Chapter 3 - Kencan Pertama
Aku bukanlah tipe orang yang terlalu mengkhawatirkan masalah pribadi. Jika aku terlalu memikirkannya, aku tidak akan bisa menikmati kehidupan introvert dan penyendiri ini. Sebelumnya, aku adalah orang yang sangat egois, tetapi baru akhir-akhir ini aku merasa sangat khawatir. Hal ini terjadi sejak aku memiliki tunangan seorang gyaru. Sejak Hanatsuki Miran menjadi tunanganku, aku mendapati kesempatan untuk menghadapi hal-hal yang selama ini aku hindari dan tidak pernah kualami. Dengan begitu, jumlah hal yang mengganggu pikiranku pun semakin bertambah banyak.
Sebagai contoh, tentang cara berinteraksi dengan Miran di sekolah adalah salah satu masalah yang menggangguku. Tunanganku, Hanatsuki Miran, sangat populer di kalangan laki-laki maupun perempuan, sekaligus merupakan orang yang berada di posisi yang sama sekali berbeda dengan introvert sepertiku. Tidak sulit membayangkan apa yang akan dipikirkan oleh orang-orang di sekitarku jika mereka mengetahui bahwa Miran adalah tunanganku. Jadi, aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak berbicara dengannya di depan umum supaya orang-orang di sekitarku tidak mengetahuinya. Namun demikian, karena kami berada di kelas yang sama, mau tidak mau, aku dibuat peka oleh kehadiran Miran.
Tanpa disengaja, aku jadi sering mengamati pergerakan Miran. Walaupun ada kalanya, aku merasa gugup saat mata kami berpapasan. Di sisi lain, ada beberapa orang yang merasa tidak nyaman dengan hubungan kami, sehingga aku berusaha untuk tidak terlalu menarik perhatian supaya masalahnya tidak menjadi lebih runyam.
Setelah itu, ada masalah lain lagi. Belakangan ini, aku merasa semakin banyak anak laki-laki yang mendekati Miran. Atau mungkin aku merasa seperti itu karena lebih peka akan kehadirannya. Namun intinya—mereka yang mendekati Miran adalah anak laki-laki gaul yang pandai dalam berkomunikasi, tidak gugup dalam berinteraksi, dan mereka dipersiapkan dengan baik untuk menjadi orang yang populer.
Setiap kali anak-anak yang gaul ini terlibat dengan tunanganku, perasaan minder tanpa tujuan muncul di dalam diriku. Tentu saja, bukan berarti aku tidak punya rasa percaya diri. Hanya saja, gadis yang begitu cantik dan populer, yang sampai membuat para ekstrovert itu mendekatinya—adalah tunanganku. Jadi wajar saja, jika aku ingin membanggakannya.
Namun, itulah masalahnya—
Apakah suatu hari nanti, seorang introvert dan otaku sepertiku akan diabaikan sepenuhnya?
Ataukah akan baik-baik saja jika aku tetap seperti ini?
Rasa frustasi yang lahir dari perasaan minder terhadap diri sendiri karena tidak sebanding dengan tunanganku semakin besar dari hari ke hari.
***
Waktu makan siang tiba lagi hari ini. Aku meninggalkan ruang kelas tanpa menarik perhatian seperti biasanya. Ketika aku berjalan menyusuri koridor yang sepi, terdengar suara ceria yang sudah familiar kudengar di belakangku.
"Shuuji~" panggilnya.
Ketika aku terkejut dan berbalik, aku melihat tunanganku berlari dengan membawa kantong kertas ke arahku.
"Mi, Miran?"
Biasanya, aku terlebih dahulu memeriksa apakah ada orang lain di koridor, tetapi—seketika mataku tertuju pada sosok Miran. Aura ceria yang meluap dari penampilannya yang bagus, begitu indah dan mempesona. Meskipun koridornya gelap dan teduh, tetapi aku merasa tingkat kecerahan dan saturasi di sekelilingnya meningkat. Pasti seperti inilah perasaan kelelawar saat tiba-tiba disinari cahaya yang begitu terang. Ketika aku memikirkan sesuatu yang tidak ada kaitannya itu, Miran meminta maaf dengan nada memelas.
"Maaf, aku sudah berjanji untuk makan bersama Adzuki dan Hanako hari ini, jadi aku mungkin tidak bisa pergi ke tempat yang biasa kita kunjungi."
"Eh, aah, jangan khawatirkan hal itu!"
Sejak hari pertama kami bertukar kontak smartphone, aku dan Miran jadi sering makan siang bersama di belakang gedung sekolah. Namun, seperti yang kamu bayangkan dari kasta teratas di sekolah, dia memiliki banyak teman dan sering diajak pergi saat istirahat makan siang.
"Sungguh, aku minta maaf!"
"Kamu tidak perlu meminta maaf seperti itu, kok. Tidak apa-apa memprioritaskan temanmu dibanding aku."
Aku mengatakannya serius, bukan bermaksud untuk menyindirnya. Orang-orang mungkin berpikir bahwa aku berbicara dari sudut pandang si penyendiri, tetapi yang kumaksud adalah agar dia tetap memperhatikan teman-temannya. Aku juga merasa tidak enak karena membuatnya mengkhawatirkan aku! Jangan khawatirkan aku! kataku sambil melambaikan tangan, yang dibalas oleh Miran dengan senyuman.
"Shuuji memang orang yang baik hati, ya."
"M-Maksudnya?”
Aku merasa bingung saat mendengarnya. Daripada bersikap baik hati, aku malah berpikir untuk meminta maaf. Kemudian, saat Miran menatapku seperti itu, dia menawarkan sebuah kantong kertas.
"Ini, bento-mu."
“T-Terima kasih!"
Sekali lagi aku memeriksa koridor untuk memastikan tidak ada orang lain di sana, dan menerima kantong kertas itu. Di dalamnya terdapat kotak makan siang. Merasakan beratnya kantong kertas itu, perasaan bahagia membuncah di dalam diriku, tetapi pada saat yang sama, rasa bersalah juga muncul.
"............"
Miran membuatkan bento untukku. Akan tetapi, karena kami memutuskan untuk merahasiakan fakta bahwa kami sudah bertunangan saat di sekolah—alih-alih memberikan bento ini di ruang kelas, dia malah harus memberikannya di lokasi tetap kami di bagian belakang gedung sekolah, atau di koridor-koridor yang sepi seperti ini.
Memang, aku merasa bersalah karena diam-diam menerima bento yang terus dibuatnya dengan meluangkan waktu dan tenaga, tanpa ada orang lain yang tahu. Namun di sisi lain, jika aku secara terbuka menerimanya di ruang kelas, hal itu akan berdampak buruk pada reputasi Miran. Itulah mengapa, masalah ini menjadi dilema berat bagiku.
"Aku sangat percaya diri akan makanannya hari ini—"
"B-Begitu ya."
Setiap kali aku melihat senyum ceria Miran, perasaan ragu muncul, apakah ini hal yang pantas untuk dilakukan?
"Kalau begitu, aku akan kembali ke kelas dulu, ya♪. Aku akan mengambil kotak kosongnya nanti ...."
"Oh, ya. Terima kasih atas bento-nya," kataku.
Aku memandangi Miran saat dia kembali ke kelas. Ketika tidak bisa lagi melihat bagian belakang rambutnya yang berkilauan, aku menghela napas panjang dan berjalan ke tempat biasa, yaitu di bagian belakang gedung sekolah.
"Hah …,” desahku.
Apakah ini baik-baik saja? Apakah tidak apa-apa jika tetap seperti ini?
Aku merenung sambil merasakan beratnya kotak makan siang yang ada di lenganku. Tidak sedikitpun aku membenci Miran. Sebaliknya, semakin kami saling mengenal, semakin aku bisa merasakan kebaikan hati dan kepolosan Miran, sehingga aku ingin mengenalnya lebih jauh lagi. Di samping itu, aku juga ingin dia mengenaliku lebih jauh, dan jika memungkinkan aku ingin dia menyukaiku.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku sendiri.
