Penerjemah: Sena
Proffreader: Sena
Chapter 2
Foreigner
Kekaisaran Zebrudia. Salah satu negara adidaya terbesar di dunia, berdiri di atas Leyline yang tebal, dan disebut sebagai tanah suci bagi para pemburu harta karun.
Negeri itu memiliki tak terhitung banyaknya Treasure Hall, dan selama seseorang memiliki kemampuan, maka kekayaan, ketenaran, dan kekuatan—semuanya bisa diperoleh di sana.
Aku sudah sering mendengar cerita tentang negeri itu. Atau, bisa dibilang, kota itu begitu terkenal hingga kabarnya sampai terdengar ke kota benteng Terrace yang jauh di seberang.
Namun, tak pernah terpikirkan kalau aku benar-benar akan berkunjung ke sana. Hanya karena aku meninggalkan Terrace untuk mengikuti ujian sertifikasi Level 9, para pemburu handal dari negara-negara sekitar sampai harus dipanggil untuk mengisi kekosongan.
Terrace bukanlah tempat yang bisa ditinggalkan begitu saja oleh satu-satunya pemburu Level 8 untuk waktu yang lama.
Jarak saja sudah membuat perjalanan ke Zebrudia tidak realistis.
Maka, kenyataan bahwa aku bisa benar-benar menjejakkan kaki di sini, pasti merupakan keberuntungan sekali seumur hidup.
Sensasi pusing khas saat menggunakan lingkaran sihir teleportasi.
Little Witch, Saya Chromis, pemegang status Level 9 sementara, mendarat di ibu kota kekaisaran Zebrudia.
Para Magi yang dikumpulkan untuk mengaktifkan lingkaran sihir itu menatapnya dengan campuran rasa takut dan rasa ingin tahu. Saya menarik napas kecil, menggenggam tangannya.
“Jadi ini… Kekaisaran Zebrudia.”
“Selamat datang, Little Witch, Saya Chromis. Asosiasi Penjelajah Cabang Zebrudia menyambutmu.”
Tepat di depannya, seorang pria besar berkepala plontos dengan tato di kepalanya menyunggingkan senyum liar penuh tenaga saat berbicara.
Di adalah Gark Welter, Kepala Cabang Asosiasi Penjelajah Zebrudia, mantan pemburu yang juga merupakan orang yang mengundang Saya Chromis ke ibu kota ini.
“Aku berterima kasih atas sambutannya, Kepala Cabang Gark. Aku akan berusaha untuk tidak membuat keributan, jadi tenanglah.”
“Tak masalah kalau kau sedikit membuat keributan. Itu akan jadi rangsangan yang bagus. Belum lama ini juga ada pemburu Level 7 dari Negeri Kabut, Nebulanubes, yang datang kemari. Sepertinya jadi pengalaman berharga baginya. Selama kau ingat untuk tidak membunuh siapa pun, tak ada masalah.”
Seperti yang diharapkan dari Zebrudia, lapisan pemburu di sini amatlah tebal. Kalau seorang kepala cabang berani memberi jaminan seperti itu, artinya memang tidak akan jadi masalah kecuali ia benar-benar mengamuk. Lagi pula, Saya tidak akan menggunakan kekuatannya kalau tidak diserang duluan.
Terlebih lagi, waktunya juga sedang buruk. Setelah menembus salah satu dinding penghalang dalam ujian Level 9, Sarasara-nya kini berada dalam keadaan agak tidak stabil.
Dengan ekspresi serius, Saya mengangguk. Kepala Cabang Gark mengangkat bahunya lalu menambahkan:
“Ini adalah kota yang dipenuhi pemburu dari seluruh dunia. Kau mungkin tidak punya banyak waktu, tapi pastikan untuk berkeliling dengan baik. Kalau ada yang kau butuhkan, datanglah ke cabang.”
Hasil ujian sertifikasi Level 9 membuat Saya Chromis dinyatakan lulus sementara.
Dalam ujian itu, ia hampir tidak berbuat banyak. Satu-satunya hal yang bisa dibilang prestasi hanyalah menangkap dua bos dari kelompok “Rubah.” Sementara misi utama justru berhasil diselesaikan seorang diri oleh Senpen Banka.
Jadi, mendahului sosok itu untuk naik ke Level 9 tentu saja menimbulkan rasa sungkan tersendiri. Namun, alasan utamanya adalah sebab penilaiannya bersifat sementara.
Alasannya: ‘Sarasara’ dianggap memiliki potensi bahaya.
Itu memang sesuatu yang bisa ia pahami.
Sarasara adalah kekuatan yang tak dikenal. Bahkan Saya sendiri tidak tahu siapa sebenarnya yang selalu berpihak padanya selama ini.
Namun, kekuatan itu telah menemani klannya, terus menjadi sekutu yang dapat diandalkan. Karena itulah ia terus menggunakannya—hingga berhasil naik ke Level 8.
Tetapi, memang benar bahwa mereka tidak selalu sepenuhnya menuruti perintah Saya. Mereka bergerak fleksibel—atau bisa dibilang, sesuka hati.
Pada dasarnya, yang bisa dilakukan Saya hanyalah “melihat” mereka. Melihat wujud-wujud itu muncul di malam hari.
Sampai pada saat ujian Level 9, ketika ia mencoba memaksa kekuatan itu muncul di pagi hari, berkat petunjuk yang ia dengar dari Senpen Banka.
Sejak saat itu, penglihatannya jauh lebih kuat dibanding sebelumnya.
Mungkin karena dengan menembus penghalang itu di bawah sinar mentari pagi, kekuatannya telah tumbuh melampaui batas lama.
Saya memang tidak berada di ruang dewan penilai, jadi ia tidak tahu diskusi detail yang terjadi. Namun, ia mendengar bahwa Kepala Cabang Gark lah yang berkata kepada mereka:
“Kalau di ibu kota Zebrudia, tempat di mana para pemburu tingkat tinggi dan berbagai informasi dunia berkumpul, mungkin akan ada petunjuk untuk mengendalikan kekuatan Sarasara.”
Usulan itu diterima, dan akhirnya Saya mendapat status Level 9 sementara sekaligus tiket menuju ibu kota.
Lalu, masalah tentang bagaimana menangani Terrace yang ditinggalkannya… ternyata secara tak terduga diurus oleh sesama peserta ujian Level 9: Hagun Tenbu, Kaizer Zigurd.
Katanya:
“Hahaha, jangan sungkan. Pergilah. Kebetulan aku juga ingin sekali tampil di panggung Terrace. Di tanah airku sudah tidak ada lagi yang bisa dikerjakan, jadi aku bisa ke Zebrudia kapan saja. Soal kampung halamanmu, anggap saja sudah ada di kapal besar yang aman. …tapi kalau para pemburu Terrace nantinya jadi tak bisa melupakan sang pahlawan, Kaizer Zigrud, jangan salahkan aku, ya.”
…Memang pria itu pada dasarnya terlalu baik hati.
Dengan bantuan dari begitu banyak orang, akhirnya Saya bisa menempuh perjalanan jauh hingga ke Zebrudia. Ia tidak boleh pulang dengan tangan kosong—setidaknya harus menemukan satu petunjuk.
Begitu keluar dari gedung Asosiasi Penjelajah yang atmosfernya berbeda dengan Cabang Terrace yang selalu dipenuhi aroma peperangan, Saya membuka matanya lebar-lebar.
“Hebat sekali… jadi ini ibu kota yang terkenal itu.”
Begitu keluar dari bangunan Asosiasi, yang terbentang di hadapannya adalah lautan manusia.
Pemburu-pemburu bersenjata yang hilir mudik di jalan besar. Pedagang kaya yang duduk di kereta kuda besar. Wisatawan dengan pakaian perjalanan, para pelajar.
Keriuhan di bawah sinar mentari itu terlihat begitu berkilau di mata Saya yang hanya mengenal kota Terrace.
Yang paling mencolok adalah wajah orang-orang yang tanpa bayangan gelap. Meski peperangan panjang di Terrace sudah sedikit mereda, kota itu tetap berbeda dari kota lain—perbedaan itu kini semakin terasa jelas.
Di tengah keramaian dengan beragam pakaian, seragam biru yang ia kenakan terasa agak tidak pada tempatnya. Namun, seragam itu adalah salah satu dari sedikit benda yang ia warisi dari orangtuanya. Ia tak mungkin membuangnya.
Saya menggeleng, menepis perasaan konyol itu, lalu memutuskan untuk berkeliling ibu kota dengan semangat baru.
Menjelajahi kota besar untuk pertama kalinya terasa menyenangkan. Meski tujuannya bukan untuk bersenang-senang, kota ini memang pantas disebut salah satu yang terbesar di dunia.
Segalanya berbeda dari kampung halaman Terrace: budaya, jumlah orang, tingkat peradaban—satu-satunya hal yang mungkin dimenangkan Terrace hanyalah pengalaman tempur nyata.
Di Terrace, demi pertahanan kota, warganya ditugaskan untuk bertempur, tanpa memandang usia maupun jenis kelamin. Namun, jika bisa hidup tanpa harus bertarung, tentu itu lebih baik.
Sebagai tanah suci para pemburu harta karun, jumlah pemburu di sini juga jauh lebih banyak dibanding Terrace. Jumlah Treasure Hall di sekitarnya pun jauh lebih besar. Wajar saja mereka semua berkumpul di sini.
Sungguh, dunia ini tidak adil. Kalau sebagian pemburu yang ada di ibu kota ini datang ke Terrace, perjuangan mereka pasti akan jauh lebih ringan.
Saya menyusuri beberapa toko, menemukan barang-barang dagangan yang jauh lebih beragam daripada di Terrace. Ada pula barang-barang hiburan—sesuatu yang tidak pernah ada di kota kelahirannya. Sebaliknya, di sini tidak ada bangkai monster yang dijual di kios-kios jalanan.
Ia sudah diberi tahu oleh Kepala Cabang Gark beberapa tempat yang mungkin memberinya petunjuk:
Perpustakaan Agung Zebrudia yang menyimpan buku-buku langka dari seluruh dunia, institut kekaisaran yang meneliti misteri tak dikenal bernama Institut Astrologi dan Mistik, serta markas seorang pemburu tertentu yang beroperasi di kekaisaran ini.
Selain itu, ia juga merasa perlu menemui Krai Andrey, rekannya dalam ujian Level 9. Memang, saat ini ia sedang diskors karena “keterlaluan” dengan masalah Code, tapi dialah satu-satunya kenalan Saya di Zebrudia. Ia juga penasaran dengan Klan yang dibentuk pria itu.
Tenggelam dalam pikiran-pikiran itu sambil berjalan di jalan ramai, tiba-tiba seseorang yang berjalan cepat dari belakang menabraknya, lalu segera melewatinya.
Meski tubuh Saya kecil dan ramping, ia tetap seorang pemburu. Meskipun bukan dari kelas tempur jarak dekat, tubuhnya sudah terbiasa menyerap Mana Material. Jadi, ditabrak sedikit oleh orang biasa seharusnya tidak akan menggoyahkannya.
Namun, sensasi yang baru pertama kali dirasakannya membuat pikirannya berhenti sejenak.
Itu adalah pengalaman pertama kali bagi Saya ditabrak dari belakang.
Di Terrace, wajahnya dikenal luas, semua orang segan padanya, sehingga bukannya menabrak, orang-orang justru memberi ruang kosong di sekelilingnya.
Ia segera kembali sadar, namun saat itu sosok pria berpenampilan preman yang menabraknya sudah tak terlihat lagi.
──Akan tetapi, mereka sudah mengejarnya.
Di tengah kerumunan terdengar jeritan.
Suara benturan tumpul. Orang lain tak akan bisa melihatnya, tapi Saya bisa.
Sosok raksasa seakan dilumuri warna hitam pekat berdiri di tengah keramaian.
Sumber kekuatan dari Sarasara. Sosok Foreigner dari kegelapan yang tak diketahui asalnya.
Tak jelas apakah itu makhluk hidup atau bukan, mereka adalah entitas yang berasal dari hukum di luar dunia ini.
Tangan panjang itu menekan pria yang menabrak Saya ke tanah.
Raksasa itu melemparkan dompet kulit ke arah Saya. Dompetnya sendiri.
Pria yang menabraknya tadi adalah pencopet. Tentu saja Saya sudah menyadari bahwa dompetnya dicuri, jadi sekalipun Foreigner tidak merebutnya kembali, ia akan mampu mengambilnya sendiri.
Namun, bagi pencopet itu, sungguh takdir yang amat sial.
Mata pria yang ditekan hingga tubuhnya hampir terbenam ke tanah terdistorsi oleh ketakutan, tak memahami apa yang sedang terjadi.
