NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Saikyou Degarashi Ouji no An’yaku Teii Arasoi V8 Chapter 1

 Penerjemah: Chesky Aseka

Proffreader: Chesky Aseka


Chapter 1

Berjuang Keras

Bagian 1

Malam ketika Leticia diculik dan Leo berangkat pergi.

Aku mengunjungi harem sendirian. 

“Begitulah keadaannya, jadi tolong pastikan Christa dan yang lain bisa mengungsi jika terjadi keadaan darurat.”

“Walau kamu bilang begitu...”

Setelah kusampaikan itu kepada Mitsuba, Selir Keenam yang merupakan ibu kandungku dan Leo, aku hanya mendapatkan jawaban yang samar. 

“Ibu tidak percaya kata-kataku?”

“Ibu percaya. Tidak mustahil kalau Gordon melakukan pemberontakan. Jika dia ingin bertindak, kemungkinan besar di hari terakhir festival, yang berarti besok.”

“Ya, besok ada turnamen bela diri di arena. Banyak orang, termasuk Ayahanda, akan meninggalkan istana. Itulah saat yang tepat untuk memberontak. Jika mereka bisa menduduki istana, pilihan Ayahanda akan sangat terbatas.” 

Istana Kaisar Pedang adalah benteng pertahanan ibu kota.

Pertama, istana ini sangat kokoh. Dengan merebut Istana Pedang Kaisar yang bisa bertahan selama berbulan-bulan jika dikepung, Gordon tidak perlu khawatir jika Ayahanda memilih perang panjang. Meski tidak tahu seberapa besar kendali Gordon atas pasukan, yang pasti dia tidak menguasai semuanya. Jika perang ini berlarut-larut, akan ada bantuan yang datang. 

Kedua, Istana Pedang Kaisar juga adalah kunci untuk mengaktifkan penghalang raksasa yang melindungi ibu kota.

Penghalang Bola Langit Raksasa: Firmament Kugel.

Sebuah sihir yang membentuk penghalang berbentuk bola raksasa di seluruh ibu kota dengan Istana Pedang Kaisar sebagai pusatnya. 

Sihir ini tergolong mirip dengan sihir kuno. Karena merupakan reproduksi dari sihir yang tercatat dalam literatur kuno. Meski begitu, pada dasarnya sihir yang seharusnya digunakan manusia digantikan oleh bangunan raksasa dan permata berkemurnian tinggi, jadi bisa dibilang ini versi yang lebih rendah. 

Tetapi, begitu diaktifkan, penghalang ini tidak akan membiarkan siapa pun untuk masuk dari luar. Tapi itu kalau diaktifkan dengan kekuatan penuh. 

Dalam proses pembuatan penghalang ini, banyak literatur tentang sihir kuno dikumpulkan oleh Kekaisaran Adrasia. Aku dan Kakek mempelajari sihir kuno menggunakan literatur-literatur itu. Beberapa di antaranya dikumpulkan olehnya, tetapi sebagian besar adalah yang dikumpulkan saat itu. 

Bahkan aku tidak bisa keluar-masuk jika Bola Langit ini diaktifkan. Karena kekhawatiran itulah, aku memutuskan tinggal di ibu kota. 

“Menurutmu rencananya akan berjalan mulus?”

“Dengan kondisi kacau seperti sekarang, masih ada kemungkinan.”

“Benar. Ibu setuju dengan itu. Yang ibu khawatirkan sekarang apakah Gordon bisa membuatnya berhasil?”

“Apa maksud Ibu?” 

“Dulu lain soal, sekarang anak itu tidak mau mendengarkan perkataan orang lain. Dia lebih suka menggunakan kekerasan, tidak terkait dengan rencana yang matang, kan? Kalau hanya dia sendiri yang bergerak, agak mustahil.”

“...Menurut Ibu dia punya penasihat?”

“Ibu tidak tahu itu. Tapi rasanya hampir mustahil untuk berhasil jika Gordon bertindak sendiri. Dia bukan orang yang bisa bergerak waspada seperti itu. Kalau begitu, pasti ada yang menarik tali di belakang layar.” 

Bisa dibilang penilaian yang cukup pedas, tetapi semuanya tepat sasaran. Ibu juga mengenal Gordon sejak kecil. Dia tidak akan salah membaca wataknya. 

“Rencana kali ini mungkin melibatkan Perlan atau Egret. Gordon juga berteman dengan Pangeran Naga dari Egret. Mungkin mereka yang bergerak di belakang layar? Atau mungkin seseorang dari pihak Kerajaan Perlan. Bagaimanapun, tidak ada gunanya memikirkannya sekarang.” 

“Kemungkinan itu memang tinggi, tapi ibu rasa orang Kekaisaran yang terlibat.”

“Orang selain Gordon? Tolong jangan bilang Eric?”

“Bukan dia. Dia bukan orang yang mau memberikan hak miliknya kepada orang lain.” 

Benar juga. Bagi Eric, Kekaisaran adalah miliknya. Dia yakin bisa mendapatkannya, dan pasti dia sudah memikirkan masa depannya setelah menjadi Kaisar. 

Eric tidak mungkin sengaja mengizinkan negara lain ikut campur dalam Kekaisarannya. 

Kalau begitu...

“Meski sulit dipercaya... Apa mungkin kedua orang itu?”

“Apa menurutmu mustahil?” 

Aku mengernyit mendengar kata-kata Ibu.

Memang benar ada dua orang di Kekaisaran yang menyukai hal-hal merepotkan seperti ini. 

Tapi, kedua orang itu dalam situasi tidak bisa bergerak.

“Zuzan dan Zandra dikurung di kamar mereka oleh Ayahanda. Mereka sedang menjalani masa tahanan rumah, tidak bisa menemui siapa pun. Menurutku tidak mungkin mereka terlibat dalam rencana Gordon.” 

“Memang, selama tidak bisa menghubungi orang lain, biasanya mustahil. Tapi, ada satu pelayan Zuzan yang tidak ditangkap.”

“...Tidak aneh jika pelayan Zuzan menghilang, jadi dia diabaikan.” 

Semua pelayan Zuzan ditangkap. Kecuali satu orang.

Tapi itu tidak jadi masalah besar. Zuzan dan Zandra sering memperlakukan pelayan mereka dengan kejam. Pelayan yang menghilang bukanlah hal aneh di harem. 

Kemungkinan besar dia melarikan diri atau dibunuh Zuzan. Itulah kesimpulannya.

Itu memang tindak kriminal, tetapi menyelidiki keterkaitan mereka dengan pemberontakan di selatan lebih diprioritaskan. 

“Jadi Ibu pikir pelayan Zuzan itulah yang bergerak di belakang layar?”

“Ya.”

“Kalau boleh tahu, apa alasannya?”

“Ibu ingin bilang firasat seorang wanita, tapi kamu tidak akan puas dengan jawaban itu, kan?”

“Tentu saja tidak.” 

“Benar. Kalau begitu akan Ibu jelaskan alasannya. Gordon punya catatan pernah menyerang Kerajaan Perlan. Mustahil Gordon bersekutu dengan Kerajaan Perlan tanpa perantara. Dan Zuzan adalah adik dari Adipati Kruger yang memberontak di selatan. Tidakkah kamu mengira Adipati Kruger yang sudah lama bersembunyi di selatan tidak akan memberontak tanpa bantuan?” 

“Begitu rupanya. Pada awalnya, Adipati Kruger atau Zuzan-lah yang terhubung dengan Perlan. Jika pemberontakan itu berlarut-larut, Kerajaan Perlan pasti akan bergerak. Tapi, kenyataannya tidak.”

“Benar. Rencana yang seharusnya dilakukan dengan Adipati Kruger, sekarang dilakukan dengan Gordon. Jika dipikir seperti itu, wajar saja. Jika ada orang dekat Zuzan yang menjadi perantara, itu tidak mustahil.” 

Pelayan yang melarikan diri itu adalah orang kepercayaan Zuzan yang bertindak atas perintahnya.

Posisinya mirip dengan Sebas. Dialah yang menghubungkan Kerajaan Perlan dengan Gordon. 

Sulit untuk menyelaraskan kerja sama dengan beberapa negara yang memiliki kepentingan berbeda. Gordon tidak memiliki kemampuan seperti itu, dan seharusnya tidak ada orang yang cocok di kubu Gordon. 

Tapi, orang kepercayaan Zuzan yang terbiasa bergerak di belakang layar mungkin bisa.

Jika begitu, situasinya akan menjadi semakin rumit.


“Berarti Zuzan, Zandra, dan Gordon bersekutu?”

“Mustahil jika melihat kepribadian mereka. Tapi, Zuzan dan yang lain tidak punya pilihan. Jika Gordon mengerti, mungkin mereka saling memanfaatkan. Tentu saja, keduanya pasti berencana mengkhianati satu sama lain di titik tertentu.”

“Kedua calon pewaris takhta itu bekerja sama... Kerajaan Perlan, Persatuan Kerajaan Egret, dan mungkin juga Negara Bagian Cornix. Kalau sebanyak ini negara lain terlibat, maka alasan di balik kerja sama mereka pun bisa dijelaskan.”

Mereka menjalin aliansi karena yakin punya peluang untuk menang.

Jika negara-negara lain menilai kerja sama itu menguntungkan, berarti mereka memandang Gordon sebagai sosok yang bernilai tinggi. Namun, kalau ternyata ada nilai tambah lain di balik itu, semuanya bisa dimengerti. 

“Lalu kembali ke topik awal, kalau Zuzan dan Zandra ikut terlibat, maka harem sudah bisa dibilang garis depan pertempuran. Dan Ibu yakin keduanya akan mengincar kita juga. Bagaimanapun, aku ini ibumu dan Leo.”

“Benar juga...” 

Bisa dibilang, kejatuhan Zuzan dan Zandra adalah akibat dariku dan Leo.

Kini mereka berdua memang dikurung jauh di dalam harem, tapi jika mereka benar-benar bersekutu dengan Gordon, kemungkinan mereka pasti akan melarikan diri.

Saat itu tiba, harem akan berubah menjadi zona merah. 

“Christa adiknya Lize. Jika Zuzan ada di pihak musuh, dia pasti akan mencoba menjadikannya sandera. Membiarkan Christa bersamaku bukanlah keputusan yang bijak.”

“...Kalau begitu, Ibu juga sebaiknya mengungsi.”

“Ibu tidak bisa meninggalkan harem tanpa izin. Lagi pula, besok saat turnamen bela diri, Yang Mulia Permaisuri akan hadir, dan para selir lainnya sudah ditetapkan untuk tetap menunggu di harem.” 

Yang boleh duduk di sisi Kaisar hanyalah Permaisuri. Jika selir-selir lain muncul di hadapan rakyat, rumor tak terkendali akan menyebar dan memperkeruh perebutan takhta. Dalam hal ini, Permaisuri tidak menimbulkan kekhawatiran. Putra Mahkota telah wafat, dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Kakak Trau tidak berniat untuk mewarisi takhta. 

Aku bisa mengerti alasan di balik keputusan itu, karena Ibu tidak ingin menimbulkan gosip yang bisa mengguncang stabilitas istana di masa genting.

Namun saat ini, aku hanya ingin mengutuk keputusan Ayahanda yang membuat Ibu terperangkap di tempat berbahaya itu. 

“Kalau begitu, aku akan memperkuat pengamanan.”

“Itu tak akan banyak membantu. Kamu seharusnya lebih memikirkan Christa. Ibu akan mengurus diri sendiri.”

“Tapi!”

“Ibu akan baik-baik saja. Yakinlah pada ibumu sendiri. Lagi pula, bukan Ibu yang paling membutuhkan bantuan sekarang.” 

