Penerjemah: Sena
Proffreader: Sena
Chapter 6: Yang Terburuk
Talia Widman bertemu dengan alkemis itu tak lama setelah bergabung dengan klan.
Alkemis jarang ditemukan di antara pemburu harta karun.
Profesi alkemis membutuhkan pengetahuan luas dan penelitian mendalam, namun hasilnya tidak sebanding dengan upaya dan biayanya karena kekuatan serangan langsung yang mereka miliki sangat terbatas.
Di kalangan pemburu, alkemis sering diejek sebagai versi penyihir (mage) yang lebih lemah. Alkemis berbakat yang mampu mengatasi ejekan tersebut biasanya tidak memilih jalan hidup sebagai pemburu. Oleh karena itu, alkemis tetap menjadi profesi yang kurang dihargai di dunia pemburu.
Talia telah menjadi pemburu selama bertahun-tahun, tetapi dia tidak pernah bertemu dengan pemburu yang juga seorang alkemis. Salah satu alasan Talia dan timnya bergabung dengan First Step adalah karena klan itu memiliki fasilitas dan materi yang lengkap untuk mempelajari alkimia—hal yang hampir mustahil dikumpulkan secara individu.
Ternyata, fasilitas yang dimiliki First Step bahkan melampaui imajinasi Talia. Mereka memiliki dokumen penelitian, peralatan mahal, katalis langka, bahkan ruangan khusus untuk eksperimen. Jika hanya melihat fasilitas, mungkin klan ini setara dengan institusi penelitian terbaik di ibu kota, seperti Akademi Sihir Primus.
Namun, semua itu hanya dikumpulkan untuk satu orang alkemis dalam klan tersebut—Sitri Smart.
Dulunya, nama Sitri dipuji oleh semua orang di ibu kota, hingga sebuah insiden membuat namanya tenggelam dari pembicaraan.
Dia seorang alkemis sekaligus pemburu yang tergabung dalam tim elit, tetapi namanya jarang disebut, tersembunyi di balik ketenaran anggota lainnya.
Ketika Talia bertemu dengannya untuk pertama kali, Sitri adalah gadis yang lembut, rendah hati, dan sangat cerdas.
Rambut pirang muda dengan sentuhan merah muda miliknya dipotong pendek—langka untuk seorang penyihir. Dengan nada kecewa, dia menjelaskan, “Kakakku ingin aku memanjangkan rambut, jadi aku memotongnya.” Rambut merah menyala milik Talia, yang sebelumnya dianggapnya terlalu mencolok dan kurang menarik, justru dipuji Sitri sebagai sesuatu yang indah.
Mata Sitri yang lembut selalu memancarkan ketenangan, dan dia mengenakan jubah abu-abu sederhana. Penampilannya sama sekali tidak mencerminkan seorang pemburu yang hebat.
Sitri menyambut Talia, alkemis pendatang baru, dengan hangat di laboratorium yang sebelumnya praktis hanya digunakan olehnya.
Meski hanya sebentar berada di markas klan karena kesibukannya, Sitri dan Talia cepat menjadi akrab.
Sitri mengajari Talia banyak hal, bahkan menyebutnya sebagai teman dan mengatakan bahwa dia senang bisa bertemu dengannya.
Talia tahu tentang insiden dan rumor buruk yang beredar tentang Sitri, tetapi dia segera menyadari bahwa semuanya tidak benar. Sitri adalah seorang pekerja keras sejati.
Dia mengejar semua cabang alkimia tanpa ragu, bahkan melakukan eksperimen yang biasanya dihindari alkemis berpengalaman karena tingkat kesulitan dan risikonya (tentu saja, semuanya sah). Dia adalah alkemis sejati.
Hasrat Sitri terhadap alkimia sangat kuat, hingga mengejutkan Talia yang memutuskan menjadi alkemis meskipun mendapat penolakan dari banyak pihak. Ironisnya, Talia mulai memahami mengapa ada banyak rumor buruk tentang Sitri—Sitri terlalu luar biasa.
Semangat dan bakatnya dalam alkimia begitu mengagumkan, sampai-sampai rekan-rekannya merasa takut. Namun, terlepas dari semua itu, Sitri tetap rendah hati dan terlalu mudah menerima perlakuan buruk.
Dia memiliki sifat yang cenderung memaafkan siapa saja, bahkan saat disakiti. Sitri menerima semua tuduhan yang dilimpahkan padanya, dan dengan lapang dada menerima penurunan level—sebuah penghinaan terbesar bagi seorang pemburu yang biasanya tidak akan dialami oleh mereka yang aktif.
Sifatnya terlalu lembut untuk menjadi seorang pemburu. Tetapi bagi Talia, Sitri adalah wujud alkemis sejati. Meski Sitri tidak pernah mengambil murid karena merasa dirinya belum cukup matang, secara tidak langsung Talia menjadi seperti muridnya.
Mereka terus melakukan penelitian bersama, dan rasa hormat Talia segera berubah menjadi kekaguman.
Talia berpikir, Suatu hari nanti, aku ingin menjadi alkemis sehebat ini.
Dia membaca setiap buku yang bisa dia temukan, mencatat semua yang Sitri ajarkan tanpa melewatkan satu kata pun, dan melakukan eksperimen hingga larut malam di laboratorium klan.
Dia merasa berhutang banyak kepada Sitri.
Talia sering memikirkan ini: Sitri selalu sendirian. Akibat reputasi buruk dari masa lalunya, dia tidak punya siapa pun yang bisa diandalkan. Karena itu, Talia memutuskan, setidaknya jika terjadi sesuatu, aku akan menjadi orang yang selalu ada di pihaknya.
Namun, kenyataannya, kemampuan Talia masih jauh dari Sitri. Jika dia harus menyebutkan satu orang yang paling dia kagumi, dia tidak akan ragu menyebut nama Sitri.
…
Mereka bergerak maju dalam formasi, menyusuri hutan.
Malam telah sepenuhnya tiba, tetapi penglihatan tajam para pemburu tidak terpengaruh oleh kegelapan. Cahaya yang dipancarkan oleh para penyihir (mage) juga membantu kelancaran perjalanan mereka.
“Gark-san, kamu baik-baik saja? Maksudku... ini cukup berbahaya. Bagaimana jika kamu dan timmu kembali saja?”
“Jangan meremehkan aku, Sitri. Aku belum setua itu untuk jadi lemah.”
“Bukan begitu, semakin banyak tenaga, semakin baik. Tapi... apakah ada sesuatu yang terjadi?”
Dengan wajah masam, Gark tetap diam, membuat Sitri memandangnya dengan ekspresi heran.
Gain, yang menggenggam pedang cadangan di tangan kirinya, membuka suara kepada Sitri.
“Jadi, Senpen Banka tidak datang juga, ya?”
“......Iya. Maafkan aku. Aku memiliki hubungan tertentu dengannya, jadi aku meminta mereka menyerahkan ini kepadaku saja.”
“Aku tidak menyalahkanmu. Tapi aku penasaran seperti apa level 8 yang semua orang bicarakan itu.”
Meski banyak rumor, Senpen Banka jarang menampakkan dirinya. Sebuah entitas misterius dengan level 8.
Mendengar ucapan Gain, Sitri tersenyum lembut sambil menyentuh pipinya.
“Krai-san... adalah seseorang yang terlahir untuk menjadi pemburu harta karun. Party kami semuanya memiliki julukan, tetapi Krai-san benar-benar istimewa. Aku yakin, suatu saat nanti dia akan mencapai level 10.”
“Heh, itu berlebihan, kan? Hanya ada tiga orang di dunia ini yang mencapai level 10. Apa pemimpin timmu benar-benar sehebat itu?”
“Dia sangat hebat. Tetapi, kekuatan hanya salah satu elemen saja. Bahkan jika Krai-san selemah sand rabbit dalam hal kemampuan bertarung, itu tidak jadi masalah.”
“Sand rabbit...”
Mendengar nama hewan yang berada di dasar rantai makanan di dekat ibu kota, Gain memasang ekspresi canggung. Sitri tampaknya tidak bercanda.
“Tidak ada tanda-tanda pengejaran...”
Sven bergumam sambil memandang pepohonan di sekitarnya.
Setelah serangan gencar dari makhluk mirip slime, suasana kini berubah sunyi tanpa ancaman apapun.
“Jangan lengah. Penyihir itu selalu penuh perhitungan—terlebih lagi, Menara Akasha menjadi buruan dengan hadiah besar dari berbagai negara. Lawan kita adalah Master Magus. Tidak mungkin serangannya hanya sebatas itu.”
Hutan memang penuh dengan titik buta, tetapi kelompok mereka hampir berjumlah seratus orang. Bahkan setelah mengurangi dua peneliti artefak yang tidak bertarung, ada banyak pasang mata yang mengawasi setiap sudut.
Bahkan jika slime itu menyerang lagi, mereka tidak akan lengah.
Setelah memastikan posisi di peta, jarak ke tebing yang menjadi target Sitri tinggal beberapa kilometer lagi.
Setelah mendekat, giliran party pencari jejak dari kelompok thief untuk bergerak. Jika target tetap tidak ditemukan, mereka harus kembali ke ibu kota untuk menyusun ulang rencana.
Di belakang, Talia berjalan dengan ragu sambil melirik ke arah Sitri. Dia mengeluarkan sebotol ramuan dari tasnya.
“Sitri, kamu baik-baik saja? Kelihatannya kamu lelah. Aku punya ramuan pemulih tenaga. Mau minum?”
“Ah, terima kasih. Tapi tidak apa-apa. Aku yakin, kita hampir sampai.”
Dengan keyakinan di suara Sitri, Talia memasukkan kembali ramuan itu ke tasnya, terlihat sedikit kecewa.
Saat itu, Sven menyadari bahwa makhluk penjaga yang biasanya menemani Sitri tidak ada di sekitarnya.
“Ngomong-ngomong, Sitri, ke mana makhluk yang biasanya kau bawa itu?”
Sebagai seorang alkemis, kemampuan bertarung Sitri memang terbatas. Namun, ia menutupi kelemahannya dengan membawa makhluk sihir sebagai pelindung. Makhluk ini bukan golem atau slime biasa, tetapi sesuatu yang sangat unik.
Sitri menoleh untuk menjawab pertanyaan Sven.
“Ah, Kilkil sedang dalam perawatan, jadi—“
Namun sebelum ia selesai berbicara, langit malam yang gelap tiba-tiba dipenuhi dengan kilatan cahaya terang tanpa peringatan.
…
Mantra serangan tingkat tinggi, Calamity Thunder.
Itu adalah bencana alam yang nyata.
Mantra petir adalah salah satu teknik sihir dengan tingkat kesulitan tertinggi. Hanya penyihir terbaik yang dapat menguasai elemen ini.
Petir luar biasa kuat yang turun dari langit menyambar sebelum para pemburu berpengalaman sempat bereaksi.
Kilatan cahaya disusul oleh suara gemuruh yang mengguncang hutan. Derasnya sambaran petir seperti murka dewa, merobohkan pepohonan dalam area luas dan menghempaskan kelompok pemburu yang telah mengenakan perlengkapan terbaik mereka.
Itu terjadi dalam sekejap. Suara dan cahaya pun lenyap.
Yang tersisa hanyalah hutan yang dilalap api, aroma daging terbakar yang menyengat, dan tubuh para pemburu yang terguling hangus di tanah setelah menerima guncangan, suara, dan panas yang luar biasa.
Setelah memastikan tidak ada lagi yang bergerak, sebuah bayangan turun dari langit.