Saya tanpa sadar mengerutkan kening.
Sarasara yang telah berkembang melewati tembok kini tidak lagi hanya bisa dipanggil saat malam hari.
Mungkin karena Saya sendiri telah menyadari bahwa ia bisa mengaktifkannya di siang hari.
Atau, mungkin sebenarnya yang menyadarinya bukanlah Saya──melainkan mereka.
Cahaya matahari yang menyinari dunia ini rupanya bukanlah sesuatu yang membahayakan mereka──
Hingga beberapa waktu lalu, Saya masih bisa memilih kapan ingin mengenali para Foreigner.
Namun sekarang, mereka terus terlihat. Pupil matanya yang dulu hanya memerah saat ia mengaktifkan kemampuan, kini selalu berwarna merah.
Fakta itu menunjukkan bahwa kekhawatiran yang selama ini dipendam oleh Asosiasi Penjelajah tidak sepenuhnya salah.
Jika dulu Saya lemah terhadap serangan mendadak sebelum ia sempat mengaktifkan kekuatannya, maka kini ia tidak lagi memiliki titik buta.
Ketika ia menatap lekat, raksasa yang menindih pencopet itu melepaskan tangannya dan perlahan menghilang ke dalam gang.
Mereka masih, setidaknya, mau mendengarkan perintahnya. Meskipun terkadang bergerak sendiri, mereka tidak akan membunuh lawan bertentangan dengan kehendak Saya.
Saya mengembuskan napas lega. Pria pencopet yang masih terbaring kejang di tanah itu pasti akan ditolong oleh seseorang.
Melihat Saya merasa lega, para Foreigner Sarasara yang tersembunyi di tengah kerumunan tertawa riang layaknya anak-anak. Namun suara itu hanya terdengar oleh Saya sendiri.
Ia harus berhati-hati… kali ini, mereka tidak membunuh si pencopet karena kerugian yang ditimbulkan padanya tidak sampai bisa disebut sebagai bahaya.
Tetapi bila pencopet itu seorang perampok, tak diragukan lagi mereka akan mengeksekusinya dengan penuh suka cita.
Foreigner itu benar-benar menikmati menyerang orang lain. Dan itulah salah satu bahaya dari Sarasara.
Menjelaskan kemampuannya akan sulit. Ia sama sekali tak ingin terseret ke dalam keributan.
Saat ia hendak meninggalkan tempat yang mulai dipenuhi kerumunan itu, ia merasakan sesuatu yang besar mendekat dari kejauhan.
“!? ??? Apa itu……?”
Yang muncul adalah sosok raksasa berzirah penuh. Sesaat, Saya mengira itu Foreigner, tapi ternyata bukan.
Mata Saya terbelalak, tubuhnya membeku.
Itu jelas terlalu besar.
Bahkan dibandingkan dengan pemburu paling berbadan besar yang pernah dilihatnya, sosok itu masih dua kali lipat lebih tinggi. Benar-benar tubuh raksasa yang membuat siapa pun harus mendongak.
Namun, hal yang paling mengejutkan adalah meski sesuatu sebesar itu muncul, keributan besar tidak terjadi.
Tentu ada beberapa orang yang tertegun seperti Saya, tetapi jika benar-benar ada manusia (?) sebesar itu, seharusnya semua orang sudah panik dan berlarian.
Apakah artinya, keberadaan zirah raksasa semacam itu bukanlah sesuatu yang langka di ibu kota kekaisaran ini?
Lebih mengejutkan lagi, sosok itu bahkan lebih besar dua tingkat daripada raksasa hitam yang baru saja menindih pencopet tadi.
Zirah raksasa itu menyibak lautan manusia dan duduk di dekat pencopet, lalu menengadahkan telapak tangannya.
Kemudian, cahaya suci yang agung memancar.
“??? Sihir penyembuhan?? Seorang Healer?? Seorang Healer, ya???”
Itu jelas Healer terkuat yang pernah dilihat Saya.
Energi Mana Material yang melimpah, begitu agung dan menenangkan, seakan menggambarkan kebesaran alam semesta. Luka parah pada pencopet pun lenyap hanya dalam sekejap.
Melihat kemampuan penyembuhan yang begitu luar biasa, Saya tak tahu harus merasa apa.
Zirah raksasa, dan ternyata seorang Healer dengan kekuatan semacam itu──benar-benar kota besar yang menakjubkan.
Salah seorang pemburu di dekatnya berseru kepada zirah raksasa itu.
“A… Ansem-san, orang itu pencopet. Sudah berkali-kali ditangkap tapi tidak pernah jera. Sepertinya tadi pun hendak mencuri lalu melawan.”
“…………………………Humu.”
Sepertinya di dalam zirah itu adalah seorang pria.
Sosok besar itu mengangguk berat, lalu mencengkeram kaki pencopet yang baru saja disembuhkannya dan berdiri.
Jika dibandingkan dengan tubuhnya yang raksasa, tubuh manusia berukuran rata-rata hanya seperti mainan.
Pencopet itu digantung terbalik tanpa daya, menjerit ketakutan.
Apakah di kota besar ini para penjahat biasa dihukum dengan cara digantung terbalik seperti itu? Betapa menakutkannya kota besar……
Foreigner Sarasara yang bersembunyi di sana-sini pun ikut terpaku menatap pria raksasa itu.
Sungguh, sosok tersebut terlalu berbeda.
Padahal selama ini para Foreigner tak pernah gentar meski menghadapi pasukan monster.
Bahkan di Terrace, di mana banyak pemburu bertubuh besar, tak ada seorang pun yang sebesar itu.
Apa yang harus dimakan seseorang agar bisa tumbuh menjadi sebesar itu?
Saat Saya masih tertegun menerima “baptisan kota besar”, tiba-tiba bahunya ditepuk.
“!?”
“Hmm………?”
Tubuhnya tersentak. Ia menoleh.
Yang ada di sana──seorang pemburu wanita. Rambut pirang muda bersemu merah muda yang diikat ke belakang, dengan mata berwarna sama. Ia menatap Saya lebar-lebar, menunduk seolah hendak memastikan wajahnya.
Sepertinya profesinya adalah Thief.
Tampak cukup andal. Tubuhnya mungil, namun Saya bisa merasakan energi menyala-nyala bagaikan api yang tersembunyi dalam dirinya.
Segera, para Foreigner yang mengelilingi Saya memanjangkan leher, seakan ingin memastikan wajah wanita itu.
Saya berdeham kecil, lalu bertanya pada pemburu yang terus menatapnya tanpa alasan jelas.
“………………Ada apa?”
Seharusnya tak ada alasan baginya untuk dipandangi sedemikian rupa.
Tak ada seorang pun yang bisa tahu bahwa pencopet itu dilumpuhkan olehnya.
Mungkin ada yang melihat dompet melayang, tapi──
Keheningan menyelimuti. Setelah beberapa detik, pemburu wanita itu mengedipkan mata dan berkata sambil memiringkan kepala.
“Mungkinkah…………kau Saya-chan yang diceritakan Krai-chan?”
“!? ……Kenapa kau tahu namaku……?”
Pakaian Saya memang agak berbeda, tapi di tengah keramaian tak sampai mencolok.
Ia juga tidak memancarkan aura sehebat itu, dan di negeri jauh seperti Zebrudia, namanya hampir tidak dikenal.
Saya, yang secara refleks menjadi waspada, mendengar wanita itu tertawa ceria.
“Ternyata benar! Krai-chan bilang, waktu ujian level 9 dia berhutang banyak padamu! Jadi? Kau sedang berkunjung?”
“!! Jadi itu berarti…………kau adalah anggota Strange Grief……?”
“Zetsuei, Liz Smart. Senang berkenalan! Tadi itu yang disebut Sarasara, ya? Bagaimana caramu melakukannya?”
Senyuman penuh percaya diri dan sorot mata yang kuat membuat Saya sempat tertekan.
Benar-benar di luar dugaan. Ia tak pernah menyangka anggota Strange Grief akan sedemikian ramah.
Padahal Krai sudah menceritakan tentangnya, namun sama sekali tidak ada sikap waspada dari wanita ini.
Saya yang kebingungan hingga kehilangan kata-kata hanya bisa terdiam, sementara Liz menoleh ke sekitar dan mulai berbicara deras bagai badai.
“Kau sendirian? Kaizer-chan tidak ikut? Padahal aku ingin sekali bertemu Kaizer-chan juga… Krai-chan sangat memujinya! Ah, benar juga! Kebetulan aku sedang luang, mau kuantar keliling kota?”
Ditawari untuk dipandu mengelilingi kota──itu belum pernah terjadi sebelumnya bagi Saya.
Meski sebagian besar kekuatannya berasal dari kekuatan aneh, ia sudah menyerap begitu banyak Mana Material.
Bagi mereka yang jeli, jelas ia bukan orang biasa.
Selain itu, di Cabang Terrace, nama Saya sudah begitu terkenal.
Little Witch, yang seorang diri sebanding dengan seribu pasukan.
Satu-satunya yang tidak gentar pada Saya hanyalah para Foreigner Sarasara.
Mata Saya terbelalak, ia lalu bertanya pada Liz.
“Lalu kau…………apa baginya?”
Sekalipun Krai adalah ketua party, Saya tak bisa membayangkan seseorang bersikap sedekat ini hanya karena mendengar cerita darinya.
Perbedaan perlakuan dengan di Terrace membuat Saya merasa seakan sedang bermimpi.
Liz sempat melongo sebentar, lalu menjawab.
“Eh? Apa baginya…………hmm, teman? Dan, teman dari temanku juga temanku. Itu sudah jelas, kan?”
“!! Itu…………mungkin memang begitu. Benar juga.”
Teman. Dari nada suaranya yang sarat akan kepercayaan mendalam, Saya tanpa sadar mengangguk.
“Teman dari temanku adalah teman.” Betapa indahnya ungkapan itu.
Kalau berdasarkan teori itu, maka teman bisa bertambah tanpa batas.
Tentu saja Saya tidak lagi sepolos anak kecil yang percaya bahwa dunia diatur dengan aturan seperti itu. Namun, bila semua rekan Krai memiliki pemikiran yang sama, maka masa tinggalnya di Zebrudia pasti akan menjadi pengalaman yang luar biasa.
Apakah mungkin Zebrudia memang dipenuhi dengan pemburu seperti ini?
Saya sebenarnya tidak terlalu pandai berurusan dengan orang yang terlalu ceria, tetapi kalau itu adalah teman Krai, ia merasa mereka akan bisa menjadi teman baik juga.
Benar, Krai memang pernah berkata bahwa kalau Saya datang ke Zebrudia, ia akan memperkenalkan anggota partynya. Tetapi kedatangannya kali ini benar-benar mendadak, jadi bagaimana bisa mereka sudah membicarakan hal ini sebelumnya?
Apakah ini juga alasan kenapa Krai dijuluki sebagai Senpen Banka?
Harapannya semakin meninggi. Berbagai pemikiran berputar-putar di kepalanya.
Mungkin karena tertarik dengan sifat unik yang belum pernah ia temui sebelumnya, sosok humanoid penuh lendir pekat bermunculan. Mereka adalah para Foreigner yang berbentuk manusia, tanpa mata, hidung, maupun mulut—sosok humanoid berwarna hitam.
Dalam kategori sarasara-nya Saya, jenis humanoid dengan tubuh yang bisa berubah-ubah bentuk ini adalah yang paling sering muncul. Saya menyebut mereka sebagai Kegehito (Bayangan manusia).
Salah satu Kagehito muncul di antara Saya dan Liz, lalu mengubah ujung lehernya yang panjang menjadi sebuah bola mata raksasa dan menatap Liz dengan tajam.
Bola mata merah itu mendekat, seperti hendak menelisik dari atas.
Saat itu, alis Liz sedikit bergetar. Tangan yang terbungkus sarung tangan aneh terulur ke arah Saya.
Saya sontak membuka lebar matanya. Namun, ujung jemari yang lurus itu bukan menyentuh dirinya—melainkan tepat pada leher tipis Kagehito.
“!? Eh?”
Kemudian, tangan Liz meremas kuat-kuat leher Kagehito.
Bola mata yang tumbuh di ujung leher itu berubah merah padam, lalu menjerit dengan suara menggetarkan, seakan menenggelamkan hiruk-pikuk jalan utama.
Namun, tak seorang pun di keramaian itu yang menyadari jeritan tersebut.
Itulah sifat para Foreigner Sarasara. Mereka tidak bisa dilihat, didengar, ataupun disentuh oleh siapa pun selain Saya.
“??? Eh?”
