NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Nageki no Bourei wa Intai Shitai V13 Epilogue

 Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena


Epilogue

Nageki no Bourei wa Intai Shittai ⑬



“Aku memohon maaf atas sedalam-dalamnyaaaaaa!!”


“!? A-apanya yang kau minta maaf, dasar bodohhh!!”


“Te-tenanglah, Lord Franz! Kita harus dengar penjelasannya terlebih dahulu—!”


Salah satu negara terkuat di dunia, Kekaisaran Zebrudia.

Di pusatnya, berdiri megah istana kekaisaran, tempat aku—Krai Andrey—dipanggil hari ini.


Beberapa hari terakhir, suasana di ibu kota berubah drastis.


Kudengar, kini Phantom mulai bermunculan di tengah kota.


Untungnya, aku sendiri belum pernah bertemu satu pun, jadi masih agak sulit dipercaya. Tapi kalau semua ksatria dan pemburu sampai dikerahkan untuk menanganinya, maka sepertinya berita itu benar.


Hingga saat ini belum terdengar laporan insiden berdarah, mungkin karena kekuatan pertahanan Kekaisaran Zebrudia yang memang luar biasa.


Aku kini berada di sebuah ruangan besar yang tampak seperti ruang rapat.


Begitu pertemuan dimulai, aku langsung berlutut dan melakukan dogeza dengan penuh gaya.


Tentu saja, teriakan marah langsung menghujaniku.


Suara itu—aku mengenalnya. Ternyata Franz-san. Belakangan ini, entah kenapa, aku sering sekali terlibat dengannya.


“Berdiri, Senpen Banka! Aku tidak memanggilmu ke sini untuk melihatmu bersujud seperti itu!”


Suara berat menggema, membuatku perlahan mengangkat kepala dari lantai.


Ruangan itu sangat sederhana, tidak seperti bagian istana yang biasanya dipenuhi kemewahan.


Hanya meja besar dikelilingi oleh para bangsawan berwajah tegang.


Franz-san berdiri di sisi ruangan, wajahnya merah padam, tubuhnya bergetar menahan emosi.


Dan di kursi paling ujung ruangan, duduk seseorang yang auranya luar biasa berat.


…Jangan-jangan itu Yang Mulia Kaisar sendiri!?


Jantungku seketika seperti berhenti berdetak.


Seorang penguasa sekelas Kaisar Zebrudia bukanlah sosok yang bisa ditemui sembarangan.


Jika aku dipanggil bukan untuk audiensi resmi… ini pasti bukan hal yang baik.


Kaisar perlahan membuka mulut, sementara Franz-san menatapku tajam sambil menenangkan napasnya yang berat.


“…Senpen Banka, kau tahu kenapa kau dipanggil ke sini, kan?”


Biasanya aku akan menjawab “tidak tahu,” tapi kali ini… anehnya, aku tahu.


Ya, aku tahu betul kenapa aku di sini.


Selama ini, aku selalu terseret dalam berbagai insiden besar—dan hampir selalu bukan salahku.


Kalaupun salah, paling cuma 10%, maksimal.


Tapi kali ini… meskipun aku tidak sepenuhnya paham alasannya, aku tahu jelas bahwa aku memang punya andil besar dalam kekacauan ini.


Mungkin tidak 100%, tapi… 50%, atau 70%?


Intinya, kali ini aku benar-benar tidak bisa mengelak.


Lagipula, kalau aku berbohong pun, Lucia pasti akan mengatakannya dengan jujur. Dan dia pasti benar.


Aku menarik napas panjang, lalu berkata dengan sepenuh penyesalan.


“…Ini pasti soal tombol yang kutekan—yang membuat Phantom bermunculan di luar sana, kan?”


“!? …Apa?”


Ruangan itu mendadak hening.


Tombol itu… ya, tombol yang kutemukan di Treasure Hall hari itu.


Ketika kutekan, seluruh dunia seolah berubah.


Tidak ada sesuatu yang langsung terlihat berubah, tapi bahkan aku, yang tidak terlalu peka terhadap hal-hal magis, bisa merasakannya dengan jelas.


Mungkin bisa dikatakan… segalanya di sekitarku berubah.


Aku masih tidak tahu apa fungsi tombol itu sebenarnya. Tapi semenjak aku menekannya, Phantom mulai bermunculan di seluruh ibu kota.


Jadi, sangat masuk akal kalau keduanya saling berkaitan.

…Meskipun, tentu saja, bisa saja itu cuma kebetulan!


Aku sering berpikir bahwa kalau teman masa kecilku membuat kekacauan besar, aku akan langsung kabur dari ibu kota.


Tapi ternyata, setelah aku sendiri yang membuatnya… rasanya aku malah tidak bisa lari.


Sungguh, itu jebakan yang terlalu licik!


Keheningan kembali menyelimuti ruangan.


Akhirnya, Franz-san dengan suara serak bertanya:


“Tunggu sebentar、apa yang barusan kau katakan?”


“Umm… kalau aku menekan tombol di tempat aku menghilang itu, lalu Phantom mulai muncul di luar?”


“……Dengan kata lain, kau mengatakan… kekacauan besar yang terjadi sekarang ini—adalah ulahmu sendiri?”


“Yah… mungkin?”


“………………”


Wajah Franz-san memerah semakin hebat. Para bangsawan lain menatapku dengan ekspresi antara bingung dan marah.


Sementara Kaisar menutup mata, menghela napas berat, menekan pelipisnya.


Oh… jadi beginilah reaksi orang-orang kalau aku benar-benar membuat bencana nasional, ya.


Aku cukup tahu hukum kekaisaran—kalau aku melakukan ini dengan sengaja, hukumannya pasti hukuman mati.


Sekalipun ini kecelakaan, berat-ringannya hukumanku tergantung dari seberapa meyakinkan aku menjelaskan semuanya.


“Tapi, tapi sungguh, aku tidak bermaksud begitu! Ini semua gara-gara kasus penculikan misterius belum juga selesai!”


“………………”


Aku sudah tahu kenapa Lucia waktu itu berada di sana.


Kalau saja kasus penculikan misterius cepat diselesaikan, aku tidak akan tertipu dan masuk ke Treasure Hall itu, apalagi menekan tombolnya.


Jadi… kalau dipikir-pikir, ini juga bisa dibilang kesalahan pihak ksatria yang lamban menangani penyelidikan, kan?


…Tidak bisa ya?


“…………”


Suasananya makin mengerikan.


Aku tahu aku akan dimarahi, tapi… keheningan seperti ini jauh lebih menakutkan.


Franz-san tampak menahan diri keras-keras agar tidak berteriak.


Aku pun akhirnya hanya bisa menunduk dengan wajah menyesal dan berkata,


“Benar-benar, aku minta maaf. Tapi… kudengar para korban penculikan misterius semuanya berhasil diselamatkan, kan?”


“……Ya. Semuanya selamat.”


“Dan tidak ada korban jiwa akibat serangan Phantom, berkat kesiagaan ksatria dan para pemburu, benar begitu?”


Itu adalah informasi dari Eva.


Aku selalu memastikan jumlah korban, karena jika sampai ada yang mati gara-gara kesalahanku… aku tidak akan bisa memaafkan diri sendiri.


“…………”


“…………”


“…………”


“…………”


Keheningan lagi.


Tegangannya sudah sampai level mimpi buruk.


Akhirnya, Franz-san berbicara pelan dengan suara bergetar.


