Penerjemah: Flykitty
Proffreader: Flykitty
Chapter 2
Karakter Pendukung Adalah Orang Yang Terus Mengabaikan Jawaban Yang Ada Di Ruangan Terang
Setelah pindah sekolah hanya dalam satu hari, Miwa Hitsujitani sudah berhasil menegaskan posisinya sebagai gadis populer di kelas 1-C kami.
Hitsujitani, yang (secara penampilan) punya kepribadian santai dan terbuka, dengan bebas berbicara pada siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan.
Seorang gadis cantik biasanya membuat siswa laki-laki merasa segan untuk menyapa, tapi karena Hitsujitani yang justru lebih dulu berbicara, bagi laki-laki, dia adalah sosok yang sangat berharga.
Selain itu, kemampuannya menyeimbangkan hubungan sosial juga tinggi—ketika diajak bicara oleh laki-laki, dia justru aktif mengajak perempuan ikut mengobrol, memperluas lingkaran percakapan.
Berkat itu, dia berhasil meredam rasa iri seperti "dia cuma ngobrol sama cowok" dan mengambil posisi sebagai gadis ramah yang bisa akrab dengan siapa saja.
Sampai di sini, alurnya sama seperti kehidupan pertamaku.
Hitsujitani nantinya akan bergabung dalam harem Amada, tapi dia tidak langsung terlibat setelah pindah sekolah.
Justru, dalam minggu pertama, tidak ada interaksi apa pun. Karena pada masa itu, Hitsujitani sedang mengamati.
Mencari seseorang yang bisa menjadi ksatria yang akan melindunginya dari penguntit.
Dan orang yang dipilihnya adalah Teruto Amada.
Alasannya: "Karena dia adalah satu-satunya yang tidak menunjukkan ketertarikan padaku."
Hitsujitani, yang dengan santai dan akrab berbicara pada semua orang, katanya sering mendapat perasaan romantis dari orang lain hanya karena sikap dan penampilannya (meski menurutku itu bohong).
Karena itulah, yang dia percayai bukanlah orang yang hanya melihat tampak luar, tapi orang yang benar-benar melihat ke dalam dirinya.
Seorang laki-laki yang tidak jatuh cinta padanya meskipun dia bersikap ramah dan santai—itulah sosok yang dicari Hitsujitani.
...Ya ampun, jangan memilih ksatria berdasarkan alasan seperti itu.
Kalau menghadapi penguntit berbahaya, lebih baik pilih yang kuat secara fisik, bukan cuma mental.
Dalam kehidupan pertamaku, cerita Hitsujitani benar-benar dimulai pada hari Senin minggu kedua, saat dia mulai mendekati Amada.
Tapi tentu saja, di kehidupan keduaku ini, itu tidak terjadi.
Karena Amada bahkan tidak datang ke sekolah.
Setelah melakukan drama penghukuman palsu, Amada kehilangan kepercayaan dari para heroine dan kini jadi siswa yang tidak mau bersekolah. Dengan begitu, dia jelas tidak bisa dipilih sebagai ksatria.
Ini satu-satunya cara untuk menghindari ujian seleksi ksatria Hitsujitani.
Lalu, siapa yang akan melindungi Hitsujitani dari penguntit?
Siapa yang akan dipilih menjadi ksatria Hitsujitani?
Aku? Tidak mau!
Justru karena aku tahu situasinya, aku ingin sebisa mungkin menjauhi masalah berbahaya ini.
Tapi kalau aku sama sekali tidak berinteraksi dengannya, aku bisa saja memenuhi syarat "orang yang tidak menunjukkan ketertarikan" dan malah dipilih secara tidak sengaja.
Apalagi sekarang Amada tidak ada, kemungkinan itu makin besar.
Karena itulah aku sudah menyiapkan asuransi diam-diam.
Itulah strategi "menjauhkan Tsukiyama".
Dalam ujian seleksi ksatria Hitsujitani, jika kau tidak menunjukkan ketertarikan padanya, peluang lolosmu naik drastis.
Dalam kehidupan pertamaku, Tsukiyama adalah orang pertama yang mendekati Hitsujitani.bTapi di kehidupan kedua ini, Tsukiyama sudah banyak berubah.
Dia lebih cepat dan lebih parah mendapatkan julukan "Pangeran Mengecewakan".
Akibatnya, Tsukiyama sekarang sangat takut reputasinya jatuh.
Ditambah lagi, kalau aku sebelumnya sudah mengarahkan pembicaraan tentang Hitsujitani secara mencurigakan, ketakutannya akan menang atas rasa ingin tahu, dan dia tidak akan mendekati Hitsujitani.
Strategiku sukses besar.
Setelah mendengar ceritaku, Tsukiyama meningkatkan kewaspadaannya dan menjauh dari Hitsujitani.
Dengan ini, dia memenuhi syarat "tidak tertarik pada Hitsujitani" dan dipastikan lolos seleksi.
Tinggal menunggu hari Senin minggu depan, Hitsujitani pasti akan datang berkonsultasi padanya. Kalau begitu, aku bisa menyelesaikan acara Hitsujitani ini tanpa perlu terlibat sedikit pun. Dengan rasa keadilan Tsukiyama yang kuat, begitu Hitsujitani berkonsultasi, dia pasti akan membantu.
Dia juga punya fisik atletis dan berasal dari keluarga kaya, jadi dengan kekuatan dan uang, dia bisa menyelesaikan masalah Hitsujitani dengan mudah.
Bahkan dalam kehidupan pertamaku, Tsukiyama adalah yang paling berperan saat menyelesaikan masalah penguntit Hitsujitani.
Meski begitu, Hitsujitani malah jatuh cinta pada Amada, sungguh malang nasib Tsukiyama.
Tapi tenang saja. Di kehidupan ini, kau adalah pemeran utamanya, Tsukiyama. Silakan nikmati komedi romantismu bersama Hitsujitani.
Aku sempat berpikir begitu, tapi...
"Hee~! Jadi ini tempat kerjamu ya, Ishii-kun! Kamu beneran kerja, ya! Keren, keren!"
Hari Minggu, pukul 15:30.
Entah kenapa, Hitsujitani datang ke minimarket tempatku kerja paruh waktu.
Di sebelahku yang sedang merapikan barang, Hitsujitani melihat-lihat toko dengan penuh rasa ingin tahu sambil tertawa renyah.
Seolah dunia ini memang diciptakan untuk menyulitkanku, kebetulan saat itu pelanggan benar-benar nol.
Kalau saja ada pelanggan, aku bisa menggunakan jurus "ada pelanggan yang menunggu" untuk mengusirnya. Sungguh merepotkan.
"Yahho, Hidaka-san juga!"
Dia melambaikan tangan ke Hidaka yang berjaga di kasir dengan senyum kosong tanpa beban.
Tentu saja, tidak ada jawaban dari Hidaka. Sebaliknya, dia menatap tajam ke arah Hitsujitani dengan ekspresi yang seolah siap mengamuk dengan badai salju dahsyat di belakangnya.
"Aduh? Kayaknya kita nggak bakal akur, ya?"
Sambil memiringkan kepala, Hitsujitani bertanya padaku.
"Begitulah. Jadi pulanglah."
"Uwah! Dingin banget, sih... Aku bisa nangis, lho?"
"Terserah kau saja."
"Fufu. Bagus juga, ya!"
Meskipun diperlakukan sedingin ini, Hitsujitani tetap tersenyum senang.
Apa-apaan dia ini. Apa dia punya kelainan yang membuatnya bersemangat kalau diperlakukan dingin oleh laki-laki?
"Aku ada sedikit hal yang mau dibicarakan denganmu, Ishii-kun. Bisa luangkan waktu?"
"Aku sedang kerja."
"Kalau waktu istirahat?"
"Istirahat itu untuk beristirahat, bukan untuk membuat diri lelah."
"Ngobrol denganku itu melelahkan?"
"Keberadaanmu saja sudah melelahkan."
"Aku sampai melakukan hal separah itu!?"
Ya. Di kehidupan pertama, apa kau pikir aku lupa apa yang kau lakukan pada keluargaku dan aku?
Setelah aku kehilangan semua karena hukuman atas tuduhan palsu, kau menggunakan posisimu sebagai Vtuber populer dan membicarakanku dalam siaranmu. Bahkan membahas keluargaku juga.
Karena itu, bukan cuma aku, keluargaku juga jadi diketahui banyak orang. Ayahku kesulitan luar biasa menemukan pekerjaan baru, dan di tempat kerjanya yang baru pun dia mengalami pelecehan parah. Yuzu, adikku, jadi korban bullying di sekolahnya.
Akhirnya, ayahku kehilangan nyawanya karena kelelahan fisik yang menumpuk, dan Yuzu juga kehilangan nyawanya karena kelelahan mental hingga tak menyadari lampu lalu lintas merah dan tertabrak di jalanan.
Singkatnya, dia ini perempuan yang, secara tidak langsung, membunuh ayah dan Yuzu di kehidupan pertamaku.
Tapi semua itu karena dia dimanfaatkan oleh Amada. Perasaan cintanya yang polos dimanfaatkan, dan dia hanya korban... Tidak, aku sama sekali tidak menganggap begitu. Pergilah cepat.
"Begitu, ya... Lagipula ini pertama kalinya kita ngobrol."
Aku merasakan hawa dingin merambat di punggungku. Bahaya... Kalimat ini benar-benar berbahaya…
Tidak mungkin, kan? Masa dia mau memilihku sebagai ksatria….
"Selama seminggu ini, cuma kamu yang tidak pernah mengajakku bicara. Tidak menunjukkan ketertarikan sama sekali, kan?"
Selesai sudah. Ini sudah kayak surat kelulusan. Ini sama persis dengan kata-kata saat Amada dipilih jadi ksatria di kehidupan pertama.
Tapi jangan menyerah dulu.
"Kan ada Tsukiyama juga."
"Eh? Tsukiyama-kun? Hari Jumat kemarin waktu aku jalan di koridor, tiba-tiba dia bilang dari belakang, 'Kalau ada masalah, ceritakan saja', dengan gaya cool gitu. Aku sih pikir dia orang baik, tapi lebih banyak rasa takutnya."
Mengecewakan! Sungguh mengecewakan!!
Kenapa sih kau malah sok pahlawan di saat kayak gini!? Harusnya lebih mikirin keselamatan diri sendiri, dong!
Waktu jadi musuh repot banget, giliran jadi teman malah payah, kau ini kayak Haman-sama (Super Robot Wars) aja!
Belajarlah dari Kakek Domon!
"Dia sebenarnya bisa diandalkan di beberapa situasi... Walau tetap mengecewakan..."
"Kalau sudah gitu, jadi malas mau minta bantuan, kan?"
Benar-benar di luar dugaan. Aku tak menyangka Tsukiyama malah mengedepankan rasa keadilannya.
Sial! Kalau saja aku lebih dulu bicara ambigu ke Hitsujitani...!