Namun, aku tidak tahu caranya, bagaimana berinteraksi dengan dia, dan itulah yang akhir-akhir ini yang sedang kupikirkan.
"Aaaah ….”
Aku tidak tahu bagaimana cara mendekatinya, tidak tahu harus berkata apa, sungguh, ada begitu banyak hal yang tidak kuketahui. Aku ingin berterima kasih atas makan siangnya, tetapi apa yang bisa kulakukan? Bagiku yang merupakan introvert penyendiri, menjadi "tunangan" saja sudah terlalu berat. Namun, di atas semua itu, aku berurusan dengan seorang gyaru ekstrovert, yang dunianya sangat jauh berbeda denganku. Aku merasa seperti tersesat di dalam labirin dan terus bertanya-tanya, bagaimanakah cara melanjutkannya.
***
"Hmmm ...."
Pada malam harinya, aku mengurung diri di dalam kamarku sambil menatap sebuah buku dengan serius. Itu bukan manga ataupun novel, melainkan buku panduan cinta yang berjudul ‘Monyet saja Tahu Dasar-Dasar Cinta’ dengan ilustrasi monyet yang menjengkelkan saat dilihat. Ini adalah buku yang tidak akan pernah aku sentuh di masa lalu, tetapi aku melihatnya di perpustakaan dan tanpa sadar meminjamnya. Begitulah betapa bermasalahnya aku memikirkan bagaimana cara berinteraksi dengan Miran.
"Rupanya, yang tertulis di sini hanyalah hal-hal yang tidak jelas. Bisakah mereka menuliskannya sesuatu yang lebih detail? Seperti, cara seseorang yang introvert berinteraksi dengan gyaru."
Sementara aku sedang mengeluh kepada monyet yang merupakan ilustrasi buku itu. Tiba-tiba, aku merasakan kehadiran di belakangku.
"Semangat sekali belajarnya, ya."
Aku terkejut dan menoleh, hanya untuk mendapati ibuku yang sedang mengintip isi buku tersebut.
"Eh? Jangan sembarangan menerobos masuk ke sini!"
“Ibu sudah mengetuk pintumu, lho?”
“Aku tidak dengar. Setidaknya tunggu sampai aku menjawab—"
Aku mengeluh sambil buru-buru menyembunyikan buku itu, tetapi Ibu tidak mempedulikannya.
"Lebih baik, kamu segera ke ruang tamu."
Ibuku mengangguk santai tanpa mempedulikan keluhanku, dan akhirnya dia hanya mengatakan hal itu lalu keluar dari ruangan.
"Hmm~?”
Aku mengerutkan dahi melihat alur kejadian yang seperti deja vu. Ketika Aku turun ke ruang tamu, ayah dan ibuku sedang duduk di meja dengan ekspresi misterius di wajah mereka. Ini adalah adegan yang sama lainnya.
"Shuuji, duduklah," Ayah memintaku untuk duduk.
Sama halnya dengan yang terjadi sebelumnya, aku tidak dapat menebak apa yang akan mereka bicarakan.
"Shuuji, bagaimana tentang Miran-chan?"
Rupanya tentang hal itu, ya ….
"M-Meskipun Ayah menanyakan itu ...."
Topiknya persis seperti yang kubayangkan, tetapi aku bingung bagaimana menjawabnya. Saat aku kehabisan kata-kata, Ibu berkata kepadaku dengan nada kasihan.
"Karena itu Shuuji, jangan hanya menyalahkan kesulitan dalam berinteraksi sebagai alasan untuk tidak melakukan apa-apa. Kamu begitu pro dalam game, tetapi dalam kehidupan nyata kamu sangat pengecut."
"......!"
Terserah mau mengatakan apa! Aku tidak akan menyangkalnya karena memang itulah kenyataannya! Ketika aku menggertakkan gigi di dalam, ayah yang saling berpandangan dengan ibu, tiba-tiba meletakkan sesuatu di atas meja.
"Shuuji, gunakan ini."
"I-Ini?”
“Ini adalah dana untuk perang.”
Sesuatu yang diletakkan di atas meja adalah sejumlah kecil uang.
"Dana perang? Apa maksudnya?” aku bertanya dalam kebingungan, yang dibalas oleh ayahku dengan ekspresi serius di wajahnya.
"Ajaklah Miran untuk pergi berkencan. Gunakan uang ini sebagai biaya kencan kalian."
"K-Kencan?"
Kencan itu ...! Apa yang mereka maksud dengan "Kencan"? Kata itu sangat asing bagiku sehingga membutuhkan waktu untuk merenungkannya sejenak. Seketika itu juga, aku teringat bahwa itu adalah suatu perintah dalam permainan simulasi cinta, yang mana membuatku tertegun.
"Aku … akan berkencan dengan Miran?”
Pada saat itu, aku mungkin terlihat seperti seekor kucing yang sedang memikirkan alam semesta.
"Sudahlah …. jangan terlalu keras memikirkannya, kalian berdua cukup pergi dan bermain bersama di hari libur berikutnya," Ayah mengulanginya dengan nada yang penuh perhatian, sedangkan ibu entah kenapa terlihat sedih.
"Mengajak Miran bermain bersama …?”
Meski aku diberitahu untuk tidak terlalu keras memikirkannya, tetapi tetap saja terpikirkan. Bagaimanapun juga, Aku tidak bisa membayangkannya sama sekali. Kenapa? Karena, itu suatu hal yang tak terbayangkan di mana aku yang seorang otaku introvert, dan Miran, seorang gyaru ekstrovert, bermain bersama.
"Apa yang akan kamu lakukan, Shuuji?" Ibu mengajukan pertanyaan padaku saat aku sedang berpikir.
"Apa yang akan aku lakukan …?”
Sejujurnya, Aku bingung jika tiba-tiba diminta untuk mengajak Miran untuk pergi kencan. Bahkan, aku tidak bisa membayangkannya. Namun—
Dalam situasi tersebut, yang terlintas dalam benakku adalah bayangan Miran yang berusaha keras untuk membuatkanku bento. Senyum tulus yang dia tunjukkan saat berbicara denganku. Ekspresi bahagia di wajahnya saat aku memberitahukan pendapatku tentang makan siang buatannya. Mengingatnya kembali, aku merasa berterima kasih kepada Miran. Namun, pada saat yang sama, ada rasa bersalah karena terlalu mengkhawatirkan pandangan orang lain saat dia memberikan bento kepadaku, yang disebabkan oleh perasaan minder dan frustasi di dalam hatiku.
Aku memikirkan kembali semua hal ini, menghembuskan napas panjang dan mengambil keputusan, “Aku akan mengajak Miran berkencan."
Aku ingin berterima kasih kepadanya karena telah membuatkanku makan siang, dan ini mungkin menjadi kesempatan yang baik. Selain itu, kuharap aku bisa menggunakan kesempatan ini untuk mencari tahu cara berinteraksi dengan Miran. Ketika aku mengambil keputusan, orang tuaku terlihat sedikit terkejut.
"Shuuji yang suka bimbang itu …! Ibu jadi sangat terharu." "Bagus, Shuuji! Kamu pasti bisa!"
Aku tidak tahu apakah mereka itu mendukungku atau tidak. Sulit membedakannya.
***
"Aku memang mengatakan akan mengajak Miran berkencan, tapi ….”
Setelah menerima uang dari orang tuaku, sekali lagi aku berdiam diri di dalam kamar, hanyut dalam kebingungan.
"Bagaimana cara mengajaknya berkencan?” tanyaku sendiri.
Segera setelah itu, aku dihadapkan dengan masalah baru. Seperti pada tokoh utama dalam game dan manga, biasanya mereka akan mengajak heroine-nya untuk pergi kencan, tetapi ketika tiba saatnya bagiku harus melakukan itu, aku sama sekali tidak tahu harus bertindak seperti apa. Apakah lebih baik mengajaknya secara langsung? Atau lebih baik mengajaknya kencan dengan pesan yang bisa disimpan? Miran juga pasti memiliki rencananya sendiri, jadi akan lebih baik jika aku mengajaknya secepat mungkin. Namun, apa yang harus kukatakan padanya?
