NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Nageki no Bourei wa Intai Shitai V13 Chapter 4

 Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena


Chapter 4

Mengisi Waktu Luang



“Belakangan ini rasanya damai sekali, ya…”


Aku menyandarkan tubuh di kursi, menaikkan kaki dengan santai ke atas meja kerja, lalu menguap panjang.


Hidup dalam masa skorsing ini sebenarnya pas sekali untuk beristirahat, tapi lama-lama jadi membosankan juga. 


Semua artefak sudah kupoles bersih, tidur siang juga sudah sering kulakukan. Waktu tetap terasa berlebih.


Terlebih lagi, selama ini meski sedang libur aku masih bisa keluar. Tapi kali ini aku sama sekali tak boleh ke luar. 


Bahkan aku yang sudah terbiasa hidup malas pun akhirnya merasa bosan. Ya, walaupun itu tergolong masalah mewah sih.


Kalau sudah begini, yang bisa kulakukan paling cuma membaca buku. Tapi belakangan aku juga sudah jarang membeli buku. Dulu aku suka berkhayal dan lumayan sering membaca novel, tapi sejak memutuskan jadi pemburu, hampir tidak pernah lagi.


Aku dulu suka cerita-cerita urban legend dan horor. Tapi ya… dibandingkan cerita-cerita itu, kejadian nyata yang kualami sebagai pemburu jauh lebih menyeramkan.


Saat aku sedang melamun memikirkan hal-hal tak berguna, smartphone yang tergeletak di meja tiba-tiba bergetar.


“!! Akhirnya datang juga pengusir rasa bosan!”


Yang tahu nomor dan alamat surelku cuma Ani Kitsune dan Imouto Kitsune. Sejak terakhir kami teleponan, aku tak pernah bisa menghubungi mereka lagi. 


Sepertinya mereka akhirnya mau memaafkanku. Meskipun aku juga merasa tak pernah melakukan hal buruk pada mereka. Tapi kalau memang itu yang diminta, aku siap berlutut kapan saja.


Aku membuka smartphone untuk mengecek. Ternyata pesan email.


“Apa ini…? Treasure Hall Dimensi Lain?”


Aku membaca judul email itu. Pengirimnya bukan Ani Kitsune maupun Imouto Kitsune.


Dan di dalam email itu tertulis informasi luar biasa yang bahkan tak pernah kubayangkan.


“Kabar baik hanya untuk orang beruntung yang menerima email ini. Di ibu kota kekaisaran ada Treasure Hall yang bisa memberimu artefak apa pun yang kau inginkan. Dan yang paling penting: aman, tanpa Phantom! Tertarik? Hubungi nomor di bawah ini ↓”


Baru pertama kali aku menerima email seperti ini. Treasure Hall Dimensi Lain? Treasure Hall yang aman dan tanpa Phantom?


Jantungku berdebar. Ini terlalu sempurna. Kalau memang tidak ada Phantom, aku bahkan bisa pergi sendirian untuk mencarinya. 


Ya walaupun aku sedang diskors dan tak bisa keluar. Tapi paling tidak aku bisa menyuruh anggota lain untuk mencarinya.


Tapi… aku baru tahu smartphone punya fungsi seperti ini. Harus kucatat baik-baik.


Apa ini karena smartphone yang terbaru ya?


Aku memasukkan nomor yang tertera lalu menelepon. Ini pertama kalinya aku menelepon selain Ani Kitsune dan Imouto Kitsune.


Beberapa detik setelah nada sambung, telepon terhubung.


“Halo, ini aku.”


『Eh??? Serius??? Bagaimana bisa??? Kenapa??? Ada telepon masuk!?』


Terdengar suara terkejut. Bukan suara Ani Kitsune atau Imouto Kitsune.


Tak kusangka aku akan mendapat lawan bicara ketiga. Hari ini benar-benar keberuntungan.


“Aku menelepon karena melihat email itu. Benarkah ada Treasure Hall yang aman, tanpa Phantom, dan berisi artefak?”


『Eh!? Jadi kau menelepon karena email itu!? Kau benar-benar tertipu!? Serius? Kenapa?』


Ya, siapa pun pasti tergoda kalau mendengar ada Treasure Hall seperti itu. Aku mengerti mereka terkejut menerima telepon. Lagi pula yang punya smartphone itu memang jarang.


Aku mendengar suara ribut di seberang. Lalu suara seorang gadis yang tenang tapi terdengar bergetar.


『Halo… apa kau benar-benar bisa mendengarku?』


“Tentu saja aku mendengarmu. Aku selalu pastikan energinya cukup!”


(Lucia lah yang sebenarnya mengisi energinya, tapi memastikan energi tak habis saat telepon itu kewajiban seorang maniak smartphone sepertiku.)


Suara di telepon berbicara ragu-ragu.


『…H-halo, aku Mary』


“Eh? Mary? Siapa? Mary dari Hidden Curse? Atau cuma namanya sama?”


『!! Aku Mary──! Aku sekarang ada di belakangmu』


『Jangan buru-buru! Harusnya pelan-pelan mendekat!』


Teleponnya makin ramai. Aku masih memegang smartphone, lalu menoleh ke belakang.


Yang kulihat adalah──tak ada siapa-siapa.


Ya jelas saja. Kamar ini hanya punya satu pintu keluar dan dijaga ketat. Jendelanya pun diawasi dari luar.


“Tidak ada siapa-siapa kok?”


『Aku Mary──eh!? Serius!? Kau tak bisa melihatku!? Aku ada, lho! Aku sedang melambaikan tangan!』


“Tidak ada siapa-siapa.”


Aku menajamkan mata tapi tetap tak terlihat apa pun. Suara di telepon makin heboh.


『Aku Mary──apa mungkin kau tak punya indra keenam!? Padahal kau sudah mengikuti rumor ini, masa bisa tak kelihatan?』


『Tapi belum pernah ada orang yang tak bisa melihat sebelumnya kan? Bagaimana ini?』


『Berarti dia adalah orang yang paling tidak peka. Sial, padahal dia punya smartphone──』


Aku sama sekali tak mengerti apa yang mereka bicarakan.


Tapi yang penting sekarang adalah apakah info dalam email itu benar atau tidak.


“Jadi, informasi di email ini benar? Tolong jelaskan lebih detail.”


『!! Aku Mary──t-tunggu sebentar──』


Mereka kembali ribut.


Aku ini sebenarnya sedang bosan. Eh, ya aku memang bosan.


Aku menunggu dengan semangat. Lalu suara di telepon berubah menjadi suara pria yang lebih tenang.


『Untuk pergi ke Treasure Hall Dimensi Lain, ada proses sederhana yang harus dilakukan. Bahkan anak kecil pun bisa melakukannya. Kau siap?』


“Aku siap. Tapi sekarang aku tak bisa keluar. Masih bisa, kan?”


『!? Tunggu sebentar, aku carikan cara agar kau tak perlu keluar──ketemu!』


Sepertinya ada beberapa metode. Tapi… sebenarnya aku sedang bicara dengan siapa?


『Memang agak rumit, tapi kalau dilakukan dengan benar pasti berhasil. Gampang kok, coba saja. Pertama, sediakan cermin besar.』


“Cermin besar. Seberapa besar?”


『Yang cukup untuk seseorang masuk ke dalamnya. Bisa kau siapkan?』


Baiklah. Kalau kuminta pada Eva pasti bisa disediakan. Aku mencatat dengan teliti.


『Lalu pandang cermin itu tepat pukul 04:44:44 dini hari. Saat itu nanti ada telepon masuk. Jawablah. Lalu kau akan tersedot ke dalam cermin. Itulah tempat yang kau cari』


Apa… benar bisa begitu? Masuk ke dalam cermin? Sulit dipercaya. Tapi mencoba kan gratis. Aku juga tak keluar kamar, jadi dari sudut pandang pengawas ini mungkin masih aman.


“Aman kan? Benar-benar aman?”


『B-benaran aman! Serius! Sangat aman, tak perlu bawa senjata. Kau benar-benar rugi kalau tidak datang. Kalau kau ingin pulang nanti juga bisa』


“Dan benar ada artefak di sana, kan?”


『Ada! Bahkan bukan cuma artefak, apa pun yang kau inginkan ada di sana. Dan ini berdasarkan siapa cepat dia dapat. Kalau tak datang, rugi sendiri!』


Wah, aku harus cepat. Semoga masih sempat.


Aku menulis catatan: “Cermin, 04:44:44, Smartphone” dan di bawahnya “Hal-hal yang diinginkan ada.”


“Baiklah. Akan kusiapkan dulu. Terima kasih.”


『Tunggu!』


Suara kembali menjadi suara gadis. Aku menunggu ia bicara. Ia menarik napas panjang.


『Aku Mary──Aku sekarang ada di sebelahmu. Kau pasti bisa melihatku, kan?』


Suara itu terdengar seperti memohon.


Aku menjauhkan smartphone dari telinga dan menoleh ke samping. Tetap saja, tak ada siapa-siapa.


§ § §


Aku sedang bermimpi.


Sebuah mimpi tentang pertama kalinya Saya menggunakan kemampuannya.


Keluarga Saya adalah keluarga yang sejak kecil bisa melihat hal-hal aneh, dan sekitar usia 5 tahun mereka sudah dapat memanggil Foreigner. Dari sana, mereka belajar dari orang tua mereka cara berurusan dengan Foreigner—cara menyampaikan kehendak hanya dengan tatapan mata. 


Setelah cukup terbiasa menggunakan kemampuan itu, mereka akan hidup sendiri. 


Alasannya tidak diketahui, tapi katanya orang tua, kakek-nenek, bahkan leluhur mereka pun melakukan hal yang sama.


Kemampuan Sarasara memiliki tingkat kekuatan yang berbeda-beda. Semakin kuat kemampuannya, semakin banyak Foreigner yang bisa dilihat. 


Karena kemampuan Saya sangat kuat, sejak ia mulai memiliki kesadaran, ia sudah hidup sendirian.


Sejak saat itu, Saya hidup bersama Sarasara. Selama ia memiliki kemampuan itu, lawan sekuat apa pun dapat ia kalahkan. 


Kadang Foreigner bertindak di luar kehendaknya, tapi itu tak pernah menjadi masalah. Satu-satunya kegagalannya hanyalah insiden di Code, dan itu pun bukan karena Foreigner miliknya, melainkan karena ketahanan Saya terhadap kondisi abnormal yang terlalu rendah.


Saya, yang sudah tidak menua lagi, tak memiliki batas umur. Ia mengira akan terus bertarung bersama para Foreigner selamanya.


Tak pernah terbayangkan olehnya—bahwa suatu hari, Foreigner itu akan mengkhianatinya.


Pada akhirnya, kekhawatiran dari Asosiasi Penjelajah terbukti benar. Sungguh menyebalkan…


Dalam kegelapan, Saya melayang perlahan.


Rasanya aneh. Punggungnya seharusnya tertembus, tapi tak terasa sakit. Justru terasa nyaman, seolah tubuhnya terapung dalam air hangat.


Pikiran pun tenang. Walau dikhianati Foreigner adalah sesuatu yang tak terduga, setidaknya ia berhasil menyelamatkan Lucia. 


Jika Lucia bisa keluar dari Treasure Hall itu, di Zebrudia ada banyak pemburu yang kuat—bahkan Senpen Banka pun ada di sana. Mereka pasti bisa menanganinya.


Satu-satunya masalah tinggal bagaimana menangani Foreigner yang dipanggil oleh Sarasara. Sebelum kemampuannya menjadi aktif permanen, Foreigner hanya bisa bertahan di dunia ini dalam waktu terbatas. 


Selama Saya menatapnya, mereka dapat terus bergerak, tapi begitu berada di luar jangkauan pandangannya, mereka tak akan bertahan lama.


Bagaimanapun juga, sekarang ia tak bisa melakukan apa pun. Yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa agar waktu membuat para Foreigner itu kembali ke tempat asalnya.


Apakah Lucia akan bersedih atas kematiannya?


──Ketika ia sedang memikirkan hal itu dengan tenang, Saya pun terbangun.


Hal pertama yang terlihat adalah seorang pria berambut merah menyala, seperti api.


Begitu Saya membuka mata dengan pandangan samar, pria itu berseru riang.


“Ooh, dia bangun! Bagus sekali, Ansem! Aku belum sempat ikut sparing, tahu!”


“Humu…”


“Tidak mungkin mati hanya karena dadanya tertembus. Kalau semudah itu mati, kita semua sudah punah sejak dulu.”