“Biasanya kau selalu bilang tidak tahu, tapi kali ini justru mengakuinya sendiri… apa maksudmu sebenarnya?”


Eh? Maksudku cuma ingin jujur saja, karena aku memang merasa bersalah.


Lagipula, kalau aku sembunyikan, toh nanti akan ketahuan juga. Lebih baik mengaku di awal, kan?


“Yah… biasanya memang aku tidak tahu apa-apa. Tapi kali ini aku tahu apa yang kulakukan. Kejujuran itu kebajikan, bukan? Kalau kalian ingin memastikan aku tidak berbohong, silakan gunakan True Tears.”


True Tears, artefak kebanggaan kekaisaran yang bisa menyingkap kebenaran.


Dengan itu, mereka bisa membuktikan bahwa aku berkata jujur.


Namun, wajah Franz-san tidak berubah sedikit pun.


Ia hanya menarik napas panjang berkali-kali, lalu bertanya dengan nada menahan amarah:


“Jadi, Senpen Banka. Boleh aku simpulkan bahwa kau mengetahui segalanya tentang insiden penculikan misterius ini?”


“Eh… tidak juga.”


Aku tidak tahu apa-apa, sungguh!


“Yang kutahu cuma… aku menekan tombol itu. Dan itu pun karena aku ditipu! Itu jebakan Phantom! Lagi pula, aku ini sedang dalam masa skorsing di ruang Clan Master! Mana mungkin aku tahu banyak hal!?”


“Guhh… kau… sungguh berani bicara begitu──!!”


Hari ini, Franz-san tampak lebih tenang dari biasanya.


Kurasa karena di ruangan ini ada Kaisar dan banyak bangsawan, jadi ia tidak bisa seenaknya membentak.


Kalau begitu… mungkin sekarang waktu yang tepat untuk bertanya sesuatu yang mengganjal.


“A-anu… aku ingin memastikan satu hal.”


“Apa?”


Franz-san menatapku dengan tatapan membunuh.


Aku menarik napas panjang dan dengan hati-hati mengajukan pertanyaan pentingku.


“Apakah… insiden kali ini… termasuk melanggar hukum kekaisaran?”


“!? …Apa!?”


Franz-san menatapku lebar-lebar, amarahnya seketika sirna karena kaget.


Namun sesaat kemudian, ekspresinya kembali berubah menyeramkan—tapi sebelum ia bisa berbicara, Kaisar yang duduk di sampingnya menghela napas berat dan berkata:


“Senpen Banka, aku sudah mendengar penjelasanmu. Kasus kali ini memang belum pernah terjadi sebelumnya, dan ya—tentu saja ini menyentuh ranah hukum kekaisaran. Namun… kita masih memerlukan waktu untuk memahami seluruh situasinya. Untuk sementara, aku perintahkan kau untuk tetap dalam masa skorsing. Jangan melakukan apa pun sampai keputusan resmi dijatuhkan.”


§ § §


Senpen Banka keluar dari ruang rapat dengan ekspresi menyebalkan, terang-terangan, namun sedikit menyesal.


Franz Ergmann merasa ingin berteriak dan membuang semua tanggung jawab untuk pertama kalinya setelah sekian lama. 


Satu-satunya alasan ia masih bisa menahan diri adalah karena Kaisar sendiri duduk di sampingnya—dan karena ia sudah cukup sering menjadi korban keisengan Senpen Banka.


Suasana ruang rapat terasa aneh dan berat. Tak seorang pun berani bicara.


Situasi di mana para bangsawan Kekaisaran terdiam total seperti ini nyaris tak pernah terjadi sebelumnya. Namun kali ini, ucapan Senpen Banka benar-benar di luar batas.


Alasan Franz dan yang lain memanggil Senpen Banka hanyalah untuk menanyakan detail mengenai insiden kali ini. 


Tapi sebenarnya, Franz tidak pernah berharap pria itu akan memberikan jawaban yang berguna. Dalam kasus-kasus besar sebelumnya, Senpen Banka selalu bersikeras “tidak tahu apa-apa.”


Namun kali ini berbeda.


Mereka sudah memiliki informasi dari Hugh tentang penyebab penculikan misterius—yakni Treasure Hall bernama Star Shrine's Garden, sebuah tempat yang menggunakan “ketakutan manusia” sebagai sumber dayanya.


Ketika Kekaisaran memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke reruntuhan Treasure Hall berbentuk kuil itu, mereka sudah memperhitungkan risikonya.


Mereka tahu itu berbahaya—namun kota besar harus dibangun di sana untuk menyerap Mana Material dan mencegah kuil tersebut bangkit kembali.


Dan usaha itu, sejauh ini, telah membuahkan hasil.


Phantom yang meluap keluar dari Treasure Hall kali ini tak begitu kuat. Pasukan yang Franz tempatkan berhasil menahan semuanya tanpa kesulitan berarti.


Dibandingkan dengan Phantom dari Treasure Hall asli, kekuatan mereka terlalu lemah—bukti bahwa sumber Mana Material sudah nyaris habis. Dengan kata lain, keputusan Kaisar sebelumnya untuk memindahkan ibu kota adalah keputusan yang tepat.


Pemerintah Kekaisaran menyimpulkan bahwa peristiwa kali ini adalah semacam bencana alam.


Tidak ada korban jiwa, dan seandainya ibu kota tidak dipindahkan, Treasure Hall yang lebih kuat pasti sudah muncul dan menghancurkan segalanya.


Oleh karena itu, tak seorang pun bisa disalahkan—tidak para pemburu, tidak pula ksatria yang gagal menanganinya lebih cepat.


Seharusnya begitu.


Namun semuanya hancur seketika, oleh satu kalimat dari Senpen Banka.


“Aku yang melakukannya,” katanya.


Dan ia mengatakannya di depan umum.


Situasi yang tadinya “tanpa pihak yang bersalah” kini berubah total—tiba-tiba muncul pelaku utama.


Ini bukan sesuatu yang bisa diselesaikan dengan tawa, dan tidak boleh dianggap enteng.


“Kejujuran itu kebajikan,” begitu katanya!?


Apa yang sebenarnya dipikirkan orang itu!?


Alih-alih memberikan informasi penting, dia justru menyerahkan pengakuan yang tak diperlukan—benar-benar yang terburuk.


“Dialah pelakunya,” begitu katanya dengan ringan.


Jika saja ia berkata “tidak sempat mencegahnya,” Franz mungkin masih bisa menerimanya. Tapi mengaku sebagai penyebabnya? Itu sungguh keterlaluan.


“Baiklah, mari kita dengar pendapat semua orang,” ucap Kaisar, yang dikenal akan ketegasan dan kekuatannya, sambil menghela napas berat.


“Kalau kita menilai berdasarkan hukum Kekaisaran, hukuman mati adalah yang paling pantas… atau kalau beruntung, pembuangan permanen.” ujar salah satu bangsawan,


“Dia memang tidak pernah benar-benar bersikap kooperatif dengan Kekaisaran. Keajaiban saja dia belum dibuang dari dulu.”


Ucapan itu membuat Franz mendengus dalam hati.


Senpen Banka tidak dibuang justru karena dia bukan ‘sekadar pemburu biasa’. Memang aneh bahwa dia belum pernah dihukum atas berbagai kekacauan sebelumnya, tapi alasan di baliknya juga masuk akal—dia terlalu berbahaya sekaligus terlalu berguna.


Franz memang berniat menjebloskannya ke penjara karena telah melanggar masa skorsing.