"Aku tidak tahu ….”
Kemudian, aku mencoba mencari informasi dari buku panduan maupun internet, tetapi terlalu banyak saran sehingga membuatku semakin bingung.
"Baiklah, untuk saat ini, aku akan mengajaknya kencan menggunakan pesan yang bisa disimpan.”
Aku membuka aplikasi REIN dan mulai mengetik pesanku. Aku pernah membaca bahwa "Kejujuran itu penting" adalah hal yang krusial dalam buku panduan cinta, jadi aku akan mengingatnya saat mengetik pesanku.
"Menurutku, bukan hal yang bagus jika terlalu berlebihan, jadi aku akan memilih bahasa yang santai saja ….”
Berulang kali aku mengetik berbagai pesan lalu menghapusnya. Akhirnya, aku menemukan kalimat yang tepat setelah sekian kali percobaan. Setelah membaca dan merevisinya berulang-ulang, pesan itu selesai. Sebagai ajakan untuk kencan pertama dalam hidupku, secara pribadi pesan ini tidaklah buruk. Aku juga memastikan bahwa timing mengirimkan pesan pada jam-jam seperti ini bukanlah hal yang gila, dan saat akan menekan tombol kirim seketika jariku berhenti.
"Fiuh ….”
Jantungku berdegup lebih cepat dan jari-jariku gemetaran. Mengajak seorang gadis berkencan adalah hal yang menegangkan! Aku menarik napas dalam-dalam di depan smartphone-ku, dan akhirnya, dengan sekuat tenaga menekan tombol kirim!
"Sudah terkirim ….”
Setelah mengirimkan pesan itu, aku menggeliat di depan smartphone karena menyadari ada beberapa bagian yang seharusnya bisa diketik dengan kata-kata yang lebih bagus. Selain itu, meskipun aku mengajaknya, ada kemungkinan dia tidak tertarik pergi bersamaku. Seandainya ada kata-kata yang salah, bisa jadi aku tidak mendapat balasan. Tidak lama setelah membayangkan hal-hal buruk semacam itu—
"Cepatnya—?"
Dalam hitungan detik, aku mendapatkan balasan.
"............"
Aku menatap pesan dari Miran dan merenung sejenak. Segera setelah mencerna arti kata-kata itu, perasaan senang dan lega meluap dari dalam diriku.
"A-Aku berhasil mengajaknya!”
Rasanya seolah-olah aku berhasil dalam misi tingkat tinggi sebuah game. Jika orang tuaku tidak ada di ruang tamu bawah, aku mungkin sudah melompat-lompat kegirangan. Lalu, aku menahan perasaanku yang meluap-luap dan berusaha membalas Miran—ketika tanganku tiba-tiba kembali berhenti.
"Aku berhasil mengajaknya kencan, tapi apa yang harus kulakukan saat kencan nantinya?"
Karena begitu sibuk memikirkan cara mengajaknya kencan, aku jadi lupa apa yang harus dilakukan saat kencan itu sendiri. Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku mengajak kencan seorang gadis, jadi tentu saja aku belum pernah melakukannya sebelumnya. Peristiwa ini sering terjadi dalam game dan manga, tetapi itu hanya fiksi dan aku ragu apakah aku bisa menirunya. Terlebih lagi, pasanganku ini bukanlah gadis biasa, melainkan seorang gyaru yang modis dan ceria. Menurutku, aku perlu memikirkan lebih lanjut mengenai apa saja isi kencan kami.
"A-Apakah aku bisa?”
Berbeda jauh dengan rasa senang sebelumnya, sekarang sensasi pusing menghampiri. Namun, Miran saja mau menerima ajakanku tanpa rasa ragu dan aku juga harus membuatnya merasa nyaman.
"Ayo lakukan."
Meskipun tidak banyak waktu yang tersisa sebelum kencan di hari Ahad, aku masih punya internet dan buku panduan percintaan! Sejak hari itu, perjuanganku untuk membuat rencana kencan pun dimulai.
Tanpa kusadari, waktu kencan itu semakin dekat—
***
Hari Ahad yang ditunggu-tunggu telah tiba. Prakiraan cuaca yang kuperiksa sebelumnya ternyata benar, karena hari ini adalah hari yang cerah. Aku meninggalkan rumah dengan penampilan serapi mungkin, dan menuju ke tempat pertemuan di kota di bawah sinar matahari yang menyilaukan. Aku sudah menyiapkan rencana kencan dan siap untuk pergi, tetapi masih ada satu kekhawatiran besar yang membayang-bayangiku.
"............"
Buku panduan percintaan mengatakan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebelum kencan, tetapi kondisiku sangat buruk hari ini. Aku tahu apa penyebabnya
"Aku sangat gugup sampai-sampai tidak bisa tidur!”
Ya, aku begitu kewalahan dan kurang tidur! Itu terjadi sebagian karena aku mengurangi waktu tidurku demi membuat rencana kencan hari ini, tetapi yang paling penting, aku sangat gugup kemarin sehingga aku tidak bisa tidur sama sekali! Aku khawatir apakah aku mampu menyelesaikan rencana kencan hari ini setelah begadang semalaman.
"Mungkin aku datang terlalu cepat … tetapi kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ….”
Aku berada di depan patung tembaga bergaya yang berfungsi sebagai titik pertemuan di kota. Dengan aku yang tiba jauh lebih awal dari yang direncanakan, aku memeriksa waktu dan melihat-lihat sekeliling. Karena sekarang akhir pekan, ada begitu banyak orang yang berlalu-lalang. Terutama di tempat pertemuan ini, orang-orang begitu ramai, sehingga membuatku kewalahan sebagai orang yang suka tinggal di dalam ruangan.
"Masih ada 30 menit sampai waktu pertemuan ….”
Tekanannya kuat, tetapi aku jadi punya cukup waktu untuk mempersiapkan diri. Aku berada di sudut tempat pertemuan, menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk tidak menarik perhatian.
"Eh? Shuuji, kamu sudah datang!"
Suara ceria dan menyegarkan yang sudah kukenal. Bahkan, di tengah-tengah berbagai kebisingan yang campur aduk itu, aku dapat mendengar dengan jelas suaranya. Ketika aku berpaling, aku melihat seorang gyaru yang cantik. Sosok yang dijanjikan untuk kutemui hari ini, berlari ke arahku dengan senyum di wajahnya.
“Y-Y-Yo."
Aku merasa canggung dan mengeluarkan suara aneh saat dihadapkan dengan kemunculan Miran yang tiba-tiba.
"Selamat pagi!"
Miran datang tepat di hadapanku. Matanya yang besar itu menatapku, membuatku sedikit gugup, tetapi aku berharap dia mau memaafkan reaksiku itu. Hal itu terjadi karena dia lebih cantik dari biasanya hari ini. Seandainya pun dia hanya mengenakan seragam sekolahnya yang biasa, Miran tetap memiliki pesona yang menarik perhatian banyak orang.
Namun, Miran yang mengenakan pakaian casualnya hari ini begitu cantik dan menawan, sehingga aku yang tidak terlalu paham tentang mode pun, tidak bisa berbuat apa-apa selain mengaguminya. Ketika dia datang untuk menyapaku sebagai tunangan sebelumnya, dia hanya mengenakan pakaian biasa yang kalem, sehingga melihatnya sekarang, aku merasa seakan-akan terkena hantaman yang kuat.
"............"
Sepertinya, bukan aku satu-satunya yang merasakan hal ini, karena mata semua orang di sekelilingku juga tertuju pada Miran—
"Bukankah dia cantik?”, “Apakah dia seorang model?", “Dia sangat fashionable."
Kalimat seperti itu, yang hanya terdengar di anime dan manga, ternyata terjadi di kehidupan nyata.
"Mungkinkah aku salah menentukan waktunya?”
Miran yang mungkin khawatir melihatku berdiri di sana, mengeluarkan smartphone dan mencoba memeriksa jam. Aku yang tersadar setelahnya, berkata dengan panik, "Tidak, tidak, aku cuma datang lebih awal saja!”
