NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Aru Hi Totsuzen Gyaru no Iinazuke ga Dekita V1 Chapter 5

Chapter 5 - Pria Introvert dan Barbecue

 

Aku mengalami masalah baru belakangan ini. Tentu saja, masalah itu berkaitan dengan tunanganku yaitu, Hanatsuki Miran. Dia adalah seorang gyaru cantik dan ceria yang populer di kalangan laki-laki maupun perempuan, menyukai makanan-makanan manis, suka fashion, baik hati dan lemah lembut, penyayang kucing, dan ternyata kekanak-kanakan—Melalui kencan dan hidup bersama sebagai tunangan, aku mengenal banyak sisi dari Hanatsuki Miran. Sebaliknya, dia juga mengerti dan mengenali aku.

 

"............"

 

Tanpa sadar, aku menjadi sangat peduli kepada Miran. Aku penasaran, apakah hal itu yang menjadi penyebabnya?

 

"Miran-chan dan yang lainnya sangat baik, ya~"

 

"Mereka sepertinya sudah terbiasa bermain bersama."

 

"Apakah aku harus mengincar Miran-chan, ya?"

 

"Kabarnya, Shige-senpai dari klub bola basket mengincarnya."

 

"Sungguh? Kalau begitu aku tidak bisa menang. dah!"

 

Sewaktu istirahat, aku dapat mendengar percakapan tidak penting anak-anak gaul dan konyol itu. Dahulu, aku tidak mempedulikan hal itu—

 

"Menyebalkan, dah .…”

 

—Namun, belakangan ini aku jadi jengkel saat mendengarkannya.

 

"Kalian terlalu menganggap enteng Miran …,” gumamku sendiri.

 

Tidak ada yang bisa mendengar gumamanku, karena aku sedang menelungkup di atas meja dan berpura-pura tidur seperti biasanya, tetapi aku bisa mendengar percakapan orang lain.

 

"............"

 

Serius, aku sudah sering mendengar pembicaraan dan topik yang berhubungan dengan Miran belakangan ini. Atau, lebih tepat jika dikatakan bahwa aku menyadarinya daripada spontan mendengarnya. Karena tunanganku, gyaru ekstrovert itu sangat cantik dan menawan, dia menjadi sangat populer di kalangan anak laki-laki. Jadi, sejak lama aku sudah biasa mendengar ucapan-ucapan mereka yang ingin menjadi pacarnya atau ingin bermain dengannya. Namun, setiap kali topik seperti itu muncul belakangan ini, aku menjadi terlalu peka dan selalu saja muncul perasaan marah.

 

"............"

 

Tidak apa-apa. Kalau hanya itu, aku masih bisa mengendalikannya. Namun akhir-akhir ini, emosi lain muncul dan menyiksaku. Letaknya di tengah-tengah ruang kelas. Ada sekelompok gyaru, dipimpin oleh gyaru yang populer, dan sekelompok laki-laki gaul, sedang mengobrol ria.

 

"Ini menarik, kan? Uww." "Miran-chan, lihat ini."

 

"Ha-ha-ha, apanya yang lucu?" Miran sedang mengobrol ria dengan anak-laki-laki yang gaul.

 

"............"

 

Setiap kali aku melihat adegan itu … setiap kali aku mendengar mereka mengobrol riang, ada perasaan membakar dan suram yang membuncah di dalam diriku.

 

Perasaan apa ini? Awalnya aku bingung, tetapi aku akhirnya menemukan nama perasaan ini. Mungkin, perasaan inilah yang disebut 'kecemburuan'.

 

Ketika Miran sedang asyik mengobrol dengan anak laki-laki lain, hatiku dibakar oleh api frustasi, ketidaksabaran dan perasaan tak berdaya.

 

"Apa yang kurasakan ini … menyakitkan.” Itulah yang aku alami akhir-akhir ini.

 

Emosi yang belum pernah kurasakan sebelumnya, sekarang keluar dengan kuat dan dahsyat, sehingga membuatku kesulitan mengatasinya.

 

"Miran, kamu sangat populer ….”

 

Seperti yang kuamati lagi saat berpura-pura tidur, Miran dan kelompok teman gyaru-nya selalu saja didekati oleh banyak anak laki-laki dari teman sekelas, dari kelas lain, dan bahkan dari angkatan yang berbeda setiap jam istirahat. Aku bisa tahu dari pandangan dan sikap mereka, ada berapa banyak yang menyukai Miran. Lebih dari separuhnya.

 

"Lebih baik … seperti ini."

 

—Haruskah aku memberitahu semuanya bahwa dia adalah tunanganku?

 

Aku sempat berpikir seperti itu, tetapi ketika memikirkan apa yang terjadi setelahnya, ada bagian dari diriku yang terlalu khawatir untuk melangkah sejauh itu.

 

"Haaah ….”

 

Seandainya aku seorang lelaki yang keren dan gaul, aku tidak perlu khawatir tentang hal semacam ini, kan? Alasanku tidak bisa mengatakan kepada orang-orang di sekitarku bahwa dia adalah tunanganku adalah karena aku seorang yang membosankan, si introvert yang dipandang rendah oleh semua orang.

 

Mengingat hal itu, aku jadi memikirkannya belakangan ini.

 

Itu adalah—Daripada orang yang introvert sepertiku, apakah tidak ada orang lain yang lebih cocok untuk Hanatsuki Miran? Begitulah yang kupikirkan.

 

Miran mau berkencan denganku karena dia adalah tunanganku, dan dia mencoba memahami aku, tetapi—bagaimanapun juga, pertunangan itu adalah keputusan yang dibuat oleh orang tua kami pada awalnya. Jika Miran yang cantik, seorang gyaru dan memiliki kepribadian yang baik, seharusnya dia memiliki pilihan untuk memilih pria yang lebih baik dariku. Hal itu membuatku merasa bersalah karena menghapus kesempatannya dengan menjadikan dia sebagai "tunangan"-ku.

 

"Huh … aku benar-benar menyebalkan”

 

Bisa dikatakan—belakangan ini, aku menderita akan rasa cemburu yang mengganggu dan rasa rendah diri. Sungguh, aku bingung bagaimana cara mengatasinya.

 

***

 

"Hei, hei! Apa kabar tentang liburan kali ini?!"

 

Ketika berkelut dengan rasa cemburu yang tumbuh dan rasa rendah diri yang semakin menjadi-jadi, aku mendengar seorang anak laki-laki gaul dengan antusias memanggil Miran dan teman-temannya saat jam istirahat di kelas.

 

"Haruskah kita pergi ke acara barbekyu bersama? Shige-senpai mengundang kita, loh.”

 

Sementara aku sedang berpura-pura tidur dan mendengarkannya, aku sedikit terkekeh. Ini dia, BBQ. Suatu acara yang identik dengan kepribadian ekstrovert. Ngomong-ngomong, aku sama sekali tidak memahami apa manfaatnya. Tempatnya sudah tidak sehat, ada abu dan serangga yang beterbangan, mengapa ada orang yang mau makan di luar seperti itu?

 

"Hebat, ada barbekyu!" “Siapa lagi yang datang?”

 

Sahut Hanako-san, teman gyaru yang selalu bersama Miran, dan Adzuki-san yang ikut antusias. Kemudian, Miran ditanya dengan sangat akurat.

 

"Bagaimana denganmu, Miran-chan?"

 

"Barbekyu, ya? Aku ingin pergi sih, tapi ...," Miran terlihat sedang mencemaskan sesuatu.

 

Sebelum api kecemburuan menyala kembali, aku buru-buru memadamkannya. Tidak, tidak, Miran bebas bergaul dengan siapa pun yang dia inginkan! Meskipun dia pergi ke acara barbekyu, aku tidak akan marah atau menganggapnya selingkuh. Aku tidak cemburu.

