NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kurasu no Gyaru ga Naze ka Ore no Gimai to Nakayoku Natta V3 Chapter 1 Part 3

 Penerjemah: Ikaruga Jo

Proffreader: Ikaruga Jo


Chapter 1 - Bagian 3 Keluarga Nagumo di Musim Panas

Bukan hanya mengalihkan pembicaraan, aku memang sungguh-sungguh khawatir soal tempat kerja paruh waktu Yua.


Bukan karena cemburu, tapi Yua itu kan sering ditembak cowok-cowok di sekolah, dan dulu waktu kami ke kolam renang juga dia digoda sama cowok-cowok mahasiswa. Kalau dia kerja di tempat yang banyak cowoknya, apa dia nggak bakal dapat masalah? Aku jadi khawatir.


"Tempat kerjanya sudah kutentukan kok. Yang baru saja menghubungiku tadi memang incaran utamaku."


Saat itu, Yua sudah duduk manis di sofa, di sampingku. Dia membuka aplikasi foto di ponselnya dan menunjukkan foto-foto interior tempat itu.


Melihat beberapa foto yang sepertinya diambil oleh Yua itu, sepertinya aku tidak perlu khawatir.


Pencahayaannya terasa hangat, dan interior bernuansa kayu juga menciptakan suasana yang tenang, sangat nyaman.


Tapi, ada satu hal yang mengganjal.


"Yua, ini... tempat minum-minum bukan?"


Aku berpikir begitu karena ada semacam bar counter yang terlihat.


"Memang dibilang izakaya karena mereka juga menyajikan minuman beralkohol, tapi itu cuma malam hari kok. Siang hari, tempatnya kayak kafe yang lumayan fancy, jadi kayaknya aman buat anak SMA. Aku sudah konfirmasi sama manajernya kok."


"Oh, sama manajernya..."


"Nggak apa-apa kok~, manajernya perempuan~"


Yua mengusap punggungku sambil menyandarkan pipinya di bahuku.


"Loh, aku sama sekali nggak mikirin itu kok?"


"Muka kamu kelihatan banget kok~"


Yua menusuk dahiku dengan jari telunjuknya. Jangan mencoba menusuk titik vital.


"Shinji itu beneran worried freak ya."


Yua tertawa, tapi mungkin kekhawatiran Yua itu adalah bentuk perhatiannya. Aku merasa lega karena dia tidak mengatakan hal negatif seperti 'posesif' atau 'cemburuan'.


"Bukan, bukan. Jangan salah paham. Bukan Yua, tapi aku sedang memikirkan Tsugumi saat dia nanti bekerja paruh waktu. Aku pikir lebih baik manajernya perempuan. Kan, manajer tempat kerja paruh waktu itu biasanya bahaya ya, sering menggoda karyawannya?"


"Dibilang 'kan', kayaknya manajer itu memang begitu ya. Aku cuma bisa mikir, 'prasangka kamu parah banget ya'."


Yua jadi jengkel padaku.


"Yah, Shinji kan belum pernah kerja paruh waktu, jadi wajar kalau nggak tahu~"


"Mentang-mentang punya pengalaman kerja, dia malah menyombongkan diri..."


Jangan sebut aku 'perawan kerja' dong.


"Shin nii. Sepertinya kamu mengkhawatirkanku, tapi aku sudah memutuskan kalau gaji pertamaku nanti akan kuberikan sebagai bayaran asisten untuk Momoka."


Tsugumi berkata.


Orang bernama Momoka itu adalah sahabat Tsugumi, juga orang yang paling mengerti dan membantunya. Dia anak yang sangat tenang dan baik, dan pandai menggambar ilustrasi. Kalau ada kekurangannya, mungkin hanya punya kakak perempuan yang otaku gulat profesional. Tapi bagi Momoka-chan, kakaknya itu pasti kakak yang baik.


"Momoka ingin menggambar manga, jadi dia mengajakku, 'Mau bantu nggak?'"


"Itu sih lebih dari sekadar kerja paruh waktu... Yah, kalau sahabatmu, Momoka-chan, yang mengajak, itu sih bagus saja."


Aku tidak tahu apakah Tsugumi bisa menjadi tenaga bantuan dalam pembuatan manga. Dia seharusnya tidak punya kebiasaan menggambar, dan aku juga tidak pernah mendengar nilai seninya bagus.


Momoka-chan masih SMP, jadi kalau dia bilang akan membayar asisten, itu mungkin berupa camilan pengganti upah. Meskipun bukan transaksi uang, menerima sesuatu sebagai imbalan atas pekerjaan adalah latihan kegiatan ekonomi, jadi bagiku itu tidak masalah.