Tapi teman Krai yang berdiri di hadapannya ini benar-benar bisa berinteraksi dengan Foreigner Sarasara.
Seharusnya tangan Liz menembus tubuh Kagehito begitu saja. Namun kini, makhluk itu jelas-jelas tercekik dalam genggamannya.
Kagehito menggeliat keras. Itu adalah kali pertama Saya menyaksikan Foreigner kesakitan.
Kagehito lain yang tadi hanya mengintai kini bereaksi serempak. Seakan kaget, mereka menumbuhkan mata pada tubuh mereka dan serentak menatap ke arah Liz.
Liz menatap Saya lurus-lurus, lalu tersenyum buas.
“Heh—jadi ini Sarasara aslinya? Tak terlihat, tak tercium, tapi jelas-jelas ada di sini… Sepertinya bukan sihir, ya. Menarik sekali. Jadi, tadi yang menyerang itu mereka?”
Tak mungkin.
Ia jelas tidak bisa melihat, tidak bisa merasakan, bahkan jeritan barusan pun tampak tak ia dengar.
Lalu, bagaimana bisa ia menyentuh mereka?
Selama ini, tak seorang pun mampu melawan Sarasara.
Orang-orang di sekitar menatap Liz dengan rasa ingin tahu.
Sementara itu, tanpa Saya bisa mengendalikannya, para Foreigner di sekitar mulai bergerak. Dari balik gang sempit, dari celah-celah retakan jalan, dari jendela bangunan—berbagai bentuk muncul, jumlahnya tak terhitung.
Jumlah itu tak kalah banyak dari yang pernah ia hadapi dalam insiden yang mendorongnya menjadi pemburu: serbuan monster yang muncul dari pusaran kegelapan.
Langit mulai meredup. Di belakang Liz, noda hitam besar menyebar di atas tanah.
Lebih pekat dari bayangan, tak tampak dasar karena itu bukanlah lubang.
Orang-orang tetap berjalan santai di atasnya tanpa menyadari.
Itu adalah sebuah perbatasan, batas antara dunia para Foreigner dan dunia ini.
Ukuran gerbang itu jauh melampaui yang pernah Saya saksikan.
Biasanya, besar kecilnya perbatasan sebanding dengan ukuran Foreigner yang muncul. Kali ini… sesuatu yang benar-benar asing pasti akan muncul.
Mata Saya terasa panas. Ia langsung paham alasannya.
Fenomena kebalikan sedang terjadi. Bukan karena Saya mengaktifkan kemampuannya sehingga Foreigner muncul, melainkan karena Foreigner hendak muncul, maka kekuatannya terpaksa bekerja semakin kuat.
Ini jelas pertumbuhan kekuatan yang berlawanan dengan yang ia harapkan.
Menatap perbatasan itu, Saya tak kuasa menahan napas tercekik.
Saat itulah, Liz tiba-tiba melepaskan cengkramannya.
“Ah—tadi cuma bercanda kok. Soalnya tiba-tiba ada sesuatu aneh nongol di tengah-tengah… maaf ya?”
Kagehito yang dilepaskan terhuyung-huyung mundur. Bekas telapak tangan masih jelas tercetak di lehernya.
Foreigner lain yang sudah bersiap menyerang langsung Saya hentikan dengan tatapan tajam.
Benar, Liz memang kuat. Tetapi jumlah Foreigner Sarasara terlalu banyak. Jika benar-benar bertempur di tengah keramaian ini, jalanan pasti akan menjadi lautan darah.
Rasa emosi yang kuat terasa dari para Foreigner—entah itu ketakutan atau amarah. Wajah mereka sulit dibaca, karena meski berwujud humanoid, mereka bukanlah manusia.
Namun, ketika Saya menatap mereka dengan penuh tekad, kawanan itu perlahan menjauh, enggan tapi menurut.
Noda hitam di tanah juga menciut, lalu menghilang.
Saya bahkan sempat mendengar sekelebat suara Sarasara yang sudah lama tak terdengar sejak kekuatannya berevolusi.
Langit kembali cerah. Untuk sementara, bahaya sudah berlalu.
Saya merasa jantungnya lebih tercekat daripada saat ia pernah ditangkap di Code.
Mata indah Liz yang berwarna merah muda menatapnya lekat-lekat.
Tak disangka, ada orang yang bisa menyentuh Sarasara. Sehebat apa pun rencana brilian Krai, ternyata kekuatan anggota partynya tak kalah menakutkan.
Ia ingin tahu kenapa Liz bisa mengintervensi Foreigner, tetapi seorang pemburu tak mungkin mengungkapkan rahasianya begitu saja.
Setelah ragu selama belasan detik, Saya akhirnya malah menanyakan hal yang sama sekali berbeda.
“…Liz, levelmu berapa?”
“Eh? Level 6 sih… Oh! Ansem-nii, lihat! Aku bertemu Saya-chan yang Krai-chan ceritakan! Katanya dia sedang main ke sini!”
“!! …Humu.”
Dengan tanpa ragu berteriak di tengah keramaian, Liz memanggil lelaki raksasa yang ternyata masih menggantungkan pencopet di tangannya. Pria itu menoleh dan menjawab.
!? Ansem-nii? Kakak? Kakak kandung? Itu… benar-benar manusia?!
…Zebrudia… tempat macam apa ini?!
Saya menatap kosong, bahunya bergetar, melupakan kejadian barusan. Raksasa itu membelah lautan manusia, berjalan ke arahnya.
Dengan berbagai keterkejutan bercampur kekaguman, Saya mengikuti kakak-beradik Smart berjalan menelusuri ibu kota.
Ternyata nama mereka, terutama Ansem, begitu terkenal. Orang-orang segera menyingkir hanya karena mereka lewat.
Saya memang cukup ditakuti di kota asalnya, Terrace. Tetapi aura Ansem Smart jauh melampaui itu.
“Itu adalah gedung Institut Penelitian Artefak. Kalau menemukan sesuatu terkait Treasure Hall atau artefak, lapor saja ke sana. Sebutkan nama Krai-chan, mereka pasti langsung keluar menghampiri!”
“Itu adalah markas Ksatria Divisi Ketiga, mereka yang mengurus keamanan kota. Kalau ada yang menyerangmu, tangkap saja dan seret ke sana, bisa jadi uang lumayan. Ada daftar buronan juga. Tapi ya… kalau ada apa-apa, tinggal sebut nama Krai-chan saja, gampang beres. Bisa juga pakai namaku sih.”
“Kalau lurus terus ke depan, ada kawasan ‘Distrik Dekadensi’, daerah paling rawan kejahatan. Kalau jalan di sana, kau pasti diserang. Cocok buat Saya-chan yang mau cari uang cepat. Tapi ya, kalau sering, nanti wajahmu dikenal dan tidak akan ada yang berani menyerang lagi. Kalau justru ingin diserang, jangan sebut nama Krai-chan ya.”
“Pokoknya, kalau ada masalah apa pun di Zebrudia, cukup sebut nama Krai-chan, pasti kelar!”
“…Humu.”
“…Begitu ya.”
Sebagai pemburu Level 8, dia memang sangat dipercaya oleh negara.
Namun semakin jauh berjalan, semakin Saya sadar betapa besar kota ini.
Bahkan para Foreigner pun menunjukkan rasa ingin tahu terhadap tanah yang baru pertama kali mereka tapaki ini.
Kepadatan Mana Material di sini terasa jauh lebih kuat daripada di Terrace. Saya pernah mendengar bahwa ibu kota Zebrudia berdiri tepat di atas Leyline yang besar, dan kini ia yakin itu benar.
Para penduduk kota ini pun, hanya dengan tinggal di sini, perlahan menyerap Mana Material. Tak heran tempat ini disebut tanah suci bagi pemburu harta karun.
Tentu saja, sekadar menyerap Mana Material tidak serta-merta membuat seseorang bisa bertarung. Namun, mendirikan kota di atas Leyline sebesar ini, lalu mempertahankannya hingga tumbuh sedemikian rupa, jelas hanya mungkin dilakukan oleh para kaisar Zebrudia yang sangatlah cakap.
“ Tapi, aku sebenarnya ingin bertemu dengan Kaizer-chan juga. Krai-chan memang bilang kalau dia belum pernah melihat langsung, tapi katanya dia bertarung dengan menari, kan?”
“Benar. Cara bertarungnya benar-benar mengagumkan.”
Saat pertama kali mendengar kata penari, aku sempat bertanya-tanya seperti apa caranya bertarung. Namun, sesaat sebelum insiden jatuhnya Code, apa yang kulihat dengan mata kepala sendiri memang jelas-jelas sebuah tarian.
Meski begitu, bahkan setelah menyaksikannya sendiri, aku masih tidak mengerti bagaimana gerakan yang mirip tarian itu bisa meluluhlantakkan pasukan ciptaan Jean Gordon.
Bukan hanya Senpen Banka saja—para pemburu Level 8 memang benar-benar berada di luar nalar.
“Ngomong-ngomong, dulu Krai-chan juga pernah bilang kalau dia mau jadi penari, loh. Itu sebelum dia jadi pemburu, sih.”
“!?”
“Humu…….”
(Level 8 ini sebenarnya apa……? Apa aku juga harus sedikit belajar menari, kalau begitu……?)
……Tidak, tidak. Itu pasti cuma kebetulan saja.
Ketika aku mulai merasa agak kikuk dengan arah pembicaraan, Liz tiba-tiba berkata:
“Jadi, Saya-chan, aku punya satu permintaan. Bisakah kau mengajariku tarian Kaizer-chan?”
“Eh?”
Liz mengangkat kedua tangan dan mengaitkannya di belakang kepala, senyumnya riang.
“Maksudku, aku kan sudah sampai menaklukkan Pohon Dunia juga. Jadi kupikir, sekalian saja aku naik level besar-besaran di sini. Krai-chan mungkin akan terus naik level dari sekarang, jadi aku ingin memperkuat diriku juga. Aku cukup percaya diri soal keluwesan tubuhku, dan kalau aku bisa menguasai teknik Level 8, bukankah aku bisa menargetkan puncak yang lebih tinggi lagi?”
“Humu, humu.”
Ansem mengangguk-angguk lebar, memberi dukungan penuh.
Hanya dengan menaklukkan Pohon Dunia saja sudah merupakan pencapaian luar biasa, tapi sekarang dia bahkan menargetkan lebih dari itu. Benar-benar punya semangat juang yang tinggi.
Kalaupun misalnya Kaizer datang ke ibu kota ini, apa dia akan mengajarkan rahasia tekniknya pada orang lain……?
Tapi, kalau dipikir-pikir, rasanya dia tipe orang yang akan mengajarkannya dengan santai.
Bukan hanya tarian yang mampu menghancurkan pasukan musuh, tetapi juga kekuatan aneh yang memaksa perhatian orang di sekitarnya untuk tertuju padanya. Itu pasti akan sangat berguna dalam penjelajahan Treasure Hall.
Aku tidak tahu apakah hal itu bisa dipelajari semua orang, tapi jujur saja—aku bahkan tidak pernah terpikir untuk belajar menari.
Kalau mau jujur, alasan itu sederhana: beda profesi. Tapi mungkin, pada akhirnya ini masalah apakah seseorang punya semangat berkembang dan pikiran yang fleksibel atau tidak.
Kelihatannya, selain mencari teman, kota ini memang punya banyak hal yang bisa kudapatkan.
Posisiku sebagai Level 9 sementara pun sebenarnya hanya sebuah batu loncatan menuju peningkatan kedudukan bagi para pemilik kemampuan khusus sepertiku.
Saat aku memperbarui tekad dalam hati, Liz menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada dan berkata dengan ceria:
“Jadi yaa, kalau kau tidak keberatan…… Saya-chan, maukah kau sparing denganku nanti? Soalnya di sini sudah jarang ada yang mau sparing lagi. Kupikir teman-teman yang lain juga pasti penasaran bagaimana rasanya melawan Level 8 dari negara lain. Ansem-nii juga ingin lihat Sarasara, kan?”
“Humu, humu, humu!”
“Itu…… tidak masalah, sih. Kalau kau memang mau.”
Biasanya aku pasti akan menolak. Soalnya, buat mereka bertarung melawanku tidak akan ada gunanya.
Tapi Liz tadi jelas-jelas bisa memberikan kerusakan pada Foreigner yang seharusnya tidak terlihat dan tidak bisa disentuh.
Kalau aku bisa mengamati baik-baik caranya melawan, mungkin aku bisa memahami bagaimana dia melawan Sarasara. Itu juga bisa jadi jalan keluar dari kegelisahan yang dimiliki Asosiasi Penjelajah mengenai kekuatanku.