Namun bila tuduhannya berubah menjadi “melepaskan Phantom di seluruh ibu kota,” maka masalah ini menjadi jauh lebih serius.


Menurut hukum, memang seharusnya hukuman mati atau pembuangan seumur hidup dijatuhkan. Tak ada bandit gila mana pun yang akan melakukan hal seperti itu. Tapi tetap saja—itu keputusan yang terlalu dangkal.


Lalu, seorang bangsawan lain mengangkat tangan.


“Sebentar. Jangan lupakan hubungan diplomatik dengan Yggdra. Jika kita menghukum mati Senpen Banka sekarang, hubungan itu bisa batal total.”


“Mustahil. Aku dengar Putri Selene sendiri sangat bersemangat menjalin hubungan dengan kita. Dia tidak akan membatalkannya hanya karena satu kriminal, bukan?”


Tidak—Putri Selene pasti akan melakukannya.


Dan rakyat Yggdra tidak akan menentangnya.


Negara itu pada dasarnya adalah monarki absolut, dengan Putri Selene sebagai penguasa tunggal.


Bahkan Kaisar Zebrudia yang memiliki kekuasaan besar pun tampak kecil dibandingkan Putri Selene di negerinya.


Bagi rakyat Yggdra, Selene Yggdra Frestel adalah sosok dewi yang hidup di dunia fana. Jika ia berkata “ya,” maka itu “ya.” Jika ia berkata “tidak,” maka itu “tidak.”


Bahkan para Noble yang menjadi penasihatnya pun tidak pernah menentang keputusan sang putri.


“Sekarang bukan saatnya membuat hubungan diplomatik itu batal. Kalian tahu betapa banyak negara yang menantikan posisi itu?”


Benar.


Meski insiden aneh seperti penculikan misterius sedang terjadi, Kekaisaran tetap dipenuhi semangat karena prospek hubungan diplomatik dengan Yggdra.


Jika itu dibatalkan sekarang, maka itu akan menjadi aib terbesar dalam sejarah Kekaisaran.


Lagi pula, Putri Selene yang bebas berkeliling ibu kota sudah sangat populer di kalangan rakyat.


Namun, mengusir Senpen Banka juga sama buruknya.


Dia memang menyebalkan, tapi tak bisa disangkal bahwa dia sangat kompeten.


Bahkan dalam kasus ini—begitu dia mulai bergerak, insiden itu segera berakhir.


Apa yang dia lakukan memang keterlaluan, tapi kejahatan semacam itu bahkan tidak mungkin dilakukan oleh orang biasa.


Jika dia diusir, negara lain pasti akan segera merekrutnya.


“Tetapi kita tidak bisa membiarkannya bebas begitu saja. Hukum tetaplah hukum.”


“Benar! Setelah dia sendiri mengaku bersalah, kita tak bisa membiarkannya tanpa hukuman.”


Franz mengepalkan tangan sekuat tenaga dan menjawab dengan tegas:


“Tentu saja. Zebrudia adalah negara hukum. Tak peduli seberapa merepotkan, seorang pelaku kejahatan tetap harus diadili—demi menjaga ketertiban rakyat.”


“Tapi… tak ada korban jiwa, bukan? Karena Lord Franz-lah yang segera menyiapkan barisan pertahanan, aku dengar begitu?”


Itu benar. Tidak ada korban—setidaknya tidak ada yang mati.


Bahkan dalam semua kekacauan yang pernah disebabkan oleh Senpen Banka, tak satu pun berakhir dengan kematian.


Artinya, sesungguhnya pria itu sudah memperhitungkan reaksi Franz.


Ia tahu bahwa Franz akan segera menggerakkan para pemburu dan ksatria yang tidur, lalu menyiapkan pertahanan penuh.


Dia tahu mereka akan mampu menahan Phantom yang muncul.


Semua ini—dari awal sampai akhir—berada di telapak tangan Senpen Banka.


Dan sekarang pun, pasti dia sedang tertawa membayangkan mereka semua panik dan kebingungan.


Jika itu bukan sifat terburuk, lalu apa lagi?


Tiba-tiba, salah satu bangsawan—Lord Gladis, yang dikenal sebagai “Pedang Kekaisaran”—berbicara.


“Ngomong-ngomong… aku dengar desas-desus, pria itu punya kebiasaan ‘menguji’ orang. Katanya dia suka memberikan ujian ekstrem pada siapa pun, entah lawannya mau atau tidak.”


“…Jadi maksud Lord Gladis adalah bahwa orang itu mencoba menguji Lord Franz?” sahut salah satu bangsawan lain.


Ruang rapat langsung gaduh.


Bagi kebanyakan orang, menguji seorang bangsawan adalah tindakan yang tak terpikirkan.


Namun—perkataan itu menohok dengan tepat.


Ya, pria itu akan melakukannya.


Tak peduli lawannya bangsawan, rekan, atau bahkan teman—dia tetap akan ‘menguji’.


Itulah yang diketahui Franz dari hasil penyelidikannya, dan dari pengalamannya sendiri, tentang pria bernama Senpen Banka.


“Sebagai perwakilan Institut Penelitian Artefak, kami menganggap insiden ini berada di luar pemahaman manusia. Tidak tepat menyalahkan satu individu. Bahkan jika Senpen Banka memang melakukan sesuatu, tak mungkin ia bisa memperkirakan Phantom akan muncul di seluruh ibu kota.”


“Institut Astrologi dan Mistik pun sepakat. Jika memang dia tertipu, maka hal itu patut dipertimbangkan dalam pengadilan.”


“Siapa yang akan percaya bahwa seorang Level 8, yang dikenal akan kecerdasannya, bisa tertipu?”


Perdebatan semakin memanas.


Dalam pandangan Franz, setengah dari bangsawan di ruangan itu memang tidak menyukai Senpen Banka.


Namun meski begitu—tidak satu pun dari mereka bisa memutuskan bagaimana seharusnya dia dihukum.


Apakah harus dijatuhi hukuman atau tidak? Jika ya, seberapa berat hukuman yang pantas? Dan yang terpenting—apakah penjara yang sanggup menahan pria dengan kemampuan seaneh itu benar-benar ada di dunia ini?


Dengan suara berat, Kaisar berbicara.


“Sekalipun itu hanya sekadar ‘ujian’, dosanya tetap tak bisa dianggap ringan. Jika kita mempercayai omong kosong seperti ‘aku hanya tertipu oleh mereka’, maka nama Zebrudia akan menjadi bahan ejekan.”


“……Saya sependapat dengan perkataan Yang Mulia. Memang, sejauh ini belum ada korban jiwa, namun jika situasi dibiarkan, bukan mustahil suatu saat nanti akan ada yang tewas. Betapapun lemahnya para Phantom yang muncul, menurut hukum kekaisaran, hukuman mati bagi Senpen Banka tampaknya tak terelakkan. Diperlukan alasan yang kuat bila kita ingin meringankan hukumannya.”


Sejujurnya, Phantom yang mulai bermunculan itu tidaklah terlalu kuat. Berdasarkan laporan sejauh ini, meski wujud mereka aneh dan menakutkan, kemampuan bertarungnya rendah.


Tidak ada pula laporan mengenai makhluk yang mampu mewujudkan ketakutan manusia seperti yang dialami Hugh. Saat ini, para ksatria dan pemburu masih mampu mengatasi situasi.


Namun, mereka tak bisa selamanya mempertahankan kondisi siaga penuh. Tidak ada jaminan bahwa di masa depan tak akan muncul makhluk yang jauh lebih berbahaya. Selama kemungkinan itu ada, hukuman mati bagi Senpen Banka tampaknya tak bisa dihindari.


