Chapter 1: Kau Paham Maksudku, Kan…?
“Ahhhhh… seriusan dah, ada apa denganku…?”
Di luar pada malam hari, seorang siswa
berbicara pelan sambil berjalan. Tapi, dia bukan orang jahat atau semacamnya. Siswa
itu adalah Masachika Kuze, yang dalam perjalan pulang sesudah mengantar Alisa
pulang ke rumahnya.
“Kenapa aku bilang ‘aku akan
mendukungmu’. Dan lagi, kenapa aku juga bilang ‘pegang tanganku’. Aku pikir aku
ini siapa? Hahh? Mending aku modar aja dah. Ahhh, aku nampak kayak cowok yang mengerikan
sekaligus memalukan. Bukan, Jika bicara
tentang yang mengerikan, saat aku berbicara pada diriku sendiri adalah yang
paling mengerikan saat ini. Tch.”
Dia mengeluarkan kata-kata yang amat
sangat kesal dan membenci dirinya sendiri. Tadi, dia menunjukan ke Alisa
sesuatu yang langka dari sisi beraninya, tapi sekarang dia malah terlihat kesal
dengan dirinya sendiri. Kata-kata yang dia ucapin ke Alisa terus-menerus
terbayang olehnya, membuat dia seperti akan mati karena malu dan menyesal. Dan
yang lebih gawat…
“Alya… Dia beneran bilang ‘Aku
mecintaimu’…”
Senyum
yang dia tunjukan kepadaku di jalan yang dikelilingi pepohonan itu bagaikan
bunga yang lagi mekar.
Masachika masih ingat jelas sentuhan
lembut yang dia rasakan di pipinya saat dia akan beranjak pergi. Karena itu dia
nampak tak tenang. Hingga sekarang, Masachika pikir kalau kata-kata centil yang
kadang Alisa ucapkan dalam bahasa Russia hanya untuk candaan. Masachika pikir
Alisa hanya iseng mengerjainya dengan sensasi tersendiri yang Alisa dapatkan
tanpa ambil pusing apa Masachika akan menyadari kalau dia sedang dikerjai atau tidak,
dari betapa kocaknya hal itu takkan bisa Masachika sadari.
Tapi
senyuman yang dia tunjukan tadi jelas menandakan lebih dari itu… Kupikir itu
adalah perasaannya yang sebenarnya…
“Enggak, ini enggak mungkin.”
Dia seketika membuang pikirian itu.
Alya
cuma kebawa suasana doang, kan? Palingan sekarang dia sudah tersadar dan
ngerasain rasa malu dan juga penyesalan yang sama denganku. Ya, enggak mungkin
dia enggak ngelakuin itu.
Tapi meskipun dia meyakini dirinya
tentang itu, bahwa takkan menutupi fakta kalau senyuman yang ditunjukan
Alisa…benar-benar membuat jantung Masachika berdebar kencang.
“Yahh…kurasa aku enggak akan pernah
jatuh cinta lagi...”
Buktinya, sejak gadis itu menghilang,
Masachika tak pernah menyukai siapa pun. Tapi, dia tetap akan masih dapat
menilai seorang gadis seperti, ‘Dia begitu menawan’, atau ‘Imut juga tuh cewek’,
dia masih punya hasrat seorang laki-laki kepada perempuan. Tapi dia tak pernah
menyukai perempuan sebagai lawan jenis, dia tak pernah merasakan jantungnya
berdebar kencang.
(Tlkomen: ‘Gadis itu’ mungkin mengacu
keseseorang cewek yang pernah ditemui Masachika sejak dia masih bocah.)
Aku
enggak pernah berpikir seorang cewek akan jatuh cinta ke sosok yang mengerikan
sepertiku.
Dari awal, Masachika membenci dirinya
sendiri. Susah baginya untuk membayangkan bahwa seorang perempuan akan menyukai
Masachika Kuze yang sedangkan diri sendirinya saja tak disukainya. Selain itu,
karena seorang gadis yang ada di masa lalunya itu, sampai-sampai Masachika
kehilangan semua keyakinan tentang cinta. Dia pikir kalau tinggal menunggu
waktu untuk perasaan cinta itu hilang setelah begitu ilusi pasangan mereka
hancur. Terutama saat berkaitan dengan perasaannya sendiri. Dia…tak mempercayai
lagi semua hal tentang cinta.
