siapa anggotanya, itu bisa jadi penderitaan.


Dengan pikiran negatif seperti itu, percakapan antara Gousaki-sensei dan Nihara-san tadi—benar-benar terasa seperti percakapan dari dunia lain bagiku.


Brrr~♪


Saat aku duduk dengan perasaan campur aduk, ponsel yang kusembunyikan di dalam tas bergetar. Aku buru-buru mengeluarkan-nya diam-diam, berusaha agar tidak ketahuan Gousaki-sensei.


Sembari menyembunyikannya di bawah meja, aku membuka layar RINE.


『Yuu-kun, study tour! Tahun ini ke Okinawa, lho!! Hehehe… aku nggak sabar!』


"Pfft!" tanpa sadar aku terkekeh.


"Sakata, ada apa?"


"Ti-tidak ada apa-apa, Sensei… cuma hampir bersin."


Aku pun menutupi keadaan, lalu membalas pesan Yuuka yang begitu ceria di RINE.


『Yuuka, kamu benar-benar menantikannya, ya? Study tour.』

『Tentu saja! Study tour penuh kenangan bersama Yuu-kun… jelas aku menantikannya dong.』

『…Jangan-jangan, kamu berniat masuk kelompok yang sama denganku?』

『Eh? Memangnya tidak boleh?』


Aku menoleh ke arah bangku Yuuka dengan hati-hati. Dan saat itu juga—tatapanku bertemu dengan Yuuka yang menatapku dengan wajah benar-benar datar, seperti topeng noh.


…Seram!? Biasanya Yuuka memang jarang menunjukkan ekspresi di sekolah, tapi kali ini lebih ekstrem lagi. Kalau orang yang tidak tahu situasi melihatnya, mungkin bisa kebawa sampai mimpi buruk.


『Seram banget, apa maksud ekspresi itu!?』

『Hmmm. Jadi, Yuu-kun tidak mau satu kelompok denganku ya. Begitu, rupanya.』

『Bukan begitu!? Bukannya aku tidak mau satu kelompok denganmu, tapi nanti terlihat mencurigakan, kan!? Kita yang di sekolah jarang sekali berinteraksi, tiba-tiba malah satu kelompok!!』

『Oh begitu. Jadi kelompoknya berbeda, ya. Lalu kau akan berduaan dengan gadis lain, begitu?』

『Itu penafsiran yang salah! Dan lagi, “rendezvous”? Sudah lama sekali aku tidak dengar kata itu dalam percakapan sehari-hari!!』

『Study tour itu hal yang sepele. Bisa senang hanya karena acara sekolah serendah ini, sungguh kebodohan.』


Sepertinya ia sedang ngambek, bahkan di RINE pun Yuuka berubah jadi “mode sekolah”. Padahal semua yang ia katakan terdengar logis… tapi kenapa rasanya sangat tidak adil begini?


"Baiklah. Sekarang, buat kelompok berisi enam orang! Mungkin ada yang berpendapat lebih adil kalau diundi… tapi Sensei justru ingin kalian menentukan sendiri! Karena Sensei ingin study tour ini jadi pengalaman paling menyenangkan bagi kalian semua!!"


Sekilas terdengar bijak, tapi sebenarnya itu keputusan yang kejam untuk para siswa yang tidak punya teman dekat.


Kelas langsung riuh bergemuruh. Dan di sisi lain, Yuuka yang tanpa ekspresi… kini bahkan sampai memancarkan aura yang terasa mencekam.


──Demikianlah. Pembagian kelompok study tour penuh gejolak pun, resmi dimulai.



"Hoi, Yuuichi! Ayo kita satu kelompok!"


"Tentu."


Ajakan dari Masa—teman dekat berambut berdiri di sebelahku—langsung kusambut tanpa ragu.


Masa, otaku terang-terangan yang sama sekali tidak peduli pada pandangan orang lain. Berkebalikan denganku, seorang otaku yang cenderung menjaga citra. Tapi entah bagaimana, sejak kelas satu SMP kami selalu bersama. Jujur saja, kalau pun Masa tidak mengajakku lebih dulu, aku sendiri pasti akan mengajaknya.


Soalnya, sulit kuakui tapi—satu-satunya teman laki-laki sekelas yang bisa membuatku nyaman berada dalam satu kelompok hanyalah dia.


"…Terus? Kau berniat mengajak siapa lagi?"


"Sabar dulu, tenanglah, Yuuichi… kau tahu pepatah, ‘tergesa-gesa malah berantakan’ kan?"


"Aku tahu, tapi aku sama sekali tidak paham hubungannya di sini."


Apa maksudnya, sih?


Aku menatapnya dengan setengah putus asa, sementara Masa mulai menjelaskan teorinya dengan penuh percaya diri.


"Dengar, Yuuichi. Study tour ini kelompoknya harus enam orang. Karena itu, sekarang semua orang sedang sibuk membentuk kelompok enam orang dengan teman dekat mereka. Tapi coba perhatikan… jumlah murid kelas kita ada tiga puluh empat. Artinya, kalau terbentuk lima kelompok isi enam orang—akan tersisa empat orang!"


"…Lalu?"


"Apa kau masih tidak paham? Kalau kita berdua diam saja menunggu, maka otomatis kita akan berada satu kelompok dengan dua orang sisanya! Orang-orang yang tidak dapat masuk ke kelompok enam biasanya bukan anak populer atau yang sok keras… kemungkinan besar yang tersisa justru orang-orang yang tidak merepotkan, kan?"


Rasanya seperti aku baru saja dilempar bumerang besar. Tapi untuk saat ini kuabaikan dulu.


"Kamu bilang tidak merepotkan, tapi bagaimana kalau yang tersisa justru dua orang yang sama sekali tidak pernah berinteraksi dengan kita? Bukankah itu juga akan canggung?"


"Aku balik tanya—apa ada dua orang lain yang bisa kau ajak sendiri tanpa kikuk?"


"…Ugh."


Sekali lagi, bumerang tepat mengenai diriku.


"Yah, mungkin saja Gousaki-sensei akan membagi jadi kelompok lima orang kalau jumlahnya tidak pas. Tapi mau dua atau tiga orang yang tersisa, tetap saja hasilnya sama. Kalau ternyata susah diajak ngobrol, ya sudah… kita berdua main Arisute saja sepanjang perjalanan!"


Memang terdengar ekstrem, tapi—mungkin itu pilihan paling aman juga. Baiklah, untuk sementara kita amati dulu gerakan teman-teman sekelas…


"Momono, ayo gabung sama kelompok kita!"


"Eh, tidak boleh! Momo ikut kelompok kami, dong!"


"Hei, Momono! Gimana kalau jalan bareng sama kami? Aku jamin bakal seru banget!"


"Ugh, dasarnya modus! Momono, jangan pedulikan mereka, ikut kelompok kita aja!"


…Percakapan dunia lain terdengar jelas di dekatku.

Sosok gyaru yang berpenampilan mencolok, tapi sebenarnya penggemar tokusatsu—Nihara Momono. Di sekeliling Nihara-san, baik laki-laki maupun perempuan, ramai-ramai mengajaknya masuk kelompok. Inilah yang disebut komunitas anak populer… jujur saja, cukup menakutkan. 


Sementara itu—aku menoleh ke arah lain. Di sana, duduk sendirian tanpa bicara dengan siapa pun… Yuuka. Yuuka dalam mode sekolah, dengan aura kaku dan sederhana, memang tidak punya banyak teman. Sejak festival budaya, kadang-kadang ada beberapa siswi yang mulai mencoba mengajaknya bicara, tapi… karena Yuuka kebingungan menjawab, sikap dinginnya justru membuat orang lain mundur.


Jadi, untuk bisa langsung akrab sampai lancar menentukan kelompok study tour, rasanya memang belum sampai ke tahap itu. Seketika dadaku terasa nyeri.


『Yuu-kun, study tour! Tahun ini ke Okinawa!! Hehehe… aku nggak sabar!』


Pesan penuh keceriaan yang ia kirim waktu itu terlintas lagi di kepalaku. Padahal Yuuka menulisnya dengan begitu bersemangat, tapi sekarang ia hanya duduk diam di kursi, terlihat sedih. 


Meninggalkannya begitu saja… jelas aku tidak sanggup.


"He-hey, Yuuichi!?"


Masa bersuara panik. Tapi sekali aku melangkah, kakiku tidak bisa berhenti.


"Watanae-san. Kalau tidak keberatan, bagaimana kalau… kau masuk kelompok dengan kami?"


"…Eh?"

Aku berdiri di samping Yuuka yang menunduk, memberanikan diri untuk mengajaknya.


Yuuka langsung menatapku dengan mata bulat, mendongak cepat. Entah kenapa aku merasa seluruh kelas mendadak riuh, tapi… aku terlalu takut untuk menoleh.


"Lihat saja. Aku dan Masa juga baru berdua. Jadi kalau Watanae-san juga belum ada kelompok… kupikir, mungkin kita bisa bersama."


"…Tidak apa-apa, kan? Aku tidak melihat alasan untuk menolak. Lagipula study tour tidak akan berbeda meski aku berada di kelompok mana pun… fufufu."


Dan di akhir kalimatnya, ia berbisik lirih dengan nada “versi rumah”-nya, sampai hanya aku yang bisa mendengar!?


Ekspresinya tetap mempertahankan wajah datar yang dingin khas di sekolah, tapi justru itu terlihat sangat lihai!!


"Heee! Kedengarannya seru banget!! Kalau begitu, aku juga ikut ya, Sakataaa!!"


Dengan suara ceria yang seolah membelah suasana kelas yang agak gaduh, Nihara-san berseru. Lalu ia berlari mendekat ke arahku dan Yuuka.