Seorang penyihir berambut cokelat yang menunggangi makhluk bersayap. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, tetapi bibirnya melengkung membentuk senyuman.
“Ha... ha... ha... para pemburu rendahan ini...! Dengan kekuatanku, aku tidak butuh sistem pertahanan! Ini pasti... akan membuat guruku bangga!”
Kekuatan utama seorang penyihir adalah mantra serangannya. Mantra tingkat tinggi dapat dengan mudah menghapus phantom atau monster dari keberadaannya, dan menjauhkan profesi penyerang lainnya. Namun, kekuatan itu juga memiliki kelemahan: waktu persiapan yang panjang dan konsumsi energi magis (mana) yang sangat besar. Meski begitu, jika bisa dilancarkan lebih dulu dan dengan akurat, semua itu bukan masalah.
Jurus pamungkas milik Flick, Calamity Thunder, adalah salah satu mantra serangan dengan kekuatan dan jangkauan tertinggi, sebuah sihir yang hanya dapat dicapai oleh mereka yang berbakat luar biasa dan berdedikasi untuk mengejar esensi sihir seperti dirinya.
Dengan langkah goyah, Flick turun dari Malice Eater. Makhluk chimera spesial dengan kepala singa, sisik dan sayap naga, serta tiga ekor seperti pedang itu mengikuti perintah tuannya dan berbaring di tempat.
Tanah seolah bergetar. Mual menyergapnya, dan Flick menggelengkan kepala. Ini adalah tanda kekurangan energi magis.
Pandangan kaburnya bertemu dengan salah satu pemburu yang tergeletak di tanah.
Sven Anger, si Storm Striker. Meski terbaring, dia menopang tubuhnya dengan siku, menatap Flick.
“Haa... haa... ternyata... para pemburu... memang tahan banting...”
“Sial... itu sihir macam apa barusan...? Apa kau anak buah Noctus Cochlear?”
“Aku terkejut... kau masih bisa bicara...”
Salah satu alasan mengapa sihir petir begitu mematikan adalah kemampuannya untuk membatasi pergerakan target melalui suara, guncangan, dan efek paralisis, bahkan jika target tidak langsung mati. Mereka yang telah menyerap Mana Material memang memiliki tubuh yang tidak biasa. Cedera fisik pada sebagian besar pemburu yang tergeletak ini mungkin tidak terlalu parah.
Namun, untuk memastikan kehancuran total, Flick menurunkan Malice Eater.
Tidak peduli seberapa tinggi level mereka, pemburu yang kehilangan kesadaran tidak akan menjadi lawan bagi makhluk ini.
“Namun, tampaknya kau tidak bisa berdiri lagi,” Flick berkata sambil menyeringai.
“Sial...!”
Sven berusaha berdiri dengan menggertakkan gigi, tetapi tubuhnya masih lumpuh dan ia hanya bisa merangkak.
Malice Eater berjalan perlahan ke arahnya, cakar tajamnya menggigit tanah dengan setiap langkah.
Meskipun Flick tidak dapat menggunakan sihir lagi, itu sudah cukup. Dia tersenyum di tengah perasaan bahagia yang meluap.
Penghinaan. Dia dicemooh di depan gurunya, dihina oleh mereka yang dipandang rendah. Namun, semua itu kini telah berakhir.
“Kau telah menyulitkanku... Tapi ini akan menjadi akhirnya! Guru, saksikanlah... bahwa aku, Flick—“
“Permisi.”
Sebuah suara yang seharusnya tidak terdengar memotong pikirannya.
Di hadapannya berdiri musuh terbesar yang harus dia bunuh, tegak di atas dua kaki.
Jubahnya kotor oleh tanah, rambutnya berantakan dan penuh jelaga. Namun langkahnya jauh lebih stabil daripada Flick.
Dengan tenang, musuh itu membersihkan debu dari jubahnya, tanpa tanda-tanda cedera sama sekali.
Itu tidak masuk akal. Dia yakin telah memastikan targetnya sebelum melepaskan serangan.
Dilanda kebingungan, Flick menatap musuhnya: Sitri Smart, yang menatapnya dengan senyum canggung.
…
Kejutan dari Langit
Itu tidak baik. Meski merasa sudah cukup waspada, serangan dari langit sepenuhnya di luar perkiraan.
Sihir petir yang mengenai langsung tanpa perlindungan menembus armor Sven, memberikan kerusakan parah pada kesadarannya. Jantungnya berdetak tak beraturan, dan ia kehilangan kekuatan pada tangan dan kakinya.
Dalam posisi terbaring, pandangannya tertuju pada Marietta, penyihir (Mage) timnya yang juga terkapar.
Mata Marietta setengah terbuka, menunjukkan bahwa ia masih sadar. Mungkin, ia bisa berdiri jika berusaha, dengan kerusakan fisik yang hanya ringan. Alasan ia belum bangkit adalah karena sedang mempersiapkan serangan kejutan.
Sihir serangan menjadi kurang efektif pada mereka dengan level sihir tinggi karena tingkat resistansi mereka. Para penyihir lain di tim juga akan segera mendapatkan kembali kesadaran mereka. Para pemburu yang terkapar lainnya juga kemungkinan besar dapat diselamatkan jika segera ditangani.
Namun, meskipun demikian, kondisi Sitri yang sepenuhnya tak terluka sangat tidak wajar.
“Tak kusangka... serangan sihir area datang begitu saja meskipun ada tawanan... benar-benar di luar dugaan. Hehe... sepertinya, aku memang tidak bisa menggantikan Krai-san.”
Meskipun rekan-rekannya hampir seluruhnya terkapar, nada suara dan sikap Sitri tetap penuh percaya diri.
“Mengapa? Bagaimana kau bisa masih bisa bergerak?”
“Hmm? Sebaliknya, mengapa kalian tidak bisa bergerak hanya karena sihir tingkat itu?”
Dengan nada bingung, penyihir (Mage) musuh mundur selangkah tanpa menyadari, bahkan lupa untuk memberi perintah pada binatang buas di sampingnya. Ekspresi wajahnya menunjukkan ketakutan seperti baru saja bertemu iblis.
Sitri melangkah maju, memberi tekanan. Dari sudut pandang Sven, ia bisa melihat tangan Sitri dengan gerakan tenang memasukkan sesuatu ke dalam kantong pinggangnya.
“Partyku—level 8, kau tahu? Di tempatku, di ruang harta karun, sihir tingkat seperti itu bukanlah hal yang luar biasa.”
“Bohong! Sihir petir tingkat tertinggi, langka, luar biasa!? Itu kartu trufku!”
Sihir itu seharusnya luar biasa langka dan kuat, sehingga klaim itu hanya semakin membuat penyihir (Mage) musuh terkejut dan terguncang.
Sementara itu, tangan Sitri dengan lincah mengeluarkan sesuatu—sebuah pistol kecil berwarna merah muda. Ukurannya cukup kecil sehingga nyaris tersembunyi dalam telapak tangan mungil Sitri, terlihat lebih seperti mainan daripada senjata sungguhan.
Dalam diam, ia memiringkan pistol itu, tanpa melirik, mengarahkannya ke leher Sven yang terkapar.
“Pada dasarnya, kau kurang imajinasi.”
Pistol itu ditembakkan. Hampir tanpa suara, sesuatu melesat keluar, langsung mengenai leher Sven.
Dalam sekejap, energi yang hilang dari tubuhnya kembali. Ia bangkit dengan loncatan, mengambil pedang milik salah satu rekannya yang jatuh di dekatnya.
Penyihir musuh hanya bisa terdiam dengan ekspresi kosong menyaksikan kejadian itu.
“Terima kasih!” seru Sven.
“Aku akan membantu yang lain,” jawab Sitri.
Dia bergerak cepat, sementara Sven maju ke depan untuk menghadapi ancaman lain: Chimera, makhluk mengerikan yang menjadi pelindung si penyihir. Namun, sebelum ia dapat menyerang, tiga ekor ekor panjang dan tajam makhluk itu melesat seperti cambuk, menyerang Sven dengan kecepatan tinggi.
“Aku tidak menyangka ini akan begitu sulit!” gerutu Sven, terpaksa mundur.
Namun, pertarungan berubah drastis ketika rekan-rekan yang sebelumnya terkapar mulai bangkit kembali satu per satu, berkat “pistol ajaib” Sitri yang ternyata menyemprotkan cairan penyembuh dengan tekanan tinggi.
“Ayo selesaikan ini!”
ujar Sven dengan penuh semangat, ketika mereka kembali menguasai medan perang.
Sementara itu, di sudut lain, Sitri berdiri dengan penuh percaya diri, memandang penyihir musuh yang kini terikat, benar-benar tak mampu berkata-kata.
Tatapannya penuh kebingungan, tertuju pada seorang gadis di antara tim lawannya.
“Sitri, siapa dia?” tanya Sven.
“Entahlah,”
jawabnya santai, sementara gadis itu terlihat panik dan bersembunyi di belakang Sitri, meskipun tubuh mereka hampir sama besar sehingga tidak terlalu berhasil.
“Sepertinya dia sangat menyukaimu,” candanya.
“Ya... Aku juga tak tahu alasannya,” jawab Sitri dengan sedikit kebingungan.
Dengan suara nyaris tak terdengar, Talia bergumam pelan.
Setelah menata formasi, mereka melanjutkan perjalanan sambil membawa tiga tawanan. Ketegangan terasa jauh lebih mencekam daripada sebelumnya. Masing-masing tubuh anggota party memancarkan cahaya samar—efek dari sihir perlindungan yang meningkatkan daya tahan terhadap sihir. Keberadaan makhluk buatan seperti Chimera yang begitu kuat, mampu mengimbangi bahkan seorang pemburu berpengalaman dengan gelar kehormatan, serta sihir serangan area yang cukup untuk menjangkau hampir seratus pemburu sekaligus, mempertegas besarnya ancaman dari organisasi musuh.
Mereka menyusuri jalan yang tidak jelas sampai akhirnya berhasil keluar dari hutan. Pohon-pohon mulai berkurang, dan pandangan mereka terbuka lebar. Tanpa perlu aba-aba, para pemburu segera menyebar ke kiri dan kanan dengan terlatih.
Tidak perlu mengirim pengintai. Tepat di depan mata mereka terbentang sebuah tebing besar dengan sebuah gua yang jelas-jelas hasil buatan manusia.
“Sepertinya sesuai dengan dugaanmu, Sitri,” kata Sven dengan perasaan seolah-olah tengah bermimpi buruk.
Sitri menanggapinya dengan tenang, seperti biasa. “Aku hanya punya insting yang bagus. Meski tentu saja tidak sehebat Krai-san...”
Di bawah bulan yang tersembunyi di balik awan, tiga sosok hitam melayang di udara. Jika diperhatikan lebih dekat, mereka memiliki kepala seperti singa, sayap dan sisik seperti naga, serta ekor yang sangat khas. Itu adalah Chimera—jenis yang sama seperti yang menyerang mereka sebelumnya.
“Tiga ekor, ya?”
“Enggak, ada lima. Dua di antaranya ada di bawah,” kata salah satu anggota party sambil menunjuk ke arah gua.
Kepadatan aura pembunuh yang mereka pancarkan cukup untuk membuat para pemburu menelan ludah dengan gugup. Dibandingkan dengan Serigala berzirah yang muncul di Sarang Serigala Putih, Chimera ini jelas jauh lebih berbahaya—musuh sejati yang mengancam jiwa.
Tiga ekor melayang di udara, sementara dua lainnya menjaga pintu masuk gua di kanan dan kiri.