"Jadi, Ishii-kun. Aku mau bicara—"
"Aku tolak."
"Cepat banget!"
Justru aku sudah terlambat. Aku masih baik karena membiarkanmu bicara sampai sejauh ini.
"Ayo, tolonglah... Aku benar-benar cuma mau bicara denganmu..."
Tuh, keluar deh. Jurus andalan Hitsujitani: menunjukkan sisi lemah si 'aku yang santai'.
Bau... Baunya kayak tumpukan sampah dicampur muntahan.
Kalau sekarang tiba-tiba stalkermu datang pun, aku bakal menyerahkanmu tanpa pikir panjang. Bahkan bakal menikmati akhir ceritanya sambil nonton.
"Kebetulan sekali. Aku justru paling nggak mau bicara sama kau."
"Hoe?"
Hitsujitani melotot karena jurus andalannya gagal.
Hmph. Jangan remehkan aku yang tiap hari menghabiskan waktu bersama seorang gadis cantik seperti Hidaka.
"Kalau ceritanya ribet, mendingan ke Tsukiyama saja. Dia pasti bantu karena punya rasa keadilan yang tinggi."
"Kamu malah lempar ke temanmu!? Itu keterlaluan..."
"Dia bukan temanku. Dia itu kayak permen karet bekas yang nempel tanpa izin."
"Barusan kamu sempat memujinya sebagai orang yang bisa diandalkan, kan!?"
"Betul. Dia adalah permen karet bekas dengan rasa keadilan tinggi yang kadang bisa diandalkan."
"Kamu benar-benar nggak mau nyebut dia teman, ya."
Tentu saja.
"Gimana ya... Kamu beneran kayak yang aku dengar dari cerita..."
"Cerita?"
Saat aku bertanya, Hitsujitani tersenyum licik.
"Kamu tertarik?"
"Sedikit. Kalau mau cerita, ceritalah."
"Bagaimana ya... Eh, tunggu, mau ke mana!? Kan belum selesai!"
Kalau mau sok misterius, lebih baik tak usah didengar. Aku langsung menganggap dia tak mau cerita.
"Kebetulan ada pelanggan. Aku harus melayani, jadi kalau kau cuma mau nongkrong tanpa beli apa-apa, lebih baik pulang."
"Gununu... Kuat juga lawannya..."
Justru itu yang mau kukatakan. Kukira dia bakal marah dan pulang, tapi dia sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda mau pergi…
Ngomong-ngomong, waktu dulu Iba dan yang lain dikendalikan Amada juga begini, ya.
Heroine itu memang payah dalam hal menyerah. Semakin aku merasa terganggu, semakin mereka keras kepala. Sialan betul dunia ini.
Setelah itu, Hitsujitani tetap tidak meninggalkan toko.
Sepertinya dia paham kalau mengobrol terus dengan pegawai atau berlama-lama tanpa beli apa-apa bakal diperingatkan. Jadi sesekali dia membawa onigiri atau minuman ke kasir, lalu mencoba mengajakku ngobrol sambil berkata "Ayo kita akrab, ya."
Dan itu selalu terjadi saat Hidaka sedang sibuk melayani pelanggan lain di kasir.
Setiap kali itu terjadi, Hidaka menatap Hitsujitani dengan pandangan mengerikan, tapi Hitsujitani bersikap seolah tidak peduli.
Hitsujitani terus membawa berbagai macam barang ke kasir—mulai dari makanan ringan satu gigitan, roti manis, alat tulis, sampai barang kebutuhan sehari-hari—dan berbicara padaku. Seperti yang diharapkan dari Vtuber populer, daya belinya memang beda.
Kalau soal uang yang bisa dipakai sesuka hati, mungkin jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tsukiyama.
Tapi sepertinya dia sudah mulai mendekati batas. Bukan dari segi keuangan, tapi dari kekuatan fisik.
"U-um... apa kau nggak merasa sedikit kasihan?"
Dengan wajah jengkel, Hitsujitani berkata begitu sambil membawa tiga kantong belanjaan yang penuh sesak di kedua tangannya.
Terima kasih banyak sudah membeli barang-barang yang tadinya cuma menghabiskan tempat di gudang.
"Sama sekali nggak. Itu semua kau lakukan atas kemauan sendiri."
Sambil membaca kode batang sebuah pensil mekanik yang dia beli, aku menanggapi dengan datar.
"Kalau begitu, karena ini mengganggu, setidaknya dengarkan ceritaku?"
"Nggak usah. Aku sudah dengar apa yang ingin kudengar."
Saat beberapa kali dia datang ke kasir, aku berhasil mendapatkan informasi yang sebelumnya diucapkannya dengan nada penuh makna—tentang 'orang seperti yang diceritakan'.
Sepertinya, Hitsujitani mendengar dari teman sekelas kalau aku adalah "cowok aneh yang nggak mau akrab sama siapa pun." Padahal sebenarnya, aku tidak menolak untuk berteman dengan semua orang.
Aku cukup akrab dengan Hidaka. Sisanya, ya, nggak terlalu. Tsukiyama? Itu cuma permen karet yang nempel sendiri. Kalau bisa, aku berharap daya rekatnya cepat hilang.
"Kalau begitu, mau kutanya satu hal? Kenapa kau sebegitu jauhnya dariku?"
"Aku nggak hanya menghindarimu. Aku memang menjaga jarak dari hampir semua orang."
Anak-anak SMA Hirasaka itu sudah membuatku mengalami hal-hal buruk dalam kehidupan pertamaku. Kalau bisa, aku ingin hidup tanpa ada hubungan apa pun dengan siapa pun selain Hidaka.
"Ceritakan alasannya."
"Manusia itu gampang banget mengkhianati. Kalau begitu, mending dari awal nggak usah dekat. Aku cuma mau dekat dengan orang yang bisa kuampuni, bahkan kalau suatu saat mereka mengkhianatiku."
"Hmm. Jadi Hidaka-san termasuk orang seperti itu?"
"Ya."
Saat aku menjawab begitu, Hidaka—yang kebetulan lagi istirahat—langsung keluar dari ruang staf.
Padahal sebelumnya dia menatap Hitsujitani dengan penuh kebencian, tapi entah kenapa sekarang dia tampak sangat ceria. Dia mengambil satu stik ayam goreng, membelinya sendiri, lalu menyerahkannya pada Hitsujitani.
"Karena berhasil membuat Kazupyon mengucapkan kata-kata itu, aku kasih hadiah ini."
"Wow! Terima kasih!"
Bukan, itu bukan maksudku!
"Kalau begitu, kalau aku bicara dengan Hidaka-san, mungkin—"
"Pulanglah."
"Eh, bukannya ini kesempatan buat lebih akrab!?"
Tapi ya, konsistensi Hidaka tetap kokoh. Setelah menyerahkan stik ayam, dia langsung kembali ke ruang staf untuk istirahat. Gaya menaikkan mood lalu langsung menjatuhkan.
"Yah, sudahlah, hari ini sampai sini saja..."
"Jangan pernah datang lagi."
"Mana mau. Karena, aku dan Ishii-kun itu sama, soalnya."
Apa-apaan itu "soalnya"?
Palingan dia mau bilang begini, kan: "Aku juga nggak bisa gampang percaya sama orang lain. Makanya aku berpura-pura berteman dengan semua orang sambil tetap menjaga jarak."
"Aku juga nggak bisa gampang percaya sama orang lain.
Makanya aku berpura-pura berteman dengan semua orang sambil tetap menjaga jarak, soalnya."
Benar-benar dia bilang persis seperti yang kupikirkan, perempuan ini. Dan tolong berhenti pakai "soalnya", itu aneh. Aroma kesedihan palsu itu sangat menyengat sampai rasanya mau muntah.
"Maaf ya, hari ini sudah merepotkanmu. Tapi aku senang bisa bicara."
Entah kenapa dia seolah yakin bahwa memasang tampang sedih saat pergi bisa menarik perhatianku, dan akhirnya dia melangkah keluar dari minimarket dengan ekspresi sendu.
Sebagai formalitas, aku pun berkata, "Terima kasih telah berbelanja~."
Kenapa sih aku selalu saja harus terseret ke dalam masalah-masalah yang merepotkan seperti ini...
â—‡ â—‡ â—‡
"Kazupyon, gimana? Mau kuhabisi aja dia?"
Dalam perjalanan pulang setelah shift selesai, Hidaka bertanya dengan mata sebersih kristal.
Kenapa bisa mengucapkan kata-kata menakutkan kayak gitu sambil pasang wajah polos?
"Dia belum melakukan apa-apa yang terlalu mengganggu, dan meski mau, kita nggak punya alasan buat menghabisinya."
"Kazupyon, kalau yang diganggu itu bukan kamu, tapi Yuzu-chan, kamu bakal gimana?"
"Kuhabisi."
"Itu perasaanku sekarang."
...Begitu, ya. Sangat mudah dimengerti.
Tapi, walaupun aku mengerti, tetap saja, Hitsujitani saat ini belum melakukan apa pun.
Memang, aku punya dendam besar padanya dari kehidupan pertama, tapi di kehidupan kedua ini, dia bukan heroine Amada. Dia cuma seseorang yang kelihatan butuh bantuan.
Aku mau menjaga jarak, tapi menghabisinya rasanya berlebihan dan agak menyesakkan hati.
"Kalau menebak, mungkin dia lagi kesulitan dan butuh seseorang buat mendengarkan ceritanya."
"Kau mau membantunya?"
"Mau. Tapi tanpa aku harus melakukan apa-apa."
Masalah yang ditimbulkan Hitsujitani ini, jujur saja aku ingin menghindarinya. Tapi, setelah aku dinyatakan lulus ujian seleksi ksatria, aku harus mengubah pendekatanku.
Aku ingin menyelesaikan masalah ini secepat mungkin. Soalnya kalau tidak, dia bakal terus-terusan menempel dan itu menyebalkan.
"Kalau begitu, aku setuju denganmu."
"Padahal aku belum jelasin secara r
inci."
"Fuh. Karena aku ini orang yang agresif──"
"Ah, sudah cukup."
Aku memotong kata-katanya di tengah jalan, dan dia mencubitku dengan wajah sedikit cemberut.
Geli rasanya.
Lalu, sebagai 'hukuman karena nakal', dia menggenggam tanganku. Apa-apaan hukuman ini?
"Kalau dia butuh bantuan, sebaiknya minta ke Tsukiyama. Dia lebih──"
"Itu nggak mungkin."
Hidaka dengan tegas menyangkalnya.
"Aku, kalau sedang kesulitan, pasti akan mengandalkan Kazupyon. Tapi, lebih dari itu, aku ingin membantu Kazupyon."
Senyuman kecil itu muncul. Hidaka memang cantik dalam kesehariannya, tapi di saat-saat seperti ini, kecantikannya terasa menakutkan.
"Aku sudah banyak dibantu, jadi nggak apa-apa."