Entah karena mendengar percakapan kami atau bukan, para Foreigner mulai mengelilingi kami. Padahal aku tidak memberikan perintah apa pun, tapi mereka memang kadang terlihat memahami bahasa kami.
Sepertinya mereka juga bersemangat. Dari berbagai arah, jumlah yang berkumpul sudah melewati puluhan.
Saking banyaknya, sampai-sampai pandanganku dipenuhi oleh mereka, menutupi pemandangan kota biasa di belakangnya. Padahal ini bukan saatnya sparing……
Kalau orang biasa bisa melihat Foreigner, pasti sudah jadi kepanikan massal. Aku menghela napas dan menoleh ke samping──
Lalu aku menyadari, ada jenis Foreigner baru yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Hingga saat ini, semua Foreigner yang datang melalui Sarasara selalu berwarna hitam pekat, seakan-akan kegelapan yang diberi wujud.
Tapi yang satu itu tidak berwarna hitam.
Bahkan…… bentuknya sangat mirip manusia. Aku langsung bisa mengenalinya sebagai Foreigner karena hawa yang dipancarkannya berbeda, dan wajahnya—aneh.
Rambut hitam, kulit putih. Dari penampilan, dia terlihat seperti gadis yang sedikit lebih muda dariku. Tapi di tempat matanya hanya ada rongga kosong.
Pakaiannya mirip seragam sekolah, namun lengan kurusnya yang menjulur keluar dari lengan baju tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Dari rongga matanya mengalir darah merah seperti air mata.
Sekilas memang menakutkan, tapi dibandingkan dengan para Foreigner lain, justru terlihat lebih manis.
Mungkin karena penasaran, para Kagehito menatapinya dengan bola mata besar mereka, seperti mengamati benda langka.
Mendapat banyak tatapan, Foreigner baru itu tampak jelas kebingungan. Dia menoleh ke segala arah, namun di antara kerumunan Foreigner, keberadaannya terlihat sangat mencolok.
“!?”
Saat aku menatapnya, Foreigner itu menyadari keberadaanku, lalu seolah terkejut, ia langsung berbalik dan berlari. Entah kenapa, para Kagehito segera meluncur mengejarnya.
Apa-apaan itu……? Apa mereka juga bersemangat karena datang ke kota baru, sampai bertindak aneh begitu?
Yah, selama mereka tidak membuat keributan, terserah saja……
“Baiklah, kalau begitu ayo kita pergi ke Clan House. Krai-chan juga ada di sana, dan aku akan mengenalkanmu dengan anggota yang lain. Aku juga yakin teman-teman lain pasti ingin mencoba melawan Level 8!”
“……Aku serahkan padamu.”
(Di kampung halamanku, aku dianggap menakutkan dan tidak ada seorang pun yang berani mengajakku sparing……)
Haruskah aku merasa kesal, atau malah kagum dengan sikap ini?
Untuk sementara aku melupakan Foreigner baru tadi, dan mulai memikirkan cara agar bisa melalui sparing nanti dengan selamat.
§ § §
Dari jendela kecil yang terbuka, angin sejuk berhembus masuk ke dalam ruangan.
Meja kerja di ruang Clan Master.
Duduk dalam-dalam di tempat biasanya, aku berkedip menatap laporan yang dibawa oleh Eva.
“Eh? Saya datang? Ke ibu kota kekaisaran? Lebih cepat dari yang kukira, ya.”
“Ya. Sepertinya ditemukan oleh Liz-san, dan sekarang sedang melakukan pertarungan simulasi di arena latihan bawah tanah.”
“??? Eh? Kenapa?”
Saya Chromis. Pemburu Level 8 yang ikut ujian sertifikasi Level 9 bersamaku.
Memang, dia sempat bilang ingin datang ke ibu kota, tapi gerakannya terlalu cepat, dan begitu tiba langsung melakukan sparing? Itu benar-benar tidak masuk akal.
Seperti inikah yang disebut pemburu Level 8…?
Ngomong-ngomong, apa dia berhasil naik ke Level 9?
Semoga saja Liz dan yang lain tidak merepotkannya… Tapi serius, kalian cepat sekali akrab ya, sampai langsung sparing.
Saat itu, Clan House berguncang kecil. Rupanya pertarungan mereka cukup memanas.
Memang, demi berjaga-jaga agar Clan House tidak runtuh, arena latihan sengaja dibuat di bawah tanah.
Tapi kalau sampai masih terasa guncangan seperti ini… pemburu level tinggi benar-benar menakutkan.
Aku menatap langit-langit yang bergetar, sementara Eva mengerutkan kening dan berkata:
“Anti-runtuhannya sudah lengkap. Lagi pula, Klan ini punya banyak pemburu level tinggi.”
“Ya, Ansem saja bisa menembus dinding logam tebal dengan mudah.”
Baik Luke yang bisa membelah apa saja dengan satu tebasan, maupun yang lainnya—semuanya melakukan hal-hal yang tak bisa dipercaya sebagai manusia biasa.
Bangunan bisa saja dibuat dari material sekuat apapun, tapi tetap ada batasnya…
Padahal sebelum menjadi pemburu, mereka tidak jauh berbeda denganku. Betapa besar jarak yang sudah tercipta sekarang.
Saat aku larut dalam renungan, Eva melirik ke arah pintu lalu bertanya:
“Apakah Anda ingin bertemu dengannya?”
“…Tidak, maaf untuk Saya, tapi lebih baik tidak. Semua orang sedang tegang, aku tidak ingin dicurigai tanpa alasan.”
Di depan pintu ruang Clan Master—yang dibiarkan terbuka—hampir 10 orang menatapku dengan mata penuh keseriusan.
Dengan pakaian dan usia yang beragam, merekalah pengawas yang ditugaskan mengawasiku sejak masa skorsingku dimulai.
Katanya, mereka dikirim dari berbagai institut: Asosiasi Penjelajah, tiap Divisi Ksatria, hingga Institut Penelitian Artefak.
Sudah bertahun-tahun aku tinggal di ibu kota, tapi baru kali ini mendapat perlakuan seperti ini. (Sebenarnya Eva sempat bertanya apakah aku ingin menolak mereka, tapi aku bilang tidak usah).
“Kalau mereka berkeliaran terlalu dekat, dan memunculkan gosip aneh, itu akan menyulitkan kita…”
“Ah, jangan begitu. Mereka juga hanya sedang bekerja. Tawarkan teh untuk mereka.”
Aku melambaikan tangan ke arah orang-orang yang masih mengawasi ketat di luar ruang Clan Master, tapi wajah mereka tetap serius, tidak menanggapi.
Ngomong-ngomong, pengawasan dilakukan bergantian, 24 jam penuh. Meski tidak sampai masuk ke kamar pribadiku, dengan jumlah sebanyak ini dan penjagaan seketat itu… mungkin bahkan kaisar pun tidak mendapat perlakuan seperti ini.
Padahal aku sudah bilang tidak akan melakukan apa-apa, dan selama ini pun nyaris tidak pernah membuat masalah. Kepercayaan mereka terlalu minim.
Aku jadi sedikit bisa merasakan bagaimana rasanya Ohii-sama yang terus-menerus dikurung.
“Kalau Krai-san memang berkenan begitu… toh ini tidak akan bertahan lama. Jumlah kompensasi masa skorsing ini juga cukup besar.”
Eva menghela napas dan mengalihkan pandangannya dari para pengawas. Rupanya ia tidak terlalu menyukai situasi ini.
Wajar saja, tidak enak kalau Clan Master sendiri dijatuhi hukuman skorsing dengan pengawasan ketat meski tidak berbuat salah. Kalau dibiarkan, bisa dianggap lemah juga.
Tapi… yah, kali ini anggap saja sebagai membangun utang budi, biarlah.
“Andai saja kasus ini cepat terselesaikan.”
“Eh? Ada sesuatu yang terjadi?”
“…Anda tidak tahu? Saat ini, berbagai institut sedang sibuk mengusut penyebabnya──”
Eva menatapku dengan mata terbelalak, lalu menjelaskan.
Singkatnya, belakangan ini kasus “penculikan misterius” sering terjadi di ibu kota, sampai negara turun tangan untuk menyelidikinya.
“Oh, benar juga. Lucia sempat menyebutnya.”
“Sepertinya, jumlah korban yang hilang sudah cukup banyak. Situasinya tergolong luar biasa.”
Wah, kerja keras juga mereka. Kalau aku tidak sedang dalam masa hukuman, mungkin Gark-san sudah memberiku tugas merepotkan lagi. Untunglah aku sedang ditahan.
Berarti alasan pengawas-pengawas ini tiba-tiba datang dan terus memandangku tajam adalah untuk memastikan aku tidak ikut campur, ya?
Santai saja, aku tidak akan bergerak!
“Karena kasus ini terlalu banyak kejanggalan, bahkan ada yang khawatir mungkin melibatkan dewa… semua orang tampak waspada. Lagipula, tempat ini adalah bekas Star Shrine.”
“Dewa…? Tidak, aku rasa itu tidak mungkin.”
“!? Bagaimana Anda bisa yakin?”
Jawabanku membuat para pengawas mulai berbisik gelisah. Rupanya mereka memang mendengarkan. Yah, aku sudah tahu. Mereka memang ditugaskan mengawasi agar aku tidak ikut campur.
Alasanku tahu sebenarnya karena sudah mengecek lewat smartphone bersama Imouto Kitsune, tapi tentu, aku tidak bisa bilang begitu.
Bagaimanapun, dia memang rakus, tapi tetaplah Phantom. Jadi, aku hanya mengetuk meja dengan jari telunjukku, lalu berkata dengan gaya hard-boiled:
“Meski aku sedang diskorsing, hal semacam itu aku bisa tahu. Toh kalau Lucia yang bergerak, masalahnya cepat selesai.”
Para pengawas langsung ribut, sibuk memberi laporan ke suatu tempat. Sementara itu, aku hanya menguap.
Lucia itu sepuluh ribu kali lebih handal dariku, punya banyak teman, dan tidak punya kelemahan jelas seperti Luke atau Liz.
Kalau kasus ini tidak bisa diselesaikan olehnya, berarti memang masalah yang luar biasa besar.
Ah, tapi kalau kasusnya selesai, mungkin hukumanku juga akan dicabut… kalau dipikir begitu, waktu santai ini jadi terasa berharga. Harus benar-benar menikmatinya.
“Belum tentu. Katanya informasinya terlalu simpang siur…”
“Simpang siur? Jadi bukan tidak ada petunjuk, melainkan kebanyakan, begitu?”
“Bukan tidak ada, tapi justru terlalu banyak. Katanya, di seluruh kota beredar rumor aneh. Misalnya, berjalan di gang saat tengah malam lalu diculik monster yang menggantungkan kepala, atau sedang tidur lalu tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, dan kalau menjawab akan diseret ke dunia kegelapan tanpa bisa kembali… sebagian besar pasti hanya desas-desus, tapi bahkan pihak ksatria sampai mengeluarkan peringatan.”
Benar juga, kalau kasus penculikan misterius terjadi di dalam ibu kota, wajar jika membuat heboh. Apalagi sampai keluar peringatan resmi.
Tinggal menunggu waktu sampai dalang utamanya tertangkap.
Tapi “hanya desas-desus tanpa dasar”, ya…
“Kenapa kau yakin itu desas-desus?”
“Kenapa… kalau orang yang mengalaminya benar-benar hilang tanpa kembali, siapa yang menyebarkan rumor itu?”
“…Eva, kau pintar juga.”
Benar sekali. Kalau semua saksi lenyap, tentu tidak akan ada yang bisa menyebarkan cerita.
Tapi toh aku tidak akan menanggapi kalau ada yang mengetuk pintu malam-malam, juga tidak akan berjalan di gang tengah malam. Jadi bagiku tidak ada pengaruhnya.
Ucapan itu membuat Eva menunjukkan ekspresi rumit.
“…Terima kasih. Tapi tetap saja, rumor yang sebelumnya tidak pernah terdengar tiba-tiba meledak, dan sekarang warga jadi ketakutan. Padahal biasanya aku selalu berusaha mengumpulkan informasi semacam itu, tapi kali ini… aku tidak bisa melacak sumbernya.”
Benar juga. Eva selalu bisa menjawab cepat apa pun yang ditanyakan. Dia benar-benar pekerja keras. Bahkan sepertinya dia bisa hidup sebagai informan.
“Sumber rumor tidak jelas, hubungannya dengan kasus penculikan misterius pun tidak jelas, dan sejauh ini belum ada institut yang berhasil mengungkap penyebabnya.”