“Fufu… padahal Lucia-chan tadi panik sekali.”


Suara yang akrab terdengar di telinganya. Rupanya, Saya sedang berbaring di atas ranjang.


Tak ada rasa sakit. Tak ada sensasi kehilangan panas tubuh. Ia perlahan bangkit.


Hal pertama yang ia periksa adalah keberadaan Foreigner. Ia bisa merasakannya jika mereka berada di dekatnya. Syukurlah, tak ada satu pun Foreigner di sekitar.


“Lucia, kau baik-baik saja?”


“Yang seharusnya kau khawatirkan dulu adalah dirimu sendiri. Sungguh…”


“Waktu Lucia-chan datang sambil membawa Saya-san yang berlumuran darah, kami semua terkejut, lho.”


Sitri menangkupkan tangannya sambil tersenyum ceria. Di dekatnya juga ada Liz dan Ansem.


Sepertinya ini adalah salah satu markas Strange Grief.


Pria berambut merah itu pasti Luke Sykol, nama yang hanya pernah ia dengar sebelumnya.


“Lukaku… parah, ya?”


“Tidak juga~ cuma luka tembus di dada, luka fatal biasa. Ansem-nii langsung menyembuhkannya, tapi tanpa dia pun, sepertinya kau akan sembuh sendiri.”


Liz tertawa riang. Bahkan dibanding para pemburu dari Terrace yang hidup di medan tempur terus-menerus, cara berpikir mereka jauh lebih gila.


Namun, setidaknya ia selamat. Meski masih sedikit pusing, tak ada rasa sakit sama sekali.


Lucia menatapnya dengan sedikit khawatir.


“Jadi, Saya. Sebenarnya apa yang terjadi? Dari penglihatanku, tiba-tiba dadamu tertembus begitu saja──”


“…………Sarasara mengamuk.”


“Eh!? Jadi mereka mengkhianatimu?”


Foreigner menyerang Saya—itu adalah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tapi anehnya, Saya tidak terlalu terkejut.


Memang, Sarasara hanyalah kemampuan untuk memanggil Foreigner. Berbeda dengan Magi yang membuat kontrak dengan roh element untuk meminjam kekuatan mereka—hubungan yang menjamin kesetiaan satu sama lain—Sarasara tidak memiliki kontrak seperti itu.


Saya memejamkan mata, memusatkan pikirannya.


Awalnya, ia bisa mengaktifkan kemampuannya sesuka hati. Namun, sejak insiden di Code, kemampuannya terus aktif tanpa bisa ia hentikan. 


Bila ia mematikannya, Foreigner akan kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan dunia ini.


Tapi kali ini, meski mencoba menonaktifkannya, matanya hanya terasa panas.


Seperti yang diduga—ia tak bisa menghentikannya. Entah karena kemampuan itu mengamuk, atau karena telah berevolusi… atau mungkin, secara fisik matanya benar-benar telah berubah.


Bagaimana dengan para Foreigner itu? Jika Saya meninggalkan tempat ini, apakah mereka akan lenyap karena tak ada yang bisa mengenali mereka? Ataukah mereka akan terus berkeliaran selamanya?


Namun, para Foreigner bukan makhluk yang bodoh. Ada alasan mengapa mereka berusaha membunuh Saya.


Satu hal yang pasti──


Saya tak bisa meninggalkan tempat ini begitu saja dan membiarkan mereka bebas.


Untuk menghadapi para Foreigner, mata milik Saya sangat diperlukan.


Padahal, ia datang ke ibu kota untuk mencari petunjuk tentang cara mengendalikan kemampuannya, tapi justru tanpa sengaja melepaskan sesuatu yang mengerikan.


Saat Saya menunduk, Liz justru bersorak gembira.


“Eh? Jadi maksudnya, kita bisa melawan mereka sepenuhnya sekarang?”


“Uooooooh! Aku jadi bersemangat lagi! Kukira aku akan dikucilkan, tapi kalau begitu malah sempurna! Ada Swordsman, kan!?”


Luke mengepalkan tinju dan menyeringai liar.


…Serius? Aku kira ini masalah besar. Kenapa mereka malah bersemangat begitu…?


Saya hanya bisa tertegun, sementara Sitri berkata dengan ringan,


“Sebenarnya aku kepikiran satu eksperimen menarik. Kalau mata Saya-san dipindahkan ke orang lain, apakah kekuatannya akan ikut berpindah juga? Penasaran, kan?”


“Tidak, aku tidak penasaran.”


“Tenang saja, aku akan menggantikan matamu dengan mataku sendiri.”


“Sit, hentikan!”


Lucia memukul kepala Sitri yang tersenyum manis tanpa rasa bersalah.


Seram sekali—itu bahkan tak terdengar seperti bercanda.


Ibu kota kekaisaran ini memang luar biasa. Kalau hal seperti ini terjadi di Terrace, seluruh penduduk pasti sudah dievakuasi.


Saat Saya masih merasa terpukul oleh perbedaan budaya itu, Lucia berkata,


“Bagaimanapun, aku sudah melaporkan tentang ruang aneh itu. Termasuk fakta bahwa kemampuanmu bisa memaksa terbukanya gerbang.”


“Pasti berat ya, Lucia-chan. Dari dulu kau kan memang takut hal-hal horor begitu.”


“…………”


“Tak apa, kok. Justru bagus kalau kau masih punya hal yang ditakuti. Jadi lebih manis begitu.”


“Diam, Sit!”


…Mereka tampak akrab sekali.


Saya hampir kehilangan fokus dan buru-buru menggelengkan kepala.


“Memang benar aku bisa memaksa membuka gerbang, tapi kalau gerbangnya sendiri tidak ada, aku tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin Phantom itu bisa menghapus gerbang sepenuhnya.”


“Merepotkan sekali ya. Kalau bisa, kutebas saja.”


“Kenapa tidak mencobanya?”


Katanya sih maniak pedang, tapi ini sudah di luar batas kewajaran.


Saat itu Lucia berdehem ringan, lalu berkata,


“Memang masih banyak hal yang belum jelas, tapi ada satu cara yang bisa kita ambil—bertanya langsung pada Leader.”


Benar juga, Krai mungkin tahu sesuatu.


Lagipula, ia yang bilang kalau kemampuan Saya paling cocok untuk menyelesaikan kasus penculikan misterius itu, dan melihat dari kasus Code kemarin, ia pasti tahu sesuatu tentang Sarasara.


“Tapi bukankah Krai sedang dalam masa skorsing?”


“Tenang saja, Saya-chan. Krai-chan itu baik kok, pasti mau membantu kalau kita kesulitan. Ya kan?”


“Humu humu.”


Padahal sebelumnya Liz sendiri yang bilang kalau tak baik selalu bergantung pada teman, tapi sekarang dia yang paling santai.


Tampaknya, hubungan pertemanan memang rumit, tapi juga hangat.


Liz melihat jam, lalu berdiri.


“Sudah lewat jam 1 malam, mungkin dia sedang tidur, tapi aya kita ke sana saja sekalian!”


Bersama anggota Strange Grief, mereka menaiki tangga menuju lantai atas Clan House.


Ngomong-ngomong, sejak tiba di ibu kota, Saya belum sempat bertemu Krai lagi—jadi ini pertemuan pertama setelah sekian lama.


Karena sudah larut malam, suasana di Clan House pun sangat tenang.


“Menyebalkan sekali ya, mereka menyalahkan Krai-chan dan malah menjatuhkan skorsing. Padahal salah mereka sendiri.”


“Yah, aku bisa mengerti sih. Toh dia tetap dibayar, jadi masih mending.”


Kantor sang pemimpin berada di lantai paling atas. Lantai marmer berkilau, dan pintu kayu besar berdiri megah di depan mereka.


Di depan pintu, beberapa orang dengan pakaian beragam berjaga. Wajah mereka terlihat lelah dan kesal—mungkin petugas yang dikirim untuk memastikan masa skorsing Krai.


“Permisi, kami ingin berbicara dengan Krai-san, jadi kami masuk ya.”


“…Kami tak punya hak untuk melarang itu.”


Jadi benar, mereka hanya diperintahkan untuk mengawasi, bukan melarang.


Bahkan tengah malam begini pun mereka masih berjaga—betapa merepotkannya.


Sitri mengetuk pintu dengan ceria, lalu membuka pintu itu perlahan.


Ruang kantor Clan Master adalah ruangan luas yang juga tampak berfungsi sebagai ruang tamu.


Sofa yang megah dan meja rendah tersusun rapi, dan di atas meja kerja hampir tidak ada dokumen—semuanya tampak teratur dan bersih, tanpa barang yang tidak perlu.


Krai Andrey berdiri di depan cermin besar di dekat dinding. Ia menempelkan sesuatu seperti papan kecil di telinganya dan sedang berbicara pada seseorang.


“Eh? Masih belum waktunya? Iya, aku tahu, aku tahu. Tapi, aku mungkin tidak bisa tetap bangun sampai jam 4… aku sudah siapkan cerminnya, jadi bukankah bisa diakali? Aku sudah set jam ke pukul 01:11:11 biar angkanya sama semua, tapi…”


Papan kecil itu—mungkin semacam Batu Resonansi. Tapi, tengah malam begini, dia sedang bicara dengan siapa?


Sitri menatap Krai dengan mata membulat. Krai tampaknya belum menyadari kedatangan Saya dan yang lain.


“Eh? Di belakangku?”


Krai menoleh ke belakang. Tepat pada saat itu, di belakangnya muncul seorang gadis kecil.


“!?”


Gadis kecil itu bahkan lebih mungil dari Lady, dan tampak seperti boneka—namun di tangannya ada sebilah pisau dapur.


Tidak diragukan lagi, itu adalah Phantom dari Treasure Hall itu.


Lucia menegang, wajahnya pucat. Tapi Krai hanya menoleh-noleh sebentar, lalu kembali menatap ke cermin.


“Tidak ada siapa-siapa, Mary? Aku sudah bilang kan, tidak ada. Iya, iya. Seperti yang kubilang tadi…”


!?


Gadis boneka itu berlutut, air mata mengalir di pipinya, dan ia menghantamkan pisau ke lantai berkali-kali dengan putus asa. Namun Krai sama sekali tidak bereaksi, seolah ia benar-benar tidak bisa melihatnya──


Perlahan, sosok yang disebut Mary itu menghilang, larut ke udara.


Krai, masih dengan wajah ceria, terus berbicara.


“Iya, iya, benar. Terima kasih. Aku serahkan padamu, ya? Akan segera kuselesaikan, kok.”


Tepat setelah ia berkata demikian──


Saya melihatnya dengan jelas.


Sebuah gerbang terbuka di dalam cermin besar itu, memancarkan cahaya ungu yang kuat.


Begitu cahaya itu padam—Krai, yang seharusnya berdiri di depan cermin, telah menghilang.


Dari balik pintu yang terbuka sedikit di belakang mereka, para pengawas yang sedang mengintip langsung berseru melihat Krai lenyap.


“Ha!? Di mana Senpen Banka!? Jawab, cepat!”


Lucia berteriak panik.


“Eh? Ni-Nii-san!?”


“Yaaah… Memang dia tidak keluar lewat pintu sih.”


“Eh, tapi… ini dianggap aman, kan?”


“Ooooooiii, Kraaaaai! Kau curang sekali, tolong bawa aku jugaaaaa!”


“Humu…”


Saya menyipitkan mata memandang cermin itu. Namun, gerbang yang tadi jelas terlihat kini sudah lenyap tanpa bekas.


Rupanya, gerbang itu hanya muncul jika kondisi tertentu terpenuhi—jenisnya berbeda dari yang biasa.


Lucia menatap Saya, dan meski hatinya berat, Saya hanya bisa menggeleng.


“Tidak bisa. Ini tak bisa dibuka. Tapi… bagaimana Krai tahu kalau di sini ada gerbang? Padahal dia sedang dalam masa skorsing…”


“Ah, itu ya. Krai-chan memang selalu begitu.”


Liz mengangkat bahu. Ya, waktu mereka menaklukkan Code pun, Krai bertindak seolah tahu hal-hal yang seharusnya tidak ia ketahui.


“Hmm, cermin ini cuma cermin biasa, sih. Waktu terakhir aku ke sini belum ada, jadi mungkin baru. Kalau tanya ke Eva-san pasti tahu.”


“Cerminnya sendiri tidak ada yang aneh. Sepertinya ini… aturan dari Treasure Hall itu.”