"Kan bagus tuh. Trio yang sudah berjuang di festival budaya, sekarang bareng di study tour! Pasti seru banget!! Malahan, kalau di study tour… mungkin kita bisa lihat lagi senyum ala maid dari Watanae-san?"


"…Itu tidak akan terjadi."


"Hoi, Nihara! Jangan asal bikin kelompok cuma trio doang!! 

Jangan singkirkan aku… kalau Yuuichi nggak ada, study tour-ku bakal jadi neraka, tahu!!"


"Aku ngerti kok. Santai aja, Kurai juga ikut! Kita berempat bikin study tour yang menyenangkan, gimana?"


"Eh… Momo, seriusan kamu ngomong begitu?"


Salah satu dari kelompok yang tadi berusaha mengajak Nihara-san tampak kebingungan.


Kelas kembali ramai, tapi kali ini dengan makna yang berbeda. Namun, seperti biasa—itulah kehebatan seorang gyaru.


"Soalnya kan, dari tadi kalian ribut berebut aku, kan? Kalau sampai ada yang bertengkar gara-gara itu di study tour, bukannya malah bikin nggak seru? Jadi… abaikan aku, kalian tentukan kelompok kalian sendiri. Lagipula aku ini tipe yang bisa bersenang-senang bareng siapa pun, kok?"


Itu setengah benar dan setengah bohong.


Memang benar Nihara-san bisa akrab dengan siapa saja, tapi satu-satunya orang yang bisa ia tunjukkan dirinya yang sebenarnya hanyalah Yuuka. Karena itu, aku yakin Nihara-san juga lebih senang kalau bisa berada di kelompok yang sama dengan Yuuka.


Selain itu, karena Nihara-san punya sifat pahlawan…meninggalkan Yuuka yang sendirian, atau membiarkan hubunganku dengan Yuuka dicurigai orang lain—hal seperti itu pasti tak sanggup ia lakukan.


Terima kasih ya, Nihara-san.


──Dan begitu. Akhirnya aku, Yuuka, Nihara-san, dan Masa… resmi menjadi satu kelompok study tour.




Chapter 7 

【Ketegangan】

Senior Tunanganku, bahkan lewat telepon pun tekanannya luar biasa


"Mo~ berapa kali tidur lagi~ ♪ Study tour~ ♪"


Hei, masih lebih dari sebulan lagi, tahu. Lebih dari tiga puluh kali tidur juga. Lagipula, apa itu lagu plesetan? Bahkan anak SD yang menantikan karyawisata pun sepertinya tidak akan seantusias itu. 


Begitulah semangat yang diperlihatkan Yuuka. Sejak pulang ke rumah, Yuuka terus seperti ini. Saat memasak makan malam pun, bahkan sekarang ketika kami sedang makan bersama—ia tetap ceria dengan senyum lebar dan suasana hati yang tinggi.


"Yuuka… aku paham kalau kamu senang, tapi bisakah kamu sedikit tenang dulu?"


"Kenapaa~? Soalnya, aku sudah bahagia hanya dengan Yuu-kun saja, ditambah lagi Momo-chan mau masuk kelompok yang sama juga, kan!? Kurai-kun memang belum banyak aku ajak bicara, tapi dia bukan tipe yang sulit juga… Dengan begini, sudah pasti ini akan jadi study tour terbaik sepanjang sejarah hidupku!"


"Aku ngerti alasannya, dan aku juga lega bisa masuk kelompok ini, tapi… terlalu cepat! Masih lebih dari sebulan lagi, kamu terlalu cepat terbawa suasana!!"


Kalau ia terus-terusan menghabiskan energi seperti ini sampai hari keberangkatan, malahan sebelum berangkat sudah keburu meleleh dan lenyap. Mendengar teguranku, Yuuka pura-pura manyun sambil berkata, "Baai~k," lalu menyuap daging jahe ke mulutnya.

Dan sambil mengunyah… lagi-lagi wajahnya mengendur, tersenyum lebar.


"Yuuka. Rasa gembiramu itu bocor, kelihatan banget."


"Soalnyaa… aku nggak bisa menahan diri. Aku ini sebenarnya sangat tidak pandai dengan acara seperti study tour, jadi aku sempat khawatir soal pembagian kelompok. Tapi ternyata bisa dapat anggota kelompok seperti ini… rasanya benar-benar kayak dari neraka pindah ke surga, jadi aku seneng banget!"


"Yah, aku setuju kalau anggota kelompok bisa bikin study tour terasa seperti neraka juga… dalam hal itu, aku berterima kasih pada Nihara-san yang berhasil membujuk Gousaki-sensei."


Kelas 2-A ada tiga puluh empat orang. Pembagian kelompok untuk study tour adalah lima kelompok berisi enam orang, dan satu kelompok berisi empat orang.


Kalau dipikir secara seimbang, seharusnya dibagi menjadi empat kelompok × enam orang dan dua kelompok × lima orang. Gousaki-sensei pun awalnya mengusulkan hal itu. Namun──


"Tapi, Gousaki-sensei? Kalau anggota yang sudah diputuskan mesti dipecah lagi… bukannya malah bikin ‘momen remaja’ jadi redup, kan?"


Pendapat Nihara-san itulah yang menjadi penentu.


Akhirnya ditetapkan: lima kelompok × enam orang, dan satu kelompok × empat orang—dan kelompok kami berempat, aku, Yuuka, Nihara-san, serta Masa, resmi terbentuk.


Luar biasa memang seorang gyaru. Bisa-bisanya mengendalikan guru penuh semangat itu dengan mudah… gadis yang menakutkan.


"Momo-chan itu selalu keren banget ya… aku benar-benar suka banget! Momo-chan memang kelihatan imut, tapi dalamnya itu kayak pahlawan keren. Kalau Momo-chan lahir jadi laki-laki, aku rasa dia bakal populer setingkat idol!"


"Kalau Isami?"


"Waktu cosplay pakai baju laki-laki sih lumayan keren. Tapi aslinya… lebih ke imut-nyebelin, sih?"


"Kalau Nayu?"


"Imut dari luar, imut juga dari dalam!"


Begitu rupanya. 


Iseng-iseng aku bertanya, dan akhirnya aku jadi tahu penilaian Yuuka terhadap teman dekatnya.


"Oh iya… kalau Yuu-kun, ya? Dari luar super tampan! Tapi sekaligus juga imut banget. Dari dalam… apa ya… malaikat? Dewa? Hmm, intinya… nggak ada kata-kata di dunia ini yang cukup buat menggambarkannya, pokoknya kamu nomor satu!!"


"Aku nggak nanya! Dan jelas itu penilaianmu udah bias banget!!"


Mulai sekarang, kalau Yuuka cerita soal aku, tolong ada teks berjalan, "Yuu-kun versi ini hanyalah fiksi. Tidak ada hubungannya dengan Yuu-kun asli." Bias Yuuka terlalu parah, sampai-sampai sudah jadi karakter fiksi, benar-benar.


"…Boleh nggak, aku cerita sedikit hal yang agak melankolis?"


Tiba-tiba, dengan suara pelan yang hampir menghilang, Yuuka berbisik. Ia mendongak ke langit-langit, lalu mulai berbicara.

"Waktu SMP, aku pernah bilang kan, kalau aku sempat menarik diri selama hampir setahun? Jadi… aku nggak ikut study tour SMP."


"Ah…"


Aku malu karena baru sadar setelah mendengar itu. Padahal, kalau dipikir sedikit saja, aku seharusnya sudah menyadarinya.


"Waktu SD aku juga nggak ikut, karena sakit demam. Jadi… study tour kali ini bakal jadi yang pertama dan terakhir untukku. Hehe… makanya aku jadi terlalu semangat."


"Maaf. Aku malah asal ngomong tadi, tanpa tahu perasaanmu…"


"Nggak, bukan begitu!? Aku sama sekali nggak terluka gara-gara itu, sungguh! Aku sudah meninggalkan semua penyesalan di SMP di ruang kelas itu. Sekarang aku sudah memutuskan untuk membuat banyak kenangan menyenangkan di SMA… aku cuma mau bilang, aku pengen kamu ikut menikmatinya bersamaku!!"


Masa SMP yang berat. Lukanya pasti masih ada di hati Yuuka. Tapi seperti bekas luka yang perlahan jadi koreng, Yuuka ingin menikmati sepenuhnya masa kini.


"──Tentu saja. Aku juga yakin study tour bareng Yuuka, Nihara-san, dan Masa pasti bakal seru. Jadi, ayo kita buat banyak kenangan indah bersama, Yuuka."


"…Iya!!"


Yuuka mengangguk mantap, lalu menunjukkan senyum cerah bak bunga matahari. Melihat itu, aku juga merasakan wajahku ikut mengendur.


──Tepat di saat itu. Dari ponsel Yuuka, terdengar nada dering panggilan RINE.

"Eh!? Siapa ya, Kurumi-san kah? Atau jangan-jangan Momo-chan—eh?"


Begitu ia meraih ponsel yang ada di meja dan melihat layarnya… wajah Yuuka langsung sedikit menegang.


"Kenapa, Yuuka?"


"Y-Yuu-kun… bisakah kamu sebentar saja menahan keberadaanmu? Soalnya… ini telepon dari… Ranmu-senpai!!"


Aku mengangguk kecil dengan paham, lalu merapatkan bibirku erat-erat. Terhadapku yang begitu, Yuuka membungkuk sopan, lalu—setelah mengatur ke mode speaker—ia menjawab panggilan telepon RINE.


『Halo? Yuuna, maaf mendadak, tapi… apakah kau punya waktu untuk berbicara?』


"Ya, iya! Tentu saja!!"


—dan begitulah. Percakapan antara Izumi Yuuna dan Shinomiya Ranmu… dua orang yang akan membentuk unit baru, pun dimulai.



『Kemarin lusa, kudengar kau bertemu dengan Hachikawa-san. Sekali lagi… Yuuna.Kita berdua harus membuat unit ini berhasil.』


"Y-ya… saya akan berusaha sebaik mungkin, Ranmu-senpai!"