Sambil berkata demikian, Ibu menatap ke arah pintu yang terhubung dengan ruangan sebelah.

“Silakan masuk.”

“...Baik.”

“Kamu...” 

Yang keluar dari ruangan itu adalah seorang perempuan berambut cokelat.

Dia adalah Selir Ketujuh dan ibu dari Pangeran Kesepuluh. 

“Nyonya Gianna...”

“Pangeran Arnold... Kumohon, bantulah putraku...” 

Sambil berkata demikian, dia menundukkan kepalanya dalam-dalam di hadapanku.


* * *


Selir Ketujuh Gianna adalah yang termuda di antara para selir Kaisar.

Usianya 28 tahun. Dia dinikahkan sebelas tahun yang lalu, saat masih berumur 17 tahun.

Ayahanda menerima wanita seusia Eric itu sebagai selirnya. Namun itu bukan karena Ayahanda terpikat padanya.

Di antara mereka ada perhitungan politik. Gianna sebenanrya putri seorang adipati di Kekaisaran Suci Sokal.

Sebelas tahun lalu, setelah perselisihan soal para kurcaci yang memancing amarah Kekaisaran, Sokal, yang masih punya ikatan keluarga jauh dengan keluarga kekaisaran, menyerahkan putri adipatinya dan mempersembahkannya kepada Ayahanda.

Putri itu adalah Gianna. Dengan tindakan itu mereka hendak menegaskan niat menjalin persahabatan.

Kedengarannya bagus jika disebut kerabat jauh keluarga kekaisaran, tapi itu juga berarti kamu bisa dibuang kapan saja. Bukti nyata adalah upaya Sokal menerobos perbatasan, meski setelah Gianna dinikahkan.

Ayahanda tidak bertindak, tetapi bagi Gianna tindakan itu nyaris layak dijadikan peringatan dengan hukuman mati.

Dia jadi korban persembahan demi rekonsiliasi sementara. Begitulah posisi Gianna sebagai seorang selir.

Dari negerinya sendiri dia dipersembahkan sebagai korban, di Kekaisaran dia harus menjadi Selir Ketujuh untuk seorang pria yang punya anak seumuran dengannya. Gianna benar-benar berbeda dibanding selir lainnya.

Namun karena menolak pernikahan politik akan memperburuk hubungan dengan Sokal, Ayahanda menerima pernikahan itu dan memperlakukan Gianna dengan baik. Bukti kasih sayangnya terlihat pada putra bungsu mereka, Pangeran Kesepuluh Rupert.

Rupert yang berusia sepuluh tahun adalah anak yang sebenarnya tak terlalu diperlukan oleh Ayahanda.

Melihat usia para anak tertua, ketika perebutan takhta benar-benar dimulai Rupert masihlah kanak-kanak. 

Dia tidak seperti Christa, putri dari Selir Kedua yang paling dicintai.

Tetapi Ayahanda tetap menghasilkan keturunan dari Gianna. Bagiku, itu karena menganggapnya terlalu kejam jika menempatkan wanita yang dipersembahkan sebagai korban pada nasib seperti itu.

Namun keputusan itu justru memunculkan kekhawatiran baru bagi Gianna.

Di dalam Kekaisaran Adrasia, tak ada yang berpihak pada Gianna. Karena asalnya dari Sokal, dia selalu dicurigai. Begitu pula putranya, Rupert, menjadi sosok yang dicurigai.

Ada kemungkinan Sokal akan ikut campur dalam urusan Kekaisaran, itulah yang membuat Rupert berbahaya.

Tentu saja Gianna menyadari kecurigaan itu, dan sejak dulu dia menjaga Rupert dekat di sisinya tanpa membuat gerak-gerik yang berlebihan. Dia tak ambil bagian dalam perebutan takhta.

Namun kini Gianna bergantung pada Ibu dan memintaku untuk membantu.

Itu adalah tindakan yang akan menarik kecurigaan para kandidat takhta lainnya.

“Nyonya Gianna, apa Anda mengerti konsekuensi meminta bantuan padaku?”

“Tentu saja aku mengerti...”

“Jadi Anda memang berniat untuk berpihak pada kubu Leo?”

“Ya.”

Gianna tidak bodoh. Meski datang memohon padaku, bukan berarti dia benar-benar menggantungkan semuanya padaku.

Menyerahkan anak kepada pangeran yang sudah kehilangan wibawanya sama saja dengan bunuh diri.

Maksud Gianna sebenarnya bukan langsung meminta aku menjadi pelindung. 

Melainkan memintaku untuk menyampaikan permohonannya pada Leo.

“Dengan gerak-gerik Gordon yang mencurigakan, bernaung di bawah perlindungan salah satu kubu bukanlah keputusan yang salah. Tetapi sebagai orang dari Sokal, bukannya Kakak Eric lebih pantas untuk Anda pilih?”

Menteri Luar Negeri, Eric, punya kedekatan dengan Kekaisaran Suci Sokal. Untuk Gianna yang berasal dari sana, Eric seharusnya jadi tempat bergantung yang paling logis.

“Aku sudah memikirkannya... Tetapi aku takut... Orang-orang dari negeriku, khususnya yang tercatat sebagai keluarga mahkota, adalah orang-orang yang penuh dengan kegelapan. Mereka penuh rahasia. Dan Pangeran Eric tampak mampu menutup diri di hadapan mereka, berbicara dan berdiri sejajar tanpa terguncang. Itu membuatku takut.”

“Itu justru bukti betapa cakapnya dia, bukan?”

“Mungkin begitu. Namun... Wajah Pangeran Eric seolah tak menampakkan apa pun, tanpa emosi. Sekalipun dia sangat mahir... Aku tak bisa mempercayakan anakku padanya.”

Aku mengerti maksudnya. Masuk akal. Jika seorang ibu tak dapat mempercayai Eric, pilihan mereka hanyalah bergantung pada kubu kami. Terlebih kini momentum Leo mulai menekan kubu Eric, bukan hal aneh jika mereka mencari perlindungan pada kami.

Kenyataan bahwa Leo berpeluang merebut takhta semakin nyata. Namun...

“Aku minta maaf, tapi kami tak punya kapasitas untuk melindungi kalian. Coba bicarakan pada Kakak Eric.”

“Tidak! Setidaknya tolong lindungi Rupert saja!”

“Christa saja sudah menjadi beban penuh. Anda tahu itu, kan? Sebagian besar pasukan kami berada di luar ibu kota. Elna, yang seharusnya bisa membantu kami, juga berada di luar. Kami tak bisa menggerakkan Bangsawan Pemberani. Pilihan kami terbatas. Maafkan aku, tapi Anda harus menyerah.”

Gianna terdiam dan menatap Ibu. Aku melepaskan pandanganku dari Gianna dan kembali menatap Ibu.

“Al. Bukankah kamu ingin menolong adikmu?”

“...Aku ingin, jika aku bisa. Tapi kami tak punya ruang. Tanpa Leo dan Sebas, jumlah petarung kami sangat minim. Menambah orang yang harus kami lindungi justru menempatkan lebih banyak orang dalam bahaya.”

“Paling-paling satu orang tambahan takkan mengubah banyak hal, kan?”

“Bagi kami ini penting. Rupert bukan sekadar anak, dia seorang pangeran. Jika kami harus melindunginya, dibutuhkan kekuatan yang memadai. Mungkin kami akan mempertimbangkan jika ada yang mau menambah pasukan.”

“Kami tak punya sekutu...”

“Aku tahu. Aku dan Leo dulu juga begitu. Jika Anda adalah orang yang menolong kami saat kami lemah, pasti kami akan mempertimbangkannya. Tetapi datang meminta pertolongan saat kami sudah mulai kuat, tanpa imbalan, itu cukup egois.”

Orang yang menolong ketika kita lemah bisa dipercaya dan layak dibalas budi. 

Tetapi yang datang menolong hanya saat kita sudah kuat tak layak untuk dipercaya atau dibalas. Apalagi Gianna dan Rupert tak punya sekutu; mereka justru punya musuh. 

Beban kami hanya akan bertambah.

“Al. Lindungilah mereka. Leo tidak akan meninggalkan yang lemah.”

“Sayangnya aku bukan Leo. Kenyataan lebih penting daripada idealisme. Dari segi kekuatan, melindungi Rupert kini tidak mungkin.”

Jika Gordon bergerak, istana akan dikuasai dan Bola Langit akan diaktifkan.

Bola Langit diaktifkan dengan memasang beberapa permata penting pada dasar khusus. Sekali diaktifkan, ia hanya bisa dihancurkan dari dalam. Itulah alasan aku tetap berada di dalam, untuk berjaga dari dalam.

Pasukan yang kubawa masuk ke dalam istana pun disiapkan semata untuk menghadapi kemungkinan itu. Tidak ada ruang yang tersisa untuk dijadikan pengawal.

Jika Bola Langit diaktifkan, maka bergabungnya Leo dan yang lain akan mustahil. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menonaktifkannya.

Selama syarat mutlak itu ada, aku tak punya pilihan lain. 

“Oh, begitu. Kalau begitu, biar Ibu yang melindungi mereka.”

“Ibu... Tolong jangan mempersulit. Yang mustahil tetap mustahil. Kita kekurangan tenaga.”

“Kalau begitu, pinjamlah tenaga.”

“Dari siapa?”

“Dari saudaramu.” 

Begitu ucap Ibu, sambil menatap ke arah pintu kamar. Perasaan tidak enak langsung merayap di dadaku. Perlahan aku menoleh ke belakang.

Dan di sana berdirilah Kakak Trau, dengan wajah pucat pasi. 

“Aku sudah mendengar semuanya! Izinkan aku ikut membantu!”

“...Kenapa Kakak Trau bisa ada di sini?”

“Sebagai jaga-jaga kalau kamu menolak bantuannya.”

“...Memanggil orang yang sedang terbaring lemah karena kehilangan darah bukanlah keputusan yang bijak...”

“Ini situasi darurat. Lagi pula, aku tidak memaksanya. Dia sendiri yang datang setelah mendengar syaratnya.”

“Boleh tahu syarat apa?”

“Aku hanya akan bergerak demi gadis kecil! Nyonya Mitsuba memintaku melindungi Putri Christa, jadi meski langkahku goyah, aku tetap datang!!” 

“...”

“Aneh ya, sekarang kita punya tambahan tenaga, bukan?” 

Wajahku menegang mendengar kata-kata itu.


Jadi Ibu memancing Kakak Trau dengan Christa sebagai umpan.

Memang benar, kalau begitu, pengawalan Christa bisa dialihkan pada Rupert. 

Tapi ada satu masalah besar.

“Kakak... Dengan tubuh gempal itu, bagaimana kamu mau melindungi seseorang?”

“Arnold, jangan meremehkan kakakmu! Aku sudah memanggil bala bantuan yang sangat kuat!”

“Bala bantuan?”

“Para pengawal pribadiku!”

“...Apa?” 

Dan ternyata yang dimaksud Kakak Trau adalah orang-orang yang sama sekali di luar dugaanku.


* * *


Mendiang Putra Mahkota pernah memiliki banyak bawahan yang sangat berbakat.

Terutama para pengikut terdekatnya, mereka menonjol di atas yang lain. Bahkan Wyn, yang terkenal karena kemampuannya, hanya termasuk kandidat untuk menjadi salah satu dari mereka. Dengan kata lain, bahkan Wyn tidak cukup layak untuk bergabung di lingkaran itu.

Begitulah luar biasanya kekuatan faksi Putra Mahkota Wilhelm. Namun ketika Putra Mahkota meninggal, para pengikutnya tercerai-berai bersama impian mereka. Sebagian memilih untuk mengabdi kepada orang lain, tetapi banyak juga yang seperti Wyn, mengasingkan diri. Begitulah Putra Mahkota, begitu terangnya dan bersinar dirinya.