Phantom dari Treasure Hall itu menculik orang dengan memanfaatkan rumor. Tak ada alasan untuk sengaja melakukannya dengan cara rumit seperti itu—jadi pastilah ada aturan aneh yang berlaku di dalam Treasure Hall tersebut.


Jika mereka menelusuri laporan-laporan rumor yang sudah diselidiki oleh markas besar, mungkin akan diketahui rumor mana yang digunakan Krai.


Tepat saat itu, Sitri yang sedang memeriksa meja kerja mengangkat selembar kertas.


“Teman-teman, di sini ada catatan milik Krai-san.”


Tulisan tangannya seperti coretan tergesa. Tertulis empat kata kunci:


“Cermin”, “Pukul 04:44:44”, “Smartphone”, dan “Hal-hal yang diinginkan ada.”


Kata terakhir itu dilingkari.


Liz membaca memo itu dan mendesah pasrah.


“…Krai-chan itu sebenarnya dari mana sih dapat hal-hal begini?”


“Padahal belum jam 4 juga…”


Sekarang baru jam 1. Masih 3 jam sebelum waktu yang tertulis—namun gerbang sudah aktif. Itu berarti Senpen Banka telah sepenuhnya memahami sifat Treasure Hall ini dan misteri penculikan misterius tersebut.


“Ini gawat… padahal dia janji tidak akan keluar dari kamar…”


“Hmm… tapi secara teknis dia memang belum keluar, kan.”


“Alasan semacam itu tidak akan diterima! Kami sudah menanggung kompensasi, tahu!?”


“Hubungi Lord Franz! Cepat, sekarang juga!”


Para pengawas yang panik segera berlarian, sementara Liz mendongak ke langit-langit dengan ekspresi pasrah.


Sepertinya “otoritas” tidak berlaku bagi Senpen Banka. Atau mungkin, Krai menyadari bahwa Saya telah dikhianati oleh Foreigner, dan kini bertindak untuk mengendalikan situasi. Kalau benar begitu—itu terlalu baik sampai membuat hati Saya terasa sesak.


Mungkin karena memahami perasaan itu, Lucia berkata datar, 


“…Saya, Nii-san tidak akan memikirkan hal seperti itu. Jadi jangan merasa bersalah.”


“Yah, ini cukup merepotkan.”


Sitri menyatukan kedua tangannya dengan senyum lebar.


“Soal cermin dan waktu sih oke, tapi smartphone-nya cuma Krai-san yang punya. Itu adalah artefak yang langka, jadi… kita tidak bisa berbuat apa-apa.”


“………………”


Pipinya sedikit memerah—benar-benar tidak tampak seperti orang yang kesulitan.


Jadi benda yang Krai pegang itu disebut smartphone ya… Baru kali ini Saya mendengarnya.


Artefak yang hanya bisa ditemukan di dalam Treasure Hall biasanya sangat sulit didapat kecuali seseorang sangat beruntung. Jika smartphone termasuk jenis itu, maka bahkan di kota besar ini pun tak mudah memperolehnya.


Tapi, kenapa Krai bisa memilikinya?


Saat itulah, Liz meletakkan lengannya di bahu Sitri sambil tersenyum manis.


“Sit~?”


“Ada apa, Onee-chan?”


“…Keluarkan.”


“!?”


Senyum Sitri membeku. Liz mendekat dengan wajah dingin dan berkata dengan nada mengancam,


“Kau punya, kan? Keluarkan, Sit! Sekarang bukan waktunya pelit, tahu!?”


“Ta-tapi, Onee-chan, aku—”


Sitri mencoba melarikan diri, tapi Liz menekannya hingga terjatuh dan mengobrak-abrik jubahnya.


Sitri berguling-guling dengan wajah memerah, tapi Liz sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan. Butuh waktu singkat sampai Sitri menyerah.


“Uuuh… a-aku mengerti, aku mengerti kok! Akan aku keluarkan”


“Serius kau punya…”


“Humu…”


Luke menghela napas heran, Ansem bergumam, dan Lucia mengangkat rambutnya sambil menatap Sitri dengan dingin. Kini Saya mulai paham seperti apa sebenarnya party Strange Grief itu.


Sitri yang sudah pasrah akhirnya mengeluarkan sebuah papan berwarna merah muda—sangat mirip dengan milik Krai.


Dengan wajah cemberut, ia berkata,


“Padahal aku susah payah mendapatkannya…”


“Sudahlah, toh berguna juga. Lagipula, bukan diambil paksa kok.”


“Aku cuma ingin ngobrol seru dengan Krai-san…”


“Ini disita untuk sementara. Pertimbangkan itu hukuman karena menyembunyikannya saat darurat.”


Untuk sementara, semua hal yang diperlukan sudah siap.

Sekarang mereka hanya perlu menunggu waktu yang tertulis di memo—dan sesuatu pasti akan terjadi.


Masih ada hampir 3 jam tersisa… Krai pasti baik-baik saja.


Bagaimanapun juga, dia adalah pria yang menaklukkan Code tanpa sekalipun bertarung serius. Tidak ada alasan bagi Saya untuk khawatir.


Namun, meski tahu itu, Saya tetap tidak bisa menahan diri untuk berdoa dalam hati agar Krai selamat.


Karena bahkan bagi Senpen Banka, Foreigner bukanlah musuh yang bisa ditangani hanya dengan strategi semata.


§ § §


Markas Besar Penanggulangan Kasus Penculikan Misterius.


Franz Ergmann berdiri refleks saat menerima laporan itu──laporan bahwa dia akhirnya bergerak.


“Fufufufu… hahahahahaha! Akhirnya kau bergerak juga… Senpen Banka!”


Kasus penculikan misterius yang sempat terjebak dalam kebuntuan kini berubah drastis hanya dalam hitungan jam.


Telah dikonfirmasi bahwa Saya dan Lucia berhasil menyusup ke dalam Treasure Hall—asal mula penculikan misterius itu terjadi.


Bahwa Saya mampu membuka gerbang dengan kemampuannya sendiri.


Bahwa di sana muncul Phantom, dan bahwa mereka gagal menaklukkannya.


Dengan semua laporan itu, Franz sudah berniat untuk segera menyusun strategi besar-besaran untuk misi penaklukan berikutnya.


Ia sudah menduga hal ini akan terjadi—melihat sifat pria itu, sama sekali tak mungkin dia akan diam saja menghadapi peristiwa sebesar ini.


Itulah yang Franz pelajari selama berurusan dengan Senpen Banka.


“Dan… di antara para pengintai yang mendengarkan kata-katanya, ada yang melaporkan bahwa dia berkata—‘Akhirnya datang juga pengusir rasa bosan’.”


“… Sialan!”


Franz menarik napas dalam-dalam, menahan amarahnya hanya dengan satu makian.


Karena bila pria itu sudah mulai bergerak, itu berarti—tak ada waktu tersisa.


Sage, yang sejak tadi sibuk memilih para Magi terbaik untuk penaklukan Treasure Hall, berkata dengan nada penuh minat.


“Lalu, bagaimana? Lord Franz. Apa kita juga akan menyusun pasukan penyerbu? Tak mungkin kita biarkan Senpen Banka menang begitu saja, bukan?”


“…………Tak mungkin sempat…! Meski menyakitkan untuk diakui.”


“Ho?”


Jika pria itu sudah mulai bergerak—maka itu berarti akhirnya sudah dekat.


Fakta bahwa ia berhasil lolos dari pengawasan dan menghilang ke dalam Treasure Hall berarti satu hal:

persiapannya telah selesai.


Sementara mereka di sini baru saja mengetahui keberadaan Treasure Hall itu sendiri.


Perbandingan kekuatan terlalu jauh.


Franz bahkan tak bisa membayangkan metode apa yang akan digunakan pria itu, namun entah itu saat insiden pengawalan Kaisar, kasus ramalan yang kacau, ataupun masalah Code—ia selalu bertindak sesuka hati dan menyelesaikan segalanya dengan cara yang sama sekali tak terduga.


Pasti kali ini pun akan demikian.


Sungguh, kepercayaan yang menyebalkan.


Lalu apa yang seharusnya dilakukan Franz sekarang,

sebagai pemimpin markas besar penanggulangan ini?


Untungnya, meski sudah larut malam, seluruh anggota utama sudah berkumpul.


Toh, kasus penculikan misterius memang lebih sering terjadi pada malam hari.


Franz menatap Gark—Kepala Cabang yang kini gemetar dengan wajah memerah karena marah, setelah mendengar bahwa Senpen Banka, yang sedang dalam masa skorsing, telah bertindak.


“Kepala Cabang Gark, kumpulkan seluruh pasukan. Bangunkan para ksatria juga! Entah apa yang akan dia lakukan, kita harus meminimalkan kerusakan yang ditimbulkannya! Segera, sekarang juga!”


“……D-dimengerti.”


Meski tubuhnya bergetar, Gark tetap berdiri.


Karena bila Senpen Banka bertindak saat masa skorsing, maka tanggung jawab akan jatuh pada Asosiasi Penjelajah.


Ia pasti akan mengerahkan segala cara untuk mengumpulkan para pemburu berlevel tinggi.


Akhir-akhir ini Franz memang kurang tidur.


Namun anehnya, perasaannya tak buruk sama sekali.

Ia berdiri tegak, tertawa lantang menantang takdir.


“Fuhahahahahaha! Bawa ke mari, panah atau meriam sekalipun, Senpen Banka! Aku takkan membiarkanmu berbuat sesuka hatimu lagi!”


“Ketua Franz… k-kepalanya… rusak, sepertinya…”


§ § §


Treasure Hall Star Shrine's Garden .


Setelah berhasil mengusir para penyusup, tempat itu kembali tenang untuk sementara.


Di tengah suasana yang baru saja pulih, Lady menerima laporan dari salah satu Phantom, yaitu “Mary si Petak Umpet”—dan hampir tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.


“Eh? Serius!? Kau sungguh-sungguh bilang ada orang yang terpancing oleh rumor telepon itu!?”


Kata-kata itu terlalu absurd untuk dipercaya. Namun, dari wajah Mary yang mengangguk penuh semangat, jelas terlihat kegembiraan yang nyata.


“Mary si Petak Umpet” adalah hantu telepon—sebuah entitas yang tak dapat menampakkan kekuatannya di dunia modern ini.


Ia akan menelepon korbannya terlebih dahulu dan memperkenalkan diri. Lalu, setiap panggilan berikutnya, ia semakin “mendekat”: mula-mula dari negara yang sama, kemudian dari kota yang sama, lalu dari alamat yang sama, diikuti dengan panggilan dari depan rumah, sampai akhirnya—panggilan dari tepat di belakang korban.


Setelah itu, panggilan berikutnya adalah yang terakhir—Mary akan menyerang, dan korban pun menghilang.


Agak bertele-tele, tapi cukup efektif untuk menanamkan ketakutan.


Namun di dunia ini, metode itu tak berguna.


Atau seharusnya tak berguna.


Karena tak ada satu pun telepon yang bisa menerima panggilan darinya.


“Dan kau bilang orang itu tertipu oleh spam-mail seaneh itu!? Si idiot mana yang percaya begitu saja!?”


Di dunia ini, telepon dan email nyaris tak ada.


Tapi seseorang benar-benar membuka email dari pengirim tak dikenal—email yang tampak seperti jebakan jelas-jelas─dan bahkan mengikuti instruksi di dalamnya untuk menelpon balik!?


“Dan dia mengikuti petunjuk itu!? Menatap cermin pada pukul 04:44:44!? …Apa!? Katanya dia malah minta diganti jadi jam 1!?”


Ini sudah benar-benar kacau.


Lady sudah menculik tak terhitung banyak orang, tapi belum pernah ada korban yang meminta syarat penculikan diubah.


Itu jelas jebakan.


Rumor itu hanyalah perangkap untuk memancing penculikan misterius!


Meskipun, tentu saja, kalau pun waktunya diubah menjadi jam 1, penculikan tetap bisa dilakukan.


Karena orang itu sendiri sudah melangkah masuk ke perangkapnya—Lady hanya perlu menambahkan jebakan baru di depannya.


Namun, kebodohan korbannya membuat Lady ragu.


Tanpa diragukan lagi, ini adalah korban terbodoh yang pernah ada.


“Aku Mary—bagaimana?”


Mary bertanya dengan suara hampir tak terdengar, tapi dari nadanya jelas terpancar tekad kuat: ia harus menyeret orang ini ke dalam penculikan misterius.


