Chapter 10 – 30 Oktober (Jumat) Ayase Saki
Suasana kelas sangat heboh di pagi hari. Yang bisa kudengar hanyalah teman sekelasku yang membuat rencana untuk Halloween. Menanyakan kostum apa yang harus mereka kenakan adalah salah satu pertanyaan yang paling menonjol. Yang lain berbicara tentang di mana mereka harus bertemu untuk pesta Halloween. Bahkan ada beberapa kerumunan di sekitar kursi Maaya. Mereka berencana bertemu besok untuk mengadakan pesta kostum.
"Apa kamu benar-benar tidak ingin ikut, Saki?" Maaya bertanya untuk terakhir kalinya untuk memastikan.
"Aku punya rencana lain, maaf."
Aku memiliki shift kerja pada hari itu dan aku tidak bisa melewatkannya begitu saja. Aku sengaja merahasiakan fakta bahwa aku memiliki pekerjaan paruh waktu. Jika aku tidak hati-hati, mereka mungkin tahu di mana aku bekerja.
Dan juga, aku tidak terlalu terbiasa dengan suasana seperti itu. Namun… itu juga membuatku berpikir. Jika bersama orang yang aku sayangi dan membuatku nyaman di sekiranya. Mungkin menghabiskan hari bersama bisa menjadi sangat menyenangkan.
Seseorang yang mengerti diriku dengan baik ... seperti Asamura-kun....
Berjalan di sekitar Shibuya sambil mengenakan kostum tiba-tiba tidak terdengar terlalu buruk.
Aku mungkin tidak pandai dalam hal semacam itu. Tapi, aku ingin menghargai waktu bersama Asamura-kun—kenangan yang aku buat bersamanya.
* * *
Setelah kelas berakhir, aku pergi ke stasiun kereta Shibuya untuk shift kerjaku yang akan datang. Matahari telah bergerak ke arah Barat, karena langit mulai berubah menjadi biru tua. Bayangan Shibuya 109 membentang di tanah, bahkan sampai ke kakiku. Langit timur yang terlihat melalui celah-celah gedung perlahan berubah menjadi warna malam dan angin sepoi-sepoi menerpa pipiku terasa seperti daun jatuh. Tidak akan lama sampai aku bisa melihat napasku sendiri.
Saat memasuki toko buku, aku bertemu dengan Yomiuri-senpai, yang sudah ada di sana sebelum aku datang, berjalan di antara rak buku. Aku membungkuk sopan ketika mata kami bertemu dan menuju ke ruang ganti perempuan.
“Pagi, Saki-chan!” Dia menyerbu ke ruang ganti tepat di belakangku, seolah-olah dia mengejarku.
"…Halo."
Untuk beberapa alasan, dia selalu menyapaku seperti 'pagi'. Meski di luar sudah mulai gelap. Mungkin itu hanya kebiasaannya. Aku rasa tidak ada yang pernah mengomentarinya.
“Saki-chan, kita harus mengisi rak hari ini~”
"Oke."
Asamura-kun tiba kira-kira lima menit sebelum giliran kerja kami dimulai dan kami semua bekerja untuk mengisi ruang kosong di rak. Waktu istirahat kami tiba. Jadi, kami memutuskan kembali ke kantor untuk istirahat.
Saat itu, Yomiuri-senpai terus menggoda Asamura-kun di setiap kesempatan. Dan juga, aku tidak tahu apa yang sebenarnya dia pikirkan. Dia setuju untuk membawa permen pada shitf kerjanya besok atau sesuatu seperti itu.
Hmm. Mungkin aku juga harus mengatakan itu pada Asamura-kun. Trick or treat…' Tidak, apa yang kupikirkan? Itu sama sekali tidak seperti dirimu, Saki...
Setelah itu, kami mulai berbicara tentang Halloween yang jatuh pada esok hari. Yomiuri-senpai mengatakan dia akan bersenang-senang dengan beberapa teman setelah shift kami selesai dan jalan-jalan sambil mengenakan kostum.
Sementara itu, Asamura-kun tampaknya terkesan dengan suasana dewasa yang dia tunjukkan melalui itu.
Dan, yang membuatku terkejut. Orang itu juga ikut berpartisipasi—Asisten Profesor Kudou Eiha. Hanya mengingat tentang apa yang terjadi pada hari dimana aku mengunjungi kampus terbuka membuatku merasa lelah.
Yomiuri-senpai memanggilnya jenius teratas dari fakultas yang juga memiliki pikiran iblis. Dan sejujurnya, aku bisa membayangkan dia dengan tanduk iblis. Dia mungkin tipe orang yang paling mudah menggertakku.
Lagi pula, sejak awal.. aku tidak pandai berbicara dengan orang asing. Tidak banyak orang seperti Asasmura-kun yang bisa membuatku merasa santai.