Tanpa matahari, manusia tak bisa hidup. Maka, kematian sang Putra Mahkota bagi mereka berarti kematian sang matahari itu sendiri. 

Meski begitu, masih ada satu kemungkinan akan munculnya matahari baru.

Satu-satunya orang yang bisa mewarisi jejak Putra Mahkota, adik kandungnya, lahir dari ibu yang sama dan dibesarkan dalam cara yang sama.

Dialah Pangeran Keempat, Traugott Lakes Ardler. 

Kakakku yang kemampuannya tak akan membuatku terkejut jika dia bisa melakukan apa pun, selain hal-hal yang berhubungan dengan seni.

Sayangnya, satu-satunya hal yang benar-benar dia cintai justru bidang seni di mana dia sama sekali tak berbakat. 

“...Jadi, Kakak memanggil para pengikut mendiang Putra Mahkota?”

“Tentu saja. Diam-diam, tapi mereka sudah berada di ibu kota sekarang.”

“Apa Kakak berniat ikut serta dalam perebutan takhta?” 

Pertanyaan itu masuk akal. Siapa pun yang mendengar kabar ini pasti akan mengira demikian, bahwa Traugott berencana melanjutkan langkah mendiang kakaknya.

Setidaknya, dia tak akan bisa lagi mempertahankan posisi netralnya. Seperti Leo yang kini diusung oleh pihaknya sendiri, Eric dan para pendukungnya pasti akan memandang Traugott sebagai ancaman. 

“Begitukah menurutmu?”

“Bukan menurutku, tapi... Orang lain pasti menganggap begitu.”

“Kalau begitu tak masalah. Aku sudah lama berhenti peduli apa kata orang. Aku memanggil para pengikut Kakak karena jika Negara Bagian Cornix mulai bertingkah, aku sendirian tidak akan mampu menahannya. Para pengikutnya yang masih merasa berutang budi kepada Kakak bersikap lunak pada adiknya, padaku. Jadi aku hanya meminta mereka membantu kali ini saja.” 

“Jadi, Kakak sudah siap menanggung akibatnya? Jika Kakak terlalu menonjol, semua kandidat pewaris takhta akan menganggap Kakak sebagai penghalang terbesar.”

“Itu mungkin benar. Aku takkan bisa tenggelam dalam seni untuk sementara waktu,” ujarnya pelan, dengan nada benar-benar menyesal. 

Baginya, seni adalah hal yang lebih berharga dari hidup.

Itu adalah napasnya, meski tak berbakat, meski sering ditertawakan.

Namun, dia tetap melakukannya karena mencintainya. Kakakku adalah seseorang yang setia pada apa yang dia cintai, seorang pemuja seni sejati yang tak pernah goyah.

Dan kini, orang sepertinya rela mengorbankan hal yang paling dicintainya demi bertindak.

Itu sungguh luar biasa. 

“...Kenapa sejauh itu? Untuk Leo? Karena Kakak melihat dalam dirinya potensi untuk menjadi kaisar yang bahkan bisa melampaui mendiang Putra Mahkota?”

“Itu salah satunya. Leonard akan menjadi kaisar yang baik, aku yakin itu. Karena itulah aku ingin mendukungnya. Tapi alasanku berdiri di sini sekarang berbeda.”

“Berbeda?”

“Aku hanya tidak ingin melihat seorang adik meninggalkan adiknya yang lain. Jika dengan aku menjadi korban bisa membuka jalan bagi kalian, maka begitulah seharusnya.” 

Kakakku tersenyum tipis saat mengatakannya. Senyum itu, mengingatkanku pada senyum mendiang kakak tertua kami. 

Mungkin wajahku saat ini terlihat buruk.

Aku tahu betul batas kemampuanku.

Aku ingin menolong semua orang jika bisa, tapi itu mustahil. Dan karena mustahil, aku harus memilih siapa yang bisa kuselamatkan. 

Namun kali ini, Kakak Trau telah memperluas jangkauan tanganku, dengan mengorbankan cara hidupnya sendiri. 

“Tolong lindungi Christa. Aku akan pastikan Rupert selamat.”

“Serahkan padaku! Dan kalau boleh, mulai sekarang aku ingin Putri Christa memanggilku ‘Kakak’. Duhuhuhu!” 

Setelah tawa aneh yang khas itu, Kakak Trau membalikkan badan.

Sepertinya urusannya sudah selesai. Langkahnya goyah, menandakan betapa keras dia memaksakan diri untuk datang ke sini. 

“Terima kasih... Kakak.”

“Tak usah dipikirkan. Ini adalah Kekaisaran, dan darah kekaisaran mengalir dalam diri kita. Bertindak demi negeri adalah hal yang wajar. Jangan remehkan mereka yang di atasmu, Arnold. Lakukan saja apa yang kamu bisa. Tempat yang tak bisa kamu jangkau pasti akan dijangkau oleh orang lain.” 

Mengatakan itu, Kakak pun meninggalkan ruangan.

Aku membungkuk hormat ke arahnya, lalu menoleh pada Gianna. 

“Seperti yang Anda dengar. Kami akan melindungi Rupert.”

“Terima kasih banyak! Aku sangat berterima kasih, Pangeran Arnold!”

“Berterima kasihlah pada Kakak Trau.” 

Aku menundukkan kepala pada Gianna dan Ibu, lalu berbalik pergi.

Dengan adanya bantuan dari Kakak Trau, aku harus meninjau ulang seluruh susunan pasukan.

Biasanya aku menyerahkan hal seperti ini pada Sebas, tapi sayangnya, kali ini hanya aku yang bisa melakukannya. 

Kelihatannya malam ini aku tidak bisa tidur. 

“Sayang sekali, andai Traugott punya sedikit kemauan, dia akan menjadi kaisar yang hebat.”

Ibu bergumam. Itu adalah suara kejujuran. Tapi tentu saja, dengan satu syarat.

Jika saja dia memiliki kemauan. 

Kakek juga pernah berkata hal yang sama. Seseorang yang tak memiliki niat untuk menjadi kaisar, seberbakat apa pun dia, takkan pernah layak menduduki takhta. 

Kakak Trau punya segalanya. Sebagai putra Permaisuri dan adik kandung Putra Mahkota, hanya dengan satu panggilan dia bisa mengumpulkan para pengikut setia kakaknya. Dia dibesarkan sama seperti mendiang Putra Mahkota, dan kemampuannya seimbang di segala bidang. 

Namun, dia tak mau menjadi kaisar, karena dia tahu, dia tak akan bisa melampaui cahaya sang kakak.

Itulah sebabnya dia menyerahkan harapan itu pada Leo.

Bagi mereka, Leo adalah matahari baru Kekaisaran. 

“Tenang saja, Ibu. Leo akan menjadi kaisar yang lebih baik.”

“Oh? Kenapa kamu bisa bilang begitu?”

“Firasat seorang kakak,” jawabku sambil tersenyum dan kemudian keluar dari ruangan Ibu. 

Aku kembali ke ruanganku, dan menemukan Fine sudah menunggu.

“Selamat datang kembali. Saya akan menyiapkan teh.”

“Terima kasih. Tapi sebelum itu, ada hal yang harus kulakukan.” 

Aku mengeluarkan topeng perak dari laci.

Jika Bola Langit diaktifkan, mustahil untukku keluar dari ibu kota. Malam ini adalah kesempatan terakhir untuk bergerak ke luar.

Aku harus melakukan semua yang masih bisa kulakukan.

Kakak Trau telah mengingatkanku bahwa aku tidak harus memikul semuanya sendirian.

Tidak apa-apa untuk bergantung pada orang lain sekali-sekali. 

“Baiklah. Saya akan menjaga tempat ini.”

“Ah... Fine. Kira-kira, apa Leo berhasil menyelamatkan Leticia?” 

Langit malam terbentang di atas sana, dihiasi ribuan bintang. Konon di masa lalu, ada orang-orang yang mampu membaca masa depan atau cuaca hanya dengan menatap bintang-bintang. Sayangnya, aku tidak memiliki bakat seperti itu. 

Aku sudah memberikan kepada Leo semua kekuatan yang bisa kuberikan.

Jika itu masih belum cukup, maka tak ada yang bisa dilakukan selain menerima hasilnya. Namun, jika Leo gagal menyelamatkan Leticia, dia mungkin tidak akan bisa segera bangkit kembali. 

Untuk berjaga-jaga menghadapi kemungkinan terburuk itu, aku telah mengirim Elna. Jika ada yang bisa menghentikan Leo tanpa melukai hatinya, itu pasti dia. 

Aku berharap semuanya berjalan dengan baik.

Sambil berpikir begitu, Fine tersenyum. 

“Semuanya pasti lancar! Pangeran Leo pasti bisa, karena beliau adik Anda, Pangeran Al!”

“Itu bukan alasan yang bisa dijadikan bukti, kamu tahu?”

“Tentu bisa! Anda sudah menolong banyak orang. Karena itu, saya yakin Pangeran Leo juga akan baik-baik saja! Saya percaya itu!” 

Jawabannya terdengar terlalu optimis hingga hampir membuatku menghela napas.

Tapi entah kenapa, kali ini kata-katanya terasa begitu menenangkan di hati. 

“Sejujurnya, aku sempat berpikir untuk menyuruhmu keluar dari ibu kota.”

“Eh!? Itu kejam sekali!”

“Ya, kurasa begitu. Dan sekarang aku bersyukur tidak melakukannya. Kehadiranmu benar-benar membantu. Ternyata itu keputusan yang tepat.” 

Setelah mengatakan itu, aku mengenakan topeng perak dan menyalurkan ilusi untuk mengubah pakaianku.

Sekejap sosokku berubah menjadi Silver, kemudian aku melanjutkan pada Fine, “Untuk sementara waktu, aku serahkan semuanya padamu.”

“Baik. Serahkan pada saya.” 

Dengan itu, aku pergi dari sana.


Bagian 2

Wilayah timur Kekaisaran Adrasia.

Di sana terdapat sebuah daerah yang berbeda dari wilayah-wilayah yang dikuasai para bangsawan. 

Wilayah Otonom Dwarf. 

Tanah itu diberikan oleh Ayahanda untuk para dwarf, yang negerinya hancur di tangan Kekaisaran Suci Sokal. Di wilayah yang luas itu terbentang banyak tambang, dan dari hasil tambang itu para dwarf menciptakan karya-karya yang tak terhitung jumlahnya.

Barang-barang buatan mereka menyebar ke seluruh Kekaisaran; orang-orang terpikat oleh keindahannya, para pengrajin manusia pun terpacu untuk bersaing dengan keterampilan mereka. 

Kekayaan mengalir deras ke tangan para dwarf, dan keuntungan besar pun mengalir kembali ke Kekaisaran. Ayahanda berhasil menggabungkan bangsa yang kehilangan tempatnya itu menjadi bagian penting dari negeri ini. 

Ke sanalah aku berpindah kali ini, ke Wilayah Otonom Dwarf.

Wilayah itu dijaga oleh pasukan dwarf pilihan, para prajurit tangguh yang membuat daerah itu menjadi salah satu tempat paling aman di Kekaisaran, dan juga wilayah yang memiliki hukum tersendiri.

Aku tahu Egor ada di sana, menjaga Sonia dan keluarganya. 

Aku muncul di depan sebuah rumah sederhana.

Begitu aku melangkah maju, suara berat terdengar dari belakangku. 

“Hmm, rupanya kamu. Kalau sudah datang, setidaknya beri salam dulu, Nak.”

“Orang yang tiba-tiba muncul di belakangku tanpa suara tidak pantas bicara soal sopan santun, Kakek Egor.”

“Hmph, aku ini sedang menjalankan tugas penjagaan, tahu?”

