NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kurasu no Gyaru ga Naze ka Ore no Gimai to Nakayoku Natta V3 Epilogue & Afterword

 Penerjemah: Ikaruga Jo

Proffreader: Ikaruga Jo


Epilogue


Akhirnya, liburan musim panas berakhir hari ini.


Pada malam terakhir liburan musim panas, taman rumah Nagumo sangat ramai.


Taman rumah kami luas.


Berkat itu, aku bisa meniru gaya hidup sosialita dengan mengadakan barbecue bersama teman sekelas, adik ipar, dan teman-temannya.


Aku sama sekali tidak cocok untuk kegiatan outdoor, tapi karena Ayah pernah tinggal di Amerika saat musya shugyo di luar negeri waktu muda, kami punya set barbecue mewah untuk banyak orang di rumah.


"Jangan terlalu berisik, ya," aku mengingatkan mereka yang ramai. Ini bukan Amerika yang punya budaya komunikasi lewat pesta barbecue. Kita perlu memperhatikan tetangga. Meskipun sudah permisi sebelumnya (mungkin karena Yua ikut, jawabannya ramah), kita tidak boleh menyalahgunakan kebaikan mereka dan mengganggu.


Aku, yang berhadapan dengan panggangan barbecue, sambil membiarkan Tsugumi, Momoka-chan, dan Ousaki makan sepuasnya dengan piring kertas di tangan, fokus pada tugasku: menusuk dan memanggang bahan makanan yang sudah disiapkan, dibeli dari Costco.


Meskipun begitu, aku tetap tuan rumah yang mengundang tamu. Tamu harus dilayani dengan baik. Tangan kiriku juga sudah pulih sepenuhnya. Sekarang aku ingin menikmati kegembiraan bisa menggunakan kedua tangan.


Lagipula, aku tidak sendirian menghadapi panggangan.


"Shinji, mau kugantikan?" Yua mendekat sambil mengunyah daging.


Sebelum aku menjawab, Yua sudah mulai menusuk daging dan sayuran ke tusuk sate.


Mau bagaimana lagi. Kalau Yua bilang mau melakukannya, aku akan menerima tawarannya.


"Besok sudah mulai sekolah lagi, ya~" kata Yua sambil menatap tusuk sate yang mendesis di atas panggangan.


"Ini hari terakhir aku bisa di tempat Shinji, ya~"


Yua menatap kosong ke langit.


Kemarin mendung dan tidak terlihat, tapi hari ini tidak ada awan sama sekali, malah banyak bintang bertaburan.


Musim panas tahun ini banyak hari cerahnya, ya.


"Bukan berarti kamu tidak boleh terus di sini besok juga, kok." Aku mengusulkan, tapi aku sudah tahu jawaban Yua.


"Terima kasih. Shinji bilang begitu saja sudah cukup memberiku semangat."


Sepertinya Yua tidak berniat mengubah tempat tinggalnya.


Namun, tidak ada lagi kerapuhan yang menunjukkan dia akan hancur karena keras kepala.


"Tapi, kalau aku susah, aku akan langsung lari ke tempat Shinji, ya."


"Tentu, kapan saja boleh datang."


Yua tidak lagi berusaha menahan diri secara aneh.


Dulu, dia mungkin menyalahkan dirinya sendiri atas kematian kakaknya, dan itu yang membuatnya keras kepala. Tapi sekarang, tidak ada lagi sifat menyalahkan diri sendiri. Masalah orang tua Yua juga adalah tantangan yang harus dihadapi suatu saat nanti... Tapi untuk sekarang, 'perdamaian' dengan kakaknya sudah cukup. Dia pasti tidak lagi membayangkan dunia sedih di mana dia yang seharusnya meninggal, bukan kakaknya.


Terlalu optimis rasanya jika berpikir bahwa Yua, karena sudah tidak lagi menganggap dirinya tidak dibutuhkan, akan bisa menghadapi orang tuanya dengan cara yang berbeda dan hubungan keluarga mereka akan membaik...