“Orang itu.. Jika sikapnya seperti itu terus. Aku khawatir akan sedikit orang yang akan mendaftar di kampus kita~!"
Begitulah perasaan Yomiuri-senpai tentang wildcard dari asisten profesor?
Yah, dia benar sekali. Dia akan berdebat verbal pada tingkat perang besar-besaran dengan seseorang yang baru saja dia temui, sama sekali tidak melibatkan akal sehat. Belum lagi, jika diskusi seperti itu benar-benar terjadi, dia tidak akan menunjukkan penyesalan untuk menguasai perasaan orang lain, seolah itu satu-satunya tujuan hidupnya. Rasanya dia hanya melihat orang-orang di sekitarnya sebagai kelinci percobaan dan subjek tes. Aku sangat ingin dia belajar akal sehat dan pengendalian diri. Itulah yang kupikirkan, setidaknya—
“Mungkin tidak seburuk itu, kurasa.”
Aku praktis mengatakan itu tanpa niat untuk melakukannya. Aku tidak pernah memiliki pengalaman seperti itu sebelumnya. Aku sudah menggunakan semua yang ditawarkan otakku untuk mengajukan argumen dan kontra-argumen dalam debat etis yang tak ada habisnya. Aku lelah, untuk sedikitnya, tetapi meskipun begitu—Studi tentang etika adalah gaya hidup, tidak lebih. Kalau kau hidup sebagai manusia, hanya ada dua pilihan saat berada di sekitar orang lain: kau diterima atau ditolak.
Jika ini adalah satu-satunya cara hidupnya, bukankah dia hanya orang yang canggung dan malang yang tidak tahu apa-apa?
Aku tidak berpikir aku tidak menyukai tipe orang seperti itu. Lagipula, aku hampir sama.
Setelah istirahat kami berakhir, Asamura-kun adalah orang pertama yang meninggalkan kantor. Setelah dia pergi, Yomiuri-senpai memanggilku.
“Nah, Saki-chan. Ini tentang shift kita besok. Apa kamu sudah memutuskan untuk berdandan pada shift kerjamu besok?"
"Kita masih membicarakan itu?"
Selama shift terakhir kami bersama, dia bertanya apakah aku tertarik mengenakan kostum untuk shift kami di Halloween, mengatakan bahwa jika aku melakukannya, dia juga akan melakukannya.
“Aku ingin melihatmu dengan telinga kucing, Saki-chan. Itu akan menyembuhkan mataku yang lelah.”
"Kenapa aku harus melakukan itu demi dirimu?"
“Aku akan memberitahumu tentang beberapa cosplay yang bagus~ Dan kamu juga bisa bergabung dengan kami setelah shift kita selesai."
..... Um, dia ingat aku masih SMA, kan?
"Aku tidak bisa berpartisipasi dalam pesta mana pun yang melibatkan alkohol, tahu."
“Tidak perlu khawatir tentang itu. Kami masih memiliki beberapa anak di bawah umur di kelompok kami. Jadi, kami tetap membuka opsi. Dan juga, ada Profesor Kudou bersama kita sebagai pendamping.”
"Aku merasa kamu terlalu percaya pada orang yang salah."
Yomiuri-senpai melontarkan senyum masam.
“Hmm, kamu masih memikirkan kata-katanya waktu itu, ya? Kesampingkan hal itu, aku bersenang-senang denganmu, Saki-chan. Ah, aku bisa saja memberitahum tentang beberapa teknik make-up dan merek kosmetik yang bagus. Kamu pasti ingin tahu tentang hal-hal semacam itu, kan?"
Sejujurnya, tawaran tunggal itu cukup menggiurkan. Aku sudah mencoba untuk belajar lebih banyak tentang make-up dan fashion selama bertahun-tahun. Tapi, aku tidak memiliki pengalaman semacam itu dari rata-rata gadis SMA lainnya.
Seorang wanita dewasa seharusnya memiliki teknik make-up yang bagus. Jadi sebaiknya aku menggunakan kesempatan ini untuk mempelajari ini sejak dini, karena pada akhirnya aku akan mencapai tahap itu—Tidak, ini jauh lebih rumit dari itu. Kupikir aku tertarik, itu saja.
"Oh, apa aku punya gigitan di kail?"
"Aku tidak melakukannya."
“Hmmm… Masih ada informasi yang lebih berharga yang bisa aku tukarkan untuk itu lho~ Apa kamu pernah pergi ke salon kuku sebelumnya? Sebagai gadis SMA, kamu mungkin belum pernah mengunjungi salon kecantikan, aku yakin."
"Lagi pula, aku tidak punya uang sebanyak itu."