“Oh, tapi bukannya agak berlebihan melakukan itu di wilayah dwarf?” 

Wilayah ini dijaga oleh prajurit-prajurit dwarf, yang tubuhnya diselubungi perlengkapan buatan tangan mereka sendiri. Prajurit dwarf di medan perang jauh lebih menakutkan daripada kesatria manusia, kekuatan mereka bisa berlipat-lipat. 

Kekaisaran Suci bahkan memilih berdamai dan menyerahkan Nyonya Gianna karena takut menghadapi bala tentara dwarf yang mungkin akan menuntut balas dendam dengan dukungan Kekaisaran. 

Jadi, bagi Egor yang seorang petualang peringkat SS untuk tetap waspada di tempat seaman ini terasa sedikit berlebihan. Namun...

“Biasanya aku tak setegang ini. Sekarang ini, situasinya berbeda.”

“Berbeda?” 

Aku memusatkan sihir untuk menelusuri sekeliling melalui penghalang. Jumlah dwarf terasa jauh lebih sedikit dari biasanya, nyaris tak ada prajurit yang tersisa. 

“Apa yang terjadi?”

“Raja Dwarf memutuskan untuk menyerang Sokal. Saat ini, dia memimpin pasukannya di perbatasan timur.”

“Kenapa sekarang?”

“Katanya karena para petinggi Kekaisaran Suci akan menghadiri upacara besar. Dia bilang dia tak bisa terus mengandalkan Kekaisaran untuk merebut kembali tanah airnya. Aku sudah mencoba menahannya, tapi dia tak mau dengar.” 

Egor mendesah berat.

Bagi para dwarf, merebut kembali tanah leluhur mereka adalah cita-cita suci.

Jadi, tindakannya memang bukan hal aneh, hanya saja, waktunya benar-benar buruk. 

“Apa mereka benar-benar berniat untuk menyerang?”

“Kurasa tidak. Marsekal di Timur sudah berusaha menghentikannya.”

“Putri Pertama, ya? Kalau dia, aku bisa sedikit tenang.”

“Benar. Kudengar dia bahkan memanggil para bangsawan di sekitar sana untuk membantunya membujuk Raja Dwarf.”

“Para bangsawan di sekitar sana? Maksudmu, Adipati Reinfeld?”

“Ya, seingatku memang itu namanya.” 

Egor terkekeh, seolah tak ingin memastikan kabar yang hanya dia dengar sepintas.

Namun, aku justru mengernyit. 

Apakah benar Kakak Lize akan memanggil Jurgen ke perbatasan timur?

Jurgen memang seorang bangsawan berhati mulia, dan Kak Lize bukan orang yang pandai bernegosiasi, jadi memilihnya sebagai perantara memang masuk akal. 

Tapi apa benar Kak Lize akan bertindak seperti itu? 

Sangat mencurigakan. Kemungkinannya, Jurgen pergi ke sana atas inisiatif sendiri setelah melihat keadaan yang memburuk. 

Itu justru menjadi alasan yang paling jelas.

Namun, ada sesuatu yang terus mengganggu pikiranku. 

“Ada yang membebani pikiranmu?”

“Sedikit. Kekacauan akan segera terjadi di ibu kota, mungkin bahkan sudah dimulai. Aku tak bisa menanganinya sendirian. Aku butuh bantuanmu.”

“Hmm. Aku masih punya utang budi padamu. Tentu saja akan kubantu.” 

Egor menatapku serius, menunggu permintaanku.

Utang budinya padaku hanya satu, dan harus kugunakan dengan hati-hati.

Ke mana aku harus mengarahkannya? Ini sangat penting.

Ke ibu kota, atau ke tempat lain? 

Setelah berpikir sejenak, aku akhirnya berbicara.

“Kalau begitu... Pergilah ke perbatasan timur. Bila keadaan memburuk, aku ingin kamu hentikan Raja Dwarf dengan kekuatanmu sendiri.”

“Boleh saja, meski tanpa aku pun, sang Marsekal pasti bisa menahannya.”

“Kalau sampai tersebar kabar bahwa Marsekal bertempur melawan Raja Dwarf, hubungan antara Kekaisaran Adrasia dan bangsa dwarf akan memburuk. Jika keamanan kacau, para petualang akan dikerahkan, padahal mereka sudah kelelahan.” 

Para petualang kini sibuk dengan berbagai masalah.

Mulai dari mengawal para pedagang, hingga membasmi monster yang muncul dari hutan, mereka tak punya waktu untuk konflik baru.

Kita tak bisa menanggung masalah tambahan lagi. 

Mendengar itu, Egor mengangguk dalam-dalam.

“Benar juga. Kalau begitu, aku yang akan pergi. Kalau aku masuk ke benteng perbatasan timur, Kekaisaran Suci Sokal pasti takkan berani bergerak gegabah.”

“Kamu cepat mengerti, Kakek.” 

Egor tak ikut berperang dulu ketika bangsa dwarf dihancurkan oleh Kekaisaran Suci. Dia absen karena saat itu dia sedang tidak ada di sana. Andaipun dia ada di sana, dia mungkin juga tidak akan ikut serta.

Namun kini, situasinya berbeda. Hanya dengan keberadaannya di perbatasan timur, musuh pasti akan berpikir dua kali. 

Jika Egor memihak para dwarf, maka tak peduli sebesar apa pun perbedaan kekuatannya, hasilnya akan jadi bencana bagi Kekaisaran Suci.

Itulah sebabnya kehadirannya di sana sangat penting. 

“Kalau begitu, aku serahkan padamu.”

“Baiklah, aku terima. Tapi... Kamu ini benar-benar sibuk, Nak. Tak maukah kamu menjenguk gadis itu?”

“Tidak perlu. Kamu sudah di sisinya, bukan?”

“Benar. Lagipula aku tak bisa pergi ke perbatasan tanpa dia sebagai penunjuk jalan, hah!” 

Egor tertawa lebar, tawa berat yang menggema di dalam rumah kecil itu.

Aku ikut tersenyum melihatnya, lalu segera berpindah dari tempat itu. 

Sayangnya, aku tak punya waktu untuk bersantai.

Aku berpindah ke ibu kota sejenak, lalu langsung melesat ke arah barat.

Tujuanku adalah wilayah Adipati Kleinert. Begitu mendarat di depan gerbang besar kediaman sang adipati, aku melangkah maju tanpa suara. 

“Siapa di sana!?”

“Petualang peringkat SS, Silver. Aku ingin bertemu Adipati Kleinert.”

“S-Silver!?” 

Penjaga gerbang mundur dengan wajah pucat.

Dia tampak panik beberapa detik, lalu segera sadar dan membuka pintu gerbang dengan tergesa. 

“M-Maafkan saya! Sesuai perintah Adipati, Anda diizinkan masuk kapan saja tanpa pemeriksaan!”

“Terima kasih.” 

Aku melewati gerbang dan masuk ke kediaman.

Meskipun malam telah larut, kediaman itu tampak hiruk pikuk, orang-orang berlari ke sana kemari, dan setiap kali mereka melihatku, ekspresi mereka membeku. 

Ada apa sebenarnya? 

Aku langsung menuju ruang kerja Adipati dan membuka pintunya.

“Pasukan kesatria yang berada di bagian timur wilayah sudah kami panggil pulang.”

“Suruh mereka bergegas. Paling lambat, sebelum pagi, aku ingin lima ribu kesatria siap siaga.” 

Di dalam ruangan berdiri Adipati Kleinert, masih mengenakan zirah perangnya.

Begitu menyadari kehadiranku, dia memerintahkan para bawahannya untuk keluar. 

“Selamat datang, Silver. Sayangnya, aku tak punya waktu untuk menyambutmu. Bisa kita bicara singkat saja?”

“Itu lebih baik. Aku pun sedang dikejar waktu. Tapi sebelum itu, apa arti semua keributan ini?”

“Sederhana. Kami mendapat kabar dari perbatasan barat bahwa pasukan Kerajaan Perlan menunjukkan pergerakan yang mencurigakan. Menggerakkan pasukan saat upacara berlangsung bukan hal sepele. Komandan perbatasan barat menilai ini pertanda bahaya dan mengirim pesan padaku, meminta bala bantuan bila keadaan memburuk.”

“Aku paham, seperti yang diharapkan dari pasukan penjaga perbatasan. Mereka benar-benar tangguh.”

“Aku juga ingin bertanya satu hal. Mengapa pasukan Kerajaan bergerak? Padahal kita memiliki Santa Leticia di pihak kita.”

“...Kamu bisa menjaga rahasia ini, bukan?”

“Tentu.”

“...Sebuah insiden terjadi di istana. Upaya pembunuhan terhadap Santa. Pelakunya adalah seorang dark elf. Dia menyamar sebagai tamu dari kaum elf dan berhasil menyusup ke dalam istana.”

“A-Apa!? Santa itu dibunuh!?” 

Adipati Kleinert mendadak berdiri dari kursinya, wajahnya memucat.

Aku mengangkat kedua tanganku, menenangkannya. 

“Tenang dulu. Masih ada kelanjutannya.”

“Cepat katakan...”

“Pembunuhan itu hanya kedok. Sebenarnya, Santa Leticia diculik. Saat ini, Pangeran Leonard sedang mengejarnya. Kemungkinan besar, Kerajaan Perlan juga terlibat dalam rangkaian peristiwa ini. Fakta bahwa pasukan Kerajaan bergerak sekarang jadi bukti yang cukup kuat.”

“...Aku bisa pingsan kapan saja mendengarnya.” 

Adipati Kleinert menengadah, menutup dahinya dengan tangan.

Yah, memang wajar. Diculik saja sudah cukup parah.

Jika Leo gagal, terlepas dari bagaimana kejadiannya, Kekaisaran akan disalahkan.

Hubungan dengan Kerajaan tidak akan sama lagi. 

“Maaf, tapi bagian pentingnya baru dimulai.”

“Kalau aku bilang jangan lanjut, kamu akan berhenti?”

“Sayang sekali, tidak bisa. Ada tanda-tanda pemberontakan di ibu kota.”

“...Pangeran Gordon, bukan?”

“Kamu benar. Masih sebatas dugaan, tapi ibu kota kini dalam keadaan nyaris tanpa penjagaan. Jika mereka ingin bergerak, besok adalah saat yang paling tepat. Kuharap tidak terjadi apa-apa... Tapi kalau sesuatu meledak, hanya sedikit dari mereka yang bisa melindungi Kaisar.”

“Baiklah. Jika pemberontakan benar-benar pecah, aku akan segera berangkat ke ibu kota.”

“Tanggapan yang cepat, bagus. Tapi jika ini pemberontakan yang sudah dipersiapkan matang, aku pun mungkin tak bisa bergerak bebas. Karena itu, aku ingin kamu bersiap dari sekarang. Begitu jalan ke ibu kota terbuka, aku akan memberimu tanda.”

“Tidak masalah. Kami memang harus bersiaga menghadapi pasukan Kerajaan. Kalau waktu mengizinkan, aku akan menghubungi para bangsawan lain. Jika kami bergerak menuju ibu kota, perbatasan barat akan kehilangan bala bantuan, itu juga harus diperhitungkan.” 

Adipati Kleinert segera menyusun rencana tindak lanjut dengan ketenangan dan ketegasan yang mengesankan.

Tidak heran Kaisar begitu mempercayainya. 

“Kalau begitu, aku pamit dulu.”

“Silver, sebelum kamu pergi, ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan.”

“Apa itu?”

“Apakah Pangeran Arnold yang mengutusmu? Karena bahkan dirimu tidak mungkin mengetahui keadaan dalam istana dengan sedetail ini, kecuali Pangeran yang memerintahkanmu bergerak.”