Namun, aku merasa Yua bisa mewujudkan keajaiban seperti itu.


Bagaimana tidak, dia berhasil memperbaiki hubungan keluarga Nagumo yang seharusnya tidak ada hubungannya dengan dia. Jadi, tidak mungkin dia tidak bisa melakukannya dengan keluarga kandungnya.


"Shinji-niisan," Tsugumi berjalan mendekat sambil memegang tusuk sate.


"Ada apa?"


"Ini, sayurannya terlalu banyak. Dagingnya kan banyak, jangan pelit-pelit."


"Aku tidak menaruh sebanyak itu, kok."


"Bintang utama barbecue itu daging, kan."


Tsugumi menunjuk tumpukan daging di meja samping panggangan barbecue seolah melihat harta karun emas dan perak.


"Tusuk sate daging saja juga... harus dibuat."


Tsugumi menggoyangkan tusuk sate ke kiri dan kanan, mengusulkan dengan ekspresi tekad bulat.


"Doyan banget, sih... Kan baru kemarin di festival musim panas kekenyangan sampai malu, kan?"


"Kan seru, jadi mau bagaimana lagi!"


Tsugumi cemberut, tapi mendengar kata-kata itu aku merasa lega.


Tsugumi juga pasti sudah berkali-kali mengikuti acara seperti festival musim panas, tapi akhir-akhir ini, karena kejadian Ayaka-san, dia mungkin tidak bisa menikmatinya sepenuh hati. Karena itu, di festival kemarin dia mungkin terlalu bersemangat. Sahabatnya, Momoka-chan, juga ikut. Kalau dia bisa bersenang-senang sampai kelewat batas, itu sudah cukup.


"Oke, kalau begitu, nanti aku akan membuat tusuk sate sayuran saja, kalau kamu bisa menghabiskan itu."


"Itu gampang, kok."


Tsugumi, setelah membusungkan dada, berbalik dan menjadikan kedua tangannya seperti megafon.


"Momoka, Momoka~! Waktunya kerja!"


"Jangan panggil Momoka-chan cuma buat ngurusin sayuran!"


"B-bukan berarti aku mau memanfaatkan Momoka, kok! Aku memang berniat memberinya tusuk sate daging kalau aku sudah menghabiskannya."


Tapi tidak ada artinya kalau Tsugumi tidak makan, kan.


"Aku suka sayuran kok, jadi tusuk sate sayuran juga tidak apa-apa~" Momoka-chan tidak menunjukkan wajah tidak suka meskipun akan dijadikan tukang pengurus sayuran Tsugumi.


"Makanya Momoka-chan tinggi, ya."


"...Aku tidak bilang tidak mau makan, kok."


Tsugumi menggerutu, sambil menunggu tusuk sate sayuran matang.


Yah, tapi, di acara seperti ini, memang tidak apa-apa kalau ada tusuk sate daging saja seperti kata Tsugumi. Punya nafsu makan yang baik itu bagus.


"Nih, aku bikinkan juga tusuk sate daging."


Aku membuat beberapa tusuk sate daging di depan Tsugumi, lalu meletakkannya di atas panggangan.


"...Shin nii manja padaku," bisik Tsugumi pelan agar tidak terdengar Momoka-chan. Yah, Momoka-chan sudah tahu identitas asli Tsugumi, jadi sebenarnya tidak perlu disembunyikan.


"Nggak mau main kembang api, ya? Kembang api~" Ousaki, si tamu yang terus-menerus makan, tiba-tiba mendekat.


"Sudah kubeli kok... Tapi kan baru kemarin melihat kembang api mewah."


"Kan waktu itu, cuma diperlihatkan kemesraan Nagumo-kun dan Yuacchi, kan?"


Ousaki menghela napas panjang, lalu menggigit labu yang tertusuk sate dengan wajah 'ya sudahlah'.