Malah, bisa jadi aku yang sudah salah memberitahu dia tentang waktu pertemuannya! Saat Aku panik, Miran bergumam dengan nada agak menyesal, "Aku berencana untuk datang lebih awal dan memberikan Shuuji kejutan. Tapi, aku malah keduluan."
"M-Maaf …." aku meminta maaf secara refleks, sehingga membuat Miran tertawa.
"Mengapa kamu yang meminta maaf? Ew, kamu lucu, dah.”
"Iya juga, ya … hahaha."
Astaga! Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya, malah nada bicaraku terdengar lucu! Apakah aku benar-benar mampu mengatasi hari ini?
"Kalau begitu, ayo kita bersenang-senang!"
"Uh, ya!” aku berjalan pergi sambil ditarik oleh tunanganku yang sangat antusias.
Tenanglah, wahai aku! Tetap tenang! Hari ini, Aku akan memastikan Miran bersenang-senang, sekaligus berterima kasih untuk makan siang yang telah dibuatnya. Sejak awal, aku tersiksa oleh kecemasan dan ketegangan, tetapi sekarang aku sudah kembali ke tujuan hari ini dan menyemangati diriku sendiri.
Dengan begitu, kami memulai kencannya lebih awal dari yang sudah direncanakan, tetapi aku tetap mengikuti rencana yang telah kusiapkan sebelumnya dan membawa Miran ke tempat-tempat yang menurutku akan disenangi oleh para gadis.
***
☆Rencana 1 “Toko Crepes yang Kekinian”
Aku memilih toko yang telah diiklankan di TV dan dengan cepat mendapatkan popularitas di kalangan para gadis! Namun, tentu saja aku biasanya tidak akan pergi ke sana sendirian apalagi mendekatinya. Akan tetapi, aku dengar Miran suka makanan manis, jadi aku ingin memulai kencannya dari sini dahulu.
Faktanya, "Antrean ini tidak terduga ….”
Toko crepe tersebut memiliki antrean sepanjang wahana populer di Negeri Impian, yang membuatku hanya bisa melongo. Aku tidak menyangka orang-orang akan mengantre selama ini untuk mendapatkan crepes! Aku benar-benar meremehkannya! Sementara, aku bingung tentang apa yang harus dilakukan di depan antrean—
"Aku sangat penasaran dengan crepes di sini, lho!" Miran sangat senang melihat toko crepe tersebut, seolah-olah dia tidak menyadari tentang antreannya.
"K-Kamu tidak keberatan mengantre?”
"Yoyuu~! Semakin lama kita mengantre, maka semakin lezat pula makanannya!"
Melihat Miran yang ingin masuk ke belakang antrian, aku merasa sedikit lega. Memang bagus bahwa kami bisa mengantre bersama, tetapi sekarang, aku harus memikirkan cara mengisi waktu sembari menunggu.
"Oh iya, ngomong-ngomong, aku bersyukur dah hari ini cerah."
Aku membuka topik 'pembicaraan cuaca' dari dek percakapan yang telah aku siapkan hari ini, dan Miran menoleh padaku dengan senyum yang menunjukkan bahwa hari ini memang cerah.
"Aku juga sangat bersyukur! Sebenarnya, aku tuh sudah membuat teru teru bōzu, berharap hari ini akan cerah."
"Teru teru bōzu!?"
(TLN: Teru teru bōzu adalah semacam boneka tradisional yang sederhana, dibuat dari kertas atau kain putih yang digantung di tepi jendela.)
"Apakah kamu mau melihat fotonya?"
Miran menunjukkan kepadaku sebuah foto dari smartphone-nya. Di sana ada dua teru teru bōzu dengan mata yang besar.
"Lu-Luar biasa, mereka sangat imut!”
"Imut, dong ♪”
Bahkan gyaru SMA pun membuat teru teru bōzu? Aku begitu terkejut mendengarnya, tetapi aku gagal memperluas percakapan dari sana, dan keefektifan topik 'pembicaraan tentang cuaca' berakhir. Kemudian aku mencoba membuka topik lain seperti tentang 'pekerjaan rumah', 'apakah dia orang yang suka anjing atau kucing', dan seterusnya. Aku mencoba membuat percakapan dari dek percakapan yang sudah kusiapkan, tetapi karena kemampuanku buruk dalam membalas percakapan, aku dengan cepat menghabiskan sebagian besar topik dalam waktu tunggu ini.
Meskipun begitu, aku merasa cukup puas karena berhasil mencegah terjadinya keheningan yang canggung. Sebagai info tambahan, Miran itu adalah seorang penyuka kucing. Akhirnya, tibalah giliran kami untuk memesan crepes. Crepes di toko ini sangat lezat sehingga layak untuk mengantre.
"Ini terlihat sangat bagus dan lezat~!"
Miran mengambil foto-foto crepes dengan smartphone-nya, lalu menyantapnya dengan lahap. Untuk saat ini, apakah rencana ini lumayan?
***
☆Rencana 2 “Toko Aksesoris dan Pakaian Modis”
Sebagai hiburan, kami akan pergi berbelanja di sebuah jalan yang dipenuhi dengan toko-toko aksesoris dan toko pakaian modis serta lucu yang disukai para gadis! Kapan terakhir kali aku membeli pakaian sendiri? Sebagai lelaki yang jarang membeli pakaian sendiri, ini adalah tempat yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Sebagai catatan, pakaian kencanku ini disiapkan oleh orang tuaku.
Miran sangat peka dengan gaya, dan banyak manga serta anime yang menggambarkan para gadis senang berbelanja. Karena itu pula, aku memasukkan hal ini ke dalam rencana.
Faktanya, "Apa-apaan dengan aura yang begitu ceria ini!"
Aku sudah tahu akan ada banyak orang. Namun, orang-orang yang berlalu-lalang di jalan itu, semuanya memancarkan aura ekstrovert, membuatku begitu kewalahan. Bahkan, toko-toko dan lingkungan itu sendiri tampak memancarkan auranya para ekstrovert.
"Ini adalah tempat yang sempurna bagi para ekstrovert ….”
Namun, itulah sebabnya tempat ini begitu menyilaukan. Apakah tidak ada tempat lain yang bisa aku kunjungi? Aku mengerang dalam hati ketika melihat kerumunan orang-orang yang ceria, tetapi perasaanku campur aduk karena aku juga berada di sini. Maksudku, apakah introvert sepertiku boleh berjalan di jalan ini? Aku sempat ragu-ragu untuk menginjakkan kaki di tempat yang ceria itu, tetapi—
"Lihat, lihat, Shuuji! Bukankah yang satu itu sangat lucu? Ew."
Tunanganku yang gyaru itu berjalan menjauh seakan-akan tersedot ke dalam deretan toko.
"Tunggu, tunggu!"
Aku akan kesulitan menemukannya jika sampai kehilangan dia, jadi aku buru-buru mengejar Miran.
"Jika Shuuji menggunakan yang ini, kamu mungkin akan menyukainya, uww ...."
Di depan toko aksesoris yang mewah, Miran menunjuk ke suatu benda dan menoleh ke arahku sambil tertawa.
"Um, yang mana?"
"Yang ini, yang berwarna-warni ini, uww."
Ketika aku melihatnya, ternyata barang itu adalah casing ponsel yang imut tanpa memperhatikan fungsionalitasnya.
"Wah, desainnya keren, ya ... sepertinya kalau dipakai saat menelepon pasti akan menyengat mata, dan warnanya begitu kuat sehingga membuat mataku perih. Apakah ada orang yang sungguhan mau membeli … ini?" gumamku.
Tidak, tetapi jika ini bisa membuatku yang seorang introvert, menjadi lebih berani, aku mungkin masih bisa mempertimbangkannya. Sementara aku memikirkan hal ini dengan serius, Miran terus menunjukkan kepadaku aksesoris dengan desain yang menarik dan benda-benda kecil yang lucu, satu demi satu. Meskipun aku hanya memberikan reaksi yang serius terhadap aksesoris-aksesoris itu, Miran justru hanya tertawa terbahak-bahak. Rasanya, ini sedikit berbeda dari yang aku bayangkan, tetapi Miran sepertinya menikmatinya, jadi mungkin rencana ini bisa dikatakan cukup berhasil.