Aku
bahkan enggak ingat nama dan mukanya… Gimana cara aku bisa benar-benar
mencintai seseorang? Dan cinta antar murid hanyalah hal bodoh. Pasangan anak SMA
hampir enggak benar-benar sampai kepernikahan. Hal kayak gitu hanya terjadi di
anime. Pasangan anak SMA yang seharusnya dapat rukun malah jadi berantakan
karena hal sepele. Bahkan kalau Alya beneran mencintaiku, perasaan itu akan
seketika lenyap begitu dia mengetahui betapa somplaknya aku sebenarnya. Bahkan
kalau…mereka yang menikah setelah berpacaran sejak SMA pasti ujung-ujungnya
akan putus.
Dalam pikirannya dia membayangkan orang
tuanya dan tersenyum seolah-olah menghibur dirinya sendiri. Lalu dia menghela
nafas panjang.
“… Hadeh, ngereporin banget…”
Kata-kata itu tanpa sadar keluar dari
mulutnya.
Cinta
begitu samar dan ambigu. Jadi terlalu…beloon membuang-buang waktu hanya untuk
itu. Sungguh enggak ada gunanya!
Pertama-tama, Masachika bahkan tak
benar-banar ingin punya pacar, dan Alisa juga tak benar-benar mengaku padanya.
Kenapa juga aku harus mikirin ini?
Haahhh…kalau terus berpikir seperti ini, aku enggak akan pernah punya pacar.
Pikiran mengusik diri sendiri terus
terbayang di kepalanya, membuatnya merasa semakin tertekan.
Kalau
aku ada dalam suasana hati seperti ini, aku harus pergi nonton anime dan
menjernihkan pikiranku
Dengan pemikiran itu, Masachika langsung bergagas pulang. Dia
membuka pintu depan, dan sudah siap meluncur ke dunia 2D. Tapi sesaat itu dia
terdiam karena melihat sepasang sepatu yang terletak di pintu masuk dan
seharusnya itu tak ada di sana.
“Apa dia enggak punya hal untuk dilakukan sekarang…?”
Masachika sebenarnya tak peduli tapi berubah pikiran karena dia
terlalu kuatir.
“Enggak, itu bahkan enggak
terpikirkan.”
Jika apa yang terjadi hari ini adalah
pengaruh untuk membuat Masachika menjadi ketua OSIS, jadi masuk akal juga kalau
Yuki ikut terlibat. Jika itu keinginan Yuki, mungkin dia bisa jadi orang yang
bertanggung jawab atas semua pekerjaan yang ditanganinya.
“Aku dijebak…atau lebih tepatnya, aku dipaksa.”
Dia menghela nafas ketika membuka pintu
kamar mandi. Dan…
“Eh…?”
"Ah…?"
Tatapan mereka bertemu. Di depannya ada Yuki yang berdiri
telanjang dan sedang mengeringkan rambutnya. Matanya membesar karena kaget lalu
dia buru-buru menutupi tubuhnya dengan handuk.
“Kyaa! Onii-chan mesum!”
“Kau…kenapa kau malah keluar.”
“Aku daritadi sudah ada disini.”
“Kau pasti sengaja menunjukan dirimu. Kau pasti sudah mendengarku
membuka pintu lalu kau keluar dengan sengaja.”
Begitu Yuki dihadapkan dengan suara kesal Masachika, Yuki langsung
berhenti berakting lalu cengar-cengir. Masachika berniat keluar dari kamar
mandi ketika Yuki tiba-tiba mulai melakukan tingkah berlebihan.
“Hei hei, bentar dah. Apa kau enggak ingin cari tau kenapa aku
melakukan ini?”
“Aku memang enggak ingin kepo, tapi pertama-tama kau harus memakai
sesuatu dulu.”
“Sekarang, dengerin aku, Masachika-kun. Tadi, aku mengingat sesuatu yang benar-benar gawat.”
“…Sesuatu yang benar-benar gawat?”