Tetapi, menanganinya bukanlah hal yang mudah. Untuk melenyapkan Treasure Hall itu sepenuhnya, aliran Mana Material dari jaringan Leylinenya harus diputus—dan tindakan itu dilarang secara global. 


Keselamatan rakyat memang utama, tetapi keberadaan para penduduk di sini justru menekan munculnya kembali Treasure Hall tipe kuil itu. Karena itu, mereka tak mungkin meninggalkan ibu kota.


Masalah ini terlalu besar. Bahkan Asosiasi Penjelajah pun tak akan menentang keputusan hukuman mati bila semua bukti mengarah ke sana. Tapi tetap saja—memutuskan untuk “menghabisi” pria itu adalah langkah yang terlalu berbahaya dalam segala arti.


Sampai di titik itu, Franz mengernyit.


Tidak, tunggu dulu—kenapa pria itu kali ini malah dengan jujur mengakui perbuatannya?


Menyebalkan, tapi kecerdikan licik pria itu memang layak disematkan pada seseorang Level 8. Bahkan tanpa harus disebut jenius, orang dengan sedikit saja akal sehat pasti tahu bahwa pengakuan seperti itu akan membuatnya dijatuhi hukuman mati. 


Tadi dia bahkan sempat bertanya apakah tindakannya melanggar hukum kekaisaran—mana mungkin tidak?


Lagi pula, pengakuan Senpen Banka adalah sesuatu yang, kalau bukan dia sendiri yang mengatakan, tak akan pernah diketahui siapa pun.


Setiap tindakannya selalu punya tujuan. Meskipun sulit melihat kemungkinan bahwa ia hanya ingin membuat Franz dan rekan-rekannya kewalahan, tetap saja, pengakuan kali ini pasti memiliki maksud tertentu di baliknya.


Alasan dia harus dijatuhi hukuman mati……? Apa mungkin, dia berencana memalsukan kematiannya?


Saat pikiran itu terlintas, tiba-tiba cahaya di ruangan padam.


Franz berdiri reflek dan berteriak.


“!? Semua orang, siaga tempur! Lindungi Yang Mulia Kaisar!!”


Ruangan rapat mendadak ricuh dalam kegelapan. Para bangsawan berdiri, dan para ksatria pengawal segera membentuk barisan pertempuran.


Sedikit cahaya lenyap tak akan membuat para ksatria Zebrudia lumpuh. Memiliki kekuatan untuk bertarung adalah kewajiban kaum bangsawan—tidak satu pun dari mereka buta malam.


Namun, apa yang sebenarnya terjadi? Ini bukan sihir, dan bukan pula kecelakaan. Apakah mungkin seseorang mampu menyusup ke ruang terdalam istana—yang dijaga oleh para ksatria terbaik—tanpa menimbulkan kegaduhan?


……Jangan-jangan, Senpen Banka lagi-lagi berulah!?


Dengan firasat buruk yang mengguncang dadanya, Franz menatap ke arah pintu. Tepat saat itu, pintu ruang rapat terbuka lebar.


Dari balik kegelapan, cahaya kebiruan yang redup menyusup masuk. Sosok yang melangkah keluar dari balik cahaya itu adalah seorang gadis berpakaian seragam Akademi Sihir Zebrudia. Refleks, Franz berteriak.


“Itu Phantom yang dilaporkan! Jangan biarkan kabur! Semua pasukan, serang!!”


Atas komandonya, para ksatria bergerak cepat dan rapi.


Mereka sudah terbiasa menghadapi makhluk tak dikenal. Lagi pula, akhir-akhir ini ibu kota memang penuh kekacauan. Setelah pertarungan besar dalam insiden ramalan beberapa waktu lalu, kemampuan para ksatria meningkat tajam.


“Phantom gadis, hah!? Ingat Marin Wails yang kita hadapi tempo hari! Dibandingkan kutukan itu, makhluk ini hanya mainan kecil! Tunjukkan keberanian Zebrudia!!”


Dengan tekad membara, mereka menindas rasa takut dengan niat membunuh yang terasah.


Para ksatria mendekat dengan gerakan cepat dan presisi. Bila satu tumbang, yang lain segera menggantikan. Mereka memang ksatria Zebrudia—pemberani sejati.


Pedang seorang ksatria pertama meluncur menebas ke arah Phantom itu.


Namun tepat saat bilahnya akan menyentuh tubuh sang gadis, suara nyaring bergema di ruangan.


“Sudah cukup! Aku menyerah!!”


“……Apa?”


§ § §


Itu adalah situasi terburuk yang bisa dibayangkan.


Sejak pria itu menekan tombol itu, keadaan Lady dan yang lainnya benar-benar berubah menjadi neraka.


Awalnya, tombol itu seharusnya ditekan setelah ketakutan manusia terkumpul dalam jumlah yang cukup. 


Jika rencana berjalan sebagaimana mestinya, Lady dan rekan-rekannya yang telah menyerap cukup banyak rasa takut manusia akan menjadi jauh lebih kuat.


Namun, semuanya sudah terlambat untuk disesali sekarang.


Akibat tindakan ceroboh pria itu, Treasure Hall yang seharusnya berada di dimensi lain kini telah menyatu dengan dunia nyata. 


Bahkan Lady sendiri tidak mampu mengembalikannya seperti semula.


Seharusnya dia tidak terlalu terfokus pada Lucia. Dia seharusnya langsung menanganinya sendiri.


Yang benar-benar berbahaya bukanlah Lucia yang sedang mengamuk, melainkan Krai Andrey—seseorang yang tak terduga dan bertindak di luar nalar Lady hingga tidak bisa dipahami bahkan pada tingkat eksistensi mereka.


Padahal, penyatuan Treasure Hall dan ibu kota Kekaisaran adalah sesuatu yang juga seharusnya dihindari oleh pihak manusia──


Dan kini, apa yang menanti Lady dan yang lainnya, yang terlempar keluar ke ibu kota dalam keadaan setengah jadi itu, adalah sebuah permainan kejar-kejaran neraka.


“Dia muncul!! Hiu itu keluar!!”


“Jangan biarkan kabur, kepung dia!!”


Seekor monster yang menyimpan dendam mendalam pada umat manusia, Demon Shark—seekor hiu iblis yang dulunya memangsa manusia tanpa ampun—kini justru sedang dikejar-kejar oleh segerombolan pemburu.


Monster yang dulu menebar mimpi buruk di antara manusia itu kini tampak seperti sekadar hewan aneh di mata para pemburu zaman ini.


“Dia bisa beregenerasi, bidik kepalanya!”


“Itu cuma hiu! Digigit sedikit tidak masalah!!”


Kenapa manusia di zaman ini bisa tetap tenang meski digigit Demon Shark?


Sebenarnya, mana yang lebih menyeramkan—manusia atau monsternya?


Sementara panah dan sihir beterbangan di udara, Demon Shark itu hanya bisa berlari ketakutan, berusaha kabur sekuat tenaga.


“Uoooh, akuuu! Akkuu!!”


“Kill kill kill kill kill!!”


Monster Diggy sedang dikejar oleh sosok aneh berwujud pria hanya bercelana dalam dengan kantong kertas menutupi kepalanya.


Pria itu menghancurkan kepala Monster Diggy dengan satu tangan setelah melemparnya dengan kekuatan luar biasa, lalu terus mengejarnya tanpa berhenti—pemandangan yang bahkan tak kalah mengerikan dari yang pernah muncul di Star Shrine's Garden.


