NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Sensei…… Kisu wa Jugyou no Hanigai desu V1 Chapter 4

 Penerjemah: Flykity

Proffreader: Flykity


Chapter 4

Pelajaran Pertama Yamazaki Atsuto (Part 1)


Keesokan harinya setelah kami menandatangani kontrak.


Saat berpapasan dengan Charl di lorong, dia langsung berkata, "Kalau begitu, sepulang sekolah hari ini ya!" dan memaksa menjadwalkan janji untuk bermain.


Lalu, tibalah waktu sepulang sekolah.


"……Haa."


Di depan gerbang tiket Stasiun Innoji—stasiun terdekat dari SMA Suishou—aku duduk di tepi air mancur dan tanpa sadar menghela napas.


Kalau dipikir-pikir, bukankah aneh mengajari seorang guru sekolah cara bermain?


Lagi pula, apa yang bisa dibicarakan dengan guru sekolah di waktu pribadi? ……begitulah yang kupikirkan dalam hati ketika—


"A-tsu-to!"


Tiba-tiba ada suara memanggilku, dan saat aku menengadah, Charl sedang menatapku sambil tersenyum cerah.


"Uoah!?"


"Ahahaha! Kerja bagus hari ini, Atsuto!"


Senyumnya memang bersemangat, tapi…


"Sensei! S-sedikit pelankan suaranya, tolong!"


Saat aku memberi isyarat "shh", Charl langsung terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan.


"Ma-maaf! Aku kaget!"


"Ya, kalau ada murid dari sekolah yang melihat, bisa gawat…"


Mendengar itu, Charl menoleh ke sekeliling dengan panik, lalu menghela napas lega.


"Fuu, sepertinya nggak ada!"


Aku juga ikut melihat sekitar. …Ya, sepertinya benar. Syukurlah…


"Tapi sensei, semangat juga, ya?"


Kalau aku sih, setelah sekolah biasanya sudah kelelahan, tapi Charl tampak tidak lelah sama sekali.


"Ya! Soalnya aku senang banget bisa belajar main sama Atsuto!"


Dengan mata berbinar, Charl mendekat ke arahku.


Senyumnya lebar dan polos. Melihatnya seperti itu, jelas dia benar-benar menantikan hari ini. Entah harus senang atau malu…


"Y-yah, pokoknya ayo berangkat dulu!"


"Baik! Let’s go!"


Charl menarik tanganku agar berdiri, tapi—


"T-tunggu, sensei…"


Aku langsung duduk lagi, membuat Charl memiringkan kepala heran. 


Walau tubuhnya kecil seperti anak-anak, yang membuat Charl tampak "dewasa" hanyalah… dadanya yang besar.


Begitu aku berdiri, perbedaan tinggi kami membuat belahan dadanya langsung terlihat jelas di mataku…!


"Eh? …Ah."


Charl cepat-cepat menutupi dadanya dengan tangan kanan.


"Ka-karena, dadaku besar jadi harus buka beberapa kancing biar nggak sesak!"


"Be-begitu ya…"


"Ah! Tapi yang mesum nggak boleh, tahu! Itu nggak baik!"


Charl meletakkan tangannya di pinggang dan membungkuk ke depan. Justru pose itu yang bahaya!


"Pokoknya ayo cepat jalan aja!"


*****


Setelah melewati sedikit kekacauan itu, kami pun menuju ke kawasan pusat kota.


Saat berjalan berdua, satu hal langsung terasa — kami benar-benar mencolok.


Wajar saja, kalau Charl yang secantik ini jalan bareng cowok biasa sepertiku, pasti semua orang memperhatikan.


"Ngomong-ngomong, Atsuto tuh kelihatan dewasa banget, ya!?"


Saat aku mulai merasa sedikit minder, Charl menatapku dengan mata biru berkilau.


"Hah? D-dewasa?"


"Iya! Aku aja deg-degan karena nggak terbiasa main, tapi Atsuto kelihatan tenang banget, seperti punya ‘ketenangan orang dewasa’! Keren banget!"


Dipujian langsung dari seseorang yang lebih tua, rasanya malah bikin geli.


"Kamu nggak gugup?"


"Yah, aku sering datang ke daerah ini sih."


"Wow, keren! Memang dewasa banget!"


Entah kenapa, Charl malah bertepuk tangan kagum.


Tapi tetap saja…


"Sensei itu beda banget dari waktu di kelas, ya."


"Eh? Be-begitu kah?"


"Iya. Kalau di kelas kelihatannya tegang banget, tapi di luar malah ceria dan penuh energi."


Charl menunduk malu, kedua telunjuknya saling menyentuh.


"Y-ya, kelihatan banget ya… aku dari dulu memang gugupan. A-ah, tapi—"


Ekspresinya yang semula murung berubah jadi senyum berseri.


"Saat bareng Atsuto, aku nggak gugup sama sekali! Sekarang rasanya bersemangat banget!"


Senyum murninya membuat jantungku berdetak cepat. Rasanya seperti… aku orang yang spesial buatnya. Tapi itu mungkin cuma pikiranku saja.


Kami belum sedekat itu juga.