“Andai benar begitu?”

“Kalau begitu, tolong sampaikan pesanku padanya. Jaga baik-baik putriku.” 

Wajahnya menampakkan senyum tenang, penuh kepercayaan yang tulus. 

“Kamu tampaknya sangat mempercayainya, si Pangeran Sisa itu.”

“Aku tak peduli apa kata orang-orang. Aku hanya tahu bahwa putriku percaya padanya, dan karena itu, aku pun mempercayainya sepenuh hati.”

“Begitu ya... Baik, akan kusampaikan pesanmu.” 

Aku tersenyum tipis dan membuka gerbang teleportasi.

Sungguh, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Dengan pikiran itu, aku melangkah kembali menuju ibu kota.


Bagian 3

Saat aku kembali ke ibu kota Kekaisaran, Fine menyambutku di depan pintu.

Teleportasi berturut-turut telah menguras cukup banyak kekuatan sihir, biaya yang tidak kecil di tengah situasi yang belum jelas ini. Namun setidaknya, sekarang sekalipun Kekaisaran Suci Sokal bergerak, aku sudah memiliki pasukan yang siap bertindak bila keadaan darurat datang. 

“Selamat datang kembali, Tuan Al.”

“Ah, aku pulang. Meskipun, sayangnya, belum saatnya untuk beristirahat.” 

Aku duduk dan membentangkan beberapa lembar kertas serta pena di atas meja.

Kehadiran Kakak Trau memang membuat posisi kami sedikit lebih kuat. Namun masih ada Rupert yang harus dilindungi. 

“Kalau yang dimaksud adalah para pengikut setia Kakak Sulung, pasti yang datang adalah dua orang itu. Dengan begitu, keselamatan Christa bisa dibilang terjamin.”

“Dua orang itu?”

“Ya. Kakak Trau memanggil dua pengikut terdekat Kakak Sulung dan meminta mereka melindungi Christa. Dulu, Kakak Sulung memiliki banyak bawahan yang disebut pengikut dekat, tapi hanya sedikit yang benar-benar setia bahkan setelah berpindah di bawah Kakak Trau.” 

Banyak dari mereka hanya mengabdi karena mengagumi Putra Mahkota Wilhelm, bukan karena loyal pada garis darah atau keluarga. Mereka tidak merasa perlu mengabdi pada orang lain. 

Namun ada dua orang yang juga loyal tidak hanya pada Putra Mahkota, namun juga pada Kakak Trau. 

Mereka adalah sepupu jauh, putra dari sepupu perempuan Permaisuri yang telah meninggal muda. 

Sebagai pengganti ibu mereka, sang Permaisuri memanggil kedua orang itu ke istana dan menjadikan mereka teman bermain Putra Mahkota.

Mereka tumbuh bersama sejak kecil, seperti keluarga sendiri, Putra Mahkota, Kakak Trau, dan kedua saudara itu. Keduanya menjadi pengikut awal Putra Mahkota dan selalu berada di sisinya.

Kecuali dalam pertempuran terakhirnya. 

Ketika kabar kematian sang Putra Mahkota tiba, kedua saudara itu sedang berada di sisi Permaisuri. Putra Mahkota, sebelum berangkat ke inspeksi di utara, meninggalkan mereka untuk menjaga ibunya yang kala itu sedang sakit.

Merasa bersalah karena tidak bisa melindungi majikan yang mereka anggap saudara sendiri, keduanya menolak bujukan Kaisar untuk tetap tinggal dan menghilang tanpa jejak. Sejak saat itu, hanya Permaisuri dan Kakak Trau yang tahu keberadaan mereka. 

Nama kedua orang itu... 

“Reiffeisen bersaudara. Mereka adalah sepupu jauh sang Putra Mahkota dan pengikut terdekatnya. Sang kakak adalah jenderal gagah berani, sedangkan sang adik seorang ahli strategi jenius. Hampir semua kemenangan besar Putra Mahkota melibatkan mereka berdua. Bagi Putra Mahkota maupun Kakak Trau, mereka bukan sekadar bawahan, melainkan keluarga, bahkan seperti saudara kandung.”

“Aku pernah mendengar nama mereka. Bukankah mereka dijuluki Sayap Putra Mahkota?”

“Benar. Seandainya mereka ada di sisinya waktu itu, mungkin Kakak Sulung masih hidup. Mereka berdua adalah orang yang cerdas, cekatan, dan luar biasa setia.”

“Kalau begitu, kita boleh merasa sedikit tenang kalau mereka datang membantu!”

“Tenang, tapi bukan berarti aman.” 

Dua bersaudara itu pernah menolak panggilan Kaisar sendiri. 

Bahwa mereka kini datang untuk membantu Kakak Trau, itu berarti sesuatu yang luar biasa.

Kakak Trau pasti sudah memikirkan hal itu. Dia mungkin akan berpura-pura bahwa kebetulan kedua orang itu hadir di upacara, lalu meminta bantuan mereka di tempat.

Namun dengan begitu, mereka akan selalu bergerak terlambat dibanding pihak lawan. 

“Kalau mereka sempat tiba, Christa pasti aman. Tapi sampai saat itu, kita hanya bisa berharap pada Kakak Trau.”

“Apa semuanya...akan lancar?”

“Dia memang terlihat lemah, tapi sebenarnya cukup terampil dengan pedang, dan kemampuan menilainya terhadap situasi sangat baik. Lagipula, dia mendapat pendidikan yang sama dengan Kakak Sulung. Untuk ukuran prajurit biasa, dia tidak akan kalah. Masalahnya bukan di sana, melainkan berapa banyak jenderal yang akan memihak Gordon bila pemberontakan benar-benar dimulai.” 

Di Kekaisaran Adrasia, pasukan tertinggi berada di bawah tiga marsekal.

Dua marsekal memimpin pasukan penjaga perbatasan timur dan barat, dan satu lagi mengoordinasikan pasukan serta membantu Kaisar di ibu kota.

Di bawah mereka ada para jenderal yang menjadi komandan lapangan. 

Ada banyak jenis jenderal. Beberapa jenderal tidak memiliki pasukan tetap dan disebut jenderal bebas; ada juga yang memimpin pasukan elit kecil. Tapi pada dasarnya, setiap jenderal memimpin satu unit militer yang bertindak sesuai perintahnya. Artinya, semakin banyak jenderal yang berpihak pada Gordon, semakin besar pula kekuatan militernya. 

Tidak adil meminta prajurit biasa untuk menilai mana yang benar atau salah.

Mereka dilatih untuk taat mutlak pada perintah atasan.

Jika seorang jenderal memerintahkan menyerang ibu kota, sebagian besar dari mereka akan patuh meskipun ragu. 

Dan kebetulan, banyak jenderal sedang berada di ibu kota untuk upacara besar ini. Mereka yang bisa mencapai pangkat itu biasanya kuat secara pribadi, atau memiliki bawahan yang tangguh.

Jika orang-orang semacam itu berpihak pada Gordon, Kakak Trau pasti kesulitan menahan mereka. 

“Menurut Anda, berapa banyak jenderal yang mungkin mendukung Pangeran Gordon?”

“Dalam skenario terburuk, bisa saja semua jenderal yang ada di ibu kota semuanya menjadi musuh.”

“S-Semua!?”

“Itu hanya kemungkinan. Pasukan Kekaisaran diisi oleh mereka yang berasal dari kelas bawah atau bangsawan tanpa hak waris. Mereka menginginkan kejayaan lewat perang, dan tentu saja, menginginkan kaisar yang akan memanjakan militer.”

“Apakah Paduka Kaisar yang sekarang menelantarkan militer?”

“Tidak juga. Tapi mereka ingin lebih banyak keuntungan. Sekarang, sebagian besar tugas militer hanya menjaga perbatasan. Di wilayah bangsawan, para kesatria yang bertugas; sedangkan urusan penumpasan monster kebanyakan ditangani oleh para petualang. Tanpa perang, mereka tidak bisa meraih pangkat atau kehormatan. Sementara Ayahanda tidak ingin memulai perang lagi, karena beliau sudah kehilangan Putra Mahkota di medan perang.”

Ayahanda juga manusia.

Kalau yang dipertaruhkan adalah takhta, mungkin beliau masih bisa menerima. Itu sudah menjadi tradisi, semacam ritual demi keberlangsungan Kekaisaran.

Begitulah caranya beliau dulu menjadi Kaisar. Tapi kehilangan seorang putra dalam perang melawan negara lain, itu berbeda.

Kaisar tidak diizinkan untuk berperang hanya karena amarah. 

Selama beberapa tahun terakhir, Ayahanda memendam amarah dan kesedihan itu jauh di dalam hatinya, tak punya tempat untuk meluapkannya.

Dan bagi kaum militer yang fanatik, sosok seperti itu pasti tampak lemah dan tak pantas memimpin. 

“Bahkan berduka pun tidak boleh dilakukan Paduka Kaisar?”

“Boleh. Tapi tak mungkin memuaskan semua pihak. Para birokrat sipil, yang menganggap perang sebagai pemborosan uang dan tenaga, mungkin memuji keputusan Ayahanda belakangan ini. Tapi di sisi lain, para jenderal dari militer tidak akan berpikir demikian. Tugas seorang Kaisar adalah menyeimbangkan kedua pihak yang bertolak belakang itu. Dulu Ayahanda mampu melakukannya dengan baik, sampai kematian Kakak Sulung mengguncang segalanya.” 

Ada saatnya keluhan di kalangan militer harus dilampiaskan. Saat insiden dengan para vampir terjadi, seandainya Ayahanda mau, beliau bisa saja mengerahkan pasukan militer, bukan hanya pasukan pengawal istana. Namun, Ayahanda memilih mengandalkan para kesatria pengawal pribadinya.

Secara kemampuan itu wajar, mereka memang elit di antara elit, tapi bagi militer, keputusan itu seperti bentuk penghinaan. 

“Itulah sebabnya, ada kemungkinan semua orang di militer berbalik menjadi musuh. Saat ini, hampir tak ada satu pun dari mereka yang bisa dipercaya.”

“T-Tapi! Kalau semua jenderal di ibu kota berbalik melawan...!”

“Maka kita kalah jumlah. Pasukan penjaga ibu kota di bawah komando Leo, ditambah pasukan pengawal istana, dan sedikit kekuatan tambahan, hanya itulah yang bisa dianggap berpihak pada Ayahanda. Penjaga ibu kota sejatinya hanya bertugas menjaga ketertiban sehari-hari, dan itu pun berbagi wewenang dengan pasukan kepolisian di bawah Kementerian Hukum. Karena itu, untuk berjaga-jaga, banyak pasukan dari luar yang ditempatkan di ibu kota sekarang.” 

“Pedang yang seharusnya melindungi, justru berbalik mengarah pada tuannya...”

“Tepat sekali. Tapi pandangan mereka akan tertuju pada Ayahanda. Mereka akan diperintah untuk menangkap, atau setidaknya, tidak membiarkan beliau lolos. Dan Ayahanda pasti akan melawan. Di antara bentrokan itu, kita akan bergerak dalam bayangan.” 

Jika mereka mengerahkan seluruh kekuatan ke arah kami, kami takkan bertahan lama. Tapi itu tidak akan terjadi. Sasaran utama mereka adalah Ayahanda. Itu sudah pasti. 

“Tuan Al... Kedengarannya seperti Anda berencana menjadikan Paduka Kaisar sebagai umpan...”

“Memang. Karena itulah yang sebenarnya sedang kita lakukan.”

“Apa Anda tidak akan dimarahi karena itu...?”

“Selama aku berhasil menyelamatkan nyawanya, beliau tidak akan banyak protes. Lagi pula, melindungi Kaisar bukan tugasku secara langsung.”