 

"............"

 

Dengan menutup mataku, aku mensugesti diri sendiri. Saat berpura-pura tidur dan terus mendengarkan, Miran menjawab, "Kalau begitu ...."

 

"Bolehkah aku mengajak Shuuji ikutan juga?" lanjutnya.

 

Eits? Aku menghantamkan kakiku ke meja dengan suara gedebuk. Sebuah umpan mematikan yang tidak terduga mengarah padaku, mau tak mau membuatku bereaksi.

"Shuuji? Kamu serius?” Suara bising itu semakin menarik perhatian para ekstrovert, sampai-sampai aku bisa mendengar kebingungan mereka. Aku merasa akan semakin menonjol jika dibiarkan begitu saja, jadi aku perlahan-lahan mengangkat wajahku dan bertanya.

 

"Um, ada yang memanggilku?"

 

"Ya …,” jawab laki-laki gaul yang membuat ekspresi tidak percaya sebelumnya. Aku bisa merasakan keterkejutannya.

 

"Baiklah, jika Miran-chan bilang begitu, maka ….”

 

Sambil mengangguk-angguk seperti tidak bisa berbuat apa-apa, anak laki-laki gaul itu memastikan kedatanganku.

 

"Jadi bagaimana denganmu? Kamu mau datang?"

 

Uwaaa, sebenarnya aku tidak ingin pergi! Namun, Miran sepertinya ingin aku ikut …. Aku harus bagaimana? Acara barbekyu itu terlalu sulit bagiku.

 

"Tidak, aku ….” Hampir membuka mulut untuk mengatakan tidak—tetapi aku memikirkannya sekali lagi. Seketika, ada sesuatu yang mengganjal di kepalaku.

 

‘Kabarnya, Shige-senpai dari klub bola basket mengincarnya.’ Seingatku, ada salah seorang anak laki-laki yang mengatakan sesuatu seperti itu. Kemudian lagi, anak yang mengundang Miran dan teman-temannya ini juga diundang oleh Shige-senpai.

 

"Umm, aku akan ikutan.”

 

Aku yang mengkhawatirkan Miran, mengumumkan keikutsertaanku. Aku terkejut menyadari diriku membuat pilihan seperti itu karena aku selalu menolak mentah-mentah acara barbekyu sebelumnya.

"Berarti sudah diputuskan, ya !" Miran membalas tanggapanku dengan nada yang penuh semangat.

 

Adapun, Hanako-san dan Adzuki-san menatapku seakan-akan mereka mencurigai sesuatu, jadi aku berusaha menjaga ekspresiku untuk tetap datar, meski aku tidak tahu apakah itu berguna.

 

"Aku akan mengundang kalian semua ke grup REIN." Laki-laki gaul itu memberitahu semua orang.

 

"Grup?”

 

Aku mengeluarkan smartphone-ku dan bergegas mencari tahu maksudnya. Rupanya REIN memiliki fitur yang memungkinkan beberapa orang untuk berkomunikasi secara bersamaan—tetapi satu-satunya yang mengetahui kontak REIN-ku adalah Miran.

 

"Aku akan mengundang Shuuji ke dalam grup."

 

Aku diundang ke grup tersebut melalui perantara Miran, tetapi hal ini membuat tatapan dari kedua teman gyaru-nya menjadi semakin tajam. Mereka sudah mencurigaiku sejak awal, dan mungkin aku akan segera mendapat masalah.

 

"Ugh ….” Melihat layar grup, dan mau tak mau membuatku sedikit mengeluh. Dari apa yang kulihat, ada cukup banyak anggota barbekyu dan jumlah pesan serta stikernya pun tidak main-main. Melihat pesan dan stiker yang mengalir dengan begitu cepat, aku memutuskan untuk mempelajari tentang barbekyu agar tidak menghambat mereka.

 

***

 

Waktu makan siang pun tiba. Aku duduk di tempat biasanya di bagian belakang gedung sekolah, sambil melihat grup REIN dengan emosi yang mendalam karena pesan dan stikernya membuat keributan.

"............"

 

Tidak pernah terbayangkan bahwa akan tiba saatnya aku berbaur dengan para ekstrovert seperti ini.

 

"Terima kasih sudah menunggu, Shuuji." Aku mendengar suara menenangkan yang sudah tidak asing lagi dan menoleh hanya untuk melihat tunanganku yang berlari ke arahku.

 

"Miran ….”

 

Kami berencana makan siang bersama hari ini. Begitu aku berdiri, Miran tersenyum dan mengeluarkan bekal makan siangku dari kantong kertas yang dibawanya.

 

"Ini, silakan."

 

"Terima kasih banyak ….”

 

Perasaan suramku langsung menghilang setelah aku menerima kotak makan siang dari Miran. Kami duduk bersama di tempat tersebut dan sekarang aku sudah bisa duduk lebih dekat dengannya daripada sebelumnya.

 

"Hari ini juga kelihatan lezat, ya!”

 

Aku membuka kotak makan siangku dan langsung melihat berbagai hidangan yang berwarna-warni. Terlebih lagi, ada gyaru cantik yang berada di sebelahku. Senang rasanya, bisa memonopoli Miran di sekolah.

 

"----?"

 

Tiba-tiba, aku merasakan tatapan dan menoleh untuk melihat ekspresi khawatir Miran.

 

"A-Ada apa?”

 

"Tentang barbekyu hari ini, sih. Menurutku Shuuji tidak menyukainya.” Dengan ekspresi menyesal di wajahnya, Miran meminta maaf, "Maafkan aku karena telah memaksa mengundangmu."

 

"T-tidak, tidak apa-apa, kok! Jangan khawatir tentang hal itu."

 

Aku melambaikan tangan sekuat tenaga, mengingat bahwa aku pernah mengalami hal ini sebelumnya. Memang benar bahwa aku sempat terkejut ketika dia tiba-tiba mengajakku pergi, tetapi aku yang membuat keputusan akhirnya.

 

"Menurutku, jika kita akan mengadakan barbekyu, akan lebih seru jika ada Shuuji."

 

"Miran ...." Mendengar perkataannya, tiba-tiba aku merasa malu pada diriku sendiri.

 

Aku memutuskan untuk bergabung karena aku mengkhawatirkan Shige-senpai yang mengincar Miran. Karena rasa cemburu dan rendah diri, aku menjadi begitu picik, sehingga perasaan sukacitaku berubah menjadi kesedihan.

 

"Miran, kamu tidak perlu khawatir tentang hal itu. Bahkan, aku sangat berterima kasih karena kamu telah mengundangku.”

 

Miran mengundang ku karena dia ingin bersamaku. Memikirkannya saja, sudah membuatku bahagia. Saat Aku mengucapkan terima kasih, wajah Miran menjadi ceria dan dia berkata. "Tidak, sebenarnya akulah yang harus berterima kasih karena kamu sudah mau ikutan. Rasanya seru bisa mengadakan barbekyu bersamamu!"

 

Mendengar kata-kata dan melihat ekspresinya, mengubah perasaan suram dan ragu-raguku menjadi keyakinan. Benar, Miran sudah bersusah payah mengundangku untuk mengikuti acara mereka.

 

“Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi orang yang berguna.”

 

Aku akan melakukan yang terbaik demi membuat Miran menikmati acara ini. Miran tertawa saat aku mengambil keputusan.

 

"Kamu tidak perlu memikirkan tentang menjadi orang yang berguna atau semacamnya, oke?"

 

Meski Miran mengatakan kepadaku begitu, tetapi aku harus berusaha untuk menjadi orang yang berguna mengingat ada orang lain di dalam grup. Aku harus memastikan untuk tidak mempermalukan wajah Miran yang sudah mengundangku.

 

"Aku sangat menantikan acara barbekyu!"