Kecuali kalau ada alasan seperti Yua, Tsugumi tidak perlu memaksakan diri bekerja paruh waktu. Aku saja tidak melakukannya. Yah, kalau Tsugumi memilih kerja paruh waktu sebagai tantangan baru, aku juga tidak bisa menolaknya terlalu keras.


Meskipun aku mengalihkan pembicaraan dengan alasan Tsugumi, aku memang benar-benar mengkhawatirkan Yua, dan fakta bahwa manajernya perempuan adalah hal yang menenangkan.


Yua itu gampang banget disukai banyak orang. Dari foto-foto yang kulihat, karyawannya juga kebanyakan perempuan, jadi tidak mungkin ada insiden di mana dia ditembak teman kerja dan merusak suasana kantor.


"...Shinji, kamu mikir sesuatu yang tidak sopan ya?"


Yua menatapku dengan mata menyipit.


"Enggak, aku cuma khawatir biasa kok?"


"Pasti kamu mikir, 'Bagaimana kalau aku ditembak terus-terusan dan suasana kerja jadi kacau balau?', kan?"


Ugh... Dia 100% benar...


"Yah, karena aku sudah memperkirakan kekhawatiranmu itu, aku memilih tempat yang banyak ceweknya kok, jadi tenang saja."


Entah kenapa, sepertinya aku sudah membuat Yua harus berhati-hati tanpa kusadari. Atau, dalam kasus ini, itu juga demi Yua sendiri.


"Maka dari itu, aku nggak bisa lagi bantu Shinji seharian penuh..."


Jangan pasang muka minta maaf begitu.


"Berkat kamu, aku sudah terbiasa hidup hanya dengan lengan kanan, jadi kamu bisa bekerja sepuasnya. Liburan musim panas Yua bukan hanya untukku saja kok. Nikmati liburan musim panasmu, Yua."


Aku berkata.


"Kalau dibilang begitu, aku jadi nggak bisa membiarkan Shinji begitu saja~"


Aku sudah mencoba bersikap murah hati, tapi sepertinya malah jadi bumerang.


"Ngomong-ngomong, Yua di kafe ya."


Aku meminjam ponsel Yua dan menggeser-geser foto tempat kerjanya yang dia ambil.


"Entah kenapa, rasanya Yua cocok ya di sana."


Dibandingkan dengan kasir supermarket tempat dia bekerja sebelum bertemu denganku, sosoknya yang aktif melayani pelanggan, mondar-mandir dari meja ke meja, jauh lebih cocok. Mungkin karena itu mirip dengan penampilannya di kelas.


"...Semoga jadi tempat kerja yang bagus ya."


Aku berkata seolah pada diriku sendiri.


Aku ingin Yua, yang keluarganya tidak stabil, memiliki satu tempat aman lagi. Tentu saja, aku juga berharap tempat itu adalah yang paling nyaman di samping kami.


"Fuheh, ah, seriusan...?"


Karena ada yang tertawa aneh, aku melirik ke samping dan melihat Yua dengan senyum yang tidak rapi.


"Aku nggak nyangka Shinji bisa bilang begitu kepadaku."


Rupanya, gumamanku terdengar olehnya.


"Kamu khawatir banget ya sama aku!"


Dengan mata yang paling berbinar hari itu, Yua merengek.


"Ya, tentu saja aku juga bisa khawatir kok..."


Sebenarnya seberapa kejam sih aku ini dalam pandangannya?

Karena Yua tidak akur dengan orang tuanya, mungkin dia jadi sedikit mudah luluh kalau sedikit saja dikhawatirkan.


Masih banyak hal yang tidak jelas tentang orang tua Yua.


Dari yang kudengar dari Yua, dia meninggalkan rumah karena tidak ingin tinggal bersama orang tuanya yang tidak akur. Namun, dia masih mendapat biaya hidup minimum, apartemen tempat tinggalnya bagus, dan Yua sama sekali tidak terlihat kesusahan.


Apartemen dan perabot, yang disiapkan oleh orang tuanya, Yua sendiri bilang itu adalah 'pencitraan orang tua'. Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain, sepertinya mereka juga berusaha agar putrinya bisa hidup dengan tenang.


Kadang aku bahkan berpikir, jangan-jangan keluarga Takarai itu sebenarnya tidak seburuk itu?


Aku sangat ingin mempercayai perkataan Yua, tapi keraguan pasti muncul.


Misalnya, mungkin Yua sendiri punya semacam beban, sehingga dia melihat hubungan keluarganya buruk... atau semacamnya?


"Nih~, Shinji, lagi mikirin apa?"


Saat aku sedang melamun begitu, Yua memeluk lengan kananku, menggoyang-goyangkannya seperti merengek.


"Pasti mikirin Yua-san kan. Seharian bareng Yua-san terus. Otaknya pasti sudah penuh sama Yua-san."