“Itu memang benar, ada Tuan Kanselir di sisinya. Tapi tetap saja, saya khawatir...” 

Fine menunduk, suaranya dipenuhi kecemasan.

Wajar saja. Masalah yang kami hadapi kini bukan sekadar urusan faksi atau kekuasaan internal. Ini menyangkut seluruh Kekaisaran Adrasia dan nyawa Kaisar sendiri. 

Namun, meski begitu.

“Tak ada gunanya terlalu cemas. Kita akan bergerak di dalam istana, sementara Ayahanda mengurus apa yang terjadi di luar. Karena hanya itu yang bisa kita lakukan, maka kita akan berbuat semaksimal mungkin di dalam lingkup kita. Jika Gordon benar-benar memberontak, ibu kota pasti akan disegel. Tugas kita adalah membuka segel itu.”

“Dan setelah segel itu terbuka, apa yang akan Anda lakukan?”

“Setelah itu, kita menaruh harapan pada Leo. Kalau aku masih bisa bergerak sebagai Silver, aku akan mencoba memancing Adipati Kleinert ke ibu kota. Tapi pada akhirnya, kekuatan Leo yang akan menjadi kunci.”

“Jadi yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah berharap agar Tuan Leo berhasil menyelamatkan Nona Leticia dan segera datang ke ibu kota, ya? Saya yakin beliau bisa, tapi apa mungkin masalah di sana selesai secepat itu?”

“Entahlah. Tapi kita hanya bisa percaya dan menunggu. Sekarang, kita ibarat berada di tengah wilayah musuh. Kita sudah terkepung dari segala arah. Kita mungkin bisa meretakkan dinding kepungan itu sedikit, tapi untuk benar-benar keluar, kita butuh bantuan dari luar.” 

Sambil berbicara, aku mulai menulis rencana di atas kertas.

Satu demi satu kemungkinan kuperhitungkan. Fine menaruh secangkir teh hangat di sisiku. 

“Ayo kita lakukan apa yang kita bisa!”

“Ya. Aku mengandalkanmu.” 

Dengan kata itu, aku kembali menunduk pada kertas di depanku.


Bagian 4

Menjelang fajar.

Aku mengumpulkan Mia, Alois, dan Fine di dalam kamar. 

“Maaf harus memanggil kalian sepagi ini.”

“Uuuuh... Akhirnya aku bebas dari tugas melayani...”

“Kerja bagus, Nona Mia.”

“Sungguh, aku lelah sekali! Kepala maid itu seperti iblis!” 

Mia, yang masih mengenakan seragam maid, hampir menangis.

Dia memeluk Fine dan mulai meluapkan semua kekesalannya terhadap perlakuan kepala pelayan. 

“Katanya sprei tempat tidur tidak dirapikan dengan sempurna! Katanya aku kurang teliti saat membersihkan kamar! Siapa coba yang peduli dengan hal-hal sekecil itu!?”

“Ya wajar saja. Ini istana, bukan penginapan biasa. Semua harus serba sempurna.”

“Jadi kamu sengaja mengirimku ke sana, ya!? Hatiku sudah hancur sebelum pertempuran dimulai!”

“Hancur atau tidak, kontrak tetap kontrak. Aku sudah membayarmu. Sekarang, kerja yang rajin.”

“Di sini pun ada iblis rupanya! Kalau kepala maid itu iblis, maka pangerannya juga sama jahatnya! Aaaah, Nona Fineee!!” 

Mia pun terisak keras di dada Fine, sementara Fine hanya bisa tersenyum kecut dan menepuk punggungnya pelan.

Benar-benar, pembicaraan ini tak kunjung sampai ke inti. 

Saat aku berpikir begitu, Alois membuka suara.

“Yang Mulia. Saya ingin memastikan, tugas saya adalah melindungi Anda, bukan?” 

Anak itu baru berusia awal belasan, tapi sudah lebih dewasa dari Mia.

Kalimatnya menunjukkan bahwa dia sudah berpikir jauh ke depan. 

“Awalnya aku berpikir begitu. Tapi kali ini, aku ingin kamu melindungi Pangeran Kesepuluh Rupert.”

“Saya menjaga Pangeran Rupert? Kami belum pernah bertemu sebelumnya...”

“Christa dan Rupert masih anak-anak, dan mereka bukan bagian dari rombongan tamu. Ayahanda tidak akan membawa mereka untuk menonton turnamen bela diri di arena. Jadi, mereka akan tetap di istana. Bila Gordon benar-benar memberontak, istana akan menjadi target pertamanya. Jika kita tidak mengamankan mereka, keduanya bisa dijadikan sandera.” 

“Saya mengerti alasannya. Kalau begitu, Putri Christa akan dijaga oleh Anda sendiri, Yang Mulia?”

“Tidak. Pangeran Keempat Traugott yang akan melindunginya.” 

Alois menampakkan sedikit keraguan di wajahnya.

Wajah yang dengan jelas mengatakan, “Apakah aman menyerahkan urusan itu pada Pangeran Traugott?”

Tidak salah juga, mengingat reputasi kakakku yang satu itu. 

Tiba-tiba, Mia memekik, seolah baru teringat sesuatu.

“Pangeran Keempat!? Pangeran yang tinggi gempal itu!?”

“Kenapa? Kamu kenal dia?”

“Tidak! Pangeran itu! Waktu aku jalan melewatinya, katanya aku sudah terlalu tua! Padahal aku masih muda dan segar, tahu!”

“Dia memang punya selera yang agak unik. Tapi tenang saja, kemampuannya bisa diandalkan.” 

“Kalau Yang Mulia yang berkata begitu, saya tak akan menentang. Tapi... Siapa yang akan melindungi diri Anda sendiri?”

Alois menatapku tajam, dan aku hanya bisa tersenyum pahit.

Pertanyaan yang masuk akal. 

Jika istana menjadi medan perang, apa yang bisa dilakukan orang lemah sepertiku? 

Fine dijaga oleh Mia. Christa dijaga oleh Kakak Trau. Rupert dijaga oleh Alois.

Semuanya sudah punya tugas masing-masing. 

“Aku akan bekerja dua kali lebih keras untuk menggantikan Yang Mulia!”

“Aku tidak menaruh harapan sebesar itu padamu.”

“K-Kejam!”

Aku langsung membalas Mia setelah pernyataan penuh semangatnya.

Mia yang kutentang langsung memasang wajah terkejut. 

Sementara Fine tersenyum lembut padanya.

“Itu maksudnya, kamu tidak perlu memaksakan diri, Mia.”

“Bukan itu yang aku dengar barusan!”

“Tuan Al memang kadang kurang andal menyusun kata-kata. Tapi tak perlu khawatir, karena sudah ada orang yang akan melindunginya. Benar begitu, bukan?” 

Fine sengaja menggiring pembicaraan ke arah itu.

Aku mengangguk pelan.

Dan seketika, seseorang muncul di depan pintu kamar. 

“Tak perlu cemas. Aku yang akan menjadi pengawal Pangeran.” 

Yang muncul adalah sosok berjubah abu-abu, kepalanya tertutup tudung rapat, wajahnya tersembunyi dalam tudung, tampak mencurigakan.

Tapi begitu sosok itu muncul, mata Alois langsung berbinar. 

“Grau!”

“Kamu tampak sehat, Alois. Syukurlah.”

“Siapa orang ini?”

“Seorang ahli strategi kelana, Grau. Bersama Alois, dia berhasil menaklukkan sepuluh ribu pasukan Kekaisaran.”

“Ah, jadi saat pertempuran di Gels, dialah sang penasihat militer yang terkenal itu?”

“Benar.”

“Tidak bisa dipercaya. Khususnya orang sepertimu yang menggunakan ilusi di depan banyak orang.” 

Luar biasa, Mia.

Dia langsung menebak bahwa sosok Grau ini hanyalah ilusi yang kuciptakan. 

“Aku minta maaf atas ketidaknyamanannya, tapi aku adalah orang yang pernah berhadapan langsung dengan Kekaisaran. Aku tak bisa menampakkan wajahku sembarangan. Aku bukan bangsawan, jadi aku harus berhati-hati.”

“...Benarkah kita bisa percaya pada orang suram seperti ini?”

“Komentar yang kejam.”

“Aku yakin naluriku benar! Orang ini pasti punya kepribadian busuk!” 

Mia menunjuk Grau dengan penuh keyakinan. 

Secara tidak langsung, tudingan itu juga tertuju padaku. Aku hanya bisa menahan senyum. 

“M-Mia! Kamu salah! Grau orang yang bisa dipercaya! Aku jamin itu!”

“Tidak, Anda sedang ditipu! Aku bisa merasakannya! Orang ini pasti menikmati penderitaan orang lain!”

“Mia!? Tolong hentikan!” 

Alois yang tahu kalau Grau sebenarnya adalah Silver, tampak panik, sementara Fine yang tahu bahwa Silver itu aku sendiri menahan tawa di balik tangan. 

Mia tampaknya tidak akan pernah percaya pada sosok itu, tapi tak apa.

“Mia, tidak apa-apa kalau kamu tidak percaya. Yang penting, semua orang melakukan bagiannya.”

“Jadi kamu percaya orang ini?”

“Setidaknya aku yakin satu hal, dia tidak akan berpihak pada Gordon. Dan untuk saat ini, itu sudah cukup. Kita kekurangan orang, sementara ada terlalu banyak yang harus dilindungi.”

“Baiklah... Tapi aku tetap tidak percaya padanya!”

“Tidak masalah.” 

Aku lalu menutup pembicaraan dengan nada tegas.

“Hari ini adalah hari terakhir festival. Akan ada turnamen besar di arena, dan perhatian seluruh ibu kota akan tertuju ke sana. Gordon akan memanfaatkan momen itu untuk merebut istana. Langkah pertama kita adalah memastikan keamanan di dalam istana. Alois, lindungi Rupert. Kakak Trau akan lindungi Crista. Mia, kamu tetap bersama Fine.”

“Siap.”

“Dimengerti!” 

“Begitu selesai, kita masuk ke tahap kedua. Gordon pasti akan mengaktifkan Bola Langit, sistem pertahanan paling kuat di ibu kota. Titik tengahnya ada di istana ini. Untuk mengaktifkannya, dibutuhkan batu permata murni dan darah keluarga kekaisaran. Begitu aktif, semua hubungan dengan dunia luar akan terputus.” 

“Karena itulah, kita harus mencuri permata itu sebelum sempat digunakan.” 

Mia mengerutkan alis, tidak senang.

Tapi dia memilih untuk diam karena tahu ini bukan saatnya menentang. 

“Benar. Aku dan Grau akan bersembunyi di dalam istana dan memberi perintah dari sana. Sistem Bola Langit membutuhkan lima batu permata murni untuk berfungsi penuh, tapi bisa diaktifkan dengan hanya dengan tiga permata. Aku menduga Gordon hanya punya tiga, atau mungkin empat permata. Itu sudah cukup untuk menutup kota.”

“Artinya, kalau kita berhasil merebut satu atau dua permata, sistem itu tak bisa diaktifkan, bukan?”

“Benar. Mungkin satu saja sudah cukup, karena pasukan di luar akan bergerak begitu mendapat kesempatan.” 

Dengan Pedang Suci Elna, jika sistem Bola Langit hanya diaktifkan dengan tiga permata, mungkin saja dia bisa menghancurkannya.

Jika Bola Langit dihancurkan, maka batu permata murni yang menjadi intinya juga akan hancur. Tapi tidak ada gunanya menyesalinya sekarang.

Gordon pasti sudah memperhitungkan kemungkinan itu, jadi hampir pasti dia tidak hanya menyiapkan tiga permata.