 

"Ya, aku menantikannya ….” Sambil menganggukkan kepala, aku menatap Miran dengan wajah yang penuh semangat.

 

Setelah menyelesaikan makan siang, Miran yang ada urusan dengan teman-temannya kembali ke kelas terlebih dahulu. Aku menghabiskan waktu di bagian belakang gedung sekolah, memantau grup REIN dan mencari informasi tentang barbekyu.

 

Saat menjelang akhir waktu istirahat makan siang, aku berjalan menyusuri koridor untuk kembali ke ruang kelas.

 

"Hei! Tunggu!" Terdengar suara lantang laki-laki dari suatu tempat.

 

Suara ini terdengar familiar. Ketika Aku memikirkan hal itu, ada lebih banyak suara yang terdengar

"Tunggu!"

 

Seperti yang aku ingat beberapa hari yang lalu, dia memegang bahuku.

 

"Jangan abaikan aku!"

 

Aku berbalik, dan itu adalah si Senpai gaul, orang yang memperingatkanku sebelumnya. Ternyata, dialah yang memanggilku lagi.

 

"A-Ada apa?”

 

Aku bisa menebak apa yang akan dia katakan, tetapi aku akan tetap bertanya. Adapun sebagai balasan, dia malah membuat wajah jijik.

 

"Kudengar kamu juga akan datang ke acara barbekyu."

 

"Um, ya, ….”

 

Uwaa, apakah Senpai gaul ini juga datang ke acara barbekyu? Seketika itu juga suasana menjadi membosankan.

 

"Selain itu, tampaknya Miran adalah orang yang mengundangmu. Apa artinya itu?"

 

"Yah, itu berarti dia orang yang baik hati karena peduli pada introvert sepertiku, kan?"

 

Aku menjawab dengan sebuah lelucon, karena itu adalah pertanyaan yang sepertinya tidak bisa kuatasi dengan kemampuan introvertku yang sebelumnya.

 

Dia yang tidak menyukai reaksiku, menjulurkan lidahnya padaku.

 

"Jangan senang dulu, dasar introvert!"

Dia yang mengangkat alisnya, bertanya kepadaku sambil melotot, "Apa kamu punya hubungan dengan Miran-chan?"

 

"Meskipun kamu mengatakannya begitu—" Saat aku menghindarinya, dia mengejekku.

 

"Ya, itu benar haha, mustahil dia punya hubungan dengan laki-laki membosankan sepertimu."

 

Senpai ini sangat menjengkelkan dan membosankan!

 

Di sisi lain, kami menarik perhatian para siswa lebih dari yang diharapkan. Dia yang menyadari hal ini mengusirku sambil berkata, "Sudahlah, jangan ganggu aku pada hari itu," lalu pergi.

 

Aku memandangi punggungnya yang tinggi, lalu menghela napas dalam hati.

 

"............"

 

Sepertinya, aku sudah membuat keputusan yang tepat untuk pergi, karena ada orang-orang seperti ini di antara para ekstrovert itu.

 

***

 

Terlepas dari semua ini, hari-H barbekyu semakin dekat. Setelah pulang ke rumah, aku menonton video barbekyu setiap hari, membaca artikel di internet, dan mempelajari buku-buku outdoor yang kupinjam dari perpustakaan. Akhirnya, malam sebelum hari-H, Aku menerima pesan REIN dari Miran.

 


Dari pesan REIN-nya juga menunjukkan bahwa Miran sangat menantikannya.

 

"Miran ….”

 

Aku merasa khawatir, karena ini adalah pertama kalinya dalam hidupku mengadakan acara barbekyu bersama banyak orang, tetapi secara alami, aku juga gembira, karena aku akan bermain dengan gyaru yang merupakan tunanganku. Sambil membayangkan senyum Miran di benakku, aku menjawabnya agar kami bisa lebih menikmati acara barbekyu besok.


 

Pesan itu segera dibalas—

 

"Bagaimana aku harus menjawabnya?”

 

Aku melihat usulan Miran dan memikirkannya. Sejujurnya aku ingin pergi ke sana bersama-sama, tetapi teman-teman gyaru-nya Miran sudah curiga dengan hubungan kami, dan akan merepotkan jika senpai yang membosankan itu melihat kami. Setelah memikirkannya, aku menjawab—


 

Dengan bersemangat, aku mempelajari dan mengulas barbekyu sekali lagi.

 

***

 

Kemudian, tibalah hari barbekyu.

 

"Karena mengulasnya begitu serius, aku jadi kurang tidur …!”

 

Sekali lagi, aku tidak cukup tidur! Aku sudah berusaha untuk tidur, tetapi saat memejamkan mata, perasaan cemas dan khawatir mulai memenuhi pikiranku. Hal itu terus terjadi, tanpa kusadari.

 

Meskipun begitu, aku memilih mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang hari ini agar aman dari percikan bara api. Terlebih lagi, bukan berbahan serat sintetis, melainkan 100 persen katun. Menurut sebuah buku, katun tidak mudah terbakar dibandingkan serat sintetis. Namun, satu-satunya masalah adalah cuaca agak terlalu panas pada saat ini. Jarang sekali melihat orang mengenakan pakaian yang begitu tebal pada masa-masa musim semi telah berakhir dan mulai memasuki awal musim panas, jadi aku kelihatan sedikit mencolok.

 

"............"

 

Aku menuju lokasi dengan mengacu pada peta yang telah dikirim ke grup REIN. Karena acara ini diadakan di tepi sungai, aku harus berjalan kaki sebentar, menatap peta yang tidak jelas dalam menunjukkan lokasi tujuan, dan barulah menemukan sekelompok orang yang terlihat seperti mereka.

 

"Sudah kuduga, ada banyak orang di sini ….”

 

Aku telah mengetahui kelompok ini dari REIN, tetapi ada beberapa dari mereka. Dengan rasio anak laki-laki dan perempuannya sekitar 8 banding 2. Ada campuran dari siswa yang seangkatan, senior dan junior. Sebagai tambahan, meskipun sudah menyadarinya, tetapi mereka semua tampak seperti orang yang pandai bersosialisasi.

 

"Sepertinya Miran dan teman-temannya belum datang.” Miran dan kedua teman perempuannya masih belum terlihat.

 

Seharusnya aku ikut datang bersama mereka. Aku tidak memiliki satu pun kenalan yang tepat, jadi sulit untuk bergabung.  Butuh banyak keberanian bagiku yang seorang introvert penyendiri, untuk bertemu dengan sekelompok ekstrovert.

 

"............"

 

Namun, karena merasa tidak ada gunanya berlama-lama di sini, aku pun ku turun ke dasar sungai dan dengan tekad bergabung ke dalam kelompok ekstrovert tersebut.

 

"Oh, um, … halo."

 

Ketika aku mengumpulkan keberanianku dan menyapa, tidak ada satupun dari mereka yang menjawab dengan kata "hei", "oii" atau "eiii". Terlebih lagi, mereka semua berpakaian gaya seakan-akan hendak pergi ke luar kota.

 

"............"

 

Entahlah, aku hanya merasa seperti berbeda sendiri! Terlihat sangat tidak cocok dengan pakaian yang kukenakan! Aku sudah merasa tidak bisa melewati ini! Miran, cepatlah kemari! Kataku dalam hati.

 

"Shige-senpai, hai!"

 

Aku mendengar sapaan ada yang menyapa Shige-senpai dan secara refleks menoleh.  Shige-senpai adalah anggota klub bola basket yang sepertinya mengincar Miran dan digadang-gadang sebagai pemain terbaik di tim basket, memiliki wajah yang tampan, cerdas dalam pelajaran dan populer di kalangan perempuan. Aku selalu penasaran seperti apa penampilannya, karena dari apa yang kudengar dia termasuk anak gaul yang berspesifikasi tinggi.