"Berisik..."


Wajahku memanas, tapi itu pasti karena aku dekat dengan panggangan. Bukan karena malu, kok.


"Yah, kalau melihat wajah Yuacchi yang nyaris tanpa makeup* dan terlihat lega, jadi malas menggodanya. Nih, Nagumo-kun, daging. Beri aku yang sebesar steak r*libra*."


"Aku tidak membeli daging semewah itu, kok."


Sebagai gantinya, aku menyodorkan tusuk sate sayuran pada Ousaki.



Setelah selesai barbecue, kami membereskan sedikit, lalu kami mulai menyalakan kembang api.


Agar tidak mengganggu tetangga, kami tidak memakai kembang api yang ditembakkan atau disemprotkan yang mencolok, tapi kelihatannya semua orang menikmati kembang api yang dipegang tangan saja. Mungkin lebih dari kembang api, mereka menikmati suasana ini sendiri.


"Lihat, Momoka. Kalau begini kita bisa menulis huruf dengan kembang api."


"Mau main tebak-tebakan huruf apa yang kutulis?"


"Mau."


Dua anggota kelompok SMP itu mulai memainkan permainan sederhana.


"Hei, Nagumo-kun. Rumi dan Yuacchi akan berdiri berhadapan, memegang kembang api ke samping seperti ini. Bisakah kau lewat di antara kami?"


"Permainan masuk ala Goldberg itu terlalu berbahaya untuk amatir, tidak mungkin bisa..."


"Ah, apa sih. Kalau begitu aku bergabung dengan Momoka saja, deh."


Ousaki pun pergi ke arah kelompok SMP.


Aku, yang diam-diam mengamati pemandangan yang ramai itu, berjongkok di sana, memutuskan untuk menikmati kembang api korek api yang masih banyak tersisa.


Meskipun kembang api korek api terkenal sederhana, aku menyukainya karena aku bisa menikmatinya dalam kesendirian, ketenangan, dan sambil menghadapi diri sendiri.


"Shinji, mau lomba siapa yang paling lama bertahan?" Yua ada di sampingku, jadi aku tidak akan bosan.


"Tentu saja." Aku yang percaya diri dengan kembang api korek api-ku, tentu saja setuju.


"Ah, iya. Begini saja, begini saja."


Saat kami sedang beradu ketat, siapa yang bola apinya akan jatuh lebih dulu, tiba-tiba Yua menempelkan bola apinya ke bola apiku.


Dua bola api bergabung, dan percikan api berdesis keras.


"Pertandingannya..."


"Tidak apa-apa, kan cantik," kata Yua. Dengan cekatan, dia terus menyatukan kedua kembang api sambil mengintip wajahku.


"Atau Shinji, kamu tidak suka menempel denganku?"


Kalau digoda seperti itu, aku jadi tidak bisa berkata apa-apa.


Namun, melihat senyum *nyengir* yang sudah terbiasa menggodaku itu, aku malah merasakan ketenangan. Aku sudah terlatih, ini...


"Kalau kita berdua begini, jadi teringat waktu pertama kali kita berdua di tangga darurat, ya," kata Yua, cahaya kembang api yang harusnya sederhana memantul silau di wajahnya.


"Shinji itu, dingin banget~"


"Ya wajar saja, kalau tiba-tiba diajak bicara orang asing, *otaku* memang begitu, kan..."


Jangan remehkan kemampuan bersosialisasi ku waktu itu yang hampir seluruhnya hanya untuk belajar.


"Yah, awalnya aku memang melakukannya karena reaksi seperti itu lucu, sih."


"Dasar orang jahat."


"Shinji yang kebingungan karena adiknya itu, seperti kakakku yang kerepotan dengan kenakalanku saat aku suka mengganggunya."


"Sepertinya aku berhak mengeluh pada kakak Yua."


"Tapi, Shinji berbeda dari kakak."


"Tentu saja, aku tidak sesempurna kakak Yua, kan."