Gark mengangkat Hyouran Senga, senjata legendaris berbentuk halberd besar yang menyandang nama julukan “Iblis Perang.” Wajahnya mengerut tegang, sementara Sven bisa merasakan kekakuan pada ekspresinya sendiri.
“Ini buruk. Jumlah mereka terlalu banyak. Dari pengalaman kita tadi, masing-masing setara dengan level 6 atau 7. Mereka cepat, tahan lama, dan entah terbuat dari bahan apa, tapi ini jelas Chimera yang dibuat dengan perhatian khusus. Lima sekaligus... ini terlalu mewah untuk sambutan biasa,” kata Gark sambil mendesah berat.
“Masalahnya adalah mereka punya posisi di udara. Kalau mereka menyerang dari atas, kita akan kewalahan,” balas Sven sambil memasang anak panah ke busurnya dengan perlahan. Napasnya teratur meski ketegangan membebani.
Chimera adalah makhluk buatan yang tercipta dari berbagai jenis hewan. Kualitas mereka tergantung pada bahan dasar yang digunakan. Dengan tingkat penyelesaian seperti ini, jelas kemampuan terbang mereka tidak bisa diremehkan.
Meskipun tidak ada pemburu pemula di tempat itu, hanya Sven, Gark, dan anggota elit lain seperti Sitri yang mungkin punya peluang untuk menghadapi mereka.
“Di salah satu punggung Chimera, ada seseorang. Kemungkinan besar itu adalah tuannya,”
kata Sitri, menunjuk ke langit dengan jari telunjuknya. Ketepatannya tetap mengagumkan meski dalam situasi kritis.
Setelah memicingkan mata, terlihat seseorang memang duduk di atas salah satu Chimera.
“Jika kita membunuh tuannya, apakah itu akan mengacaukan kontrol mereka?”
“Jika tuannya sebodoh orang tadi, mungkin membunuhnya malah jadi kerugian,” jawab Sitri sambil menyindir komando buruk dari Flick sebelumnya.
Sven hampir tertawa mendengar nada sinis itu. Namun, wajahnya kembali serius saat Sitri menunjuk ke arah gua.
“Sebagai saran serius... tergantung luasnya, lebih baik kita memancing beberapa dari mereka masuk ke dalam gua. Bertarung di ruang terbuka melawan Chimera yang cepat dan bisa terbang adalah langkah buruk,” jelas Sitri dengan tegas.
“Kau ingin kita berlari menembus mereka untuk masuk ke gua itu? Dan itu adalah markas mereka!” sergah Sven dengan nada protes.
“Dibandingkan dengan bertarung di tempat ini, itu jauh lebih baik,”
balas Sitri tanpa ragu. Logikanya tak terbantahkan, tetapi risiko bertarung di dalam gua yang mungkin penuh jebakan tetap tinggi.
Ketegangan memuncak. Sven bisa merasakan jantungnya berdetak keras seolah memberi tahu bahwa ini akan menjadi pertarungan hidup dan mati. Beberapa orang pasti akan mati. Kalau salah langkah, bisa jadi semuanya.
“Sitri, kau yakin bisa menangani satu ekor?” tanyanya sambil menggenggam erat senjatanya.
Sitri berpikir sejenak sebelum menjawab.
“Bukan satu. Dua ekor. Aku akan menahannya bagaimanapun caranya. Dalam waktu itu, kalian harus menghabisi yang lain.”
“Dua ekor!? Kau serius? Apa kau mau bunuh diri!?”
Sven hampir berteriak, kaget dengan kepercayaan diri Sitri yang terdengar tidak masuk akal.
Sitri menanggapi dengan senyuman khasnya yang tenang.
“Aku tidak akan mati. Masih banyak hal yang ingin aku lakukan. Dan kalau sampai ada yang mati saat aku ada di sini... Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri, apalagi bertanggung jawab kepada Krai-san.”
…
Para pemburu akhirnya tiba di markas. Ketegangan menyelimuti ruangan itu. Murid terakhir yang tadi bersama mereka telah meninggalkan ruangan untuk menghadapi musuh, dan kini hanya tersisa Noctus dan pria yang bertugas mengumpulkan informasi di dalam ruangan.
Seharusnya mereka menang. Namun, Flick ternyata benar-benar tolol. Menggunakan sihir serangan luas sebenarnya adalah langkah yang tepat, tetapi keangkuhannya terhadap sihirnya sendiri, ditambah konflik pribadinya dengan Sophia, berbalik menjadi bumerang.
“Sialan, kenapa dia hanya membawa satu Malice Eater? Bukankah Sophia sudah menyuruhnya membawa semuanya? Dasar bodoh!”
Apa ini semua perhitungan yang meleset? Noctus sebelumnya mengira Flick adalah pria yang memiliki ambisi, tetapi juga cukup bijaksana. Atau mungkin, Sophia begitu memikat sampai-sampai seorang pria berbakat seperti Flick kehilangan akal sehatnya.
Pria itu kemudian mengajukan saran dengan wajah pucat pasi, ekspresi yang jelas menunjukkan bahwa dia sudah yakin dengan kekalahan mereka.
“Tuan Noctus. Kita harus kabur lewat jalur belakang. Aku tidak berpikir kita akan kalah, tetapi kalau ini jebol, tidak akan ada kesempatan lagi. Sekarang kita masih bisa pergi tanpa diketahui siapa pun.”
“...”
“Semua ini di luar dugaan. Phantom yang ditembus, kekalahan Flick, dan fakta bahwa lokasi markas ini terbongkar—semuanya terjadi terlalu cepat.”
Kekuatan yang dimiliki Noctus dan kelompoknya sebenarnya sangat besar. Tetapi terlalu banyak hal yang tidak terduga terjadi. Dan inti dari semuanya adalah wanita itu—Sitri Smart, sosok yang Sophia peringatkan sebelumnya.
Segalanya berubah sejak wanita itu bergabung. Noctus mengamati situasinya dengan sihir secara mendetail. Phantom pertama yang mendominasi berhasil dikalahkan. Flick, yang terburu-buru, malah melakukan kesalahan fatal dengan menyia-nyiakan sisa Phantom. Sitri juga menjadi kunci yang membantu para pemburu bangkit dari serangan kejutan Flick.
Kalau saja Sitri tidak ada, Flick pasti sudah bisa memusnahkan para pemburu itu.
Ketika Sophia pertama kali menyebut nama Sitri, Noctus membayangkan dia adalah seorang penyihir luar biasa. Tetapi kenyataannya jauh di luar dugaan.
Kemampuan Sitri mungkin tidak terlalu besar, tetapi pengaruhnya sangat besar. Ironisnya, cara dia membawa diri mengingatkan Noctus pada Sophia. Mungkin itulah alasan Sophia begitu memperhatikannya.
Noctus mengusap rambutnya yang putih dan mengerang frustrasi.
“Belum. Kita masih punya Akasha. Meninggalkan tempat ini sekarang sama saja mengakui kekalahan total. Tugas seorang guru adalah mengawasi pertempuran muridnya.”
Sophia adalah murid pertama Master Magus. Dia memiliki bakat besar yang suatu hari nanti akan memberikan keuntungan besar bagi organisasi ini.
Sitri memang kuat, tetapi dibandingkan dengan Sophia, Sophia masih lebih unggul. Itu sesuai dengan yang Sophia sendiri katakan—perbedaan ada pada pilihan. Sophia, yang bebas dari belenggu hukum, telah menyerap koneksi, pengetahuan, dan teknologi yang ditawarkan Menara Akasha. Dia tidak mungkin kalah.
Kekalahan sebelumnya sepenuhnya karena tindakan ceroboh para murid yang iri pada Sophia. Pertarungan pribadi Sophia sendiri belum dimulai. Bagaimana mungkin Noctus tidak mendukung pertarungan penentu antara Sophia dan rivalnya?
“Menanglah. Raihlah segalanya, Sophia Black.”
Dari batu komunikasi yang tergeletak di atas meja, tak ada jawaban yang datang.
…
“Ini sihir. Jangan biarkan dia mendekat!”
“Sial... Tidak mungkin! Dia terlalu cepat!”
Makhluk terbang mirip chimera itu tidak memiliki kemampuan aneh seperti slime, tetapi kekuatannya yang datang dari langit jauh melampaui perkiraan. Kecepatan terbangnya diperkirakan melebihi 100 km/jam, dan kemampuannya bermanuver sangat baik sehingga lintasannya sulit diprediksi.
Bahkan, Sven yang ahli memanah sekalipun kesulitan mengenainya. Sisiknya tidak hanya keras, tetapi juga kebal terhadap sihir, sehingga serangan magis tidak memperlambatnya sama sekali.
Serangan mendadak dari udara menjadi ancaman besar. Meskipun makhluk itu tidak memiliki serangan jarak jauh, serudukan langsungnya mampu melemparkan pemburu yang menggunakan perisai. Taring dan bilah ekornya dengan mudah merobek baju zirah. Untungnya, chimera tidak melanjutkan serangan, sehingga ada waktu untuk pulih. Namun, jika salah satu titik vital terkena, itu akan menjadi akhir.
Yang paling menakutkan adalah kecerdasannya. Chimera itu dengan jelas memperhatikan Gark dan Sven, khususnya menghindari setiap anak panah yang dilepaskan Sven. Bagaimana makhluk itu bisa mengenali anak panah gelap di tengah malam? Tidak ada yang tahu.
Meski berusaha bertahan dengan membentuk pertahanan kelompok, jumlah mereka yang besar membuat celah sulit dihindari. Satu-satunya keuntungan adalah Sitri, yang berhasil mengalihkan perhatian dua chimera lainnya seperti yang dijanjikan.
Sitri, tanpa pedang atau perisai, hanya mengandalkan gerakan tubuhnya yang gesit untuk menghindari serangan bertubi-tubi. Namun, berapa lama dia bisa bertahan?
Chimera itu, meski memiliki kekuatan besar, tidak menunjukkan tanda-tanda meremehkan lawannya.
Sitri tergelincir, terjatuh ke tanah. Cakar besar makhluk itu mengayun ke arahnya, namun ia berhasil menghindar di saat terakhir dan berdiri kembali. Waktunya hampir habis.
Tanpa serangan yang efektif, waktu terus berlalu. Tidak ada lagi ruang untuk keraguan. Pilihannya hanya satu.
“Persiapkan diri kalian! Kita tidak bisa terus begini. Serbu markas mereka!”
Sven berteriak sembari meraih Sitri yang dikepung dua chimera, lalu melompat ke dalam gua.
Pertempuran ini sulit. Musuh pasti akan mengejar. Dengan hanya Gark dan Sven sebagai pelindung, mereka tidak akan bisa mendukung yang lain. Jika ada yang terluka di perjalanan, mereka tidak akan dapat membawanya. Beberapa pasti akan tewas, mungkin salah satu dari rekan satu tim yang berdiri di samping mereka.
Namun, ini adalah cara untuk meminimalkan korban jiwa.
Dengan kekuatan yang begitu besar dan musuh yang menguasai langit, satu-satunya peluang mereka adalah membatasi gerakan musuh di dalam ruangan.
Rekan-rekan mereka yang lain memahami makna di balik kata-kata Sven dan mengeluarkan pekikan penuh tekad, mencoba menghapus ketakutan mereka. Pasukan pemburu mulai berlari serentak.
Dua chimera di udara segera turun menyerang.