Masachika pikir itu pasti hanyalah sesuatu yang bodoh, jadi dia
bertanya lagi sambil berlagak cuek dengan tangan di gagang pintu. Yuki sadar
kepada Masachika yang nampak tak tertarik dan dia pun menutupi salah satu
matanya dan tiba-tiba belagak tenang. Gerakannya begitu elok, sehingga
membuatnya nampak seperti detektif terkenal yang baru menemukan kebenaran
dibalik sebuah kasus. Yang terjadi saat ini agak canggung, karena Masachika
bisa melihat area-area tubuh Yuki yang tak tertutup handuk. Yuki tak
menggubrisnya sama sekali, dia lalu membuka salah satu matanya dan berteriak
seolah penuh niat.
“Ya, benar…kita kan sudah lama tinggal satu rumah tapi belum
pernah sedikitpun kejadian masuk saat ada
yang sedang memakai pakaian!”
“Padahal aku enggak pernah berpikir kalau kau ‘beneran mengerikan’,
tapi ternyata kau sengeri ini!”
“Pasti setiap kakak laki-laki pernah dapet kejadian seperti ini!
Ya, itu sudah pasti!!!”
“Ndasmu… Itu hanya terjadi di anime! Dasar otaku beloon.”
“Aku kayak gini, itu juga karenamu, loh!”
“Wong edan! Lebih edan lagi yang terjadi hari ini!”
Beberapa jam yang lalu, Masachika sedang ada di tokoh teh bersama
kakak perempuannya Alisa dan sambil memikirkan tentang ‘Ha! Apa ini yang disebut
ciuman tak langsung?!’, dan itu hanyalah sesuatu yang cuma terpikirkan oleh
seorang otaku. Yang Yuki lakukan tadi seperti mongelaskan garam ke
lukanya.
Secara tiba-tiba Yuki meraih tangan Masachika dan membuat tubuh
Masachika beberbalik. Masachika secara refleks meringik saat dia melihat pose
menggoda yang Yuki lakukan.
“Nah, ini lah yang disebut adegan fanservice. Kyaa~.”
“Kenapa kau ngelakuin ini? Kenapa?!”
“Hah? Oh, jadi ini bukan fanservice
karena kau enggak betul-betul melihatku telanjang.”
“Melihatmu telanjang? Diam! Cuma otaku bodoh yang kepingin lihat
hal kayak begitu.”
“Jadi maksudmu kau ingin melihatntya?”
“Ahh, aku mau. Aku beneran ingin melihatnya. Ya-y.”
Yuki menengok Masachika, dan membuat gerakan peace. Bicara soal faktual, jelas ini bukan sesuatu yang harus
dilakukan oleh sesama saudara. (Tln:
‘Peace’ Itu adalah pose dengan dua jari.)
“Hmm, ini pasti adalah fanservice
yang paling berkesan.”
“Ya, itu terjadi karenamu.”
Masachika langsung mebentak Yuki, yang mengangguk dengan ekspresi
serius. Masachika berniat menghentikan sandiwaranya Yuki yang sedang tersenyum
nakal.
“Selain terlalu jahil, aku mungkin sudah agak berlebihan. Jadi ini
permintaan maafku, Onii-chan.”
“Oi, jangan tunjukan tubuh telanjangmu sebagai permintaan maaf,
tau…”
“Oh, gitu yak, masuk akal jika kau yang betul-betul membiarkanku
melakukan ini sendiri. Tapi, bukankah kau menengok setiap area tubuhku dari
atas sampai bawah?”
“Yuki… Melihat situasi saat ini, mungkin sudah pas momennya buatku
membertahu ini.”
“Eh, apa tuh, Ani-ki? Jangan mencoba terlihat sok keren lah.”
“Menunjukan tubuh telanjangmu…itu begitu mengecewakan. Gal JK yang
memakai seragam agak sedikit terbuka selalu menjadi yang terbaik.” (Tln: ‘wardrobe malfunction’ karena ini cuma
sebagai kata idiom, jadi aku artiin sesuka diriku tapi masih masuk dengan konteks
makna kata tersebut, hehe.)