Bagi Mary—tidak, bagi semua Phantom yang berhubungan dengan telepon—ini adalah kesempatan pertama dan terbesar mereka.


Meskipun mereka tahu bahwa pada akhirnya korban ini juga akan lenyap entah bagaimana, itu tak masalah. Karena inilah alasan keberadaan mereka.


Dan Lady pun tidak berniat menolak permintaan itu. Ia mengerti perasaan mereka lebih dari siapa pun.


“Aku izinkan. Tapi pastikan untuk benar-benar menanamkan rasa takut yang mendalam.”


“Aku Mary──mengerti…… tenang saja, kalau dia datang ke sini, pasti dia akan melihatku…….”


“Eh? Apa yang barusan kau bilang!?”


“Aku Mary. Aku sekarang──tepat di depan matamu……”


…Memang, Mary benar-benar berdiri di depan matanya,

tapi entah kenapa Lady malah merasa tidak tenang sama sekali.


Orang yang akhirnya terjebak oleh rumor konyol yang seharusnya tak dipercaya siapa pun itu adalah seorang Pria berambut hitam, bertubuh sedang.


Dari auranya saja, kekuatannya jauh di bawah siapa pun yang pernah Lady culik sebelumnya—dengan kata lain, ia termasuk dalam kategori “target mudah”.


Kalau orang sepolos ini, mungkin memang pantas tertipu oleh rumor semacam itu.


Namun, hal yang tak bisa dimengerti adalah: bagaimana pria ini bisa menggunakan telepon?


Sebab alat yang ia gunakan adalah smartphone—barang langka yang di zaman ini hanya bisa eksis sebagai artefak.


Setelah tiba-tiba terseret masuk ke dunia ini, pria itu tak menunjukkan kepanikan sedikit pun.


Sambil memegang smartphone di satu tangan, ia hanya menatap sekeliling dengan tatapan kosong, tanpa menyadari bahwa para Phantom sedang mengamatinya dari segala arah.


Entah mengapa, pemandangan itu membuat Lady merasa seperti kembali ke masa lalu—masa di mana mereka hanya perlu menakut-nakuti orang-orang yang tersesat tanpa banyak berpikir.


“Siapa namanya?”


“Aku Mary──namanya Krai Andrey.”


“Eh? Krai… Andrey?”


Lady terbelalak, menatap pria itu lekat-lekat.


Nama itu terdengar familiar—tidak, ia baru saja mendengarnya belum lama ini.


Itu adalah nama yang ia baca dari ingatan Lucia ketika menanyakan apakah gadis itu bisa menggunakan Bad Dream.


Jadi… pria ini adalah kakak Lucia itu?


Katanya memang kakak tiri, tapi mereka sama sekali tak mirip!


Namun, justru itulah yang menarik.


Krai Andrey adalah kelemahan Lucia Rogier.


Lucia paling takut kehilangan kakaknya—dan jika digunakan dengan tepat, itu bisa menjadi alat untuk menjerumuskannya dalam ketakutan yang lebih dalam lagi.


Meski begitu, untuk saat ini Lady berencana memulai dari korban utamanya: Krai sendiri.


Bagaimanapun, jika Lucia begitu penakut, kakaknya pasti juga mudah ditakuti.


…Meskipun, karena Krai lemah, rasa takut yang ia pancarkan mungkin tak akan memberi banyak tenaga bagi para Phantom.


Dalam kegelapan, Krai menempelkan smartphone-nya ke telinga.


Saat ini, ia sama sekali belum merasakan ketakutan terhadap kegelapan itu.


“Halo? Di mana artefaknya?”


Bahkan di situasi seperti ini, ia belum sadar bahwa dirinya sedang ditipu.


Atau lebih tepatnya—dengan siapa ia sebenarnya sedang berbicara?


Mary menjawab dengan suara tegang:


『Halo, aku Mary──Sekarang…… aku ada di belakangmu!!』


Nada suaranya terlalu kuat untuk memberi kesan seram; bahkan ia melanggar aturannya sendiri yang seharusnya “mendekat perlahan-lahan”.


Tapi tetap saja, pergerakan Mary tak bisa dideteksi bahkan oleh sihir.


Jika ia tiba-tiba muncul di belakang Lucia, efeknya pasti luar biasa.


Mary berpindah ke belakang Krai dalam sekejap.


Pisau di tangannya terangkat—dan Krai perlahan menoleh ke belakang.


Lalu—tatapan Cry melewati Mary begitu saja.


…Hah?


“Berhentilah dengan telepon iseng seperti itu. Nihil sekali. Aku ke sini buat mencari artefak, tahu?”


Mary menjerit dan menebasnya, tapi pisau itu menembus tubuh Krai tanpa bekas.


Ia bahkan tak bereaksi—tak ada tanda sedikit pun bahwa ia mendengar teriakannya.


Dengan kata lain—Krai benar-benar tak bisa melihat Mary.


Serius? Ada manusia seperti ini!?


Lady terdiam, dipenuhi rasa tak percaya—meskipun alasannya berbeda dari saat pertama kali ia melihat Saya.


Para Phantom memang adalah makhluk yang istimewa.


Tanpa kemampuan spiritual semacam “indra keenam”, manusia tak akan bisa melihat atau menyentuh mereka.


Justru karena eksistensi mereka begitu berbeda, serangan fisik manusia takkan mempan, dan para Phantom pun bertujuan untuk menyerang jiwa, bukan tubuh.


Namun, itu hanyalah prinsip dasar. Kalau di luar, mungkin lain cerita—tapi di dalam Treasure Hall, keberadaan Lady dan yang lainnya sudah diperkuat hingga pada tingkat di mana kebanyakan manusia bisa mengenali mereka.


Meski begitu, pria ini… sama sekali tidak dapat melihat Mary.


Bukan pura-pura tidak melihat—karena kalau itu hanya sandiwara, tidak mungkin pisau Mary bisa menembus tubuhnya begitu saja.


Saya memang luar biasa kuat. Hanya dengan goresan kecil pun ia bisa memberikan luka yang seharusnya tidak mungkin diterima oleh para Phantom.


Sementara pria ini—sebaliknya. Jika kekuatan spiritual Saya adalah 100, maka pria ini mendekati nol.


Padahal di zaman sekarang, setiap orang seharusnya sudah diperkuat dengan Mana Material. Siapa sangka masih ada seseorang yang begitu tumpul terhadap hal gaib seperti ini──


“Kenapa kau membawa pria seperti ini!?”


“Aku Mary──ka-karena dia target yang langka…”


Lady tak bisa menahan diri untuk berteriak. Mary menatapnya dengan panik, lalu menghantamkan pisaunya ke lantai berulang kali.


Namun, Krai sama sekali tidak menoleh. Dia bahkan tidak mendengar suara Lady—apalagi bunyi pisau yang menghantam lantai.


Jika suara Lady, yang tingkat keberadaannya termasuk kelas teratas di dalam Treasure Hall ini, tidak dapat ia dengar… maka suara siapa pun tidak akan bisa ia tangkap.


Bagi pria ini, Lady dan Mary tidak ada—mereka benar-benar tidak eksis di dunianya.


Mungkin alasan ia masih bisa mendengar suara di telepon hanyalah kebetulan yang cocok satu sama lain. Atau, bisa jadi itu karena kemampuan dari smartphone-nya.


Dia memang tidak menyeramkan seperti Saya, tapi dalam hal “kecocokan yang buruk”, Krai berada di level yang sama sekali berbeda.


Di atas kepala Krai, phantom Orkestra mulai memainkan musik dengan keras—menggetarkan udara dan membuat para Phantom lain menutup telinga mereka. Namun Krai hanya berkedip.


Seolah-olah dia tak mendengar apa pun, tak merasakan getarannya sama sekali.


Kekuatan spiritual nol berarti ia hidup di dimensi yang berbeda. Artinya, segala bentuk interaksi dengannya tidak mungkin terjadi.


Bahkan jika Lady melempar benda ke arahnya, benda itu tidak akan pernah mengenainya.


Benar-benar buntu—dan begitu konyol hingga Lady kehilangan semangat untuk mencari solusi.


“…Yah, kurasa untuk menakut-nakuti Lucia, kita tidak perlu benar-benar menyakiti Krai juga.”


“Kalau pun harus, mungkin serangan dari Demon Shark bisa mengenai dia…”


Dalam Treasure Hall ini, Phantom dibagi menjadi dua tipe besar:


Tipe makhluk gaib seperti Lady, yang tak dapat dirasakan tanpa kekuatan spiritual.


Tipe monster fisik, seperti Demon Shark, Monster Diggy, dan Beruang Pemakan Manusia Blue.


Yang tidak bisa disadari oleh Krai hanyalah tipe pertama.

Monster fisik seperti Demon Shark masih bisa terlihat dan menyerangnya.


Namun begitu Lady mengucapkan hal itu, yang muncul justru teriakan protes.


“Aku Mary──aku menentang! Sangat menentang!”


“Krai itu membawa telepon! Jangan rebut target kami!”


“Jangan berani-berani menyentuh Krai! Itu target kami!”


Yang bersuara bukan hanya Mary, tapi juga seluruh Phantom yang berhubungan dengan telepon.


Bagi mereka, Krai—seseorang yang membawa smartphone dan dengan jujur menjawab panggilan mereka—adalah semacam penyelamat.


Bahkan Mary, yang barusan hancur mental karena tak terlihat oleh Krai, ikut berteriak marah bersama mereka.


Para Phantom ini sudah lama kelaparan akan rasa takut, dan kini kemunculan “target sempurna” membuat emosi mereka meledak.


“Kalau kau mencoba mencincang Krai, kami yang akan mencincangmu!”


“Kuku… kalau Krai diapa-apakan, yang melakukannya akan kurobek-robek!”


Suara penuh amarah dan dendam menggema.


Masalahnya, phantom yang menggunakan telepon itu tidak sedikit.


Banyak dari mereka memang telah menghilang karena gagal menakut-nakuti manusia, tapi seiring satu lenyap, yang baru akan muncul lagi.


Biasanya mereka tenang karena tak ada telepon di dunia ini—tapi sekarang, munculnya seseorang seperti Krai membuat mereka kehilangan kendali.


Jika mereka benar-benar bersatu, bahkan monster seperti Demon Shark pun akan kalah jumlah.


Memang, tipe makhluk gaib umumnya lebih kuat daripada yang fisik.


Dan pertikaian antar sesama Phantom hanyalah buang-buang tenaga—harus dihindari sebisa mungkin.


(…Yah, meskipun sekarang ada juga pihak ketiga, yaitu para makhluk aneh yang mengkhianati Saya.)


Krai menyalakan senter di smartphone-nya dan mulai berjalan menyusuri koridor.


Lady, tak punya pilihan lain, melayang di sampingnya sambil bergumam,


“…Tapi kenapa pria ini sama sekali tidak merasa takut?”


“Aku Mary──mungkin karena dia berpikir tempat ini aman, dan bahwa Treasure Hall ini adalah tempat untuk mendapatkan artefak yang dia inginkan…”


“Serius?”


Tentu saja itu omong kosong.


Sekalipun disebut “aman”, tidak ada satu pun Treasure Hall yang benar-benar seperti itu.


Sedikit saja berpikir, seharusnya ia tahu—namun pria ini tampaknya sama sekali tidak memiliki rasa waspada.


Setelah Lady menelusuri pikiran Krai, ia menemukan bahwa pria itu bukan tipe yang takut pada satu hal tertentu seperti Lucia atau Saya.


Sebaliknya, dia takut pada semuanya, tapi hanya sedikit—sangat tipis.


Dia takut pada Kepala Cabang Asosiasi Penjelajah yang berwajah menyeramkan.


Takut pada Phantom di dalam Treasure Hall.


Takut kalau suatu hari teman masa kecilnya yang suka menebas orang akan secara tidak sengaja membunuh warga sipil.


Dan yang paling konyol—dia bahkan takut pada sayuran beraroma tajam seperti ketumbar.


(Kau ini anak kecil, apa!?)


Bayangkan, kalau ia sampai menggunakan Bad Dream untuk menciptakan mimpi buruk berisi sayuran itu…


Lady bahkan tak ingin membayangkannya.


Sejujurnya, ia ingin segera menendang orang tak berguna ini keluar, tapi para Phantom pengguna telepon belum menyerah.


(Lalu… apa yang sebaiknya kulakukan? …Tunggu, mungkin ini bisa jadi kesempatan.)


