NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Aru Hi Totsuzen Gyaru no Iinazuke ga Dekita V1 Chapter 1

Chapter 1 - Ada Waktu Ketika Aku Juga Berpikir Demikian

 

Gyaru ekstrovert yang populer, Hanatsuki Miran. Sosok yang kupikir tidak akan pernah berinteraksi dengan anak laki-laki introvert seperti aku.  

 

***

 

Satu tahun kehidupan SMA-ku telah berlalu, dan aku telah memantapkan posisi introvertku sehingga tidak sedikitpun tergoyahkan. Bahkan ketika aku memasuki tahun keduaku, posisiku itu seharusnya tidak akan pernah berubah—tetapi ada situasi yang tidak terduga terjadi.

 

"Hei, hei, kenapa kamu selalu berpura-pura tidur?" tanya seseorang.

 

Saat aku sedang berpura-pura tidur pulas sewaktu istirahat, ada seseorang yang mendekatiku lagi hari ini. Dari suaranya yang ceria dan menyejukkan itu, jelas merupakan suara seorang gadis, sampai-sampai hampir membuatku bereaksi karena perasaan kesal. Namun, karena keadaanku yang sedang berpura-pura tidur ini, aku tidak punya pilihan lain selain bertahan dan tidak melakukan apa-apa.

 

"Hei, hei, kamu itu sudah bangun, kan?" beberapa colekan pelan mengenai bahuku.

 

Ini … jari yang mencolekku, kan!?

 

Aku hampir tidak pernah disentuh oleh seorang gadis sebelumnya, yang membuat rasa kesalku pun semakin bertambah. Sementara aku bingung harus bagaimana, dia terus mencolek pundakku, dan akhirnya, setelah merasa ragu sesaat, aku mengangkat wajahku sambil bertingkah seolah-olah baru saja terbangun dari tidurku.

 

"Ah, akhirnya kamu meresponku!" katanya.

 

Warna rambutnya yang cerah berkelap-kelip di depan mataku, disertai dengan bola matanya yang lebar dan bulu matanya yang panjang. Kemudian, terlintas juga dalam pandanganku, seragam sekolahnya yang longgar dan ujung jarinya yang indah. Dia adalah Hanatsuki Miran—seorang ekstrovert gyaru yang populer—berdiri di depan tempat dudukku.

 

"............"

 

Meskipun sempat waspada terhadap kasta teratas sekolah yang muncul di hadapanku—entah mengapa, mau tidak mau sejenak aku terpesona olehnya. Hanatsuki-san adalah seorang gyaru, sekaligus seorang gadis yang sangat menawan.

 

 


Rambut semi panjangnya yang diwarnai cerah, bersinar terang saat bermandikan cahaya matahari, dan di saat itu pula aku mengetahui bahwa rambutnya telah dirawat dengan hati-hati. Mata dan hidungnya yang tertata jelas itu berada di antara parameter cantik dan imut, begitu elok sehingga orang-orang mungkin bertanya-tanya, apakah dia ini berasal dari spesies yang sama. Tubuhnya yang mengintip dari seragam sekolah longgarnya, terlihat kencang, tetapi masih memiliki nuansa yang cukup montok, memberikan kesan yang seksi. Bahkan aku, seorang otaku yang hidup di dunia dua dimensi, terpesona akan keindahan yang anggun ini.

 

"Aku sudah lama penasaran sih, apa tidak lelah jika kamu berpura-pura tidur setiap kali istirahat?" Hanatsuki-san memiringkan kepalanya dan mengajukan pertanyaan itu padaku.

 

Bagiku, justru lebih melelahkan mencari seseorang untuk diajak ngobrol daripada berpura-pura tidur!

 

Seandainya aku mengatakannya dengan jujur, gyaru ekstrovert yang populer tidak akan pernah memahaminya. Maksudku, bagaimana dia bisa tahu kalau aku sedang berpura-pura tidur? Menurutku, sikapku ini sudah sempurna.

 

"T-Tidak, aku tidak berpura-pura tidur ….”

 

Aku mencoba mengatakan itu dengan kebanggaan introvertku, tetapi sama sekali tidak bisa terucap, karena aku biasanya tidak banyak berbicara.

 

"Maksudnya?" Hanatsuki-san pun mendekat ke arah wajahku, mencoba mendengar suaraku.

 

Jaraknya sungguh sangat dekat. Wajah cantiknya yang mendekatiku itu hampir bersentuhan dengan wajahku, membuatku panik.

 

"Tidak, tidak!”

 

Kemudian aku balik bertanya sembari mengalihkan pandangan dan postur tubuhku dari Hanatsuki-san, "K-Kamu menginginkan sesuatu dariku?"

 

"Cuma mau bertanya karena penasaran, sih."

 

"Eh?"

 

Hanatsuki-san pun terkikik saat melihat reaksiku dan kembali menuju teman-temannya.

 

A-Apa? Apa yang sebenarnya terjadi, sih!

 

Setelah menyadari bahwa gadis-gadis lain juga memperhatikan aku, aku langsung menjatuhkan diri ke atas meja dan berpura-pura tidur sekali lagi.

 

Situasi yang tidak terduga terjadi ketika memasuki tahun keduaku. Penyebabnya, karena  aku berada di kelas yang sama dengan Hanatsuki Miran, si ekstrovert gyaru yang populer.

 

Sebenarnya, hari ini bukanlah pertama kalinya aku diajak bicara oleh Hanatsuki Miran. Bahkan, baru beberapa hari kami menjadi teman sekelas, dia sudah mengajakku berbicara lebih sering daripada yang bisa kuhitung dengan kedua tanganku, dan faktanya lagi, hal itu justru sudah terjadi di berbagai kesempatan jauh sejak tahun pertamaku di SMA.

 

Meskipun aku berada di ruang kelas yang berbeda dengan Hanatsuki-san saat tahun pertama, tetapi setiap kali berjumpa dengannya pada jam istirahat, sepulang sekolah, di acara sekolah, dan di lain kesempatan, besar kemungkinannya dia akan menyapaku. Pada awalnya, aku hanya terkejut bahwa dia mau berbicara dengan orang yang suram sepertiku, seolah-olah itu kemampuan biasa yang dimiliki oleh kasta teratas sekolah. Namun, dengan semakin seringnya dia berinteraksi denganku, malah membuatku menjadi semakin bingung.

 

Aku tidak mengerti mengapa gadis populer seperti dia berusaha keras untuk terlibat denganku. Sikapnya tidak seperti dia sedang mengasihani aku yang introvert dan penyendiri. Namun, tidak juga seperti dia sedang mengolok-olok ataupun membenciku. Menurutku, dia hanya mau bercanda dan menikmati reaksiku. Entahlah, aku juga penasaran apa yang dipikirkan Hanatsuki-san saat memanggilku. Bisa dibilang, aku tidak bisa membaca niat gyaru tersebut. Dari penilaianku, dia bukanlah gadis yang jahat. Akan tetapi, karena sejak awal aku tidak menyukai orang yang ekstrovert, hal itu membuatku merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.

