Penerjemah: Miru-chan
Proffreader: Miru-chan
Chapter 11
Sejarah Kelamku yang Tertidur Dua Tahun, Kini Terbangun
Sambil dilambaikan tangan dengan penuh semangat oleh Yuuka, aku masuk ke kafe Limelight bersama Nihara-san dan Masa.
Meski hari itu hari Sabtu, suasana di dalam kafe cukup tenang. Hanya ada dua orang pelanggan yang tampak seperti langganan, duduk di kursi bar. Tidak ada keramaian bising khas kedai kopi waralaba.
Kami pun memilih meja di dekat jendela, lalu membuka menu masing-masing. Seorang pelayan wanita paruh baya datang membawakan gelas air sesuai jumlah orang.
“Selamat datang… eh? Bukankah ini Momono-chan?”
Suara pelayan itu berubah akrab di tengah kalimatnya. Dengan sedikit canggung, Nihara-san tersenyum ramah.
“Sudah lama tidak bertemu, Ibu Raimu.”
“Benar-benar lama ya. Dulu waktu SMP, kau sesekali masih datang kemari… tapi ternyata sudah dua tahun berlalu. Kau sudah tumbuh jadi gadis cantik sekali.”
“Ahaha, terima kasih banyak.”
Sebelum libur musim panas, aku dan Yuuka pernah datang sekali ke sini. Meski begitu, bagi mereka yang hanya sekali mampir, tentu saja kemungkinan besar tidak diingat.
Ya, wanita ini adalah—pemilik kafe Limelight, Nonohana-san. Ibu dari Nonohana Raimu.
“Hmm… apa Raimu ada di dalam?”
“Raimu? Momono-chan, jangan-jangan kamu janjian dengan Raimu? Aduh, anak itu… hal-hal begitu sama sekali tidak pernah diceritakannya.”
Sambil menghela napas seolah tak habis pikir, ibu Raimu bergumam.
“Tadi dia memang keluar sebentar. Kalau memang sudah janjian, kenapa tidak duduk manis menunggu saja, ya?”
“Tadaima—!”
Saat percakapan ringan itu berlangsung, lonceng di pintu berdenting karang karang, menandakan tamu baru masuk.
Yang terlihat di mataku adalah—seorang gadis berambut bob pendek berwarna cokelat kastanye. Matanya bulat besar berkilau. Alisnya agak tebal. Ia mengenakan sweatshirt longgar berwarna hijau muda yang panjangnya hingga lutut. Dari sana, terlihat sepasang kaki jenjang terbuka, meski kemungkinan ia mengenakan celana pendek di baliknya—hanya saja tertutup sweatshirt, jadi sekilas tidak kelihatan.
Dengan penampilan kasual itu, aura lembut dan hangat menyelubunginya. Ia sama sekali tidak berubah dari dulu—dia adalah Nonohana Raimu itu sendiri.
“Maaf, Momono. Aku sempat asyik mengobrol di depan toko, jadi agak terlambat.”
Ujarnya ringan, seolah hal itu bukan masalah. Lalu Raimu menarik tangan seseorang dan membawanya masuk.
“───!? Yuuka!?”
Pemandangan tak terduga itu membuatku reflek berteriak keras. Sebab orang yang dibawa Raimu masuk adalah—tidak salah lagi, tunanganku sendiri, Watanae Yuuka.
“Wah!? E-ehm… Saya bukan Yuuka desu~. Anda salah orang desu~.”
“Percuma menambahkan akhiran aneh begitu!? Apa yang sedang terjadi, Yuuka!?”
“…Raimu. Kenapa kau masuk bersama Yuu-chan?”
“Hmm? Kenapa ya… begitu, mungkin karena—”
Masih dengan wajah tersenyum cerah, Raimu menepukkan kedua tangannya, lalu berkata seolah itu hal sepele.
“Sayang sekali kalau sudah ada kesempatan begini. Kupikir akan lebih baik kalau sekaligus bisa mengobrol dengan pacarnya Yuuichi… mungkin begitu, ya?”
───Pacarnya Yuuichi.