“Padahal institut penyelidikan di ibu kota itu terkenal sangat mumpuni. Wajar mereka kewalahan, tapi orang hilang mestinya cepat bisa dilacak…”
Kurasa orang-orang yang mengawasiku itu berasal dari institut-institut yang sedang melakukan penyelidikan juga. Aku melirik sekilas mereka sambil berkata dengan nada prihatin.
Di Zebrudia, sistem pendidikan sangat maju, dan prinsip meritokrasi ditegakkan. Level kualitas sumber daya manusianya terkenal sangat tinggi. Pemburu memang campur aduk, tapi untuk aparat negara, tak mungkin ada yang tidak cakap.
Bahkan dengan sekumpulan orang berbakat sekalipun, kalau penyebabnya tidak bisa ditemukan… jadi ini benar-benar terjadi di dalam ibu kota ya?
Padahal seharusnya Zebrudia termasuk negara yang relatif aman dengan ketertiban yang cukup baik, tapi akhir-akhir ini benar-benar terlalu banyak hal yang terjadi.
Haruskah aku menganggap itu bagus karena berarti pekerjaan pemburu semakin banyak?
Di saat itu, Eva menanyakan sesuatu yang agak aneh.
“Meski sudah diselidiki, yang didapat hanya rumor-rumor aneh dan penyebabnya sama sekali tidak jelas. Orang-orang yang hilang pun tidak ditemukan. Beberapa ciri-cirinya bahkan terasa begitu aneh hingga sulit dipercaya itu ulah manusia. Kalau Krai-san, apa yang akan Anda lakukan?”
“Eh……? …………Mungkin tidak melakukan apa-apa dan menunggu sampai ada orang lain yang menyelesaikannya.”
“…………”
“B-bercanda kok. Hmm, ya begini……”
Jawaban setengah seriusku membuat Eva mengerutkan kening dan menatapku tajam. Entah kenapa, aku merasakan tekanan luar biasa.
Sambil tetap bersandar di kursi, aku menyilangkan kaki dan menyesap teh yang sudah dituangkan Eva.
Kalau dipikir baik-baik, tidak mungkin aku bisa menemukan solusi untuk sesuatu yang bahkan orang-orang berbakat itu saja tidak bisa pecahkan. Tapi… ya, benar juga.
Sebelum membentuk Klan, aku pernah melewati banyak situasi hidup-mati bersama Strange Grief. Tepatnya sih, aku lebih sering terbawa arus situasi saja, tapi anehnya di antara pengalaman itu ada juga beberapa kasus kebuntuan yang entah bagaimana bisa kupecahkan sendiri.
Aku mengangkat telunjuk dan berkata dengan gaya hard-boiled.
“Kalau sudah begitu, tinggal jadikan diri sendiri sebagai korban. Dalam kasus ini ya, aku harus mengalami sendiri yang namanya penculikan misterius itu.”
“!?”
Para pengawas yang berjaga langsung menatapku dengan mata terbelalak. Heh, pasti tidak menyangka aku akan menjawab begitu. Tentu saja, kalau aku benar-benar mengalaminya, sekali saja sudah cukup bagiku.
Eva pun ikut membelalakkan mata, menelan ludah, lalu bertanya dengan ragu.
“J-jadi… bagaimana caranya?”
“…………”
Pertanyaan yang sangat masuk akal. Aku pun hanya menampilkan senyum ramah.
Soalnya ya, biasanya kalau aku tidak melakukan apa-apa dan menunggu, cepat atau lambat aku akan terseret ke dalam masalah juga.
“Lalu… setelah Anda diculik, apa yang akan dilakukan?”
“…………”
Aku tetap mempertahankan senyum barusan sekuat tenaga.
Soalnya ya, kalau aku tidak melakukan apa-apa dan hanya menunggu, biasanya teman-temanku yang akan datang menyelamatkanku.
“Ngomong-ngomong, aku dengar strategi semacam itu sebenarnya sudah diajukan pihak ksatria, dan mereka mencoba menelusuri semua rumor yang ada. Tapi… tidak ada satu orang pun yang benar-benar menghilang. Benar begitu?”
“Y-ya, betul. Soalnya memang hampir tidak ada petunjuk……”
Saat Eva melirik ke arah para pengawas, seorang pemuda berzirah ringan menjawab dengan wajah muram.
Ah, ya kan. Kalau aku saja bisa memikirkannya dengan mudah, jelas mereka juga sudah lama mencobanya.
“Sebagian besar korban penculikan misterius itu hanyalah warga biasa tanpa kemampuan bertarung, atau paling banter pelajar dan pemburu pemula. Hampir tidak ada pemburu level tinggi atau ksatria yang jadi korban. Kalau dirangkum, seolah-olah penculikan itu sendiri memilih target. Betul, kan?”
“!? B-bagaimana kau bisa──”
Pengawas dari Asosiasi Penjelajah menoleh terkejut ke arah Eva. Informasi Eva memang terlalu gila.
“Meski semua orang berusaha mati-matian mencari tahu, jumlah orang hilang terus meningkat, seakan-akan mengejek semua penyelidikan mereka. Bahkan, pihak Kekaisaran kabarnya sudah mulai mempertimbangkan kemungkinan munculnya Treasure Hall.”
Munculnya Treasure Hall, ya? Apa mungkin itu terjadi di tengah kota begini?
Biasanya, Treasure Hall hanya terbentuk di tempat terpencil jauh dari pemukiman. Apalagi ibu kota ini salah satu kota terpadat, sebagian besar Mana Material pastinya terserap oleh orang-orang yang tinggal di sini. Jadi mestinya tidak akan sampai termanifestasi…… mungkin.
Kupikir itu sudah terlalu jauh, tapi mengingat yang menyelidiki adalah institut resmi negara, analisis mereka pasti tidak asal-asalan.
Bisa sampai menyimpulkan sejauh itu hanya dalam waktu singkat… kalau aku yang kebetulan terlibat dalam kasus ini, pasti sudah menghilang di hari pertama. Nasibku memang selalu sial.
Tapi, para pengawas ini dari tadi kok terus memandang ke arahku? Apa mereka berharap aku bisa memberi saran?
“……Yah, dariku sih tidak ada yang bisa kukatakan. Aku ini sedang dalam masa skorsing, kan.”
“!? Y-ya… memang benar, sih……”
“Lagipula, kalau sudah sejauh itu datanya, sebentar lagi pasti terpecahkan juga. Ada banyak institut negara yang bekerja sama, dan kalau memang tidak melibatkan dewa, harusnya gampang diselesaikan.”
Kalau sampai ada Phantom Dewa yang terlibat, aku pasti sudah kabur dari ibu kota. Tapi untungnya, setidaknya bagian itu sudah dipastikan bukan.
Entah apa pun penyebabnya, selama bukan urusan dewa, ruang kerja Clan Master ini harusnya aman… kurasa.
Saat itulah aku menemukan ide bagus. Aku menjentikkan jari.
“Oh iya, kebetulan Saya ada di sini kan. Kenapa tidak meminta bantuannya saja? Kemampuannya itu, jujur saja, luar biasa. Levelnya juga tinggi. Bahkan, Sarasara-nya itu pas sekali untuk kasus ini. Ya, sudah pasti cocok! Itu dia solusinya!”
Meski aku belum benar-benar paham apa sebenarnya Sarasara itu, tapi karena Saya sendiri bilang bisa melakukan apa saja, pasti tidak masalah.
Dan kalau kasus ini terpecahkan, hukuman skorsingku mungkin akan sedikit dilonggarkan. Idealnya sih, larangan bekerja tetap ada, tapi izin keluar ruangan sudah cukup.
Sekarang sih tidak ada masalah, tapi kalau skorsingnya terlalu lama, bahkan aku juga akan bosan.
“…………Kalau sampai pemburu dari negara lain yang menyelesaikan, itu bisa jadi masalah juga… haah. Baiklah, akan aku coba bicarakan dulu.”
“Aku serahkan padamu. Soalnya aku agak khawatir kalau cuma LucÃa yang turun tangan. Kalau tetap tidak berhasil, nanti kupikirkan lagi. …………Segini saja belum bisa dibilang aku melanggar aturan, kan?”
Sambil memastikan, aku melirik ke arah para pengawas, dan mereka langsung mengalihkan pandangan. Jadi masih dalam batas aman, rupanya.
Eva lalu meletakkan sebuah bundel berkas di atas meja.
“Tidak tahu apakah ini akan berguna, tapi setidaknya ini ringkasan informasi yang sudah diketahui sejauh ini. Tolong serahkan pada Lucia-san saat ia datang.”
“Oh, terima kasih. Ini sangat membantu. Eva itu memang baik sekali ya.”
“…………Aku merasa tersanjung.”
Benar-benar aku cukup berterima kasih. Padahal hanya mengurus Klan saja sudah cukup merepotkan, tapi dia masih sempat memikirkan Lucia juga.
Kalau aku punya wewenang menaikkan gaji Eva, pasti sudah kulakukan. (Sayangnya wewenangnya memang ada di tangan Eva sendiri).
Sambil melirik sekilas isi bundel berkas itu, aku sekali lagi menguap lebar, lalu mengeluarkan smartphone dari saku.
§ § §
Setelah menyelesaikan laporan, ia meninggalkan ruang Clan Master.
Orang-orang yang dikirim dari berbagai institut untuk mengawasi Senpen Banka yang sedang dalam masa hukuman skorsing, tampak saling berbicara dengan ekspresi penuh kebingungan.
Merasakan suasana aneh yang mengalir di antara mereka, Eva menekan kacamatanya dan menghela napas.
Kemungkinan besar, hal itu karena sikap Krai benar-benar tidak bisa dipercaya berasal dari seseorang di Level 8.
Sejak para pengawas itu datang, Krai benar-benar tidak melakukan apa-apa.
Ia hanya mengurung diri di ruang Clan Master, memoles artefak, membaca buku, atau tidur siang.
Bahkan terhadap perlakuan tidak terhormat berupa penempatan pengawas, ia tidak pernah melontarkan keluhan sedikit pun.
Sesekali, ia malah mengatakan hal-hal seperti, “Kenapa tidak sesekali kalian kuajari menyeduh teh?”
Menyelidiki kasus pun tidak, menunjukkan tanda-tanda ingin melakukan sesuatu yang produktif pun tidak ada. Bila tidak tahu siapa dia sebenarnya, para pengawas itu pasti sudah menyimpulkan Krai hanyalah seorang pemalas.
Pengawas yang dikirim dari beberapa institut negara, termasuk dari berbagai pasukan ksatria, mengawasi Krai selama 24 jam penuh.
Di tengah situasi di mana isu “penculikan misterius” sedang ramai beredar di ibu kota dan jumlah tenaga jelas tidak cukup, justru dialokasikan begitu banyak orang hanya untuk mengawasi satu individu.
Dari hal itu saja, Eva bisa dengan jelas memahami maksud sesungguhnya pihak kekaisaran.
Ya—itu adalah untuk melemahkan pengaruh Senpen Banka.
Alasan semacam “prestasinya terlalu besar hingga hadiahnya tidak bisa dibayar” hanyalah dalih belaka.
Sederhananya, Senpen Banka telah bertindak terlalu jauh.
Sampai-sampai Asosiasi Penjelajah harus menaruh pertimbangan khusus pada pihak kekaisaran.
Krai Andrey terlibat dan berhasil menyelesaikan hampir semua kasus besar yang baru-baru ini terjadi di ibu kota.
Namun, pada dasarnya kasus-kasus tersebut bukanlah hal yang seharusnya ditangani seorang pemburu tunggal.
Semestinya ada institut negara yang bertanggung jawab menjadi pihak utama dalam penyelesaian masalah itu.
Setiap kali Senpen Banka berhasil mengatasinya, penilaian terhadap institut-institut itu justru semakin menurun.
Mereka dianggap sebagai pihak tak berguna, kalah cepat dari pemburu yang seharusnya tidak ada kaitannya.
Kalaupun tidak sampai dianggap bodoh, setidaknya setiap kali mereka gagal menyelesaikan kasus, pandangan rakyat akan semakin keras.
Jika setiap masalah selalu mengandalkan pemburu, maka yang tercoreng bukan hanya nama institut, melainkan juga reputasi negara.
Pada akhirnya, hal itu berisiko menurunkan kekuatan nasional.
Masalah ini memang unik bagi Zebrudia, negara yang mengeluarkan kebijakan istimewa untuk menarik para pemburu terbaik hingga dijuluki sebagai “Tanah Suci Para Pemburu Harta Karun.”
Tentu saja, semakin banyak pemburu berbakat seharusnya semakin baik.
Dengan bekerja bersama pemburu unggul, kemampuan yang lain pun ikut meningkat. Itu salah satu alasan kebijakan khusus bagi pemburu diterapkan.