Aku tanpa sadar memalingkan pandangan untuk menyembunyikan rasa malu. Kenyataannya, aku memang sudah sangat banyak dibantu oleh Hidaka.
Kalau bukan karena Hidaka, kehidupan di SMA Hirasaka pasti akan terasa jauh lebih membosankan, dan soal Amada pun mungkin tidak akan terselesaikan. Aku benar-benar berterima kasih padanya.
"Kalau aku belum puas, berarti itu masih belum cukup. Hei, apa aku nggak boleh berusaha keras?"
Kalau mau jujur, aku ingin menghentikannya, dan sedikit... tidak, cukup khawatir.
Hidaka selalu ada di pihakku, tidak peduli dalam keadaan apa pun. Tapi, kalau dia terus bertindak hanya demi aku, bukankah dia akan berubah dari 'perempuan hebat' menjadi 'perempuan yang terlalu mudah dimanfaatkan'?
Tentu saja, aku sama sekali tidak berniat memanfaatkan Hidaka. Tapi bagaimana kalau aku sampai melakukan kesalahan?
Bisa saja dia tetap mempercayai aku dan ikut melangkah ke jalan yang salah.
Aku tidak mau itu terjadi.
"Aku nggak akan membiarkan wanita bertopeng itu mendekat ke Kazupyon. Boleh, ya? Setidaknya itu saja."
Tapi, dalam situasi seperti ini, tidak peduli apa yang kukatakan, Hidaka pasti tidak akan mengubah pendiriannya…
"Tidak boleh langsung protes ke Hitsujitani, atau mencoba menyelesaikan masalah Hitsujitani sendiri, ya."
"Tentu saja aku nggak akan terlibat. Aku cuma mau terus bersama Kazupyon."
Kalau begitu, sebenarnya dia mau melakukan apa? Sambil memendam rasa penasaran itu, aku hanya memberi jawaban sederhana.
"Kalau begitu, kupercayakan padamu."
"Oke."
jawabnya dengan suara kecil yang imut.
Tapi sebenarnya, apa yang seharusnya aku lakukan?
Masalah Hitsujitani ini sangatlah rumit.
Saat ini, Hitsujitani sedang dibuntuti oleh seorang penguntit, dan dia hanya mencari ksatria yang bisa melindunginya. Tapi masalah ini punya kelanjutan.
Faktanya, seorang siswi lain yang juga beraktivitas sebagai VTuber seperti Hitsujitani mengetahui bahwa Hitsujitani adalah Hanatori Miyabi, lalu memberikan informasi itu ke penguntit—dengan imbalan uang.
Dan ketika kebusukan itu terungkap, siswi itu kehilangan posisinya di SMA Hirasaka dan akhirnya pindah sekolah. Satu-satunya orang yang saat itu dekat dengan siswi itu adalah Hidaka, yang kemudian terlihat sangat kesepian...
"Hei, Hidaka."
"Ada apa?"
Aku jadi penasaran.
Dalam kehidupan pertamaku, Hidaka memang dekat dengan siswi itu. Tapi di kehidupan keduaku ini, bagaimana? Pada periode ini, seharusnya mereka sudah berteman.
"Kamu, kan, hampir selalu bersamaku di sekolah. Tapi di luar itu, kamu nggak merasa kesepian? Misalnya, saat pelajaran terpisah laki-laki dan perempuan."
"Kazupyon, jangan-jangan kamu ingin mengurung aku...?"
"Bukan begitu. Aku cuma khawatir saja."
"Meskipun begitu, aku tetap senang sekali. Tapi kamu nggak perlu khawatir. Sebenarnya, aku baru-baru ini berteman dengan seseorang."
"Oh ya?"
"Kitami Sae-chan dari kelas D. Dia orang yang baik, yang nggak pernah memaksa masuk ke dalam hidupku."
Melihat Hidaka berkata begitu dengan ekspresi bahagia, perasaanku bercampur aduk.
Sepertinya, seperti di kehidupan pertamaku, Hidaka berteman lagi dengan orang yang sama…
Bagi Hidaka, Kitami adalah teman yang penting. Tapi kenyataannya, Kitami adalah orang yang cukup... tidak, sangat bermasalah, karena dia menjual informasi tentang Hitsujitani ke penguntit.
Tentu saja, aku tidak akan mengatakan itu ke Hidaka.
Kalau aku tiba-tiba mengatakannya, dia pasti akan bingung. Lagipula, aku masih ingat dengan jelas betapa kesepiannya ekspresi Hidaka setelah Kitami pindah sekolah di kehidupan pertama.
Justru karena itu, aku harus menangani ini sendiri. Kalau bisa, lebih baik Kitami belum sempat menjual informasi. Tapi mengingat Hitsujitani sudah meminta bantuanku, kemungkinan besar Kitami sudah melakukannya.
Meski begitu, alasannya menyukai Kitami karena "nggak terlalu ikut campur" memang sangat khas Hidaka.
Biasanya orang akan lebih suka pada orang yang benar-benar memahami dirinya, tapi Hidaka berbeda.
Justru karena dia mengerti arti dari kebaikan yang tidak berlebihan itulah, dia percaya dan berteman dengan Kitami.
Tapi karena mereka menjaga jarak, ada hal-hal yang tetap tak mereka ketahui.
Perasaan apa yang dimiliki Kitami terhadap Hitsujitani, dan apa yang akhirnya dia lakukan.
"Kalau begitu, baguslah."
"Iya. Aku ingin tetap berteman dengannya."
Kalau begitu, masalah Hitsujitani harus kuselesaikan dengan cara berbeda dari kehidupan pertamaku.
Kalau aku serahkan semua ini pada Tsukiyama dan Iba seperti dulu, kemungkinan besar hasilnya akan sama seperti sebelumnya.
Di kehidupan pertama, yang benar-benar bekerja keras menyelesaikan masalah adalah Tsukiyama dan Iba. Amada hanya menikmati hasilnya.
â—‡ â—‡ â—‡
Hidup itu memang penuh kejutan. Bahkan setelah mengalaminya dua kali, itu tidak berubah.
Perpindahan Miwa Hitsujitani.
Lalu tiba-tiba dia lolos seleksi ksatria.
Perkembangan yang tidak terduga, dan hasil yang terburuk.
Mulai dari sekarang, sepertinya aku akan terseret ke dalam urusan yang sangat merepotkan.
Ah, aku tidak mau pergi ke sekolah. Andai saja hari Senin tidak pernah datang.
Sialan kau, Hitsujitani. Aku benci sekali kau yang membawa masalah padaku. Begitulah yang kupikirkan saat itu, tapi...
"Hitsujitani, good job!!"
Sekarang, aku sedang meneteskan air mata kegembiraan sambil mengucapkan rasa terima kasihku kepada Miwa Hitsujitani.
"Aku sama sekali tidak merasa senang, tahu..."
Saat ini, kami sedang dalam perjalanan ke sekolah di pagi hari.
Seperti biasa, aku berangkat bersama Yuzu dan Hidaka, dan di sana... Miwa Hitsujitani sudah menunggu.
Kelihatannya dia memang berniat mengejutkanku, tapi malah dia sendiri yang kaget setengah mati.
Ya wajar saja, karena aku muncul bersama dengan Hidaka.
Dengan wajah kebingungan, dia bertanya, "Kalian tinggal serumah?" dan aku menjawab, "Tidak."
Lalu, seakan itu hal yang biasa saja, dia langsung berdiri di sampingku, berniat pergi ke sekolah bersama.
Namun—
"Tempat di sebelah Kazu itu milikku!"
"Sebelah Kazupyon itu punyaku!"
Yuzu dan Hidaka berdiri di kedua sisiku, menghalangi Hitsujitani dengan sempurna.
Aku sedang menggenggam tangan Yuzu di kiri dan tangan Hidaka di kanan. Hitsujitani pun sepenuhnya tersisih.
Sudah lama sekali... Tepatnya, setelah dua ratus enam puluh dua jam akhirnya aku bisa menggenggam tangan Yuzu lagi, hingga aku tak bisa menahan air mata.
Kalau ini yang disebut dengan tease play, maka sungguh, malaikatku ini benar-benar usil.
"A-anu, Ishii-kun... Kalau bisa, maukah kau mendengar ceritaku..."
Sambil berjalan bertiga sejajar, Hitsujitani yang berada di belakang kami berbicara dengan ragu-ragu.
Namun, bukan aku yang menjawab, melainkan Hidaka yang langsung menoleh dan berkata kepada Hitsujitani:
"Kalau mau bicara dengan Kazupyon, lewat aku dulu. Hasil sidang, tidak lolos."
"Kenapa bahkan Hidaka-san saja tidak bisa dilewati!?"
Suara sedih Hitsujitani menggema di jalan menuju sekolah. Mungkin karena merasa gagal, kali ini dia beralih ke Yuzu.
"Hey, adik kecil... Bisakah kau membantuku? Aku mau bicara—"
"Kalau mau bicara dengan Yuzu, lewat aku dulu. Hasil sidang, tidak lolos."
"Tidak ada jalur yang bisa kulewati, ya!?"
Ya jelas saja. Dari mana datangnya kepercayaan diri itu?
Meskipun kau memang imut, di sisiku sudah ada Yuzu yang bahkan lebih dari sekadar imut, dan ada Hidaka, gadis super cantik yang selalu bersikap manis padaku. Tidak ada alasan untuk tergoda.
Saat itu, malaikatku tampak memandang Hitsujitani dengan ketidaksenangan.
"Eh, tapi, Hitsujitani-san. Suaramu... rasanya aku pernah dengar di suatu tempat..."
"Eh!? N-nah, itu mungkin cuma perasaanmu saja? Ahaha, ahahaha!!"
Hitsujitani mulai panik, jelas sedang menyembunyikan sesuatu.
Sepertinya dia ingin menyembunyikan identitasnya sebagai VTuber Hanatori Miyabi. Jadi dia mencoba, walau canggung, untuk menutupi—atau setidaknya membuat Yuzu berpikir begitu.
Hitsujitani ini cerdas. Dari kata-kata Yuzu saja dia mungkin sudah sadar kalau Yuzu mengenal Hanatori Miyabi. Namun, dia belum tahu apakah Yuzu adalah penggemarnya. Karena itu, dia ingin memastikan.
"U-umm, kira-kira suaraku mirip siapa, ya?"
Dengan berpura-pura panik, dia melirik kanan-kiri, tapi matanya berusaha mencari jawaban.
"Hanatori Miyabi-chan. Aku sering nonton streaming Miyabi-chan, lho."
"Eh! Benarkah!?"
Mata Hitsujitani langsung berbinar. Dia yakin ini kesempatan.
Kalau Yuzu adalah fans Miyabi, maka permintaannya mungkin akan diterima.
Dia pasti ingin menggunakan ini untuk membuatku terpilih sebagai ksatria pendampingnya, tapi—
"Kalau boleh jujur..."