Sven, yang berlari, terus melepaskan anak panah, tetapi semuanya meleset. Chimera yang turun menyeruduk sekelompok pemburu, melemparkan beberapa orang ke tanah. Jeritan mereka bergema, tetapi mereka tidak bisa berhenti. Pekikan para pemburu bercampur dengan raungan chimera.
Mereka hampir sampai. Namun, tepat sebelum itu, Gark yang berada di depan tiba-tiba memperlambat langkahnya.
“Ada musuh baru! Sialan!”
“Apa!?”
Di depan gua, sebuah sosok raksasa berdiri menghalangi jalan mereka.
Makhluk itu lebih dari dua meter, membuat Gark harus mendongak untuk melihatnya. Tubuhnya berwarna emas hitam, dengan tangan dan kaki yang besar. Ia membawa perisai dan pedang besar yang tampak seperti dialiri cahaya merah menyerupai pembuluh darah. Seperti ksatria raksasa, sosok itu bergerak, menunjukkan bahwa ia bukan hanya boneka biasa.
Di kepalanya ada simbol segitiga terbalik yang mengingatkan mereka pada lambang “Menara Akasha” yang pernah mereka lihat sebelumnya.
“Golem!? Dari mana munculnya benda ini!?”
Jantung Sven berdetak kencang. Dalam ketegangan itu, ia melepaskan anak panah dengan seluruh kekuatannya.
Panah hitam melesat seperti bintang jatuh, menghantam pusat perisai raksasa itu dengan suara menggelegar. Golem itu mundur beberapa langkah.
Namun, panah itu hanya hancur, jatuh ke tanah. Golem itu tidak memantulkan atau menangkis, melainkan menerima serangan itu secara langsung. Bahkan setelah mundur beberapa langkah, ia tidak rusak sama sekali.
“Brengsek... Itu tidak berguna sama sekali!”
Gark mengeluarkan raungan, menghantamkan senjatanya ke perisai golem dengan kekuatan penuh. Sihir dilepaskan bertubi-tubi ke tubuh raksasa itu, tetapi ia tetap tidak tergoyahkan. Tidak ada celah untuk melewatinya.
Apakah ini akhirnya?
Langkah Sven terhenti. Di depan ada golem, di belakang ada chimera. Tak ada titik lemah yang terlihat.
Dalam keputusasaan, Sven meraih semua anak panahnya dan menyiapkan serangan terakhir.
Teknik yang menjadi asal julukannya, “Rangeki” (Serangan Badai).
Ia tahu, sekali melepaskan ini, tidak ada waktu lagi untuk mengambil panah yang jatuh. Tapi jika beruntung, satu chimera mungkin bisa dijatuhkan. Jika keajaiban terjadi, mungkin keduanya.
Dengan semua yang dimilikinya, Sven melepaskan anak panah.
Tiga belas anak panah melesat seperti tembakan senapan ke arah langit malam, masing-masing dengan kekuatan yang sama seperti ditembakkan satu per satu.
Chimera yang menjadi target meraung, memutar tubuhnya untuk menghindari serangan.
Darah mengalir dari bibir Sven.
“Sial... Terlalu dangkal!”
Panah-panah itu memang mengenai sasarannya, tetapi tidak melukai bagian vital. Sayapnya hanya tergores.
Chimera itu, yang tidak melihat panah secara langsung, hanya berhasil menghindar karena keberuntungan.
Chimera yang tersisa mengatur kembali posisinya, mengeluarkan raungan kemenangan.
Namun, di detik berikutnya, tubuhnya jatuh ke tanah seperti ditarik oleh sesuatu.
“Apa!?”
Chimera itu jatuh ke tanah dengan suara berat.
Chimera yang tersisa berhenti, kebingungan.
Semua mata tertuju pada sosok yang turun dengan langkah ringan.
Baju pelindung berwarna hitam dan merah dengan desain minim, sepatu logam yang kokoh, dan sarung tangan baja di tangan kanannya.
Tubuhnya yang lentur dan terlatih menyerupai seekor predator. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang bergoyang seperti ekor, ujungnya menunjuk ke tanah.
Sosok itu tidak seharusnya ada di sini.
Dengan suara manis yang melayang di malam, ia berkata:
“Ahh... Luar biasa. Kau hebat sekali, Krai. Aku semakin jatuh cinta padamu.”
“L-Liz!? Kenapa kau di sini──”
“Diam. Aku sedang dalam suasana hati yang sangat baik.”
Chimera yang jatuh akhirnya kehilangan kepalanya.
Liz tersenyum dengan wajah penuh kepuasan.
“Zetsuei” (Tanpa Bayangan).
…
Mereka pergi...
Aku dan Tino berjalan melewati hutan gelap sambil merasa sangat putus asa.
Bukan hal yang patut dibanggakan, tapi aku benci kegelapan. Aku juga benci hutan. Gabungan antara hutan dan kegelapan membuatku semakin benci.
Efek dari Owl’s Eye memang masih aktif, jadi aku masih bisa bertahan. Tapi begitu efeknya habis, aku mungkin akan benar-benar kacau.
Liz meninggalkan kami begitu saja setelah berjalan sebentar di dalam hutan. Ia tiba-tiba berkata, “Aku menemukannya! Aku pergi duluan, ya!” Lalu ia lari begitu saja tanpa mempedulikan tugas pengawalan. Apakah dia pikir dia sedang piknik di hutan ini?
Aku sudah cukup mengenalnya, jadi aku tak punya tenaga untuk mengeluh lagi. Hanya saja, tindakannya membuatku merasa lelah.
“Dia selalu bikin repot, ya.”
“Oh, tidak, Master... Tidak apa-apa!”
Tino, yang mungkin menjadikan Liz sebagai contoh buruk, tampak sangat baik hati, bahkan menggenggam tangannya dengan semangat.
Tidak ada monster atau ilusi yang muncul sejauh ini. Mungkin mereka takut pada Liz.
Tak lama kemudian, cahaya muncul di depan kami.
Hutan itu terbakar. Pohon-pohon patah, rumput terbakar, dan bau tajam menyeruak di udara. Apakah ada ledakan atau sesuatu yang serupa?
Aku sempat terkejut, tetapi tidak ada mayat. Mungkin hanya petir yang menyambar?
Tino berhenti sejenak, memandangku dengan ekspresi datar. Wajahnya yang selalu terlihat dingin seperti boneka, tetap tampak sangat cantik.
“Master...”
“Ya, ya, aku mengerti.”
Tapi kalau ada yang ingin dia katakan, lebih baik dia menjelaskan dengan kata-kata, kan?
“Kita harus bergerak cepat... Aku juga harus melakukan tugasku dengan baik.”
Aku diberi tanggung jawab untuk mengawasi Liz, tapi bahkan itu pun gagal kulakukan. Apa aku benar-benar punya nilai?
Tino membuka matanya lebar-lebar dan menundukkan kepala, merasa bersalah.
“A-anu... Maafkan aku, Master. Jika kamu harus terburu-buru, kamu bisa pergi lebih dulu tanpa saya...”
Apa? Dia ingin aku pergi sendiri di hutan gelap ini tanpa panduan? Apakah dia kejam?
Tino memeriksa area terbuka yang tampak seperti pusat ledakan dengan serius, lalu berkata:
“Ini bekas sihir petir yang sangat kuat. Mungkin berasal dari langit—kita harus tetap waspada. Kita harus berhati-hati melangkah.”
“Begitu, ya...”
Aku mengangguk seolah-olah aku mengerti.
Inilah otak pemburu.
Aku tahu tentang sihir petir. Itu adalah salah satu sihir serangan tersulit. Menguasainya adalah tanda penyihir (Magus) kelas atas. Nama julukan “Badai Bintang Perak,” berasal dari kemampuannya mengendalikan elemen petir dengan sempurna.
Namun, kerusakan ini terlalu besar. Jika ini benar-benar sihir, dampaknya sangat luar biasa. Bahkan seorang pemburu tidak akan bisa bertahan jika terkena secara langsung.
Sihir selalu punya hubungan langsung antara kekuatan, area efek, dan konsumsi mana. Untuk menghasilkan kehancuran sebesar ini, si penyihir harus berada di tingkat yang hampir mustahil.
Jelas ini hanya fenomena alam. Tino terlalu gugup karena dia menganggap aku sebagai tanggung jawabnya.
Aku melihat sekeliling, tapi tetap tidak ada mayat. Tidak ada tanda hujan turun, tapi cuaca di hutan memang mudah berubah.
Lagipula, kalau ada penyihir sehebat itu di hutan ini, aku tidak akan mau mendekat ke arahnya.
“Lupakan soal langit, ayo kita lanjutkan saja.”
“A-apa!? Apakah tidak apa-apa...?”
“Ya, ya, tidak apa-apa.”
Tino tersenyum lebar dengan ekspresi penuh rasa terima kasih.
“Terima kasih banyak! Kalau begitu, langit kuserahkan padamu, Master!”
“!? …Ya, ya, tentu.”
Jadi aku disuruh bertanggung jawab atas langit? Itu beban yang berat.
Baiklah, kalau begitu, aku serahkan bumi dan Liz padamu.
Aku kembali berjalan mengikuti Tino, yang sudah tampak lebih tenang.
Ngomong-ngomong, apakah kita benar-benar berada di jalan yang benar? Tidak ada jalan setapak, kan?
…
Di kalangan para pemburu harta karun, selain kemampuan tempur murni, terdapat juga konsep yang disebut “kecocokan.”
Misalnya, Gark dengan senjata Pedang Es Badai-nya yang dapat membelah tubuh chimera hanya dengan satu tebasan, sementara Sven memiliki panah yang tidak hanya akurat, tetapi juga mampu menembus hampir semua hal dengan daya jangkau yang luas.
Sementara itu, Sitri, meskipun tidak memiliki kemampuan tempur langsung, memiliki keahlian luar biasa dalam analisis informasi dan peran sebagai komandan.
Namun, chimera adalah makhluk yang tangguh. Strategi hit-and-away yang defensif membuat Gark yang hanya mengandalkan serangan jarak dekat tidak mampu mendekat, sementara kecepatan tinggi chimera memungkinkan mereka menghindari panah Sven.
Bagaimana dengan Liz?
Liz Smart adalah seorang pemburu harta karun yang sangat mengandalkan kecepatan.
Mantra energi yang dikenal sebagai Mana Material memperkuat kemampuan fisik pemburu harta karun, tetapi ke arah mana kekuatan tersebut difokuskan bergantung pada kehendak pengguna.
Dalam kasus Liz, sebagian besar Mana Material yang dia peroleh dari eksplorasi reruntuhan tingkat tinggi diarahkan untuk meningkatkan kelincahan tubuhnya. Dengan kecepatan yang telah ditempa hingga tingkat ekstrem, dia mampu mengejar panah Sven hanya dengan berlari, bahkan menangkap peluru yang ditembakkan ke arahnya dengan tangan kosong.
“Sitri, kesulitan ya? Hahaha, enak rasanya melihatmu seperti itu!”
“Ke—kenapa kau ada di sini, Liz Onee-chan!?”
Ini masalah kecocokan. Meski tidak ada perbedaan kemampuan yang besar antara Sven dan Liz, kecocokan Liz dengan chimera sangat luar biasa.
Salah satu chimera meluncur dari udara menuju Liz yang tampak tidak terlindungi. Dengan berat tubuh dan kecepatan tinggi, serangan tersebut cukup untuk membuat pemburu harta karun yang lebih kuat dari Liz terlempar seketika.
Namun, serangan itu tidak mengenai Liz.