“Oh, jadi begitu, ya? Hal kayak gitu enggak pernah terpikirkan
olehku.”
Karena beberapa alasan, kedua saudara itu terus berdebat dengan
ekspresi serius di wajah mereka. Seolah-olah api sedang membara di antara
mereka.
Dan dengan ekspresi puas di wajahnya, Masachika langsung buru-buru
keluar dari kamar, lalu-
“Tunggu sebentar, aku enggak beloon, oke? Kau melihatnya, kan? Kau
betul-betul melihat tubuhku dari atas sampai bawah, kan?”
“…Aku hanya sedikit melihat oppai-mu.”
“Jadi itu yang kau suka, kan! Kau fetish oppai ternyata!”
“Diam luh, dasar cewek mesum.” (Tln: Disini ada penggunaan kata
‘B*tch’ yang kalau diartikan secara harfiah adalah ‘Lont*’ atau ‘J4l4ng’. Tapi
menurut beberapa sumber, kata ini bisa dimaksudkan sebagai kata menggerutu atau
ungkapan kesal pada seseorang.)
“Aku cewek perawan, bukan yang mesum.”
“Masih ngebantah aja luh! Atau lebib tepatnya, pakai dulu
pakaianmu, idiot!”
Masachika menutup kasar pintu masuk begitu dia kelar mebentaknya.
Dia pergi mencuci tangannya di wastafel dapur, lalu dengan cepat langsung pergi
ke kamarnya.”
“Ha…”
Dia menghela nafas sambil menaruh tasnya di lantai. Dia melepas
rompi dan kamejanya, lalu memakai tank
top, dan melepas celananya-
(Tln: Kaus tanpa lengan juga disebut singlet atau juga dikenal
sebagai tank top.)
“Kau kah di dalam!!!”
“Uwahhh.”
Yuki tiba-tiba mendobrak pintu. Yuki datang ke kamar Masachika,
rambutnya masih basah dan dia hanya memakai pakaian dalam dan kaos. Masachika
begitu terkejut sehingga dia kehilangan keseimbangan dan jatuh di atas
kasurnya, celananya juga masih berada di sekitar pergelangan kaki. Yuki membuat
senyum nakal saat dia melihat keadaan menyedihkan yang Masachika alami.
“Hehe, kamu beneran punya tubuh yang bagus, ya , Nii-chan.”
“Oy, kau buatku kaget! Apa yang tiba-tiba kau lakukan di sini?”
“Nah, ini adalah momen yang pas untuk mendapat adegan ‘Adik yang
mengintip saat kakak laki-lakinya sedang ganti pakaian’. Tentu saja, adik
perempuan itu harus mengintip lewat celah dari pintu dan menggunakan kaca
pembesar untuk melihat lebih jelas area tubuhnya.”
“Memang seberapa seru sih bisa melihat pakaian dalam kakak
laki-lakimu, dan bahkan bukan secara langsung?”
“Ya-h, aku penasaran-“
Saat Yuki mengatakan itu, Yuki melihat tubuh bagian bawah
Masachika dan menghela nafas.
“Serius dah…apa enggak ada reaksi saat kau melihat adik
perempuanmu sedang telanjang? Apa ada yang salah dengan barangmu itu?”
“Enggak ada yang salah dengan itu, itu sebabnya aku enggak
ngaceng. Enggak ada kakak laki-laki yang kepingin melihat adik perempuannya
telanjang.”
“Tapi, aku terangsang dengan tubuh Onii-chan-ku.” (TlKomen: Fix, imouto idaman ini mah :v)
“Yap, aku akan berpura-pura enggak mendengarnya.”
“Tapi aku terangsang dengan tubuh Onii-chan! Aku beneran
terangsang!!!”
“Jangan diulang mulu! Aku enggak ingin tau tentang itu!”
“Tapi ya ampun- Aku enggak bisa membanyangkan apa yang akan aku
lakukan dengan tubuhmu itu saat aku menjadi ketua OSIS…Ah, buku itu betul-betul
mengajarkan banyak hal padaku.”
“Kau juga terangsang dengan itu. Sejak kapan kau jadi cewek dengan
fetish seperti itu.”