 

"Shige-senpai, halo!"

 

Anak gaul jangkung dan berspesifikasi tinggi, dengan santai muncul setelah kembali menerima sapaan—Shige-senpai.

 

"----!?"

 

Mataku terbelalak ketika melihat wajahnya karena aku sangat mengenalinya

 

"Mustahil, benar itu yang namanya Shige-senpai?”

 

Shige-senpai adalah si Senpai gaul membosankan yang berselisih denganku saat di lorong. Namun, aku mengerti. Aku mengerti alasan kenapa dia repot-repot datang untuk menemuiku adalah karena dia menyukai Miran.

 

"............"

 

Kembali aku melihat Shige-senpai, tiba-tiba aku merasa tidak nyaman. Selain kepribadiannya, memang benar bahwa Shige-senpai memiliki wajah yang tampan, postur tubuh yang tinggi, dan modis. Dia juga pandai berbicara kepada anak laki-laki dan perempuan.

 

Akan tetapi, bagaimana denganku? Aku adalah karakter introvert yang sulit dalam berkomunikasi, tidak bisa melakukan apa pun selain berbicara tentang otaku.  Belum lagi, aku mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang yang tidak sesuai dengan musimnya. Bisa dilihat, hampir tidak ada unsur yang membuatku menang, kan?

 

Saat aku menyaksikan kenyataan yang luar biasa, pandangan mata Shige-senpai berubah. Ketika aku berbalik untuk melihat arah tatapannya, aku melihat Miran dan teman-teman gyaru-nya baru saja tiba.

 

"Maaf membuat kalian menunggu ...."

 

Aku tidak bisa tidak mengagumi sosok Miran tatkala dia turun ke dasar sungai dengan nada ceria yang seperti biasanya. Dia mengenakan kemeja putih dengan lengan pendek dan kardigan tipis. Untuk bawahan, dia mengenakan celana pendek denim. Miran terlihat begitu cantik dengan pakaiannya yang membuatnya mudah bergerak dan terlihat keren. Tentu saja, kedua teman gyaru-nya Miran juga terlihat bergaya dan cantik, tetapi di mataku, Miran lebih menonjol.

 

(TLN: Tiada yang lebih cantik dari ayank, lol.)

 

"............"

 

Meskipun banyak gyaru lainnya di sini, tetapi mereka berbeda kelasnya. Adapun, para laki-laki gaul termasuk Shige-senpai justru jadi semakin bersemangat.

 

***

 

Setelah beberapa saat, semua orang tampak sudah berkumpul dan pesta barbekyu pun dimulai dengan tenang. Namun, karena kompor barbekyunya belum siap, semua orang malah mengobrol dan bermain di tepi sungai. Miran yang juga merupakan sosok populer di sini, dikelilingi oleh anak perempuan dan laki-laki.

 

"............"

 

Aku yang tidak bisa menyapa Miran dan tidak tahu harus melakukan apa, pergi untuk melihat kompor barbekyu yang sedang disiapkan. Aku sangat bersemangat untuk melihat hal yang nyata, karena sebelumnya aku hanya mempelajarinya.

 

"Cih, bagaimana sih cara melakukan ini ….”

 

Aku bisa mendengar decakkan lidahnya. Senpai yang mengomel itu sedang membawa kompor barbekyu dan tampak kesulitan menyiapkannya. Melihat dia yang sangat jengkel, membuatku berbicara.

 

"Oh, um, apakah kamu mau aku bantu?"

 

"Benarkah? Kalau begitu, aku mengandalkanmu!"

 

"Apa?"

 

Senpai yang tadinya mengomel itu, menyerahkan semuanya kepadaku dan segera pergi untuk bersenang-senang. Terjadi dalam waktu sekejap.

 

Jadi yang begini anak-anak gaul itu?

 

"............"

 

Yah, karena aku yang mendekatinya, maka aku tidak akan mengatakan apa-apa.

 

Aku langsung mengerjakan tugas itu dan menyiapkan kompor, sambil mengingat apa yang sudah kupelajari dalam video. Sepertinya ini adalah kompor yang cukup kompleks, dan perakitannya jelas agak rumit.

 

Ketika aku akhirnya berhasil merakitnya dan bersiap untuk menyalakan api—"Shuji, aku akan membantumu juga!"

 

Sebuah suara menenangkan yang sudah tidak asing menyentuh telingaku.

 

"Miran?"

 

Aku berbalik dan melihat tunanganku itu mendekati wajahku. Saat Aku buru-buru menjauh, aku melihat seluruh tubuh Miran yang mengenakan pakaian tipis dengan kardigannya yang sudah terlepas, membuat jantungku mulai berdegup kencang. Lengan yang tampak dari bajunya yang seperti tank-top, dan kaki putihnya yang panjang menjulur dari celana denim pendeknya, amatlah mempesona. Ditambah lagi, kemeja itu cukup ketat sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya. Hal yang paling penting dari semuanya adalah aku bisa melihat pakaian dalamnya yang tembus melalui kemejanya!

 

"----!?"

 

Aku buru-buru memalingkan wajah, yang disambut perasaan bingung oleh Miran.

 

"Ada apa?"

 

"T-Tidak, hanya saja ….” Saat aku bingung mengatakannya, Miran kembali menghampiriku. Pakaian dalam dan kulitnya yang transparan dekat denganku, sehingga wajahku menjadi panas seperti dipanggang oleh api arang.

 

"Ini sangat transparan … mungkin kamu harus menutupinya.”

Ketika aku menunjukkan hal itu, bukannya malu, Miran justru tertawa terbahak-bahak.

 

"Oh, ini pakaian renang, tahu! Karena, kupikir akan basah saat di sungai."

 

"Pakaian renang?!”

 

Sejenak aku bertanya-tanya apakah ini benar-benar pakaian renang, tetapi melihatnya yang tembus dari balik kemeja, sungguh sensasional dan menurutku tidak ada bedanya dengan pakaian dalam.

 

"Aku juga mengenakan pakaian dalam, kok."

 

Kemudian, secara tiba-tiba dia mencoba melepaskan celana denimnya tepat di hadapanku, sehingga aku buru-buru menghentikannya.

 

"B-Baiklah! Kamu tidak perlu sampai melepasnya!"

 

Aku menundukkan wajahku, sedangkan Miran menatap mataku dan bertanya, "Apakah kamu khawatir tentang pakaianku yang transparan?"

 

"Tidak … um, yah, ... sedikit, sih."

 

Jika hanya aku, tentu saja aku ingin terus melihatnya.  Akan tetapi, ada banyak anak laki-laki lain di sini, yang membuatku merasa tidak ingin menunjukkan itu kepada mereka.

 

"Jika Shuuji khawatir, maka aku akan mengenakan atasan. Tapi, aku hanya menunjukkan baju itu kepada Shuuji."

 

Jantungku hampir meledak dibuatnya ketika Miran memberitahuku itu secara diam-diam. Perasaan begitu senang bercampur malu menjadikanku tidak bisa menatap tunanganku secara langsung untuk sementara waktu. Selanjutnya, Miran kembali mengenakan kardigannya, melihat peralatan barbekyu dan berkata, "Bisakah aku membantumu mempersiapkannya?"

 

"Oh, terima kasih …. Tapi jangan khawatir. Aku hampir selesai dengan persiapannya."

 

 

Aku menenangkan diriku dengan meluangkan waktu sejenak untuk fokus pada persiapan.

 

"Sungguh mengagumkan, kamu rela menyiapkannya sedangkan semua orang sedang bermain-main."

 

"Tidak begitu mengagumkan sih. Aku hanya suka pekerjaan sederhana seperti ini, rasa sangat menyenangkan, dah."