“Uooooooh! Targetkuuuu!!”


“Luke-chan curang!!”


“Tolong tangkap dia!! Aku ingin modifikasinya!!”


“!?”


Bahkan makhluk-makhluk yang dilepaskan Krai—yang sebelumnya disegel Treasure Hall—tidak bisa menyelamatkan Lady dan yang lainnya.


Bukan karena mereka lemah. Ada tiga alasan utama mengapa mereka kalah total.


Pertama, para pemburu di ibu kota Kekaisaran terlalu kuat.


Atau lebih tepatnya──terlalu terbiasa.


Meski tiba-tiba muncul banyak Phantom, mereka hampir tidak menunjukkan kepanikan. Hal itu sangat berbeda dari pemahaman umum yang diberikan kepada Lady saat pertama kali ia diciptakan.


Kedua, entah mengapa, pertahanan ibu kota sudah dalam keadaan siaga penuh.


Andaikan mereka bisa menyerang warga sipil lebih dulu, Lady dan kelompoknya mungkin bisa memperoleh lebih banyak rasa takut dan menjadi lebih kuat. Tapi dengan penjagaan ketat seperti itu, mereka tak bisa berbuat apa pun.


Dan ketiga──yang paling fatal──di ibu kota sudah ada makhluk-makhluk yang bahkan melampaui Lady dan para Phantom.


Pria berkantong kertas tadi adalah salah satunya, tapi ada juga Underman yang mengeluarkan suara aneh “ryu-ryu”, seorang pria raksasa berzirah setinggi hampir 4 meter, seorang Magi yang langsung mencoba membakar siapa pun yang menatapnya, dan seorang Swordsman haus darah yang tanpa ragu menebas mereka begitu melihat.


Dalam hal “impact”, mereka kalah telak.


Ketika Lady mengubah wajahnya menjadi penuh darah dan mencoba menakut-nakuti seorang gadis kecil, gadis itu hanya menatap dengan mata membulat──tanpa sedikit pun rasa takut.


Merasa bingung, Lady bertanya dengan polos,


“Kenapa kau tidak takut padaku?”


Gadis kecil itu menjawab ringan,


“Eh? Soalnya baru-baru ini ada yang jauh lebih menakutkan. Dan penampilannya mirip Onee-chan. Namanya Marin Wails.”


Dan barulah Lady menyadari.


Bahwa beberapa waktu lalu, sesuatu telah menjerumuskan seluruh ibu kota ke dalam jurang ketakutan.


Pedang terkutuk yang mengubah Swordman menjadi pembunuh,


Black World Tree yang menghancurkan Akademi Sihir Zebrudia,


Artefak terkutuk paling berbahaya yang disegel oleh Gereja,


Potion rahasia yang menyebabkan kekacauan di Akademi Sains Primus,


Dan──kutukan Noble legendaris yang mengambil bentuk hewan raksasa dan meluluh-lantakkan seluruh ibu kota dengan badai kehancuran.


Dalam koran yang berhasil Lady peroleh dengan susah payah, gambaran makhluk-makhluk itu bahkan lebih mencolok dan menyeramkan daripada Phantom mana pun di pihaknya.


Pada masa itu, pasokan Mana Material ke Treasure Hall masih berjalan lancar, dan mereka tengah melaksanakan penculikan misterius secara diam-diam, jadi Lady tidak mengetahuinya.


Namun setelah melihat semua itu, dia bisa memahami mengapa orang-orang tidak lagi takut.


Justru, bisa dibilang Lady dan kelompoknya sudah cukup tangguh karena masih bertahan sejauh ini.


Karena pengumpulan rasa takut gagal total, kemungkinan Dewa Bintang akan kembali menjadi sangat kecil.


Tanpa pasokan ketakutan, masa depan Lady dan yang lainnya suram.


Selain itu, kemampuan Lady juga kini sangat terbatas akibat penyatuan dunia luar dengan Treasure Hall.


Dia tak bisa lagi bebas membuka atau menutup gerbang, apalagi berpindah tempat sesuka hati.


Meski Treasure Hall itu sendiri tidak akan lenyap, sifat dasarnya membuat setiap Phantom yang tak lagi ditakuti akan menghilang.


Dan karena suplai Mana Material menurun, kemungkinan munculnya Phantom kuat yang bisa membalikkan keadaan juga sangat kecil.


Mungkin situasinya akan berbeda jika mereka bisa membebaskan Phantom patung dari ruangan tersembunyi yang disiapkan oleh Dewa Bintang, namun──entah kenapa──mahkota yang dibutuhkan untuk membebaskannya malah dibawa pulang oleh Krai Andrey.


Padahal, sampai seminggu yang lalu semuanya masih berjalan cukup baik.


Namun sejak Saya ikut terlibat, keadaan langsung memburuk tak terkendali.


Kini, pilihan yang tersisa bagi Lady dan kelompoknya hanya dua: terus bertarung sebagai Phantom hingga lenyap──atau──


§ § §


Ucapan Lady disambut oleh pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Franz dengan wajah menegang.


“B–begitu, jadi itulah alasanmu datang ke tempat kami… tidak mungkin… apa mungkin pria itu telah memperhitungkan semua ini sampai sejauh itu…?”


“Bahwa sebuah Phantom datang untuk berunding, ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sungguh, akhir-akhir ini terlalu banyak hal yang tak masuk akal terjadi berturut-turut.”


Pada akhirnya, pilihan yang diambil Lady adalah—bernegosiasi dengan manusia.


Reaksi manusia terhadap kemunculan tiba-tiba Lady beragam: keterkejutan, kecurigaan, sedikit rasa takut. Namun, tak ada kemarahan di sana.


Sebenarnya, ada perbedaan besar antara Phantom dari Treasure Hall Star Shrine's Garden yang dipimpin Lady, dan Phantom pada umumnya.


Bagi Phantom biasa, manusia yang memasuki wilayah mereka hanyalah pengganggu. Tapi bagi Lady dan kelompoknya, yang hidup dengan menyerap rasa takut manusia, manusia justru merupakan bagian penting dari keberadaan mereka.


Bahkan Demon Shark—makhluk yang paling membenci manusia di antara para Lady—tidak bisa bertahan hidup tanpa kehadiran manusia.


Oleh karena itu, Lady selalu berhati-hati agar perburuan mereka tidak menghambat perkembangan kota, dan telah memerintahkan rekan-rekannya untuk tidak membunuh manusia semena-mena.


Misi yang diberikan oleh Dewa Bintang kepada mereka pun bukan untuk memusnahkan umat manusia, melainkan untuk “memahami rasa takut” yang ada dalam diri manusia.


Dengan kekuatan luar biasa yang dimiliki sang Dewa Bintang, memusnahkan manusia tidak membutuhkan bantuan para Lady sama sekali.


Dengan kata lain—jika mereka mau menyingkirkan harga diri, Lady dan para Phantom sebenarnya bisa hidup berdampingan dengan manusia.


Salah satu pria yang duduk di meja itu berkata,


“Dan jika kami menolak berunding?”


Lady menjawab dengan tenang,


“Mudah saja. Phantom akan terus bermunculan tanpa henti, menyerang manusia tanpa aturan. Memang, kalian kuat. Tapi apakah kalian benar-benar yakin bisa terus melawan kami yang bisa muncul kapan saja dan di mana saja?”