***
☆Rencana 3 “Toko Pancake yang Keren”
Rencanaku adalah memilih toko populer yang menyediakan pancake yang layak untuk difoto! Tidak perlu dikatakan lagi, aku tidak akan pergi ke sana sendirian.
Aku belum pernah makan pancake sebelumnya. Salah satu jenis dari hot cake? Apa bedanya? Namun, dari sebuah artikel yang kubaca, mengatakan bahwa kebanyakan gadis yang menyukai makanan manis menyukai pancake, jadi aku melakukan reservasinya secara online.
Faktanya, "Gawat dah, crepes tadi saja belum selesai dicerna oleh perutku.”
Memeriksa peta sambil menuju ke toko, perutku terasa kenyang saat aroma manis tercium di udara. Crepe yang aku makan sebelumnya masih ada di dalam perutku. Aku membayangkan crepes sebagai makanan yang ringan, tetapi ternyata cukup berat! Aku merasa bahwa kurangnya pengalamanku di dunia nyata telah membuat perbedaan.
"Mungkinkah aku salah memilihnya?”
Aku rasa Miran juga sudah kenyang, apakah dia masih bisa makan? Namun, karena aku sudah memesan tempatnya, maka waktunya tidak bisa diubah. Beberapa menit berjalan kaki, aku menyesali rencana ini—kami pun tiba di toko pancake yang menjadi tujuan.
"Eh, ini tempat yang terkenal! Ini sangat bergaya!"
Miran berteriak kegirangan saat kami masuk ke dalam toko yang tenang dengan nuansa kayu. Ini membuatku sedikit lega. Kami pun memasuki toko, lalu ada pelayan yang mengantarkan kami ke tempat duduk, dan ketika Aku melihat menunya, aku merasa kaget.
"M-Menunya mantap, dah ….”
Ada sederet foto-foto pancake, dengan rasa manisnya yang sangat kuat dan kalorinya yang berlebihan. K-Kalau begini … apakah sebaiknya minum saja!
Aku juga merasa kasihan pada Miran—dan saat aku mengalihkan pandanganku ke arah tunanganku yang duduk di seberangku—
"Ada banyak sekali jenisnya, sulit untuk memutuskannya~. Mana yang harus kupilih?" Miran melihat menu dengan mata berbinar-binar.
"Yah, kita makan crepe tadi, apakah perutmu masih sanggup?”
"Masih sanggup kok, karena aku lapar akan makanan manis ♪."
"B-Begitu, ya."
Menurutku, crepe pertama yang kami makan sebelumnya juga terasa manis, tetapi aku tidak akan membahasnya sekarang. Setelah mempertimbangkan banyak hal, Miran memutuskan untuk memilih pancake dengan banyak buah dan krim. Kemudian, aku merasa tidak enak jika tidak memakan sesuatu, jadi aku memesan pancake yang paling terlihat sederhana.
"Wow, itu luar biasa! Uww."
Miran berteriak gembira dan mengambil foto dengan smartphone-nya dari tumpukan pancake yang tiba beberapa saat kemudian. Pancake pesananku juga tiba, dan aku merasa lega saat melihat pancake itu terlihat lebih sederhana daripada yang kubayangkan. Namun, setelah mencicipi satu gigitan, aku menyadari bahwa pemikiranku itu terlalu naif.
"R-Rasanya … sangat … kaya!”
Tersembunyi di balik penampilannya yang lembut adalah rasa susu dan mentega yang kental dan manis. Memang lezat, tetapi pasti akan membuat kalori dan gula darahku melonjak! Aku saja sudah ragu apakah aku bisa menghabiskannya setelah gigitan pertama ini.
"Ini sangat lezat♪!"
Miran dengan senang hati mengunyah seporsi pancake yang bertumpuk. Dia benar-benar memiliki selera makan yang berbeda! Aku terkejut dengan pemandangan yang ada di depan mataku, dan sangat menyadari betapa mengagumkannya para gadis yang menyukai makanan manis. Setelah itu, aku juga berusaha sebaik mungkin untuk menghabiskan pancake-nya. Perutku sudah begitu penuh, tetapi dengan melihat Miran senang, aku merasa rencana ini berhasil secara keseluruhan.
***
☆Rencana 4 “Mencerna Makanan di Game Centre”
Aku mencari peta untuk wilayah sekitar dan menemukan bahwa ada pusat permainan besar di dekat toko pancake tersebut, jadi aku memasukkannya ke dalam rencana sebagai cara untuk mencerna makanan. Namun, karena pusat permainan itu berada di antara alamnya para otaku dan anak-anak gaul, maka tidak jelas apakah para gyaru akan menyukainya atau tidak. Jika Miran tidak menunjukkan ketertarikan, kami akan segera pergi. Ngomong-ngomong, meskipun aku orang yang suka berada di dalam ruangan, terkadang aku juga pergi ke pusat permainan. Bukan bermaksud memamerkannya, tetapi aku cukup percaya diri dengan kemampuanku dalam permainan crane. Karena itu, jika ada hadiah yang diinginkan Miran dalam permainan crane tersebut, aku akan mengambilkannya dan menunjukkan betapa kerennya aku!
Itu terjadi karena aku tidak bisa menunjukkan keunggulanku di sekolah. Bahkan, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa inilah alasanku membuat rencana ini.
Faktanya,
"Ada pusat permainan di dekat sini? Sudah lama sekali dah aku tidak ke sana, haha.”
Ketika aku memberitahunya bahwa aku berencana untuk pergi ke pusat permainan, gyaru yang merupakan tunanganku ini mulai berjalan dengan penuh antusias. Melihatnya begitu, membuatku merasa lega. Sebelumnya aku khawatir dia akan membencinya, tetapi mendengar responnya aku bisa merasa tenang.
Seperti yang diinformasikan, kami melihat sebuah pusat permainan yang besar berada tidak jauh dari toko pancake. Tanganku pun mulai merasa gatal saat melihat dari luar toko, ada berbagai permainan crane yang menarik perhatian.
"Aku tidak tahu kalau ada di sini! Mana cukup besar lagi!"
Bersama Miran yang terkesan, kami melihat sekeliling area. Ada banyak jenis permainan irama, tembak-tembakan, permainan medali, tetapi pojok permainan crane menempati setengah area toko.
"Ini sangat besar, loh, bisakah kamu menangkapnya?"
Tidak bisa dihindari, kami berjalan-jalan di sekitar pojok permainan crane, dan Miran melihat berbagai macam hadiah dengan penuh kegembiraan. Kemudian, dengan penuh semangat, aku berkata kepadanya, "Aku akan memenangkan apa pun yang kamu inginkan."
"Eh, bukankah hal semacam ini sulit?"
"Yah, lihat ini baik-baik."
Baiklah, mari kita tunjukkan kepada dia betapa kerennya aku! Di dalam hati aku begitu percaya diri, dan sekarang mencoba memenangkan hadiah yang disukai Miran tadinya—boneka dengan wajah kucing yang besar.
"Gggggh!"
Aku mencoba menangkapnya! Berusaha yang terbaik untuk menangkapnya!
"Gggggh … Aku tidak bisa menangkapnya!”
Mungkin karena aku begadang semalaman? Ataukah karena aku gugup? Atau mungkin karena keterampilanku yang rendah? Aku tidak bisa memenangkan hadiah apa pun. Aku mencoba lagi dan lagi, tetapi selalu gagal dalam setiap percobaan. Aku bahkan tidak merasa akan bisa menang. Jika terus seperti ini, maka akan sangat memalukan! Ketika aku mencoba untuk terlihat keren dan menjadi keras kepala—lalu Miran mencolek pundakku.
"Shuuji, bagaimana dengan yang itu? Kelihatannya mudah ditangkap dan juga lucu."