"Aku sudah tahu kalau kau adalah Hanatori Miyabi. Kami cuma pura-pura nggak tahu saja."
"Mana ada fans memperlakukan idolanya kayak gini!? Dan kenapa kalian tahu!?"
Sayang sekali. Aku sudah mengambil langkah antisipasi dari awal. Kalau tidak, aku tidak akan membiarkan dia bertemu dengan Yuzu begitu saja.
Bagianku adalah melindungi malaikat kecilku di atas segalanya.
"Aku tahu dari Kazu."
"Hah!? Tapi aku belum pernah cerita ke Ishii-kun, kan!?"
Hitsujitani menatapku seperti matanya hampir melompat keluar.
"Aku sadar dari suaramu. Terus langsung kasih tahu Hidaka dan Yuzu."
"Setidaknya konfirmasi dulu ke aku! Bisa saja kau salah dengar!"
Itu tidak mungkin. Karena sebenarnya alasanku tahu bukan dari suara.
"Tapi tenang saja. Aku tidak akan bilang ke anak-anak sekolah. Soalnya... sepertinya bakal ribet."
"Alasannya parah... Tapi ya sudahlah..."
Sepertinya dia tidak terlalu terguncang mengetahui identitasnya terbongkar.
Kalau memang dia punya masalah dengan stalker, reaksi seperti ini agak aneh. Apa mungkin dia merasa aman bersama kami? Rasanya tidak enak punya kepercayaan macam itu.
"Rasanya kayak menyerang benteng super kuat cuma pakai tombak bambu..."
Bagus. Kalau begitu, cepatlah menghilang.
"Hey, adik kecil... Kau 'kan fans-ku, kan?"
Tanpa kapok, Hitsujitani kembali berusaha meminta bantuan pada Yuzu.
Faktanya, pagi ini, kami sudah tahu Hitsujitani akan mencoba menghubungiku.
Hidaka, yang datang lebih dulu, sudah menginformasikan segalanya. Apalagi, Hidaka yang pernah mendengar cerita tentang Hanatori Miyabi dari Yuzu, sudah menonton semua video terkait untuk memastikan.
Jadi sejak hari pertama Hitsujitani pindah sekolah, Hidaka sudah tahu kalau dia adalah Hanatori Miyabi.
(Awalnya aku tidak mau Yuzu terlibat, karena kupikir Yuzu mungkin akan tertarik pada Hitsujitani.)
Namun, Hidaka bilang,
'Yuzu-chan akan baik-baik saja. Bahkan, lebih baik kalau dikasih tahu.'
Karena Hidaka bilang begitu, aku percaya.
Aku dan Hidaka pun memberitahu Yuzu tentang Hitsujitani.
Lalu, meskipun Yuzu menunjukkan ketertarikan terhadap kepindahan Hanatori Miyabi, dia sama sekali tidak menunjukkan rasa gembira.
Bahkan, dia justru marah besar karena Miyabi sampai mendatangi tempat kerja paruh waktu kami dan mengusik aku.
Onii-chan, sambil meneteskan air mata haru, mencoba memeluknya. Tapi ditolak.
"Kalau begitu──"
"Aku bukan penggemar berat Miyabi-chan, tahu. Aku cuma menikmati siarannya saja. Jadi, aku tidak tertarik pada dirinya sendiri."
"Kau benar-benar bisa memisahkan hal itu dengan luar biasa, ya!"
"Yang di dalam tetap di dalam, yang di luar tetap di luar."
Mungkin perasaan seperti ini mirip dengan hubungan antara karakter anime dan pengisi suaranya.
Karakter tetaplah karakter, bukan orang yang mengisi suaranya. Tentu saja ada orang yang menganggap keduanya sama, tapi sepertinya Yuzu bukan tipe seperti itu.
"Umm, kau menantikan siaranku, kan? Sebenarnya akhir-akhir ini aku punya alasan kenapa tidak bisa siaran..."
"Kalau begitu, tolong selesaikan masalah itu sendiri. Jangan seret Kazu ke dalamnya."
"Ugh!"
"Ayo, kita pergi, Kazu."
Sambil berkata begitu, Yuzu menggenggam tanganku lebih erat.
"Yuzu, apa ini berarti kau mengajakku ke surga?"
"Bukan! Ini supaya Kazu tidak terlibat dalam hal aneh! Kalau Kazu kena masalah, aku dan papa juga ikut kena imbas, tahu! Jadi aku terpaksa melakukan ini!"
"Kuh! Kau benar-benar sangat mengkhawatirkanku! Aku juga mencintaimu, Yuzu!"
"Menjijikkan!!"
Benar-benar, hari ini pun tsundere-nya Yuzu dalam kondisi terbaik. Tapi tak masalah. Aku tahu betul kalau tsun-nya Yuzu itu seratus persen berisi cinta.
Setelah itu, saat tiba di stasiun, aku berpisah dengan Yuzu. Sebelum pergi, ia berkata, "Miko-chan, tolong lanjutkan," dan Hidaka menjawab dengan senyum, "Serahkan padaku."
Saat aku hendak menuju stasiun setelah berpisah dengan Yuzu, Hitsujitani berkata, "Kalau mau, kita naik taksi saja?" dengan ucapan VIP yang tidak cocok untuk anak SMA, tapi tentu saja aku mengabaikannya.
Baik aku maupun Hidaka sama sekali tidak menanggapi ajakannya dan langsung masuk ke dalam stasiun.
Tak punya pilihan lain, Hitsujitani pun terpaksa mengikuti kami. Selama itu, pertahanan Hidaka tetap kokoh.
Setelah Yuzu pergi, Hitsujitani mencoba mendekat ke sebelahku, tapi Hidaka langsung mendorongku ke arah dinding dengan tubuhnya.
Biasanya, seharusnya gadis yang di sebelah dinding, dan pria yang melindunginya.
"U-um... Hidaka-san..."
"Ada apa?"
Bahkan Hitsujitani, yang biasanya ceria, mulai kehilangan semangat karena diperlakukan begini. Dengan wajah kelelahan, ia berbicara dengan hati-hati kepada Hidaka.
"Aku... aku tidak berniat melakukan hal aneh pada Ishii-kun. Aku cuma ingin ngobrol saja..."
"Buat Kazupyon, itu sudah termasuk hal aneh. Lagi pula, dia jelas-jelas tidak mau, jadi lebih baik kau cepat menyerah. Itu juga demi kebaikanmu sendiri, kan?"
Memang benar begitu. Aku paham kalau Hitsujitani sedang bermasalah dengan stalker dan sedang mencari seseorang yang bisa melindunginya.
Tapi memilih aku sebagai ksatria jelas pilihan yang salah. Melihat sikapku sekarang, harusnya dia sadar aku tidak akan mau membantu walaupun dia ceritakan alasannya.
"Ugh! Tapi aku ada alasan kenapa harus Ishii-kun..."
Sambil melirik ke arahku, ia mengeluarkan pernyataan bermakna. Tapi aku sama sekali tidak tertarik.
Ia mencoba berbicara lagi dengan mata berbinar-binar, seolah-olah mau menangis, tapi,
"Aku juga tidak bisa selain Kazupyon. Kazupyon, ayo masuk ke makam yang sama denganku."
"Setidaknya, berhenti di ajakan menikah, dong."
Dengan semangat bersaing, Hidaka juga mengeluarkan pernyataan aneh sambil membasahi matanya.
"Jadi... kalau menikah, boleh?"
"Bukan begitu."
"Kalau begitu, kita kompromi saja sekarang jadi pacaran..."
"Aku tidak akan tertipu lagi."
"...Sungguh disayangkan."
Ini namanya teknik Door in the Face. Awalnya minta "permintaan besar" supaya ditolak, lalu lanjut dengan "permintaan kecil" yang sebenarnya diincar, sehingga lebih mudah dikabulkan. Ini keahlian Hidaka.
Dulu aku pernah terpeleset gara-gara teknik ini, makanya sekarang Hidaka datang ke rumah setiap pagi. Tapi kali ini aku tidak akan terjebak lagi.
"Serius, aku sama sekali tidak punya celah untuk masuk, ya..."
"Benar. Aku dan Kazupyon selalu bersama. Kami terikat oleh ikatan yang sangat indah."
"Entah kenapa, rasanya bukan terikat oleh ikatan indah, tapi lebih seperti dirantai..."
"Kazupyon, kau punya hobi seperti itu? Aku mengerti. Aku akan berusaha, ya."
"Bukan! 'Berusaha' itu... maksudmu berusaha dari sisi mana?!"
"Aku akan siap untuk kedua sisi. Aku bisa lakukan apa saja demi Kazupyon."
"Kau tidak perlu berusaha sejauh itu demi aku..."
Kucoba mengatakan begitu, tapi dia malah tersenyum bahagia sambil berkata,"Bukan hanya demi Kazupyon, tapi juga demi diriku sendiri," lalu memeluk lenganku erat, membuatku tak bisa berkata apa-apa lagi.
Melihat kami begitu, Hitsujitani menggerutu.
"Kenapa sih, kalian belum juga jadian?"
Hitsujitani sebenarnya ingin curhat masalahnya kepadaku, tapi semua usahanya dihancurkan oleh Hidaka, sehingga ia tidak bisa berbuat apa-apa.
â—‡ â—‡ â—‡
Sesampainya di SMA Hirasaka dan masuk ke kelas satu C, langsung muncul bisik-bisik kecil dan kebingungan besar. Alasannya sederhana. Aku datang bersama dua gadis cantik, Hidaka dan Hitsujitani.
Tapi, tidak ada satu pun yang menatapku dengan rasa iri.
Yang terlihat justru rasa kasihan dan simpati.
Dan, arah perasaan itu bukan padaku, melainkan kepada Hitsujitani.
Dan arah dari emosi itu bukan mengarah kepadaku, melainkan kepada Hitsujitani.
Saat aku duduk di tempatku, wajah-wajah yang sudah biasa pun berdatangan.
"Kasihan juga, Hitsujitani... Siapa sangka dia berani mendekati Ishii..."
"Ada pepatah mengatakan bahwa ketidaktahuan adalah dosa, dan rasanya dia sudah menerima hukumannya."
"Terlalu nekat, sih. Berani-beraninya mendekati Ishii..."
"Kalau Tsukiyama sih masih mending, tapi kenapa sampai Iba dan Ushimaki juga ada di sini?"
"Karena kami tidak punya tempat di kelas."
Dua gadis cantik melontarkan pernyataan memalukan dengan ekspresi serius.
Sejak aku masuk kelas tadi, mereka sudah bersama Tsukiyama, dan setelah aku dan Hidaka datang, mereka bertiga langsung berkumpul di sini. Sangat menyebalkan.
Ngomong-ngomong, saat berangkat sekolah tadi, Hitsujitani yang sepenuhnya dihalangi oleh Hidaka, masuk kelas dalam keadaan agak lelah, tapi begitu dikelilingi teman sekelas, dia langsung mengganti ekspresinya dengan senyum cerah.