Lady mendapat ide.


“Begini saja, karena teleponnya berfungsi, kita bisa mengarahkannya untuk menekan Taboo Switch.”


Taboo Switch adalah salah satu mekanisme di Treasure Hall ini.


Di antara sekian banyak Phantom yang muncul, ada yang kekuatannya begitu besar hingga hanya bisa dilepaskan dengan bantuan manusia.


Misalnya, makhluk yang disegel dengan ofuda (jimat kertas) atau monster yang dirantai sepenuhnya—mereka semua adalah para Phantom terkuat yang dimiliki Treasure Hall ini.


Dan penyegelnya hanya bisa dibuka oleh manusia.


Bencana yang disegel.


Kotak terlarang yang tak boleh dibuka.


Itulah Taboo Switch.


“Aku Mary──tapi itu agak sulit, tahu…”


Mary mengerutkan kening.


Wajar—karena segel para Phantom itu sangat kuat.


Lady sendiri sudah beberapa kali mencoba menuntun manusia untuk membukanya, tapi belum pernah berhasil.


Biasanya, Taboo Switch menimbulkan rasa takut atau jijik yang begitu kuat pada manusia, membuat mereka enggan menyentuhnya.


Padahal, yang perlu dilakukan hanyalah menekan tombol atau melepas jimat.


Namun sejauh ini, belum pernah ada yang berhasil.


Namun… pria tanpa rasa bahaya ini, mungkin saja──


Jika Phantom-Phantom kuat itu dilepaskan, mereka bisa menjadi penyeimbang melawan para makhluk aneh yang mengkhianati Saya.


Makhluk-makhluk itu memang serupa dengan Lady dan para Phantom, tapi mereka bukan sekutu.


Semakin banyak kartu di tangan, semakin baik.


“Baiklah, kita arahkan dia ke setiap Taboo Switch satu per satu. Entah berapa banyak yang bisa ia buka, tapi kalau satu saja berhasil, itu sudah cukup.”


Lady menghela napas panjang, lalu memberi perintah dengan suara yang bahkan dirinya sadari tak mengandung sedikit pun tenaga.


§ § §


Tampaknya pria bernama Krai itu benar-benar tidak memiliki rasa bahaya sedikit pun.


Dalam kegelapan, pria itu melangkah dengan patuh mengikuti arahan yang datang melalui smartphone-nya, tanpa sedikit pun keraguan terhadap suara panduan Mary. 


Cara dia berjalan lurus tanpa memperhatikan Phantom yang bermunculan di sepanjang jalan adalah pemandangan yang tak akan pernah terlihat lagi, bahkan jika Treasure Hall ini terus mengumpulkan rasa takut selama bertahun-tahun.



Tempat ini terdiri atas berbagai area, masing-masing dirancang dengan satu tujuan—menimbulkan rasa takut.


Namun, ke mana pun Krai melangkah, satu-satunya emosi yang tampak padanya hanyalah rasa kagum. Tak ada sedikit pun ketakutan atau kewaspadaan di wajahnya.


Seberapa besar kepercayaannya pada pesan-pesan dari “email panduan” itu sampai bisa bersikap seperti ini?


Bahkan di tengah perjalanan, Krai sempat beristirahat.


Di sebuah kamar rumah sakit yang dekorasinya dibuat hanya untuk menimbulkan ketakutan, dia dengan santainya mengeluarkan choco bar entah dari mana, lalu memakannya. Pemandangan itu saja sudah cukup membuat kepala berdenyut.


Panduan pertama membawanya ke area rumah sakit terbengkalai, tepatnya ke salah satu ruangan tempat Taboo Switch berada.


Di antara sekian banyak kamar, ruangan ini jelas berbeda.


Di balik beberapa pintu baja tebal, tersembunyi sebuah laboratorium tempat lahirnya orang-orang berbakat dengan kemampuan istimewa hasil eksperimen.


Tulisan besar berwarna merah di luar ruangan bertuliskan “PERINGATAN.”


Yang tersegel di dalam sana adalah seorang pria yang otaknya dimodifikasi untuk mengembangkan kekuatan supernatural.


Menurut informasi yang dimiliki Lady, pria itu telah kehilangan seluruh moralitas manusia sebagai harga atas kekuatannya—dan dikatakan telah membunuh 10 ribu orang dengan kemampuan itu.


Melepaskannya sebenarnya mudah: cukup tekan tombol-tombol dalam urutan tertentu.


Namun, sampai sekarang tidak ada yang pernah membebaskannya karena alasan sederhana—tak ada satu pun yang mau menekan tombol bertuliskan “BERBAHAYA! JANGAN TEKAN!”


Saking jelasnya peringatan itu, Lady bahkan tak pernah mencoba memancing manusia untuk masuk ke sana.


Krai melangkah masuk tanpa rasa takut, matanya membulat melihat warna peringatan yang mencolok dan peralatan yang tampak mengancam.


“Aku Mary──Tekan tombol-tombol itu secara berurutan, ya.”


『? Yang ini, ya?』


Tanpa ragu sedikit pun, Krai mulai menekan tombol-tombol besar itu satu per satu.


Lady hampir saja berteriak “Berhenti!” karena saking lancangnya tindakan itu.


Bagaimana mungkin orang ini bisa bertahan hidup sebagai seorang pemburu dengan kewaspadaan serendah itu?


Apakah dia tidak melihat tulisan “JANGAN TEKAN” di sana!?


Bahkan para Phantom lainnya hanya bisa terpaku tanpa kata.


Krai dengan cepat menyelesaikan seluruh urutan untuk melepaskan si pembunuh.


Ia tidak berhenti sekali pun.


Sebaliknya, Lady justru merasa ngeri bukan karena ketakutan, tapi karena geleng-geleng kepala—itu terlalu mudah.


Satu per satu belenggu logam terlepas, kunci ruang isolasi terbuka, dan sistem pembekuan (cold sleep) mulai dinonaktifkan.


Tinggal menunggu waktu sebelum sang pembunuh berkemampuan super—Cold A—bangkit kembali.


Proses pelepasan itu terjadi terlalu mudah, terlalu cepat.


Cold A tergolong lebih dekat dengan kategori Monster Diggy dibanding Lady.


Jika Krai tetap tinggal di ruangan itu, dia pasti akan terbunuh seketika.


“Buat dia buka segel yang lain juga.”


Berapa banyak yang bisa ia lepaskan, ya?


Pada titik ini, Lady lebih merasa cemas daripada berharap.


Bukan rasa takut seperti manusia, tapi semacam perasaan “deg-degan” yang membuat dada sesak.


Jujur saja, Lady sebenarnya tidak ingin dia membuka segel apa pun lagi.


Baik Saya maupun Krai, keduanya terlalu ekstrem—dan ekstremitas itu tidak pernah membawa hasil yang baik.


Tiba-tiba, Mary mendongak.


“Aku Mary──Seseorang sedang mencoba menguji rumor itu.”


“!? Lagi!?”


Saat ini, hanya ada satu rumor yang menghubungkan dunia luar dengan Treasure Hall ini—rumor yang digunakan Krai.


Lady memeriksa waktu. Jam menunjukkan pukul 04:44:44.


Krai bisa masuk lebih awal hanyalah pengecualian, hasil dari “izin khusus” Mary dan para Phantom.


Sebenarnya, gerbang ke tempat ini baru terbuka tepat pada jam ini.


Mengapa rumor yang tak pernah dicoba sebelumnya kini digunakan dua kali berturut-turut?


Si bodoh macam apa yang berani melakukannya lagi?


Ketika Lady memfokuskan pandangannya, ia melihat melalui cermin sekelompok orang yang tengah berdiri di sana—termasuk dua orang yang baru saja diusir sebelumnya.


Saya Chromis dan Lucia Rogier, ditemani beberapa pemburu lain yang tampaknya setara dengan Lucia.


Lady sedikit lega melihat tidak muncul dua orang bodoh berturut-turut, namun mengernyit begitu menyadari bahwa Saya ternyata masih hidup.


Tentu saja, dia tidak bisa begitu saja membiarkan semua orang itu masuk.


Meskipun para makhluk aneh itu telah mengkhianati Saya, perempuan itu masih sangat kuat.


Dan para pemburu yang bersamanya juga bukan orang biasa.


Mereka pasti tidak akan merasa takut terhadap Monster Diggy atau bahkan Lady sendiri.


Sungguh merepotkan.


Di antara mereka, hanya Lucia yang layak diundang masuk.


“Mary, biarkan hanya Lucia yang masuk. Yang lain tidak perlu.”


Biasanya, ritual penculikan misterius akan aktif secara otomatis jika syaratnya terpenuhi—semua yang memenuhi syarat akan terseret bersamaan.


Namun, jika Lady dan para Phantom sedang berada di lokasi, maka mereka bisa mengendalikan siapa yang diperbolehkan masuk.


Jika hanya Lucia yang dibawa masuk, maka penghuni baru tempat ini hanyalah Magi penakut itu.


Dan kebetulan sekali, di dalam sini kini ada seseorang yang paling ditakuti Lucia kehilangan—kakaknya sendiri.

Lucia tahu itu.


Kondisi semacam ini adalah bahan bakar sempurna untuk menimbulkan ketakutan terdalam.


“Buka gerbangnya sebentar saja. Pastikan Saya tidak masuk—apa pun yang terjadi.”


Para makhluk yang dulu mengikuti Saya kini semuanya berada di dalam tempat ini.


Meskipun Saya masuk pun, mungkin mereka tidak akan kalah, tapi… lebih baik menghindari masalah yang tidak perlu.


§ § §


Sebuah panggilan masuk ke smartphone Sitri, dan cermin besar di depannya memancarkan cahaya ungu yang kuat.


Namun cahaya itu hanya berlangsung sesaat. Begitu cahaya memudar, penglihatan mereka pun kembali normal.


Di depan cermin berdiri Liz dan Luke, keduanya tampak bersemangat. Ansem telah berubah menjadi ukuran yang sama dengan anggota lainnya, Sitri memegang smartphone di tangannya, makhluk misterius bernama Killkill-kun ikut berada di sana—dan Saya juga.


Namun, Lucia yang seharusnya ada bersama mereka… telah menghilang!!


Sitri, yang masih menempelkan smartphone di telinganya, tersenyum canggung.


“Ya ampun… sepertinya memilih target, ya. Padahal syaratnya sudah terpenuhi, tapi hanya Lucia-chan yang tersedot… mungkin ini adalah Phantom yang Saya-san sebutkan tadi.”


“Sialannnn!!! Tolong ajak aku jugaaaaaa! Kraaaaaiii!!”


Luke mulai memukul-mukul cermin dengan tinjunya.


Saya menatap cermin itu, namun tampaknya gerbang itu hanya muncul sesaat saja. Kini bahkan dengan kemampuannya pun, ia tak bisa membukanya lagi. 


Ia menggertakkan gigi—mereka sudah terlalu lengah, dan kini lawan benar-benar waspada.


“Cih. Dasar membosankan… ya sudahlah, kalau cuma segitu levelnya, berarti memang cuma sebatas itu saja.”


“Humu humu.”


“Benar juga. Soalnya, di Treasure Hall dengan mekanisme khusus seperti ini, Phantomnya belum tentu kuat.”


Berbeda dengan Saya yang gelisah, reaksi para anggota lainnya justru santai.


Padahal salah satu rekan mereka baru saja diculik—dan mereka tahu kalau lawan itu adalah tipe yang sangat tidak disukai Lucia—namun tak seorang pun tampak khawatir.


“Kalian tidak khawatir dengan Lucia? Lucia itu──”


Lucia yang tadi berada di dalam ruang itu jelas terlihat kehilangan semangat.


Berjalan sendirian di Treasure Hall itu dalam kondisi seperti tadi sama saja dengan bunuh diri.


Saya memang tak memahami rasa takut terhadap Phantom, namun ia tahu bahwa sebagian pemburu memiliki “tipe lawan” yang tidak mereka kuasai.


Dan tampaknya, Lucia lemah terhadap Phantom atau monster yang berwujud roh jahat seperti itu. Lebih buruk lagi, Phantom bernama Lady tampaknya sudah menyadarinya. Jika begini terus, Lucia mungkin tidak akan pernah kembali.


Apakah ada jalur alternatif untuk masuk ke Treasure Hall itu?


Namun, rumor tentang tempat ini sudah menyebar luas di ibu kota kekaisaran, dan jika Lady bisa menutup gerbang sesuka hati, sekalipun mereka menemukan jalan lain, itu pun pasti akan segera disegel.