Namun, ada satu masalah mendasar dari Senpen Banka.
Mengikuti Krai Andrey tidak otomatis membuat seseorang memperoleh kemampuan seperti Krai Andrey.
Ujian maut bernama “Seribu Ujian” memang mengangkat kemampuan banyak orang yang terseret di dalamnya, tetapi sejauh ini belum pernah melahirkan seorang pun yang benar-benar sebanding dengannya.
Bagi sebagian besar orang, “Seribu Ujian” hanyalah hal menakutkan yang selalu di luar dugaan.
Kemungkinan besar, ketika masih dalam tahap menerima permintaan untuk mengawal Kaisar, pihak kekaisaran masih melihat Krai sebagai pemburu yang sangat berguna.
Namun, sejak tiga peristiwa besar—kekacauan ramalan, pembukaan hubungan diplomatik dengan Yggdra, dan keberhasilan penaklukan Code—penilaian pun berubah.
Mereka sampai pada kesimpulan: “Jika terus bergantung padanya, dampaknya akan terlalu besar.”
Jumlah besar uang kompensasi yang ditawarkan sebagai ganti masa hukuman skorsing Krai, jelas bukan hanya berasal dari Asosiasi Penjelajah.
Jumlah itu sendiri sudah menjadi bukti betapa tinggi penilaian terhadap Senpen Banka.
Namun, untuk kali ini, taruhan menyangkut martabat negara. Kekaisaran bertekad untuk menyelesaikan kasus penculikan misterius ini dengan kekuatan selain Senpen Banka.
Eva melirik para pengawas yang sedang berunding dengan wajah tegang.
Sebagai seseorang yang sebenarnya menentang hukuman skorsing tidak masuk akal ini, ia memang merasa tidak senang terhadap mereka.
Namun, di sisi lain ia juga merasa iba.
Seperti yang ia laporkan tadi, hingga kini tidak ada institut kekaisaran yang berhasil mengungkap misteri penculikan tersebut.
Krai memang pernah menyindir dengan kata-kata, “Padahal institut penyelidikan di ibu kota itu terkenal sangat mumpuni. Wajar mereka kewalahan, tapi orang hilang mestinya cepat bisa dilacak….”
Tapi kebenarannya, institut-institut itu tidaklah bodoh—justru Krai yang tidak normal.
Para pengawas mungkin merasa lega melihat Senpen Banka tidak melakukan apa-apa, namun Eva tahu betul.
Bagi pria itu, menyelesaikan kasus tanpa melakukan apa pun justru bukanlah hal sulit.
Mengurungnya di ruangan dan melarangnya bertindak sama sekali bukanlah jaminan apa-apa.
Itulah sebabnya Eva berusaha sebisa mungkin untuk memberi mereka informasi lewat percakapannya dengan Krai.
Itu adalah batas kompromi terakhir.
Dengan begini, setidaknya tidak akan dianggap sebagai “meminjam kekuatan Senpen Banka.”
Sisanya, yang bisa ia lakukan hanyalah berharap para pengawas itu bisa menyelesaikan kasus ini sebelum Krai merasa bosan dengan masa hukumannya.
“Aku sudah menempatkan Saya Chromis di ruang latihan bawah tanah.”
“……! Terima kasih atas kerja samanya.”
Dengan wajah tegang, para elite dari berbagai institut menundukkan kepala singkat sebelum segera berpencar.
Eva mengantar mereka dengan pandangan mata, lalu menoleh sekali lagi ke ruang Clan Master.
Di sana, Krai terlihat tenang, sibuk memainkan smartphone dengan wajah ceria.
Seorang pria yang sama sekali tidak keluar dari ruangan—melawan sebuah negara yang menggerakkan seluruh kekuatan resminya.
Siapakah yang akan keluar sebagai pemenang?
Bahkan Eva pun tidak sanggup menebaknya.
§ § §
Institut Astrologi dan Mistik.
Itu adalah sebuah institut nasional milik Zebrudia, yang terutama meneliti fenomena dan misteri yang belum diketahui.
Di sebuah ruangan dari bangunan pualam putih yang terletak sedikit di pinggiran pusat ibu kota, orang-orang dikumpulkan untuk menyelesaikan kasus “penculikan misterius” yang belakangan ini perlahan menyebar di ibu kota, dan sebuah markas besar penanggulangan pun dibentuk.
Di dalamnya hadir para anggota institut negara, mulai dari ksatria yang bertanggung jawab atas keamanan publik hingga staf Institut Astrologi dan Mistik, lalu para pemburu yang bekerja sama lewat Asosiasi Penjelajah, hingga perwakilan dari perusahaan dagang besar dan lembaga pers—organisasi swasta yang memiliki pengaruh kuat di dalam negeri.
Selain satu orang yang sangat menyebalkan, susunan ini bisa dibilang yang terbaik dari pihak-pihak yang dapat segera dikerahkan.
Hal itu menunjukkan betapa besarnya dampak peristiwa kali ini.
Saat ini, ibu kota tengah bergemuruh karena hubungan diplomatik dengan Yggdra baru saja terjalin. Di tengah situasi seperti itu, kasus penculikan misterius yang mendadak muncul adalah sesuatu yang harus segera diselesaikan.
Hanya sekadar orang yang menghilang saja sudah merupakan masalah besar, apalagi di antara para tamu yang datang ke ibu kota, terdapat tidak sedikit pejabat tinggi dari negeri lain dan utusan dari Yggdra.
Meskipun pengawalan telah disiapkan, bila sampai mereka yang hilang dalam peristiwa ini, persoalan bisa merambat menjadi masalah diplomatik.
Franz Ergmann, komandan Ksatria Divisi Nol—pasukan pengawal khusus yang berada langsung di bawah kaisar—memeriksa laporan penyelidikan, lalu mengerutkan kening.
“Ini masalah serius. Semua hasilnya nihil, katamu?”
“Seperti mengejar kabut saja,” gumam Sage Cluster, profesor dari Akademi Sihir Zebrudia yang dipilih menjadi anggota markas penanggulangan.
Raut wajah anggota lain yang duduk mengelilingi meja pun serupa dengan Franz.
Sejak markas ini dibentuk dengan mengumpulkan orang dari berbagai instansi, Franz telah mengerahkan semua tenaga yang bisa digunakan demi menyelesaikan kasus ini secepat mungkin.
Berbagai cara sudah ditempuh. Mereka menelusuri satu per satu rumor yang mendadak merebak tentang penculikan misterius, memeriksa kebenarannya, bahkan menyiapkan umpan.
Para ksatria dikirim ke seluruh penjuru ibu kota untuk menelusuri jejak para korban, hingga ke distrik terabaikan yang selama ini setengah ditelantarkan. Bahkan kadang mereka harus masuk ke bangunan milik warga sipil untuk melakukan pemeriksaan.
Namun, akhirnya tak ada satu pun hasil yang diperoleh.
Tak ada jejak para korban hilang yang ditemukan, sementara semua ksatria yang dikirim kembali dengan selamat.
Meskipun begitu, jumlah orang yang hilang terus bertambah. Mereka bahkan belum berhasil melacak dari mana asal pertama kali rumor itu menyebar.
Seperti yang dikatakan Profesor Sage, benar-benar seolah sedang mengejar kabut.
Jika ini benar perbuatan manusia, maka pelakunya pasti organisasi kriminal dengan pengaruh yang sangat besar.
Namun, kemungkinan itu jelas hampir nol.
Sudah tidak ada lagi organisasi semacam itu di ibu kota, dan kalaupun ada yang tersisa, mustahil mereka bisa bergerak sejauh ini tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.
Dari semua korban yang telah teridentifikasi, yang terbanyak adalah para murid Akademi Sihir Zebrudia.
Jika hanya melihat hal itu saja, orang bisa saja menduga ini ulah seorang Magi.
Namun, Profesor Sage mengangkat bahu.
“Sudah kuperiksa di dalam akademi, tak ada tanda-tanda sihir besar digunakan. Lagi pula, dalam waktu singkat tak mungkin ada Magi biasa yang bisa menculik sebanyak ini. Kalau ada kemungkinan, ya──”
“Ada kemungkinan, katamu?” Franz menatapnya.
Memang, bila dibandingkan dengan penculik biasa yang bergerak di bawah kegelapan malam, hipotesis Magi terdengar lebih masuk akal.
Namun, Sage hanya menghela napas panjang sebelum menjawab.
“Kalau ada, mungkin hanya Putri Selene. Ia mampu menggunakan sihir pemindahan seorang diri. Dan kalau seorang Noble, tak mengherankan bila memiliki ritual khusus untuk menghapus jejak penculikan.”
“……Konyol.”
Bayangan sosok Ratu Noble, wanita cantik yang terlintas di benaknya, membuat Franz mengeluarkan gumaman penuh penolakan.
Selene Yggdra Frestel—Putri Pohon Dunia sekaligus ratu Yggdra—memang Magi yang mampu menyusup ke ibu kota dengan menggunakan sihir pemindahan, sosok berbahaya yang sama sekali tak paham dengan akal sehat manusia.
Namun, ia tidak punya motif, dan Franz tidak percaya ia memiliki kecakapan untuk menculik begitu bersih.
“Lagipula, Putri Selene baru datang ke sini setelah penculikan ini berlangsung cukup lama.”
“Benar juga. Kalau begitu, yang tersisa hanyalah menganggap ini fenomena supranatural.”
Memang, kasus ini baru terungkap setelah Putri Selene berada di ibu kota, tetapi hasil penyelidikan menunjukkan penculikan itu sudah terjadi jauh sebelumnya.
Baru belakangan ini orang-orang sadar. Kini pun laporan tentang orang hilang terus berdatangan dari warga, dan butuh waktu lama sebelum jumlah korban sebenarnya benar-benar bisa dipastikan.
Salah satu staf Institut Astrologi dan Mistik melapor dengan tegang.
“Tidak ada nubuat yang muncul. Lagipula ramalan terakhir baru saja keluar belum lama ini, dan tidak semua fenomena diwujudkan dalam ramalan.”
“Tak ada perubahan berarti pada Treasure Hall di sekitar. Ada sedikit penurunan level, tapi itu pengaruh dari kebangkitan Pohon Dunia. Itu pun sudah jadi masalah tersendiri, tapi──”
lapor staf Institut Penelitian Artefak sambil menyeka keringat. Level yang menurun jelas tidak terkait langsung dengan kasus ini.
Kemudian, Nikolalf Smokey, kepala Akademi Sains Primus, yang jumlah korbannya hanya kalah banyak dari Akademi Sihir Zebrudia, membelai janggutnya dan berkata,
“Sudah kucoba meneliti pustaka, tapi belum menemukan fenomena serupa. Menghilangkan orang saja sudah luar biasa, apalagi membuat orang lupa bahwa ada penculikan terjadi. Menghapus ingatan seluas ini, begitu rapi, hingga menimbulkan penghalangan persepsi──potion ciptaanku pun tak akan mampu. Kalau memang ada yang bisa, aku ingin melihatnya.”
“Bahkan dengan sihir pun mustahil. Menyamarkan keberadaan orang hilang saja tidak bisa. Heh… kecuali kalau ada dalam Grimoire Senpen Banka,” ujar Sage sambil terkekeh.
Di belakangnya, seorang Magi perempuan yang berdiri dengan wajah dingin—Lucia Rogier—terbelalak mendengar kata-kata itu.
“!? Dia tidak pernah membuatnya. Mana mungkin dia menciptakan sihir yang kegunaannya saja tidak jelas.”
Lucia Rogier, Magi dengan gelar Bansho Jizai dan juga seorang pemburu Level 6.
Ia adalah murid Sage Cluster, sekaligus orang yang ditugasi gurunya untuk menyelidiki kasus ini.
Namun yang terpenting—Lucia adalah anggota party Senpen Banka, sekaligus adik dari pria itu.
Kali ini, Franz bertekad menyelesaikan kasus ini tanpa meminjam kekuatan Senpen Banka. Menggunakan orang yang dekat dengannya sebenarnya bukan pilihan yang baik, mengingat dampaknya di kemudian hari.
Namun, karena Akademi Sihir Zebrudia menjadi salah satu pihak dengan korban terbanyak, wajar bila Sage, sebagai profesor di sana, mempercayakan kasus ini kepada muridnya yang berbakat.
Asalkan Senpen Banka tidak langsung turun tangan, nilai keistimewaan pria itu akan sedikit memudar.
Kalaupun Lucia menerima sedikit saran dari kakaknya, hal itu masih bisa ditutupi.
“Lucia punya laporan mengenai kasus ini. ──Lucia.”