Memang hebat, seorang virtual idol. Sepertinya dia benar-benar berusaha keras. Tsukiyama bertanya padaku.
"Jadi, kenapa kamu didekati Hitsujitani?"
"Bisa dibilang, penyebab besarnya karena aku salah mengira seberapa kecewanya Tsukiyama."
Awalnya, rencananya Tsukiyama sama sekali tidak akan berinteraksi dengan Hitsujitani, tapi tanpa sepengetahuanku, dia malah dengan baik hati menyapanya, sesuatu yang di luar perkiraanku. Benar-benar, orang ini selalu menyiksaku dengan niat baiknya.
"Kamu benar-benar tidak pernah melewatkan kesempatan buat melukai aku! Maksudnya apa sih ini?
"
"Awalnya aku berencana menyerahkan masalah ini ke Tsukiyama supaya dia yang mengurus, tapi karena Tsukiyama bertindak di luar prediksi, akhirnya masalah itu kembali ke aku. Sungguh merepotkan."
"Itu sepenuhnya kalimat yang seharusnya aku yang bilang, tahu..."
Tsukiyama berkata sambil mengerutkan kening dan tampak urat di pelipisnya. Iba menatapku dengan pandangan ingin tahu.
"Kalau begitu, memang ada masalah apa dengan dia?"
"Lebih tepatnya, dia sepertinya sedang punya sesuatu yang dipikirkan. Dia ingin aku mendengarkannya, makanya dari hari Minggu dia terus mengikuti aku."
Sebenarnya sih, memang masalah, tapi aku tidak bisa mengatakan kalau aku tahu sebanyak itu.
Aku hanya menyampaikan informasi sebatas yang aku ketahui saat ini.
"Terus, Miko... eehm, maksudku Hidaka-san, dia dekat-dekat begitu supaya Ishii nggak ikut terseret masalahnya?"
Ushimaki hampir saja memanggil Hidaka dengan nama depan, tapi buru-buru mengalihkan ke nama belakang sambil berdeham.
Kurasa Hidaka tidak akan marah hanya karena dipanggil nama, tapi mungkin di antara sesama cewek ada sesuatu yang aku tidak mengerti.
"Benar. Aku akan melindungi Kazupyon. Karena tidak ada pilihan lain, makanya aku tetap berada di dekatnya."
Dia mempererat pelukannya di lenganku. Sama sekali tidak kelihatan seperti 'karena tidak ada pilihan'.
Sepertinya, cara melindungiku yang dia maksud hari Minggu kemarin adalah dengan selalu berada di sisiku untuk mencegah Hitsujitani mendekat.
Efeknya memang luar biasa; tadi pagi pun saat Hitsujitani berusaha keras ingin membicarakan soal stalker, Hidaka menghalangi total.
Alhasil, terjadi keajaiban: karena stalker (Hidaka) menghalangi, Hitsujitani malah tidak bisa bicara tentang stalker aslinya.
Sekarang pun di dalam kelas, Hidaka nempel ketat padaku, tapi di Kelas 1-C yang sudah menganggap pemandangan ini biasa, tidak ada satu pun yang komentar meskipun pendekatan Hidaka makin frontal.
"Hey, Hitsujitani. Kamu nggak apa-apa? Maksudku, sebaiknya jangan terlalu dekat sama Ishii..."
"Ahaha! Aku nggak apa-apa kok! Aku cuma merasa aku belum banyak mengobrol dengannya, jadi aku sekadar mau menyapanya saja."
Kalau cuma sebatas itu, mana mungkin dia repot-repot datang ke rumahku sepagi ini.
Aku yakin, Hitsujitani juga ingin menyelesaikan masalah stalker ini. Tapi, tetap saja, cara dia mendekat terlalu memaksa terhadapku yang sudah memperlihatkan sikap menghindar.
Namun, aku juga tidak bisa terus-terusan mengabaikannya.
Kalau Hitsujitani sampai repot-repot mencari aku seperti ini, berarti dia benar-benar sedang diganggu stalker. Artinya, si stalker sudah tahu tempat tinggal barunya.
Dan informasi itu bocor dari Kitami Sae — satu-satunya sahabat perempuan Hidaka. Parahnya, pelaku utamanya justru orang yang penting bagi Hidaka.
"Kazupyon, kenapa?"
"Ada yang mengganggu pikiranku."
Kalau Kitami belum menjual informasi itu, dia sebenarnya teman baik bagi Hidaka. Tapi, kalau sudah keburu bocor, itu cerita lain. Bisa saja, Kitami malah membahayakan Hidaka juga.
"Yang mengganggu?"
Aku tidak suka harus mengambil peran ini, tapi akulah yang harus membujuk Kitami. Meskipun akibatnya aku mungkin dibenci Hidaka dan jarak kami menjauh.
Kalau sekarang, mungkin Kitami masih bisa dimaafkan kalau dia mau jujur minta maaf ke Hitsujitani, dan mungkin masalah ini bisa selesai.
"Ngomong-ngomong, Hidaka... aku mau minta tolong sesuatu."
"Baik, apa pun akan aku lakukan."
"Setidaknya dengarkan dulu permintaannya, baru jawab begitu, dong?"
"Kalau Kazupyon pakai ekspresi seperti itu, berarti dia lagi berusaha demi aku. Kalau begitu, aku tidak perlu tahu isinya, aku akan melakukan apa pun demi Kazupyon."
Tepat saat Hidaka mengucapkan pernyataan luar biasa itu, guru datang untuk Homeroom pagi.
Tsukiyama kembali ke tempat duduknya, dan Ushimaki serta Iba kembali ke kelas masing-masing.
Saat berpisah, Ushimaki sempat menggerutu.
"Serius deh, kalian harusnya cepat-cepat jadian aja."
Kenapa pula kamu yang kelihatan ribet?
â—‡ â—‡ â—‡
Setelah Homeroom selesai, aku mengirim pesan ke Hidaka: l
[Aku mau bicara dengan Kitami]
[Oke. Aku tanya ke Sae-chan, ya]
Setelah itu, dia langsung keluar dari kelas, mungkin untuk menemui Kitami. Kalau Hidaka berhasil mengatur janji pertemuan, aku bisa mengonfirmasi soal stalker ini.
Aku mengeluarkan buku pelajaran sambil melihat Hidaka yang melangkah ringan meninggalkan kelas.
Saat itu, seorang cewek, seolah sudah menunggu, mendekat kepadaku.
Itu Hitsujitani.
"Ishi-kun!"
Senyuman polos dan ceria. Para teman sekelas menatap dengan dingin dan berkeringat melihat tindakan Hitsujitani yang bisa dibilang nekat.
Aku jadi bertanya-tanya, seberapa besar sebenarnya aku ditakuti.
"Akhirnya kita bisa bicara. Penjagaan Hidaka-san terlalu ketat, tahu nggak~"
Sambil tertawa ringan, Hitsujitani melontarkan kata-kata seolah-olah itu hanya basa-basi.
Sudah bisa aku duga ini akan terjadi sejak Hidaka keluar dari kelas. Untuk seseorang seperti Hidaka yang bilang akan melindungiku bagaimanapun caranya, tindakannya ini tampak terlalu lengah. Normalnya, orang akan berpikir begitu.
"Uh, o-ossu, Ishii!"
Tapi tentu saja, Hidaka sudah memperhitungkan situasi ini dan mengambil langkah pencegahan.
Masuklah Ushimaki Fuuka ke dalam kelas, wajahnya merah padam dan kata-katanya terbata-bata. Entah kenapa, napasnya juga terdengar luar biasa berat.
Selain itu, di pintu kelas juga terlihat sosok Iba yang diam-diam mengamati keadaan di dalam.
"Eh? Kamu kan, tadi pagi juga ngobrol sama Ishii-kun..."
"A-ak—aku, itu, teman Ishii, jadiii!"
Jawabannya sangat terbata-bata. Biasanya, kalau Ushimaki atau Iba berinteraksi denganku, Hidaka pasti hadir juga. Itu adalah aturan yang mereka tetapkan sendiri, dan sampai sekarang selalu dipatuhi.
Tapi kali ini adalah pengecualian. Soalnya, Hidaka sendiri tahu Ushimaki akan datang. Lebih tepatnya, justru Hidaka yang mengirim mereka.
Dalam percakapan pesan setelah HR pagi, Hidaka mengirim pesan terakhir yang berbunyi, "Karena aku nggak bisa tetap di sampingmu, aku kirim pengawal pengganti. Ushimaki dan Iba."
Singkatnya, Ushimaki datang untuk membantuku atas permintaan Hidaka.
Aku harusnya berterima kasih... tapi entah kenapa aku malah terus kepikiran soal bagaimana Hidaka memanggil mereka 'Ushi' dan 'Iba'.
"Oh, gitu ya. Sebenarnya aku juga mau berteman sama Ishii-kun, jadi..."
"Namaku Ushimaki Fuuka dari kelas A. Senang bertemu denganmu, Hitsujitani-san."
"Ya, senang kenalan juga, Fuuka-chan!"
Interaksi antara para gadis cantik ini membuat suasana kelas 1-C riuh. Hanya saja, entah kenapa Kanie mengirimkan tatapan dingin pada Ushimaki.
Aku pikir mereka tidak bermasalah satu sama lain, tapi... apa mungkin ada sesuatu?
"Terus, Ushimaki, sebenarnya kau ke sini mau apa?"
Begitu aku bertanya, tubuhnya langsung tersentak kelihatan jelas. Kenapa dia sekaget itu?
Dan dia bahkan sama sekali tidak menjawab. Sungguh, sebenarnya kau ke sini untuk apa?
Tentu saja Hitsujitani tidak akan membiarkan itu lewat begitu saja.
"Eh? Jadi sebenarnya nggak ada hal yang mau dibicarain? Kalau gitu, biar aku aja yang ngobrol!"
Sepertinya Hitsujitani sudah sadar dengan tujuan Ushimaki. Tapi, dari percakapan sejauh ini, aku juga sudah yakin.
Buat Hitsujitani, aku jauh lebih mudah untuk didekati dibanding Hidaka Mikoto.
Jujur saja, aku juga merasa nggak mungkin bisa membicarakan soal stalker di kelas, jadi kalau Hitsujitani mau bicara bebas sih, terserah.
"Jadi, Ishii-kun..."
"T-tunggu dulu!"
"Ada apa, Fuuka-chan?"
"Kalau mau berteman... sama Ishii... ada sesuatu... yang harus dilakukan!"
Baru saja dia bilang "n'a!" Apa itu "n'a"!
Yang jelas, aku sih nggak tahu apa-apa soal itu. Lagipula, aku memang nggak berniat berteman dengan siapa pun.
"Haaah! Haaah! Haaah!"
Napasnya sangat-sangat tidak normal. Sejujurnya, sekarang ini aku merasa Ushimaki lebih menyeramkan daripada Hitsujitani.