Manusia di kota ini memang memiliki daya tahan luar biasa terhadap rasa takut, namun tidak semuanya seperti itu.


Lady dan rekan-rekannya hanya tak mampu menghadapi para pemburu, ksatria, atau Magi yang terlatih bertempur.


Mayoritas penduduk kota adalah warga sipil yang tak bisa bertarung—dan di sanalah celah kecil yang bisa dimanfaatkan.


Lady tahu, manusia tidak akan langsung mempercayai Phantom. Negosiasi ini tidak akan berjalan mulus.


Namun, jika diberi waktu, mereka akan menyadari bahwa bekerja sama dengan Lady lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak.


Meski kata-kata itu diucapkan dengan keberanian yang dipaksakan demi para rekannya, reaksi yang ia dapatkan sama sekali tidak seperti yang ia perkirakan.


Bukannya menolak, para pria itu justru menunjukkan ekspresi serius, seolah benar-benar mempertimbangkan ucapannya.


“Aku sempat bertanya-tanya bagaimana kita bisa menyelesaikan kekacauan ini, ternyata begitulah maksudnya…”


“Jadi ada cara untuk mengendalikan Phantom yang tadinya mustahil dikendalikan.”


“Senpen Banka itu… jangan-jangan semua ini bagian dari rencananya…”


“Benar juga. Kalau begitu, masih ada ruang untuk mempertimbangkan keringanan hukuman.”


Apa yang mereka bicarakan sebenarnya? Rencana?


Pria paruh baya yang duduk di samping Franz—tampaknya orang berpangkat tertinggi di ruangan itu—membuka suara.


“…Baiklah. Phantom, apa yang kau inginkan?”


Lady menjawab tegas,


“Yang kuinginkan hanyalah… pembagian wilayah.”


Tidak membunuh manusia.


Muncul hanya pada waktu dan tempat yang telah disepakati.


Sebagai gantinya, mereka meminta agar manusia tidak mengganggu para Lady dengan sembarangan.


Tentu saja, tidak semua Phantom bisa memenuhi syarat itu.


Contohnya—para makhluk yang dipanggil oleh Saya.


Mereka adalah entitas yang berbahaya bagi manusia, tak mematuhi perintah Lady, dan pada dasarnya tidak sejalan dengan kelompoknya.


Namun, pada akhirnya mereka pun telah tamat.


Mereka mengkhianati Saya, tapi gagal membunuhnya.


Itu artinya mereka meremehkan kekuatan Saya.


Jika benar-benar ingin bekerja sama dengan para Lady, mereka seharusnya memastikan Saya benar-benar mati.


Lady dan rekan-rekannya tak ingin menjadikan Saya Chromis sebagai musuh.


Kemungkinan besar, para makhluk itu juga memahaminya secara naluriah—itulah sebabnya mereka tidak pernah menentang Saya, dan saat akhirnya melawan, mereka berniat membunuhnya sepenuhnya.


Kemampuan Saya untuk memanggil serta berinteraksi dengan makhluk-makhluk itu belum mencapai puncaknya.


Dan kekuatan itu justru berkembang semakin jauh setiap kali ia berhadapan dengan para Lady—yang pada dasarnya merupakan entitas serupa.


Serangan Saya yang menyelimuti tubuhnya dengan petir keunguan hitam, yang memberikan luka parah pada Lady, menjadi buktinya.


Lagipula, kemampuan yang bisa membuka gerbang menuju dimensi lain—sesuatu yang bahkan para makhluk itu sendiri tak bisa lakukan—tak mungkin berakhir hanya pada kemampuan “melihat”.


§ § §


Langit gelap berpusar. Tak terhitung batu nisan menjulang dari tanah.


Dalam hujan yang turun bagai cambukan, Saya Chromis berdiri seorang diri.


Tempat itu adalah salah satu area dari Treasure Hall yang pernah menyatu dengan ibu kota Kekaisaran. Kini, area tersebut dapat diakses dengan mudah melalui gerbang yang terletak di Distrik Kota Runtuh, dan dikenal sebagai “Pemakaman.”


Bisa dikatakan, inilah area tempat para Phantom memperoleh kekuatan terbesar mereka—Saya menghela napas panjang.


Seragam yang diwariskan turun-temurun menempel di tubuhnya karena air hujan. Ia menggenggam erat tongkat di tangan kanannya.


Tak ada tanda-tanda Phantom di sekitarnya. Mereka yang dulu berdiam di sini telah melarikan diri semuanya.


Kini yang tersisa di sini hanyalah Saya—dan makhluk yang ia kejar.


Meski langit tertutup awan, suasana hatinya terasa terang.


Bagi Saya, hubungannya dengan para Foreigner sangatlah rumit. Mereka adalah entitas asing, wujud yang tidak diketahui asal-usulnya, yang entah mengapa meminjamkan kekuatan padanya. 


Hanya Saya yang bisa melihat mereka; tak seorang pun tahu apa yang ada di benak para Foreigner itu.


Selama ini, Saya tidak pernah menyerang seorang pun dari mereka—karena tidak ada alasan untuk melakukannya.


Namun, kini ia sadar ia seharusnya sudah melakukannya sejak dulu.


Sekarang ia mengerti: kemampuan Sarasara yang memanggil para Foreigner dari dunia yang seharusnya tidak bersinggungan dengan dunia ini, yang diperluas oleh Senpen Banka—pada akhirnya, kemampuan itu memiliki efek khusus terhadap para Foreigner itu sendiri.


Dengan kata lain, kemampuan tersebut adalah kekuatan penghancur Foreigner.


“Baiklah, keluarlah. Hanya kau yang tersisa sekarang.”


Itulah sebabnya para Foreigner selama ini tunduk pada Saya.


Tanpa kekuatan Saya, mereka tak akan bisa menyeberang ke dunia ini—dan mereka pun tahu bahwa kekuatan itu juga bisa melukai mereka dengan sangat fatal.


Kekuatan aneh yang mengalir di seluruh tubuhnya adalah sesuatu yang ia sadari untuk pertama kalinya setelah peristiwa penculikan misterius—saat ia mengunjungi dunia lain dan menyerang para Phantom di sana.


Tongkatnya kini diselimuti kilatan petir hitam keunguan—kekuatan yang dapat membunuh para Foreigner.


Kata-kata Liz dan yang lainnya memang kasar, tetapi tepat sasaran.


Jika seseorang ingin mengendalikan makhluk yang memusuhi manusia, maka ia harus menanamkan hierarki kekuasaan dengan jelas.


Sekalipun tak ada orang lain yang bisa melukai para Foreigner, di sini ada Saya.


Tiba-tiba, makam-makam di sekitarnya runtuh, dan dari tanah yang becek itu muncul bayangan hitam yang besar.


Selama ini, kemampuan Sarasara selalu memanggil Foreigner yang kekuatannya sebanding dengan kekuatan lawannya. 


Namun kali ini berbeda—yang mengkhianati Saya bukanlah salah satu dari makhluk yang pernah ia panggil sebelumnya.


Terdengar suara Sarasara. Dari gumpalan hitam itu tumbuh banyak tentakel.


──Besar sekali.


Sejak Liz memberi pencerahan kepadanya, Saya telah menghancurkan semua yang mengkhianatinya dan beralih ke pihak Phantom.


Namun, makhluk ini berbeda—lebih kuat, lebih besar, lebih menjijikkan, dan lebih sombong daripada siapa pun yang pernah ia lawan.


Wujudnya, tanpa mata, hidung, atau mulut, sedikit menyerupai gurita.