Bayangan yang melaju cepat dari belakang nyaris menyentuh tubuh kecil gadis itu, tetapi tepat sebelum kontak terjadi, tubuhnya tiba-tiba mengabur. Bahkan dengan penglihatan dinamis Sven, gerakan itu hampir tak terlihat.
Bagi Liz yang terobsesi dengan kecepatan, serangan tersebut seakan-akan diam di tempat.
Dia menghindari serangan dengan mudah tanpa menoleh ke belakang, lalu dengan lincah melompat ke tubuh chimera yang sedang bergerak cepat. Chimera itu naik ke udara dengan Liz di atasnya. Meskipun berusaha mengguncang tubuh kecil itu, Liz tetap kokoh berada di tempatnya.
Tindakan Liz tidak hanya menonjol, tetapi juga memperlihatkan kemampuan luar biasa.
Namun, saat Sven berteriak agar dia segera menyelesaikan pertempuran, Liz malah melompat turun dari chimera dari ketinggian puluhan meter, mendarat dengan ringan di tanah.
Di belakangnya, tubuh chimera menghantam tanah, dan kepalanya sudah terputus. Darah menyembur ke mana-mana.
“Kenapa kamu ada di sini!?” seru Sitri dengan kaget.
“Aku merengek pada Krai, dan akhirnya aku diizinkan datang ke sini,” jawab Liz sambil tersenyum penuh kemenangan.
Krai benar-benar licik, mengirim bala bantuan di saat-saat terakhir, tepat ketika party pemburu harta karun sudah hampir menyerah. Timing-nya sungguh luar biasa, seakan-akan dia mampu melihat masa depan.
Namun, ancaman yang tersisa masih ada: “Akasha.”
Golem canggih yang dirancang untuk menghadapi party sekuat Duka Janggal.
Dibuat dari paduan logam khusus yang hampir tak tertembus, dengan perisai besar dan persenjataan lengkap, golem ini adalah puncak dari penelitian dan dana besar yang dihabiskan.
Namun, satu masalah muncul: pengguna golem tersebut sama sekali tidak memahami strategi pertempuran. Mereka hanya menggunakannya seperti anak kecil yang bermain-main dengan mainan mahal, membuat kemampuan golem yang luar biasa hampir tidak berguna.
Situasi ini membuat Sophia Black, salah satu pemburu harta karun di medan perang, menggeram frustrasi. Meski yakin dengan kehebatan golem tersebut, dia tahu bahwa hasil akhir akan bergantung pada kemampuan kelompok mereka menghadapi musuh.
Zetsuei dengan cepat menumpas dua Malice Eater yang tersisa, lalu dengan senang hati menyerbu ke arah ‘Akasha’.
Tidak ada bala bantuan di ‘Akasha’. Seharusnya dia segera mengurangi jumlah musuh, tetapi sepertinya hal itu tidak terlintas dalam pikirannya. Dia terlalu sibuk menghadapi serangan bertubi-tubi dari para pemburu lain sehingga menjadi lengah terhadap Gark, yang harusnya paling diwaspadai.
Seperti yang direncanakan, aku yang harus melakukannya.
Sophia memusatkan pikirannya dan dengan hati-hati menggerakkan jari-jarinya untuk mengaktifkan formula kontrol ‘Akasha’, berusaha agar para pemburu lain tidak menyadari tindakannya. Menggunakan hak administrator, dia menimpa kontrol saudaranya yang sedang mengendalikan ‘Akasha’.
Gerakan Golem yang sebelumnya diserang tiba-tiba berhenti. Kemudian, ‘Akasha’ yang sejati mulai bergerak.
Kami unggul. Kami bisa menang. Sven yakin akan kemenangan.
Chimera sudah diatasi oleh Liz, dan yang tersisa hanyalah Golem besar dari logam.
Raksasa hitam yang terbuat dari logam itu menekan para pemburu dalam segala hal.
Dengan pelindung yang sangat kuat yang hampir tidak tergores meskipun menerima serangan dari Gark, serta kekuatan yang dapat menghancurkan pemburu dengan sekali pukul. Pedang besar yang dibawanya mampu memberikan luka mematikan jika diterima secara langsung, sementara serangan mereka hampir tidak bisa melukai Golem tersebut.
Namun, meskipun demikian, ini masih jauh lebih baik daripada melawan banyak Chimera.
Alasan utamanya terletak pada kemampuan bertarung Golem tersebut, yang bisa dibilang sangat buruk.
Pada dasarnya, Golem tidak bisa diberikan perintah yang rumit. Meskipun dibuat dengan waktu dan usaha yang hati-hati, kemampuan mereka dalam membuat keputusan jauh lebih rendah dibandingkan manusia, dan hanya bisa digunakan untuk tugas-tugas sederhana.
Golem di depannya ini masih menunjukkan kemampuan pengambilan keputusan yang luar biasa untuk ukuran Golem, tetapi jika dilihat dari jauh, kemampuan ini masih jauh di bawah pemburu yang sedang menjelajahi ruang harta karun dengan cekatan. Meskipun Golem ini sangat kuat, para pemburu tidak akan mudah dikalahkan hanya dengan Golem yang berputar-putar dengan pedangnya.
Terutama, serangan Gark bisa memotong pelindungnya jika dia berhasil menanggalkan perisainya.
Pedang Es Badai dari Sang Senjata Perang sangat terkenal di ibukota karena tidak pernah terlihat rusak meskipun melawan pelindung yang keras.
Efek dari Pedang Es Badai ini menyebabkan pelindung Golem ditutupi lapisan es, dengan beberapa goresan kecil.
“Sit, nanti aku akan bilang ke Krai-chan bahwa kamu kesulitan! Kau berhutang padaku!”
“Nee-chan, diam! Kenapa kamu datang?!?”
Liz yang dengan mudah menumbangkan Chimera sambil bercanda, kini menerjang Golem tanpa ragu.
Masih tanpa keraguan, dia melompat masuk ke dalam jangkauan pedang Golem yang berputar.
Liz melesat melewati celah pedang yang diserang dengan kekuatan angin seperti badai, lalu menendang perisai Golem. Tubuh besar yang hampir empat meter itu terhuyung mundur setelah tendangan besar tersebut.
“Hebat! Keras sekali! Luar biasa!”
Liz bersorak gembira, lalu berlari menaiki perisai yang hampir vertikal itu.
Dia kini berada di dekat tubuh raksasa itu, di tempat yang tak terjangkau oleh pedang.
Liz melanjutkan, dengan cepat menginjak perisai yang hampir dilemparkan, dan dengan gerakan tendangan memutar, dia menendang kepala Golem yang bertanda ‘Akasha’. Raksasa itu mundur satu langkah, dan Liz mendarat kembali dengan gerakan lincah.
Golem mengangkat perisai besar dan menghantam ke tanah. Meskipun kepalanya terguncang, gerakannya tetap tidak berubah.
Liz dengan santai menghindari pukulan perisai itu, kemudian menyentuh bibirnya dengan jari telunjuk dan berkata dengan ekspresi serius yang jauh berbeda dari sebelumnya.
“…Pelindung logam. Penguat di kaki. Meriam di kedua lengan. Pedang panjang di perisai. Tidak ada sayap. Semua bagian terbuat dari logam, bagian sendi juga terlindungi. Melalui depan sangat sulit, ya. Ah, tentu saja… Krai-chan tidak akan memberiku izin bertindak hanya dengan Chimera yang sedikit lebih kuat.”
Henrik mengumpulkan anak panah yang telah digunakan, hampir tidak ada yang mengenai musuh, jadi masih bisa digunakan. Dia menyerahkannya kepada Liz yang sedang bergumam, dan berteriak.
“Liz, aku akan membantu. Gerakan Golem ini lambat. Perisainya memang tidak bisa ditembus oleh anak panahku atau serangan Gark, tetapi bagian lainnya tidak sekuat itu.”
Terutama, pelindung yang tertutup es tampaknya menjadi lebih rapuh. Jika bisa membuka celah dan menyerang dengan penuh kekuatan, mungkin bisa dihancurkan. Liz memiliki kecepatan, namun untuk kekuatan penghancur, Sven dan yang lainnya lebih unggul.
“Hei, kau kan seorang thief! Beri kesempatan pada kami juga!”
Masalahnya adalah, Liz adalah orang yang sangat sulit diajak berkomunikasi. Bahkan jika diminta, dia mungkin akan senang hati menolak.
Sven memberi usulan, dan Liz hanya terdiam sebentar sebelum berkata dengan ringan.
“Aku akan bertindak sesuka hatiku, jadi lakukan saja apa yang kau inginkan. Lagipula, anak panahmu tidak akan mengenai aku.”
Jika Liz bergerak, kemungkinan besar Golem akan mengejarnya. Kesempatan akan muncul.
Mereka tidak tahu titik lemah musuh, tetapi tubuh Golem adalah sasaran Gark. Sven harus menembak ke kepala.
“Ya sudah, kita tidak punya banyak waktu.”
“Eh? Maksudmu apa?”
Saat itu, gerakan Golem yang sedang berputar dengan pedangnya tiba-tiba berhenti.
Seolah-olah daya telah dimatikan, tubuhnya membungkuk dan berhenti bergerak.
Apakah ini kerusakan? Atau apakah ini bagian dari strategi? Apa pun itu, ini adalah kesempatan.
Sven menarik busurnya. Sakit di lengannya karena terlalu banyak melepaskan anak panah.
Dia menarik anak panah dan melesatkannya dalam sekejap.
Tujuannya—kepala.
Tapi begitu anak panah itu terlepas, Golem mulai bergerak lagi.
Perisai besar yang ada di tangannya diangkat untuk memblokir jalur tembak. Gerakan yang dilakukannya kali ini berbeda, seolah memiliki tujuan.
Anak panah yang seharusnya menghancurkan kepala itu mengenai perisai, menimbulkan suara ledakan sebelum jatuh ke tanah.
Langkah Golem berubah. Itu adalah perubahan yang bisa dirasakan oleh semua pemburu.
Golem yang sebelumnya hanya berdiri di tempat dan melawan, kini bergerak dengan cara yang lebih manusiawi, bersiap untuk bertarung.
Sven merasakan merinding di sekujur tubuhnya.
Golem yang sebelumnya terkesan seperti makhluk yang sangat berbeda, kini bergerak seperti makhluk hidup yang sesungguhnya.
Raksasa itu menurunkan posisinya dan maju. Pemburu yang sebelumnya menghindar dari serangan-serangan Golem kini harus menghindari serangan perisainya yang mengarah ke mereka.
“Percepat! Awas!”
Seorang prajurit besar yang memegang perisai terlempar ke udara. Sebelumnya, para pemburu yang bisa menghindar dan menghalau serangan, kini dengan mudah dipukul jatuh ke tanah.
Gerakan yang sebelumnya sangat lambat kini menjadi begitu gesit. Golem yang menghempaskan para pemburu dengan perisainya itu segera mengubah arah dan mengayunkan pedangnya ke samping. Tiap gerakan dilakukan dengan kecepatan yang hampir tidak terputus.
“Menjauh! Waspada!”
Pedang menggores tanah. Serangan yang dilepaskan seiring dengan langkah kaki memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada serangan yang sebelumnya hanya diputar-putar sembarangan.
“!!”
Gark yang bergerak ke belakang memutar kapak tombaknya dengan semangat penuh, mencoba menyerang kaki golem. Serangan yang dilancarkan pada momen ketika golem berhenti sejenak gagal, hanya menyapu udara.
Tubuh raksasa itu melompat ke udara. Sebuah massa logam setinggi hampir empat meter menutupi bulan dan jatuh kembali mengikuti gravitasi.