『Berusaha saja tidak cukup. Kau harus punya tekad… bahwa ini pasti akan berhasil, Yuuna.』


Sejak awal percakapan, tekanan dari senior seiyuu itu luar biasa. Tak heran, karena yang berbicara adalah Shinomiya Ranmu—pengisi suara “Alice ke-6” alias Ranmu-chan, karakter populer peringkat enam dalam Arisute.


Aku pernah mencari informasi tentangnya di internet sebelumnya. Ternyata, masa Shinomiya Ranmu bergabung dengan agensi yang sama dengan Izumi Yuuna, yaitu 60P Production, hanya terpaut kurang dari setengah tahun.


Ia sudah memasuki tahun ketiga kariernya sebagai seiyuu. Meski begitu, ia sudah memiliki wibawa bak seorang veteran. Karakter “Alice Idol” Ranmu-chan sendiri adalah gadis yang rela berusaha apa pun demi menjadi idola nomor satu—seorang sosok perfeksionis nan cool beauty.


Walau dalam pengaturan usianya ia masih seorang siswi SMA, tekadnya begitu kuat, dan ia bersikap keras pada dirinya sendiri maupun orang lain. Namun, karena pikirannya terlalu terpusat pada dunia idol, dalam kehidupan sehari-hari justru banyak sisi ceroboh yang muncul—itulah yang menjadi daya tarik ganda bagi para penggemarnya.


Adapun Shinomiya Ranmu yang memerankannya… aku tidak tahu seperti apa kehidupan pribadinya, tapi setidaknya ia benar-benar seorang seiyuu yang stoik dan cool, nyaris sama persis dengan karakter yang diperankannya.


『Aku ingin kita melakukan rapat persiapan unit lebih awal. Hachikawa-san juga pasti akan menghubungimu, tapi sebaiknya kita atur pada akhir pekan ini, hari Sabtu atau Minggu. Kita harus menentukan arah unit, jadwal latihan… pekerjaan kita sudah menumpuk.』


"I-iya! Tidak masalah, saya akan berusaha keras!!"


『Lagu dan koreografi sudah disiapkan, jadi… pertama-tama, 

mungkin kita harus membicarakan nama unit? Konsepnya, nama unit akan ditentukan oleh kita berdua.』


"Y-ya! Mari kita pilih nama yang indah!!"


『…Jawabanmu tidak terdengar terlalu berbobot, bukan?』


Bukan hanya awal saja, tekanan dari senior seiyuu ini memang terus-menerus terasa. Padahal ini bukan panggilan video, tapi Yuuka seperti duduk bersila dengan posisi resmi seakan-akan sedang tatap muka langsung. Padahal mereka sebaya, namun dari cara bicara hingga auranya, Shinomiya Ranmu benar-benar tampak seperti seorang senior berpengalaman yang telah melewati banyak ujian.


Ya, sikap stoik dan cool-nya itulah yang membuat para penggemar terikat begitu erat padanya—terutama orang seperti Masa. Dan Yuuka sendiri… rasa hormatnya terhadap senior Shinomiya Ranmu sangat jelas terlihat. Karena itu, proyek unit kali ini pun pasti ia rasakan sebagai campuran antara rasa senang dan rasa tertekan.


『…Yuuna. Apakah kau masih ingat, beberapa waktu lalu, ketika kita berbicara lewat telepon?』


"Ah, iya! Waktu itu saya tidak sempat mengangkat, jadi belum mendengar langsung tentang unit ini dari Kurumi-san, bukan?"


『Benar. Kata-kata yang kusampaikan waktu itu… perasaanku tidak berubah. Aku berharap kesempatan ini bisa menjadi lompatan besar bagimu. Dan… aku ingin kau sungguh-sungguh, agar tidak menjadi beban bagiku.』


Itu adalah kata-kata penyemangat untuk Izumi Yuuna. Sekaligus pernyataan tegas bahwa ia tidak akan mentoleransi setengah hati sedikit pun. Hanya dari suara, auranya yang luar biasa sudah begitu terasa—mungkin beginilah wibawa seseorang yang, meski baru tiga tahun, telah menapaki tangga popularitas sebagai seiyuu ternama.


Menghadapi senior Shinomiya Ranmu seperti itu—Yuuka, atau tepatnya Izumi Yuuna, menarik napas dalam-dalam, lalu berkata:


"—Bagi Ranmu-senpai, saya mungkin masih benar-benar anak bawang. Tapi saya berjanji, saya tidak akan pernah menjadi penghalang. Meski saya sendiri masih sulit percaya bisa berdiri di sisi Ranmu-senpai… selama saya menjalaninya, saya akan memberikan seluruh kemampuan saya."


『Itulah kata-kata yang ingin kudengar.』


Percakapan itu bak adegan dalam manga olahraga penuh semangat. Di balik gemerlap industri seiyuu, ternyata terselip percakapan sehangat ini.…Atau mungkin memang Shinomiya Ranmu yang istimewa, aku sendiri—seorang awam—tidak tahu apakah semua seiyuu begitu.

Setidaknya, panggilan kali ini intinya hanya pemberitahuan untuk “mengatur jadwal pertemuan nanti”… kurasa begitu.


Aku sendiri sampai ikut tegang, tapi syukurlah itu bukan telepon yang terlalu besar skalanya. Kalau begitu, setelah telepon selesai, kami bisa santai berdua—


『Ngomong-ngomong, Yuuna. Proyek kali ini muncul karena 'Ariraji'—acara radio di mana kita berdua sempat tampil bersama. Kudengar, pembicaraan kita waktu itu soal ‘adikmu’ rupanya jadi cukup diperbincangkan.』


────Lengah sedikit, bahaya besar. Dari seberang telepon, tiba-tiba sebuah bom dijatuhkan.


Ekspresi Yuuka pun agak menegang.


"Ah, y-ya, begitu sepertinya! Kurumi-san juga bilang begitu!! Wah, saya tidak menyangka hanya dengan bercerita soal ‘adik’, bisa sampai sejauh itu dibicarakan."


『Ya. Dan kudengar Hachikawa-san… sempat bertemu dengan ‘adikmu’, bukan?』


Ekspresi Yuuka kini benar-benar membeku. Mungkin wajahku sendiri juga menegang sama persis.


"E-eh, a-anu… memang sempat, sedikit, bertemu. Lalu, a-apa itu ada masalah…?"


『Itu sebabnya aku bertanya padanya. ‘Benarkah itu adikmu?’ begitu. Lalu Hachikawa-san menjawab… ‘dia adik yang bisa diandalkan’ katanya.』


Begitu, jadi Hachikawa-san… sejauh ini belum memberitahukan pada Shinomiya Ranmu bahwa aku sebenarnya bukan adik kandung.


Bagi Yuuka maupun Hachikawa-san… menyampaikan kebenaran padanya adalah hal yang penuh risiko. Mereka pasti menilai sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menjelaskan.


Seperti yang diharapkan dari seorang manajer agensi besar seiyuu. Ia menanganinya dengan sempurna…


『—Namun. Terus terang saja, aku sendiri… tidak begitu yakin. Gerakan mata, cara bersuara, bahasa tubuh… semuanya terasa janggal. Benarkah Hachikawa-san sudah menyampaikan ‘kebenaran’?』


…Seram sekali!? Apa, seorang seiyuu bisa tahu seseorang sedang berbohong hanya dari tatapan, suara, dan gerak tubuh? 

Bukankah hal semacam itu hanya bisa dilakukan oleh mentalis, gangster, atau orang-orang tertentu saja?


"A-…A-apa maksudnya, yaa?"


Dan di sisi lain, seiyuu ini benar-benar payah kalau soal berbohong!?

Bahkan mataku yang awam pun bisa langsung tahu kalau itu jelas sebuah kebohongan!


『—Yah, tak apa. Bagaimanapun juga, dalam membentuk unit ini, aku memang berpikir harus memastikan hal itu dengan mataku sendiri. Jadi, meskipun Hachikawa-san bersikap seperti apa pun… aku pasti akan membuat permintaan yang sama.』


"Pe-permintaan… maksudnya?"


────Seketika, merinding. Rasanya seperti ada hembusan angin dingin yang menyusuri tulang punggungku. Dan firasat buruk itu ternyata benar.


Dengan suara datar namun tegas, Shinomiya Ranmu menyampaikan sesuatu yang mengerikan.


『Yuuna. Kalau bisa, saat pertemuan kita nanti—walau sebentar saja tidak masalah. Bisakah kau mempertemukanku dengan ‘adik’mu?』




Chapter 8 

Tentang Perkara Akhir-akhir Ini, Tunanganku Berperilaku Aneh


──Entah kenapa, sejak kemarin, Yuuka terlihat aneh.


Tadi malam, sesaat setelah teleponnya dengan Shinomiya Ranmu berakhir, dia memang sempat bergumam, “Ahh… tegangnya…” tapi selain itu dia terlihat biasa saja. Namun, setelah keluar dari kamar mandi dan kembali ke ruang tamu, wajah Yuuka berubah tanpa ekspresi—bahkan lebih tanpa ekspresi dibandingkan dirinya saat di sekolah.


Aku sampai kaget dan bertanya, “Kenapa!? Ada apa!?” tapi jawabannya hanya, “Tidak ada apa-apa. Sama sekali… tidak ada apa-apa,” dengan nada seolah menyimpan sesuatu. Dan untuk pertama kalinya setelah beberapa bulan, malam itu Yuuka tidak tidur sekamar denganku.


Pagi ini pun sama. Entah karena tak punya selera makan, ia berangkat sekolah tanpa sarapan. Itu pun juga untuk pertama kalinya setelah beberapa bulan, kami berangkat dari rumah secara terpisah.