Meski tanpa ekspresi, Saya bisa merasakan hinaan dan ejekan yang jelas dari makhluk itu.


Ia belum pernah sekalipun menolong Saya. Musuh sejati umat manusia.


“Inilah yang terakhir,” gumamnya.


Dan begitu makhluk ini dikalahkan, Saya yakin para Foreigner lain tak akan pernah berani mengkhianatinya lagi.


Tanpa peringatan, tentakel-tentakel itu menghantam dengan kecepatan yang tak bisa diikuti mata manusia.


Kecepatannya jauh melampaui top speed Tino Shade yang pernah Saya lihat dalam pertarungan latihan.


Namun, serangan yang melampaui kecepatan suara itu terpental keras tepat di sekitar Saya.


Bukan karena Foreigner lain menghentikannya—melainkan karena petir hitam keunguan yang meledak dari tubuh Saya dan membentuk medan pelindung.


Kekuatan itu mirip dengan barrier milik para Magi, meski hanya bereaksi terhadap Foreigner—dan itu sudah cukup.


Dalam ingatannya yang paling tua, Saya masih bisa mengingat ucapan keluarga yang wajahnya saja kini tak lagi ia ingat:


“Bakatmu… bahkan di antara seluruh keturunan keluarga ini, adalah yang terkuat.”


Dari makhluk itu terpancar sedikit keguncangan dan niat membunuh yang begitu kuat setelah serangannya ditahan.


Liz dan yang lain sempat ingin membantu, tapi Saya menolak.


Pertarungan terakhir ini—harus ia akhiri sendiri.


Puluhan tentakel melayang, mengepungnya dari segala arah.


Pengkhianat ini… kalau harus diberi nama, mungkin pantas disebut Sente (Seribu Tangan).


Sejak datang ke ibu kota, Saya telah belajar banyak hal.


Begitu makhluk ini dikalahkan, semuanya akan berakhir bahagia.


Setelah itu, ia bisa berkeliling ibu kota dengan tenang—dan pulang ke Terrace dengan kepala tegak.


Cahaya hitam terkumpul pada tongkatnya. Sedikit demi sedikit, ia mulai memahami bagaimana mengendalikan kekuatan ini.


Matanya terasa panas, seperti terbakar, tapi yang ia rasakan hanyalah semangat yang mendidih.


“Akan kuberi kau hukuman. Di tempat ini tak akan ada korban lain. Mari kita selesaikan ini—satu lawan satu.”


§ § §


Ya ampun… kenapa ya, padahal selama masa skorsing aku cuma bermalas-malasan, tapi baru keluar sekali saja tubuh ini sudah merasa begitu lelah? Tubuh manusia memang aneh.


Setelah sekian lama, aku akhirnya selesai menghadapi sebuah peristiwa yang cukup menegangkan dan kembali ke Clan House. Saat aku menghela napas dan duduk di tempat biasa di ruang Clan Master, Eva menyapaku dengan nada lembut.


“Terima kasih atas kerja kerasnya, Krai-san. Bagaimana hasilnya?”


“Hmm… yah, agak sulit dijelaskan, tapi… bisa dibilang tujuanku tercapai. Setelah ini, biarlah terjadi seperti yang terjadi saja.”


Alasanku memenuhi panggilan tadi adalah untuk meminta maaf—lebih tepatnya, untuk bersujud atas hal yang telah kulakukan.


Apakah aku akan diampuni atau tidak, yah… itu bukan hal penting. Yang penting aku sudah melakukan apa yang bisa kulakukan. Dunia ini, toh, sebagian besar berjalan di luar kendali kehendak manusia.


Lagipula, meski aku menekan tombol itu, aku bahkan tidak tahu apa sebenarnya fungsi tombol tersebut. 

Pesan-pesan yang biasanya masuk lewat smartphone tiba-tiba terhenti, dan karena aku sedang diskors, aku nyaris tak tahu apa pun soal kasus penculikan misterius yang sedang diselidiki Lucia.


“Sungguh, kenapa juga mereka mengirim email ke smartphone-ku… itu curang sekali, kan.”


Smartphone itu adalah sebuah artefak langka dengan berbagai fungsi serbaguna. Kalau tiba-tiba ada email masuk ke benda semacam itu, siapa pun tidak akan langsung menganggapnya sebagai jebakan. 


Hobi koleksi artefak milikku dimanfaatkan dengan sangat licik. Sungguh tidak sopan.


Aku memutar-mutarkan mahkota satu-satunya yang tersisa di tanganku—mahkota yang kutemukan di ruangan tersembunyi paling dalam.


“Sepertinya benda ini juga bukan artefak, ya.”


Menentukan apakah suatu benda dari Treasure Hall adalah artefak atau bukan sebenarnya mudah.


Artefak hanya akan berfungsi bila diisi dan mengonsumsi Mana. Jika benda itu tak dapat menyimpan Mana, maka itu bukan artefak. Berdasarkan hal itu, mahkota ini jelas bukan artefak.


Padahal aku sudah begitu senang mendengar rumor bahwa aku bisa mendapatkan artefak yang kuinginkan… tapi hasilnya malah seperti ini. Benar-benar sial.


“...Sepertinya Anda tidak bersemangat, ya.”


“Yah, wajar saja. Kali ini aku cukup mengambil risiko besar.”


Meskipun tidak ada Phantom yang muncul, menyusup ke dalam Treasure Hall tanpa pengawal jelas sangat berbahaya.


Aku melambaikan tangan, memanggil Eva agar mendekat, lalu meletakkan mahkota itu di atas kepalanya.


Eva yang dibiarkan begitu saja mengenakannya, menatapku dengan alis berkerut.


“…Apa ini?”


“Entahlah.”


Setidaknya, benda itu sepertinya tidak bernilai sebagai logam mulia. Lagi pula, artefak tidak pernah berisi logam berharga.


Yah, kali ini benar-benar kegagalan murni setelah sekian lama. Aku tahu aku tidak terlalu cerdas, tapi kalau sampai membuat kesalahan sebodoh ini, wajar saja aku kehilangan semangat. 


Dalam kasus kali ini, aku jelas kandidat kuat untuk MVP kebalikan alias penyebab utama masalah.


Dan setiap kali aku membuat kesalahan seperti ini, aku selalu berpikir hal yang sama.


Mungkin sudah waktunya untuk pensiun, ya.


Kenapa aku masih belum berhenti jadi pemburu juga, ya?


Aku benar-benar ingin menjalani masa skorsing tanpa batas waktu. Tak dibayar pun tak masalah.


Ketika aku menghela napas dengan perasaan tidak berdaya, suasana di luar ruangan tiba-tiba menjadi gaduh. Tanpa mengetuk, pintu terbuka keras, dan Luke serta yang lainnya masuk sambil ramai berceloteh.


Seluruh ibu kota sedang kacau, tapi kalian tampak begitu bersemangat, ya.


“Krai! Ini sangat luar biasa! Siapa sangka, ibu kota ini berubah jadi Treasure Hall! Memang, Phantom-nya kabur semua sih… tapi kali ini pasti tidak akan kulepaskan lagi!”


“Tidak separah yang kukira sih, tapi lumayan juga, karena bahkan di dalam kota pun kita masih bisa menyerap Mana Material. Meskipun efek sampingnya, pasti akan muncul banyak pemburu manja nantinya.”


Sepertinya hanya kalian bertiga yang bisa merasa gembira dengan kenyataan bahwa ibu kota berubah menjadi Treasure Hall. Yah, tapi memang Strange Grief sejak dulu sudah biasa tidur dan beraktivitas di dalam Treasure Hall, jadi tidak heran.