 

Aku bukan merendah, melainkan memang kenyataan. Selain itu, ini adalah satu-satunya cara agar aku bisa bermanfaat bagi semua orang. Kemudian, ketika aku sedang bekerja dengan Miran yang mengawasi aku, Hanako dan Adzuki-san menghampiri, sambil tersenyum.

 

"Ini adalah Shuuji-kun yang disukai Miran, kan!"

 

"Kamu sangat hebat dalam menyiapkan segalanya, ya!"

 

Wajah Miran berbinar-binar saat dia berkata kepada dua teman gyaru yang sedang berbicara dengannya.

 

"Benar! Menyiapkan itu semua, sangat hebat, kan!"

 

Kedua sahabatnya ini saling berpandangan dan berkata sambil tersenyum pada sikapnya Miran.

 

"Mengapa Miran yang begitu bangga?"

 

"Umm ..."

 

Miran yang menutup mulutnya rapat-rapat, menatapku seperti sedang mengalami kesulitan. Dia sudah mengatakan banyak hal dari tadi … hmmm, aku mengerti, Miran tidak pandai menyembunyikan sesuatu.  Ketika Miran tidak bisa menjawab, aku bertepuk tangan dan secara paksa mengalihkan topik pembicaraan.

 

"Oh, iya! Aku punya bola pantai, mengapa kalian tidak memainkannya?"

 

Entah siapa yang membawanya, ada sebuah bola pantai yang belum digelembungkan, jadi aku buru-buru menggembungkannya dan memberikannya kepada para gyaru.

 

"Shuuji-kun, mengapa kamu tidak bermain dengan kami?" "Ayo bermain berempat dengan kamu." Hanako-san dan Adzuki-san, yang tampaknya tidak melanjutkan masalah ini, malah tersenyum dan mengundangku untuk bergabung dengan mereka.

 

"Aku masih harus bersiap-siap ….”

 

"Benar. Kalau begitu, ayo kita pergi Miran!"

 

Aku merasa malu, sedangkan kedua teman gyaru-nya mengambil bola pantai dan pindah ke tepi sungai. Miran tampak mengkhawatirkan aku yang menyiapkan kompor sendirian, yang kubalas dengan senyuman.

 

"Jangan khawatirkan aku, bersenang-senanglah," kataku.

 

"Tapi ….”

 

Aku mendengar teman-temannya memanggil Miran sehingga aku mendesaknya, "Lihat, mereka memanggilmu, lho."

 

"Uh-huh."

 

Miran yang masih mengkhawatirkan aku, tetap pergi ke arah teman-temannya. Untuk saat ini—aku mengesampingkan Shige-senpai yang mengincar Miran dan berkonsentrasi untuk memastikan Miran dan teman-temannya menikmati barbekyu.

 

"............"

 

Setelah pikiranku tenang kembali, aku menyelesaikan persiapan kompor. Sepertinya tidak ada orang lain yang mau melakukannya, jadi aku mulai menyiapkan makanannya kali ini—

 

"Hari ini, aku akan menyatakan perasaanku pada Miran-chan."

 

"Serius?"

 

Aku yang mendengar percakapan seperti itu, berbalik dan melihat Shige-senpai berbicara dengan penuh percaya diri kepada juniornya.

 

"Yah, aku yakin bisa melakukannya."

 

"Kalau begitu, tolong perkenalkan aku dengan temannya Miran-chan!"

 

Secara keseluruhan, ini adalah percakapan yang sangat rendahan.

 

"----!"

 

Perasaan marah yang sudah kulupakan muncul kembali di dalam diriku. Jelas saja, aku tidak ingin Miran dibawa pergi oleh orang seperti ini, tapi—

 

"............!"

 

Karena aku menyembunyikan fakta bahwa dia adalah tunanganku, aku tidak memiliki hak untuk mengomentari pengakuan itu sendiri. Lagi pula, aku adalah otaku penyendiri yang tidak memiliki kualitas apapun. Sedangkan dia,  di sisi lain, adalah jagoannya tim bola basket. Seorang lelaki gaul berspesifikasi tinggi, yang pandai dalam pelajaran dan memiliki wajah yang tampan. Aku yakin orang-orang akan berpikir bahwa Shige-senpai lebih cocok untuk Miran daripada aku.

 

Bagaimana jika Miran merasa Shige-senpai baik untuknya? Bagaimana jika dia jatuh cinta padanya? Apa yang harus Aku lakukan?

 

Lagi pula pertunangan ini diputuskan oleh orang tua kami dan sepertinya aku juga tidak memiliki hak untuk mengikat Miran denganku.

 

"----"

 

Pikiran-pikiran seperti itu terus berputar di dalam benakku, layaknya arus berlumpur yang ganas. Sementara aku larut dalam keresahan, ada barbekyu yang  sudah siap sepenuhnya.

 

***

 

"Luar biasa! Ini sudah siap!"

 

Saat salah satu anak laki-laki gaul dengan penuh semangat mulai memasak daging, aroma dan suaranya menarik perhatian anggota lain yang sebelumnya telah berpencar, untuk berkumpul.

 

"............"

 

Aku melakukan tugas-tugas Aku. Tidak, lebih nyaman bagiku untuk melakukan pekerjaan rumahan sekarang, seperti memanggang daging, memanggang sayuran, menyajikannya di atas piring dengan tingkat kematangan yang sempurna, membersihkan sampah, dll— Seandainya aku melakukan hal-hal yang normal, aku akan memikirkan banyak hal-hal negatif. Itulah sebabnya aku berkonsentrasi pada tugas-tugas yang berada di belakang layar.

 

"Shuji-kun, orang yang pekerja keras, ya."

 

"Tapi tidakkah kamu merasa kasihan padanya?"

 

Aku bisa mendengar suara Hanako-san dan Adzuki-san. Kemudian saat aku berbalik, aku juga melihat Miran yang menatapku dengan penuh kekhawatiran. Demi menenangkannya, aku menjawab dengan nada yang ceria, "Tidak, ini sangat menyenangkan, lho."

 

"Shuuji, aku akan membantumu juga!" Saat itu Miran hendak berlari ke arahku.

 

"Miran-chan, bisakah kamu ke sini sebentar?"

 

Suara Shige-senpai yang memanggilnya menggema.

 

"----!" Kesadaranku bereaksi lebih cepat daripada Miran sendiri.

 

Miran, yang hendak menghampiriku, ragu-ragu dan bertanya pada Shige-senpai.

 

"Ada apa?"

 

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Mari kita bicara di sana."

 

"Tidak bisakah kita bicara di sini?"

 

"Yaah ...."

 

Mendengar dia yang menghela napas, Miran pun bergerak untuk berpindah tempat bersama Shige-senpai.

 

Melihat hal itu, hatiku tergores seperti sedang diamplas. Wajah seperti apa yang akan Miran tunjukkan jika Shige-senpai mengakui perasaannya? Lalu, jawaban seperti apa yang akan dia berikan? Aku sangat penasaran, tetapi itu bukan masalah yang bisa aku campuri sekarang. Selain itu, aku takut mengetahui kenyataannya. Pada akhirnya, itu adalah hak Miran untuk menentukan pilihannya, dan aku hanya bisa pasrah menerimanya.

 

"----"

 

Namun begitu, meski waktu yang kami habiskan itu mungkin singkat, tetapi hubungan yang sudah terbangun antara aku dan Miran hingga saat ini sangatlah solid. Aku tidak punya pilihan selain mempercayai itu dan tetap menunggu.

 

Aku menelan ludah seakan menahan napas saat melihat mereka pergi.

 

***

 

"Jadi, apa yang kamu ingin bicarakan?"

 

Miran dan Shige-senpai saling berhadapan di bawah jembatan layang yang jauh dari lokasi barbekyu. Adapun aku, diam-diam mengamati mereka dari balik bayang-bayang. Setelah itu, aku masih saja penasaran dan mengikuti mereka. Aku tahu bahwa ini adalah hal yang memalukan, tetapi mentalku tidaklah sekuat itu, jadi tolong maafkan aku.