Miran menunjuk ke permainan crane yang berbeda. Itu adalah crane dengan sekelompok gantungan tali kucing.
"Kamu yakin dengan yang satu itu?"
"Ya! Bisakah kamu mendapatkannya?"
Tingkat kesulitannya lebih rendah daripada game crane yang aku mainkan sekarang, tetapi begitu juga dengan tingkat hadiahnya. Akhirnya aku berpindah ke meja mesin lainnya karena Miran kelihatan menginginkannya, walau di sisi lain aku ragu apakah hadiahnya itu pantas. Setelah berkonsentrasi untuk bermain lagi, dan dalam sekali coba aku dengan mudah mendapatkannya, seakan-akan kegagalan yang sebelumnya itu adalah kebohongan.
"I-Ini ….” aku menawarkan gantungan tali sebagai hadiah dengan perasaan campur aduk. Melihat kembali hadiahnya yang kecil dan terasa murahan, aku ragu apakah hal yang kulakukan ini pantas. Aku merasa tidak nyaman. Namun demikian, Miran sangat senang menerimanya dengan senyum lebar di wajahnya.
"Uwaa! Terima kasih! Aku akan menjaganya dengan baik ♪!"
Aku sangat terkejut melihat Miran yang begitu senang dan antusias hanya karena satu gantungan tali itu. Walaupun tujuanku untuk menunjukkan betapa kerennya aku itu gagal, tetapi aku merasa sangat puas. Mengingat akan membosankan jika terus melanjutkan permainan crane, aku memutuskan untuk memainkan permainan lain dengannya.
"Oh ya! Shuuji, ayo kita berfoto bersama!" Miran berkata dengan penuh semangat sambil menunjuk ke suatu area.
"Foto—? Aku terkejut saat berbalik untuk melihat area yang dia tunjuk.
Itu adalah area yang biasanya tidak aku datangi, atau lebih tepatnya tidak bisa kudatangi—area dengan berbagai mesin cetak stiker.
"Aku belum pernah mengambil foto sebelumnya, apakah tidak apa-apa?”
Area mesin cetak stiker memiliki kesan kuat yang merujuk pada dunia yang berbeda, karena ada beberapa area di mana hanya laki-laki yang dilarang untuk masuk. Jadi, tentu saja aku yang introvert tidak pernah masuk ke sana, apalagi mencobanya. Aku bisa tahu tentangnya sebagian dari manga dan anime, tetapi hampir semuanya baru bagiku.
"Maksudmu, kamu baru pertama kali mencobanya? Tidak apa-apa, kok! Ayo kita berfoto!"
Tunanganku membawaku masuk ke pojok mesin cetak stiker, tetapi aku merasa canggung karena di sana terdapat banyak pasangan dan kelompok para gadis.
"Ayo kita coba yang satu ini ♪!"
Ada cukup banyak variasi mesin, tetapi Miran memilih masuk ke balik tirai salah satu mesin yang paling banyak dihiasi hiasan. Aku pun mengikutinya dengan ragu-ragu. Ruang pengambilan foto lebih besar daripada yang terlihat dari luar, tetapi nyaris seperti ruangan tertutup—
"............"
Miran ingin mengambil foto berdua denganku di tempat seperti ini? Seketika aku menjadi tegang, ketika aku peka saat melihat punggung istriku yang sedang mengoperasikan menu pada layar. Kemudian, pemotretan pun dimulai ketika mesin memberi kami instruksi mengenai ekspresi wajah dan pose, tetapi aku sangat kaku karena kegugupanku.
"Shuuji, kamu lucu sekali ♪!"
Sebelum mencetak, kita bisa menghias foto dengan berbagai teks dan efek—Miran sendiri cekikikan sambil menghias foto yang sudah diambilnya.
"Ini, untuk Shuuji."
"Oh, terima kasih … ini benar-benar aku?"
Mataku terbelalak saat mendapatkan foto yang sudah dipotong. Filter mesin telah mengubah kontur wajah dan ukuran mataku, mengubah kesanku dari laki-laki yang suram menjadi orang yang tampak ceria. Miran sendiri terlihat puas meski dia lebih cantik tanpa filter, tetapi aku tidak akan mengomentari apapun di sini.
"Ini adalah kenangan pertama kencan kita—"
Melihat Miran yang bahagia membuatku ikut bahagia. Selain pada bagian di mana aku kesal pada permainan crane, kupikir rencana ini cukup bagus, kan?
***
Matahari mulai sedikit terbenam setelah aku menyelesaikan sebagian besar rencana
kencanku. Aku berencana untuk mengakhiri kencan kami dengan berjalan-jalan di
taman yang indah. Ada banyak hal tak terduga yang tidak sesuai dengan rencana
yang kubayangkan, tetapi kurasa secara umum Miran merasa senang. Bahkan sedikit
saja pun sudah cukup bagiku.
"............"
Namun, jiwa introvertku cukup lelah karena mengunjungi begitu banyak tempat anak-anak ekstrovert yang biasanya tidak aku kunjungi. Rasa kantuk akibat kurang tidur yang sebelumnya telah hilang karena gugup, perlahan-lahan mulai merenggutku. Satu langkah lagi! Ayolah, wahai aku! Saat itulah aku mencoba bangkit kembali.
"Bukankah itu tempat yang disukai Shuuji?"
Miran yang berjalan di sampingku, menunjuk ke sebuah toko. Itu adalah toko anime dengan gambar karakter anime yang besar-besar dilukis di papan reklame. Jenis toko yang aku sukai? Kamu benar sekali!
"Eh … itu ….”
Namun, aku bimbang bagaimana harus menanggapinya terhadap para gyaru. Miran tahu kalau aku itu otaku sejak saat aku masih siswa tahun pertama dan sering mengajukan banyak pertanyaan padaku. Jadi, tidak ada gunanya menyembunyikannya sekarang.
"Maaf, aku memang menyukainya ….” kataku, yang suaraku pecah karena telah menghabiskan sepanjang hari dengan berpura-pura bertindak sebagai laki-laki yang ceria.
Miran memiringkan kepalanya ke arahku dan berkata, "Tidak ada yang salah dengan itu, kan?"
"Yah, mungkin begitu, tapi—" dibandingkan dengan anak laki-laki yang gaul, aku terlihat tidak keren.
Sementara aku hanyut dalam keraguan, Miran mengajukan usulan dengan begitu antusias, "Ayo kita pergi ke sana sebentar!"
"Apa?" sejenak aku ragu dengan apa yang kudengar dan buru-buru berkata, "Tidak, tidak, kamu tidak boleh pergi ke sana, itu adalah dunia yang berbeda!"
"Tidak, kok! Aku ingin pergi ke sana karena tertarik!"
"Tidak, tapi … t-tunggu sebentar!"
Aku tidak bisa menghentikan rasa penasaran si gyaru ekstrovert ini! Karena dia memasuki toko dengan tergesa-gesa, aku jadi buru-buru mengikutinya.
"Uwaa, luar biasa, ew!"
Begitu masuk ke dalam toko, mata Miran terpesona saat melihat berbagai barang-barang anime dan manga yang tertata di rak. Lebih parah lagi, ketika dia melihat bagian dengan karakter bishojo yang lebih mendominasi daripada yang lainnya. Para pelanggan otaku (shohibku) juga dibuat bingung oleh kemunculan gyaru yang tiba-tiba.
"Padahal sudah kukatakan sebelumnya …!” Citra seorang otaku (Aku) pun semakin tercoreng.
Ketika aku merasa depresi seperti itu, Miran menunjuk ke sampul buku dengan penuh minat,"Hei, hei, bukankah payudara ini sangat besar, uw?"
"Yah, mau bagaimana lagi. Memang begitulah jenis karyanya."
Aku buru-buru menjelaskan kepada dia yang sedang menatap ilustrasi seorang gadis cantik yang menonjolkan payudaranya, tetapi menurutku, apa yang kukatakan itu bukanlah penjelasan. Setelah itu, Miran yang telah melihat-lihat ilustrasi dan barang-barang bishojo selama beberapa saat, tiba-tiba mengajukan pertanyaan kepadaku.