 

Kemudian, saat memulai tahun kedua, aku berakhir sekelas dengan Hanatsuki-san. Siswa laki-laki merasa begitu senang karena bisa menjadi teman sekelas seorang gyaru yang cantik dan populer, sedangkan aku merasa sangat tertekan. Karena—

 

"Kalian sudah pernah mengunjugi toko baru yang ada di depan stasiun?"


"Tidak, aku belum pernah, sih. Tetapi, cemilan di sana terlihat sangat lezat, lho."

 

"Aku mah sudah pergi ke sana bersama pacarku dan tokonya sangat luar biasa, dah."

 

"Toko baru yang ada di jalanan utama itu sangat kekinian, kan?"

 

""Begitulah~!""

 

Setiap kali jam istirahat, percakapan antara para gadis terjadi di dekat tempat dudukku. Tentu saja, Hanatsuki Miran adalah sosok yang menjadi pusatnya.  Lalu, di dekatnya—

 

"Pelajaran hari ini membosankan, huh~"

 

"Kemarin, aku digangguin sama bocah dari SMA lain, tahu? Sudah kusikat sih, tapi benar-benar membosankan, dah—"

 

"Hei tunggu, musik ini sangat keren, kan?"

 

Anak laki-laki yang gaul berbicara dengan lantang di kelas, mencoba menarik perhatian para gadis. Tidak sampai di situ, ada juga mereka yang berasal dari kelas lain ataupun angkatan yang berbeda, rela datang jauh-jauh ke kelas ini, demi bisa berbicara dengan Hanatsuki-san dan para gadis lainnya, sekalian menunjukkan eksistensinya dengan berbicara lantang dalam obrolan mereka.

 

Begitulah! Kehadiran para gadis populer di kelas, mau tidak mau mengubah ruang kelas menjadi dunia mereka yang berisik. Dengan mengetahui hal ini saja, sudah membuatku tertekan. Namun, tidak sampai di situ. Sebagai orang yang paling tidak bisa menonjolkan diri, kehadiranku dapat dengan mudah tertelan dalam dunia mereka yang ceria itu.

 

"Hei, hei—"

 

Perhatian orang-orang di sekitar tertuju padaku, karena gadis populer yang menjadi incaran para lelaki gaul, menyapaku sekaligus mm masalah yang lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu. Sebagai orang yang sudah menjalani kehidupan introvert selama lebih dari sepuluh tahun, aku bisa dengan mudah memahami bahwa tatapan mereka itu tidaklah baik bagiku. Memang, tidak sampai dianggap sebagai saingan, mengingat statusku hanyalah laki-laki introvert yang membosankan. Namun, aku masih bisa merasakan tajamnya tatapan mereka.

 

Oleh karena itu, aku berusaha keras untuk tidak mencolok daripada saat tahun pertamaku dan menghindari kebencian dari mereka. Namun, usaha itu selalu gagal setiap kali Hanatsuki-san berbicara padaku, dan sebaliknya, aku malah semakin dibenci. Jadi, aku sangat berharap dia berhenti melakukan hal itu padaku.

"Mengapa dia berbicara denganku?” gumamku.

 

Dari sudut pandang gadis yang populer, seorang yang introvert dan pemurung mungkin adalah hal yang langka, tetapi meskipun begitu—aku benar-benar tidak mengerti mengapa dia terus-menerus menggangguku.

 

"Itu mustahil—"

 

Mungkinkah, dia …. menyukai … aku?

 

Tidak, tidak, tidak, tidak! Sama sekali tidak! Jangan salah paham, wahai aku!

 

***

 

"Hei, hei."

 

Hari ini pun sama, dia mencolek bahuku saat aku berpura-pura tidur di sepanjang jam istirahat. Saat ini sudah menjelang akhir bulan April, tetapi gangguan Hanatsuki-san kepadaku sudah menjadi kejadian yang hampir terjadi setiap hari. Setidaknya dua kali dalam sehari dia akan memanggilku seperti ini.

 

"Hei, hei, kamu sudah bangun, kan?" tanya dia.

 

Sialan, mengapa dia terus menggangguku seperti ini!

 

Aku bingung apakah akan terus berpura-pura tidur atau sebaliknya, tetapi aku merasa seperti akan terus dicolek dan diganggu tanpa henti olehnya, sehingga pada akhirnya aku dengan enggan mengangkat wajahku. Tentu saja, aku melakukannya sambil bertingkah seperti baru bangun tidur. Berpura-pura tidur adalah salah satu dari sedikit keahlianku, jadi aku tidak bisa asal-asalan untuk yang satu ini.

 

“Apa? Apa yang kamu mau?"

"Kualitas berpura-pura tidurmu hari ini sangat bagus!" dia memujiku.

 

Gyaru ini mengejek aku?

 

Aku sadar akan tatapan yang datang dari sekitarku dan mencoba kembali untuk berpura-pura tidur, tetapi Hanatsuki-san malah mencondongkan tubuhnya ke depan sambil bertanya, "Ngomong-ngomong, bukankah kamu sudah punya pacar?"

 

"Pacar?"

 

Aku sudah punya pacar—tentu saja tidak! Fakta itu sejelas siang hari. Tidak, tunggu sebentar! Aku memiliki banyak pacar di dalam layar! Meskipun mereka hanya berbicara dengan kalimat yang sama dan berbentuk dua dimensi! Namun, itu hanyalah lelucon bodoh otaku sepertiku yang mustahil dipahami oleh seorang gyaru, dan ditambah lagi, aku tidak memiliki keberanian atau keterampilan dalam bercanda dengan mereka. Oleh karena itu, aku akan menjawabnya dengan jujur.

 

"Aku tidak punya.”

 

"Begitu, ya," menanggapi jawabanku, Hanatsuki-san membuat semacam ekspresi lega.

 

Berdasarkan reaksinya itu, aku merasakan deja vu yang luar biasa. Kalau diingat-ingat lagi, aku pernah didekati oleh Hanatsuki-san saat berada di koridor dan ditanyakan pertanyaan yang sama ketika kami baru saja masuk sekolah. Pada saat itu, obrolan yang kami bahas itu sama, dan ekspresi Hanatsuki-san pun sama seperti sebelumnya.

 

"............?"

 

Apa sih yang dipikirkan gyaru ini?

Termasuk yang terakhir kali, aku benar-benar tidak tahu alasan mengapa dia repot-repot menanyakan pertanyaan ini padaku. Apakah karena dia menyukaiku? Aku sudah lama membuang jauh-jauh pikiran yang menjengkelkan itu. Di sisi lain, dia juga tidak berniat untuk menjatuhkanku—ataukah dia hanya penasaran?

 

Saat kepalaku merenungkan hal itu, Hanatsuki-san mengajukan lebih banyak pertanyaan, "Bukankah kamu sudah punya pacar?"