 

(TLN: Mungkin ada yang bingung dengan maksud MC, dia awalnya berniat untuk tetap menunggu. Namun, karena mentalnya tidak kuat menunggu, jadi dia diam-diam mengikuti—bertentangan dengan apa yang dia bilang di awal.)

 

"Bagaimana barbekyu hari ini? Apakah kamu menikmatinya?"

 

"Ya."

 

"Baguslah. Lagi pula, aku adalah orang yang membuat rencana itu."

 

"Oh, begitu. Tapi, orang yang mempersiapkan semuanya adalah orang yang berbeda, jadi aku lupa." (TLN: yang mempersiapkan BBQ-nya ya si MC)

 

Mendengar kata-kata Miran, Shige-senpai terlihat sedikit kesal.

 

"Miran-chan yang mengundang si Suram itu, kan? Sangat menguntungkan bahwa kamu membawa seorang pesuruh yang berguna, tetapi kamu juga harus memikirkan dengan siapa yang akan kamu ajak untuk berkumpul."

 

Sebelum aku bisa memikirkan hal lain, aku merasakan ekspresi Miran berubah menjadi lebih dingin daripada yang pernah aku lihat sebelumnya.

 

"Dia bukanlah pesuruh, tahu?"

 

"Benarkah? Lalu, mengapa kamu sangat peduli pada orang itu, lol?" Shige-senpai tersenyum pahit.

 

Sikap Miran berubah menjadi dingin.

 

"Ada apa, sih? Jika tidak ada yang penting, maka aku akan kembali."

 

"Tidak, tunggu—" Shige yang buru-buru memanggilnya, berdehem seolah-olah ingin mengalihkan topik pembicaraan.

 

"Begini, menurutku kita akan menjadi pasangan yang cocok."

 

"Benarkah? Aku ragu tentang itu.”

 

"Tidak, aku yakin sekali kita cocok satu sama lain! Aku sedang free sekarang, jadi ayo kita berpacaran."

 

Pengakuan Shige-senpai.

 

"Maafkan aku. Aku tidak bisa."

Akan tetapi, Miran langsung menjawab, bahkan tanpa berhenti sejenak untuk memikirkannya.

 

"Apa!?"

 

Dia mungkin tidak menyangka akan langsung ditolak. Shige-senpai meninggikan suaranya dengan gila.

 

"K-Kenapa!?

 

"Karena aku sudah memiliki seseorang yang mengisi hatiku."

 

Seseorang yang mengisi hatinya—Miran punya seseorang yang seperti itu? Aku terkejut, tetapi beberapa saat kemudian, aku penasaran apakah yang dia bicarakan itu tentang aku? Aku ingin tahu.

 

"Tidak, tidak. Tidak bisa begitu! Orang seperti apa yang sudah mengisi hatimu!?" Shige-senpai tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dan mengacak-acak rambutnya.

 

Miran tersenyum dingin pada Shige-senpai dan berkata. "Dia orang yang jauh lebih baik daripadamu, tahu!"

 

(TLN: Asikkk)

 

"Apa?"

 

"Dia sepertinya tidak ingat, tetapi dia adalah orang yang selalu baik hati, polos, dan tidak berubah sama sekali sejak pertama kali kami bertemu saat masih kecil.”

 

Miran, yang ekspresinya mengingatkanku pada masa lalu, berkata dengan sedikit tersenyum dan malu-malu.

 

"Aku sangat mencintai orang itu," lanjutnya.

 

"----!?" Melihat wajah Miran dan mendengar kata-katanya, aku merasakan deja vu yang kuat.

 

Perasaan yang familiar itu membuatku mengingat masa lalu. Dia adalah gadis yang biasa sering kulihat ketika aku masih kecil, masa-masa di mana aku bepergian bersama orang tuaku.  Aku tidak ingat bagaimana kami pertama kali bertemu. Aku lupa, tetapi setiap kali melakukan tamasya, entah bagaimana kami akan bertemu satu sama lain, dan tanpa kusadari, kami sudah menjadi teman baik. Hal yang paling aku ingat adalah ketika aku diberitahu bahwa aku tidak akan bisa menemuinya untuk sementara waktu karena komitmen pekerjaan orang tuaku. Lalu, apa yang dikatakan gadis itu kepadaku saat itu—

 

'Shuuji-kun, aku sangat mencintaimu! Di masa depan nanti, mari kita menikah!’

 

Aku melupakan situasi saat ini dan hanyut dalam suasana nostalgia untuk sementara waktu, tetapi kemudian aku tersadar. Gadis yang waktu itu, jangan bilang dia adalah … Miran? Tidak, tetapi gadis yang waktu itu memiliki penampilan yang tenang dan suasana yang lebih santai, kan? Namun, seandainya benar bahwa 'orang yang sudah mengisi hati' Miran adalah aku, maka itu masuk akal, dan itu juga menjelaskan perasaan familiar yang sering aku alami.

 

"Apa? Apa-apaan itu!" Shige-senpai, yang tidak bisa menerima kenyataan itu, merasa sangat kesal.

 

Sikap Shige-senpai menjadi lebih buruk saat dia menatapnya, dan bertanya kepada Miran seperti sedang mengolok-oloknya.

 

"Jangan bilang—orang lain itu adalah si Suram atau semacamnya, haha?"

 

"............"

 

"Kamu serius?”

 

Melihat Miran tidak menyanggah apapun, Shige-senpai memutar bola matanya.  "Tidak, tentu saja, aku lebih baik daripada laki-laki yang suram itu! Kamu tahu apa yang orang pikirkan tentang aku? Aku keren dan baik hati! Dan aku tahu bagaimana caranya bersenang-senang. Aku jelas lebih baik darinya!"

 

"Aku sama sekali tidak tertarik. Narsis, menjijikkan!"

 

Miran menyelanya dengan tajam, sehingga membuat Shige-senpai marah padanya.

 

"Apa? Apa-apaan!”

 

Melihat Shige yang mencoba meraih Miran, "…!" aku menyadari bahwa diriku melompat keluar. Shige-senpai terkejut saat aku menarik tangannya yang ingin menangkap Miran.

 

"Apa yang sedang kamu lakukan?”

 

"Jangan letakkan—ku"

 

(TLN: Sengaja, kayak gitu. Karena raw-nya memang kepotong, seperti ada bagian kata yang tidak terucap.)

 

"Hah!?" katanya.

 

Aku memelototi anak gaul sampah itu dan berkata, "Jangan letakkan tanganmu pada seseorang yang sangat berharga bagiku!"

 

Aku ingin tahu apakah aku pernah berteriak sekeras ini dalam hidupku. Shige-senpai sempat ketakutan sejenak, tetapi dia segera melepaskan tanganku.

 

"Jangan terbawa suasana, dasar Suram!" Dia mengayunkan tinjunya ke arahku.

 

Aku tidak menyombongkan diri dan aku lemah dalam perkelahian. Aku akan dihajar sampai babak belur. Namun, aku tidak akan membiarkan Miran disentuh olehnya meskipun harus menerima banyak pukulan.  Saat aku siap menerima pukulannya dengan tekad itu.

 

"Uwaa, dia pecundang murahan, langsung menggunakan kekerasan hanya karena ditolak, whew."

 

"Dia sangat menjijikkan, seram dah!"

 

Suara-suara itu terdengar sangat keras dan bergema di bawah jembatan ini.  Ketika aku melihatnya, ada dua teman gyaru-nya Miran, yaitu Hanako-san dan Adzuki-san yang sedang memegang smartphone mereka sambil tertawa dingin.

 

"Apa-apaan ini!”