“Ya. Seperti yang diduga, kuncinya adalah rumor. Dari hasil penyelidikan, orang yang mencoba rumor itu menghilang, sedangkan yang tidak mencobanya tetap selamat. Alasan kenapa selama ini rumor itu tidak menyebar──karena orang yang tidak mencobanya, pada akhirnya lupa bahwa rumor itu pernah ada. Sama seperti kita yang tidak menyadari penculikan ini sebelumnya, semuanya lenyap bersih dari ingatan. Setidaknya, sampai baru-baru ini.”
Laporan lugas itu membuat Franz kembali mengernyit.
Informasi tentang Magi berbakat selalu sampai ke telinganya, dan Lucia Rogier memang tidak diragukan lagi seorang Magi kelas atas.
Ia lebih bisa diandalkan dibanding Magi Noble, yang sering membuat keributan dengan kaum bangsawan. Dan ia jauh lebih aman daripada Shin’en Kametsu yang pilihannya selalu membakar habis segala sesuatu.
Namun, untuk kasus seperti ini, kakaknya jauh lebih unggul.
Laporan Lucia terasa kurang menggigit. Franz tahu kemampuan tidak selalu sebanding dengan kelakuan, tapi andai kakaknya yang bicara, pastilah ucapannya lebih menusuk—bahkan bisa membuat lambung Franz terasa nyeri.
Lucia mengetuk lantai dengan tongkatnya beberapa kali, lalu melanjutkan.
“Oleh karena itu, aku sudah menanamkan marker pada para murid Akademi Sihir Zebrudia.”
“Marker, katamu?”
Franz terbelalak mendengar kata-kata tak terduga itu.
Di hadapannya, dari tongkat Lucia, terpancar cahaya hitam sebesar koin 100 gil.
Lucia berkata dengan serius,
“Ini adalah sihir original yang kuciptakan. Karena pemimpin party kami sering menghilang saat menjelajah Treasure Hall, aku mengembangkan sihir pelacak ini. Dengan marker yang kutanam, aku bisa melacak posisi target dengan sangat akurat. Singkatnya──begitu mereka menghilang, aku bisa segera mengetahuinya.”
Sihir original.
Sebuah sihir yang sangat berguna. Memang ada artefak yang bisa melakukan hal serupa, namun jumlahnya terbatas. Jika bisa digantikan dengan sihir, tentu jauh lebih efisien.
Ketua pasukan Ksatria Divisi Ketiga, yang bertanggung jawab atas keamanan ibu kota, mengerutkan alisnya.
“Jadi maksudmu… kau menjadikan warga sipil sebagai umpan?”
“Aku tidak menjadikan mereka umpan. Aku hanya menanamkan marker. Tujuannya, untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada saat seseorang menghilang.”
Benar, bila sampai menyuruh warga mencoba rumor, itu akan jadi masalah. Namun sekadar menanamkan marker tidak melanggar hukum.
Itu adalah langkah yang mustahil dilakukan oleh pihak ksatria, tetapi dalam kondisi darurat seperti ini, bisa dibilang langkah yang tepat.
Franz menilai Lucia lebih tinggi.
Setidaknya, bila dibandingkan dengan kakaknya, tingkah laku Lucia jauh lebih bisa dipercaya.
Aku menahan pandangan Ketua pasukan Ksatria Divisi Ketiga yang tampak hendak berbicara, lalu memberi isyarat pada Lucia untuk melanjutkan laporannya.
“Hasilnya, setelah menanam marker pada 100 orang dan mengamati, 3 reaksi hilang. Lokasinya ada di dalam Akademi Sihir Zebrudia.”
“Di dalam akademi?”
Sebuah sihir original yang diciptakan oleh Magi ulung—sebuah metode yang secara kedudukan tak mungkin ditempuh oleh pasukan ksatria.
Di tengah kegemparan ruangan, laporan Lucia terus mengalir datar.
“Penculikan misterius itu terjadi secara tiba-tiba. Bukan diculik, bukan juga dibunuh. Namun, jejaknya tak bisa ditelusuri lagi. Mereka menghilang dari salah satu ruang kelas tua pada sayap penelitian D—Ruang Kelas No.66. Kini ruangan itu dipakai sebagai gudang, dan ruangan itu punya… satu rumor.”
“‘Kelas Hantu yang Tak Pernah Terbuka’, ya?”
Sage Cluster mengernyit.
Segala rumor yang belakangan merebak di keramaian kota dikumpulkan tanpa mempedulikan kebenarannya. ‘Kelas Hantu yang Tak Pernah Terbuka’ adalah salah satu dari rumor-rumor yang beredar di dalam Akademi Sihir Zebrudia belakangan ini.
Konon, di akademi yang bersejarah itu ada ruang rahasia tempat roh seorang murid yang dahulu memiliki bakat luar biasa—namun tak diakui oleh para profesor dan meninggal karena penyakit dalam keputusasaan—diam-diam mengajarkan inti sejati sihir kepada murid-murid terpilih.
Katanya, meski pintu tak terkunci, pintu itu tak pernah terbuka; hanya murid-murid yang dipilih yang bisa masuk, dan roh murid tadi diam-diam mengajarkan jurus-jurus terlarang yang tak sempat ditulisnya di buku manapun.
Sihir memang sesuatu yang tak bisa dipahami kecuali oleh para Magi. Jika menelusuri sejarah, ada puluhan Magi yang menghasilkan sihir terlarang lalu menjadi musuh dunia.
Dari segi kemungkinan murni—ruang rahasia yang memberi ajaran terlarang—rumor semacam itu terdengar masih mungkin saja.
Namun Sage mengangkat bahu dan menepisnya tegas.
“Omong kosong. Seperti yang dikatakan Lucia, Ruang Kelas No.66 digunakan sebagai gudang. Artinya, tidak mungkin pintunya tak bisa dibuka. Biasanya memang dikunci demi keamanan.”
“Apa di sana ada sesuatu yang berbahaya?”
“Tak mungkin menyimpan barang berbahaya di bekas ruang kelas. No.66 bukan gudang untuk katalis berharga atau alat berbahaya. Itu cuma gudang tempat menaruh barang-barang yang tak lagi dipakai.”
Penjelasan yang masuk akal. Ekspresi Profesor Sage tidak menunjukkan tanda-tanda berbohong; ia melanjutkan dengan tenang.
“Selain itu, Akademi Sihir Zebrudia adalah salah satu akademi teratas di ibu kota ini. Guru dan muridnya terdiri dari elit. Kami periksa demi kehati-hatian: tidak ada murid yang berprestasi tinggi lalu putus asa dan mati karena penyakit. Singkatnya, rumor itu cuma rumor. Dan—meski sudah lama jadi profesor, aku belum pernah mendengar rumor semacam ini sebelumnya. Sampai baru-baru ini saja.”
“Kembali lagi ke pola itu. Apa sebenarnya yang terjadi?”
Tak sadar ada suara klik dari lidah yang menahan kekesalan.
Rumor-rumor soal penculikan misterius ini seringkali tak koheren. Boutiques yang konon membuat pengunjung hilang ternyata ketika diperiksa tak menemukan apa-apa; gang yang disebut labirin tempat monster berkeliaran ternyata hanyalah gang sempit biasa yang tak mungkin membuat orang tersesat; waduk yang katanya tak berdasar ternyata cukup dangkal bagi orang dewasa; cermin besar iblis yang konon menelan jika dilihat tepat pukul 4:44 ternyata hanyalah produk industri baru.
Biasanya, orang akan menertawakan dan mengabaikan rumor semacam itu. Namun sekarang, dikombinasikan dengan kasus orang hilang yang benar-benar terjadi, warga yang baik hati mulai ketakutan.
Meski perbincangan soal Yggdra masih lebih ramai sehingga belum terjadi kepanikan massal, jika penculikan misterius terus berlanjut, kerusuhan besar di ibu kota bukan hal mustahil.
Lucia melanjutkan.
“Kami meminjam kunci dan tenaga untuk memeriksa ruangan itu. Tidak ada tanda keberadaan para murid yang hilang. Bahkan, tidak ada jejak bahwa seseorang pernah masuk ke dalam ruangan itu—benar-benar, ini ‘penculikan misterius’.”
“Kunci? Pintu terkunci? Para murid menghilang dari dalam ruangan itu?”
“Benar. Artinya, ketiga murid itu, dengan metode yang entah apa, berhasil memasuki ruangan itu tanpa kunci.”
Kata-kata Lucia disampaikan dengan tatapan dingin. Ruangan sunyi.
Sulit dimengerti; yang bisa disimpulkan hanyalah bahwa sesuatu yang tidak wajar sedang berlangsung. Ada rasa dingin yang merayap di punggung.
Sebuah ancaman tenang—jenis yang berbeda dari keributan ramalan yang begitu gaduh—sedang dihadapi.
“Benar kan, bahwa Phantom Dewa tidak terlibat?”
“Ya, begitulah katanya. Dasarnya tak jelas—tapi memang Phantom Dewa sepertinya tidak melakukan intrik semacam ini.”
Franz menekankan, Sage mengangkat bahu. Dalih untuk mempertanyakan alasan ucapan pria itu tak perlu terlalu diusut; yang penting adalah fakta.
Jika Phantom Dewa tak terlibat, maka masalah ini seharusnya bisa diselesaikan tanpa kemampuan sehebat Senpen Banka. Waktu bagi Senpen Banka untuk tetap dalam masa hukuman tidak akan lama; jika kasus makin membesar, publik akan protes kenapa tidak meminta bantuannya.
Risiko memang tinggi, tapi pada akhirnya mereka harus mencari cara agar benar-benar mengalami penculikan misterius itu sendiri.
Di antara anggota Ksatria Divisi Nol, Hugh Legrand masih menghilang. Dia hampir pasti menjadi korban penculikan misterius. Hugh masih muda, tapi seorang ksatria berbakat dengan keterampilan tempur tinggi.
Bahwa ia belum kembali berarti diperlukan pengirimkan seseorang yang lebih kuat, atau sejumlah pasukan yang mampu menutup kekurangan kemampuan.
“Kita harus membuat seseorang benar-benar mengalami penculikan misterius itu. Kita butuh anggota dengan penilaian situasi tinggi, bisa bertarung, dan berpengalaman. Kepala Cabang Gark,” ujar Sage.
“Sudah, Asosiasi Penjelajah sudah memilih beberapa Pemburu yang unggul untuk dikirim. Tapi semuanya gagal,” jawab Gark berat.
Asosiasi Penjelajah juga termasuk salah satu organisasi dengan banyak korban penculikan misterius; jumlah korban yang teridentifikasi menempatkan mereka di peringkat ketiga setelah Akademi Sihir Zebrudia dan Akademi Sains Primus.
Meskipun banyak pemburu suka penasaran, para pemburu itu juga punya kewaspadaan terhadap rumor-rumor macam ini—itulah sebabnya jumlah korban mereka tidak sebesar yang lain.
“Sebenarnya, Lucia, apa kau sudah mencoba rumor itu sendiri?” tanya seseorang.
“Belum. Pekerjaan penyelidikan menyita waktu,” jawab Lucia, cemberut sebentar lalu kembali tegas.
“Tapi aku kira kemungkinan besar aku tak akan bisa mengalaminya. Seperti yang diketahui, korban belakangan ini cenderung adalah pemburu level rendah atau siswa berprestasi rendah. Pasti ada pemburu level tinggi yang mendengar rumor dan mencobanya, namun tak ada satu pun di antara mereka yang lenyap—mereka yang berpeluang menyelesaikan kasus ini tidak menjadi korban.”
“Kondisi untuk mengalami penculikan misterius, ya……”
Franz telah mencoba mengirim beberapa ksatria yang dipilih, namun semuanya gagal. Apakah ini fenomena alami atau ada kehendak yang campur tangan, belum jelas. Masalahnya merepotkan.
Ada satu pertanyaan lain yang mengganjal.
“Hugh Legrand dari Ksatria Divisi Nol adalah seorang yang telah menyerap Mana Material—seorang prajurit berkemampuan. Jika Hugh terkena, tak mungkin semua tenaga penyelidik yang kukirim gagal sama sekali,” ujar Franz.
“Fufufu, mungkin ada pembatasan yang dibuat di tengah jalan? Memang dari data, terlihat di masa lalu cakupan korban lebih luas,” timpal Gark, menelaah daftar korban yang disusun dengan susah payah oleh pihaknya di tengah kota yang padat.
Nikolalf, ketika melihat daftar itu, mengerutkan mata.
“Sangat menarik. Apa yang terjadi sungguh merangsang rasa ingin tahu ilmiah. Aku ingin sekali mengalami kejadian itu sendiri untuk meneliti,” gumam kepala Akademi Sains Primus dengan ekspresi yang benar-benar menikmati.