 

Eitts, siapa sih yang orang yang kamu tanyakan? Ini aku, lho? Si paling introvert, otaku, dan penyendiri, kamu tahu? Jika aku punya skill yang mumpuni untuk mendapatkan pacar dalam kehidupan nyata, tentu aku tidak akan berpura-pura tidur seperti ini. Namun begitu, aku sendiri tidak berpikir bahwa gadis ini punya maksud jahat. Dari tatapannya saja, aku bisa merasakan perasaan yang sangat tulus.

 

"Tidak … tentu tidak,” aku menjawab dengan respons yang kacau balau.

 

Bukan berarti aku tidak ingin punya pacar, tetapi terlalu sulit untuk jujur mengatakannya karena aku sendiri begitu introvert untuk melakukan hal seperti itu. Ah ….. Namun, aku pernah mendapatkan pengakuan cinta dari seorang gadis ketika aku masih kecil.

 

Aku bertemu dengan seorang gadis yang tenang itu, ketika sedang melakukan tamasya bersama orang tuaku. Entah bagaimana, kami saling bertemu setiap kali melakukan tamasya, yang membuat kami berteman dan berakhir dia mengakui perasaannya padaku. Kalau kuingat lagi, itu adalah periode paling populer dalam hidupku. Akan tetapi, kami tidak pernah bertemu lagi dan aku juga penasaran bagaimana kabar gadis itu.

 

Kemudian, aku memalingkan wajah dari gadis yang ada di depanku ini seolah-olah ingin melarikan diri dari kenyataan,

 

"Nah, adakah seseorang yang kamu sukai sekarang?" Hanatsuki-san bertanya kepadaku, mencondongkan tubuhnya ke depan dengan sekuat tenaga.

 

"S, seseorang yang aku sukai?”

 

A-Apa? K-Kenapa dia sangat ingin tahu hari ini! Sementara aku kebingungan, pada saat yang sama, "Nn--?" pandanganku mengembara liar. Blus yang dia kenakan, area dadanya longgar. Hal ini terjadi karena ketika Hanatsuki-san mencondongkan tubuhnya ke depan dan menopang di atas meja, belahan dadanya itu masuk ke dalam bidang pandangku.

 

"Jika kamu punya seseorang yang disukai, aku ingin kamu memberitahuku," dia mendekatkan wajahnya dengan ekspresi serius.

 

Mungkin dia memang mengenakan make-up, tetapi kulitnya terlihat halus dan mulus saat dilihat dari dekat. Kombinasi penghancur dari parasnya yang cantik dan belahan payudaranya yang tersembunyi, terlalu merangsang bagiku sebagai orang yang introvert, sampai-sampai membuat pandanganku menjadi liar. Terlebih lagi, dia sangat wangi!

 

"Apakah kebetulan ada seseorang yang kamu sukai?"

 

"S-Secara khusus, tidak!”

 

"Hmm, serius?" Hanatsuki-san menunjukkan ekspresi ambigu di wajahnya, seolah-olah dia lega atau khawatir tentang sesuatu.

 

Mungkin, jika aku bisa memahami perasaan yang sedang dirasakan oleh gyaru yang ada di hadapanku ini, aku bisa bergabung dalam barisan para ekstrovert sekarang. Namun—

 

"............"

 

Ya, aku tidak bisa memahaminya! Tepatnya, aku tidak tahu bagaimana perasaan para gyaru! Orang sepertiku yang tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan lawan jenis, tentu tidak paham apa yang dipikirkan oleh gyaru yang sedang mengubah ekspresinya di hadapanku ini. Meskipun jarak kami begitu dekat. Maksudku, kalaupun ada seseorang yang aku sukai, tetap saja aku tidak mengerti kenapa aku harus memberitahunya!

 

Aku sudah tidak tahu lagi! Kumohon, berhentilah berbicara padaku! Menjauhlah dariku! Kamu itu terlalu merangsang aku! MP komunikasiku pun sudah menjadi nol! Teman-teman sekelasku juga ... oh, mereka semua melihat ke sini!

 

Aku semakin gelisah ketika menyadari bahwa orang-orang melihatku lebih intens dari yang aku bayangkan.

 

"Ngomong-ngomong ..."

 

Kemudian, dia mendekatkan wajahnya ke arahku dan berbisik,

"Aku juga tidak punya pacar, lho."

 

“Eh, b-begitu ya?"

 

Karena terlalu fokus pada sekelilingku, aku sedikit terlambat dalam memahami kata-katanya. Aku juga masih tidak mengerti mengapa dia mengatakan hal seperti itu, tetapi itu sedikit mengejutkan. Aku tidak tahu harus bagaimana mengatakannya, tetapi menurutku, Hanatsuki-san itu gadis yang cantik, gayanya modis, sekaligus seorang gyaru-ekstrovert, yang tidak mengherankan jika dikatakan dia punya satu atau dua pacar. Dengan kata lain, apakah cuma kebetulan dia tidak punya pacar sekarang?

 

Saat memikirkan hal ini, Hanatsuki-san tersenyum seolah-olah dia membaca pikiranku dan berkata, "Aku belum pernah punya pacar sebelumnya, lho?"

 

"Eh! S-Serius?" secara tidak sengaja, aku berlebihan menanggapinya.

Itu lebih dari sekadar mengejutkan, berada di luar ekspektasiku. Sejak hari pertama aku masuk sekolah, Hanatsuki Miran adalah pusat pembicaraan di antara para siswa laki-laki, dan kuyakin dia juga populer saat di SMP. Dia bisa saja punya sejumlah pacar kalau dia mau. Akan tetapi, apakah ada alasan khusus untuk itu?

 

Yah, kecuali apa yang dia katakan itu bukanlah kebohongan. Namun, sangat mungkin bahwa dia hanya bercanda denganku sekaligus merasa terhibur karena ada seorang introvert yang mudah diperdaya dengan apapun yang dikatakannya.

 

"Reaksimu sangat lucu!"

 

Bisa dilihat, Hanatsuki-san cekikikan melihatku. Namun tetap saja, jika diingat-ingat lagi, aku belum pernah mendengar gosip Hanatsuki-san yang bersikap genit di SMA ini sebelumnya. Meskipun dia sering diajak bicara oleh para laki-laki yang gaul, tetapi dia justru lebih sering bergaul dengan teman-teman perempuannya. Walaupun, tiada keraguan kalau dia populer di kalangan anak laki-laki, dan tentunya dia seorang gyaru.

 

Dia ini, sebenarnya sedang mengolok-olok aku, kan?

 

"Sejujurnya, apa yang aku katakan sebelumnya itu benar, kok."

 

Hanatsuki-san mengatakannya sekali lagi, seakan-akan dia memang bisa membaca pikiranku. Ekspresi gyaru yang menatapku sambil mencondongkan tubuhnya ke depan itu, begitu serius, dan tiada tanda-tanda kalau dia bercanda—seketika tatapannya itu membuatku canggung.

 

"Oh, begitu.”

 

Aku tidak terbiasa bertatapan mata dengan lawan jenis, membuatku hanya bisa menganggukkan kepala. Bahkan jika apa yang dikatakan gyaru ini benar, lalu apa gunanya memberitahuku itu?