Tanah pecah. Debu tanah terbang. Hanya dengan melompat tinggi, angin bertiup, dan getaran serta suara menggetarkan tubuh Sven.
Apa yang baru saja terjadi──ini tidak mungkin.
Golem yang sebelumnya bergerak seperti anak kecil kini berubah menjadi sosok pejuang berpengalaman. Golem mengangkat pedangnya dan mengayunkannya. Angin tercipta ketika pedang yang dihentikan secara tiba-tiba memotong udara.
Ujung pedang itu mengarah ke Sven, seperti sebuah tantangan perang.
“……Golem sebesar ini, bisa bergerak seperti itu…”
Para pemburu yang dijatuhkan telah mulai disembuhkan oleh teman-teman mereka. Namun, golem tidak mengejar mereka.
Serangan sihir dari barisan belakang seperti hujan mengenai tubuh raksasa itu. Namun, golem sama sekali tidak peduli, seolah-olah ia mengerti bahwa sihir tidak berpengaruh padanya.
Golem hanya fokus pada Gark, Sven, dan Liz, tiga orang ini.
Dengan tubuh besar yang menutupi bulan, Gark teringat pada seorang pemburu.
“……Apa-apaan ini? Ini hampir mirip dengan──Ansem, kan!?”
“Tak Terkalahkan”. Pelindung dari “Duka Janggal”──paladin tingkat 7 dengan pertahanan yang hampir tak tembus.
Mendengar itu, Liz, adik perempuan Ansem, berkata dengan ekspresi bingung.
“Eh, tingginya juga hampir sama, kan? ……Apa itu modelnya?”
“Tentu saja bukan!!”
Golem itu kembali bergerak. Dengan tubuhnya yang sangat berat, bahkan kecepatan yang dihasilkannya membuat Sven dan yang lainnya tidak bisa menghadapinya.
Pedang tebal sepanjang beberapa meter mengayun horizontal menargetkan Liz. Liz melompat untuk menghindari serangan itu dengan mudah. Memang, gerakannya lebih cepat, tetapi tetap saja masih terlalu lambat untuk menangkap Zetsuei.
Hanya Liz yang bisa bergerak bebas. Masih ada kesempatan untuk menang.
Sven yang sedang mengatur napas dan mencari celah, melihat Liz melompat di udara dan terkejut.
“Eh!?”
Di kegelapan, sebuah garis menyala muncul. Senjata peluncur yang terpasang di lengan berkilau, dan sinar yang ditembakkan hampir mengenai pinggang Liz yang tak bisa bergerak di udara.
Liz dengan panik menendang udara untuk mempercepat gerakannya dan menghindar, namun saat itu juga peluncur menembak ke tanah.
“Serius!?”
Sinar itu membakar tanah. Liz menginjak tanah dengan ekspresi terkejut yang jarang terlihat.
“Jadi dia juga punya serangan jarak jauh!?”
Ini adalah kemampuan yang sulit dipercaya. Meski daya serangnya agak lemah, sinar panas ini sangat sulit dihindari.
Meskipun Liz cepat, dia tetap lebih lambat dari cahaya. Arah sinar itu bisa diprediksi dari arah peluncur di lengan atas, tetapi jika dia terjebak di udara, dia tak bisa bergerak.
Golem tampaknya telah menempatkan Liz sebagai prioritas utama, dan serangan bertubi-tubi dilancarkan pada Liz. Tubuh kecil dan gesit Liz membuatnya sangat rentan terhadap serangan, bahkan jika hanya tersentuh sedikit bisa berakibat fatal.
Gark dengan cepat mengayunkan kapak tombaknya, tapi sebelum kecepatan meningkat, dia harus memblokir dengan tangannya. Panah yang ditembakkan untuk mencari celah diblokir oleh perisai.
Penglihatan golem ini sangat luas, seperti melihat medan perang dari atas, ia dapat mengantisipasi semua gerakan.
“……Kenapa golem ini terus mengejar Liz!?”
Berbeda dari sebelumnya, golem ini kini menunjukkan kecerdasan tinggi dan mengatur prioritas targetnya.
Namun, alasan mengapa golem ini sangat fokus pada Liz masih tidak jelas. Liz memang cepat, tetapi serangannya cukup ringan. Dalam hal ancaman, Liz tidak sekuat itu untuk golem yang seluruh tubuhnya dilindungi oleh pelindung baja.
“……Sungguh mengganggu!”
Sinar panas yang diluncurkan terus-menerus mengarah pada Liz, dan dia menggerutu dengan kesal.
Perutnya yang terbuka mulai membengkak merah di tempat yang terkena sinar.
Ternyata, mengalahkannya sangat sulit. Tubuh golem ini terlalu kokoh. Ini berbeda dari Chimera yang bisa dikalahkan dengan satu serangan.
Apakah kita bisa menghancurkan kakinya? Apakah itu mungkin? Gerakan golem kali ini jauh berbeda dari sebelumnya.
Tiba-tiba, Sitri yang sebelumnya menjauh dari serangan, hanya mengamati perjuangan kakaknya dengan mata tanpa ekspresi, sambil berbisik perlahan.
“Sitri! Ada ide?”
“……Ah, ya. ……Untungnya dia tidak memiliki serangan area luas. Onee-chan sangat lemah terhadap serangan yang meluas…”
“……Apa maksudmu?”
Pada titik ini, gerakan Liz semakin cepat. Dia menghindari sinar peluncur dan dengan kecepatan yang hampir tidak terlihat, menendang kaki golem, namun dia tidak bisa membuat golem terganggu sama sekali.
“Aku rasa titik lemahnya…… ada pada daya tahan. Golem alkemis itu digerakkan oleh sihir. Ada baterai internal yang jika habis, golem ini tidak bisa bergerak. Semakin intens gerakannya, semakin besar konsumsi energi yang dibutuhkan.”
“Strategi bertahan lama, ya.”
“Apalagi serangan tipe pelepasan yang menghabiskan banyak sihir, seharusnya menguras energi lebih cepat. Dengan sekuat itu menembakkan sinar panas, golem ini tidak bisa bertahan lama. Pelindung logamnya juga, sepertinya bukan hanya logam biasa. Akan sangat sulit merobeknya dengan kekuatan.”
Siapakah yang akan kehabisan tenaga lebih dulu, dia atau Liz?
Kenapa golem ini tidak menyerang pemburu lain yang sedang menghindar? Apa karena ia tidak berpikir untuk menyerang yang lebih lemah, atau apakah prioritas mereka lebih rendah?
Pedang golem menghancurkan tanah, dan perisai besar itu seolah membersihkan jalan dengan menghantam Gark. Kapak tombak dan perisai bertabrakan, dan Gark terguling ke tanah untuk menyelamatkan dirinya.
Lapangan pertempuran hancur. Tanah berlubang, udara yang terbakar oleh sinar panas mengeluarkan bau khas.
Strategi bertahan lama lebih menguntungkan bagi pihak pemburu. Mereka punya banyak orang, dan beberapa di antaranya adalah penyembuh.
Tapi yang paling terbebani adalah Liz, meskipun dia tak akan mengeluh, karena semangat juangnya lebih kuat dari siapa pun.
“Liz, kita pakai strategi bertahan lama! Pancing dia untuk menembakkan sinar panas! Cobalah untuk menghemat tenaga sebanyak mungkin! Kita yang akan menahan gerakannya!”
“Strategi bertahan lama!? Sia-sia! Aku pasti akan mengalahkannya! Waktunya terbatas!”
“Apa-apaan ini!?”
Dia sedang menendang tubuh logam itu. Beban pada kakinya tentu sangat besar.
Liz mengabaikan kata-kata Sven dan berlari ke belakang golem. Golem itu memutar tubuhnya dan terus mengejar dengan sinar panas dan pedang. Jelas siapa yang lebih tangguh antara tubuh manusia dan golem.
Tidak ada waktu? Waktu untuk apa?
Liz jelas-jelas tampak panik. Dengan gesit, ia melompat menghindari tebasan horizontal, mendarat di lengannya, lalu memanjatnya dengan lincah. Saat mencapai bagian atas, tepat di depan meriam lengan atas, ia melompat tinggi, menghindari tembakan sinar, dan menghantamkan tendangan ke kepala Golem.
Golem terguncang. Meriam di lengan kirinya langsung mengarah pada Liz, tetapi Sven segera melesatkan anak panah.
Namun, sasarannya bukan kepala Golem—melainkan lutut bagian belakangnya. Anak panah itu menghantam lutut kanan Golem, membuat posisinya oleng.
Sinar panas yang keluar dari meriamnya meleset dari Liz akibat ketidakseimbangan tersebut. Pada saat yang sama, Gark sudah mendekat dengan cepat, ekspresinya dipenuhi amarah, dan dia menghantamkan kapak tombaknya ke lutut kanan yang hampir terangkat.
“Bagus!”
Itu adalah hasil dari serangkaian keberuntungan. Golem terus menyerang Liz dengan obsesif, gerakan putarnya yang sebelumnya sudah membuat keseimbangan terganggu, dan serangan cepat dari Gark berhasil memperburuk situasinya.
Tubuh besar Golem mulai kehilangan keseimbangan. Kaki kirinya terseret di tanah, dan ia mulai jatuh telentang.
Dengan tubuh sebesar itu, yang sepenuhnya terbuat dari logam, mustahil untuk bangkit dengan cepat. Bahkan manusia yang mengenakan baju zirah lengkap akan kesulitan bangkit dari posisi telentang.
Ada celah besar. Gark bisa menyerang kepalanya dengan kapak tombaknya, atau jika tangannya tidak memegang tameng, Sven bisa menembakkan anak panah langsung ke kepala Golem.
Pertempuran yang berlangsung lama ini mungkin akan segera berakhir. Namun, harapan yang baru muncul itu segera dihancurkan.
Golem itu... tidak terjatuh.
Sven dan Gark hanya bisa terpana.
Dari punggung Golem, udara dengan tekanan tinggi menyembur keluar, mencegah tubuh besarnya benar-benar jatuh. Perlahan, tubuhnya mulai terangkat kembali. Setelah berdiri tegak, ia mengokohkan posisinya dengan kedua kaki dan kembali mengangkat senjata seolah tidak terjadi apa-apa.
“Sial, ini gila... seberapa kuat dia sebenarnya?”
Setiap makhluk yang mereka temui sejauh ini di “Menara Akasha” semuanya merupakan lawan tangguh.
Slime yang mampu memantulkan segala serangan, sihir petir kelas atas yang bisa melumpuhkan hampir seratus pemburu hanya dengan satu pukulan, dan chimera kuat dengan mobilitas tinggi dalam jumlah besar—semua itu adalah ancaman yang jarang dijumpai bahkan di ruang harta Level 6 yang sering dieksplorasi oleh Sven.
Namun, Golem ini berbeda. Gerakannya tanpa cela dan benar-benar di luar batasan yang mereka bayangkan.
Sven tidak terlalu tahu banyak tentang organisasi sihir, tetapi jika semua ini adalah hasil penelitian dari “Menara Akasha,” maka organisasi itu bisa disebut sebagai musuh dunia.
Bahkan daya tahan Golem ini tampaknya melebihi apa yang telah diperhitungkan oleh Sitri.
Di tengah keterkejutan itu, Gark dan Liz menyerang lagi, berlari mendekati Golem secara bersamaan.
“Uooooohhhh!!”
Semangat juang luar biasa mereka mengguncang Sven. Penampilan mereka seperti pahlawan sejati.