Yua saja tidak bisa menyainginya, apalagi aku.


"Bukan itu maksudnya. Ah, Shinji. Lihat ke sini."


Suara gesekan jari kaki Yua di atas pasir terdengar.


"Ada apa?" Aku benar-benar lengah dan terlambat saat menoleh.


Bibir Yua menempel erat di bibirku.


"'Suka'-ku pada kakak dan 'suka'-ku pada Shinji itu sangat berbeda," itulah kata pertama Yua setelah melepaskan bibirnya dari bibirku.


Dia menatapku tanpa mengalihkan pandatan, membuatku yang malah merasa malu dan menunduk melihat tanah.


"Ah!"


Kembang api korek api kami, yang masih menyatu, jatuh ke tanah.


"...Karena Yua, bola apinya jatuh."


"Pertandingannya seri, ya."


Benar juga... tapi entah kenapa aku merasa kalah. Dadaku berdegup kencang sampai tidak bisa berdiri.


"Ngomong-ngomong Shinji, kamu bau saus banget, sih~"


"Kalau begitu jangan lakukan, dong!"


Lagipula, kita sama-sama begitu, kan. Hanya karena wajahmu cantik, bukan berarti bau daging tidak akan menempel, tahu.


"Bibir Shinji rasa barbecue, kayaknya bikin ketagihan, deh."


"Tidak usah sampai begitu."


"Kalau begitu, bagaimana dengan bibirku yang rasa barbecue?"


"Jangan minta pendapatku soal itu."


Kalau Yua yang bilang begitu tidak apa-apa, tapi kalau aku yang mengatakan hal yang sama seperti Yua, itu pasti menjijikkan.


"Oh, begitu. Kalau kamu tidak begitu mengerti, mau coba sekali lagi?"


Dia terus mendesak dan menggodaku, tapi aku juga tidak bodoh begitu saja.


"Baik, ayo!" Aku sengaja menghadapinya... atau berpura-pura menghadapinya.


Ini adalah solusi terbaik. Yua memang jago menyerang, tapi dia punya kesulitan dalam bertahan.


Serangan balasan ku akan meledak, dan Yua yang justru akan kebingungan dan malu... seharusnya begitu.


"Kalau begitu, tanpa ragu."


Bukan hanya mendapatkan serangan kedua yang tak terduga, tapi dia mencium bibirku begitu lama seolah ingin menyedot jiwaku. Setelah itu, aku ambruk berlutut.


"Kenapa...? Padahal aku kira..."


"Tidak ada kenapa-kenapa, kalau orang yang kusuka bilang 'mau melakukannya?', ya tentu saja aku akan melakukannya."


"Tapi kita kan—"


Kami seharusnya hanya memiliki hubungan 'pacar' pura-pura hanya di depan Tsugumi.


Tapi dia memanggilku 'orang yang disukai' bahkan saat Tsugumi tidak ada, sungguh tak terduga.


"Ah, Shin nii... Shinji-niisan berduaan mesra tanpa memberi tahu kami!"


Tsugumi terbang mendekat.


"Kalau mau bermesraan, harusnya di tempat yang bisa jadi bahan omongan Momoka, kan!"


"Aku tidak pernah dengar aturan seperti itu."


"Kalau mau bermesraan, sekali lagi, sekali lagi!"


Setelah Tsugumi, Momoka-chan dan Ousaki pun datang, mengelilingi kami, dan mulai menerangi kami dengan cahaya kembang api genggam mereka.


"Mau coba yang ketiga kalinya?" Yua, yang berdiri santai di sampingku, menepuk ringan bahuku. Berbeda sekali denganku.


"Tolong hentikan. Mentalitasku tidak akan sanggup..."


Sebagai seorang yang masih perawan, aku tidak ingin diberi stimulus lebih dari ini.


Aku berakhir seperti Ric Flair yang terpojok di sudut ring, dengan ekspresi memohon 'Tolong kasihanilah aku...'.