Sejak awal, aku benar-benar tidak paham kenapa kami bisa sampai pada topik ini, dan aku juga tidak tahu harus bagaimana menanggapinya?

 

"Hei, sebentar—Miran!"

 

Ketika aku tersesat dalam kebingugan, dengan suasana yang tidak dapat dijelaskan, sebuah suara yang memanggil Hanatsuki-san terdengar—

 

"Ya, karena memang begitu—" Hanatsuki-san tersenyum pahit saat mengatakan itu padaku, lalu meninggalkan tempat dudukku.

 

"Fiuh …."

 

Sambil menghela napas, aku memperhatikan Hanatsuki-san mendatangi para gadis yang memanggilnya. Rasanya seperti badai telah berlalu. Aku pun melihat sekelilingku, dan menyadari tatapan para gadis dan para anak laki-laki gaul yang biasanya mengelilingi Hanatsuki-san masih tertuju padaku. Untuk menghindari pandangan mereka yang seperti panah, aku merebahkan diri di atas meja dan berpura-pura tidur lagi.

 

"Huh, aku lelah."

 

Dari segi waktu, itu adalah percakapan yang singkat, tetapi tetap saja aku merasa lelah setelah menggunakan seluruh keterampilan komunikatif bahkan pada tingkat yang paling rendah. Selain itu, pertanyaan yang Hanatsuki-san ajukan itu sangatlah mendalam, seolah-olah aku mendengarkan kisahnya sendiri. Serius, apa yang diinginkan dia padaku ketika membahas tentang pacar?

 

"Mustahil!”

 

Apakah dia naksir dengan aku? Tidak, tidak, tidak! Itu tidak mungkin! Jangan terlalu cepat menyimpulkan, wahai aku! Dia itu gyaru yang populer, tahu? Mungkin saja jika aku adalah anak yang gaul, tetapi aku ini kebalikannya, dan jelas dia tidak akan memiliki perasaan itu terhadap si introvert penyendiri, seperti aku ini. Dengan kata lain, dia hanya iseng. Ya, keisengan seorang gyaru. Jelas-jelas dia menikmati reaksiku, dengan memprovokasi seorang otaku introvert yang tidak tahu apa-apa tentang cinta.

 

"Haaa~"

 

Itulah sebabnya aku tidak menyukai para laki-laki gaul dan gyaru. Jelas, pikiranku kacau dibuatnya. Apa yang harus kulakukan, jika aku yang tidak memiliki kekebalan terhadap para gadis, secara tidak sengaja jatuh cinta?! Yah, karena aku sudah mencapai level introvert akut, aku sudah mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari hal itu.

 

--Hanatsuki Miran hanyalah seorang gyaru ektrovert.

--Hanatsuki Miran kebetulan merasa penasaran.

--Hanatsuki Miran itu baru mengenal introvert penyendiri seperti aku dan merasa tertarik.

 

Begitu, kan? Dengan memikirkannya begitu, aku akan sadar bahwa Hanatsuki-san mengganggu dan menyentuhku itu hanyalah suatu kebetulan. Dia itu hanya merasa penasaran karena menemukan sesuatu yang sangat berbeda, yakno introvert penyendiri seperti aku. Dengan kata lain, dia hanya merasa senang dan tertarik pada hewan langka yang dia temukan di kebun binatang. Sekarang, dia tertarik karena kami sekelas, sehingga rasa ingin tahunya pun memuncak, tetapi pada saatnya nanti, dia akan bosan dan tidak akan meggangguku lagi.

 

Karena, kami sudah hidup di dunia yang berbeda sejak awal. Aku juga tidak pernah berpikir bahwa hubungan kami akan semakin mendalam, justru ini hanyalah sesuatu yang sifatnya sementara.

 

***

 

Menurutku, itu berjalan seperti yang kubayangkan. Gangguan dan candaan Hanatsuki-san yang dia lakukan kepadaku perlahan berkurang. Mengingatnya kembali, hal itu dimulai setelah hari di mana kami mengobrol tentang status hubungannya.

 

Pertama, waktu istirahat di mana aku sering diganggu olehnya, menjadi lebih  tenang. Dia memang membuat keributan di sekitarku, tetapi tidak ada kontak mulut dengannya, sehingga aku bisa berpura-pura tidur dengan lebih mudah. Selain itu, ketika berpapasan dengannya di gedung sekolah, dia biasanya akan memanggilku, tetapi hal itu juga sudah berhenti sekarang. Dia hanya akan melewatiku dengan tanpa suara, seolah-olah tidak mempedulikan aku.

 

"............"

 

Gangguan itu memang mereda, tetapi entah kenapa juga membuatku merasa sedikit kesepian. Meskipun tidak terlalu berdampak, karena hal ini adalah apa yang kuharapkan. Merasa cukup senang karena tidak kelihatan begitu mencolok lagi, dan tidak lagi mendapatkan tatapan dari anak-anak gaul itu.

 

Namun, sebagaimana umumnya, ketika kamu secara tiba-tiba tidak lagi diganggu oleh orang lain, bahkan seorang introvert penyendiri seperti aku pun, pasti akan merasa penasaran—

 

"Aku ingin makan parfait di sana!", "Makanan itu porsinya besar, dan kamu bakalan jadi gemuk, lho?", "Tidak akan seburuk itu jika kita membaginya dengan beberapa orang, kan?". "Kalau begitu, mari kita beli itu lain kali."

 

Sewaktu istirahat, aku duduk di meja belajarku seperti biasanya, dan melirik sekilas ke arah sekelompok gyaru yang sedang asyik membicarakan tentang makanan.

 

"----"

 

Kemudian mataku tiba-tiba bertemu dengan gyaru populer yang ada di tengah-tengah mereka. Seketika itu juga, aku merasa bahwa dia mengalihkan pandangannya dariku. Ya, aku mengerti dan suatu hal yang wajar. Akhirnya, mungkin dapat dikatakan seperti ini—aku sadar kalau aku punya kemampuan yang bisa membuat orang lain merasa tidak nyaman denganku, tetapi sebelum aku menyadarinya, para gyaru yang sebelumnya penasaran pun ikut membenciku. Alasannya—ada banyak yang bisa kubayangkan.

 

"Tapi, sejak awal—”

 

Tidak ada yang menyenangkan bagi seseorang yang gaul untuk berinteraksi dengan orang yang introvert, jadi tingkah yang dia lakukan sebelum-sebelumnya itu adalah hal yang tidak normal.

 

Tidak apa-apa, semuanya sudah kembali seperti sedia kala. Seperti yang aku perkirakan dan yang aku harapkan. Bahkan, satu milimeter pun aku tidak merasa kesal.