"T-tapi kita belum tentukan mau ke mana, ya!"


Aku cepat-cepat ganti topik, dan Charl menjentikkan tangannya, "Oh iya ya!"


"Hmm… oh iya! Aku pengen main dart lagi!"


Yang terpikir pertama adalah area dart di Wagoo’s tempat aku sering nongkrong. Tapi kalau sama seperti waktu itu, agak membosankan. Jadi…


"Kalau begitu, gimana kalau kita ke bar dart aja hari ini?"


"Ba… bar dart!?"


Wajah Charl langsung tegang dan ia menggeleng cepat.


"K-kamu nggak suka?"


"Bar dart itu serem!"


Dia menatapku dengan mata lebar, tampak sungguh-sungguh takut. Ah, jadi begini ya bayangan dia tentang bar dart.


"Sebenarnya nggak serem kok… malah mungkin bisa bantu ngurangin rasa gugup kamu loh."


"Eh? Bisa menghilangkan gugup?"


"Iya, mungkin aja sih…"


Aku sebenarnya asal ngomong, tapi Charl tampak benar-benar mikir serius. Dia menggenggam lengan bajuku erat-erat, matanya biru berkilau bergerak gelisah.


"…A-aku mau coba pergi."


Setelah berpikir sejenak, Charl menatapku dengan mata yakin dan mengangguk.


"Baik! Yuk, kita coba ke sana!"


Kami pun mulai berjalan ke bar dart terdekat, tapi wajah Charl tetap tegang selama perjalanan.


Padahal tempatnya nggak semenakutkan itu…


*****


Sekitar lima menit berjalan.


"Ya, kita sudah sampai."


"Oooh, i-ini dia tempatnya…"


Charl menelan ludah di depan pintu kayu menuju bar dart. Dia masih menggenggam lengan bajuku erat-erat.


"Bukan rumah hantu juga padahal…"


"Kalau gitu, aku buka pintunya ya."


Charl mengangguk kaku, dan begitu aku membuka pintu—


"Waaah! Keren banget tempatnya!?"


Ekspresinya langsung berbinar seperti bunga yang mekar.


Dindingnya berjejer mesin dart, botol-botol champagne dan whisky tersusun rapi di rak bar, dan aroma lembut parfum memenuhi udara.


Kami duduk di meja pojok yang kosong, dan Charl langsung mendekat ke wajahku penuh semangat.


"Atsuto! Kamu sering main di tempat kayak gini?"


"Nggak kok, cuma kadang aja kalau mau sedikit memanjakan diri."


"Hebat banget! Keren!"


Charl menepuk tangan sambil menatapku dengan mata berbinar.…Sepertinya rasa takutnya sudah hilang.


"Yuk, pesan minuman dulu!"


"Makasih! Aku mau ini!"


Dia memilih Budweiser dari menu di tablet.


"Aku pesan ini aja."


Aku memilih piña colada non-alkohol — campuran santan kelapa dan jus nanas.


Beberapa menit kemudian, minuman kami datang.


"Wow! Punyamu kelihatan mewah banget, Atsuto!?"


Charl menunjuk minumanku yang dihiasi potongan nanas dan bunga hibiscus di tepi gelas. Tapi lalu dia heran.


"Eh? Kok ada dua sedotan?"


Ah, mungkin pelayannya salah paham, dikira kami pasangan jadi dikasih dua sedotan… malah jadi canggung.


"Hahaha… mungkin pelayannya salah masukin dua sedotan, ya?"


Sambil berusaha menutupi rasa kikuk, aku melihat Charl mengangkat gelas bir-nya.


"Boleh diminum?"


"Silakan! Pasti haus banget kan?"


"Kalau gitu, aku coba ya!"


Charl tersenyum dan meletakkan gelas birnya di meja. ……tunggu, kenapa malah—


"Chuu──"


"Eh!?"


Tanpa ragu, dia menyesap piña colada milikku langsung dari sedotan.


Setelah satu tegukan, dia tersenyum lembut dengan wajah seperti meleleh.


"Mmmm! Enak banget ini!"


Ya sih, mungkin memang disediakan dua sedotan supaya bisa diminum berdua, tapi masa dia nggak kepikiran itu!?


"Hm? Kenapa, Atsuto?"


"Eh, i-ini kan jadi kayak ciuman tidak langsung…"


Tapi, mungkin ini cuma perbedaan budaya. Lagipula, dia dulu pernah menciumku juga waktu mabuk.


"Eh? A-ah! Iya juga… tapi hal kayak gini di Amerika biasa kok!"


"Be-begitu ya! Maaf, aku kaget aja…"


Entah kenapa Charl memalingkan wajah dan mengembungkan pipinya.


【Umm. I wanted to make you look shy…(Hmm. Aku pengen bikin kamu malu, padahal…)】


Eh? Bahasa Inggris?


"M-maaf, aku nggak dengar tadi…"


"N-nggak usah dengar! Cheers!"


"Ah, c-cheers!"


Kami membenturkan gelas, dan Charl meneguk birnya dengan semangat.


Aku jadi penasaran… tadi dia sebenarnya bilang apa, ya?


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close