Meskipun begitu, ada bagian dari diriku yang tidak keberatan dengan keramaian ini.


Ini semua berkat Yua.


Seandainya aku tidak bertemu Yua, aku pasti tidak bisa menerima situasi seperti ini dengan lapang dada.

Lingkunganku telah banyak berubah sejak bertemu Yua, tetapi pola di mana aku terus-menerus digoda oleh Yua, sepertinya tidak akan berubah, dan aku merasa tidak perlu berubah.


Hal itu pun tetap sama, bahkan setelah liburan musim panas berakhir dan sekolah dimulai.



Afterword


Halo lagi, ini Sahami Sui.


Terima kasih banyak sudah membaca buku ini.


Akhirnya, volume ketiga berhasil diterbitkan. Ini semua berkat kalian para pembaca.


Seperti yang sudah diumumkan di afterword volume sebelumnya, volume kali ini adalah tentang liburan musim panas. Meskipun hanya berupa cuplikan minimal dari liburan musim panas dengan anggota keluarga Nagumo yang biasa, ditambah kehadiran kakak beradik Ousaki, ini pasti menjadi waktu yang penting bagi Shinji dan Yua. Mereka pasti akan semakin banyak menampilkan momen 'cepat-cepat jadian dong!' di masa depan. Tentu saja, kehadiran Tsugumi juga akan tetap penting.


Melanjutkan volume pertama, di volume kedua pun saya menerima banyak komentar di ulasan dan Twitter. Terima kasih banyak.


Meskipun hanya kalimat pendek, saya tahu bahwa mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan, dengan asumsi akan dibaca orang lain, membutuhkan banyak usaha, waktu, dan kehati-hatian. Saya sendiri, ketika mengonsumsi karya fiksi, seringkali hanya membiarkan pikiran yang samar dan belum sempurna muncul di kepala, dan jarang sekali menulis ulasan. Oleh karena itu, saya merasa sangat hormat dan berterima kasih kepada mereka yang meluangkan waktu untuk menulis ulasan.


Maka dari itu, belakangan ini, saya tidak hanya menekan 'suka' pada tweet ulasan, tetapi juga melakukan retweet. Jadi, mohon kirimkan ulasan kalian untuk volume ketiga ini. Satu kata saja sudah sangat berarti. Respon kalian adalah penyemangat bagi saya.


Berikut adalah ucapan terima kasih saya.


Untuk Tuan T, editor saya:


Terima kasih atas masukan Anda yang berharga untuk penyempurnaan karya ini. Berkat Anda, bagian-bagian yang samar menjadi lebih jelas, dan struktur keseluruhan karya menjadi lebih padat. Mohon bimbingannya terus di masa mendatang.


Untuk Komori Kuzuyu-sama, ilustrator:


Meskipun Anda sangat sibuk dengan ilustrasi dan manga yang sedang mencapai puncak, terima kasih banyak atas ilustrasi berkualitas tinggi yang semakin luar biasa. Setiap kali saya menerima rough sketch, ekspektasi saya selalu melonjak tinggi. Saya berharap dapat terus bekerja sama dengan Anda dalam waktu yang sangat lama.


Nah, tentang cerita untuk volume berikutnya.


Jika ada volume keempat, ceritanya akan berlatar setelah liburan musim panas berakhir dan sekolah dimulai kembali. Mungkin akan ada karakter baru yang muncul, atau sisi baru dari karakter yang sudah ada akan terungkap.


Saya selalu berusaha agar setiap volume terasa mandiri, tetapi saya percaya bahwa seiring bertambahnya volume, dunia dan karakter di dalamnya akan semakin mendalam.


Mohon terus dukung saya agar dunia "Gyaru Naze" bisa menjadi lebih dalam dan lebih luas!


Sampai jumpa lagi di afterword volume keempat, semoga kita bisa bertemu lagi.


Previous Chapter | 

Post a Comment

Post a Comment

close