 

"Haaa~”

 

Tidak, maafkan aku, sejujurnya rasanya sedikit menyedihkan. Aku biasanya tidak terlibat dengan orang lain, jadi sudah lama sejak ada orang yang jelas-jelas menjauhkan dirinya dariku. Pada dasarnya, aku hanya bisa menganggap hal yang terjadi sebelumnya hanyalah mimpi. Mimpi di mana aku diganggu oleh gyaru yang populer. Sekali lagi, mimpi ini penuh dengan khayalan seorang otaku. Bisa dikatakan, suatu mimpi yang indah.

 

"............"

 

Karena mimpi itu sudah berakhir, mulai sekarang aku akan kembali ke kehidupanku seperti sebelumnya, menjadi seorang otaku introvert, di mana tidak ada yang menggangguku. Memang terasa sedikit menyedihkan, tetapi begitulah seharusnya. Juga, aku tidak akan pernah diganggu lagi oleh gyaru. Selamat datang kembali, wahai diriku yang introvert.

—Kupikir begitulah seharusnya!!!

 

Namun, ada sebuah harapan, delusi, dan impian. Suatu kejadian yang jauh melebihi apapun yang bisa terbayangkan di dalam benakku. Itu terjadi … pada senja Ahad di pekan itu.

 

***

 

Hari itu, aku mengalami hari yang super malas. Sampai-sampai orang tuaku berteriak, "Berapa lama kamu mau berdiam diri di tempat tidur!". Aku bangun sebelum tengah hari, lalu menonton anime terbaru di situs video resminya, dan memaksa diriku yang malas memainkan berbagai game. Belajar? Yah, aku akan melakukannya nanti. Hari libur yang terbaik adalah menghabiskan waktu di dalam rumah. Lain halnya dengan orang-orang ekstrovert, yang dikatakan bahwa mereka menghabiskan liburan dengan bermain di luaran, sesuatu yang menurutku tidak masuk akal.

 

"Oke, akhirnya aku mengalahkannya!" akhirnya aku mengalahkan bos game yang membosankan, melepas headphone, dan berbaring.

 

"Hei, Shuuji!" seketika terdengar suara dari luar kamar, dan tanpa menunggu jawabanku, ibuku masuk.

 

"Hei, jangan masuk ke sini begitu saja!"

 

Apa yang harus kulakukan jika dia masuk saat aku sedang menampilkan sesuatu yang memalukan?

 

"Aku sudah memanggilmu ratusan kali. Salah sendiri karena tidak menjawab," sebaliknya Ibu menyalahkanku.

 

Sikapnya yang tidak masuk akal itu adalah hal yang biasa, tetapi penampilannya sekarang tidak seperti biasanya, yang membuatku memiringkan kepala dan bertanya, "Okaa-san, ada apa dengan penampilanmu?"

 

Rambut panjangnya ditata rapi dan diatur seolah-olah dia baru saja ke penata rambut, make-up-nya luar biasa bagus, dan dia mengenakan pakaian modis yang digunakan untuk pergi jalan-jalan.

 

"Apakah Okaa-san mau pergi ke suatu tempat?" tanyaku lagi.

 

"Kemarilah sebentar."

 

Dia tidak menjawab pertanyaanku, sebaliknya memberi isyarat dengan riasan wajah yang serius.

 

"Apa? Apakah makan malam sudah siap? Atau apakah kita akan makan di luar?"

 

Aku melihat jam tanganku, masih terlalu cepat untuk makan malam, tetapi—

 

"Bukan itu. Ayolah."

 

"Eh, apa?"

 

Karena suasana yang serius, aku hanya bisa menurut dan meninggalkan ruangan. Ketika turun ke ruang tamu, aku mendapati ayahku duduk di meja dengan raut wajah kesal dan tangannya yang bersilang. Dia selalu berpakaian seadanya pada hari libur, tetapi sekarang dia berpakaian begitu rapi dan keren sehingga dia terlihat seolah-olah akan pergi bekerja.

 

"Shuuji, duduklah di sana."

 

Ayahku mendesak aku untuk duduk di kursi di seberangnya. Sedangkan Ibu, duduk di samping ayah, dan sejenak aku ditatap oleh mereka berdua dengan ekspresi serius.

"Apakah aku … melakukan sesuatu yang salah?”

 

Suasananya canggung, seolah-olah aku sedang diomeli. Aku pun memutar otak untuk mengingat apakah aku telah melakukan kesalahan, tetapi aku bingung karena begitu banyaknya hal yang mengisi pikiranku. Namun, aku yakin tidak melakukan apa pun yang menjadi alasan kuat untuk diomeli seperti ini. Seharusnya … begitu, kan?

 

"Shuuji, ada sesuatu yang perlu kukatakan padamu.”

 

"Hei, ada apa, Ayah? Apa yang terjadi?”

 

Menurutku, ini hal yang cukup serius sampai-sampai Ayah dan Ibu bersusah payah berpakaian rapi dan berbicara kepadaku. Serius, aku kebingungan. Mereka tidak bisa kuprediksi!

 

"Sebenarnya, Shuuji—"

 

Saat aku merasa tidak enak dengan apa yang akan dia katakan, Ayah berdehem dan berkata, "Kamu punya tunangan."

 

"Heee?”

 

‘Kamu punya tunangan?’

 

Butuh waktu cukup lama bagiku untuk memahami maksudnya, karena ada beberapa kata yang asing bagiku. Aku mencoba meluangkan waktu untuk mencerna kata-kata itu, tetapi pikiranku tidak bisa mengikuti makna mengejutkan yang terkandung di dalamnya. Saat aku terdiam di sana dengan tatapan kosong, Ayah berkata lagi kepadaku, "Shuuji, kamu itu sudah punya tunangan."

 

"Tunangan … aku, punya tunangan? Tunangan!?”

 

Tidak, tunggu sebentar. Tenanglah wahai aku!

 

Pertama-tama, apa makna dari kata "Tunangan"? Apakah itu satu kerabat dengan ochazuke (nasi dengan teh yang dituangkan di atasnya) atau fukujinzuke (irisan sayur yang diasamkan dengan kecap asin)? Tidak, tidak, itu tidak ada hubungannya secara kontekstual. Nah, jika aku ingat dengan benar, "Tunangan" adalah pasangan pernikahan yang sudah diputuskan oleh orang tua, seperti calon mantu, kan?

 

"Apakah tunangan itu benar-benar … untukku?"

 

"Benar," Ayah dan Ibu mengangguk serius.

 

S-Sepertinya itu benar-benar … nyata. Namun, "Tunangan," adalah kata yang belakangan ini hanya aku lihat dalam manga dan anime atau karya kreatif lainnya. Aku memiliki "Tunangan"? Hal yang seperti itu? Aku masih belum memahami kata-katanya, tetapi ayahku menjelaskannya seolah-olah mengingat kembali masa lalu.

 

"Ayah dan ibumu ini berteman baik dengan orang tua pihak lain, dan suatu ketika kami pernah membahas tentang menikahkan anak-anak kami. Atas permintaan pihak lain, seandainya Shuuji punya pacar, kedua belah pihak akan membatalkan tunangan ini—"

 

Seakan melanjutkan serangkaian kata ayahku, ibuku berkata dengan ekspresi yang menyayangkan, "Sebagaimana kata ‘Koibito” tanpa ‘Ko’ maka tidak ada harapan jika kerjaanmu hanya tersenyum pada gadis-gadis dua dimensi sepanjang hari. Aku bertaruh padamu, Shuuji, kamu tidak akan pernah mendapatkan pacar."