"Shuuji, gadis seperti apa yang kamu sukai?"
"Eh—!?"
Pertanyaan tak terduga itu membekukan pikiranku sejenak.
"Bagaimana dengan gadis ini, apakah kamu menyukainya?" Miran menunjuk ke sampul sebuah buku.
Di sana, ada karakter heroine tipe gyaru yang ceria dan flamboyan di sampulnya, mirip dengan orang yang sedang menunjuknya.
"N...... nn~" aku bingung mencari jawaban.
Tentu saja aku tidak membenci karakter itu. Bahkan, itu adalah karakter yang keunikannya baru aku sadari setelah bertunangan dengan Miran. Akan tetapi, aku membayangkan akan jadi seperti apa bila aku yang seorang otaku sekaligus tunangannya, mengatakan bahwa aku menyukai karakter bishojo gyaru di depan gyaru itu sendiri.
"Rupanya, kamu lebih suka gadis yang seperti ini, ya?"
Sementara aku berada dalam dilema berat, Miran menunjuk ke buku yang berbeda. Kali ini, ada heroine berambut hitam dengan penampilan yang rapi dan sopan.
"Umm ….”
Sekali lagi, aku bingung mencari jawaban. Tentu saja, Aku tidak membenci karakter dengan ciri seperti itu. Malahan, tipe yang rapi dan sopan selalu populer di kalangan otaku dan aku pun menyukainya. Akan tetapi, ini adalah kebalikan dari Miran, jadi sulit bagiku untuk menganggukkan kepala.
"S-Setiap karakter memiliki daya tariknya sendiri … dan aku sulit untuk memutuskannya, dah ….”
Hanya itu yang bisa aku katakan dengan cara yang tidak jelas dan hambar.
Kemudian, Miran bertanya kepadaku sambil menyeringai, "Kalau begitu, bagaimana tanggapanmu jika aku mengenakan sesuatu yang seperti ini? uw.”
Miran melihat ke arah heroine yang dia tunjuk sebelumnya. Pakaian heroine tersebut memiliki nada warna yang kalem, dan benar-benar rapi dan sopan. Aku pun mencoba membayangkan tunangan gyaru-ku itu mengenakan pakaian yang sama, tetapi aku tidak bisa mendapatkan gambaran jelasnya karena aku tidak punya banyak pengalaman dengan mahluk 3D.
"M-Menurutku, pakaian apa saja yang kamu kenakan akan terlihat bagus, sih."
Seperti sebelumnya, aku menjawab dengan kata-kata yang sederhana. Namun, jawaban yang kali ini adalah apa yang sesungguhnya kurasakan. Menurutku, Miran adalah orang yang bisa mengenakan pakaian apa saja dan akan terlihat bagus dalam pakaian itu.
"Begitu ..." Miran menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menggelitik.
Setelah itu, sambil berkeringat dingin aku terus mengikuti dia yang sedang melihat-lihat isi toko. Saat sedang melihat-lihat—tiba-tiba Miran berhenti karena tertarik pada ilustrasi anime.
"Ini cantik dan imut, ya!"
"Aaaah, yang itu, ya? Ilustrasinya memang imut sih, tapi ceritanya padat."
Seketika, aku buru-buru menutup mulutku karena hampir saja membicarakan tentang topik otaku.
"Jadi, bagaimana ceritanya?"
Sebaliknya, saat ditanya dengan penuh minat oleh Miran yang sedang memandangiku, aku merasa bingung dan akhirnya membuka mulut.
"B-Begitulah, umm … pada awalnya ini menceritakan tentang kehidupan yang normal, tetapi seiring berjalannya waktu mereka menyadari bahwa ada yang sesuatu yang aneh—"
Awalnya hanya sekilas dan aku hanya berniat menjelaskannya secara singkat.
Akan tetapi, karena ini adalah karya yang dulunya aku sukai, belum lagi suasananya dikelilingi oleh barang-barang otaku—Aku malah bercerita panjang lebar kepada Miran mengenai anime ini.
"Ah..."
Saat tersadar, itu semua sudah terlambat. Sial, aku bebablasan! Aku berbicara terlalu berlebihan tentang anime kepada seorang gyaru ekstrovert! Aku tidak tahu apakah aku akan diejek atau membuatnya merasa tidak nyaman.
"............"
Dengan ragu-ragu aku melihat ekspresi Miran.
"Kelihatannya sangat menarik! Biar aku menontonnya kapan-kapan!"
"Eh? B-Boleh, kok!”
Berlawanan dengan dugaanku, Miran justru menunjukkan ekspresi ketertarikan. Terkejut dengan reaksinya yang tidak terduga itu, aku malah jadi kebingungan.
"Hei, hei, cerita apa ini? Sudah pernah menontonnya?"
Miran kemudian menanyakan tentang karya-karya lainnya. Tidak tahu harus berbuat apa dengan reaksinya itu, aku hanya bisa menjelaskan. Bahkan dengan penjelasanku yang panjang lebar, Miran tidak menunjukkan tanda-tanda kebosanan dan mendengarkanku dengan serius. Bisa dikatakan, dia menunjukkan minat yang lebih besar.
"............"
Sebaliknya, aku terpesona akan penampilannya. Sebelum aku menjadi tunangannya, aku berpendapat bahwa gyaru adalah ras manusia dari dunia yang sangat berbeda dan tidak kumengerti. Ditambah lagi, aku merasa tidak nyaman dengan keberadaan mereka. Bahkan, ketika berinteraksi dengan Miran sebagai tunangannya pun, perasaan itu masih tersisa di dalam hatiku. Aku langsung memutuskan bahwa Hanatsuki Miran adalah orang yang seperti itu hanya karena dia seorang gyaru. Namun sekarang, aku menyesal karena tidak mengenalnya lebih jauh terlebih dahulu.
"Ada apa?"
"Tidak, tidak ada apa-apa! Pokoknya, ayo kita pergi dari sini." Saat kami meninggalkan toko anime, Miran menoleh ke belakang dan tersenyum kepadaku.
"Tadi menyenangkan, ya ♪?"
"Umm, ya ….”
Sekali lagi aku berpikir bahwa Miran adalah seorang gyaru—bukan, justru dia seorang gadis yang luar biasa.
***
Secara tidak terduga kami singgah di toko anime, dan lanjut berkeliling di sekitar taman saat menjelang matahari terbenam sehingga berbagai tempat di taman yang kami kunjungi, terlihat semakin indah di bawah sinarnya.
"Tempat ini tampak luar biasa!" kata Miran yang begitu senang.
Sedangkan aku, duduk di bangku di dekatnya sambil memperhatikan dia yang sedang mengambil foto dengan smartphone-nya. Untungnya, hanya ada sedikit pejalan kaki yang berlalu-lalang sehingga aku merasa bebas setelah berada di tengah keramaian sepanjang hari.
"Hei, aku akan membeli minuman dari mesin penjual otomatis di dekat sini."
"Oh, biarkan aku yang pergi."
Aku mencoba berdiri, tetapi dihentikan oleh Miran yang tersenyum kepadaku.
"Tidak apa-apa! Ini adalah ucapan terima kasih karena kamu sudah menemaniku ♪."
"T-Terima kasih ….”
Dengan senang hati aku menerima bantuannya mengingat mesin penjual otomatisnya tidak berada jauh dari sana. Terlihat punggung Miran saat dia pergi membelinya yang kala itu diterangi oleh matahari yang terbenam.
"Miran, apakah kamu menikmati kencan hari ini?”
Aku mengembuskan napas panjang saat memikirkan semua hal yang menjadi tanggung jawabku hari ini beserta semua hal yang telah tercapai. Meskipun aku kesulitan, tetapi aku juga bersenang-senang.
"............"
Sensasi puas mengalir di dalam dadaku, disertai semilir angin musim semi yang sejuk berhembus melewati taman ini. Seketika, rasa lelah yang nyaman pun menyelimutiku, dan kelopak mataku menjadi lebih berat—
***
"............?"