Aku bertanya-tanya, apa yang akan dia lakukan, ketika tiba-tiba Ushimaki menampilkan ekspresi penuh tekad, lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam saku roknya.
Kemudian, dengan keras dia menggebrak mejaku dengan sesuatu yang dia keluarkan.
"Ini! Buat hari ini!"
Benda yang diletakkan di atas mejaku membuatku, Hitsujitani, dan seluruh teman sekelas terdiam membisu.
Serius, apa yang sebenarnya dia lakukan?
Kenapa di atas mejaku ada...
"Celana dalam?"
"Jangan diucapkan!"
Celana dalam berwarna pink muda yang imut.
Dari mana asalnya? Aku cuma bisa menebak satu kemungkinan, tapi kalau tebakan itu benar, berarti kondisi di balik rok Ushimaki saat ini benar-benar kacau, jadi aku memilih untuk tidak mengeceknya.
"U-um, Fuuka-chan. Ini..."
Hitsujitani bertanya dengan suara penuh ketakutan.
"Eh? Kau tidak tahu? Kalau mau akrab dengan Ishii, kau harus mempersembahkan ini dulu!"
"Eeeeeeehhhh!?"
Aku juga baru tahu sekarang. Dan jujur saja, aku sama sekali tidak butuh itu.
"Kubilang saja, kalau kau belum mempersembahkannya pada Ishii, kau tidak akan bisa jadi temannya!"
"Kau bercanda!? Maksudku, Fuuka-chan... sampai sejauh itu!?"
"Tentu saja!"
Sambil dengan hati-hati menahan roknya, Ushimaki membusungkan dada dengan bangga.
Tolonglah, hentikan tindakan-tindakan yang bisa membuat kami mengetahui dengan pasti dari mana asal celana dalam ini.
Sekilas kulihat dari luar kelas, Iba sedang mengawasi kami dengan ekspresi penuh percaya diri sambil mengacungkan jempol. Sepertinya biang keladi dari semua ini adalah dia.
"Bagaimana? Kau bisa melakukan hal yang sama!?"
"E-ehm, itu..."
Hitsujitani... atau mungkin semua orang yang ada di kelas ini sekarang pasti sadar kalau ucapan Ushimaki itu bohong.
Secara logika ataupun nalar, tidak mungkin ada aturan seperti itu—harus mempersembahkan celana dalam untuk menjadi teman.
Tapi... ya sudah lah.
Faktanya, Ushimaki sudah mempersembahkannya.
Otak semua orang di ruangan ini tidak sanggup memproses kenyataan itu dan hanya bisa tertegun dalam ketidakpercayaan.
Tentu saja, aku juga.
Dengan wajah memerah, Ushimaki mulai membentak Hitsujitani.
"Kalau kau tidak bisa, cepat pergi dari sini! Kau cuma ganggu!"
Kalau dipikir-pikir, di kehidupanku sebelumnya, saat Hitsujitani mendekati Amada, Ushimaki juga pernah curiga padanya dan bilang "Kalau kau mau memanfaatkan Teru, aku tidak akan diam saja."
Walaupun waktu itu tidak ada insiden mempersembahkan Celana Dalam.
"Yah, sepertinya... nggak perlu sampai sejauh itu, kan? Aku cuma mau ngobrol..."
"Apa!? Ada masalah!?"
Benar-benar dorongan kekuatan tanpa nalar, tapi kadang kekuatan memang mengalahkan logika.
"Nggak... ngga ada. Maaf, ya..."
Akhirnya, Hitsujitani kalah oleh tekanan Ushimaki dan pergi sambil hampir berlari. Yah, itu benar-benar kabur, sih.
Aku sendiri takut setengah mati menghadapi cewek yang bisa bertindak sejauh itu. Dan lebih dari itu, kalau dibiarkan, bukankah reputasiku akan makin jatuh?
Bayangkan saja: orang yang pernah bermasalah denganku sekarang malah mempersembahkan celana dalam...
"Ushimaki, dia gila ya..."
"Udah kejadian macam itu, dia masih mempersembahkan celana dalam... Atau justru karena kejadian itu?"
"Dasar mesum. Gila. Gila beneran."
"Eh, menurutmu... kalau kita minta ke Ushimaki, mungkin dia mau juga?"
Kayaknya... reputasiku tidak jatuh, tapi semua perhatian sekarang tertuju pada Ushimaki. Orangnya sendiri gemetar, wajah merah, dan menunduk sambil berkaca-kaca.
Kasihan juga, jadi kupikir aku harus menyelamatkannya.
"Ushimaki, untuk hari ini sudah cukup. Bawa itu pulang, ya. Ayo kita keluar sebentar."
"Beneran!? Makasih! Bener-bener makasiiihhh!!"
Dengan sangat serius, Ushimaki mengucapkan terima kasih, lalu dengan kecepatan luar biasa dia menyambar celana dalamnya, membungkus dirinya dengan tirai di kelas, dan mulai melakukan gerakan seperti mengenakan sesuatu.
Sepertinya celana dalamnya telah kembali ke asalnya. Dan bersama Ushimaki yang kini ceria, aku meninggalkan kelas.
Begitu keluar dari kelas, aku langsung berteriak:
"IBAAAAAA!!"
Serius, walaupun niatmu melindungiku, kenapa kau malah membuat rencana gila seperti ini!?
"Bagaimana? Dengan ini, Hitsujitani-san pasti tidak akan bisa ngomong macam-macam, kan?"
"Kau malah menciptakan kesalahpahaman besar-besaran!!"
Bahkan aku yang hidup di kehidupan kedua ini tak pernah menyangka Ushimaki akan mempersembahkan celana dalamnya. Ada banyak cara lain, kenapa harus begini!?
"Hmm... Kalau begitu, bisa dibilang rencana ini setengah berhasil, setengah gagal."
Iba tetap tenang, menganalisis situasi.
"Memang berhasil... tapi Ushimaki jadi terluka! Dan kenapa Ushimaki malah mau melakukan semua itu!?"
"Karena... aku berutang budi pada Ishii... aku sangat berterima kasih..."
Dengan mata berkaca-kaca dan sikap malu-malu, dia memang terlihat manis, tapi yang dia lakukan terlalu ekstrem. Tak peduli seberapa dalam rasa terima kasihnya, tidak perlu sampai seperti itu.
"Sungguh disayangkan. Sebenarnya, aku berharap reputasi Ishii-san ikut jatuh juga..."
Dan perempuan ini malah dengan enteng mengucapkan hal mengerikan begitu.
"Masih ada dendam padaku, hah?"
"Tentu tidak. Aku sangat berterima kasih dan merasa bersalah juga. Karena itu, aku bertekad untuk membantumu kapan pun aku bisa. Bahkan kalau Hidaka-san tidak memintaku, aku pasti tetap akan membantumu."
Senyumnya sangat anggun.
Kalau hanya melihat bagian ini saja, dia bisa terlihat seperti heroine yang luar biasa. Padahal kenyataannya, dia orang yang mengirim celana dalam ke mejaku.
"Kalau begitu, kenapa kau masih berusaha menjatuhkan reputasiku?"
"Fufu."
Iba mengangkat kacamatanya dengan pose sok keren. Mau kupukul sampai pecah sekalian, gimana?
"Jadi maksudmu, kamu ingin menurunkan reputasiku di dalam sekolah dan membuatku sebisa mungkin bergantung pada Hidaka-san, kan? Dengan begitu, mungkin saja kami berdua akan menjadi sepasang kekasih."
Kalau begitu, kenapa bukan kamu saja yang buka baju? Jangan malah lempar tugas penting ini ke Ushimaki.
"Padahal Ushimaki sudah cukup mengorbankan diri, tapi hasilnya tetap saja mengecewakan..."
"Kalau aku sih, sudah lebih dari sekadar 'cukup', tahu!"
Di kehidupan pertamaku, Ushimaki memang sering terjebak dengan bujukan Iba, tapi kali ini, rasanya lebih parah.
Apakah tanpa sang protagonis, para heroine bisa jadi seberantakan ini...?
"Yah, Ushimaki, semangatlah... Maksudku, makasih ya..."
"Iya... Kalau aku bisa sedikit membantu Ishii, aku sudah senang..."
Setelah itu, di grup chat kami, Hidaka mengirim pesan: "Terima kasih. Kau telah menyelamatkanku."
Lalu dibalas oleh Tsukiyama: "Di kelasku, jumlah orang yang menargetkan Ushimaki bertambah. Dalam arti buruk."
Jumlah pesan yang sudah dibaca sesuai dengan jumlah anggota grup, tapi tidak ada balasan dari Ushimaki.
â—‡ â—‡ â—‡
Mungkin karena insiden "Meja + Celana Dalam" terlalu berdampak besar, sejak saat itu, Hitsujitani tidak lagi berani mendekatiku.
Tentu saja, salah satu alasannya adalah karena Hidaka yang terus menempel di sisiku dengan wajah penuh senyum bahagia seakan berkata, "Ini demi melindungi Kazupyon. Terpaksa, mau bagaimana lagi," padahal sama sekali tidak terlihat terpaksa.
Meskipun begitu, sepertinya Hitsujitani belum menyerah. Sesekali dia masih melirikku dengan tatapan penuh selidik.
Yah, tiap kali dia melirik, langsung saja Hidaka memberinya tatapan peringatan.
Untuk saat ini, sepertinya dia paham bahwa selama Hidaka atau Ushimaki ada di sekitarku, dia bahkan tidak bisa mendekat, apalagi mengajak bicara. Dia hanya bisa mencari peluang lain.
Sebenarnya, kami masih punya satu sekutu lagi: Iba Kouki.
Tapi dia berkata, "Tugasku adalah mengarahkan dari belakang layar," sambil memastikan keselamatan dirinya sendiri dan membantu kami dari jauh.
Begitulah, hingga akhirnya saat jam istirahat siang, aku akhirnya akan melakukan kontak dengan Kitami Sae.
Tempatnya adalah meja di luar ruangan yang biasa kami gunakan. Hidaka membawanya ke sana untukku.
"Sa-salam kenal, Ishii-kun!"
Wajahnya polos, tampak pendiam. Rambut lurusnya tergerai rapi hingga dada. Tingginya tidak terlalu tinggi atau pendek, rata-rata untuk ukuran perempuan.
Kalau boleh jujur, seorang gadis yang begitu 'normal' sampai-sampai terasa unik.
Hanya saja, ada satu hal yang terasa janggal.
"A-aku sama sekali tidak melakukan hal aneh ke Hidaka-san! Kami hanya teman biasa, sungguh..."
Kenapa dia terlihat begitu ketakutan padaku? Apa dia khawatir kalau aku tahu dia pernah membocorkan informasi ke si penguntit?
Kalau begitu, kata-katanya ini pun patut dicurigai. Tentu saja, aku tidak menunjukkan kecurigaan itu di wajahku.
"Bukannya aku marah atau semacamnya, kok. Tapi, kenapa kamu kelihatan takut banget?"