Lalu, Sitri—dengan mata berkilau tak kalah dari Luke dan Liz—mengangkat satu jari dan berseru riang:


“Krai-san, kalau begitu mungkin artefak juga bisa muncul di tengah kota!!”


“!! Iya, iya, itu benar juga!”


“Jangan senang dulu!!”


Teguran dari Lucia langsung meluncur. Ugh, bukan berarti aku senang, kok… cuma sedikit saja.


Munculnya artefak memang bukan masalah, tapi hilangnya zona aman jelas bencana. Dengan nasib seburuk aku, bukan tidak mungkin nanti Phantom malah muncul di ruang Clan Master ini sendiri.


“Kau sadar kan siapa penyebab semua kekacauan ini? Ansem-san sampai bekerja tanpa tidur selama tiga hari penuh di gereja, tahu!?”


“Sudah, sudah, Lucia-chan. Aku yakin Krai-chan juga punya alasan kenapa melakukan itu. Lagi pula, Ansem-nii tidak akan tumbang hanya karena begadang tiga malam.”


Kali ini, yang menenangkan Lucia justru Liz—hal yang langka.


Tapi, hei, tunggu dulu! Aku tidak melakukannya dengan sengaja, tahu!?


Kenapa cara bicaramu seolah aku melakukannya dengan penuh rencana!?


“Benar juga, Lucia. Kalau dipikir-pikir, menjadikan ibu kota Treasure Hall lebih banyak untungnya daripada ruginya. Benar begitu, Krai?”


Ini buruk. Aku mulai terlihat seperti sekelompok dengan Luke dan Liz.


Tatapan jijik Eva yang menatapku menusuk hati. Aku buru-buru membantah.


“Ti-tidak, itu salah besar! Mengubah ibu kota jadi Treasure Hall itu jelas tidak boleh! Menurut hukum Kekaisaran pun, itu pasti termasuk pelanggaran berat!”


“Zebrudia memang terkenal kaku. Padahal aku sudah memberi banyak hasil, tapi karena kurang bukti, aku malah diberi penalti level negatif.”


“Bukan ‘mungkin’, itu pasti—siapa pun yang melakukannya akan dijatuhi hukuman mati.”


Eva berkata dengan ekspresi lelah. Ia belum tahu bahwa akulah (mungkin sedikit saja) penyebab di balik semua kekacauan ini.


Sementara itu, Sitri dan yang lainnya sepertinya sudah mendengar cerita dari Lucia.


“Tapi, Krai-san punya prestasi yang luar biasa banyak. Dengan kasus Yggdra juga masih diingat, jadi kurasa pihak Kekaisaran tidak akan semudah itu menjatuhkan hukuman mati padanya.”


“……Krai-san, apa yang sudah kau lakukan sebenarnya?”


“Benar juga, soalnya orang yang memanggil Saya-chan ke sini itu pada dasarnya juga Krai-chan, kan?”


Sitri pada dasarnya selalu ada di pihakku. Jadi kalau sampai dia berkata begitu… berarti situasiku saat ini mungkin jauh lebih buruk dari yang kupikirkan. Yah, meskipun sekarang sudah terlambat untuk menyesalinya.


Melihatku yang bahkan tidak bisa tersenyum dengan gaya hard-boiled, Sitri menepuk tangannya dengan ekspresi cerah.


“Tidak apa-apa! Kalau sampai dijatuhi hukuman mati, kita tinggal kabur saja dari ibu kota! Zebrudia bukan satu-satunya negara besar, kok. Dengan kemampuan kita, di mana pun pasti ada negara yang mau menerima kita!”


“Sudahlah, Sit! Hentikan leluconmu itu!” potong Liz dengan nada tegas. 


“Tenang saja, Leader. Hukuman mati itu tidak mungkin terjadi. Kepala Cabang Gark pasti akan melindungimu… mungkin.”


“Iya betul, Krai! Aku saja tidak sampai dijatuhi hukuman mati, jadi kau juga pasti aman!”


…Luke sepertinya perlu sedikit lebih banyak refleksi diri. Tapi ternyata dia sadar juga, ya, seberapa bermasalah dirinya.


Percakapan konyol itu entah bagaimana membuatku merasa sedikit lega. Ketegangan di bahuku perlahan menghilang.


Ketika aku menghela napas panjang, Liz tiba-tiba tampak teringat sesuatu. Matanya berbinar, lalu ia berseru riang.


“Oh iya! Krai-chan, kau sudah ketemu Saya-chan belum? Seperti yang kau bilang, dia memang luar biasa! Kemampuannya hebat sekali! Cuma, karena terlalu kuat, dia sepertinya belum pernah mengalami situasi berbahaya sebelumnya. Tapi berkat kejadian kemarin, kekuatannya malah meningkat lagi!”


“Kalau pakai gas buatanku yang baru sih, aku mungkin bisa mengalahkannya. Mungkin,” kata Sitri dengan nada santai.


“Aku berencana melakukan pertarungan simulasi dengannya nanti. Kami sudah janji.”


“Aku juga! Aku juga mau sparing dengannya! Walaupun belum janji sih!” kata Luke dengan antusias.


……Saya pasti lelah juga. Tapi, yah, kelihatannya mereka lumayan cocok. Bisa dibilang ini bentuk pertemanan juga, kan?


Melihat teman masa kecilku saling bercanda dan berdiskusi seperti itu, rasanya seolah aku kembali ke masa lalu. Dan perlahan, semua kekhawatiranku jadi terasa tidak penting lagi.


Memang, kali ini aku telah melakukan kesalahan besar. Tapi bukankah aku juga sering melakukan kesalahan sebelumnya?


Berkali-kali aku jatuh, lalu berdiri lagi berkat bantuan semua orang di sekitarku.


Kali ini pun pasti bisa. Selama mereka bersamaku, pasti akan ada jalan keluar.


Memang benar, aku tidak punya kemampuan setara pemburu Level 8. Tapi terlepas dari kelakuanku yang kadang bermasalah, kekuatan yang kami kembangkan selama lebih dari 5 tahun di bawah nama Strange Grief jelas sudah mencapai tingkat itu.


Tidak ada gunanya terus-menerus memikirkannya. Aku menghapus segala kekhawatiran dari pikiranku.


Pada akhirnya, tidak ada hal lain yang bisa kulakukan. Semuanya akan berjalan sebagaimana mestinya.


Aku menguap lebar, lalu akhirnya tersenyum tipis—senyum hard-boiled andalanku—dan memejamkan mata.


──Kemudian, saat aku membuka mata lagi, aku berada di sebuah ruangan yang tidak kukenali.


Perabotan yang mewah, layaknya kamar tidur seorang bangsawan.


Aku menegakkan tubuh di atas kasur empuk, masih belum paham dengan situasinya, ketika terdengar bunyi klik dari pintu yang dibuka dengan kunci.


Seorang ksatria masuk, mengenakan zirah khas Kekaisaran Zebrudia. Aku mengenal betul seragam itu.


Ia menatapku dari atas, lalu dengan suara lantang menyatakan,


“Krai Andrey. Kau kami tahan atas dugaan pengkhianatan terhadap negara. Berdasarkan hukum kekaisaran, kau wajib menjalani pemeriksaan. Kami tahu betul kemampuanmu, tapi kami peringatkan—jangan lakukan tindakan gegabah.”


………………“Eh?”


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close