Kata-kata Raimu, yang sudah dua tahun tidak kutemui, terucap begitu saja seolah hal yang wajar. Itu membuatku kaget.
Sementara itu, Yuuka yang berdiri di samping Raimu tampak…
“Eh? Eh? A-apa… Anda Raimu-san? Jadi Anda itu Raimu-san!?”
“Ahaha. Maaf ya, kaget? Benar, aku Nonohana Raimu.”
“…Nihara. Kau sudah cerita soal Watanae-san pada Raimu?”
“Nggak. Soal Yuu-chan, khususnya… belum.”
Melihat Masa dan Nihara-san berbisik kecil, Raimu justru tertawa riang.
“Begini, lho. Sama Momono aku memang janjian ketemu hari ini. Tapi tentang Yuuichi punya pacar, aku sama sekali tidak tahu. Hanya saja, kan dari dulu aku sering dibilang punya firasat tajam? Tadi kulihat kalian ngobrol, lalu instingku bilang ‘mungkin…’ jadi kupancing saja.”
Setelah itu, Raimu masih dengan kedua tangannya bertemu, menundukkan kepala sedikit, lalu tersenyum lembut.
“Maaf baru sempat menyapa. Senang berkenalan, pacarnya Yuuichi. Dan… sudah lama sekali, ya. Apa kabar? Momono, Masaharu… juga Yuuichi.”
◆
Meja untuk empat orang. Aku duduk di dekat jendela, Yuuka di sebelahku. Di seberangku ada Masa, sementara Nihara-san duduk di seberang Yuuka. Di posisi tambahan—kursi kayu yang ditarik ke sisi meja, Raimu duduk di sana.
“Ahaha. Momono, kau sama sekali tidak berubah ya? Rasanya nostalgia sekali.”
“Kau juga, kan. Raimu beneran… sama sekali nggak berubah, tahu.”
“Yap. Memang aku orangnya nggak suka mikirin hal rumit. Mungkin aku memang tidak berkembang sejak SMP.”
“Wajah seenaknya sambil bikin ulah kecil, itu juga masih sama. Raimu.”
Sambil menyeruput kopi, Masa mengucapkannya penuh perasaan. Raimu mendengar itu, lalu tertawa riang, “Ahaha~.”
“Memang betul, ya. Dulu aku sering menjahili semua orang dengan trik semacam itu, sama seperti yang baru saja kulakukan pada Yuuka-san. Rasanya nostalgia sekali… sepertinya aku sama sekali tidak berkembang, ya?”
“Sungguh membuat kaget… Raimu-san sama sekali tidak menunjukkan ekspresi di wajahnya.”
Sambil memegang cangkir kopi dengan kedua tangan, Yuuka manyun dan bibirnya meruncing kesal. Sementara Raimu masih dengan senyum lebar, mengedipkan sebelah mata.
“Aku memang sejak dulu hanya pandai soal ‘akting’. Lagipula, waktu SMP aku masuk klub teater.”
“Eh, benarkah!? Wah… rasanya aku jadi merasa dekat denganmu!”
“Eh? Apa Yuuka-san juga bermain teater?”
“…Ah. T-tidak, sebenarnya tidak, sih…”
Kacau sekali, mencurigakan, Yuuka…
Kalau sedang bersemangat, dia memang gampang kebablasan bicara. Harusnya hati-hati—jangan sampai dia blak-blakan mengaku sebagai pengisi suara, apalagi di depan orang yang baru pertama kali bertemu.
“Yuuka itu, hmm… memang belum pernah mencoba, tapi dia tertarik dengan dunia akting. Begitu kan, Yuuka?”
“B-betul sekali! Aku sangat menghormati orang yang bisa berakting dengan baik!!”
Aku buru-buru menyelamatkan situasi, dan Yuuka pun terbata-bata lalu memasang pose penuh semangat.
Memang agak mencurigakan, tapi Raimu tidak terlihat mempermasalahkan.
“Ahaha. Sampai dipuji begitu, rasanya aku tidak terlalu percaya diri, sih.”
“Tidak juga. Kalau Raimu sedang berakting, rasanya… benar-benar berbeda dengan biasanya.”