Setelah jam pelajaran berakhir, ia buru-buru meninggalkan kelas, lalu pulang sekitar satu jam setelah aku tiba di rumah. Anehnya, ia pulang dalam keadaan penuh keringat dari ujung kepala hingga kaki.


Tentu saja aku bertanya, “Kenapa!? Ada apa denganmu!?” tapi jawabannya tetap, “Tidak ada apa-apa. Sungguh… tidak ada apa-apa,” lagi-lagi dengan nada seolah menyimpan sesuatu. Dan sekarang, Yuuka sedang mandi.



“...Menurutmu bagaimana, Nayu?”

『Mana aku tahu.』


“Pas kejadian itu, dia tidak terlihat sedih, tapi mungkin dampak dari tekanan setelah telepon dengan senior seiyuu itu baru terasa belakangan?”


『Aku bilang juga, mana aku tahu.』


Dingin sekali sikap adik perempuan ini. Padahal aku sampai menelepon-nya yang ada di luar negeri karena benar-benar bingung.


Terdengar jelas bahkan lewat telepon, Nayu menghela napas panjang.


『Haaah… menyedihkan. Jangan tanya aku, tanyakan langsung saja ke Yuuka-chan.』


“Aku tidak tahu apakah pantas masuk ke ranah pribadi itu. Makanya aku butuh sudut pandang dari luar.”


『Aku ini penyihir atau apa? Aku benar-benar tidak tahu. Sudahlah, makan malam saja dulu biar otakmu bisa mikir lebih jernih.』


“...Makan malam, ya. Ngomong-ngomong, makan malam tadi juga agak aneh.”


Yang tersaji di meja makan hanya shishamo dan ikan teri kering. Bahkan nasi putih pun tidak ada. Hanya shishamo dan ikan teri, tanpa tambahan apa pun.


Pagi tadi pun sama: hanya shishamo dan ikan teri. Sungguh neraka shishamo dan ikan teri.


“Apa mungkin… dia sedang kerasukan roh ikan?”


『Bodoh kah?』

Ucapan pendek lebih menusuk daripada makian panjang, tahu, Nayu?

Baiklah, aku akui tadi memang perkataan yang bodoh.


『...Hmm? Jadi, habis mandi dia jadi murung? Terus cuma shishamo dan ikan teri? …Hmm, semua sudah terpecahkan.』


“Hah? Serius!? Jadi sebenarnya apa yang terjadi dengan Yuuka, Nayu?”


『Clue berikutnya, Nayu’s hint! Papuu, papuu… ruang ganti pakaian.』


“Apa-apaan barusan itu. Maksudnya apa, ruang ganti pakaian?”


『Pokoknya, pergilah ke ruang ganti pas Yuuka-chan selesai mandi.』


“Itu kan kriminal!? Jangan-jangan kamu sengaja menjebakku biar aku terlihat mesum lalu bisa dituduh macam-macam?”


『Hah? Aku sudah kasih jawaban serius, tapi balasanmu malah fitnah? Parah… dasar Beelzebub-nya kakakku. Cih.』


Setelah menyebutku dengan nama iblis lalat, Nayu langsung memutuskan sambungan LINE. Tapi serius, masuk ke ruang ganti ketika seorang gadis baru keluar dari kamar mandi? Itu jelas penjara menanti.…Namun, tadi dia terlihat benar-benar serius meski nadanya kesal. Jangan-jangan, itu benar-benar sebuah petunjuk?


Tapi ya… dengan kelakuan Nayu biasanya, tingkat kepercayaannya paling lima puluh lima puluh. Tetapi──tidak akan tahu kalau tidak dicoba.


Akhirnya aku berdiri di depan pintu geser ruang ganti. Dari balik pintu terdengar suara gosokan handuk, menandakan Yuuka sedang mengeringkan tubuhnya seusai mandi. Meskipun tidak terlihat apa-apa, entah kenapa perasaan bersalahnya luar biasa. Lalu──tiba-tiba terdengar hening.


Beberapa saat kemudian, terdengar suara kecil panik, “Hiiiih…” disusul bunyi “dushin!” seperti seseorang jatuh terduduk.


Saat itu aku yakin: petunjuk dari Nayu yang kuanggap 50-50 ternyata benar adanya.


“Yuuka! Kenapa!? Aku dengar suara aneh barusan!?”


“Hyah!? Yu-Yuu-kun, kenapa kau ada di situ!? Pergi sana! Jangan, jangan sekali-kali buka pintunya!! Karena… ini masalah besar. Aku benar-benar… tidak bisa memperlihatkannya.”


────Masalah besar?


Kebetulan sekali, jadi teringat perkataan detektif terkenal yang ditirukan Nayu: “Kebenaran hanya satu!” Tak salah lagi, Yuuka pasti sedang terjerat masalah serius… dan dia mencoba menjaga jarak agar tidak merepotkanku.


Kebenaran selalu satu. Kasus ini terjadi di ruang ganti pakaian. Tapi sebagai tunangan, aku tidak bisa tinggal diam saat dia dalam bahaya. Dengan mantap, aku meletakkan tanganku di pintu geser.


“Yuuka, aku buka pintunya!”


“Kenapa!? Apa kau bodoh!? Aku sudah bilang jangan!!”


Mengabaikan larangannya, aku membuka pintu geser itu.


────Yang berdiri di sana adalah Yuuka, tubuhnya hanya terbalut handuk, pipi dan bahunya masih merah setelah mandi. Dan tepat di 

bawah kakinya──terdapat sebuah timbangan badan.


…………Timbangan badan?


"Ah. Jangan-jangan, itu penyebab dari sejak kemarin Yuuka jadi murung—"


"………Yuuu-kun noooooo, Bakaaaaaaーーーーー!!"


Di tengah teriakan besar Yuuka, sebuah pengering rambut yang kebetulan ada di dekatnya melayang ke arahku. Bersamaan dengan rasa sakit tumpul yang luar biasa—pandangan mataku pun gelap seketika!



Beberapa saat kemudian. Aku sedang duduk bersila di atas karpet dengan plester kompres dingin menempel di dahiku.


Sementara itu, Yuuka yang mengenakan one-piece biru muda sebagai pakaian tidur, duduk di sofa sambil menatapku dengan tatapan penuh amarah.


"Umm… Yuuka-san?"


"Hmph! Aku sama sekali tidak akan memaafkanmu!! Yuu-kun telah menginjak-injak kesucian seorang gadis… aku jadi tidak bisa menikah lagi, kan!"


"Kalau boleh jujur… bukankah kita memang akan menikah?"


"Ah, iya juga. Kalau Yuu-kun mau menikahiku, sebenarnya tidak masalah… ya tidak mungkinlah! Baka!!"


Dengan nada seperti sedang melakukan komedi tsukkomi, Yuuka melemparkan bantal ke arahku.

Ketika bantal itu mengenai wajahku dengan tepat, meskipun empuk, tetap saja agak sakit.


"Ugh… kenapa hal sekejam ini bisa benar-benar terjadi…"


"Baiklah. Untuk kejadian kali ini, aku sungguh menyesal telah bertindak tanpa pertimbangan. Dan kalau penyesalan yang kuucapkan tidak terlihat tulus, maka itu berarti masalah ada pada diriku sendiri, dan aku juga menyesali—"


"…Aku sudah memaafkanmu kok."


Dengan suara pelan, Yuuka berbisik.


"Eh?"


Aku mengangkat kepala karena terkejut mendengar kata-kata damai itu—dan kulihat Yuuka sedang menggembungkan pipinya, namun matanya memandang ke arahku seolah ingin diperhatikan.


"Yang jahat itu kenyataan. Bukan Yuu-kun."


"Eh… maksudmu apa itu…?"


"Aaah. Kalau aku bercerita pun, rasanya kepalaku jadi terasa dingin… sepertinya aku sedang kekurangan dielus-elus, yaa… bagaimana ya ini~"


Wussh wussh wussh.


Untuk memperbaiki suasana hatinya, aku mengerahkan seluruh tenagaku untuk mengacak-acak rambut Yuuka dengan penuh kasih sayang. Dengan wajah geli, Yuuka berkata, "Iya iya. Bagus, bagus~"


"Ehehe, ini pemenang penghargaan Elusan Terbaik~!"

"Jadi? Penyebab Yuuka sejak kemarin terlihat murung itu… ‘kenyataan’ yang kamu maksud sebenarnya apa?"


"…Uuh. Hmmm… tapi kan, Yuu-kun itu penggemar dua dimensi yaaa…"


"Hah? Maksudmu apa?"


"…Kau harus tahu dulu ya? Perempuan dunia nyata yang punya pinggang super ramping dan dada besar ala anime itu… hampir tidak ada. Jadi jangan hanya lihat dua dimensi, lihat juga kenyataan!"


"Kenapa tiba-tiba menghinaku!? Memang benar aku otaku dua dimensi, tapi bukan berarti aku menyamakan dunia dua dimensi dengan kenyataan, tahu!?"


──Setelah memberi pengantar panjang lebar, Yuuka dengan wajah penuh ragu akhirnya berkata:


"…Berat badanku bertambah. Sedikit saja! Hanya sedikit, tapi tetap saja!"


"Bertambah? Maksudmu… giliran Yuuna-chan muncul?"


"Baka! Kamu pasti sudah tahu arahnya ke mana!! Uuuh… berat badanku, Yuu-kun."


Aku mencoba mencairkan suasana dengan lelucon kecil, tapi malah dimarahi habis-habisan.


Ya, wajar sih… soalnya tadi dia memang menjerit saat di timbangan. Dari awal aku sudah bisa menebak arahnya ke sana.


"Karena menjelang konser, aku merasa harus menjaga bentuk tubuhku, tahu? Tapi akhir-akhir ini, ada festival budaya dan macam-macam jadi aku malas olahraga… lalu kemarin, untuk pertama kalinya 

setelah sekian lama, aku naik ke timbangan. Dan hasilnya…"


"…Dan hasilnya?"