Melihat itu, Sven juga merasa didorong untuk bertindak. Dengan cepat ia menyiapkan anak panah, sementara para pendamping yang tidak bisa ikut bertarung mengumpulkan anak panah untuknya.
Masih ada yang bisa dilakukan. Teknik “Serangan Badai” belum dicoba pada makhluk ini.
Teknik ini telah mengalahkan banyak musuh tangguh di masa lalu, meskipun tidak efektif melawan slime atau chimera.
“Serangan Badai” sangat menguras energi, dan tidak dirancang untuk digunakan berulang kali dalam waktu singkat.
Namun, Sven yakin. Meskipun lelah, semangatnya masih penuh. Anak panah berikutnya pasti akan mengenai sasaran.
Sven menerima anak panah yang telah dikumpulkan dan menarik busurnya. Namun, sebelum ia melepaskan panah itu, Liz tiba-tiba melompat mundur beberapa meter.
Wajahnya memerah, napasnya tersengal-sengal, matanya memerah, dan keringat mengalir deras dari tubuhnya.
“Waktunya habis! Aku sudah selesai!”
Waktunya habis? Apa yang selama ini dia khawatirkan? Bahkan seorang petarung yang dikenal suka berperang seperti Liz memilih untuk memprioritaskan sesuatu selain bertarung.
Di tengah kebingungan, Golem itu berhenti seolah waktu telah membeku.
Lalu, suara yang tidak sesuai dengan suasana medan perang terdengar.
“Apa yang kalian lakukan di sini...?”
Perasaan dingin menjalari tubuh semua orang yang ada di sana.
Seseorang telah tiba. Dia tampak seperti orang biasa, dengan rambut hitam, mata hitam, tubuh yang ramping, dan pakaian sederhana. Tidak ada senjata di tangannya, dan tidak ada aura yang mengintimidasi. Bahkan, keberadaannya begitu biasa sehingga mudah dilupakan.
Namun, hampir semua pemburu di tempat itu mengenal wajah dan nama orang itu.
Dia adalah Krai Andrey, salah satu dari tiga orang di ibu kota yang memiliki Level 8.
Seorang pria yang begitu misterius hingga dijuluki “Senpen Banka” karena taktik bertarungnya yang tidak bisa ditebak.
Dan sekarang, dia berdiri di medan perang ini, tanpa menunjukkan sedikit pun emosi di wajahnya.
“Ma... Master”
“Iya, iya, benar juga.”
Krai tidak memedulikan teriakan Tino dan malah melangkah maju.
Pedang raksasa itu terayun ke bawah. Krai bahkan tidak berusaha untuk menghindar.
Seorang pemburu yang tidak mengenal “Senpen Banka” menjerit ngeri.
Dan pada saat pedang itu hampir mengenai Krai yang tampak tidak melakukan apa-apa,
──tanpa tanda-tanda apa pun, tubuh besar golem itu terpental jauh.
Tidak ada gerakan yang terlihat. Tidak ada suara. Golem yang sebelumnya tidak bisa ditumbangkan meskipun bertiga menyerangnya terus-menerus kini melayang di udara dan akhirnya jatuh tak berdaya ke tanah.
Pedang raksasa itu terlepas dari genggamannya, berputar di udara, dan tertancap miring ke tanah.
Mustahil.
Ekspresi Gark membeku total.
Apakah itu sihir? Atau serangan fisik? Atau mungkin senjata suci? Tidak ada yang tahu. Bahkan Sven, yang mengenal baik Krai dan merasa yakin akan kemenangan begitu dia muncul, tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dilihatnya.
“Ini... level 8?! Golem yang bahkan Sven tidak bisa kalahkan──”
“Bukankah Senpen Banka itu lemah dalam pertempuran?!”
“Eh? Krai-chan, apa yang kau lakukan?! Hebat sekali! Aku sama sekali tidak bisa melihatnya!”
Golem itu tergeletak di tanah, tidak bergerak sedikit pun. Dengan daya tahan yang dimiliki golem itu, tampaknya mustahil ia hancur hanya karena terlempar. Tetapi apa yang sebenarnya dilakukan? Lambang piramida terbalik──simbol Menara Akasha──yang sebelumnya bercahaya kini kehilangan sinarnya dan menjadi benar-benar tidak aktif.
Dikelilingi oleh tatapan semua orang, “Senpen Banka” hanya tersenyum canggung seperti biasa dan berkata:
“Maaf, gelap sekali, aku tidak terlalu bisa melihat. Tapi, ada sesuatu yang terjadi, ya?”
Gelap sekali.
Artefak berbentuk cincin, “Owl’s Eye”, kehabisan daya sihir. Sekarang, aku bukan lagi burung hantu melainkan manusia yang tidak bisa melihat dalam gelap.
Di hutan yang gelap ini, aku bahkan tidak bisa melihat sejengkal di depan mata. Bulan yang samar-samar menggantung di langit tidak cukup untuk menerangi pandanganku.
Dalam situasi seperti ini, aku sungguh bisa merasakan betapa berharganya peradaban modern.
“Tino, kau tidak kesulitan melihat?”
“Master... Kamu terlalu meremehkanku. Aku juga seorang pemburu, tentu saja aku bisa melihat di malam hari.”
Tino menjawab dengan nada kesal, sepertinya dia menggembungkan pipinya. Ternyata pemburu memang memiliki kemampuan untuk melihat di malam hari. Itu menjelaskan kenapa artefak “Owl’s Eye” sangat murah.
Meskipun aku ingin segera pulang dan mandi, aku tidak bisa pergi sendirian, dan aku juga tidak bisa meninggalkan Liz begitu saja. Satu-satunya yang bisa kuandalkan sekarang adalah Tino yang terus waspada saat berjalan di depanku.
Tiba-tiba, di tengah kegelapan, Tino berkata:
“Master, aku merasakan aura pertempuran besar. Sangat dekat.”
“Eh? Aku tidak merasakan apa-apa──”
Aku langsung menyesali ucapanku. Pandanganku ini memang tidak bisa diandalkan. Sebagai seorang thief ulung, Tino jelas lebih ahli dalam membaca situasi daripada aku.
Tino terdiam sejenak sebelum berbisik pelan:
“Jadi... menurut Anda, ini tidak cukup besar untuk disebut pertempuran? Seperti yang diharapkan dari Anda.”
Yang hebat itu Tino, bukan aku. Aku mungkin lebih lemah sekarang dibandingkan saat aku nekat menyerbu sarang serigala putih untuk menyelamatkannya. Kalau terus begini, sepertinya aku bakal jadi semakin tidak berguna.
Sambil meratapi nasib, aku hanya bisa mengikuti Tino, yang menjadi satu-satunya penunjuk jalan dalam kegelapan ini. Setelah beberapa menit berjalan, Tino tiba-tiba berhenti.
“Master, ada makhluk hidup di dekat sini.”
“Hmm?”
“Mereka menyadari keberadaan kita dan melarikan diri. Aku bisa mendengar napas mereka. Kemungkinan lebih dari satu. Haruskah kita tangkap?”
“Kenapa harus ditangkap? Kalau mereka lari, biarkan saja. Cinta dan damai, Tino.”
“…Baiklah.”
Tino tampaknya tidak keberatan. Aku hanya berharap dia berkata sesuatu seperti, “Mari tinggalkan Liz di sini dan kembali ke ibukota,” karena aku akan langsung setuju.
Tak lama kemudian, kami keluar dari hutan. Meskipun pandanganku buruk, aku bisa merasakan bahwa medan di sekitarku terbuka.
Udara di sini membawa aura pertempuran yang tegang. Aku bisa melihat bayangan hitam samar-samar bergerak di kejauhan.
“Waktu habis! Sudah! Selesai!”
Dari suatu tempat, aku mendengar suara yang kukenal.
Liz-chan.
Sepertinya dia sudah lebih dulu bergabung dengan kelompok lain. Dan dari suaranya, sepertinya semuanya sudah selesai. Syukurlah.
Aku mulai berjalan mendekat, tetapi kemudian seseorang bertanya:
“Apa yang kalian lakukan, semua...?”
...Ternyata tidak ada yang selesai.
Dan kemudian, segitiga yang bergerak dengan kecepatan tinggi tiba-tiba menghilang. Beberapa saat kemudian, terdengar suara sesuatu jatuh di kejauhan.
Lingkaran Keselamatan tidak aktif. Aku sama sekali tidak tahu apa yang baru saja terjadi.
“Eh? Krai-chan, apa yang kau lakukan tadi? Luar biasa! Aku sama sekali tidak bisa melihatnya!”
Itu... kebetulan sekali. Aku juga tidak bisa melihat apa pun.
Tolong, seseorang jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dan juga, bisa nyalakan penerangan di sini?
Tidak tahu harus berbuat apa, aku akhirnya hanya menyunggingkan senyum kaku seperti biasa dan memeriksa situasinya.
“Maaf, gelap sekali tadi, jadi aku tidak bisa melihat dengan jelas. Ada sesuatu yang terjadi?”
Sven, yang dengan hati-hati memasuki gua, kembali dengan ekspresi kesal di wajahnya.
Dia berjalan ke arahku yang sedang duduk meringkuk di depan api unggun, dan mengeluarkan suara klik lidah penuh frustrasi.
“Kami berhasil menyita peralatan dan dokumen, tapi target utamanya tidak ada. Sial!”
“Di belakang ada jalan keluar. Dengan semua persiapan yang mereka lakukan, sekarang pun akan sulit menemukannya.”
Aku tidak begitu paham, tetapi tampaknya Sven dan yang lainnya sedang memburu penyebab anomali di Sarang Serigala Putih. Mereka mengejar hingga ke markas musuh setelah melawan musuh yang sangat kuat. Tapi pada saat-saat terakhir, target utama berhasil melarikan diri.
Tampaknya musuh kali ini benar-benar tangguh. Semua orang terlihat kelelahan dan babak belur. Jika Sven, Liz, dan Sitri sampai harus bersusah payah, aku tak bisa membayangkan betapa menakutkannya musuh itu. Aku benar-benar tidak mau bertemu dengannya.
Kami tiba tepat ketika pertarungan berakhir. Sepertinya waktunya kebetulan sekali.
Sekelompok pemburu sedang menyeret tubuh lelah mereka untuk mengangkut dokumen dan peralatan dari markas musuh.
Seorang peneliti artefak yang tampak lusuh—seseorang yang pernah beberapa kali berbicara denganku sebelumnya—berbicara dengan nada serius.
“Begitu kembali ke ibu kota, kita harus segera mengeluarkan perintah pencarian. Jika penelitian mereka benar-benar terkait Noctus Cochlear, ini adalah masalah besar untuk negara. Selanjutnya, ini adalah urusan para kesatria.”
Apa yang mereka bicarakan terdengar jauh lebih serius daripada yang kuketahui. Kalau bisa, aku berharap mereka tidak menyeret klan kami ke dalam masalah ini.
“Heh, Krai. Apa yang kau lakukan tadi? Itu semacam artefak?”
“Hah...? Aku tidak melakukan apa-apa... Bahkan tidak menggunakan artefak.”
Gark-san, yang seharusnya sudah lama pensiun dari dunia pemburu, tiba-tiba berbicara dengan nada geram, seolah tidak percaya.
Dia sepenuhnya bersenjata lengkap, meskipun sudah lama meninggalkan medan tempur. Aku yakin Kaina-san, wakil kepala cabang, pasti akan menggelengkan kepala karena ulahnya.
Tatapan yang diarahkan padaku dari sekeliling terasa menusuk.