“Bukan sekadar bagus, tapi sampai ke tingkat menyeramkan. Aku masih ingat waktu festival budaya, peran penyihir yang kau mainkan, kupikir betul-betul penyihir asli.”
“Ah, iya. Waktu itu aku memang lumayan serius menjalaninya~.”
Sambil membusungkan dada dengan bangga, Raimu lalu tiba-tiba—mengubah ekspresinya menjadi tatapan dingin, seakan membekukan segalanya.
“──Manusia bodoh. Tidak ada lagi cahaya dalam masa depanmu. Putus asalah… lalu menangislah! Berteriaklah!! Wajahmu yang terdistorsi oleh ketakutan, itulah yang telah kutunggu ribuan tahun lamanya!! Ahahahahahahahahaha!!”
Sunyi… Seluruh kafe Limelight seketika hening.
Dalam ketegangan yang membeku, Raimu kembali berganti ekspresi dengan cepat, lalu menjulurkan lidahnya sambil tersenyum.
“Ah, kali ini aku keterlaluan ya… maaf, maaf.”
“──Raimu! Jangan menakuti pelanggan dengan hal-hal begitu!!”
Suara teguran dari ibu Raimu terdengar dari balik meja bar.
Raimu menjawab dengan keras, “Baik, maafkan aku~,” dan pelanggan tetap di kursi bar, yang sepertinya sudah terbiasa, hanya tertawa hangat.
“Ya, begitulah. Aku masih menjalani hidup dengan santai seperti biasa~.”
Ia selalu tampak ceria, tertawa renyah. Melemparkan lelucon untuk menghibur semua orang, atau justru menjadi sasaran gurauan balik.
Dengan cara seperti itu, entah bagaimana, ia selalu larut dalam ‘suasana’ di sekitarnya.
…Dia sama sekali tidak berubah. Persis seperti Nonohana Raimu di masa lalu, gadis yang disukai oleh diriku saat itu—diriku yang penuh sejarah kelam, sok ramah, dan menyebalkan.
“Yuuichi, kamu sepertinya berubah, ya.”
“…Eh?”
Seakan bisa menembus isi hatiku, Raimu berucap ringan.
“Momono dan Masaharu, kurasa tidak banyak berubah dari dulu. Tapi Yuuichi, kamu terasa berbeda. Kalau Yuuichi yang dulu, saat aku kebablasan tadi, pasti sudah langsung menegurku dengan keras.”
“Mungkin… memang begitu.”
Aku masih mengingatnya. Aku tetap menyukai manga dan anime, sama seperti sekarang, tetapi…
Berbeda dengan sekarang, waktu itu aku bisa ikut bersenang-senang dengan sebagian besar teman sekelas, dan terhadap perempuan pun aku bisa dengan santai menyapa mereka. Otaku sekaligus anak gaul. Murid populer di kelas. Seseorang yang merasa dirinya “terpilih.” Aku menilai diriku seperti itu.
──── Sampai musim dingin kelas tiga SMP.
“Naa, Raimu. Masa sih kamu yang punya firasat tajam nggak tahu alasan Yuuichi berubah?”
Menggantikan aku yang tak mampu melanjutkan kata-kata, Masa berbicara dengan nada agak tegas. Namun, Raimu tetap menjawab tanpa mengubah ekspresinya.
“Iya. Tapi, bolehkah aku yang memulai membicarakan hal itu?”
Lalu Raimu mengalihkan pandangannya pada Nihara-san.
“Kurang lebih aku sudah dengar dari Momono lewat RINE, kok. Karena itu pesan pertama setelah dua tahun, aku agak kaget sih. Tapi kupikir, kalau sampai Momono menghubungi, pasti soal peristiwa waktu kelas tiga SMP.”
“…………”
Nihara-san hanya menatap Raimu dalam diam, kedua tangannya diletakkan di atas pangkuannya.
Dengan bibir terkatup rapat menahan gigitannya, bahunya tampak bergetar halus. Perempuan yang biasanya selalu bersikap seperti gadis populer nan ceria itu… ternyata bisa juga menunjukkan wajah seperti ini.