Aku pura-pura bodoh sambil melontarkan pertanyaan itu.
Yup, seperti yang aku khawatirkan──
"Eh? Tapi aku dengar, Ishii-kun itu biasa mengurung Hidaka-san dan kalau tidak ada di dekatnya, kamu akan mengamuk hebat..."
"……Kamu dengar dari siapa?"
"Hidaka-san."
"Hidaka-san?"
"Karena ke depannya memang bakal begitu, jadi itu bukan bohong, kan?"
"Itu bohong! Sama sekali nggak kayak gitu!"
Alasan dia takut padaku benar-benar di luar dugaan.
"Kazupyon, memangnya bukan kayak gitu ya?"
"Tentu saja! Memang aku akan merasa kesepian kalau dia nggak ada di dekatku, tapi aku nggak sampai ngamuk-ngamuk kayak begitu, dan aku juga nggak marah sama Kitami yang berteman baik sama Hidaka!"
Aku buru-buru membela diri.
Mendengar itu, Hidaka malah tersenyum puas.
"Aku senang kalau Kazupyon merasa kesepian tanpaku."
Sepertinya, dia sengaja merencanakan semua ini hanya untuk mendengar kata-kataku tadi...
"A-ah begitu ya. Fufufu... Seperti rumor, kalian memang akrab sekali, ya."
"Iya! Aku dan Kazupyon selalu mesra, kok."
Tenang, diriku. Ingat tujuan awal.
Aku menghubungi Kitami bukan untuk hal ini, tapi untuk meminta maaf atas insiden dengan Hitsujitani.
Sekilas, Kitami tampak seperti gadis biasa, tapi sebenarnya dia juga seorang Vtuber.
Nama panggungnya adalah Hakana Rin.
Berbeda dengan Hanatori Miyabi (yang dijalankan oleh Hitsujitani), jumlah subscribernya bahkan belum mencapai 50 orang, tapi tetap saja, dia seorang streamer sungguhan.
"Tapi, kalau begitu kenapa?"
"Kitami, kamu kenal sama Hitsujitani, yang baru pindah ke kelas kita belakangan ini?"
"Iya, aku kenal. Dia anaknya cantik dan ceria banget. Kami juga barengan pas pelajaran olahraga."
Kami adalah kelas 1-C, dan Kitami dari kelas 1-D.
Kelas kami bersebelahan, dan karena pelajaran olahraga diadakan bersama, itulah sebabnya Kitami dan Hidaka menjadi akrab.
Berarti dari situ Kitami tahu bahwa Hitsujitani adalah Hanatori Miyabi.
"Kalau begitu, menurutmu gimana, soal Hitsujitani?"
Nah, di sinilah bagian yang sulit. Karena sekarang Hitsujitani sedang terganggu oleh stalker, berarti Kitami tanpa sadar sudah membocorkan informasi ke si penguntit.
Walaupun wajahnya polos, ternyata dia bisa melakukan hal yang lumayan kejam. Tapi, sulit untuk langsung menuduhnya secara blak-blakan. Kalau tiba-tiba aku mengungkitnya, dia pasti bakal curiga. Karena sejatinya, aku tidak mungkin tahu soal itu.
"Umm... Kayaknya dia anak yang ceria, sih. Tapi aku nggak terlalu sering ngobrol, jadi nggak tahu banyak."
Ya, dia memilih mengelak. Wajar saja.
"Saecchi, kamu nggak perlu bergaul sama cewek sok imut kayak dia. Nanti ketularan jelek."
"Ahaha. Mikoto-chan galak, ya."
Tadi di depanku dia memanggil nama keluarga, tapi sepertinya biasanya dia memanggil Hidaka dengan nama depan.
Bukan, fokus, fokus.
Yang penting sekarang adalah bagaimana aku bisa menggali lebih dalam soal hubungan Kitami dengan Hitsujitani.
Mungkin aku harus sedikit lebih dalam menggali.
"Ngomong-ngomong, aku dan Hidaka tahu tentang satu sisi lain dari Hitsujitani. Kalau Kitami tahu?"
"Satu sisi lain?"
Kitami kembali pura-pura bodoh. Namun, kali ini aku lebih merasa kagum daripada kesal.
Biasanya, orang pasti menunjukkan sedikit reaksi, tapi Kitami sama sekali tidak memperlihatkan kegugupan, bertingkah seolah benar-benar tidak tahu apa-apa.
"Kau tahu tentang Hanatori Miyabi?"
"……! Tidak mungkin!"
Akhirnya, Kitami menunjukkan ekspresi terkejut... tapi aneh juga, ya?
Apa ini cuma akting? Meski begitu, terlihat sangat alami seperti benar-benar kaget...
"Eh!? Jadi Hitsujitani-san itu Miyabi-chan!? Wah! Gawat! Dia itu idola yang aku kagumi!"
"Saechi, berhentilah mengagumi orang seperti itu."
"Tidak bisa begitu, Mikoto-chan! Miyabi-chan itu, beda banget denganku, dia super terkenal, tahu! Jadi VTuber individu dengan lebih dari sejuta subscriber itu luar biasa!"
VTuber individu... istilah untuk VTuber yang beraktivitas tanpa berafiliasi dengan agensi.
Bagi Kitami yang juga beraktivitas sebagai VTuber mandiri, Hanatori Miyabi adalah sosok impian. Maka, wajar saja kalau dia sangat bersemangat membicarakan Hanatori Miyabi. Dia benar-benar tampak sangat bersemangat──atau lebih tepatnya, memang begitu.
"Beda darimu?"
Walau tahu maksudnya, aku tetap bertanya.
"Ah! Maksudku, begini... Ini cuma Mikoto-chan yang tahu, sebenarnya aku juga VTuber. Jumlah subscriberku sedikit, bahkan jumlah penonton live-ku biasanya tidak sampai dua digit."
"Jumlah penonton live" adalah istilah untuk jumlah orang yang menonton siaran langsung secara bersamaan.
Aku pernah dengar dari Amada di kehidupan pertamaku, bahwa kalau VTuber individu punya 30 penonton live saja, itu sudah dianggap hebat.
Tentu saja, ada yang lebih hebat lagi di atasnya. Tapi, bukan itu masalahnya. Ada sesuatu yang terasa aneh.
Sebenarnya, aku berencana mengkonfrontasi Kitami karena kuduga dia yang membocorkan informasi ke stalker, lalu memintanya meminta maaf ke Hitsujitani. Tapi, apa benar Kitami melakukan itu?
"Ngomong-ngomong, Kitami…"
Walau musim panas belum tiba, tubuhku terasa panas. Mungkin karena gugup.
"Kalau begitu, jangan ceritain soal Hitsujitani itu Hanatori Miyabi ke siapa pun ya?"
"Tentu saja nggak! Memberitahu identitas VTuber itu pelanggaran etika besar!"
"Kazupyon, tenang saja. Saechi nggak akan melakukan hal seperti itu."
Senyum lembut dari Hidaka. Itu tanda dia benar-benar percaya pada Kitami. Kalau bisa, aku juga ingin percaya. Tapi, di kehidupan pertamaku, Kitami...
"Atau lebih tepatnya, dia memang nggak mungkin bisa."
"Eh?"
Kata-kata Hidaka membuatku semakin bingung.
Di kehidupan pertama, Kitami membocorkan info ke stalker. Tidak mungkin dia 'nggak bisa' melakukannya. Tapi kenapa Hidaka begitu yakin mengatakan "tidak bisa"?
"Kenapa dia nggak bisa?"
"Soalnya..."
"Saechi itu, dari awal nggak tahu kontak fans Hitsujitani kan?"
"……!"
Begitu kata-kata itu terlontar, pikiranku langsung blank.
Kitami tidak tahu kontak fans Hitsujitani. Memang benar. Hidaka melanjutkan:
"Kalaupun dia mau cari, mungkin bisa lewat SNS, mencari orang yang posting tentang Miyabi-chan lalu menghubungi mereka... Tapi itu berbahaya, kan? Saechi nggak akan melakukan itu, dan nggak ada alasan untuk melakukannya."
Benar, dengan cara itu siapa pun bisa, termasuk aku, mengungkap identitas Hanatori Miyabi.
Tapi Miyabi itu super terkenal. Fans-nya banyak banget. Bagaimana bisa menemukan stalker di antara mereka semua?
Hidaka menatapku lembut, seakan menasihati.
"Bener kan? Jadi nggak apa-apa."
"……Iya."
Sepertinya, sejak awal Hidaka sadar aku mencurigai Kitami.
Namun, dia tidak menolak atau menyalahkanku, malah dengan tenang membetulkan kesalahanku.
Sialan... Dia benar-benar bertindak dengan kemauan sendiri.
Aku merasa malu atas prasangkaku sendiri, sekaligus merasa bahagia tanpa alasan.
Tapi sekarang, aku harus menahan rasa itu dan meminta maaf pada Kitami.
"Maaf, Kitami. Aku sudah bicara aneh barusan... Ini sepenuhnya salahku."
Aku membungkuk dalam-dalam. Mungkin ini momen penyesalan terdalam dalam hidupku.
"Eh? Nggak, nggak apa-apa kok! Tapi, Hitsujitani-san memang lagi diganggu fans bermasalah?"
Dengan ekspresi sedikit cemas, Kitami bertanya. "Fans bermasalah" artinya fans yang melakukan tindakan mengganggu.
"Mungkin, aku sempat berpikir begitu..."
Setelah dibetulkan tadi, satu pertanyaan baru muncul di benakku. Sebenarnya, apa benar yang ingin Hitsujitani bicarakan itu soal stalker?
Kalau diingat baik-baik, Hitsujitani cuma bilang "aku ingin bicara," tapi tidak pernah minta "tolong."
Di kehidupan pertama, setelah Amada dipilih menjadi "ksatria" Hitsujitani, dia baru meminta tolong soal masalah stalker. Karena itu, aku dan yang lain bekerja sama menyelesaikan masalah tersebut.
Tapi di kehidupan kedua ini, Hitsujitani bertindak berbeda.
Dia sangat ngotot ingin berbicara denganku, seolah benar-benar terobsesi. Kalau bukan soal stalker, lalu tentang apa?
"Kazupyon?"
Hidaka menatapku dengan serius.
Seharusnya aku merasa aman kalau terus berada di bawah perlindungannya. Tapi... Aku tidak boleh hanya bergantung pada orang lain.
Perilaku yang aku lakukan sampai sekarang sudah pasti mengubah masa depan.
Ini bukan lagi dunia yang sama dengan kehidupan pertamaku. Ini adalah dunia baru... kehidupan keduaku yang berbeda.
Kalau begitu, mungkin aku telah membuat kesalahpahaman besar, dan jika aku tidak ikut campur dalam masalah Hitsujitani, bisa saja malah memicu masalah lain yang lebih fatal.
"Hidaka. Maaf, padahal kamu sudah berusaha keras, tapi aku mau coba bicara langsung dengan Hitsujitani."