Tsugumi merentangkan kedua tangan lebar-lebar, seolah menunjukkan 'sepenuh ini!'.


"Aku juga memikirkan Tsugumi kok!"


Terlepas dari apakah aku hanya memikirkan Yua atau tidak, aku harus menegaskan bahwa aku tidak mengabaikan Tsugumi.


Meskipun Tsugumi punya sahabat yang mengerti dia dan tampak baik-baik saja di sekolah, dia masih berada dalam kondisi yang tidak stabil.


Terutama, menjelang Obon, entah kenapa dia pasti teringat ibunya, Ayaka-san, dan kadang terlihat sedih.


"Aduh, aku nggak apa-apa kok! Perhatikan Yua-san saja!"


Tsugumi mendorongku dengan kedua telapak tangannya.


Meski dia menyuruhku memperhatikan Yua, aku justru senang Tsugumi mencoba melakukan kontak fisik yang intens denganku. Tapi, tolong jangan menjepit kedua pipiku dan memaksaku menghadap Yua. Leherku bisa putus nanti...


"Ngh, ini beneran terbaik deh!"


Melihat Tsugumi seperti itu, wajah Yua berbinar-binar.


"Sangat berharga!"


Yua mengeluarkan kata-kata yang dia pelajari dari interaksinya dengan Momoka-chan.


"Baru-baru ini aku sadar deh~, aku suka banget melihat Shinji dan Tsugumi-chan bercanda sebagai kakak adik."


"Apa-apaan, sok jadi penonton..."


Kami ini bukan tontonan tahu.


"Betul! Seperti kata Shin nii, Yua-san juga harus ikut gabung!"


Tsugumi yang sepertinya tidak berbagi niat denganku, malah memberikan saran aneh.


Bukannya aku mau mengajak, 'Yua kan bukan penonton, dia sudah jadi bagian keluarga Nagumo, jadi ayo sini gabung bercanda bareng...'


"Mmm, kalau aku ikut gabung, kayaknya gambar yang tadinya bagus jadi berubah deh."


Yua terlihat ragu-ragu, tidak seperti biasanya.


Biasanya, kalau Tsugumi mengajak, dia pasti akan langsung antusias, "Beneran? Aku ikut~" dan langsung setuju.


"Ada apa? Apa kami berdua sebagai kakak adik seindah itu sampai layak difoto?"

Aku sih biasa saja, tapi Tsugumi itu keberadaan yang artistik. Dia ada saja sudah jadi seni. Aku sendiri tidak tahu apa yang kubicarakan, tapi pokoknya dia luar biasa.


"Nggak apa-apa! Kalau ada Yua-san, itu bakal menetralisir dan malah jadi gambar yang lebih bagus!"


"Tsugumi...?"


Itu artinya kamu menganggapku sebagai kotoran ya?


"Benar juga, mungkin akan lebih baik kalau aku ikut bergabung."


"Yua juga ikut-ikutan."


Entah kenapa aku jadi sedikit sedih. Memang sih, aku tidak punya visual yang jelas-jelas cantik seperti Tsugumi atau Yua.


"Kenapa jadi sedih gitu sih, cuma bercanda kok."


"Shin nii, kamu nggak mau Yua-san ikut gabung?"


Yua dan Tsugumi yang duduk di sofa mengapitku, masing-masing berkata. Tsugumi di sisi kananku, dan Yua di sisi berlawanan. Yua bersandar hati-hati agar tidak mengganggu lengan kiriku.


"Jangan libatkan aku, orang biasa ini, dalam komunikasi rumit kalian para anak hits."


Aku bisa menganggapnya serius lho.


Yah, aku tahu Tsugumi tidak menghindariku karena dia bersandar padaku dengan erat.


"Oh iya, boleh foto?"


Yua mengeluarkan ponsel dari saku belakangnya.


"Aku pengen ganti wallpaper dari foto yang kita ambil kemarin. Tapi kalau mau ganti, aku maunya foto kita bertiga, jadi aku pengen ambil yang baru."


Tidak lama setelah aku mulai berinteraksi dengan Yua, kami pernah mengambil foto bertiga saat Tsugumi mengganti model ponselnya.


"Loh, Yua masih pakai foto yang itu buat wallpaper?"


"Shinji, kamu sudah ganti ke yang lain?"


"Aku juga masih pakai kok~"


Di sisi lain Yua yang terkejut, Tsugumi mengembungkan pipinya sambil memegang ponselnya yang menampilkan layar utama, memprotes.


"...Tidak, aku juga masih pakai kok."


Dengan wajah canggung, aku menunjukkan ponselku kepada mereka berdua.