“──Momo-chan. Nggak apa-apa, kok!”
Di tengah suasana yang begitu tegang, Yuuka berkata demikian… dengan senyum secerah bunga yang tengah mekar.
“Momo-chan, kan kamu sudah banyak memikirkan demi aku dan Yuu-kun, ya? Terima kasih… aku sangat menyukai sisi Momo-chan yang penuh perhatian itu.”
“...Aku, sebenarnya… nggak sebaik itu, kok…”
“Bukan, kamu memang baik hati, Momo-chan. Begitu juga Kurai-kun! Hari ini pun mau ikut datang, terima kasih banyak!! Ah, tapi maaf ya… karena di hatiku sudah ada Yuu-kun, laki-laki yang paling aku cintai di dunia ini… Jadi meskipun aku pikir Kurai-kun itu orang baik, aku tidak mungkin mengatakan hal seperti ‘aku suka kamu’ sebagaimana Momo-chan melakukannya…”
“Kenapa jadi kayak aku yang ditolak!? Nggak usah dijelasin begitu serius juga!! Malah lebih nyesek, tahu nggak!?”
“...Pfft! Ahaha, Kurai lucu banget!! Yuu-chan, kamu memang yang terbaik ya?”
──── suasana di sana seketika berubah menjadi cerah. Seolah musim semi tiba, bunga-bunga mulai bermekaran. Dan Yuuka, dengan senyum khasnya, menepukkan tangan ke pangkuanku.
“Apapun yang terjadi, aku akan selalu ada di sisimu. Jadi… Yuu-kun.”
“… Iya. Terima kasih, Yuuka.”
Perasaan Yuuka sudah tersampaikan dengan jelas. Agar aku bisa menghadapi masa lalu yang menjadi luka lama, dan terus melangkah menuju masa depan. Didukung oleh semua orang, aku bisa sampai ke sini. Karena itu──demi bisa terus tertawa bersama Yuuka. Aku memberanikan diri untuk berkata:
“Naa, Raimu. Jelaskan padaku… tentang musim dingin saat kelas tiga SMP. Setelah kamu menolak pengakuanku, kenapa kamu── menyebarkan rumor itu?”
──── Begitu kata-kata itu terucap, suasana kelas hari itu kembali menyeruak dalam pikiranku. Sesak rasanya. Bagian diriku yang lemah berharap tak mendengar jawabannya. Tapi meski begitu, aku tidak berpaling dari Raimu.
Sementara Raimu, dengan mata lurus, terus menatapku dalam-dalam.
Beberapa saat kemudian, Raimu perlahan menutup matanya.
“Momono. Pertama-tama, terima kasih sudah menjaga ‘rahasia’ selama ini.”
“…Mengkhianati janji itu bertentangan dengan prinsipku, jadi ya, terpaksa kutahan. Tapi serius, rasanya benar-benar menyiksa.”
“Iya, aku mengerti. Kalau begitu, mari kita akhiri ‘rahasia’ ini… mulai hari ini.”
Setelah mengucapkan itu, Raimu membuka matanya, lalu menepukkan kedua tangannya di depan dada. Kemudian, dengan kepala sedikit dimiringkan──ia tersenyum lembut.
“Kalau begitu, akan kuceritakan ya. Tentang saat Yuuichi mengungkapkan perasaannya padaku──semua yang terjadi pada musim dingin kelas tiga SMP.”
Chapter 12
Rahasia Tak Terduga dalam Sejarah Kelamku
Kedai kopi Limelight.
Tempat itu adalah rumah keluarga Nonohana Raimu, teman sekelas kami saat SMP, sekaligus gadis yang menjadi penyebab traumaku. Dengan suara yang tenang, Raimu berkata:
──Kalau begitu, akan kuceritakan, ya?
──Segala sesuatu yang terjadi pada musim dingin kelas tiga SMP itu.