"Aaah! Jangan tanya lagi, Baka!!"


Yuuka mulai berguling-guling kecil di atas sofa.


Aku panik dan segera menaruh tanganku di atas kepalanya, lalu mengacak rambutnya lagi.


"Baiklah, tenanglah~"


"…Funyuu."


Ia pun tenang. Entah sensitif atau terlalu simpel, aku tidak bisa memahaminya. Tunanganku ini memang begitu.


"Pokoknya… berat badanku memang bertambah sedikit. Jadi aku lagi murung…"


"Eeh… maaf, aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa supaya tepat. Tapi Yuuka—kalau kulihat, kamu sama sekali tidak berubah. Malahan sejak awal kamu itu tipe tubuh yang cenderung kurus, kan."


"Mata orang bisa dibohongi, tapi jarum timbangan tidak bisa dibohongi."


Ia menatapku tajam.


Oke, jadi ini kasus di mana semakin aku mencoba menghibur, malah makin terjebak. Lebih baik aku diam dulu…


"Haaah… kalaupun berat badanku naik, alangkah baiknya kalau dagingnya bertambah di bagian dada ya… begitu aku bisa membuat 

Yuu-kun terpukau… tapi tentu saja tidak begitu nasibku…"


Dengan wajah murung, Yuuka mulai meremas-remas dadanya di atas pakaian.


"Kalau aku angkat dari bawah dan dorong ke atas…! Apa lemaknya bisa pindah ke dada…!?"


Lalu ia pun menggerakkan tangannya dari perut ke arah dada, mencoba memindahkan lemak tubuh dengan paksa.


"Eh!? Stop stop! Yang seperti itu paling tidak, lakukan di kamarmu sendiri!!"


"Benar juga ya… aku ini sudah payudara kecil, tapi tetap saja jadi gemuk. Pasti tidak mau melihat usaha menyedihkan dariku, kan…?"


"Itu bentuk penghinaan diri yang luar biasa!? Aku sama sekali tidak pernah bilang begitu!!"


Maksudku, ini lebih ke arah racun mata, tindakan yang bisa bikin pikiran lelaki jadi kacau, jadi aku minta berhenti! Yuuka terlalu lengah kalau sudah di rumah!


"──Baiklah. Aku sudah memutuskan!"


Di sampingku yang sudah lelah luar biasa, Yuuka tiba-tiba mengepalkan tangan dengan semangat, matanya menyala penuh api… lalu menatapku.


Dengan nada penuh tekad, ia menyatakan:


"Aku, mulai hari ini──akan memulai operasi diet! Supaya saat tampil di konser nanti aku tidak malu, supaya punya tubuh yang ideal, dan juga supaya bisa membuat Yuu-kun jatuh hati padaku sampai tergila-gila!!"


"Bukannya aku sudah bilang, bagiku kamu sudah cukup seperti sekarang ini…"


"Itulah kenapa, Yuu-kun… tolong bantu aku dalam operasi diet ini!"


"Haah!?"


Tunangan alaminya ini lagi-lagi mengeluarkan pernyataan yang sama sekali tak terduga. Tapi Yuuka sendiri menatapku dengan wajah sangat serius, penuh penekanan.


"Soalnya kan, kalau dilakukan sendirian biasanya jadi gampang malas. 

Katanya lebih baik ada orang yang mengawasi, biar benar-benar dijalani. Dan hal yang paling kutakutkan adalah… kalau Yuu-kun muak melihat aku yang gemuk, lalu berhenti mencintaiku. Jadi kalau Yuu-kun yang mengawasi, aku akan mendapat tekanan ganda, dan peluang keberhasilan dietku pasti meningkat pesat!"


"Tunggu-tunggu!? Kedengarannya memang benar, tapi logikanya berantakan sekali, tahu!?"


"…Ooh. Jadi kamu tidak mau membantu ya. Padahal kamu yang masuk ke ruang ganti seenaknya? Membongkar rahasia seorang gadis tanpa izin? Membuatku dipermalukan begini? Ooh, begitu ya, hmm~"


………Gunununu.


Ini semua gara-gara orang yang bernama Sakata Nayu itu.


"Itu sebabnya… maaf, tapi kumohon bantu aku, Yuu-kun! Mulai sekarang──aku akan berubah!!"


Dan begitulah, akhirnya. Operasi diet Yuuka (bersama aku) pun resmi dimulai…




Chapter 9

Bukankah mustahil untuk tidak menginjak ranjau ketika membicarakan hal-hal sensitif tentang perempuan?


Hari Sabtu.


Kalau tidak salah, besok ada rapat dengan Hachikawa-san dan Shinomiya Ranmu mengenai unit baru. Tapi sekarang, Yuuka begitu bersemangat dengan hal lain, sampai-sampai terlihat seperti benar-benar melupakannya.


"Kendati sudah musim gugur, pagi-pagi begini lumayan dingin ya, Yuu-kun."


"Masih jam lima. Pagi sekali, jadi wajar kalau dingin..."


"Itu kan karena Yuu-kun bilang harus di waktu yang tidak ada orang yang kenal~"


Sambil mengobrol ringan begitu, aku dan Yuuka sudah berganti pakaian olahraga.


Aku mengikat handuk di kepala seperti ikat kepala agar poni tidak menutupi wajah, lalu memakai jaket olahraga. Sementara itu Yuuka tidak memakai kacamata, rambutnya diikat kuncir kuda, dengan gaya setengah rumah setengah sekolah: jaket olahraga dipadukan dengan celana pendek.


Karena biasanya lebih sering menjalani kehidupan indoor, suasana seperti ini terasa agak asing bagiku. Sambil memikirkan hal itu, aku bersama Yuuka melakukan peregangan di depan rumah—menekuk lutut, meregangkan tendon Achilles, melakukan pemanasan.

Ya... dan setelah pemanasan ini selesai, aku akan menemaninya dalam rencana dietnya—jogging bersama.


"...Aku hanya ingin memastikan sekali lagi. Yuuka, kamu benar-benar berniat jogging?"


"Tentu saja! Untuk menurunkan berat badan yang sempat naik... olahraga aerobik!! Agar punya proporsi tubuh yang pantas naik ke panggung, dan agar bisa punya gaya menawan sesuai selera Yuu-kun... aku akan berusaha!"


"Aku tahu mungkin tidak akan sampai padamu, tapi sekali lagi aku ingin bilang. Aku sama sekali tidak merasa kamu gemuk, lho."


"Terima kasih. Tapi tahu kan... angka itu selalu kejam, Yuu-kun."


Harapan kecil yang kusampaikan tetap tidak sampai. Yuuka yang sudah dikuasai setan bernama diet... akhirnya memulai jogging.



"Haah... haah..."


Udara dingin menusuk tenggorokan, aku hampir saja batuk. Belum lagi, napasku sudah ngos-ngosan dan tubuh terasa berat. Bukannya mau menyombongkan diri, tapi... aku memang tidak suka olahraga.


Musim gugur lebih cocok untuk membaca (manga, light novel) ketimbang olahraga. Hari libur bagiku seharusnya dihabiskan dengan berdiam di rumah, menonton anime atau main Arisute.


"Yuu-kun, kamu tidak apa-apa? Apa kita turunkan saja temponya?"


"T-tidak... aku masih sanggup..."


Sementara itu, meski wajah Yuuka sudah penuh keringat, ia masih 

terlihat cukup bertenaga. Seperti yang kuduga dari seorang seiyuu. Meskipun kesehariannya sama-sama indoor sepertiku, dia tetap menerima pelatihan dengan baik, jadi jelas ketahanan fisiknya berbeda.


Sekarang ini, seorang seiyuu dituntut bukan hanya mengisi suara, tetapi juga bisa menyanyi, menari, dan banyak hal lainnya. Selama ini Yuuka hampir tidak pernah tampil di konser, tapi begitu proyek unit ditetapkan, ia langsung dijadwalkan untuk lima pertunjukan in-store live. Dia pasti sudah membangun dasar fisiknya agar kapan pun dibutuhkan, ia siap.


—Meski begitu. Sebagai calon suami-nya, aku tidak mungkin kalah duluan dari Yuuka. Aku memang hidup demi dunia dua dimensi, tapi setidaknya aku punya harga diri sekecil itu—sebagai seorang laki-laki.


"...Baiklah, Yuuka. Ayo kita tingkatkan temponya."


"Hah, malah ditambah!? Yuu-kun, kamu tidak akan tumbang kan?"


"Aku baik-baik saja. Kalau didukung dengan suara Yuuna-chan—dayaku bisa langsung penuh kembali."


"Itu tubuh macam apa!? Tapi kalau begitu... ehem. Ayo semangat! Yuuna sangat menyayangi dirimu yang selalu berusaha keras!!"


—Bar daya Sakata Yuuichi langsung penuh kembali. Kepalaku yang tadi mulai terasa kabur kembali jernih. Pandangan terasa lebih terbuka, tangan dan kaki terasa ringan. 


Rasanya seolah aku bisa terbang ke langit sekarang juga. Memang luar biasa, Yuuna-chan... dewi penyembuhku.


"Tunggu, Yuu-kun!? Hebat, kamu benar-benar tambah cepat...!"


"Selama ada suara Yuuna-chan... aku bisa berjuang sepenuhnya! Jadi untuk diet-mu, Yuuka... aku akan ikut berlari sampai akhir!!"


"...Terima kasih, Yuu-kun. Baiklah! Aku pasti akan mendapatkan tubuh yang menawan, hingga membuat para penggemar dan juga Yuu-kun terpikat!!"


Dan begitulah akhirnya. Aku dan Yuuka berlari di jalanan kota pada pagi buta itu... lebih dari satu jam. Saat itu, aku sama sekali tidak menyangka... akan ada akhir yang seperti itu.