Jika dia berhasil mengaktifkannya dengan empat permata, bahkan Pedang Suci pun mungkin tak mampu menembus pertahanannya. Karena itulah, gerakan dari dalam istana menjadi kunci utama. 

“Mencuri batu permata yang dijaga ketat di dalam istana yang telah direbut bukanlah perkara mudah. Aku tahu ini hampir mustahil. Kalian mungkin harus mempertaruhkan nyawa. Kita kekurangan sekutu, sementara musuh berlipat ganda. Tapi meskipun begitu, ini tetap harus dilakukan. Maafkan aku... Aku ingin kalian mempertaruhkan nyawa kalian.” 

Permintaan yang terlalu egois.

Namun selain memohon, aku tak punya pilihan lain. 

Meski begitu, satu per satu, mereka semua mengangguk tanpa ragu. 

Matahari mulai naik, sinarnya menembus jendela dan menyinari ruangan.

“Baiklah... Mulai sekarang, jalankan rencana kita.” 

Begitulah kami memulai pergerakan.


Bagian 5

Turnamen dimulai tepat tengah hari.

Sebelum itu, berbagai acara diadakan di seluruh festival untuk memeriahkan suasana menjelang puncaknya, yaitu turnamen tersebut.

Biasanya, hingga saat itu para bangsawan dan tamu kehormatan, bersama para pangeran dan putri yang bertugas menyambut mereka, bebas untuk keluar dan menikmati festival. 

Namun, setelah insiden penculikan Santa yang mengguncang istana kemarin, pergerakan para tamu penting menjadi sangat terbatas.

Tak ada yang mau menjadi korban kedua atau ketiga. 

Meski begitu, di antara semua kewaspadaan itu, masih saja ada satu orang penting yang dengan santainya merebahkan diri di kamarku. 

“A-ku le-lah.”

“Iya iya, kamu sudah bekerja keras.” 

Aku menenangkan Orihime, yang tengah tergeletak di atas sofa.

Dia berhasil memulihkan penghalang sihir ruang takhta yang sempat dilemahkan oleh kekuatan Panji Kekaisaran, dan semua itu dia lakukan hanya dalam satu malam. Akibatnya, dia tidak tidur sama sekali dan kini tampak benar-benar kelelahan. 

Sebenarnya, seluruh Kekaisaran Adrasia berutang budi padanya. Ada banyak usulan untuk memberikan penghargaan resmi atas jasanya, tapi Orihime menolak semuanya dan malah memilih bersantai di kamarku.

Katanya dia tak bisa beristirahat di tempat yang tidak dia kenal. 

Kata “wilayah kekuasaan” sempat terlintas di benakku, tapi aku memilih untuk tidak mengatakannya keras-keras. 

“Entah kenapa aku merasa tak benar-benar dihargai.”

“Aku menghargaimu, sungguh.”

“Rasa terima kasih itu sama sekali tak terdengar di suaramu.” 

Biasanya, Orihime akan merespons dengan nada menggugat, tapi kali ini dia hanya terkulai lemah di sofa.

Dia benar-benar kehabisan tenaga. 

Ruang takhta adalah tempat tinggal kaisar, dan penghalang di sana adalah bagian vital dari sistem pertahanan istana, jadi memperbaikinya adalah prioritas utama 

Jadi aku memang memaksanya untuk bekerja keras.

Bagi Orihime, membuat banyak penghalang kecil lebih melelahkan secara mental daripada membangun satu penghalang besar.

Benar-benar, Kekaisaran ini tidak akan bisa menandingi jasanya. 

“Kalau begitu, bagaimana caranya agar kamu merasa dihargai?”

“Hmmm... Agungkan aku, sanjunglah aku! Dengan kata lain, pujilah aku dengan sungguh-sungguh.”

“Mau kupuji, ya? Hmm...” 

Orihime kehilangan tenaganya, tidak bersemangat seperti biasanya.

Bisa dibilang yang dipunyai Orihime hanyalah kepribadian jeleknya. Tanpa semua kemampuannya, Orihime hanyalah orang yang sombong.

Aku tidak bisa menemukan hal yang bisa aku puji darinya, dan akhirnya pandanganku jatuh pada ekornya. 

Biasanya ekor itu bergerak lincah mengikuti suasana hatinya, tapi kali ini terkulai lemah, karena dia lelah. 

“Sejak lama aku mau bilang... Ekormu itu bagus juga.”

“Hmm! Seperti yang kuduga dari Arnold! Pandanganmu tajam, tahu di mana letak keindahanku! Ekor ini adalah salah satu daya tarikku!”

“Ah, iya, begitu ya.” 

Rupanya dia menggigit umpanku lebih dalam dari yang kukira.

Gawat, aku cuma asal bicara, jangan sampai dia minta detailnya. 

“Menurutmu, bagian mana yang bagus? Aku sendiri suka kelembutannya! Tapi ada juga yang memujinya karena bentuknya!”

“Hmm... Bentuknya, mungkin. Agak bulat, dan ya, bagus aja dilihat.”

“Ha! Kamu memang tahu cara memuji orang!” 

Kalau itu sudah cukup untuk membuatnya senang, berarti dunia ini penuh dengan pemujinya.

Orihime memang punya bakat luar biasa dalam menafsirkan segala hal ke arah yang menguntungkan dirinya. Dia mungkin dengan tidak sadarnya salah menafsirkan pujian konyolku dan menganggapnya sebagai pujian baik.

Tapi tidak apa-apa, selama dia senang, suasana tetap damai. 

“Permisi, Tuan Al, Nona Orihime.”

“Oh! Fine!” 

Begitu melihat Fine masuk ke ruangan, Orihime langsung melompat bangun.

Dia meraih tangan Fine, menyeretnya ke sofa, lalu memaksa gadis itu duduk di sampingnya.

Fine membawa nampan berisi kue dan teh manis. 

“Kalau lelah, yang paling mujarab adalah makanan manis!” 

Orihime dengan bersemangat mulai melahap kue bersama Fine.

Kecepatan makannya membuatku khawatir dia akan tersedak, dan benar saja, beberapa detik kemudian dia tersengal-sengal. 

“Guh!?”

“Nih, airnya.” 

Fine, yang sudah siap sebelumnya, dengan cekatan menyerahkan segelas air padanya. Orihime langsung meneguknya habis, menarik napas lega, lalu kembali makan lagi. 

“Coba lebih tenang makannya.”

“Tidak bisa! Aku harus memulihkan tenagaku sekarang juga, atau kamu nanti menyesal!”

“Kamu ini mau ikut bertarung di turnamen atau apa...”

Aku hanya bisa diam, sementara Fine tersenyum lembut melihat kelakuan Orihime.

Waktu pun berlalu.

Andai saja kedamaian ini bisa bertahan selamanya. 

Namun, menjelang tengah hari, suasana di istana, bahkan di seluruh ibu kota, mendadak berubah sibuk. 

“Permisi, Pangeran Arnold, Yang Mulia Orihime, dan Nona Fine. Boleh saya tanyakan rencana Anda berikutnya?” 

Salah satu kesatria pengawal bertanya dengan nada formal.

Fine, tentu saja, akan tetap tinggal di istana. Alasannya sederhana, dia khawatir pada Putri Christa.

Setelah serangan para elf gelap kemarin, Christa sempat terancam. Tak ada yang akan memprotes bila Fine ingin tetap di sisinya. 

Masalahnya adalah aku dan Orihime. Kuduga Orihime akan memilih beristirahat di kamar, tapi kini, setelah sedikit pulih, semangatnya justru kembali, dan dia bersikeras ingin pergi ke arena. 

Aku sebenarnya lebih ingin tetap di istana, tapi karena aku ditugaskan menjadi pendampingnya, mau tak mau aku harus ikut.

Lagipula, selama masih berada di dalam ibu kota, aku masih bisa berpindah lewat sihir bila Bola Langit diaktifkan.

Namun, tetap saja, aku akan kehilangan sedikit waktu untuk memantau situasi di dalam istana. 

Lebih mudah bertindak jika aku berada di tempat kejadian langsung, dan bila nanti harus keluar, setidaknya aku bisa melakukannya dengan cara yang alami.

Tanpa Sebas di sini, menyamarkan pergerakanku akan lebih sulit. 

Jadi, sejujurnya, aku berharap Orihime akan memilih untuk tidak pergi. 

“Sudah tentu aku akan pergi.”

“Saya akan tetap di sisi Putri Christa.”

“Baiklah. Kereta sudah disiapkan. Tolong beri tahu kami ketika Anda siap berangkat.” 

Setelah memberi salam hormat, kesatria itu mundur keluar dari ruangan. 

“Kalau begitu, kita berangkat.”

Namun Orihime justru memiringkan kepala dan menatapku heran. 

“Hmm? Yang pergi itu cuma aku, tahu?”

“Hah? Mana bisa begitu? Aku kan pendampingmu.”

“Kalau mau mengigau, tunggulah sampai kamu benar-benar tidur. Sebelum menjadi pendampingku, tidakkah kamu seharusnya ingat bahwa dirimu adalah Pangeran Kekaisaran?” 

Kata-kata itu datang begitu tiba-tiba hingga aku tertegun.

Orihime menatapku lurus-lurus, lalu tersenyum lembut. 

“Sejak tadi, udara di kota ini berbau aneh. Tidak enak sama sekali. Bahkan setelah adikmu pergi untuk menyelamatkan Santa, bau itu bukannya menghilang, malah semakin pekat. Kamu pasti hendak menanganinya, bukan?” 

“Orihime...” 

“Wajahmu sudah menjawabnya. Kamu ingin tetap di istana, bukan? Kalau begitu, pergilah. Aku tahu kamu harus berada di sini untuk mengatur segalanya. Aku memang merasa sedih, tapi biarlah, aku akan pergi sendirian ke arena. Kalau sesuatu terjadi di istana, toh aku pun tak akan bisa banyak membantu dalam keadaan sekarang. Sejujurnya, berdiri pun sudah terasa berat. Aku hanya bisa bertahan duduk diam sambil menegakkan penghalang kecil, dan itu pun akan merepotkanmu, bukan?” 

Dia benar. Kalau Orihime berada dalam kondisi terbaiknya, tentu lain cerita. Tapi sekarang, dia benar-benar kelelahan.

Meski dikenal sebagai Putri Pertapa, bahkan dirinya pun tak bisa melawan batas tubuh fana. Kalau sampai dia memaksakan diri hingga tak sanggup lagi membentuk penghalang, hasilnya hanya akan memperbanyak korban. 

Lagi pula, urusan ini belum tentu akan selesai dalam waktu singkat.

Dan yang paling penting, Orihime bukanlah seorang petarung seperti Pahlawan. Aku tak bisa memaksanya melampaui batas. 

“Jangan memaksakan diri. Kalau benar-benar lelah, tetaplah di sini.” 

“Aku tidak sedang memaksakan diri. Jika kamu punya urusan yang harus diselesaikan di sini, maka aku pun punya hal yang harus kulakukan di arena.” 

“Namun kamu sedang kelelahan. Kamu sudah memperbaiki penghalang di ruang takhta hanya dalam satu hari. Kamu berhak beristirahat. Ini urusan Kekaisaran.” 

“Oh? Rupanya aku salah sangka, ya? Kukira negeri kami, Negeri Mizuho, sudah menjalin hubungan persahabatan dengan kekaisaranmu. Bukankah masalah negara sahabat juga berarti masalah bagi kami? Tenang saja, membantumu sekali atau dua kali tak membuat banyak perbedaan.” 

“...”