 

Shige-senpai memelototi mereka dengan mengangkat tinjunya, yang dibalas oleh mereka dengan tawa mengejek.

 

"Kami sedang merekamnya sekarang, apa yang ingin kamu lakukan?”

 

"Lebih tepatnya, aku memposting video tersebut di grup REIN, lol."

 

Adzuki-san menunjukkan kepadaku layar smartphone-nya setelah pengiriman pesan selesai. Tidak lama setelah itu, smartphone-ku mulai dibanjiri pesan bersamaan dengan suara notifikasi.

 

 

Hampir semua pesan yang masuk adalah kritik terhadap Shige-senpai. Lalu, saat membuka smartphone-nya sendiri, dia mendecakkan lidahnya sambil berkata, "Ingat saja!" Shige-senpai melarikan diri, meninggalkan kata-kata seperti penjahat pecundang dalam manga.

 

***

 

Setelah Shige-senpai pergi, aku merasa seperti mau pingsan. Sedangkan Miran memeluk punggungku dan berkata, "Shuuji, terima kasih—"

 

"Eh, um?” Sentuhan lembut yang menekan punggungku membuatku gugup. Aku yang merasakan kehangatan, aroma, dan sedikit getaran, berbicara dengan Miran yang ada di belakangku.

 

"Aku datang karena mengkhawatirkanmu. Aku bersyukur semuanya baik-baik saja.”

 

Kemudian Hanako-san dan Adzuki-san menghampiri Aku dan Miran.

 

"Pacar Miran yang datang untuk menyelamatkan itu sangat keren, kan!"

 

"Aku sudah lama bertanya-tanya tentang dia, apakah dia benar-benar pacarmu?"

 

Teriakanku yang mengatakan untuk tidak menyentuh seseorang yang berharga bagiku sebelumnya, membuatku tidak bisa mengelaknya lagi. Bahkan, video bersama dengan kata-kata dan tindakan Shige-senpai pun sudah diunggah di grup REIN.

 

"Miran, kamu punya cowok yang baik, lho!"

 

"Hei, jika dilihat-lihat lagi, bukankah dia lelaki yang tampan, uw?" Mereka berdua berbicara kepada Miran dengan kalimat yang menggoda.

Miran yang telah menjauh dari punggungku, berkata kepada mereka dengan ekspresi malu bercampur bangga di wajahnya.

 

"Benarkan? Dia adalah suami yang sangat aku banggakan!”

 

““Suami?""

 

Jelas, itu jawaban yang tidak terduga. Kedua teman gyaru-nya pun memiringkan kepala mereka dan saling berpandangan. Tanpa diduga, aku juga terlambat menyadarinya. Maksudku, kami bisa disebut sebagai sepasang kekasih, belum masuk ranah calon suami-istri.

 

Miran tampaknya juga menyadari hal ini, lalu menatapku.

 

"............"

 

Sejujurnya, aku merasa ragu. Aku mungkin akan menimbulkan masalah bagi Miran di masa depan dengan menjadi tunangannya. Namun … setelah melalui peristiwa ini, aku menganggukkan kepala dengan penuh tekad, memahami betapa aku sangat mencintai dan menyayangi Hanatsuki Miran selama ini.

"Kamu tidak perlu menyembunyikannya lagi. Aku minta maaf karena membuatmu merahasiakannya," kataku.

 

Mendengar kata-kataku, Miran tersenyum lebar, "Aku sangat senang! Aku sudah lama ingin mengatakannya kepada kalian."

 

Mata Miran berbinar-binar, dan dia melingkarkan tangannya di lenganku.

Dia menarik tubuhnya mendekat ke tubuhku saat aku mulai ragu kembali, dan dengan bangga mengatakan kepada kedua temannya, "Sebenarnya—".

 

"—Kami sudah bertunangan, lho!"

 

""Bertunangan!””

Menurutku, mereka sungguh tidak menduga hal itu. Hanako-san dan Adzuki-san sangat terkejut sampai-sampai mereka tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat.

 

"Umm, tunggu sebentar, apakah dengan bertunangan itu berarti kalian akan menikah di masa depan?"

 

Hanako-san bertanya saat dia mulai sadar. Ketika dia mengatakannya lagi, aku merasakan bobot kata-katanya. Memang benar bahwa sebagai seorang siswa SMA, aku belum bisa membayangkan pernikahan atau semacamnya, tetapi meskipun begitu, aku pikir akan lebih baik jika Miran menjadi pasanganku.

 

Miran yang juga tersenyum, membalasnya, “Ya, begitulah."

 

 

Dia menganggukkan kepala di sampingku.

 

"Itulah sebabnya aku penasaran mengapa Miran tidak pernah berpacaran dengan seorang laki-laki meskipun populer, tetapi begitu ya kenyataannya."

 

Adzuki-san bergumam seakan-akan dia memahaminya. Menanggapi hal tersebut, Miran menganggukkan kepala dan berkata, "Iya, begitu."

 

"Lakukan saja!" “Kalian juga sangat serasi." Hanako-san dan Adzuki-san yang melihatku dan Miran dengan kaget, akhirnya tertawa dan memberi kami sebuah colekan.

 

Setelah kejadian ini, aku dan Miran dikenal luas sebagai pasangan yang sudah bertunangan.

 

Kebetulan, ada cerita selanjutnya. Reputasi buruk Shige-senpai segera menyebar ke seluruh sekolah sehingga popularitasnya jatuh, dan pelatih klub bola basket memberinya hukuman karena membolos latihan demi datang ke acara barbekyu.

 

Pesta barbekyu cukup berisik pada awalnya. Lalu, ada keributan Shige-senpai. Ada juga kisah tentang pertunangan aku dan Miran. Memang ada banyak pertanyaan yang menekan, tetapi semuanya menjadi lebih tenang seiring berjalannya waktu. Atau, lebih tepatnya, titik perdebatan difokuskan pada Miran, dan bukan padaku, si introvert yang jawabannya tidak jelas.

 

"............"

 

Hari pun mulai gelap, aku duduk dengan tenang di sudut tepi sungai, menatap orang-orang yang ceria di sekeliling Miran beserta percikan api yang berkilauan di sekelilingnya. Ini masih terlalu dini, tetapi kami akan menyalakan kembang api yang telah dipersiapkan sebagai hiburan terakhir untuk acara barbekyu.

Para ekstrovert sudah mengambil semua kembang api yang mewah, jadi yang aku miliki hanyalah kembang api biasa.

 

"............"

 

Walau terlihat sederhana, percikan api kecil yang terus menyala ternyata sangat menarik. Ketika aku sedang sendirian, mencoba untuk mengetahui berapa lama aku bisa menjaga bola kembang api tetap hidup, sebuah suara tiba-tiba memanggil aku.

 

"Shuuji ...."

 

"M-Miran!”

 

Gyaru yang merupakan tunanganku berjalan ke arahku dan duduk di sampingku. Kami sangat dekat sehingga bahu kami bersentuhan, membuatku gugup dan kembang api yang kupegang pun terjatuh. Aku bergegas menyiapkan kembang api berikutnya agar dia tidak menyadari kegugupanku.

 

"Bolehkah aku bergabung denganmu?"

 

"Y, ya … tentu saja."

 

Bersama-sama kami menyalakan kembang api. Kembang api biasa yang berkilauan membuat Miran tersenyum seperti anak kecil.

 

"Ini sangat indah!"

 

"Ya, benar.”

 

Aku mengangguk, tetapi aku lebih terpesona oleh paras Miran daripada kembang api itu. Ketika Miran menoleh, secara refleks aku memalingkan wajah sehingga kembang api yang kupegang terjatuh. Aku yang sedikit malu, mengalihkan pandang untuk melihat kembang api yang bersinar terang di kejauhan dengan para anak gaul yang tampak bahagia. Kemudian, aku berdehem dan berbicara dengan tunanganku.