"Haaah... capeknya..."


Sesampainya di rumah setelah jogging, aku langsung roboh di lorong dekat pintu masuk, tergeletak telentang dengan napas terengah. Keringat bercucuran dari seluruh tubuh, kakiku terasa sangat sakit.


"Fuhh... aku juga capek sekali..."


Yuuka duduk lemas di sampingku, menundukkan kepala dengan letih. Poninya menempel di dahi karena keringat, pipinya memerah. Entah kenapa... ada aura sehat sekaligus sensual yang terpancar darinya.


"Memang jadi olahraga yang bagus, tapi... jadi panas juga ya. Padahal tadi awalnya dingin sekali."


"Benar juga... jantungku masih berdetak kencang. Aku benar-benar merasakan kurangnya olahraga..."


"Ahaha... tapi tetap saja, panas sekali..."


Sambil berkata begitu, Yuuka membuka resleting jaket olahraganya, memperlihatkan kaus putih di dalamnya. Lalu Yuuka mulai mengibaskan tangannya ke arah wajah, seolah-olah mengirimkan angin untuk dirinya sendiri.


Huh...? Apa itu? Di bagian dada kausnya.


Entah kenapa, aku merasa melihat sesuatu berwarna pink—.


"……!"


Begitu kusadari bahwa itu adalah yang disebut transparansi bra, aku buru-buru mengalihkan pandangan dari Yuuka. Namun... seakan tertarik, mataku kembali melirik ke arah dadanya.


Kaus putih yang basah oleh keringat menempel erat di kulitnya. Saking menempelnya, bentuk tubuh ramping Yuuka bisa terlihat jelas meski masih tertutup kain. Begitu pula di bagian dada—meski kecil, garisnya tetap tampak indah. Dan di baliknya, bra renda berwarna pink terlihat sepenuhnya... bahkan detail renda pun terlihat jelas.


"...? Yuu-kun, ada apa? Kenapa menatap begitu lama...?"


"T-tidak! Tidak ada apa-apa, sungguh!!"


Begitu tatapan kami bertemu, aku panik dan segera memalingkan wajah.


Ini gawat. Sekalipun kami tunangan, menatap lekat-lekat pakaian yang basah dan menerawang seperti itu jelas tidak pantas. Namun entah apa yang dipikirkannya, Yuuka tiba-tiba meletakkan tangannya di kepalaku—dan memaksa wajahku berbalik ke arahnya.


—Tubuh ramping yang terlihat samar di balik keringat.

—Bra renda berwarna pink.


Semua itu kini memenuhi pandanganku.

"Tunggu, Yu... Yuuka!? Apa yang kamu lakukan!?"


Kepalaku yang ditahan membuatku tak bisa bergerak, jadi aku buru-buru memejamkan mata agar tidak melihat. Padahal aku berusaha menjaga sopan santun, tapi Yuuka justru berbisik dengan nada yang terdengar bahagia.


"Ehhehe... tidak apa-apa kok? Lihat saja lebih banyak lagi... diriku."


"Ehh!? Jadi... boleh melihat?"


"...Iya. Karena Yuu-kun... sebenarnya ingin melihat, kan?"


Apa-apaan ini, bisikan setan?


Kalau ini bukan tunanganku, aku pasti langsung mengira ini jebakan madu. Dan begitu terpancing, pasti sudah diseret oleh pria-pria berbaju hitam. Aku tahu pola itu. Tapi lawanku adalah tunanganku sendiri, Watanae Yuuka. Kalau dia bilang "tidak apa-apa"...


────Benarkah aku boleh melihat?


Pertarungan antara akal sehat dan naluri di dalam diriku pun berakhir... dengan akal sehat kalah telak lebih cepat dari yang kuduga.


Perlahan, aku membuka mata. Tubuh Yuuka yang basah dan tembus pandang kembali memenuhi pandangan.


"Ehhehe. Syukurlah kita olahraga ya... ternyata olahraga aerobik benar-benar bisa cepat membuat langsing! Soalnya, Yuu-kun jadi tergila-gila pada tubuhku yang lebih bagus, kan?"


"...Hah?"


"Baiklah! Kalau begitu, Yuu-kun! Tergila-gilalah pada tubuhku yang sudah lebih langsing ini!"


Sambil berkata begitu, ia mengangkat tangan kanannya ke belakang kepala. Dengan ekspresi agak malu namun penuh percaya diri, Yuuka berpose bak seorang model gravure.


Sudah jelas, dengan pose seperti itu, bagian dadanya semakin terekspos—dan situasi transparansi bra makin parah. Kain kaus itu rasanya hampir tidak ada gunanya lagi.


"Nah, Yuu-kun! Katakan komentarmu setelah melihat tubuhku yang sudah lebih langsing ini!"


"Ehh... u-umm... p-pink?"


"...Pink?"


Aku yang gugup malah keceplosan. Mendengar kata-kataku, Yuuka menunjukkan ekspresi heran. Lalu perlahan ia menurunkan pandangannya ke tubuhnya sendiri.


────Dan kemudian.


"Kyaaah!? T-t-tembus pandang!?"


"Maaf, maaf! Soalnya Yuuka bilang aku boleh melihat, jadi... iblis dalam diriku tidak bisa ditahan!!"


Aku minta maaf berkali-kali, sementara Yuuka segera menutupi dadanya dengan kedua tangan. Pipinya memerah, bibirnya manyun, lalu dengan tatapan ke atas, ia berkata pelan.


"..Maaf.Kalau tidak siap dulu, aku jadi malu...meski begitu, mengetahui Yuu-kun ingin melihatku...itu sedikit membuatku senang, sih."

"Senang...?"


"Jangan ulangi lagi pertanyaan itu... mesum."


Setelah berkata begitu, Yuuka tersenyum malu, lalu berbisik:


"Karena kamu Yuu-kun yang kusayang. Tentu saja aku senang... kalau kamu menganggapku menarik."



Akhirnya—aku mengelap tubuhku yang basah dengan handuk, berganti pakaian rumah, lalu duduk di sofa ruang tamu. Rasanya kakiku benar-benar pegal luar biasa...


Sementara itu, Yuuka lebih dulu masuk ke kamar mandi untuk mandi. Soal jogging ini, aku tidak tahu apakah benar-benar punya efek instan atau tidak. Tapi aku berharap... semoga ada hasil yang membuat Yuuka merasa puas. Aku tidak ingin lagi melihat wajahnya yang murung seperti kemarin dan lusa.


"...Hiiiii... sudah berakhir, aku sudah tamat..."


Tak lama kemudian, terdengar jeritan lirih. Pintu ruang tamu terbuka, dan Yuuka yang sudah berganti pakaian rumah langsung terjatuh begitu saja.


"Y-Yuuka!? Kau baik-baik saja?"


"Tidak baik-baik saja... Perkenalkan, ini aku, Yuuka si gembul yang sama sekali tidak turun berat badan... halo semua..."


"Itu bentuk keputusasaan macam apa!? Tenanglah, kau sama sekali tidak gembul, jadi tolong jangan berlebihan!"


Sambil menenangkan Yuuka yang putus asa, aku pun tidak bisa menahan rasa heran. Soalnya... tadi kami sudah jogging sejauh itu, kan? Kalau sampai sama sekali tidak turun, bukankah itu aneh?

Mungkin sebenarnya masalah ada pada timbangan...


Dengan pikiran seperti itu—aku pun membawa Yuuka yang tengah diliputi keputusasaan menuju ruang ganti, tempat timbangan itu berada.


"Ngomong-ngomong, Yuuka, sebenarnya kamu naik berapa kilo dibanding sebelumnya?"


"...Iya iya, dua kilo! Dua kilo, tahu! Seorang siswi SMA naik dua kilo!!"


Aku memilih mengabaikan Yuuka yang ribut begitu. Untuk memastikan, aku pun ikut naik ke atas timbangan itu. Jarum bergoyang sebentar, lalu berhenti menunjukkan angka...


"...Ya. Beratku juga naik dua kilo dibanding terakhir kali aku timbang."


"Uwaaah...! Jadi, artinya makanan yang kusajikan selama ini jelek ya? Kalau begini, aku tidak pantas jadi istrinya Yuu-kun...!"


"Bukan, bukan begitu! Maksudku—timbangannya yang meleset!"


"...Hah?"


Aku turun dari timbangan, lalu mencoba membaliknya, barangkali ada pengaturan jarum yang bisa disesuaikan. Dan ternyata—di bagian bawahnya menempel secarik kertas kecil, mirip sobekan dari buku catatan.


『Bagaimana? Aku berharap dari alasan diet ini, bisa berkembang jadi olahraga membuat anak, lho. 』


──Lagi-lagi ulahnya dia!!


Sekilas aku membayangkan sosok Nayu yang menyeringai licik seperti iblis kecil, membuatku menghela napas panjang.


"...Sebenarnya aku sudah merasa aneh. Setelah festival budaya, dia pulang tanpa melakukan satu pun kejahilan. Tidak mungkin adik sialan itu tidak berbuat apa-apa... Jadi begini, Yuuka. Kehebohan diet kali ini, sebenarnya gara-gara Nayu yang mengutak-atik timbangan—"


"...Yuu-kun. sebentar ya, mau telepon dulu."



────Beberapa saat kemudian.


Nayu, yang di seberang telepon dimarahi habis-habisan oleh Yuuka dengan amarah bak iblis, akhirnya hanya bisa menangis sambil terus mengulang, 


"Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi."


Yah... itu sepenuhnya akibat ulahnya sendiri.




Chapter 10 

Rapat Unit Seiyuu yang Ternyata Jauh Lebih Panas dari yang Kukira


"Selamat pagi, Yuuichi-kun."