"Baik. Kalau itu yang kamu mau, Kazupyon, aku tidak akan menghentikanmu."
Meskipun aku akan bertindak seolah menolak segala usaha Hidaka sejauh ini, dia tetap tersenyum. Dia benar-benar perempuan yang hebat...
"Fufufu. Seperti yang kuduga, Mikoto-chan dan Ishii-kun memang akrab, ya."
Setelah itu, kami bertiga menghabiskan waktu istirahat siang dengan ngobrol santai.
Tujuan sebenarnya Hitsujitani. Apa sebenarnya yang dia inginkan, akan aku cari tahu.
â—‡ â—‡ â—‡
Sepulang sekolah, aku bersama Hidaka menuju tempat kerja paruh waktu kami di minimarket. Saat kami sedang sibuk bekerja, seorang pelanggan datang dengan ekspresi agak gelisah. Itu adalah Hitsujitani.
Karena dia biasanya memang berperilaku sedikit teatrikal, aku tidak bisa memastikan apakah ekspresi gelisahnya itu asli atau hanya akting untuk menarik perhatianku. Tapi, bagaimanapun juga, tindakanku tetap sama.
"Um, Ishii-kun..."
"Aku akan dengarkan ceritamu, kalau cuma mau bicara."
"Eh!?"
Dia terbelalak mendengar kata-kataku yang tak terduga. Mungkin karena semua kejadian sebelumnya, dia masih belum bisa merasa benar-benar tenang. Dia menatapku dengan sedikit ragu, seakan-akan ingin memastikan ekspresi wajahku.
"Benarkah? Itu... bagaimana dengan Hidaka-san..."
"Aku sudah bilang ke Hidaka juga. Dia tidak akan mengganggu. Tapi sekarang aku masih kerja, jadi tidak bisa."
"Ah! Tidak apa-apa! Sama sekali tidak apa-apa! Makasih banyak! Aku benar-benar senang banget!"
Dia tampak benar-benar bahagia. Tidak seperti sikap santainya yang biasanya, sekarang dia terlihat seperti anak kecil yang bersemangat.
"Kalau begitu, besok saja—"
"Bilangin aku jam kamu selesai kerja!"
"Agak malam. Jam 22:00."
"Baik! Kalau begitu setelah itu, ya! Maaf mengganggu pekerjaanmu!"
Setelah berkata begitu, Hitsujitani melompat kecil keluar toko... atau setidaknya begitu kupikir, tapi dia kembali lagi dengan keranjang penuh barang dan menuju ke kasir tempatku berjaga.
"Aku mau berkontribusi buat penjualan toko, yaa~! Oh, dan sekalian minta satu stik ayam goreng, ya!"
"Baik, dengan senang hati."
â—‡ â—‡ â—‡
"Kerja keras ya, Ishii-kun."
"Iya."
Setelah shift berakhir, aku berganti dari seragam minimarket ke seragam SMA Hirasaka, lalu keluar ke luar. Di sana Hitsujitani sudah menunggu dengan senyum di wajahnya. Aku datang sendiri, tanpa ditemani Hidaka.
"Eh, Hidaka-san mana? …Ah, ada, ya."
Tentu saja dia ada. Dari dalam toko, dia tetap mengawasi kami.
"Aku yang akan mendengar ceritamu, tapi mungkin aku akan menyampaikan isi pembicaraan ini ke orang lain juga. Maksudku, aku pasti akan cerita."
Aku memutuskan begitu karena mungkin lebih baik bagi Hitsujitani kalau Hidaka tidak ikut campur terlalu dekat.
Tapi itu bukan berarti aku tidak akan memberitahu apa-apa.
Hidaka pasti juga penasaran soal apa yang ingin dibicarakan Hitsujitani denganku.
"Ah. Nggak apa-apa kok! Ini bukan hal yang perlu disembunyikan."
Kalau cuma hal sepele, kenapa dia begitu ngotot ingin bicara denganku? Ya sudahlah. Jawabannya sudah hampir terungkap.
"Jadi, tentang apa sih yang mau kamu bicarakan..."
"Aku mau tanya tentang Amada-kun."
"Apa? Tentang Amada?"
Aku memang sudah menduga ini bukan soal stalker. Tapi tetap saja, ini benar-benar di luar perkiraanku.
Kenapa nama Amada keluar dari mulut Hitsujitani?
"Iya. Dia sudah lama banget nggak masuk sekolah, kan? Aku mau tahu alasannya."
"Teman sekelasmu yang lain nggak ada yang cerita?"
Karena bingung, aku malah memprioritaskan menjawab pertanyaannya duluan.
"Nggak ada yang mau kasih tahu, malah pada nyuruh aku nanya ke kamu atau ke Hidaka-san saja. Makanya, aku tanya ke kamu."
Aku merasa seperti dilemparkan masalah yang aku sendiri tidak tahu apa-apa soal asal mulanya. Wajar sih, mengingat masalah itu memang tidak enak buat dibicarakan.
"Dengan sifatmu, rasanya kamu bisa saja menggali info dari cowok-cowok, kan?"
"Eh~ itu susah, tahu! Kalau terlalu akrab nanti malah salah paham, kan ribet."
Kalau sampai cukup dekat untuk mendapatkan informasi itu, kemungkinan besar malah menimbulkan salah paham di sekitar.
"Jadi, tolong ya, kasih tahu soal Amada-kun! Kenapa dia nggak datang ke sekolah?"
"Tapi sebelum itu, aku juga mau nanya. Kenapa kamu pengen tahu soal Amada? Bukannya kalian bahkan bukan teman?"
"Kalau ada teman sekelas yang nggak masuk, wajar kalau khawatir, kan?"
Jawaban yang masuk akal, tapi itu cuma teori umum. Orang biasa biasanya akan menghindari ikut campur dalam masalah seperti itu. Yang benar-benar peduli sampai sebegitunya, cuma orang yang luar biasa baik hati.
"Itu satu-satunya alasanmu?"
"Ugh..."
Lewat semua interaksi kami selama ini, dia pasti sadar aku bukan orang yang gampang dibohongi.
Kalau dia menyembunyikan sesuatu, dia tidak akan pernah mencapai kebenaran. Karena itu, dia harus jujur dan mengungkapkan sebanyak mungkin informasi.
Tentu saja, pasti ada hal-hal yang perlu dipilih dan disaring.
"Kalau Hitsujitani memang orang baik yang luar biasa, mungkin aku bisa mempercayai kata 'khawatir' begitu saja. Tapi, aku sama sekali tidak bisa berpikir itu satu-satunya alasannya."
Selain itu, ada satu hal mencurigakan lainnya.
Teman sekelas kami bilang, "Kalau soal Amada, tanyakan saja ke Ishii atau Hidaka," dan itu sendiri diakui oleh Hitsujitani. Tapi, kenapa dia tidak bertanya ke Hidaka?
Memang, Hidaka bukan orang yang mudah didekati, tapi bahkan pagi ini dia bilang, "Kalau mau bicara tentang Kazupyon, sampaikan dulu ke aku," untuk melindungiku. Dengan kata lain, Hitsujitani seharusnya bisa bertanya soal Amada ke Hidaka.
Meski begitu, Hitsujitani malah keras kepala dan tetap ingin mendengarnya langsung dariku, tanpa bertanya pada Hidaka.
Apa mungkin, ada alasan khusus di balik itu juga?
"Apa maksudmu itu, aku bukan orang baik?"
"Setidaknya, untuk saat ini aku belum mempercayaimu."
Kalau Hitsujitani benar-benar termasuk orang baik luar biasa, dia pasti sudah menolongku di kehidupan pertamaku.
Tapi kenyataannya, yang dia lakukan adalah memanfaatkan posisinya sebagai streamer terkenal untuk menjebak ayahku dan Yuzu.
Mana mungkin aku bisa menilai orang seperti itu sebagai orang baik, hanya karena ini kehidupan kedua.
"Aku rasa, aku nggak pernah melakukan hal aneh ke kamu, kok."
"Nempel-nempel kayak gitu, itu udah aneh, tahu!"
"Itu karena kamu kabur, kan? Aku cuma mau dengar soal Amada-kun saja, lho?"
"Ya, meskipun kamu bilang begitu..."
"Enari?"
Komedinya "Horifi featuring Enari", meski katanya aslinya si Enari sendiri nggak pernah bilang begitu.
Tapi ini di luar perkiraanku. Kukira dia diganggu oleh stalker dan mau minta bantuan... ternyata bukan.
"Jadi, kenapa kamu mau tahu soal Amada?"
"Itu... karena..."
Melihat Hitsujitani yang ragu-ragu begitu, perasaan buruk dalam diriku mulai membuncah.
Apa jangan-jangan, ini masalah yang lebih merepotkan daripada soal stalker?
"Yah, mau bagaimana lagi..."
Dengan pasrah yang cukup cepat, Hitsujitani menghela napas kecil, lalu menatapku lurus-lurus.
Hitsujitani Miwa. Dengan nama lain Hanatori Miyabi, dia adalah seorang gadis cantik yang aktif sebagai streamer.
Di kehidupan pertamaku, dia sempat jatuh cinta pada Amada setelah dibantu menyelesaikan masalah stalker, tapi di kehidupan kedua ini, tidak terjadi demikian. Jadi, meskipun dia merepotkan, dia bukan sosok berbahaya.
Bagiku, yang berbahaya adalah gadis cantik yang jatuh cinta pada Amada.
Entah itu kekuatan spesial Amada atau apa, tapi semua gadis yang jatuh cinta padanya menjadi nekat tanpa pikir panjang, bahkan siap melakukan kejahatan demi memenuhi keinginan Amada.
Namun, untuk saat ini Hitsujitani bukan seperti itu. Memang merepotkan karena dia agresif gara-gara Amada tidak masuk sekolah, tapi itu cuma sekadar repot saja, tidak lebih.
Kalau dia sudah jatuh cinta pada Amada dari awal, itu akan jadi sangat berbahaya... tapi, karena mereka belum pernah bertemu, hal itu seharusnya tidak mungkin terjadi──
"Kami itu teman masa kecil."
"…………Hah?"
E-eh? Apa yang barusan dia bilang? Teman masa kecil? Teman masa kecil, katanya?
Itu... berarti hanya sekadar sudah saling kenal sejak lama, kan?
Tidak ada kan, perasaan suka sejak kecil...?
Kalau iya, itu bisa menjelaskan kenapa dia takut bertanya ke Hidaka, karena tahu Hidaka adalah orang yang disukai Amada.
Aku sampai melongo, mulutku terbuka lebar. Tapi Hitsujitani, dengan pipi yang sedikit memerah, kembali berteriak seakan-akan ingin memastikan:
"Te-man-masa-ke-cil! Aku dan Teruchi itu teman masa kecil!"
Tapi walaupun begitu, jangan nempel terus ke aku juga, dong!!
Post a Comment