Masachika langsung menarik celananya ke atas sesudah membentak
Yuki. Yuki pun hanya tersenyum pasrah dan membuang muka.
“Awalnya aku pikir kau enggak demen hal beginian. Tapi setelah aku
mengamati dengan baik, aku yakin pasti itu ada di sana. Dan jumlahnya lumayan
banyak.”
“Kau pasti juga begitu, kan? Maksudku, aku enggak sadar kalau kau
menyimpan buku S&M di kamarmu lalu membacanya!” (Tln: S&M adalah singkatan dari ‘Sadism
and Masochism’.)
Meskipun itu bukan kamarnya, Yuki tetap masih punya kamar untuk
dirinya sendiri di rumah keluarga Kuze. Di dalam kamar tidurnya tak ada hal
khusus selain kasur dan koleksi otaku-nya, menjadikan ini kamar terbaik untuk
para otaku menekuni hobinya. Masachika sering banget meminjam manga dan buku
dari Yuki, jadi Masachika tau pasti koleksi-koleksinya Yuki. Sejauh yang
Masachika tau, seharusnya tak ada buku seperti itu sama sekali. Saat dia
menyipitkan matanya karena curiga lalu mengangguk.
“Ya begitulah. Tapi aku menyimpannya dia ruang kerja Ayah.”
“Ap-, serius?”
“Aku juga sudah minta izin, kok. Ayak bilang ke aku ‘Kau bisa
menyimpannya di sini kalau ruanganmu sudah kehabisan tempat’.”
“Enggak terpikirkan olehku kalau kau memang menyimpan buku semacam
itu!”
“Kata Ayah, ‘Yah, setiap orang memiliki hobinya masing-masing…’,
kan?”
“Apanya yang akan baik-baik saja, Ayah! Putrimu ini akan rusak
karena hal semacam itu,”
“Ayah juga bilang ke aku, ‘Ahh, pasti merepotkan mengurus hal itu,
kan…’ Ayah juga membuat senyum letih, sehingga Ayah nampak agak sedih. Rasanya
seperti garis rambutnya akan layu dihadapanku.”
“Padahal kau sudah menyadarinya, dasar brengsek. Dan juga kasih
tau ke Ayah untuk merapikan sedikit gaya rambutnya. Biar ada sedikit rasa malu!”
Yuki cuma menertawakan perkataan Masachika dan keluar dari
kamarnya, untuk mengambil hair drayer
dan sisir lalu dengan cepat kembali lagi ke kamar Masachika lagi. Yuki mngobrol
serius dengan Masachika sambil dengan hati-hati mengeringkan rambutnya yang panjang.
“Ngomong-ngomong, Ani-jya~”
(Tln: Menerut sumber english-nya, bahwa ‘Ani-jya’ lebih terkesan sopan
penyebutannya dari ‘Ani-ki’.)
“Ada apa?”
“Setelah kau mengobrol dengan calon ketua OSIS dan Masha-san, apa
kau ada keinginan untuk bergabung dengan OSIS?”
“Ahh, itu, em, gimana yak jelasinnya…”
“Hm~?”
Yuki mematikan hair drayer-nya
dan menengadah ketika Masachika tiba-tiba jadi pendiam dan canggung. Dia
menengok adiknya dan memutuskan untuk membicarakan semuanya.
“Aku akan membantu Alya menjadi ketua OSIS.”
Masih dalam keadaan berdiri Yuki terdiam seribu kata. Tubuhnya
bagaikan membeku, dan matanya melebar. Tapi wajar juga kalau Yuki tiba-tiba
bersikap begitu. Untuk membatu Alya menjadi ketua OSIS, otomatis Yuki dianggap
sebagai musuh karena mereka mengincar posisi yang sama. Secara sekilas, ini
pasti terlihat seperti Masachika menghianatinya.
“Kau-“
“Kau?”
Masachika sudah siap mental untuk keluhan atau rasa marah Yuki
padanya, tapi Yuki tiba-tiba melompat ke kasurnya. Dia menempelkan wajahnya di
bantal dan berteriak.
“Alya-san sudah merebut Onii-chaaaaaaaan-ku!!!”
“Yah, dia merebutnya sedikit...”