Yang datang ke rumahku pada Minggu pagi itu adalah—manajer Izumi Yuuna, yaitu Hachikawa Kurumi-san. Rambutnya pendek dengan bob cokelat dan sedikit ikal di bagian ujung. Tubuhnya ramping dan tinggi, sehingga lebih terlihat seperti seorang model daripada manajer. Riasannya yang dewasa—eyeshadow oranye di kelopak mata atas, lipstik merah muda di bibir—kian mempertegas pesonanya.


Ia merapikan jaket hitam yang dikenakan di atas kemeja putih, menyatukan kakinya yang jenjang dan ramping di balik rok span ketat, lalu membungkuk dalam-dalam.


"Ah, ehm... terima kasih atas segala bantuannya selama ini."


Aku yang kikuk hanya bisa membalas dengan membungkuk, merasa minder dengan betapa rendahnya kemampuan bersosialku.


"Selamat pagi, Kurumi-san!"


Dari belakangku terdengar suara riang penuh semangat. Suara itu jernih, indah, melengking tinggi, lebih bening daripada langit biru tanpa awan. Sosok yang seakan mewujudkan keindahan semesta, Yuuna-chan.


Saat aku menoleh, yang kulihat adalah Izumi Yuuna—yang berpakaian dan bergaya seolah benar-benar Yuuna-chan sendiri. Rambut cokelatnya diikat twin-tail di puncak kepala. Beberapa helai rambut di dekat pipinya bergoyang-goyang seperti antena.


Ia mengenakan tunik merah muda dengan rok mini bermotif kotak-kotak. Celah antara rok itu dan kaus kaki hitam setinggi paha menciptakan absolute territory, yang membuatku merasa seperti sedang mengintip surga. Dengan dandanan yang tak bisa disebut selain “imut,” Yuuka—alias Izumi Yuuna—tersenyum penuh semangat.


"Hari ini mohon bimbingannya! Memang deg-degan, tapi aku... akan berusaha keras!!"


"Pagi, Yuuna. Hari ini mohon kerjasamanya, ya. Aku juga akan sepenuhnya mendukungmu."


Suasana antara seiyuu dan manajernya terasa hidup. Sebagai seorang penggemar, aku sangat tersentuh bisa menyaksikan momen berharga ini secara langsung.


Hari ini akan ada rapat untuk unit baru. Dengan kehadiran manajernya, Hachikawa-san. Izumi Yuuna dan Shinomiya Ranmu akan bertemu muka untuk membicarakan banyak hal.


Kemarin, menjelang rapat dengan senior yang karismatik itu, Yuuka tak bisa tenang, selalu tampak gelisah. Dan sekarang, mungkin karena tegangnya sudah mencapai puncak, ia malah jadi super bersemangat.


"Yuuichi-kun, kamu sudah siap?"


"...Aku sudah ganti baju sih. Tapi, apa aku benar-benar harus ikut juga...?"


"Tentu saja! Kalau Yuu-kun ada di sisiku, aku serasa punya kekuatan seratus orang... tidak, satu miliar orang! Mana mungkin aku menghadapi momen sepenting ini tanpa Yuu-kun!"


"Maaf ya. Ini memang keinginan Yuuna... Jadi aku berencana menyiapkan tempat dekat lokasi rapat, supaya Yuuichi-kun bisa menunggu di sana."


"Terima kasih banyak... rasanya aku malah merepotkan."


Hanya dengan status “tunangan rahasia” dari seiyuu yang ia tangani saja, kurasa beban manajernya sudah cukup berat. Dan sekarang aku bahkan diperlakukan dengan begitu baik sampai ikut dipikirkan dalam rapat—jujur saja, aku merasa bersalah.


Mungkin merasakan itu, Hachikawa-san berkata ceria,


"Tak perlu merasa sungkan. Memang begitulah tugas seorang manajer."


"Kurumi-san, terima kasih selalu. Maaf karena selalu bikin repot. Tapi justru karena itu, aku bertekad akan sungguh-sungguh... bicara dengan Ranmu-senpai hari ini!"


"Tapi, Yuuna... soal 'adik laki-laki' itu bagaimana? Kemarin waktu aku telepon Ranmu, dia sepertinya sudah bersemangat sekali ingin bertemu dengan 'adik laki-laki' Yuuna hari ini."


Sekilas Hachikawa-san melirik ke arahku.


Eh? Jadi Yuuka benar-benar berniat mempertemukanku dengan Shinomiya Ranmu? Bukankah itu jelas bakal berakhir dengan hujan darah...?


"Ah, bukan begitu! Yuu-kun hanya akan menemaniku sebagai penyemangat!!"


Mungkin menyadari kecemasanku, Yuuka tersenyum manis untuk menenangkan.


"Kalau begitu, soal 'adik' itu, bagaimana kau akan menjelaskannya?"

"Soal itu, aku sudah menyiapkan 'strategi'!"


"Strategi apa maksudmu?"


"Fufufu..."


Hei, bukan waktunya tertawa licik begitu! Kenapa dia bicara seakan-akan ini semacam "lihat saja nanti"?


Kalau ini rencana buatan Yuuka yang agak polos itu, jujur saja aku lebih cemas daripada berharap. Namun Yuuka terlihat begitu bersemangat, ia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi.


"Baiklah, kalau begitu Yuu-kun, Kurumi-san... ayo kita berjuang!!"


Begitulah. Yuuka mengenakan topi hitam yang ditarik menutupi wajah, lalu melapisi tubuhnya dengan long coat tipis sebagai penyamaran, dan berangkat penuh semangat menuju medan pertemuan—rapat dengan Shinomiya Ranmu.



Aku dan Yuuka menumpang mobil Hachikawa-san, dan menuju sebuah tempat yang masih masuk area pinggiran Tokyo. Di sana ada sebuah kafe bergaya klasik dengan interior elegan. Berbeda dengan kafe jaringan biasa, tempat itu memancarkan kesan mewah, tenang, dan berkelas. Tampaknya inilah lokasi rapat yang dimaksud.


“Permisi. Saya yang sudah melakukan reservasi atas nama Hachikawa.”


Setelah itu, Izumi Yuuna dan Hachikawa-san duduk berhadapan di meja. Sementara aku—dibimbing menuju kursi yang letaknya serong di seberang mereka.


Begitu, ya. Dari sini aku bisa melihat wajah Yuuka dengan jelas.

Sambil memastikan itu, aku memainkan kacamata tanpa minus yang tak biasa kupakai....Apa aku benar-benar perlu menyamar juga?


Yuuka yang bersikeras “untuk berjaga-jaga!” sehingga akhirnya aku memakainya.


“…………!!”


Saat mata kami bertemu, Yuuka tersenyum lebar dengan wajah yang jelas sekali melunak. Sambil tersipu, ia melambaikan tangan kecil-kecil....Jangan-jangan, alasan dia menyuruhku pakai kacamata ini cuma karena ingin melihat aku bergaya begitu? Kenapa dia malah jadi seantusias itu, sih?


Ya sudahlah... tapi kalau Shinomiya Ranmu datang, jangan sekali-kali melakukan hal seperti itu, ya?


Aku ingin percaya dia bisa menahan diri, tapi mengingat sifatnya yang polos luar biasa, aku khawatir dia malah akan melakukannya tanpa sadar.


“Permisi, sudah membuat Anda menunggu.”


Seketika terdengar suara indah yang tenang tapi bergema jelas. Seorang gadis dengan topi lebar menutupi matanya berjalan menuju meja Yuuka dan Hachikawa-san.


────Shinomiya Ranmu.


Pesona yang begitu kuat membuatku tanpa sadar menahan napas. Rambut panjang lurus berwarna ungu yang menjuntai hingga ke pinggang. Pakaian gothic bernuansa hitam, jauh berbeda dengan kostum rock yang biasa ia kenakan di atas panggung.


Tak salah lagi—ini gaya berpakaian pribadi Ranmu-chan.

“Terima kasih sudah datang, Ranmu. Silakan duduk di sisi dalam.”


“Baik. Permisi, Hachikawa-san.”


Dipandu oleh Hachikawa-san yang berdiri, Shinomiya Ranmu duduk di hadapan Yuuka. Lalu Hachikawa-san kembali duduk di sampingnya.


──Izumi Yuuna yang berdandan meniru Yuuna-chan, dan Shinomiya Ranmu yang tampil dengan gaya pribadi Ranmu-chan, kini duduk saling berhadapan di sebuah kafe.


Apa-apaan ini. Rasanya seperti aku masuk ke dunia Arisute.


Maaf ya... Masa. Aku tahu jelas, dalam situasi ini tak mungkin aku bisa memanggilmu, tapi sungguh aku merasa bersalah bisa menyaksikan pemandangan semewah ini sendirian. Walau kalau dia benar-benar ada di sini, pasti akan heboh sampai-sampai diusir oleh pelayan.


“Yuuna, hari ini mohon kerjasamanya.”


“Y-ya! Mohon bimbingannya... Ranmu-senpai!!”


Dari posisiku, aku hanya bisa melihat punggung Shinomiya Ranmu. Namun dari postur tegap dan keanggunannya saja... auranya begitu terasa. Inilah dia—seiyuu Ranmu-chan dari Alice Keenam, Shinomiya Ranmu.


──Usai salam singkat, minuman yang dipesan masing-masing pun dihidangkan. Lalu bertiga mulai membicarakan tentang unit baru. Sementara aku, hanya bisa mencuri-curi pandang sambil menyeruput kopi.


“Pertama, ini lirik lagu untuk unit kalian berdua. Lalu soal koreografinya—kira-kira seperti ini.”

Hachikawa-san menyerahkan kertas berisi lirik kepada mereka, lalu mengoperasikan ponselnya untuk memutar sebuah video. Mungkin itu rekaman dari koreografer.


Lagu dan tarian, ya... aku merasa haru sekaligus bangga karena akhirnya kesempatan itu datang juga pada Yuuna-chan.