“Tapi, tidak ada ruginya kalau kamu setidaknya belajar tentang tempat-tempat seperti itu, kan? Lalu, kamu tidak bisa melupakan makanan diet atau semacamnya dari gadis-gadis yang ahli gizi berlisensi. Semakin tua, maka semakin sulit untuk mengurangi lemakmu, tahu? Apa kamu tidak khawatir tentang hal semacam itu, Saki-chan?”
“…Apa hanya itu yang ingin kamu bicarakan?”
“Ketika semua yang kamu lakukan adalah membaca makalah penelitian yang membosankan dan debat psikologis, pada akhirnya akan membuat otakmu membusuk. Obrolan para gadis sangat penting untuk mengistirahatkan pikiranmu. Kamu tahu itu kan?"
"Aku tidak pernah melakukan pembicaraan semacam itu. Jadi, aku tidak akan tahu."
“Bahkan lebih banyak alasan untuk bergabung dengan kami. Ini akan menjadi pertama kalinya untukmu. Dan juga… tidak ada salahnya untuk mempelajari tentang teknik untuk menarik perhatian melalui fashion atau pendekatan psikologis untuk pakaian apa yang akan membantumu memenangkan Pangeran Tampanmu. Apa kamu tidak ingin terlihat keren atau imut?"
"Kenali musuhmu, kenali dirimu sendiri?"
"Tepat sekali."
“Mungkin aku penasaran tentang itu. Tapi, aku benar-benar tidak bisa. Orang tuaku akan mengkhawatirkanku.”
“Hm~ begitu. Aku mengerti. Kamu sudah merencanakan kencan dengan Kouhai-kun, kan~?”
“T-Tentu saja tidak!”
Aku mencoba menyangkanya sebaik mungkin, tetapi dia hanya membalasku dengan tersenyum.
* * *
Setelah menyelesaikan studiku dan aku juga sudah mandi. Yang tersisa adalah tidur. Aku menyelipkan tubuhku di bawah selimutku, seprai yang agak dingin membuatku hampir menggigil.
Mungkin aku harus membeli beberapa penghangat tempat tidur lain kali....
Setelah menyetel alarm, aku mematikan lampu dan memejamkan mata. Tepat ketika pikiranku melayang ke dalam mimpi. Ingatan jauh tentang Halloween saat aku masih kecil muncul di benakku.
Kupikir ingatan itu ketika aku masih di sekolah dasar. Sekitar kelas 3/4 SD. Saat itu, Ibu berjanji padaku bahwa kami akan mengadakan pesta Halloween. Tapi karena pekerjaannya, rencana itu harus gagal. Ayahku juga pergi ke suatu tempat, meninggalkanku sendirian di rumah.
Merasa kesepian, di tengah kegelapan di sekitarku, aku menyalakan sebatang lilin yang aku beli bersama Ibu. Kami jauh lebih miskin daripada sekarang dan rumah kami tidak terlalu besar. Ruang makannya kira-kira 7,5 meter persegi, tidak ada apa-apa di dalamnya kecuali meja rendah kecil seperti yang kau lihat di kediaman tradisional Jepang.
Di tengah-tengah meja ini berdiri sebuah lilin berbentuk labu. Aku menggunakan korek api untuk menyalakannya, yang setidaknya memberi sedikit cahaya pada ruangan yang gelap. Aku ingat cerita A Little Match Girl dan mulai membayangkan fantasi di tengah cahaya di depanku. Ibu dan Ayahku (meskipun aku mengganti wajahnya dengan wajah aktor acak) ada bersamaku, serta kue besar di tengah meja. Sejak aku masih kecil, saat itu aku mungkin bingung antara Halloween dan Natal. Lagi pula, aku membayangkan bahwa aku sedang berbicara dengan seekor rusa.
Dalam fantasiku, aku bersenang-senang... berbicara dan bercerita kepada orang tuaku, yang tersenyum ketika mereka mendengarkanku. Aku tahu semua itu hanya fantasiku, tetapi itu adalah mimpi berhargaku. Tak lama setelah itu, aku tertidur.
Aku terbangun saat merasakan seseorang menggoyangkan bahuku dengan lembut, yang ternyata adalah Ibuku. Dia memarahiku karena tertidur sambil membiarkan lilin menyala. Setelah itu, dia meminta maaf karena meninggalkanku sendirian dengan pelukan erat.
Aku ingat memikirkan betapa sulitnya Ibu mengalaminya. Bagian dalam selimutku akhirnya mulai terasa hangat dan aku perlahan-lahan tertidur lelap, tidak mampu menahan rasa kantuk. Aku masih tidak bisa melupakan cahaya redup dari lilin saat itu. Itu adalah simbol mutlak dari kesendirianku. Lilin sederhana berbentuk labu…
Aku ingin tahu apakah mereka masih menjual sesuatu semacam itu. pikirku sambil tertidur.
|| Previous || Next Chapter ||
5 comments