Di kursi seberang meja, Masa duduk dengan tangan terlipat di dada, wajahnya kali ini terlihat jauh lebih serius dari biasanya. Di sebelahnya, Nihara-san justru tampak menyempitkan bahu dan bibirnya bergetar, sesuatu yang tak sesuai dengan kebiasaannya. Sementara itu, di kursi di sebelahku, Yuuka──
“Raimu-san… jadi Anda mau menceritakan semuanya, ya! Terima kasih banyak!!”
Dengan senyum polosnya, Yuuka menunduk sopan ke arah Raimu. Sikapnya yang dipenuhi kehangatan itu sangat kontras dengan suasana muram di antara kami bertiga. Senyuman itu, persis seperti Yuuna-chan dari Arisute, karakter yang kusukai. Senyum yang seakan mampu menerangi kegelapan apa pun dengan sinarnya.
“Ahaha. Kalau sampai Yuuka-san mengucapkan terima kasih begitu, rasanya aku jadi agak kikuk, deh.”
Melihat Yuuka, Raimu pun ikut tersenyum polos.
“Tapi… bukankah aku ini gadis jahat yang sudah melukai Yuuichi?”
──Kata-kata itu terucap setajam pisau.
“Gadis seburuk itu menerima ucapan terima kasih, rasanya sungguh tidak pantas. Kalau kau memang pacarnya Yuuichi, bukankah seharusnya marah atau bahkan membenciku?”
“… Marah? Membenci? Kenapa harus begitu?”
“Karena aku menolak orang yang kau cintai, lalu menyebarkan rumor yang membuatnya sampai berhenti sekolah. Wajar saja kalau kau menyimpan perasaan buruk padaku, bukan?”
“Eh? Tapi, kurasa… yang menyebarkan rumor itu──bukan Raimu-san, kan?”
Melihat Yuuka yang mengatakannya dengan wajah polos, seolah itu hal yang sudah pasti, aku, Nihara-san, dan Masa serempak mengucapkan, “Eh?” tanpa sadar. Namun Raimu hanya menoleh sedikit, tetap tersenyum sambil memiringkan kepalanya.
“──Kenapa kau berpikir begitu?”
“Hmm… entahlah, hanya firasat saja. Kalau aku salah, maaf ya. Tapi aku sama sekali tidak merasa Raimu-san itu tipe orang yang akan melakukan hal seperti itu.”
“Masa sih? Padahal aku kelihatan begini, suka ketawa-ketawa dan asal bicara. Tidakkah kau pikir aku mudah sekali keceplosan menyebarkan sesuatu?”
“Hmm… tetap saja aku tak bisa melihatnya begitu. Sulit dijelaskan, tapi Raimu-san tidak tampak seperti orang semacam itu. Ah, tapi! Kalau memang Raimu-san punya sifat seburuk itu, aku yakin Momo-chan sang ‘pahlawan’ tidak akan sampai membuat ‘janji’ apa pun denganmu. Jadi aku yakin sekali kalau itu tidak benar!!”
“…Yuu-chan.”
“────Begitu, ya. Hebat sekali, Yuuka-san.”
Ucap Raimu sambil menghela napas pelan.
“Kalau aku gadis jahat, itu bukan kebohongan. Tapi soal rumor itu… tebakanmu benar, Yuuka-san.”
“Maksudmu apa, Raimu?”
──Jadi bukan Raimu yang menyebarkan rumor itu? Apa-apaan maksudnya itu…
Tanpa sadar aku sudah mengepalkan tangan begitu kuat. Aku bisa merasakan jantungku berdetak semakin cepat. Di tengah suasana itu, Raimu pun──dengan gaya yang berlebihan, seperti saat berdiri di panggung teater, merentangkan kedua lengannya lebar-lebar.
“Kalau begitu, izinkan aku menceritakan lagi dari awal──tentang apa yang terjadi pada musim dingin kelas tiga SMP. Tentang ‘rahasia’ yang dulu kuminta Momono jaga. Tentang seluruh kebenaran waktu itu… ya?”
◆
Dahulu kala… kira-kira dua tahun yang lalu. Ada seorang gadis bernama Raimu.