“...Begitu. Tampaknya koreografinya tidak terlalu sulit.”


“Jadwalnya memang ketat, karena harus siap sebelum in-store live. Jadi dipilih yang mudah diingat.”


“Liriknya indah sekali! Rasanya benar-benar menggambarkan Yuuna dan Ranmu-chan... Aku sangat menyukai ini!!”


“Lirik ini menggambarkan dengan jelas ‘keceriaan bagai matahari’ yang dimiliki Yuuna, serta ‘gairah tenang bagai bulan’ yang dimiliki Ranmu. Keduanya dipadukan tanpa saling meniadakan. Meski dibungkus dengan nuansa pop, perbedaan karakter itu tetap terjaga, sesuai dengan citra masing-masing.”


“Iya!!”


Komentar Yuuka yang polos dan mengalun kontras sekali dengan analisis Shinomiya Ranmu yang tenang.


Ya, memang sesuai karakter mereka masing-masing.


“Rencana konsernya seperti yang sudah kusampaikan sebelumnya, ada di lima wilayah. Ini jadwal lengkapnya.”


Hachikawa-san kembali menyerahkan kertas.


“Wah... Osaka, Okinawa, Nagoya, Hokkaido. Aku belum pernah ke tempat-tempat itu sama sekali...”

“Penutupnya di Tokyo, ya. Periode sekitar dua bulan... mirip tur konser. Walau karena ini in-store live, sepertinya tak akan sebesar itu.”


Masing-masing menyampaikan kesannya. Namun dari posisiku, aku bisa jelas melihat ekspresi Yuuka yang tiba-tiba menggelap.


“Ada apa, Yuuna?”


“Ah, tidak... soal konser Okinawa ini...”


“Eh? Apa ada yang salah dengan jadwal yang kutulis?”


“Bukan, bukan begitu... hanya saja, jadwalnya kebetulan...bertabrakan dengan perjalanan studi sekolahku.”


...Ucapan itu membuatku spontan menahan napas.


Waktu SMP, Yuuka tak bisa ikut perjalanan studi karena masa ia bolos sekolah. Tapi ia tidak ingin terus menyesali hal itu. Ia bertekad kali ini akan menikmati perjalanan sekolah sepuas-puasnya, untuk menciptakan banyak kenangan di masa kini. Baginya, perjalanan studi kali ini benar-benar sesuatu yang tak tergantikan.


“Begitu ya... Bagaimana kalau aku coba periksa dulu, apakah mungkin jadwalnya bisa diatur ulang—”


"…Dengan pemikiran yang selembut itu, apa kau masih ingin membentuk unit bersamaku?"


Ucapan Hachikawa-san yang hendak menengahi terputus oleh suara Shinomiya Ranmu.


Tenang, tapi sarat dengan ketegasan.


"Kalau aku yang mengalaminya. Dalam dunia keras industri seiyuu, ketika sebuah kesempatan terbesar turun begitu saja di hadapanku ──sedikit pun tak akan terpikir untuk tidak menjadikannya prioritas. Kalau aku berada di posisi yang sama, ya… tanpa ragu aku akan memilih untuk tidak ikut perjalanan studi."


"…………"


"Y-ya! Memang, itu memang cara berpikir Ranmu!! Aku juga bisa memahaminya, tapi, tapi…"


"Bukan kepada Hachikawa-san. Aku──bertanya pada Yuuna."


Menahan upaya Hachikawa-san yang hendak menjadi penolong, Shinomiya Ranmu melanjutkan.


"Aku tak berniat memaksamu. Kalau kau memilih perjalanan studi, itu adalah keputusanmu. Tetapi… selama kita membentuk unit, itu juga akan berdampak kepadaku. Karena itu, jujur saja akan kukatakan ──jika karena alasan seperti itu kau mencoreng panggung penting ini, aku takkan pernah bisa memaafkanmu."


Hampir saja aku berdiri, tapi kutahan dengan sisa-sisa akal sehat. Aku hanya bisa menggenggam cangkir berisi kopi itu erat-erat.


──Pendapat Shinomiya Ranmu tidak bisa dibilang salah. Bagi dirinya yang begitu disiplin terhadap pekerjaan, pemikiran itu adalah hal yang wajar. Membentuk unit berarti menanggung konsekuensi bersama, jadi munculnya rasa geram itu sah-sah saja. Dan kenyataan bahwa ia tidak menjelekkan di belakang, melainkan menyatakannya langsung dengan tegas──justru menunjukkan ketulusannya. Namun… bila ucapan itu ditujukan pada Yuuka, aku yakin ia akan goyah. Karena sosok Shinomiya Ranmu sebagai senior, baginya──terlalu besar pengaruhnya.


Bukan masalah siapa yang salah. Bukan itu. Tapi… sebagai calon ‘suami’ Yuuka yang mengetahui betapa berharganya perjalanan studi ini baginya. Rasa tak berdaya karena tak bisa berbuat apa-apa──membuatku frustrasi dan perih.


"…Kurumi-san. Tak apa. Aku──akan ikut tampil di konser Okinawa."


"T-tapi, Yuuna…"


Dengan suara penuh tekad, Yuuka memulai. Hachikawa-san bersuara cemas. Sementara Shinomiya Ranmu hanya menyilangkan tangan, mengamati alurnya. Dan di tengah itu semua, Yuuka──Izumi Yuuna, menyatakan dengan lantang:


"Aku──akan mengikuti keduanya! Kebetulan perjalanan studinya juga diadakan di Okinawa, jadi aku akan mengatur waktuku sendiri… aku akan ikut perjalanan studi, dan tetap tampil dalam konser juga!!"


"…Apa?"


Shinomiya Ranmu, yang biasanya selalu tenang, kali ini tak sengaja mengeluarkan suara keheranan.


Ya, aku juga paham. Aku pun sempat berpikir, "Kau ini ngomong apa sih!?" Tapi di saat yang sama… kurasa itu jawaban khas Yuuka.


Memang terdengar mustahil, itu benar. Tapi sekalipun mustahil, ia pasti akan berusaha menembusnya. Berjuang sekuat tenaga──itulah Izumi Yuuna, itulah Watanane Yuuka.


"…Yuuna. Kau benar-benar serius?"


"Ya, Kurumi-san! Aku akan melakukannya, tolong izinkan aku! Aku tahu ini akan sulit, tapi aku tidak ingin menyerah pada salah satunya… aku ingin berjuang untuk keduanya!!"

Mendengar tekad itu, Hachikawa-san sempat berpikir sejenak sebelum menjawab.


"──Untuk sementara, biar aku coba dulu memeriksa apakah jadwalnya bisa diubah, atau ada cara penyesuaian. Kalau ternyata memang tidak bisa… barulah kita pikirkan agar rencana itu bisa berjalan lancar."


"Kurumi-san…! T-terima kasih banyak!!"


"…Hachikawa-san. Apa Anda serius? Menggabungkan perjalanan studi dan konser──itu jadwal yang sangat memaksakan diri."


"Memang, saat pertama kali mendengarnya aku juga kaget. Tapi… kalian ini selain seorang seiyuu, juga seorang manusia. Bukan sebagai manajer, melainkan sebagai diriku pribadi, aku ingin membantu kalian sebisanya agar bisa menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kegiatan sebagai seiyuu. Jadi, biarkan aku memikirkannya, Ranmu."


"…………"


Shinomiya Ranmu kembali ke ekspresi dinginnya, lalu setelah berpikir, ia berkata:


"Baiklah. Yuuna──kalau kau sudah berkata sejauh itu, lakukanlah. Tapi sebagai gantinya… alasan ‘ternyata aku tak sanggup’ tidak akan berlaku, mengerti?"


"Tentu saja! Karena aku sudah mengatakannya, aku akan bertanggung jawab──dan menuntaskannya sampai akhir!!"


Keduanya saling bertatapan──seolah menguji tekad masing-masing. Hingga akhirnya, suasana dipotong oleh tepukan tangan Hachikawa-san.


"Baik, kalau begitu urusan ini kita akhiri di sini dulu. Sekarang mari kita lanjut… ke pembahasan soal nama unit. Sesuai konsep, Yuuna dan Ranmu yang akan mendiskusikannya, lalu nantinya nama itu bisa kalian ceritakan asal-usulnya di berbagai media──"


"…Hachikawa-san. Maaf, tapi sebelum itu──boleh aku menanyakan satu hal?"


"Hm? Ada apa, Ranmu?"


Saat aku kira masalah konser Okinawa sudah mereda──Shinomiya Ranmu justru menjatuhkan ‘bom’ berikutnya.


"Yuuna. Bagaimana dengan pembicaraan soal bertemu dengan ‘adiknya’? Setelah rapat ini pun tak masalah. Apakah kau sudah setuju, atau berniat menolak──setidaknya jelaskan dengan tegas."


"…Seperti yang kuduga, Anda memang memperhatikannya. Tak apa kok, Ranmu-senpai! Kalau soal ‘adikku’──harusnya sebentar lagi ia datang!!"


Eh, maksudnya bagaimana? Sebagai ‘adik’ itu, aku jelas sudah ada di sini. Tapi bukan berarti aku harus maju keluar, kan. Lalu sebenarnya, apa sih ‘strategi’ yang dipikirkan Yuuka…?


"Maaf membuat menunggu."


────Saat itulah. Bel pintu kafe berdenting, menandai masuknya ‘seseorang’. Ia melangkah perlahan ke arah meja tempat Yuuka dan yang lain duduk. Lalu, layaknya seorang butler, ia membungkukkan badan dengan penuh takzim. Dengan senyum tampan yang mempesona──tanpa sedikit pun rasa malu, ia berkata:


"Senang berkenalan, wahai kakak cantik nan dingin? Aku adalah ‘adik’ Izumi Yuuna──Isami."


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close