Saat Masachika dengan tenang menjawabnya, Yuki tiba-tiba
mengangkat wajahnya dan menaruh kedua tangan di oppai-nya.
“Sialan, kau cewek cakep dengan oppai besar! Apa kau enggak
tertarik dengan C-cup-ku, Onii-chan?! E-cup-nya (Mungkin) dengan gampang
mengalahkan punyaku!”
“Jangan membeberkan ukuran cup-mu seperti itu!”
“Kok kau begitu tenang, brader! Maksudku, kakak! C-cup jauh lebih
baik untuk kau pegang daripada E-cup yang enggak akan pernah bisa kau pegang!”
“Enggak, aku enggak mau memegang keduanya!”
“Jadi kau maunya apa? Apa kau mau D-cup-nya Ayano? Atau kau ingin
membentuk harem dengan mereka berdua atau semacamnya? Kau rakus, bajingan ampas!”
“Kalau kau terus seperti ini, kau yang akan menjadi pelampiasanku,
loh. Dasar cewek mesum.
“Yaaaa, ayo lakukan! Mohon lakukan dengan lembut~!!!”
“Kok kau malah jadi bersemangat gitu!”
Masachika menjawab dengan kesal dan Yuki duduk dengan lutut di
atas kasurnya. Masachika tiba-tiba memeluknya dan menurunkannya sambil
berputar.
“Eh~? Apa yang kau lakukan~? Kau akan mengambil pengalaman pertama
adik perempuannmu dengan memegang oppai-nya~?”
“Pengalaman pertama, ya. Kau
terdengar seperti cewek SMA yang beloon dan pe-sange.”
“Ha? Tapi kan Onii-chan sudah mengambilnya waktu kita SD~”
“Aku enggak ingat itu?!”
Saat Yuki mendengarnya, senyum nakalnya berubah menjadi ‘Ehh’, yang
membuat Masachika merespon ‘Eh? Gitukah?’ dan berusaha keras untuk mengingatnya.
“Onii-chan…apa kau melupakannya? Saat aku kelas dua…”
“Emm…ehh?”
“Saat kita lagi bermain kejar-kejaran, kita bertabrakan…Kau jatuh
dengan posisi wajahmu ada di antara kedua kakiku dan memgang oppai sebelah
kananku!”
“Aku enggak ingat kejadian seperti itu! Jangan mengarang cerita,
deh! Dan ayolah! Penyakit asma-mu sangat buruk di kelas dua sehingga kau enggak
diperbolehkan keluar rumah."
“Dan sekarang aku cewek paling sehat di sekolah! Aku belum pernah
masuk angin sejak SMP!”
Masachika menengok Yuki dengan kecewa saat Yuki duduk dengan lutut
sambil berlagak sombong.
“Yah, tapi bisa kan kau lebih enggak sombong tentang hal itu!”
“Aku selalu baik kepadamu maupun saat di sekolah!”
“…Oh, aku merasa seperti yang bersalah sekarang.”
“Enggak! Manjain aku sebagai gantinya.”
Yuki lalu memberi hair
drayer dan sisirnya ke Masachika sambil merenguh. Masachika tau apa yang
dimaksud Yuki, jadi dia mengambil itu sambil menghela nafas dan duduk di kasur.
“Hehe, tolong perlakukan aku dengan lembut~”
Yuki nampak senang saat dia perlahan mendekati Masachika dan duduk
membelakanginya.
“…Aku enggak terlalu mahir dengan ini.”
Dia mengaktifkan hair drayer
dan dengan hati-hati menyisir rambut panjangnya. Mereka duduk sambil diam untuk
beberapa saat, tapi saat Masachika mengubah suhu hair drayer menjadi dingin, Yuki tiba-tiba angkat suara.
“Hmm…jadi kau akan menjadi anggota OSIS dengan Alya-san sebagai
ketua.”
“Ahh…enggak juga.”
“Ha? Seharunya kau lebih bersemangat untuk itu, kan? Persaingan
antar kakak beradik untuk pencalonan ketua OSIS jarang terjadi, loh.”
“Ha ha ha.”