 

"Tidak, tidak, apakah itu kata-kata yang diucapkan oleh orang tua sendiri!"

 

Menyakitkan, tetapi itulah kebenarannya! Namun, setelah pahitnya kenyataan menghantamku, akhirnya aku terbangun dari keterkejutan karena masalah pertunangan. Di depanku, ayahku mengangguk-angguk setuju mendengar kata-kata ibuku dan, "Itulah sebabnya—" terus menjelaskan, "Kami telah berbicara dengan pihak keluarga lain, dan telah memutuskan untuk melanjutkan perihal pertunangan."

 

"Tapi perlu kamu tahu, ini tidak seperti kami tiba-tiba membicarakan tentang tunanganmu.”

 

Dari sudut pandang mereka, kedengarannya ini seperti bahasan yang sudah ada sejak lama, tetapi dari sudut pandangku, ini muncul begitu saja. Saat aku menggaruk-garuk kepala dalam kebingungan dan keraguan, ayahku mengatakan sesuatu yang bahkan lebih mengejutkanku,

 

"Pokoknya, tunanganmu itu akan datang hari ini untuk bertemu, jadi sebaiknya kamu persiapkan diri untuk menyambutnya."

 

"Eeeeh!? Di sini!? Serius!?”

 

Bukannya aku tidak siap, hanya saja semuanya terjadi secara tiba-tiba sehingga aku tidak bisa mengikuti semuanya!

 

"Ini terlalu mendadak!"

 

Ibu menghela napas saat berkata kepadaku yang panik, "Jika aku memberitahumu sebelumnya, kamu pasti akan membuat alasan untuk menolak atau melarikan diri."

 

"Yah, mungkin begitu! Tetapi apa yang harus aku lakukan untuk hari ini!"

 

“Jangan bimbang, untuk saat ini temui saja dia.”

 

"Tidak, dari mananya kata ‘temui saja dia’ itu!”

 

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menyapanya! Aku bahkan tidak tahu apakah mampu berbicara dengan lawan jenis dengan benar!? Maksudku, gadis seperti apa yang akan datang? Apakah aku bermimpi? Aku mencubit pipiku, tetapi rasa sakitnya seperti umumnya. Atau, apakah ini prank? Namun, ketika aku melihat ke sekeliling ruangan, tidak ada kamera.

 

"Ayo, bersiap-siaplah!" ibu dan ayahku berdiri sambil melihat jam.

 

Sekali lagi aku melihat mereka, dan baru saja mengerti setelah sekian waktu berlalu.

 

"Apakah ini sebabnya ayah dan ibu berpakaian sangat rapi hari ini?"

 

“Itu benar. Shuuji, kamu harus berganti dan membersihkan diri juga. Pakaianmu itu bau.”

 

Satu kata lagi yang menyakitkan. Kemudian ibu dan ayah mulai mendekorasi ruang tamu dan menyiapkan makanan untuk menyambut calon menantu mereka. Saat mereka berdua mulai sibuk, aku mulai menyadari bahwa topik tentang  tunangan dan fakta bahwa dia akan datang menemuiku hari ini adalah nyata dan benar adanya.

 

"Tunangan, ya ….”

 

Introvert sepertiku, punya tunangan? Memangnya gadis seperti apa dia? Semakin aku memikirkannya, semakin gugup pula jantungku berdebar, dan keringatku dingin pun mulai keluar.

 

"U-Untuk sekarang, aku harus berganti pakaian! Tidak, mungkin aku harus mandi juga.”

 

Perasaan cemas, penasaran, dan gugup. Dengan begitu banyak hal yang berputar-putar di kepalaku, aku berlari ke kamar mandi dan memutuskan untuk menyegarkan penampilanku, yang masih sama seperti saat baru bangun tidur.

 

***

 

Sudah hampir tiba waktunya untuk kedatangan tunanganku.

 

"Huu … haaaa ….”

 

Apakah aku pernah merasa begitu gugup seperti ini di sepanjang hidupku? Tidak, aku belum pernah. Pernahkah aku merasa begitu tertekan di sepanjang riwayat hidupku? Sama sekali belum pernah. Beberapa menit yang lalu, hari Ahad ini adalah hari yang normal, tetapi dalam waktu yang singkat semuanya berubah begitu drastis. Aku duduk di kursi ruang tamu, menunggu dengan perasaan gugup dan cemas.

 

"Lagi pula ….”

 

Gadis seperti apa yang akan menjadi tunanganku? Jelas saja, aku akan bertanya-tanya tentang hal itu.

 

"Hmm~ dia pasti—”

 

Tunanganku itu pasti gadis yang polos dan introvert seperti aku? Bisa jadi, gadis yang suka berolahraga? Atau bagaimana jika dia adalah anak nakal yang sangat menakutkan. Pertama-tama, usianya belum tentu seumuran denganku, bisa saja lebih tua atau lebih muda dariku. Bahkan, seandainya aku bertanya kepada orang tuaku tentang hal itu, mereka hanya mengatakan, akan lebih menyenangkan kalau kamu bertemu sendiri dengannya nanti! Imajinasiku dibuat menggila dan aku merasa kepala ini akan segera meledak.

 

"Tetapi meskipun begitu—"

Bahkan di tengah-tengah semua ini, ada bagian dari pikiranku yang merasa ragu. Apakah dirinya tidak keberatan menjadi tunanganku? Tidak, yang lebih penting lagi, apakah dia menerima ide tentang pertunangan ini? Dengan kata lain, pertunangan ini adalah apa yang diputuskan oleh orang tua kami, tetapi apakah dia sendiri setuju dengan itu?

 

Aku baru saja diberitahu hal itu secara mendadak, dan hanya bisa mengikuti arus, tetapi kupikir pihak lain itu sudah diberitahu sebelumnya, dan aku penasaran bagaimana perasaan dia saat datang ke sini. Kemudian lagi, aku penasaran, akankah dia mengatakan, "Aku tidak bisa menerimanya!" saat kami bertemu nanti. Terus terang, aku takut hal itu terjadi.

 

"Huh......"

 

Aku terus memikirkan hal yang berputar-putar itu sepanjang waktu dan tidak mampu menghentikan kegelisahanku. Kemudian, ketika mencapai putaran keempat dari kegelisahan panjangku, akhirnya—Ding-dong! Interkom berbunyi.

 

"----!"

 

Aku bangun dengan kaki gemetar seperti anak rusa yang baru lahir, mencoba langsung menuju pintu depan, tetapi gemetarku itu membuat ayah dan ibuku cemas, sehingga mereka menyuruhku untuk diam di tempat dan menunggu.