Tampaknya, aku dianggap telah mengalahkan musuh terakhir yang sangat kuat hanya dengan satu serangan. Namun, aku sama sekali tidak ingat melakukan hal itu.
Aku hanya ingat sesuatu mendekat dengan cepat. Tapi tidak mungkin aku, yang bahkan Gark-san tidak mampu menghadapinya, bisa menjatuhkan golem itu.
Juga, Lingkaran Keselamatan tidak aktif, jadi jelas aku tidak diserang.
“Mungkin... golem itu terpental sendiri...? Seperti, melompat begitu saja?”
“Mana mungkin ada hal semacam itu!”
Ya, kau benar. Tidak masuk akal sama sekali. Tapi aku sungguh tidak melakukan apa-apa.
Meski begitu, aku merasa tubuhku lebih berat dari biasanya.
Dikelilingi oleh banyak pemburu membuatku sedikit lebih tenang. Aku menguap panjang dan meregangkan tubuh.
“Hei! Tawanan hilang! Ada yang tahu sesuatu?”
“Seharusnya mereka diikat dan dijaga agar tidak bisa menggunakan sihir... Tapi kami terlalu sibuk tadi, jadi mungkin ada yang lolos.”
“Tawanan itu pasti masih di sekitar sini... Cari mereka sekarang!”
Di tengah suara keluhan yang bercampur kelelahan, aku merasakan seseorang menarik ujung bajuku dengan lembut.
Tino menatapku dari bawah dengan tatapan cemas, lalu berbisik pelan.
“Master... itu... mungkin mereka adalah orang-orang yang tadi kita abaikan...”
“!? ……… Ya... ya, mungkin begitu.”
Aku pura-pura tidak mendengar apa-apa.
Aku tidak melihat apa pun, dan aku tidak mendengar apa pun.
Jadi mereka manusia...? Kalau mereka melarikan diri, seharusnya ada pemberitahuan lebih jelas…
Di tengah kekacauan, Sitri mendekat. Dia tampaknya telah menyelesaikan semua pekerjaannya.
Wajahnya tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan sama sekali. Meski jubahnya kotor, dia tampak segar seolah baru saja istirahat.
Dia datang ke arahku dengan senyum manis seperti biasa dan menundukkan kepalanya sedikit.
“Terima kasih atas bantuan tambahannya. Benar-benar sangat membantu. Berkat itu, kami berhasil menghindari korban jiwa.”
Melepaskan kendali atas Liz sepenuhnya adalah kesalahanku, tetapi tampaknya hasil akhirnya cukup baik.
Sitri, dengan mata transparannya, tidak menunjukkan sedikit pun rasa menyalahkan.
Perasaan bersalah menusuk dadaku, membuatku tanpa sadar mengucapkan kata-kata yang tidak biasa bagiku.
“…Ada yang bisa kubantu? Kalau memang aku bisa melakukan sesuatu, maksudku.”
Sitri tersenyum cerah seperti bunga mekar, menggenggam kedua tanganku, dan berkata dengan tegas.
“Terima kasih banyak. Jika ada sesuatu, aku pasti akan meminta bantuanmu. Tapi untuk saat ini, ini adalah masalah pribadiku, dan aku ingin menyelesaikannya sendiri.”
Khususnya, kartu as mereka, “Akasha”, mampu bertarung melawan beberapa pemilik gelar terkenal yang masih aktif maupun para pahlawan yang sudah pensiun.
Noctus sama sekali tidak meragukan kemenangan “Akasha”.
Namun, itu semua berubah ketika tiba-tiba “Senpen Banka” muncul tanpa peringatan.
Ketika Noctus menutup matanya, pemandangan terakhir itu terbayang dengan sangat jelas.
Ia tidak bisa memahaminya. Semuanya terjadi dalam sekejap mata.
Meski Noctus mengawasi medan pertempuran dengan sihir, ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Pada saat “Akasha” mendekat untuk menyerang, tubuhnya langsung terhempas.
Makhluk buatan itu, yang terbuat dari logam hasil penelitian bertahun-tahun—dirancang dengan daya tahan tinggi terhadap segala jenis serangan fisik maupun sihir, serta kekuatan luar biasa karena tidak memiliki jiwa—langsung terdiam hanya dengan satu serangan.
Bahkan sekarang, ia tidak bisa memahami serangan macam apa yang telah diterima oleh “Akasha”.
Yang lebih mengerikan adalah—“Senpen Banka” bahkan tidak menganggapnya sebagai sebuah pertempuran.
Terlalu kuat. Bahkan jika dibandingkan dengan mantan Level 7 “Iblis Perang”, perbedaan kekuatan mereka seperti langit dan bumi.
Dalam keterkejutan yang luar biasa itu, Noctus hanya mampu melarikan diri melalui jalur rahasia, berkat seorang pencuri yang bertugas sebagai pengumpul informasi dan tetap bersamanya sampai akhir.
Di dalam sebuah ruangan kecil dan sempit yang dijadikan tempat persembunyian, ada Noctus, empat muridnya, dan pencuri tersebut. Dari semuanya, hanya si pencuri yang wajahnya masih terlihat tenang, sementara murid-murid lainnya tampak pucat seperti melihat kematian sendiri.
Eksperimen itu gagal total. Tidak ada pilihan selain melarikan diri sekarang.
Untungnya, semua hasil penelitian masih ada dalam ingatan Noctus. Memang akan membutuhkan waktu bertahun-tahun, tapi itu lebih baik daripada memulai dari nol.
Para murid pun, meski salah satu dari mereka terluka parah dan ditangkap, masih dalam kondisi selamat.
Namun, semangat mereka telah hancur. Mata mereka kosong, dan ambisi yang dulu mereka miliki sudah lenyap.
Pemandangan “Akasha” dihancurkan dalam satu serangan oleh “Senpen Banka” telah memberi pukulan besar, bahkan untuk Noctus yang berpengalaman dan licik. Bagi murid-muridnya yang belum matang, dampaknya jauh lebih menghancurkan.
Namun, yang paling tertekan adalah Flick dan yang lainnya, yang pernah menjadi tawanan tetapi berhasil kabur saat ada kesempatan.
“Senpen Banka”... Dia... dia dengan sengaja membiarkan kami kabur! Saat kami lari ketakutan, dia melihat kami dan memutuskan, ‘tidak perlu peduli,’ lalu tertawa!
Flick, yang biasanya memandang rendah siapa pun kecuali para penyihir (magus), kini gemetar. Ia duduk sambil memeluk lutut, seperti seekor katak yang dihadapkan pada tatapan ular.
Sophia telah memperingatkan agar mereka berhati-hati terhadap Sitri. Namun, ancaman sesungguhnya adalah “Senpen Banka”.
Sophia yang selalu teliti tak pernah salah dalam perhitungannya sebelumnya. Namun, jika kesalahan ini ternyata merupakan hasil manipulasi “Senpen Banka”—apa sebenarnya yang direncanakan oleh pria itu?
“Namun, kenapa dia... kenapa “Senpen Banka” terus membiarkan kita pergi? Dengan kekuatan sebesar itu, dengan kemampuan pengumpulan informasi yang sedemikian hebat, kenapa dia tidak menangkap kita langsung?”
Pencuri itu berbicara dengan wajah penuh kecurigaan.
Memang benar. “Senpen Banka” jelas merupakan musuh yang sangat berbahaya, namun yang membuatnya semakin mengerikan adalah dia selalu mendekati mereka tanpa memberikan pukulan akhir.
Jika dia memutuskan untuk menghabisi mereka secara langsung, Noctus dan yang lainnya pasti sudah selesai.
Pria yang mampu menghancurkan “Akasha” dalam satu serangan pasti takkan terpengaruh oleh Malice Eater.
Demikian pula, Phantom, yang hanya mengandalkan penghalang sihir, tidak akan efektif.
Dengan kepala dingin, Noctus menyadari bahwa semuanya, dari awal hingga akhir, telah berada di bawah kendali pria itu.
Bahkan penyebab utama dari seluruh insiden ini adalah “Senpen Banka”.
Tanpa kehadirannya, anomali di Sarang Serigala Putih mungkin baru akan terungkap jauh lebih lambat.
Jika bukan karena peringatannya yang seolah disengaja di distrik kota yang rusak, mereka mungkin tidak akan meluncurkan rencana penghancuran para pemburu.
Namun sebenarnya, mereka tidak membutuhkan peringatan itu.
Penelitian Noctus sudah melanggar hukum. Jika ketahuan, mereka bisa dihukum penjara seumur hidup, atau bahkan eksekusi mati tanpa bisa membela diri.
Setelah memikirkan semuanya, Noctus dengan berat hati menghentikan pikirannya.
“Cukup sudah. Sekarang kita hanya punya satu pilihan: kabur dari Zebrudia.”
Zebrudia adalah tempat yang sempurna untuk penelitian. Banyak artefak berharga yang dapat ditemukan di sekitarnya, dan sebagai negara besar, material yang dibutuhkan pun mudah diperoleh.
Namun, semua itu harus ditinggalkan. Selama masih hidup, selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali.
“Entah apa tujuan “Senpen Banka” sebenarnya, aku tidak berniat membalasnya.”
Noctus menghela napas panjang dan menoleh ke pencuri itu.
“Apakah ada kabar dari Sophia?”
Raut wajah pria itu berubah seketika. Sophia adalah satu-satunya yang hilang tanpa jejak.
Selama operasi berlangsung, ia memang tidak menampakkan diri. Namun bahkan setelah kekalahan mereka, ia tetap tidak memberikan tanda-tanda. Batu komunikasi pun tidak merespons.
Murid Noctus yang mengendalikan “Akasha” sempat menyerahkan kontrol padanya di tengah pertempuran, jadi seharusnya dia masih selamat saat itu. Namun, apakah dia tertangkap, terbunuh, atau sedang bersembunyi, semuanya masih menjadi misteri.
Sophia adalah sosok yang kuat. Dia bukan tipe orang yang akan menghilang hanya karena gagal melaksanakan satu perintah.
Noctus tidak ingin meninggalkan Zebrudia tanpa memastikan keberadaannya.
Flick tiba-tiba mengangkat wajahnya, dan dua murid lain yang sebelumnya menjadi tawanan juga tampak terguncang.
“Guru, tentang Sophia, ada sesuatu yang ingin kami sampaikan.”
“Flick. Itu... bukan omong kosong seperti biasanya, kan?”
Flick, pria yang penuh kebanggaan, telah beberapa kali meminta agar Sophia dicopot dari jabatannya. Jika kali ini ia masih terjebak dalam rasa iri yang tidak berguna, dia benar-benar tidak bisa diandalkan.
Flick gemetar sesaat, namun menatap Noctus langsung dan menjawab dengan tegas.
“Tidak... Kali ini bukan. Aku juga hampir tidak percaya, tetapi... tampaknya Sophia telah menyusup ke “First Step”. Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri.”
“...Apa...?!”
Ekspresi Flick mengeras. Suaranya gemetar, dan matanya menunjukkan ketakutan yang mendalam.
“Aku... melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Dia mengenakan tudung, kacamata, dan pakaian y
ang sangat mencolok, namun—itu memang Sophia.”
Tatapan Flick penuh dengan kesungguhan. Dua murid lainnya yang juga pernah menjadi tawanan mengangguk keras.
Tampaknya sebelum meninggalkan Zebrudia, mereka harus mencari tahu lebih lanjut.
Noctus menarik napas dalam-dalam dan memberikan perintah baru.
Post a Comment