Masachika hanya tertawa atas perkataan Yuki yang ada unsur anime
di dalamnya.
“Aku akan mengatakan ini untuk menghindari kesalapahaman. Yuki,
aku melakukan ini bukan karena aku enggak menyukaimu atau apa, ok?’
“Oh, aku ngerti benget, kok~! Onii-chan itu mencintaiku, kan?”
“…Yah, anggap saja begitu…”
“Haha, sisi dere Onii-chan mulai muncul, tuh.” (Tln: ‘Dere’ adalah ikon kata untuk seseorang
tsundere maupun kuudere. Mungkin kayak malu-malu cuek :v)
“Diam.”
Yuki tak bisa menahan tawanya saat tubuhmya sedang digelitik.
Kemudian Yuki menggelengkan kepalanya saat dia sedang duduk dengan lutut di
depan Masachika.
“Ok, sekarang aku baik-baik saja.”
“Benarkah?”
“Iya, makasih.”
Dia mengambil hair drayer
dan sisir dari Masachika dan melepaskan gelitikannya. Dia berbalik dan mulai
berjalan menuju pintu.
“Yah, kurasa kita sekarang adalah rival…Ah, betul kan.”
“Ya, betul.”
“Aku akan baik-baik saja walau mungkin ada kelicikan di sana-sini,
kalau kau sudah muak dengan Alya-san, aku akan selalu ada di sini, ok?”
“Enggak, berbuat licik itu enggak sportif. Aku enggak akan
melakukan itu.”
“Nah, kan pada akhirnya kau akan kembali bersamaku.”
“Kau benar-benar cewek yang baik.”
“Hehe, sampai jumpa, dadah nyaa~”
Dia tertawa imut saat mendengar jawaban dari kakaknya dan
meninggalkan kamarnya, saat Yuki menutup pintu, Yuki mengepalkan tinjunya,
berbisik pada dirinya sendiri agar Masachika tak mendengar.
“Ahh…jadi dia sudah menemukan seseorang sebagai motivasinya, ya.”
Yuki hanya berbisik dan kata-kata lembut itu ditujukan kepada
kakaknya.
“Aku juga senang untuk itu, Onii-chan.”
Tatapan matanya diselimuti rasa baik dan penuh perhatian, suaranya
juga dipenuhi dengan kasih sayang. Setelah beberapa detik menengok ke kamar
kakaknya, Yuki berbalik dan menuju ke kamar pribadinya.
“Ahhh~ Berarti aku enggak cukup baik di banding dia, ya…”
Dia menutup pintu kamarnya dan berbisik pada dirinya sendiri
sembari bersandar di pintu.
Dia menengok kakinya sebentar, masih bersandar di pintu, lalu dia
kembali menengok ke atas.
“Tapi, yah…”
Dan pada saat itu, tak ada rasa cinta maupun kebencian yang
tersirat di pikirannya. Sebaliknya, hanya ada rasa keseriusan yang tinggi yang
ada di dalam pikirannya.
“Tapi, aku enggak akan kalah.”
Raut wajahnya saat dia mengatakan itu terdapat keseriusan yang
tinggi…itu seperti rasa keseriusan Masachika saat dia mengatakan akan membantu
Alya.
*****
“Nnn…”
Keesokan paginya, Masachika terbangun
karena alarmnya sudah berbunyi. Masih dalam keadaan mengantuk dia berguling
untuk menggapai jam alarm dan mematikannya.
“Haaaiiyemmgoreng…”
Dia pun bangkit dari posisi tidurnya
dan membuka gorden. Saat dia menyipitkan mata dari sinar matahai pagi yang
cerah, dia tiba-tiba menyadari sesuatu. Saudara perempuannya, yang biasa membangunkan
Masachika dengan suara ribut, saat ini tak ada di sana.
“…”
Sekarang Masachika sedang
memikirkannya, kemarin malam Yuki bersikap agak aneh. Biasanya, setelah mereka
kelar nonton bersama, mereka akan mendiskusikan isi di dalam film itu. Tapi
kemarin malam, Yuki dengan cepat tertidur begitu mereka selesai menonton anime
favoritnya.