 

"Ya ampun, kamu sudah tumbuh besar, ya! Kamu datang sendirian?" , “Masuk, masuk, jangan sungkan untuk masuk."

 

Terdengar suara keras ibu dan ayah yang menyambutnya di depan pintu.  Bercampur dengan mereka, aku bisa mendengar suara sayup-sayup yang menurutku itu adalah suara tunanganku. Aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas dari sini, tetapi itu cukup untuk membuatku menyadari kehadirannya. Jantungku pun berdetak dengan sangat cepat karena rasa gugup itu.

 

"............!" suara langkah kaki dari ketiga orang itu datang ke arahku.

 

Gadis seperti apa sih tuanganku itu?

 

"Huuuu … haaa ….”

 

Pokoknya, tenanglah, wahai aku! Cobalah untuk berhenti gemetar!

 

Saat aku menarik napas dalam-dalam dan berdiri tegap, pintu ruang tamu terbuka di depanku.

 

"Maaf mengganggu—" suara yang sejuk dan ceria.

 

Orang tuaku menuntunnya ke ruang tamu, dan gadis yang menjadi tunanganku itu masuk ke dalam ruangan. Dia adalah—

 

"Nn, n?”

 

Aku tidak bisa mempercayai mataku dan menggosoknya. Karena, gadis yang diperkenalkan sebagai tunanganku itu—sangat—atau lebih tepatnya, adalah orang yang sangat kukenal sebelumnya.

 

"Senang berkenalan denganmu—" gadis yang menjadi tunanganku itu tersenyum, dan menyapaku. Rambutnya yang terang, bergoyang halus sembari berkilau dalam cahaya ruang tamu. Kulit putihnya, mata lebarnya, dan hidung mancungnya. Lalu, ada jari-jemarinya yang ramping dan terawat. Pakaiannya juga tidak mencolok, tetapi seluruh tubuhnya dipenuhi dengan keanggunan yang tidak tertahankan, sampai-sampai membuatku begitu takjub.

 

"—aku Hanatsuki Miran!" lanjutnya.

 

Ya. Sosok yang ada di hadapanku saat ini adalah puncak dari kasta sekolah, yakni gadis ekstrovert yang paling populer di sekolah. Gadis yang biasanya bermain-main dan berbicara denganku saat di sekolah—si gyaru, Hanatsuki-san!

 

"----" dampaknya terlalu kuat untuk diterima oleh otakku.

 

 

Aku terdiam membeku dengan mulut menganga. Mengapa bisa ada Hanatsuki-san di sini? Aku sudah menunggu tunanganku datang dan mau menyapanya, lho? Apa itu artinya, Hanatsuki-san adalah orang yang menjadi tunanganku? Tidak, tidak, Apakah tidak salah!?

 

"Err—" aku dalam keadaan yang kacau.

 

Kemudian, ibuku mencolekku dengan sikunya dan berkata "Ayo, sapa dulu dia," dan akhirnya aku tersadar setelah empat kali colekan.

 

"Eh, aku Eizawa Shuuji.”

 

Meski kebingungan yang melanda otakku masih belum terselesaikan, aku tetap menyebutkan namaku. Rasanya sangat aneh untuk memperkenalkan diri kepada seseorang yang sudah kukenal.

 

"Hal yang baru bagi kita untuk bertemu di luaran sekolah, kan?" Hanatsuki-san mengubah sikap formalnya, dan berbicara kepadaku dengan senyum cerahnya yang biasa. Dengan ekspresi dan kata-kata itu, aku diingatkan sekali lagi bahwa gadis yang ada di hadapanku ini adalah gyaru yang merupakan teman sekelasku.

 

"Di sekolah, kami sekelas sekarang," saat dia menjelaskan kepada ayah dan ibuku, Hanatsuki-san memberiku tatapan yang memintaku untuk menyetujuinya. Aku yang masih belum bisa mengatasi tekanan ini, hanya bisa  menganggukkan kepala.

 

"Aku sudah mendengar itu dari orang tuamu. Tapi, Shuuji tidak mengganggumu, kan?"

 

Ibu bertanya kepadanya dengan ekspresi cemas, yang dibalas oleh Hantsuki-san dengan tawa kecil dan berkata, "Tidak mengganggu, kok. Justru dia tanggap ketika aku berbicara dengannya dan reaksinya juga selalu menarik."

Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, ada orang yang mengatakan reaksiku itu menarik, tetapi aku tidak yakin apakah aku harus bahagia atau tidak saat mendengar kalimat itu. Terlebih lagi, akan lebih tepat jika mengatakan bahwa aku dipaksa untuk menanggapinya. Meskipun, akhir-akhir ini kami sudah menjaga jarak.

 

"............?"

 

Benar. Tanpa kusadari, Hanatsuki-san membenciku dan aku harus menjaga menjaga jarak darinya. Jadi, mengapa dia ada di hadapanku sekarang sebagai tunanganku?

 

Ketika aku mengingat kembali tingkah Hanatsuki-san akhir-akhir ini, aku jadi semakin bingung dengan situasinya. Namun, saya tidak memiliki keberanian untuk menyuarakan keraguan dan pikiranku di sini dan saat ini aku hanya bisa menyaksikan percakapan antara gyaru di kelasku dengan orang tuaku seolah aku sedang melamun.

 

"Aku tidak ingin mengobrol sambil berdiri, jadi silakan duduk. Shuuji, jangan hanya berdiri di sana, duduklah juga."

 

Karena dipersilakan oleh orang tuaku, kami berdua duduk dengan saling berhadapan. Saat mataku berpapasan dengannya, jantungku menjadi berdebar-debar sehingga aku memalingkan wajahku.

 

"Aku akan pergi menyiapkan teh ...." , "Aku akan menelepon orang tuamu ...."

 

Eh!? Kalian akan meninggalkan kami berdua sekarang? Terlepas dari kegelisahanku, Ibu dan Ayah meninggalkan ruang tamu dengan sengaja ....

 

"............"

 

Keheningan yang canggung pun terjadi, saat aku ditinggalkan berduaan dengan Hanatsuki-san.

"............"

 

Aku bertanya-tanya, haruskah aku mengatakan sesuatu, tetapi aku tidak bisa memikirkan satupun topik yang layak, dan ketika aku menyadari fakta bahwa dia adalah tunanganku, aku menjadi agak malu dan tidak bisa memandang wajahnya. Dalam keheningan itu, ketika aku berjuang memikirkan apa yang harus dilakukan—

 

"Hei, hei ..." katanya dengan nada yang sama seperti ketika dia berbicara denganku di sekolah.

 

"Apakah kamu sudah mendengar tentang pertunangan kita?"

 

"Eh, y-ya …,” aku mengangguk-anggukkan kepala sambil menghindari kontak mata. Mungkin, aku adalah pihak yang paling tidak nyaman saat ini.

 

"Uh, maafkan aku."

 

"......?"

 

Permintaan maaf Hanatsuki-san datang seketika. Aku gemetar karena gugup dan malu, tetapi menjadi sedikit tenang saat wajahnya juga menunjukkan perasaan canggung.