Keriuhan menimbulkan rasa muak. Kepala Akademi Sains Primus itu memang jenius, tapi dari sudut pandang Franz yang sudah lama kenal, ia nyaris berada di tepi menjadi ilmuwan gila.
Ia pun pernah memperkeruh situasi seputar insiden ramalan—sungguh berharap ia mempertimbangkan posisinya.
Ngomong-ngomong, Nikolalf juga guru bagi beberapa anggota Strange Grief… memang.
“Kalau bisa, lakukanlah itu,” Franz menghela.
Berkumpulnya begitu banyak orang tak juga membawa titik ranger membuatnya frustrasi.
Hadirnya hasil tiba-tiba dari Senpen Banka selalu menyusahkan juga—karena pria itu kerap membawa hasil dalam cara yang kacau—tetapi pria itu selalu membuat Franz gelisah, baik saat terlibat langsung di operasi maupun tidak.
Dengan kondisi ini, agak lama Franz tak punya kabar yang enak untuk disampaikan pada kaisar.
Namun ia tak serta-merta menganggap fenomena ini tidak bisa ditangani. Negeri ini telah makmur jauh sebelum Senpen Banka muncul, berkat kaisar yang agung dan rakyatnya. Inilah keadaan normal, bentuk yang semestinya.
Selain itu… belum dapat dipastikan bahwa Hugh Legrand tewas. Ia masih muda dan terhormat sebagai bagian dari pengawal dekat kaisar—tak mungkin ia pasif begitu saja.
Jika Hugh bisa melarikan diri dari penculikan misterius, kasus ini akan segera mendekati titik penyelesaian.
“Untuk saat ini, dari sekian banyak rumor, kita bisa memastikan bahwa ‘Kelas Hantu yang Tak Pernah Terbuka’ terkait dengan penculikan misterius. Kita harus menyelidiki ruang itu secara menyeluruh—itu ranah Institut Astrologi dan Mistik atau Institut Penelitian Artefak,” kata Franz.
Jika penyebab penculikan misterius adalah perampok atau monster, itu ranah ksatria. Namun jelas, kasus kali ini bukan begitu.
Dua institut yang telah lama meneliti misteri dan Treasure Hall di dalam Kekaisaran memang merupakan pilihan yang paling tepat.
Sudah pasti pihak Akademi juga telah melakukan penyelidikan, tetapi jika para ahli kembali turun tangan untuk meninjaunya, mungkin saja ada hal-hal baru yang bisa terlihat.
Sebagai penutup, mereka kembali menegaskan janji untuk bekerja sama antar-organisasi demi menyelesaikan insiden ini, dan hendak mengakhiri rapat darurat itu.
Tepat saat itu, seorang bawahan yang sudah diperintahkan menunggu di luar ruangan masuk ke dalam.
Saat rapat berlangsung, hanya jika terjadi sesuatu yang benar-benar daruratlah mereka boleh masuk.
Franz menoleh dengan tatapan penuh tanya, lalu bawahannya itu melapor dengan suara kecil.
“Komandan Franz, ada laporan dari tim yang sedang mengawasi Senpen Banka.”
“…Apa?”
Di tengah kondisi kekurangan tenaga seperti sekarang, penempatan pengawasan terhadap Senpen Banka adalah keputusan yang penuh pertentangan.
Untuk kasus kali ini, Franz harus menyelesaikan insiden ini tanpa mengandalkan kekuatan Senpen Banka. Namun, mengabaikannya sepenuhnya juga terlalu berisiko, sebab kekuatan pria itu terlalu besar.
Maka, menempatkan pengawas di sana dimaksudkan bukan hanya agar pria itu tidak bisa bergerak, tetapi juga untuk mencuri sedikit saja petunjuk dari gerak-geriknya yang mungkin mengarah pada penyelesaian kasus.
Sebagai seorang bangsawan Kekaisaran, hal ini seharusnya mustahil baginya. Di satu sisi menjauhkan, tetapi di sisi lain masih menaruh harapan—itu sama saja dengan menundukkan kepala di hadapan Senpen Banka.
Namun, mau bagaimana lagi. Tidak ada jalan lain. Jika setiap ada masalah Kekaisaran selalu mengandalkan Senpen Banka, maka wibawa negara akan semakin merosot.
Tetapi bila insiden sebesar ini gagal diselesaikan tanpa dirinya, justru itu akan menjadi masalah yang jauh lebih fatal.
Lebih buruk lagi, tanpa memberi permintaan resmi, mereka hanya berharap bisa mencuri sisa-sisa informasi yang ditinggalkan—itu benar-benar tindakan yang hina. Bangsawan lain pasti takkan pernah sanggup melakukannya.
Menahan rasa mual yang naik ke perutnya, Franz mengisyaratkan agar laporan diteruskan.
Apa yang dikatakan bawahan itu membuat Franz ragu bagaimana harus menilainya.
“…Seorang Hunter yang katanya sangat cocok untuk menyelesaikan insiden ini?”
“Benar. Sepertinya sudah berbicara langsung dengan yang bersangkutan dan mendapat persetujuan kerjasama… bagaimana tindak lanjutnya?”
Menggantikan Senpen Banka dengan pemburu lain? Bukankah itu sudah seperti membalikkan tujuan awal?
Lagi pula, kali ini Asosiasi Penjelajah pun bekerja sama penuh. Di antara pihak yang terlibat ada juga pemburu Level 8 sekelas Shin’en Kametsu. Insiden kali ini bukanlah sekadar munculnya monster kuat yang bisa diatasi dengan pemburu berlevel tinggi.
Apakah benar ada pemburu yang “cocok” untuk menyelesaikannya?
Little Witch, Saya Chromis.
Franz memang sudah mendengar kabar tentang pemburu level tinggi yang datang ke ibukota karena urusan pribadi yang rumit.
Ia tahu, di antara para pemburu level tinggi, ada sebagian yang memiliki bakat yang tidak bisa diukur dengan logika biasa. Itu tidak aneh.
Namun—yang membuatnya tersangkut di benak hanyalah satu hal: pemburu itu direkomendasikan oleh “pria itu”.
…Jangan-jangan ada sesuatu lagi di baliknya?
Tidak, ini buruk. Ia sadar dirinya sudah mulai terlalu terjerat dalam kecurigaan.
Tetapi, setidaknya, siapa pun pemburu itu, pasti masih lebih baik daripada pria itu sendiri.
Apalagi, kebijakan negara memang memprioritaskan pemburu level tinggi. Pemburu asing sekalipun, tidak ada salahnya jika ia melihat wajahnya langsung. Menyilangkan kedua tangan, Franz menahan segala emosi yang bergejolak, lalu berkata:
“Baiklah. Saat ini, kita butuh bantuan siapa pun. Asalkan bukan dia. Bawa kemari.”
──Namun keputusan Franz Ergmann untuk bertemu dengannya itu hanya sesaat kemudian berubah menjadi penyesalan.
Dan penyesalan itu membuatnya terperanjat.
Suasana ruang rapat yang tadi dipenuhi diskusi serius kini seketika menegang. Kepala Cabang Gark mengernyitkan dahi. Profesor Sage memasang wajah serius, sementara Kepala Akademi Nicolalf tampak santai sambil mengusap janggutnya—meski mata pria itu sama sekali tidak tertawa.
Bahkan para staf dari Institut Astrologi dan Mistik serta Institut Penelitian Artefak yang sudah terbiasa dengan fenomena misterius, hingga para anggota organisasi sipil yang ikut mendukung, semuanya tanpa terkecuali merasakan perubahan atmosfer tersebut.
Bahkan Franz, yang sebagai ksatria telah menghadapi banyak kesulitan, tidak pernah mengingat adanya suasana seperti ini.
Ia tidak tahu bagaimana harus menamai situasi ini. Namun nalurinya jelas memberi peringatan.
Naluri seorang manusia. Naluri dasar sebagai makhluk hidup.
Sumber tekanan itu, ia hanya bisa memikirkan satu kemungkinan. Tetapi tetap saja sulit dipercaya.
Belum juga sosok itu muncul di depan mata—namun aura yang dirasakannya jauh lebih menakutkan daripada apa pun yang pernah ia temui.
Kekuatan dan rasa takut adalah hal yang berbeda. Itu adalah kebenaran yang seharusnya sudah dipelajari Franz dari pria itu. Namun meski tahu, tubuhnya tetap bergetar tak terkendali.
Pintu pun terbuka. Seluruh pandangan serentak tertuju ke arah sana.
Yang berdiri di sana hanyalah seorang wanita berambut hitam. Rambut legam, mata merah menyala bagai permata. Memang ia dengar usianya masih muda, tetapi ini bahkan di luar dugaan. Dari penampilan, ia tidak lebih dari seorang gadis berusia sekitar 20 tahun.
Namun justru itulah yang mengerikan.
Franz sudah belajar dari Senpen Banka bahwa menilai seseorang dari penampilan bisa berujung fatal. Namun bahkan tanpa pengalaman itu pun, ia takkan pernah berani meremehkan wanita ini.
Di matanya—wanita itu sama sekali tidak tampak sebagai manusia.
Pemburu wanita yang dinyatakan sebagai level 9 sementara, mendahului Senpen Banka.
Little Witch, Saya Chromis.
Suara retakan terdengar. Dari bawah kaki Saya, lantai mulai pecah. Retakan itu menjalar cepat dengan dirinya sebagai pusat.
Tekanan yang bahkan menyeret kehancuran fisik.
Semua orang terdiam. Dengan suara yang seakan dipaksa keluar, Franz berkata:
“Kepala Cabang Gark… sepertinya Asosiasi Penjelajah membawa pemburu yang benar-benar luar biasa ke negeri ini.”
“…Padahal saat pertama tiba di ibu kota, tidak sampai segini… Little Witch, apa yang terjadi padamu?”
Mendengar pertanyaan Gark, Saya menoleh.
Mata merah itu—bagaikan darah, dipenuhi aura yang begitu mengerikan. Namun anehnya, Franz tak merasakan adanya niat membunuh.
Sumber tekanan ini apa sebenarnya?
Saya membuka mulutnya. Suara yang keluar justru terdengar lelah, berlawanan sekali dengan penampilannya yang mencekam.
“…Aku hanya melakukan sedikit sparing. Dan… kebetulan saja aku sedikit menggunakan terlalu banyak tenaga. Hanya terbawa suasana, jadi tidak apa-apa.”
Kata-katanya sama sekali tidak selaras dengan penampilan.
Franz dan Gark hanya bisa terdiam. Saya menarik napas panjang, lalu menambahkan:
“Pemburu di sini—pemburu yang dilatih olehnya—sedikit terlalu bersemangat. Aku bersyukur sudah dipanggil kemari.”
A… aku mengerti… sepertinya Little Witch tidaklah seseram penampilannya.
Setidaknya, pemburu yang benar-benar “berbahaya” seperti yang dikenal Franz, tidak akan pernah menunjukkan rasa kebingungan.
Masalahnya sekarang, apa sebenarnya alasan pemburu ini dianggap paling cocok untuk menyelesaikan insiden ini?
Saat itulah, Lucia yang sejak tadi mengamati dengan dahi berkerut, berdiri dari tempat duduknya.
“…Sepertinya, kakakku sudah merepotkan kalian. Padahal sedang dalam masa hukuman pun…”
“!!”
“Untuk saat ini, aku akan memeriksa rumor lain. Kalau dilihat dari jumlah korban, tidak masuk akal kalau kasus ‘penculikan misterius’ ini hanya berasal dari satu rumor saja. Jadi… bolehkah aku meminjam beberapa orang?”
“Hmm… baiklah. Lucia Rogier, berapa orang yang kau butuhkan?”
Memang, sebagai adik perempuan dari Krai Andrey, ia tampak sedikit terlalu waras. Tetapi membiarkan seorang Magi melanjutkan penyelidikan sendirian juga berbahaya. Meskipun ia memiliki rekan kuat dalam Strange Grief, jika dia sendiri yang meminta bantuan, sebaiknya memang diberi.
Lagipula, metode investigasi Lucia memang agak bermasalah dari sisi etika, tetapi hingga saat ini dialah yang paling dekat dengan inti masalah.
Kalau sewaktu-waktu pertempuran pecah, mungkin memang lebih baik mengirimkan anggota ksatria untuk mendampinginya.
Saat Franz mulai berpikir ke arah itu, tiba-tiba Saya mengangkat tangan.
“Aku yang akan pergi.”
“…Apa?”
Lucia membelalakkan mata, menatap Saya yang tiba-tiba saja mengucapkan hal yang sama sekali tak terduga.





Post a Comment