Saat Saya masih diliputi kecemasan, mata Sitri tiba-tiba terbuka lebar, lalu ia menepuk tangannya.


“Ah, tidak perlu khawatir. Saya-san belum benar-benar mengenal Lucia-chan.”


“Phantom itu juga bodoh, ya. Dari semua orang yang ada di sini, malah Lucia-chan yang dibawa pergi.”


Liz tertawa kecil dengan nada heran.


Belum mengenal Lucia dengan baik? Apa maksudnya? Apakah Lucia memiliki kekuatan tersembunyi?


Saya kembali menatap cermin itu. Cermin baru yang dibeli Krai tampak bening tanpa noda sedikit pun, namun bahkan dengan penglihatannya yang tajam, yang ia lihat hanyalah wajahnya sendiri yang bingung terpantul di permukaannya.


§ § §


“Bagus! Berhasil!”


Lady mengepalkan tinjunya dengan semangat. Di tengah kekhawatiran yang menumpuk—Saya, Krai, dan para makhluk aneh itu—hanya ada satu hal yang bisa menjadi pelipur lara bagi Lady dan para Phantom: Lucia Rogier, gadis yang dengan tulus takut pada mereka.


Semakin Lucia merasa takut, semakin kuat pula Lady dan rekan-rekannya menjadi. Kalau perlu, Lady bahkan rela menyiapkan kamar tamu khusus untuknya. 


Seorang manusia yang begitu kuat namun tetap tulus takut pada mereka—Lucia adalah sumber kekuatan yang langka dan berharga.


Para rekan Phantom yang sempat mencicipi “rasa ketakutan” Lucia beberapa jam sebelumnya kini berkumpul lagi. Tak ada sedikit pun minat yang tersisa pada Krai. Yang tidak ada hanyalah Mary dan beberapa lainnya.


Pasti mereka akan meminta jatah ketakutan Lucia lagi, pikir Lady.


Tak masalah. Dari pengalamannya sebelumnya, Lady tahu bahwa ketakutan yang dipancarkan Lucia cukup untuk menyembuhkan hati semua Phantom dan masih tersisa lebih.


“Jangan sampai mereka menyadarinya. Kalau Lucia sampai terbunuh, itu akan jadi masalah besar.”


Makhluk aneh milik Saya berbeda dari Phantom. Mereka ada demi menaklukkan dan menghancurkan, bukan karena butuh rasa takut. Lady tidak berpikir mereka akan langsung memberontak, karena jika Lady lenyap, mereka pasti akan bergantung lagi pada Saya untuk menggunakan kekuatan mereka. 


Namun jelas—mereka menunggu kesempatan untuk merebut kendali atas Treasure Hall ini.


Cepat atau lambat, perlu ada penentuan hierarki di antara mereka. Sebelum itu terjadi, Lady harus memperkuat dirinya.


“Aku yang akan pergi lebih dulu. Krai ada di sana sekarang.”


Saat Lady mengatakan itu, phantom lain mulai mencemooh, tapi ia tak mau mengalah.


Krai adalah kelemahan Lucia—dan tak ada Phantom lain yang bisa memanfaatkannya sebaik dirinya.


Lucia tampak kebingungan, matanya bergerak ke segala arah, mencari teman-temannya yang tiba-tiba lenyap.


Menakut-nakutinya dalam keadaan ini akan lebih mudah dari membalik telapak tangan.


Lady melayang perlahan ke belakang Lucia dan menyentuh lehernya.


“Hiih!?”


Lucia menjerit dan memutar tubuhnya dengan panik, wajahnya menegang ketakutan.


Rasa kepuasan yang sulit diungkapkan memenuhi dada Lady. Ia tersenyum lebar dari hati dan berbisik lembut,


“Lucia Onee-chan, kau datang bermain lagi? Lady senang sekali. Kukira kau sudah melarikan diri.”


Bersamaan dengan bisikan itu, Lady menyusupkan rasa takut langsung ke telinga Lucia. Cara kerjanya halus—ia tidak melukai tubuh, hanya menyiksa jiwa.


Melihat darah surut dari wajah Lucia dalam sekejap, Lady merasa semakin bahagia.


Ia menendang lantai, melayang di udara, dan mendekatkan wajahnya.


“Tapi kali ini kau tak akan bisa kabur lagi. Aku tak akan membiarkanmu pergi.”


“!?”


Setiap kali Lucia menggigil ketakutan, energi murni mengalir deras ke tubuh Lady.


Inilah wujud kekuatan sejati mereka.


Andaikan semua manusia di zaman ini seindah Lucia dalam ketakutannya… pikir Lady sambil tersenyum puas.


“Karena di sini sekarang… ada seseorang yang sangat penting bagimu, kan? Kakak laki-lakimu.”


Lucia, yang selalu bisa bertarung demi seseorang, akan terikat oleh hal itu.


Demi Krai, ia tak akan bisa kabur. Ia akan terus berjalan ketakutan di dalam Treasure Hall ini.


Lady mengubah wajahnya, membentuk senyum bulan sabit yang menyeramkan.


“Mau main? Bagaimana kalau kita bermain petak umpet? Onee-chan mencari Onii-chan. Kalau tak cepat menemukannya, mungkin… Lady akan membunuhnya~”


“…Apa?”


Suara itu begitu dingin hingga menusuk tulang.


Lady masih memasang senyum ketika tiba-tiba tubuhnya kaku.


Tangan Lucia terulur ke arah lehernya.


Wajah Lucia, yang barusan pucat ketakutan, kini benar-benar berubah.


Tak mungkin. Lucia yang begitu takut padanya… kini menatapnya dengan tatapan menusuk dan mengulurkan tangan?


Jantung Lady berdebar keras. Tubuhnya terasa beku—entah karena Mana Lucia, atau karena rasa takut yang muncul dari dalam dirinya sendiri.


“Lu… Lucia Onee-chan?”


“Barusan, kau bilang apa?”


Tatapan tajam. Suara berat penuh tekanan.


Mana yang memenuhi tubuh Lucia berubah menjadi angin dingin yang mengguncang seluruh ruangan.


Lady sadar.


Ini… berbahaya.


Ia telah menginjak ekor harimau.


Emosi yang kini memenuhi Lucia bukanlah ketakutan, melainkan amarah.


Dan ia baru saja menyadari sesuatu yang fatal—Krai Andrey adalah sisik terbalik naga bagi Lucia.


Tanpa disadari, lantai koridor sudah tergenang air. Tapi itu bukan air biasa.


Itu adalah elemen air—roh element air.


Dalam Treasure Hall yang terisolasi ini, seharusnya mustahil memanggil roh semacam itu, dan reaksi waktunya terlalu cepat.


Artinya… Lucia telah menyimpannya di dalam sesuatu sejak awal.


Biasanya hal itu akan membuat roh marah besar, tapi entah bagaimana, Lucia bisa melakukannya.


Menakutkan.


Gadis yang tadinya hanya gemetar ketakutan kini berubah menjadi wujud kemarahan murni yang bahkan Lady sendiri tak sanggup hadapi.


Melihat situasi yang berubah drastis, Phantom lain mulai panik dan menyerbu Lucia serentak—ada yang merangkak, ada yang melayang, ada pula yang berpindah tempat secara instan.


Namun Lucia menatap mereka semua dengan mata sedingin es.


Dalam sekejap, sihir terkumpul dan mengubah dunia di sekitarnya.


Segalanya membeku.


Serangan biasa tidak akan mempan terhadap Phantom.


Namun ini bukan serangan biasa.


Ini adalah kemarahan murni—niat membunuh yang membekukan udara.


Emosi tajam yang menyatu dengan sihir itu berubah menjadi badai dingin yang meluluh-lantakkan Lady dan rekan-rekannya.


Dalam sekejap, mereka menyadari satu hal:


Mereka tak akan pernah bisa menang melawan Lucia Rogier lagi.


Lantai membeku. 13 makhluk Kyoota menjerit dan melarikan diri.


Orkestra hantu membeku di udara dan jatuh menghantam lantai dengan bunyi dentingan es.


Serangan Saya tanpa makhluk aneh itu memang terbatas. Tapi Lucia berbeda.


Rentang kemampuan serangnya luas—nyaris tanpa batas.


Lady teringat pada gelar yang disematkan padanya:


Bansho Jizai—Magi yang mengendalikan segala fenomena.


Lucia menatap semua Phantom yang dulu mengejarnya tanpa ekspresi sedikit pun.


Lady, yang panik, mencoba menenangkan situasi.


“A-aku hanya bercanda, Onee-chan! Aku tak sungguh-sungguh akan membunuh Kakakmu──”


“Diam.”


“!?”


Jawabannya datang dalam bentuk icicle raksasa.


Es itu menembus wajah Lady dan menghantam lantai, menyebarkan hawa dingin hingga seluruh ruangan membeku.


Rasa dingin itu bukan hanya karena sihir—tapi juga karena rasa takut murni.


Sihir Lucia makin terkontrol, berubah dari serangan yang nyaris tak berdampak menjadi penghancur mutlak bagi Phantom.


Lucia Rogier bertekad—semua yang mencoba membunuh kakaknya akan dimusnahkan.


Seekor beruang hasil modifikasi sebagian tubuhnya meraung dan menerjang Lucia. Dari langit-langit, Demon Shark meluncur turun, berusaha menggigit kepalanya.


Namun sebelum keduanya sempat mendekat, tubuh mereka membeku dan jatuh menghantam lantai dengan suara keras.


Lucia hanya menatap dingin dua makhluk yang kini menjadi patung es itu.


Serangan mendadak tidak berguna. Monster sebesar itu bukan tandingan. Bahkan Monster Diggy pun tak akan bisa mendekatinya.


Lady membalikkan badan dan berteriak panik sambil berlari sekencang-kencangnya:


“Semuaaa! Larilah cepat!!!”


Jika ini dibiarkan, seluruh Treasure Hall akan membeku.


Mereka harus menemukan Krai secepatnya dan mengembalikannya pada Lucia—sebelum segalanya membeku bersama kemarahannya.


§ § §


“Hm… sepertinya aku tidak menemukan artefaknya juga, ya.”


Aku tidak tahu sudah berapa lama berjalan mengikuti instruksi dari smartphone.


Sambil mulai merasa bosan, aku terus melangkah di tengah kegelapan.


Sesuai dengan informasi di smartphone, ruang harta karun ini tampaknya aman.


Meski suasananya suram dan menimbulkan kesan mencekam, setidaknya tidak ada Phantom.


Namun, pada saat yang sama, aku juga tidak menemukan satu pun artefak.


Mungkin artefaknya tidak bisa didapatkan begitu saja kecuali aku memenuhi syarat tertentu.


Dengan pemikiran itu, aku tetap menuruti semua instruksi yang datang lewat smartphone, tapi tidak ada yang berubah.


Yah, yang disuruh juga cuma hal sepele seperti menekan tombol, membuka kunci, menarik tuas, atau menyingkirkan ofuda. Jadi sebenarnya tidak masalah… cuma, aku mulai mengantuk.


Wajar juga, sudah larut malam begini. Awalnya aku hanya berniat cepat menemukan artefak lalu pulang.


Treasure Hall ini tampaknya terbagi menjadi berbagai area. Ini pertama kalinya aku melihat tempat yang seaneh ini.


Berjalan sendirian di Treasure Hall bukan sesuatu yang sering terjadi, jadi ini pengalaman berharga juga, kurasa.


Saat itu, suara terdengar dari smartphone.


『Aku Mary──Tolong lepaskan ofuda yang menempel di penutup sumur tua di situ—sumur yang seharusnya tidak boleh dibuka』


“Baiklah~”


Aku mendekati sumur tua yang tiba-tiba muncul, lalu sesuai instruksi, aku melepaskan ofuda yang menempel di penutupnya dan membuka tutupnya.


Aku mengintip ke dalam, tapi hanya terlihat kegelapan total.


『Aku Mary──kau tahu apa arti “tidak boleh dibuka”, kan?』


“Ya tentu saja. ‘Tidak boleh dibuka’ artinya ya jangan dibuka. Tapi yang memintaku membuka itu kan kau sendiri.”


『Aku Mary──kau sudah menekan 20 Taboo Switch, tahu?』


Akhirnya juga… entah apa maksud dari Taboo Switch itu, aku tidak tahu.


Aku menghela napas, lalu berbicara pada Mary.