Fakta bahwa aku dan Yua punya hubungan khusus adalah rahasia bagi sebagian besar teman sekelas, jadi aku harus sangat berhati-hati saat menggunakan ponsel di sekolah, dan itu cukup merepotkan. Tapi, dengan tahu risikonya, kami tetap menggunakan foto bertiga itu sebagai wallpaper.


Yua dan Tsugumi sama-sama menunjukkan ekspresi wajah yang baik, membuatku merasa tenang saat melihatnya. Karena awalnya foto itu dikirim oleh Yua, baik para cewek maupun aku sendiri sudah diedit, jadi rasanya sedikit aneh.


Satu-satunya orang di sekolah yang tahu tentang hubunganku dan Yua adalah Ousaki. Karena dia duduk di sebelahku, dia beberapa kali melihatnya. Tapi dia malah berkata dengan nada kesal yang aneh, "'Hmph, pamer banget sih! Foto threesome terbaik apa itu! Kayak geng serigala aja!'"


"Kalau begitu, ayo ambil foto baru dan update wallpaper-nya!"


Sambil berkata begitu, Yua mengarahkan kamera depan ponselnya.


Mereka berdua sudah sepenuhnya masuk mode pemotretan, tapi aku sedang cedera. Apa pantas memasang foto dengan kondisi menyedihkan seperti itu sebagai wallpaper?


Yah, sudahlah. Ini bisa dibilang cedera kehormatan juga. Bukti bahwa aku melindungi Yua.


Yua semakin mendekat kepadaku untuk memposisikan dirinya dengan baik di dalam frame. Mungkin karena dia memperhatikan lenganku, dia meletakkan kepalanya dengan lembut di bahu kiriku. Gawat. Aku merasa malu dan sadar otot pipiku mengendur. Sepertinya fotonya nanti akan menunjukkan wajah yang sangat santai...


Kalau begini terus, foto kali ini sepertinya akan menunjukkan tingkat kedekatan yang lebih tinggi dibanding foto sebelumnya. Yua pasti akan menjadikan ini wallpaper juga, dan bagaimana dia akan menjelaskan kalau teman-teman sekelasnya melihat?


Memikirkan risiko itu menyebar ke seluruh kelas dan hubunganku dengan Yua terbongkar di hadapan teman-teman, aku masih merasa sedikit cemas.


Namun, sekarang, risiko terbongkarnya di hadapan teman sekelas justru lebih kecil daripada perasaan tidak nyaman karena berpura-pura tidak ada hubungan apa-apa dengan Yua dan diam-diam seperti itu. Menyembunyikan fakta bahwa aku dekat dengan Yua itu tidak baik untuk Yua juga.


"Oke, aku akan memotret ya~. Semuanya pasang muka terbaik!"


Begitulah, di tangan sang fotografer Yua, foto baru kami bertiga pun diambil.


"---Sudah, sudah kukirim juga bagian Shinji."


Saat aku membuka foto yang dikirim Yua, ternyata sudah diedit lagi, dan aku jadi punya kulit yang sangat mulus.


"Lain kali, ayo foto lagi pas musim gugur!"


Yua berkata dengan wajah puas setelah selesai mengatur layar utamanya.


"Jangan-jangan kamu berencana membuat serial musiman?"


"Bagus! Bisa foto pakai baju musim gugur, bisa juga pakai baju musim dingin!"


Berbeda denganku yang bertanya-tanya, Tsugumi sangat bersemangat. Karena hal-hal kecil seperti inilah dia bisa merebut hati Tsugumi, sehingga Tsugumi jadi lebih dekat dengan Yua daripada aku.


Sepertinya, sesi pemotretan wallpaper ini akan menjadi acara rutin setiap pergantian musim. Dengan dua suara setuju dan satu suara ragu, di hadapan prinsip mayoritas, aku tidak punya pilihan selain mengubah pendapatku.


Aku khawatir dan peduli dengan masalah keluarga Yua.


Yua pasti juga punya perasaan tertentu, makanya dia mau menceritakannya kepadaku.


Namun, aku yang punya masalah keluarga yang tidak biasa, tahu dari pengalaman betapa tidak menyenangkannya saat orang lain sok tahu dan berkomentar. Meskipun kami sudah dekat, Yua juga punya batasan yang tidak ingin diganggu, dan meskipun kami punya masalah yang mirip, aku tidak bisa seenaknya masuk terlalu dalam.


...Aku sendiri pun, sebisa mungkin, ingin menghindari orang lain menyentuh masalah ibuku.


Aku tidak punya pilihan selain menunggu sampai Yua sendiri yang ingin menceritakannya.


Cukup menunggu dengan sabar saja.


Untungnya, Yua sendiri sudah menyatakan bahwa ada waktu sampai musim gugur, bahkan musim dingin sekalipun.


Previous Chapter | Next Chapter

0

Post a Comment

close