 

"A-Ada apa?”

 

Aku memiringkan kepalaku, tidak tahu apa yang dia minta maafkan, dan Hanatsuki-san membuka mulutnya sambil sedikit menunduk.

 

"Maksudku, akhir-akhir ini kita seperti saling berjauhan saat di sekolah ….”

 

Belakangan ini, aku memang tidak lagi berinteraksi dengannya selama jam istirahat, aku juga tidak lagi didekati ketika kami berpapasan, dan seandainya mata kami bertemu, dia akan mengalihkan pandangannya. Aku merasa seperti kami sedang menjaga jarak—meski aku terlambat menyadari bahwa itulah yang sebenarnya Hanatsuki-san bicarakan.

 

"Bagaimana mengatakannya ya … aku itu merasa malu … ketika menyadari bahwa aku adalah tunanganmu, tahu?"

 

Tidak seperti penampilannya yang biasanya ceria, pipi Hanatsuki-san merona karena malu dan ekspresi wajahnya juga gelisah. Sementara aku terkejut dengan penampilannya itu, aku mengangguk dalam hati sambil berkata, "Aku mengerti". Jadi, fenomena rasa gugup dan malu yang barusan aku rasakan juga terjadi pada Hanatsuki-san. Apakah itu berarti dia sudah tahu tentang pertunangan sejak saat itu?

 

"Bukannya aku membenci dan menghindarimu! Tapi, aku minta maaf."

 

Ingatan tentang sensasi dibenci dan tertekan telah sirna dariku. Seketika itu juga, aku melambaikan tanganku pada Hanatsuki-san yang meminta maaf.

 

"Aku tidak keberatan sama sekali, kok! Tidak apa-apa," balasku.

 

"Terima kasih! Tetapi agak aneh juga kalau kamu sama sekali tidak mempedulikannya,” katanya sambil tersenyum pahit.

 

Aku tidak tahu mengapa dia tersenyum seperti itu, tetapi sekarang aku hanya mengikuti suasana hati dan ikut tersenyum.

 

"Reaksimu itu sangat lucu, tahu?!" kemudian Hanatsuki-san kembali tersenyum seperti biasa.

 

Ketika kupikir dia akan tertawa untuk sementara waktu—tiba-tiba dia tersenyum padaku dengan ekspresi malu yang berbeda, dan berkata, "Mulai sekarang, sebagai tunanganmu, aku mengandalkanmu, Shuuji."

 

Jantungku berdetak kencang. Sebelumnya aku selalu memalingkan muda darinya, tetapi kali ini, aku tidak bisa beranjak dari senyuman gadis itu. Tidak, aku tidak ingin melewatkannya. Menurutku, dia lebih menawan daripada ilustrasi gadis cantik 2D lainnya yang pernah kulihat.

 

"----"

 

Hanatsuki Miran, si ekstrovert yang populer, sekaligus gyaru di kelasku itu … adalah tunanganku. Aku masih agak bingung. Aku tidak cocok dengan orang yang ekstrovert dan gyaru … tetapi karena kecantikannya, sejujurnya ada bagian dari diriku yang senang akan hal itu. Perasaanku campur aduk, dan aku belum mengatur bagaimana isi kepala dan hatiku.

 

"A-Aku mengandalkanmu juga ….”

 

Dengan gentar aku menundukkan kepala dan menjawabnya dengan beberapa patah kata. Untuk saat ini, aku memutuskan untuk menerima situasinya.

 

"Entah kenapa, ini membuatku gugup, sih.”

 

Ketika aku melihat Hanatsuki-san tersenyum, aku merasa malu dan menggaruk-garuk kepalaku. Omong-omong, ketika menerima peristiwa yang terjadi di depanku ini, sejenak aku berpikir dan menyadari sesuatu,

 

Apakah Hanatsuki-san tidak keberatan memiliki tunangan yang introvert sepertiku?

 

Dari tidakan dan perkataan dia sebelumnya, tampaknya dia menerima ide pertunangan ini, tapi—Hanatsuki-san memiliki banyak pilihan. Jika dia mau, dia bisa memiliki masa depan dengan banyak pria yang lebih baik dariku. Bahkan jika ini adalah pertunangan yang diputuskan oleh orang tua kami, apakah dia tidak keberatan ditunangkan dengan laki-laki introvert dan otaku seperti aku?

 

"Ada apa?"

 

"Tidak, umm ….”

 

Perasaan ragu menguasaiku saat mencoba bertanya kepadanya. Mata Hanatsuki-san begitu jernih tanpa keraguan, dan aku merasa bimbang untuk mengajukan pertanyaan yang suram dan hina ini.

 

""Maaf membuat kalian menunggu ...,"" kemudian, entah bisa dibilang waktu yang tepat atau tidak, orang tuaku kembali ke ruang tamu—dan akhirnya aku gagal mengajukan pertanyaan itu.

 

*** 

Setelah itu, kami berempat makan malam bersama Hanatsuki-san, tetapi aku tidak banyak terlibat dalam obrolan karena kegugupanku. Seperti yang kuduga, Hanatsuki-san benar-benar orang yang ekstrovert, dapat dilihat dari dia yang begitu senang dan terbuka saat mengobrol dengan orang tuaku dari awal hingga akhir.

 

Kemudian, ketika malam semakin larut. Orang tua Hanatsuki-san datang untuk menjemputnya—yang kusapa mereka di depan pintu masuk, tetapi aku sangat gugup dan tidak ingat sama sekali apa yang kukatakan. Satu-satunya hal yang masih teringat jelas dalam benakku adalah bahwa orang tua Hanatsuki-san adalah pria dan wanita yang menawan, berbeda dengan orangtuaku. Kedua orang tua kami kelihatan sangat akrab satu sama lain, dan berbincang cukup lama di depan pintu.

 

"Kalau begitu, sampai jumpa besok di sekolah—" ucapnya.

 

"Y-ya. Semoga selamat sampai di tujuan," balasku.

 

Aku keluar dari pintu masuk dan melihat Hanatsuki-san naik ke dalam mobil orang tuanya. Hingga mobil itu menghilang dari pandanganku, barulah aku masuk ke dalam, berbicara sewajarnya dengan orang tuaku, dan kembali ke kamar.

 

"Aku lelah ….”

 

Aku menjatuhkan diri ke tempat tidur. Bersama dengan hilangnya ketegangan, perasaan lelah menyelimutiku. Hanya dalam waktu setengah hari, hidup bisa berubah seperti itu. Kondisi mentalku yang rapuh berteriak pada betapa cepatnya peristiwa dan besarnya perubahan yang terjadi. Ada banyak hal yang harus aku pikirkan, tetapi rasa kantuk telah menguasaiku.

 

"Aku akan mengurus semuanya besok—"

 

Setelah melepaskan semua beban itu, aku pun tertidur.

 

TL: Zhone-sensei (YouthTL)

 

Prev Chapter || ToC || Next Chapter

 

Post a Comment

Post a Comment

close