 

"Deretan pertanyaan itu, pasti membuatmu kesulitan, kan?"

 

Mendengar kata-kataku, Miran menatapku dengan tatapan bingung.

 

"Begitukah? Justru aku senang bisa berbicara banyak tentang Shuuji, lho?"

 

"K-Kamu membicarakan banyak hal tentang aku!?”

 

Aku merasa belum melakukan banyak hal sejauh ini, jadi aku sedikit penasaran dengan apa yang dia katakan kepada semua orang. Saat kembang api Miran sudah habis, aku mencoba mengeluarkan kembang api baru tetapi Miran dengan lembut berkata kepadaku.

 

"Terima kasih telah menyelamatkanku tadi."

 

"Eh, tidak, bukan seperti itu. Aku tidak melakukan apa pun yang layak membuatku mendapatkan terima kasih.” kataku dengan tergesa-gesa.

 

Aku hanya melakukan hal yang sudah jelas. Justru, aku yang merasa khawatir dan mengintip mereka. Lalu, aku teringat akan percakapan antara Miran dan Shige-senpai, dan berkata lagi, "Malah … aku yang harusnya berterima kasih kepadamu."

 

Berterima kasih akan sikap Miran terhadap Shige-senpai, yang menjelek-jelekkan aku. Apakah pernah ada orang yang marah demi aku seperti itu? Bahkan, ketika aku mengingatnya kembali sekarang, hatiku merasakan semacam perasaan bahagia, meluap-luap akan sukacita.

 

"Terima kasih telah marah demi aku ….”

 

Aku menoleh ke arah Miran dan menundukkan kepala. Gyaru yang merupakan tunanganku itu tersenyum geli, bergumam kepadaku saat dia merenungkan apa yang baru saja terjadi.

 

"Aku sangat senang ketika kamu mengatakan itu."

 

"Waktu itu?” Aku langsung tahu apa yang dia bicarakan.

 

‘Jangan letakkan tanganmu pada seseorang yang sangat berharga bagiku!’

 

Itulah yang aku teriakkan sekeras-kerasnya. Aku biasanya tidak berteriak kepada siapa pun, jadi hal itu sudah menjadi kenangan yang sedikit memalukan di dalam benakku.

 

"Waktu itu aku spontan ….”

 

Saat wajahku memanas, Miran tertawa gembira sejenak. Kemudian, sambil memandang ke kejauhan seakan sedang memikirkan sesuatu, dia bertanya kepadaku dengan berbisik, "Ngomong-ngomong—"

 

"—Kita sudah lama bertemu, ingat?"

 

Mendengar kata-kata itu, aku menceritakan kepadanya tentang kenangan masa kecil yang pernah aku alami sebelumnya.

 

"Ketika aku masih kecil, aku sering bertemu dengan gadis yang sama ketika melakukan tamasya bersama orang tuaku ….”

 

Aku tidak ingat bagaimana kami pertama kali bertemu, tetapi itu adalah gadis yang sama yang aku temui di setiap kali perjalanan. Aku ingat bahwa kami menjadi teman baik dan bermain dengannya setiap kali bertemu.

 

"Rupanya … gadis itu adalah Miran, kan?"

 

"Ya!" Ketika aku mengonfirmasinya, Miran mengangguk dengan senang hati.

 

"Kamu tidak menyadarinya?” lanjutnya.

 

"Um … kamu terlihat sangat berbeda, maaf."

 

"Tapi kamu ingat aku, kan?" Saat aku meminta maaf, Miran tertawa sejenak.

 

Kemudian dia mengangguk seolah-olah telah mengambil keputusan, dan memberitahuku, "Sebenarnya, aku yang meminta orang tuaku untuk melanjutkan pertunangan itu ….”

 

"Eh? Miran?!" Aku tercengang dengan informasi yang tidak terduga ini.

 

Aku mengira bahwa orang tuanya yang telah memutuskannya sendiri. Miran menganggukkan kepala dan berbicara dengan sedikit ragu-ragu.

 

"Aku senang bisa satu SMA dengan Shuji … dan aku sangat ingin mengenalmu dengan baik sejak tahun pertama, tetapi setelah satu tahun berlalu, aku tetap tidak bisa melakukan itu ...."

 

Aku teringat bagaimana dia terus memanggilku ketika masih menjadi siswa baru. Itulah sebabnya, aku penasaran mengapa dia sangat tertarik padaku.

 

"............"

 

Namun, ketika aku berpikir bahwa dia memiliki perasaan seperti itu terhadapku, aku langsung merasa bahwa semua hal yang telah terjadi bersamanya adalah hal yang lucu.

 

Kemudian, Miran memberitahuku, "Jadi, aku merasa tidak bisa terus seperti ini, dan menggunakan alasan pertunangan kita."

 

"Oh, itu yang terjadi, ya?

 

Aku mengangguk sambil mengingat kembali perilakunya sejak kami memulai tahun kedua. Aku ingat dia telah menanyakan tentang status hubunganku, tetapi kemudian sikapnya berubah, dan setelah itu masalah pertunangan kami muncul, kan? Saat aku larut dalam emosi, Miran menyampaikan permohonan maafnya kepadaku.

 

"Aku selalu khawatir Shuuji akan merasa terganggu karena tiba-tiba menjadi tunanganku."

 

Perasaan yang selalu dikhawatirkan olehnya—

 

"Miran …,” kataku.

 

Aku merasa bukan hanya aku yang sangat khawatir tentang masalah pertunangan. Lalu, aku menggelengkan kepala dan berkata. "Aku hanya bingung sih, tetapi tidak menganggapnya sebagai gangguan."

 

"Benarkah?”

 

"Ya, sebaliknya, akulah yang khawatir Miran tidak akan suka bertunangan denganku."

 

Miran adalah seorang gyaru ekstrovert yang populer di kalangan semua orang. Aku selalu khawatir bahwa dia tidak akan menyukai ide tentang seorang yang introvert penyendiri seperti aku yang menjadi tunangannya. Ketika aku mengungkapkan hal ini kepadanya, Miran buru-buru menggelengkan kepalanya.

 

"Itu tidak benar, tahu! Shuuji selalu bersikap sangat baik!”

 

Wajah Miran memerah setelah mengatakan hal itu. Melihatnya yang seperti itu juga membuat wajahku tersipu. Aku tidak tahu apakah aku pernah mendapat penegasan atau pujian seperti ini sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang belum pernah kualami sehingga membuatku gelisah.

 

"Shuji, kamu tahu ….”

 

Kemudian, setelah hening sejenak, Miran menatapku. Berbeda dengan ekspresinya yang ragu-ragu tadi, dia justru memberiku senyum lebar, dan berkata, "Terima kasih telah mau menjadi tunanganku."

 

"----" Kata-kata itu terlalu indah untuk menjadi kenyataan, sehingga aku tidak tahu harus berkata apa.

 

"Miran ….”

 

Itu juga merupakan hal yang aku rasakan. Kata-kata Miran membuatku berpikir. Aku sudah lama mengurung diri di rumah karena tidak tertarik dengan orang lain. Akan tetapi, Miran menarikku keluar dari keadaan itu. Dia mengizinkanku mencoba hal-hal baru. Aku yang di masa lalu dengan aku yang di masa sekarang benar-benar berbeda. Sekali lagi, itulah yang aku rasakan, dan aku menatap mata Miran.

 

"Karena bertunangan dengan Miran, duniaku menjadi semakin luas.” Aku terpesona oleh matanya yang indah, dan aku berterima kasih kepada tunangan yang sangat aku cintai, "Terima kasih telah menjadi tunanganku."

 

TL: Zhone-sensei (YouthTL)

 

Prev Chapter || ToC || Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close