“Ada hadiah atau semacamnya?”


『Aku Mary──aku tidak mengerti apa yang kau maksud』


“Kenapa tidak mengerti… aku datang ke sini sampai kurang tidur, tahu?”


『Aku Mary──entah kenapa bukan cuma Lady, aku juga mulai pusing』


Kenapa begitu… aku sudah menuruti semua instruksinya, jadi wajar dong kalau ada semacam imbalan? Misalnya artefak yang kuinginkan, begitu…


Namun, rasa lelah mulai menumpuk. Aku menghela napas panjang dan bersandar pada dinding.


Tiba-tiba terdengar suara *gakon di belakangku. Aku buru-buru menjauh.


『Aku Mary──di-di situ, itu ruang tersembunyi!』


Suara Mary terdengar panik. Tempat yang sebelumnya hanyalah dinding, kini terbuka menjadi sebuah pintu masuk.


Suasananya jelas berbeda dari area-area yang kulalui sebelumnya.


Aku merasa firasat buruk. Berdasarkan pengalaman, apa pun yang kutemukan sendirian biasanya bukan hal yang baik.


Aku melangkah hati-hati ke dalam. Setelah menuruni tangga beberapa detik, di ujungnya terbentang sebuah ruangan logam berwarna putih.


Ruangan itu sederhana: di tengahnya ada meja berbentuk kotak, dan di bagian belakang ada sesuatu seperti altar tua.


Suaranya terasa berbeda—ruangan-ruangan sebelumnya gelap dan bobrok, sedangkan di sini terang dan terasa… modern. Sedikit mengingatkanku pada bangunan milik Code.


『Aku Ma──』


“Halo? Suaramu tidak jelas.”


『Aku──ry. Ja──ng──a──n te──kan────』


Suara Mary tersendat oleh derau, lalu tiba-tiba sambungan terputus. Aku mengecek smartphone dan menggaruk kepala.


Aduh… energinya habis. Padahal tadi Lucia sudah mengisinya penuh, tapi wajar juga—aku terus berkomunikasi berjam-jam sambil menyalakan lampu.


Sekarang bagaimana, ya…


Aku kembali mengamati isi ruangan.


Pertama, di tengah ada meja berbentuk kotak.


Di atasnya terdapat mahkota yang diletakkan di atas sebuah alas, dan di depannya ada tombol.


Lalu di bagian belakang, di atas altar, ada patung logam kusam yang tampak berkilau samar.


Aku menyilangkan tangan dan mengangguk-angguk dengan gaya hard-boiled, lalu tersenyum seperti detektif dalam film noir.


Begitu ya, begitu, ya… begitu, ya?


§ § §


Aku berlari sekuat tenaga, berusaha melarikan diri dari Lucia yang terus mengejarku.


Kecepatannya sekarang tak sebanding lagi dengan beberapa jam yang lalu—ia meluncur di atas lantai beku, mempercepat gerakannya dengan sihir.


Meskipun aku, Lady, terbang sekencang mungkin, aku tak mampu melepaskan diri darinya. Lebih buruk lagi, Lucia tampaknya nyaris tak menguras Mana atau staminanya sama sekali. 


Kalau begini terus, akulah yang akan kehabisan tenaga lebih dulu.


Aku ingin kabur dengan sihir pemindahan, tapi itu pun mustahil. Ia telah menandai diriku dengan sihir, jadi sekalipun aku berpindah tempat, ia pasti akan terus mengejar. 


Lucia berlari tanpa bersuara, tanpa ekspresi, hanya menatap lurus ke arahku—dan itu saja sudah cukup membuat bulu kudukku merinding.


Mengusirnya juga bukan pilihan. Fungsi utama Treasure Hall ini hanyalah untuk melakukan penculikan misterius, bukan untuk mengusir seseorang. Kecuali orang itu sendiri menginginkan untuk keluar, hal itu mustahil dilakukan—dan Lucia jelas tidak punya niat seperti itu.


Di tengah kebingungan dan ketakutanku yang memuncak, Mary akhirnya bergabung denganku.


“Aku Mary──ini gawat! Krai menemukan ruang altar!”


“!?”


“Apa!?”


Ruang altar—itu adalah bagian paling dalam dari Treasure Hall ini. Memang bukan ruangan yang harus dilindungi oleh kami, tapi untuk menemukan sebuah kamar kecil di tempat sebesar ini, itu seharusnya sangat sulit.


“Aku Mary──aku ingin menjelaskan padanya, tapi sambungannya terputus! Energinya habis!”


“Eh……”


“Aku Mary──tapi setidaknya aku sempat bilang padanya untuk tidak menekan tombolnya!”


Di ruang altar itu terdapat patung Dewa Bintang, sebuah mahkota, dan satu buah tombol.


Patung dan mahkota itu adalah Taboo Switch—pemicu terlarang. Bila seseorang meletakkan mahkota yang ada di meja di atas kepala patung itu, maka Phantom—makhluk yang diciptakan oleh Dewa Bintang—akan bangkit kembali. Itu adalah bagian dari persiapan untuk melakukan invasi ke dunia.


Namun, yang lebih berbahaya lagi adalah tombol di atas meja itu.


Berbeda dari Taboo Switch lainnya, tombol itu tidak membangkitkan sesuatu yang tersegel.


“Aku Mary──kalau tombol itu ditekan, dunia akan menyatu. Ini terlalu cepat! Belum saatnya!”


Tombol itu berfungsi untuk menghubungkan Treasure Hall ini dengan dunia luar.


Seharusnya tombol itu baru ditekan setelah ketakutan manusia terkumpul cukup banyak dan Dewa Bintang telah kembali.


Begitu tombol itu ditekan, maka dimensi tempat Treasure Hall berada akan bergabung dengan ibu kota Kekaisaran Zebrudia.


Star Shrine's Garden dan dunia luar akan saling terhubung secara bebas, dan para Phantom yang selama ini hanya bisa menampakkan diri lewat rumor, akan bisa berkeliaran di dunia nyata.


Alasan tombol itu belum ditekan sederhana: belum waktunya.


Dewa Bintang belum kembali, dan pengumpulan rasa takut pun baru separuh jalan.


Bagi manusia, tombol itu adalah bencana; menekannya sekarang tak akan menguntungkan siapa pun.


Aku terus berpikir keras sambil tetap berlari.


Kalau Mary sudah memperingatkannya, mungkin pria itu—meskipun dia Krai—tidak akan menekan tombol itu.


Mahkota itu sendiri… yah, tak apa-apa kalau sampai dikenakan. Bahkan bisa dibilang itu menguntungkan.


Kalau Phantom yang diciptakan Dewa Bintang itu benar-benar bangkit, keadaan akan segera berbalik. 


Patung itu jelas dibuat agar tampak seolah memang untuk dipasangi mahkota. Jadi, seorang pemburu sejati mungkin akan mencoba melakukannya.


Setidaknya, fakta bahwa kami tahu di mana Krai berada adalah kabar baik.


Aku harus mengarahkan Lucia ke sana. Kalau kami bisa mencapai tempat Krai, mungkin amarah Lucia akan mereda.


Treasure Hall ini bisa membeku seluruhnya kalau dibiarkan. Aku menggertakkan gigi, menyalakan kembali semangatku, dan memeriksa Lucia yang semakin mendekat tanpa sepatah kata pun.


Dengan sisa tenaga terakhir, aku mempercepat laju terbangku.


“Onee-chan! Onii-chan ada di sini!!”


§ § §


“Hmm, hmm, hmm… ini menarik sekali.”


Aku mengangguk-angguk sambil menatap mahkota yang berkilau lembut di depanku.


Beberapa detik setelah menuruni tangga dari pintu tersembunyi, aku sampai di sebuah ruang rahasia yang sangat menarik.


Sebuah patung yang menatap ke langit, sebuah mahkota perak, dan sebuah tombol besar berwarna merah.


Aku memang lemah, tapi bagaimanapun juga, aku ini seorang pemburu harta karun. Kalau bilang aku tidak tertarik pada reruntuhan atau mekanisme rahasia, itu jelas bohong. 


Aku hanya lebih mengutamakan keselamatan. Kalau Treasure Hall ini aman, tak ada salahnya meneliti dengan tenang.


Jadi, apa sebenarnya kebenaran yang tersembunyi di balik tiga benda ini?


Darah pemburu dalam diriku mulai bergejolak.


Aku ingin memikirkannya dengan tenang, tapi sudah cukup lama sejak aku masuk ke Treasure Hall ini. Kalau tidak segera kembali, bisa-bisa fajar keburu tiba.


“Yah, untuk saat ini ambil dulu mahkotanya. Aku ini kan pemburu harta karun…”


Sambil menasihati diri sendiri, aku mengangkat mahkota itu dari tumpuannya. Mahkota itu terasa ringan.


Aku memutarnya beberapa kali, memeriksa bentuknya. Selain ukiran pola di permukaannya, tidak ada hal mencolok lainnya.


Hmm, jadi ini artefaknya, mungkin? Bukan benda yang kuharapkan sih, tapi…


Aku lalu menatap patung yang seolah sengaja dipajang mencolok di ruangan itu. Sebuah patung humanoid aneh, dengan lekukan di bagian kepala—tempat yang tampak pas untuk memasang mahkota itu.


Aku mengangguk lagi. Sebuah teka-teki sederhana yang bahkan orang bodoh pun bisa mengerti. Sungguh, Treasure Hall ini seperti sedang meremehkanku.


Pasti kalau mahkota ini dipakaikan ke patung itu, sesuatu akan terjadi, kan?


……………………Uuuhhhhhhmmm.


Setelah berpikir panjang, aku akhirnya memutuskan untuk mengenakan mahkota itu di kepalaku sendiri.


Ya, aku tahu, kok. Aku tahu maksudnya pasti agar mahkota itu dikenakan pada patung. Aku juga sadar kalau melakukan itu mungkin akan memicu sebuah mekanisme.


Tapi begini… kalau aku langsung pasangkan ke patung, nanti aku tidak punya apa-apa yang tersisa di tanganku.


Aku datang ke sini untuk mendapatkan artefak. Aku belum tahu apakah mahkota ini artefak atau bukan. Tapi kalau begitu, bukankah lebih baik memastikan dulu? Lagi pula, aku yang menemukannya, jadi ini milikku. Begitulah aturan di Treasure Hall.


Kata “gagal sebagai pemburu harta karun” sempat melintas di kepalaku.


Tapi, sejujurnya, aku sudah gagal sebagai pemburu harta karun sejak lama.


Dan, lihat saja—Mary juga tidak pernah menyuruhku untuk memasangkan mahkota itu, kan? Yah, mungkin dia memang berniat mengatakan itu nanti, tapi energi smartphone-nya sudah habis.


Setelah memutar otak dan membenarkan diri dengan segala alasan logis, aku menarik napas panjang.


Selanjutnya tinggal tombol merah besar itu, ya…


Saat sedang memikirkannya, angin dingin tiba-tiba berembus dari arah pintu masuk.


“Ah, Lucia.”


Yang masuk dengan tergesa-gesa hingga hampir terjatuh di tangga adalah seseorang yang tidak mungkin salah kukenali—adikku, Lucia.


Napasnya tersengal, kulitnya pucat, dan tatapannya dingin.


Ada apa, malam-malam begini? Kebetulan sekali. Aku hendak menyapanya dengan santai, tapi tiba-tiba Lucia menubrukku.


“!?!? K-kenapa, ada apa!?”


“…Syukurlah.”


Ternyata itu bukan tubrukan—dia memelukku.


Rambutnya yang dingin seperti es menyentuh pipiku, tubuhnya terasa beku tapi lembut.


Sudah berapa tahun sejak terakhir kali Lucia memelukku, ya? Aku mencoba mengingat, tapi rasanya sudah terlalu lama sampai aku bahkan tidak bisa mengingatnya lagi.


Aku berdeham pelan, mencari kata yang pas… lalu mencoba bicara dengan gaya hard-boiled.


“Hei? Jangan-jangan kau khawatir padaku?”


“…Apa kau bodoh?”


“T-tidak kok, aku baik-baik saja. Treasure Hall ini kan aman. Aku tahu kalau Phantom tidak akan muncul di sini…”


“……”


Yah, repot juga. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Lucia memelukku, tapi sudah lebih lama lagi sejak terakhir kali aku melihatnya menangis.


Sejak dulu, aku memang tak pandai menenangkan Lucia yang menangis.