Sensasi pertama yang aku rasakan adalah elusan di kepala, yang diikuti perasaan seperti sedang berbaring. Kemudian, aku merasakan sesuatu yang lembut di kepala.
"Whoaa, aku tertidur!"
Aku terbangun dengan kaget dan kemudian suara Miran terdengar.
"Shuuji, selamat bangun tidur ♪."
"Eh, eh?”
Dari jarak yang dekat, Miran menatap wajahku. Dia memiliki mata yang indah dan bibir yang mengkilap. Di saat itu juga, aku merasakan napas Miran membelai wajahku dan buru-buru memeriksa situasinya ketika jantungku mulai berdebar.
Situasi macam apa ini …! Umm, aku berbaring di bangku sekarang … dipandangi oleh Miran … ada sesuatu yang hangat dan lembut di bagian belakang kepalaku.
Eh, i-ini tidak mungkin!
Ini 'Bantal paha’ yang sering dibicarakan itu, kan?
"----!?"
Apakah itu berarti aku berbaring di pahanya Miran?
"Maaf!"
Aku menyadari bahwa aku berada dalam posisi yang tidak bagus, mencoba melompat dengan panik. Namun, yang terjadi justru Miran menahan kepalaku.
"Tidak apa-apa kok untuk lebih lama seperti ini."
"T-Tidak, bukan seperti itu …!”
Miran memberitahuku dengan ramah seperti itu, sebaliknya aku diliputi kegugupan karena kekenyalan dan kelembutan yang terasa di bagian belakang kepalaku.
"Shuuji, kamu terlihat agak kurang enak badan hari ini, jadi jangan terlalu memaksakan diri."
Kata-kata itu semakin membuatku berdebar-debar. Apakah dia mengetahui kalau aku sedang tidak enak badan? Kemudian, aku pun meminta maaf dengan jujur karena merasa tidak enak telah membuatnya khawatir.
"Maaf … sebenarnya aku kurang tidur …," ungkapku.
"Memangnya kenapa? Ada sesuatu yang terjadi?"
"Bukan begitu, sih … aku kurang tidur karena mencari tahu ke mana kita akan pergi hari ini … aku juga sedikit gugup.”
Ini memalukan ......!
Aku menggeliat malu karena sisi tidak bergunaku sebagai introvert ini terekspos. Apalagi, aku sampai diberikan bantal paha oleh seorang gadis. Rasa malu itu membuatku menutupi wajahku dengan tangan.
"Oh, begitu. Kamu imut, uw."
Sementara aku merasa mendengar tawa Miran, tiba-tiba kepalaku dibelai olehnya.
"Tunggu sebentar, eh?"
"Ada apa?
Rasa maluku semakin bertambah saat aku secara sepihak dibelai olehnya, tetapi anehnya, aku merasa tidak membencinya.
***
Aku berada di atas pangkuannya untuk beberapa saat—Aah aku ingin tetap seperti ini selamanya …. Namun, aku segera menyingkirkan hasrat yang muncul itu dan memanggil Miran, "Miran, hari sudah mulai gelap, ayo kita pulang."
"Benar juga, ya. Baiklah."
Aku bangkit dari posisiku dan melihat kembali ke arah Miran yang duduk di bangku. Wajahku memanas saat memastikan kembali di mana aku baru saja meletakkan kepala.
"T-Terima kasih atas bantal pahanya …. Berkat itu, aku sudah enakan."
"Syukurlah ya ♪.... Aku bisa kok memberikannya lagi jika kamu merasa lelah♪.”
"B-Bukan itu yang kumaksud ….”
Aku tidak tahu apakah dia serius atau bercanda, dan itu malah memperberat kebimbanganku. Miran juga terkekeh melihat reaksiku yang berdiri dari bangku dan berkata dengan penuh keraguan.
"Entah kenapa, rasanya hari ini berlalu begitu cepat, kan?"
"Ya, itu benar, dah!”
Ini adalah akhir dari semua rencana kencan yang telah kusiapkan untuk hari ini. Memang melewati banyak kesulitan, tetapi semuanya terasa begitu cepat berlalu. Namun, ketika aku mengingatnya kembali, kami banyak berbicara tentang hal-hal yang berbau otaku, dan berakhir dengan aku yang tertidur di taman. Bagaimana perasaan Miran tentang kencan hari ini, ya? Apakah dia puas?
"B-Bagaimana perasaanmu?”
Sebenarnya, aku tidak berniat untuk bertanya, tetapi aku terlalu cemas dan berakhir menanyainya. Seketika, perasaan menyesal menghampiri, karena seharusnya aku tidak menanyakan pertanyaan ini. Namun, Miran yang berada di depanku justru memiringkan kepalanya sambil berkata, "Eh? Maksudmu tentang kencan hari ini?"
"Tidak, ... umm … yah ….” saat aku mengangguk dengan canggung, Miran yang dengan senyum riangnya membalasku.
"Sangat menyenangkan, lho♪!"
"S-Syukurlah …!”
Rasa lega serta gembira menyelimuti dadaku saat menyadari tidak ada perasaan tertekan dari Miran. Sungguh, aku sangat bersyukur. Bisa dikatakan sepadan dengan kehilangan waktu tidur selama berjam-jam demi memikirkannya.
"Terima kasih sudah berusaha keras untuk merencanakan ini ♪. Kapan-kapan, ayo kita pergi kencan lagi!" dia tersenyum seperti anak kecil.
Aku melihat Miran yang berterima kasih dengan senyum polos dan lebar di wajahnya.
"----?"
Saat jantungku berdegup kencang, tiba-tiba aku merasakan déjà vu seperti pernah melihat senyuman itu sebelumnya.
"Apakah ada sesuatu di wajahku?"
"T-Tidak ada."
Aku mencoba mengabaikan kenangan yang tidak dapat kuingat itu, lalu meninggalkan taman bersama Miran dan melanjutkan perjalanan pulang. Setelah mengantar Miran ke stasiun kereta, aku pulang ke rumah dengan perasaan lelah, tetapi anehnya langkah kakiku terasa ringan. Kemudian, aku memberikan beberapa laporan kepada orang tuaku, berganti pakaian dan segera melompat ke tempat tidur. Saat itu, aku merasa telah menerima pesan REIN dari Miran.
Setelah membalas pesannya, aku mencoba mengetikkan pesan lain tentang kesanku hari ini. Namun, perasaan lelah dan sensasi puas yang menguasaiku, membuatku jatuh dalam tidur lelap.
Dengan demikian, berakhirlah kencan pertama dalam hidupku.
***
Keesokan harinya, aku terbangun karena mendengar alarm smartphone-ku dan samar-samar mengingat kejadian kemarin. Aku merasa kencanku dengan Miran itu seolah-olah sebuah mimpi. Namun, pesan kamu kemarin masih terpampang di layar REIN, yang mengonfirmasi kembali bahwa pesan itu nyata.
Aku tersenyum saat memikirkan bahwa sensasi yang aku rasakan sekarang sama seperti sehari setelah tunanganku datang menyapaku sebelumnya, lalu aku mempersiapkan diri dan pergi ke sekolah. Adapun suasana di sekolah tampak ramai seperti biasa.
"Selamat pagi!" dan seperti biasa, tunanganku yang gyaru itu datang ke sekolah dengan ceria.
Sebagaimana sebelumnya, Miran dikelilingi oleh teman-teman gyaru dan para laki-laki gaul, tetapi ada satu hal yang sedikit berbeda.
"Miran, apa itu?", “Apa yang kamu pakai itu?"
Miran, yang ditanyai oleh teman-teman gyaru-nya, memegang tas sekolahnya dan tersenyum.
"Bagus, kan? Juga imut, kan?!"
Pada tas Miran, terdapat tali gantung dengan bentuk kucing dari arcade kemarin. Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat saat menyadarinya.
"----"
Tiba-tiba, saat pandanganku berpapasan dengannya, perasaan aneh yang tidak dapat dijelaskan menyelinap ke dalam hatiku.
TL: Zhone-sensei (YouthTL)
Prev Chapter || ToC || Next Chapter
Post a Comment