“Haahhh…”
Mungkin
dia lebih dari terkejut karena penghianatanku. Dia bilang dia enggak apa-apa,
tapi mungkin aku telah menyakitinya.
Pemikiran seperti itu muncul di benaknya saat dia sedang menggaruk
rambutnya yang berantakan dengan ekspresi cemberut. Sampai sekarang, tak ada
tanda-tanda kemunculan Yuki. Suasana di luar kamarnya benar-benar sunyi.
Mungkin dia sudah pergi ke sekolah lebih awal karena enek melihat Masachika,
atau dia mungkin masih tertidur karena dia kesulitan tidur nyenyak kemarin malam.
“Ah…”
Masachika membayangkan keadaan Yuki yang sedang menangis di atas
kasurnya. Dia kembali merasa lega karena dia pikir saudara perempuannya bukan
tipe yang melakukan itu, tapi dia masih sedikit merasa bersalah dalam dirinya.
Masachika pun bangkit dari atas kasurnya, dia berpikir akan melakukan sesuatu
untuk menghiburnya, tapi pada saat itu…
“Wahh?!”
Tiba-tiba, seseorang memegang pergelangan kakinya, dan Masachika
terbanting ke belakang, Masachika langsung menjauhkan dirinya dari tempat dia
jatuh ke sisi lain ruangan, dan satu tangannya menempel di dadanya. Jantungnya
berdebar kencang karena kaget. Kemudian dia melihat Yuki dengan senyum iblis,
satu tangannya Yuki nampak timpul dari bawah kasurnya.
“Buahahaha! Kau pikir kau akan mati karena monster, kan?! Kocak
banget lihat tingkahmu barusan! Aku adalah cewek yang enggak mengikari janji
yang kubuat!”
“Ohh, kau ternyata…!”
Tawa sombong Yuki membuat Masachika mengingat perkataan Yuki tempo
hari. Yuki bilamg kepadanya, ‘Aku akan masuk ke kolong kasurmu dan memegang
pergelangan kakimu saat kau bangun, ok?'. Masachika pikir bahwa ini adalah
balasan karena kemarin karena dia sudah membuat Yuki tersakiti, tapi sekarang
dia semakin yakin… Bahwa saudara perempuannya bukan tipe orang yang akan
tertekan hanya dengan hal sepele seperti itu!
“Buahahaha! Hahahaha…haha...”
Kemudian ketawa-ketiwinya mulai meredah dan tangannya jatuh ke
lantai secara perlahan. Saat dia sedang
menggerakan tangganya dan berusaha beridiri dari bawah kasur, Yuki tersenyum
imut.
“Bantu aku berdiri.”
“Ehh?”
“Aku enggak bisa keluar, kau tau. Jangan buatku mengatakannya
lagi, itu memalukan…”
Agaknya Yuki tersangkut diantara kardus dan tumpukan buku tulis
lamanya yang dia simpan di bawah kasurnya, Entah bagaimana Yuki bisa berhasil memasukan
tubuhnya ke sana, tapi mungkin karena itu terlalu sempit, jadi dia tak bisa
keluar. Yuki melambaikan tangannya dan tersenym, seolah sedang berkata, ‘Hehe,
aku dalam masalah, ya’. Sebagai tanggapan Masachika hanya tersenyum lembut, dan…mengambil
selimut dari atas kasurnya dan menaruh di depan wajah Yuki.
“Oyy! Apa yang kau lakukan-!!!”
“Kau-! Aku akan mengurungmu di sini! Aku akan mengurungmu! Haha,
ini balasanku-!”
“Kyaaa! Aromanya seperti cowok! Aku akan hamil!”
“Tentu saja itu enggak akan terjadi! Kau hanyalah cewek manja yang
enggak berpengalaman tentang hal itu!
“Aku memang benar-benar cewek yang manja, masalah buat luh?”
“Oh, cewek yang manja, ya. Mari kita buat kau manja di bawah
kasurku saja kalau begitu!”
“Kyaaaa! Berhentii!!!”
Pada akhirnya, tak ada perasaan serius atau canggung. Kakak beradik itu terus saling bercanda satu sama lain sampai sebuah mobil datang untuk menjemput Yuki.
2 comments