Meski sebenarnya, Lucia jarang sekali menangis… tapi kalau sudah begini, sebagai kakaknya, aku cuma bisa minta maaf.


“T-tidak, ini salahku. Maaf ya. Semua urusanku di sini sudah selesai kok, jadi ayo cepat pulang. Lucia ini benar-benar baik, ya.”


Yah, sesekali melihat Lucia yang menangis begini tidak buruk juga.


Aku mengelus punggungnya beberapa kali, lalu perlahan melepaskan pelukannya.


Wajah Lucia kini memerah padam. Air mata masih menggantung di matanya, tapi sikap lembutnya barusan sudah lenyap. Kelihatannya begitu sampai rumah, aku bakal kena marah habis-habisan.


Sungguh, adikku ini terlalu khawatir… tapi, yah, jujur saja… aku sedikit—tidak, cukup senang, kok.


“S-sungguh… aku sedikit terbawa emosi saja. Semua orang pasti juga khawatir. Mari cepat pulang.”


Lucia berdeham kecil saat mengatakan itu. Wajahnya tampak malu.


Padahal tadi dia melompat menubrukku, dan itu jelas bukan “sedikit” terbawa emosi.


Lucia lalu berjalan ke arah pintu keluar.


Saat itulah, aku tiba-tiba teringat sesuatu—hal yang hampir saja kulupakan.


Hebat, hari ini pikiranku benar-benar tajam.


Sambil tersenyum kecil, aku menekan tombol merah besar di atas meja itu. 


*Klik.


Dunia bergetar. Lucia seketika menoleh dengan wajah panik, lalu berlari menghampiriku.


Wajah yang tadi merah sekarang mendadak pucat pasi.


“!? N-nii-san! Apa yang barusan kau lakukan!?”


“Eh? Aku cuma menekan tombolnya saja.”


“Kenapa!? Kenapa kau tekan!?”


“Yah, soalnya Mary bilang jangan pernah menekannya, jadi──”


“Kalau sudah dibilang jangan, kenapa malah ditekannnnn!! Lagipula siapa itu Mary!?”


Lucia mengguncang bahuku dengan kuat.


“T-tunggu, Lucia! Dengarkan dulu! Aku cuma—sepanjang perjalanan ke sini—sudah sering disuruh hal-hal semacam ini oleh Mary! Mary itu… mungkin Phantom, dan──”


Sebagai pembelaan diri, ya, sepanjang jalan aku memang terus disuruh melakukan hal-hal aneh.


Menekan tombol yang dilarang, melepas jimat yang katanya jangan disentuh, membuka sumur yang seharusnya dibiarkan tertutup—jadi ya, wajar saja kalau akhirnya aku menekan tombol terakhir ini juga.


“Dasar bodoh! Jangan dengarkan ucapan Phantom!! Mou, mouu, mouuu, mouuuuuuuu!!”


Lucia berteriak sekencang-kencangnya. Sudah lama aku tak mendengar suaranya sampai membuat telingaku berdenging begini.


Dan kemudian──


Dunia berubah, disertai suara retakan yang menggema di udara.


§ § §


Saya Chromis tak bisa mempercayai matanya sendiri.


Tanah bergetar, langit beriak, dunia berguncang.


Mereka yang menunggu di ruang Clan Master—Luke dan Liz—langsung heboh.


“Oh? Apa ini gempa?”


“Hmm, sepertinya bukan gempa biasa, ya? Lagipula, Krai-chan kan pergi beres-beres…”


Liz berkata sambil santai. Memang, ini jelas bukan gempa biasa.


Di mata Saya terlihat sesuatu: dunia itu menekuk, bertumpuk, lalu bersatu kembali.


Fenomena yang benar-benar layak disebut bencana kosmis. Skala yang tak terbayangkan—lebih besar daripada jatuhnya Code. Bahkan bencana Magi yang terjadi di Terrace tak sedahsyat ini.


Penyebabnya belum jelas, tetapi apa yang hendak terjadi bisa ditebak.


“Treasure Hall itu, dan ibu kota ini… sedang berusaha menyatu.”


“Eh? Serius?”


“kill… kill…”


Sebenarnya, Treasure Hall itu dan Ibu kota Kekaisaran Zebrudia sudah saling tumpang tindih sejak awal. Yang membuatnya belum benar-benar menyatu adalah perbedaan dimensi. 


Namun kini, dua dunia yang sebelumnya hanya bisa dihubungkan lewat beberapa pintu itu sedang berubah.


“Onii-chan, hubungi mereka.”


“Humu!”


Mendengar itu, Ansem bergegas keluar kamar sambil berlari kencang. Mereka yang berjaga pun kalang kabut. Mungkin seluruh warga ibu kota sudah merasakan gempa dan perubahan ini.


Saat itu, permukaan cermin yang berada di hadapan mereka menekuk, dan setengah tembus pandang—hantu muncul. Hantu yang memainkan alat musik yang semula mengejar Lucia.


Batas dunia memang mulai samar. Selama ini, Phantom dari Treasure Hall seharusnya tak bisa berkeliaran bebas di luar—tetapi sekarang aturan itu berubah.


Kekacauan besar akan melanda seluruh ibu kota; mungkin negara bisa hancur. Andai Saya masih bisa memakai Sarasara mungkin semuanya bisa dihentikan, tapi kini ia tak punya cara untuk bertarung.


Wajah Saya berubah pucat. Di hadapannya, Luke Sykol dengan tenang melakukan gerakan, lalu mengayunkan bilah pada hantu itu.


“!?”


Hantu orkestra terbelah lalu segera sembuh kembali. Namun sepertinya terkena getaran: mulutnya terlepas dari alat musiknya. Luke bersorak melihat itu.


“Ohhhhh, ketemu yang tidak bisa ditebas! Ini kesempatan untuk belajar pedang roh!”


“!?”


Sebenarnya, kurasa hantu itu memang tak bisa ditebas─tetapi sebelum sempat protes, hantu itu hancur berkeping-keping. Sembuh, lalu berantakan lagi; sembuh, lalu hancur berkeping-keping. Para hantu menangis lalu melarikan diri kembali ke dalam cermin.


“Uooooohhh! Tidak akan kubiarkan lolossss! Tebas sampai matiiiiii!”


“Ahahahaha, Luke-chan, kau seperti hantu!”


Luke melompat penuh suka cita masuk ke dalam cermin.


Ya—ketika Treasure Hall dan ibu kota bertumpuk, Phantom bisa berpindah bebas ke dunia ini; begitu pula manusia di sini bisa memasuki Treasure Hall. Kini keduanya saling terhubung secara darat. 


Gerbang tak bisa lagi ditutup, dan mungkin otoritas Lady yang selama ini berkuasa di Treasure Hall juga lenyap.


Tapi Luke benar-benar seperti anak kecil yang melihat hantu—betapa beruntungnya aku tidak ikut latihan.


Di depan Saya yang terpaku, Sitri tersenyum lembut dan berkata, 


“Karena begitu, sekalian kita ikut saja? Ksatria pasti tak bisa bergerak; sekarang kita bisa jadi pelopor!”


“Yeay—aku bangunkan Ti. Kita harus menghabisi orang-orang yang mengancam Lucia-chan!”


“Fufufu… mungkin Lucia-chan sudah menghabisi mereka……”


Bolehkah mereka sesantai itu? Seluruh ibu kota sedang panik, kan—tetapi──


“Kau juga ikut kan, Saya-chan? Kau harus menghabisi Sarasara itu, kan?”


“Benar. Anak yang tak mau menurut harus dihajar sampai kapok, agar tak mengkhianati lagi.”


Liz tersenyum selebar bunga dan meraih tanganku. Sitri lalu bertepuk tangan kecil sesuai irama.


Di hadapan senyum mereka berdua, aku menunda semua keraguan.


Tenaga mengalir masuk. Kedua mataku terasa panas. Lucia memang anak yang baik, tapi Liz dan Sitri juga tak kalah menarik. Jika kita bisa bertarung bersama, hal lain tak penting—dan para Foreigner itu memang harus dikalahkan─dihabisi.


Datang ke ibu kota memang keputusan yang tepat.


Menghabisi mereka… agar mereka tak pernah mengkhianatiku lagi.


§ § §


“Fuhahahahahahahahaha! Akhirnya kau melakukannya juga, Senpen Banka! Tak kusangka kau benar-benar memanggil para Phantom ke ibu kota ini! Apa yang sebenarnya sudah kau lakukan!?”


Suara tawa Franz menggema di markas besar penanggulangan penculikan misterius yang kini kacau seperti sarang lebah yang diganggu.


Para staf berlarian dengan mata merah dan wajah panik, sementara pasukan yang bisa bertarung sudah dikerahkan untuk menenangkan kekacauan di luar.


“Namun, semuanya sia-siaaa! Sudah kuduga ini akan terjadi, jadi aku telah menyiapkan barisan pertahanan yang sempurna! Aku sudah membangunkan seluruh ksatria dan menutup semua lokasi terjadinya penculikan misterius! Hahaha, aku pantas dipuji karena bertindak cepat!”


“Ma–Master Senpen Banka──”


“Siapa yang Master Senpen Banka, hah, dasar kauuuu!!!”


“Ma–maaf! Mohon maaf! Saya mohon maaf!!”


Utusan ksatria itu membungkuk berulang-ulang, sementara situasinya sudah mencapai titik kekacauan total.


Tak seorang pun tahu pasti apa yang sedang terjadi. Satu-satunya hal yang jelas adalah: berbagai jenis Phantom mulai bermunculan di seluruh kota melalui tempat-tempat di mana penculikan misterius pernah terjadi.


Untungnya, masih pagi, jadi kepanikan belum menyebar terlalu luas. Tapi memikirkan seberapa besar kerusakan yang akan terjadi saja sudah menakutkan.


“Kali ini, Senpen Banka, kau pasti akan kujebloskan ke penjara! Tunggu saja! Bahkan Yang Mulia Kaisar pun tak bisa melindungimu kali ini!!”


“Be–belum tentu ini perbuatan Senpen Banka──”


“Sudah pasti!! Siapa lagi yang akan melakukan hal seperti ini!? Kau sama sekali tak mengerti sifat pria itu! Aku ini bahkan sudah dijuluki Penanggung Jawab Senpen Banka, kau tahu!?”


Franz berteriak mengakui kenyataan yang sebetulnya tak ingin ia akui.


Kurang tidur membuat emosinya menembus batas kewarasan.


“Jadi, kau memang Master Senpen Banka, ya…”


Salah satu bawahannya bergumam pelan, tapi Franz tak peduli.


Ia justru merasa luar biasa. Setelah melewati krisis ini, akhirnya ia bisa terbebas dari jabatan Penanggung Jawab Senpen Banka.


Kali ini bahkan hukum kekaisaran pun takkan bisa menyelamatkan Krai. Sekalipun dia seorang Pemburu Level 8──


“Komandan Franz! Kami menemukan para korban penculikan misterius! Tampaknya penjara dalam Treasure Hall terhubung dengan saluran air bawah tanah──Hugh sedang memimpin para korban untuk melarikan diri! Karena terlalu banyak Phantom, kami sudah mengirim pasukan bantuan!”


“!! Saluran air bawah tanah, ya. Pastikan semuanya pulang hidup-hidup!!”


Hugh… syukurlah dia selamat.


Itu kabar baik—di antara laporan terburuk, laporan sangat buruk, dan laporan buruk lainnya, setidaknya satu kabar baik bisa kusampaikan pada Yang Mulia Kaisar……


Franz menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri, lalu menatap langit-langit sambil bergumam lirih.


“Itu masih belum cukup, Senpen Banka……”


§ § §


Hari itu menjadi hari terburuk sekaligus hari paling bersejarah bagi Kekaisaran Zebrudia.


Di balik perkembangan pesat ibu kota kekaisaran, terdapat sebuah Treasure Hall bernama Star Shrine's Garden yang secara diam-diam telah mengumpulkan kekuatan.


Ketika Treasure Hall itu menyatu dengan ibu kota, kota tersebut berubah menjadi wilayah terkutuk yang dipenuhi oleh Phantom. Berkat upaya keras para pemburu dan ksatria, mereka akhirnya berhasil mempertahankan bentuk kota itu dengan susah payah.


Sejak saat itu, ibu kota Zebrudia menjadi satu-satunya kota di dunia yang berhasil hidup berdampingan dengan para Phantom. 


Namun, tak seorang pun tahu atau berani menceritakan apa yang sebenarnya menyebabkan peristiwa tersebut terjadi.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close