“Anggap saja ini keinginan pribadiku. Aku hanya ingin menjadi kekuatan bagimu. Aku tak ingin melihat wajahmu yang muram itu lagi. Jika di sini aku tak bisa berbuat apa-apa, maka aku akan pergi ke tempat di mana aku bisa berguna. Sayangnya, sang Pahlawan sedang tidak ada. Jadi sampai dia kembali, biarkan aku yang menggantikan perannya, aku yang akan melindungi apa pun yang tidak bisa kamu lindungi. Baik ayahmu maupun rakyatmu, tak akan kubiarkan satu jari pun menyentuh mereka.” 

Itu hanyalah keberanian yang dipaksakan, dia tak mungkin bisa menciptakan penghalang sebesar itu.

Namun aku tak punya pilihan selain menerima niat tulusnya. 

“Suatu hari nanti... Aku akan membalas budi ini.” 

“Tentu saja! Ingat itu, dan bayar utangmu suatu saat nanti!” 

Sambil tersenyum cerah, Orihime melambaikan tangan dan keluar dari ruangan. 

Jika tak terjadi apa-apa setelah ini, aku akan dicap sebagai pangeran tak berguna yang membiarkan tamu kehormatan pergi sendirian. Tapi bahkan Orihime bisa merasakan keanehan di istana.

Sesuatu pasti akan terjadi. 

“...Beliau orang yang sangat baik, ya, Nona Orihime.” 

“Ya. Benar sekali.” 

Aku tidak bisa membiarkan diriku gagal setelah orang dari negeri asing rela membantuku sejauh ini. 

“Kita harus menghentikannya. Apa pun yang terjadi.”

“Baik!”


Bagian 6

Menjelang tengah hari, arena pertarungan perlahan-lahan dipenuhi oleh lautan manusia.

Dari kursi kehormatan di tempat tertinggi, Kaisar Johannes memandangi pemandangan itu, namun wajahnya tampak muram. Para tamu penting belum juga berkumpul sepenuhnya. Dia menghela napas panjang. 

“Siapa saja tamu kehormatan yang sudah tiba?” 

“Utusan dari kedua kadipaten, Albatro dan Rondine, juga perwakilan dari Kekaisaran Suci Sokal, Paduka.” 

“Jadi Egret dan Cornix tidak hadir...”

“Benar. Saat peristiwa penculikan Nona Leticia terjadi, keduanya kami minta untuk tetap berada di kamar mereka sebagai saksi penting. Namun tampaknya mereka tidak senang dengan perlakuan itu. Lebih tepatnya, mereka tersinggung karena sempat dicurigai sebagai pelaku.” 

“Hmph. Mengingat hubungan kita dengan Egret, wajar saja bila mereka dicurigai...”

Sambil mendengus kecil, Johannes melanjutkan pembicaraannya. 

“Wendy dan Santa tak bisa disalahkan, tapi bagaimana dengan Putri Pertapa?” 

Tamu dari Desa Elf, Wendy, masih berada di ruangannya di istana.

Dia tak sepenuhnya bebas bergerak, nyaris seperti dalam tahanan rumah, namun mengingat besarnya insiden yang melibatkannya, itu bisa dianggap sebagai tindakan yang cukup lunak.

Sedangkan Santa Leticia, telah diculik. Wajar saja bila dia tidak berada di sini. 

Namun Orihime, sang Putri Pertapa dari Negeri Mizuho, berbeda. 

“Belum ada laporan, Paduka. Namun beliau memaksakan diri untuk memulihkan penghalang di ruang takhta...” 

“Aku sudah bilang, hal semacam itu bisa ditunda.” 

“Itu tidak mungkin dilakukan, Paduka.” 

“Dan kalau Putri Pertapa berkata dia terlalu lelah untuk datang, apa yang harus kulakukan? Hanya dengan tidak hadirnya Santa saja rakyat pasti mulai curiga. Kalau Orihime pun tidak terlihat, kepanikan akan menyebar.” 

“Meski begitu, pemulihan penghalang adalah prioritas utama. Lagipula, dengan digelarnya turnamen bela diri ini, keresahan rakyat bisa ditekan seminimal mungkin.” 

Meski bertubi-tubi Kekaisaran dilanda masalah, keputusan untuk tidak membatalkan turnamen ini diambil demi menenangkan hati rakyat.

Itu hasil kesepakatan para penasihat tinggi. Selain itu, Menteri Luar Negeri Eric juga telah mendapatkan jaminan dari utusan Kekaisaran Suci Sokal bahwa negeri mereka tak berniat menyerang. 

Artinya, jika Sokal tak terlibat, maka hanya tiga negara, Perlan, Egret, dan Cornix, yang mungkin menjadi lawan. Situasi itu sudah diprediksi sebelumnya, sehingga tak ada alasan untuk tergesa-gesa.

Johannes sangat percaya diri pada kekuatan pasukan penjaga perbatasan kekaisaran, pasukan elit yang reputasinya telah terbukti. 

“Itu memang benar, tapi...”

Johannes kembali menghela napas mendengar alasan Franz.

Baginya, turnamen bela diri kali ini bukan hanya sekadar perayaan, ini adalah puncak dari peringatan 25 tahun masa pemerintahannya.

Acara ini juga dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian rakyat dari berbagai masalah yang baru-baru ini mengguncang Kekaisaran. 

Karena itulah dia mengundang para tamu penting dari berbagai negeri.

Namun jika mereka tidak muncul, untuk apa semua itu dilakukan? 

Saat Johannes masih diliputi pikiran itu, terdengar sorakan besar dari arah bawah. 

“Ada apa?” 

“Tampaknya Putri Pertapa telah tiba.” 

Johannes menoleh. Di bawah sana, Orihime muncul dengan langkah anggun, melambaikan tangan sambil tersenyum ke arah rakyat yang bersorak riuh.

Dengan tenang, dia berjalan menuju tempat duduk Kaisar. 

“Selamat datang, Putri Pertapa.” 

“Hmm, perjalanan yang melelahkan, Paduka. Aku tak tidur semalaman.” 

“Maaf telah merepotkanmu. Aku berterima kasih atas bantuanmu.” 

“Simpan saja rasa terima kasih itu untuk nanti, setelah semuanya usai. Untuk saat ini, perlakukan aku secara istimewa. Dengan begitu, ketiadaan Santa bisa sedikit tersamarkan.” 

Sambil berkata demikian, Orihime menunjuk kursi di sebelah Kaisar.

Biasanya itu kursi yang hanya disediakan bagi Kaisar dan Permaisuri. 

Dengan kata lain, dia meminta untuk duduk di sana.

Tujuannya jelas, untuk memperlihatkan pada rakyat bahwa dia dekat dengan Kaisar. Selama perhatian rakyat tertuju pada kehadirannya, mereka tidak akan memikirkan siapa yang tidak hadir. 

“Aku mengerti. Sekali lagi, aku berterima kasih. Franz, siapkan kursi.” 

“Baik, Paduka.” 

Segera, kursi mewah diletakkan di sebelah Kaisar, dan Orihime pun duduk, mencoba sandaran empuknya. 

“Lembut sekali! Dan pemandangannya luar biasa. Ini kursi terbaik!” 

Dia tersenyum puas, lalu memandang sekeliling.

Namun tiba-tiba matanya menyipit. 

“Hmm? Biasanya ada kepala kesatria pengawal di sisi Kaisar, bukan? Aku tak melihatnya hari ini.” 

“Alida sedang mengawasi istana. Aku menyerahkan pengaturan kali ini sepenuhnya pada Franz.” 

“Jadi itu sebabnya kamu menyuruhku memperbaiki penghalang secepat mungkin, ya?” 

“Maaf, tapi hal itu menyangkut sistem keamanan. Aku tak bisa menjelaskannya lebih jauh.” 

“Begitu. Kalau begitu, bolehkah aku bertanya, tanpa kepala pengawal, bukankah penjagaan di sekitar Kaisar menjadi lemah?” 

“Maaf, tapi aku juga tak bisa menjawab itu.” 

“Maafkan dia, Putri Pertapa. Kanselirku ini memang keras kepala.” 

“Tak apa. Seorang kanselir memang harus waspada. Kalau tidak, dia tak akan sanggup mengemban jabatan itu di Kekaisaran sebesar ini.” 

“Terima kasih atas pengertiannya. Ngomong-ngomong, bolehkah aku bertanya sesuatu, Putri Pertapa? Di mana Pangeran Arnold?”

Al, sebagai pendamping resmi Orihime, tidak terlihat.

Franz melirik sekeliling. Dia bertanya-tanya ke mana sang pangeran pergi, tapi tidak ada tanda-tanda yang terlihat. 

“Arnold? Aku meninggalkannya di istana.” 

“Di istana? Jadi anak itu berbuat sesuatu lagi?” 

“Tidak, tidak. Arnold bekerja dengan baik, bahkan sangat menghiburku. Karena itulah aku meninggalkannya. Sejak awal, aku berniat duduk di sisi Kaisar. Kalau begitu, tak ada tempat untuknya, bukan? Aku hanya merasa kasihan.” 

“Begitu rupanya. Aku berterima kasih atas pertimbanganmu.” 

“Sebaliknya, akulah yang harus berterima kasih. Arnold memperlakukanku dengan sangat sopan. Tidak semua pangeran bisa melakukannya. Aku sangat menyukainya. Kalian memilih pendamping yang baik.” 

Senyumnya berseri-seri, tulus dan penuh pesona.

Johannes sedikit terkejut mendengar pujian itu, namun segera terkekeh pelan. 

“Tentu saja. Dia mewarisi sifat-sifat terbaikku.” 

“Benar sekali. Terutama kebiasaannya yang bertindak sesuka hati.” 

Johannes menatapnya tajam, tapi Franz pura-pura tak memperhatikan. 

Tak lama kemudian, Permaisuri Brunhilde kembali ke ruangan setelah menyambut para tamu. 

“Oh, Putri Pertapa. Senang bertemu dengan Anda.” 

“Maaf telah mengganggu, Permaisuri. Tapi izinkan aku sedikit bertingkah, ini hanya keinginan egois dariku.” 

“Tidak sama sekali. Kami senang sekali Anda hadir.”

Brunhilde menyambut Orihime, tapi tidak jelas dia menyambutnya dengan tulus atau tidak. Tak ada seorang pun di ruangan itu yang berani mempertanyakannya. 

Johannes jelas lebih memprioritaskan kehadiran Orihime ketimbang suasana hati permaisuri, dan Franz pun berpikir sama. Orihime sendiri menyadari hal itu, sehingga tak merasa perlu menahan diri.

Bahkan Brunhilde paham, di ruangan ini, perasaannya bukanlah hal utama.

Sebagai permaisuri, dia harus bersikap demikian, jika tidak, Johannes tak akan segan-segan semakin menjauhkannya.

Apalagi hubungan mereka sudah memburuk sejak insiden Laurenz. 

Dalam ketegangan halus yang melingkupi ruangan, suara lonceng menggema.

Bunyi yang berat dan berwibawa, menandakan tengah hari telah tiba. 

“Waktu sudah tiba. Kalau begitu, mari kita mulai.”

Johannes mengangkat satu tangan sambil tetap duduk di kursinya.

Isyarat itu segera diikuti oleh para kesatria yang berbaris rapi, masing-masing membawa horn. 

Suara nyaring horn menggema di seluruh ibu kota Kekaisaran. 

Begitu suara itu mereda, Johannes bangkit berdiri dan dengan lantang mengumandangkan. 

“Dengan ini! Turnamen Bela Diri dimulai!!” 

Sorak-sorai membahana mengikuti suaranya. 

Di sisi sang Kaisar, Orihime berbisik pelan, nyaris tak terdengar di tengah hiruk-pikuk itu. 

“Semoga dewi keberuntungan berpihak padamu... Arnold.” 

Setelah itu, dia perlahan menutup mata, menajamkan indranya.

Bau tidak enak menjadi jauh lebih kuat daripada sebelumnya.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close