Raimu adalah gadis yang lembut, mudah bergaul dengan siapa pun, dan selalu bisa berbaur dengan kelompok manapun. Ia menjalani hari-harinya dengan damai dan biasa saja. Gadis ini punya seorang teman laki-laki yang dekat dengannya. Namanya Yuuichi.
Raimu dan Yuuichi selalu bersama, bermain dengan Masaharu dan banyak teman lainnya, menikmati hari-hari yang menyenangkan. Mereka jajan bersama di minimarket, bermain gim beramai-ramai, atau mengobrol santai hingga larut di ruang kelas.
Bahkan saat sedang berkumpul ramai-ramai, entah mengapa, Raimu dan Yuuichi sering sekali nyambung satu sama lain, bercakap dengan riang berdua saja. Namun, hari-hari penuh keceriaan itu mendadak berakhir. Takkan pernah kulupakan──itu terjadi pada bulan Desember, saat kelas tiga SMP.
Sepulang sekolah, Yuuichi memanggil Raimu ke ruang kelas yang sepi. Sambil santai memandang keluar jendela, Raimu sempat berpikir, “Wah, mataharinya indah sekali, ya.”
“Hey. Kita… mau nggak pacaran?”
Mendengar ucapan Yuuichi, Raimu pun sontak menoleh. Kepalanya kacau tak bisa mengatur pikiran. Ia menunduk, memainkan ujung rambutnya dengan jari. Lalu──ia menjawab:
“Ehm… maaf, ya. Aku tidak bisa.”
─── Sampai di sini, adalah cerita yang sudah diketahui semua orang. Dan kelanjutannya, mungkin kebanyakan orang menganggap begini:
Berbeda dengan Yuuichi yang menyimpan perasaan suka, Raimu sama sekali tidak memiliki perasaan semacam itu. Apakah karena menganggap lucu, atau mungkin mengejek—ia menyebarkan gosip tentang kenyataan bahwa dirinya mendapat pengakuan cinta. Namun… dalam cerita ini ada tiga kesalahpahaman.
Pertama, Raimu sama sekali tidak menganggap lucu atau mengejek kenyataan bahwa dirinya mendapat pengakuan cinta.
Kedua, Raimu sama sekali tidak pernah berniat untuk menyebarkan gosip itu.
Dan yang terakhir, ketiga. Itu adalah—──Sebenarnya Raimu pun, menyimpan perasaan suka kepada Yuuichi.
────────────────────────────────────────
Dengan nada seperti sedang membacakan kisah dalam sebuah pertunjukan, Raimu mulai berbicara tentang peristiwa di hari itu.
Karena yang keluar dari mulutnya hanyalah kebenaran yang sama sekali tidak pernah aku duga. Sungguh mustahil bagiku untuk bisa segera merangkai kata dengan baik.
“Heheh… entah kenapa kebiasaan teaterku kebawa, jadi terdengar seperti sandiwara ya? Maaf, maaf. Kalau begitu… kurasa aku akan mulai dari ‘yang terakhir’ tadi.”
Dengan nada biasanya, Raimu melanjutkan ceritanya.
“Aku juga, sebenarnya suka pada Yuuichi, bahkan sebelum Yuuichi menyatakan perasaan padaku.”
Seperti sebilah pisau tajam yang menancap tepat di dadaku—aku merasakan sebuah kejutan besar.
“…Kalau begitu, kenapa waktu itu Raimu…”
“Kenapa menolak, kan? Itu… karena masalah yang berkaitan dengan identitasku sendiri, jadi agak sulit dijelaskan.”
Sambil sedikit mengerutkan alis, Raimu berkata:
“Memang benar aku menyukai Yuuichi. Tapi… siapa pun orangnya, aku memang tidak pernah punya niat untuk berpacaran. Jadi meski aku senang mendengar perasaanmu, jawabanku tetaplah: ‘Aku tidak bisa.’”
Benar. Saat itu Raimu memang berkata begitu.
Ia tidak pernah mengatakan “Aku tidak suka padamu” atau “Aku hanya bisa melihatmu sebagai teman.” Namun tak pernah sekalipun aku membayangkan, bahwa Raimu sebenarnya menyimpan perasaan semacam itu padaku.
“Hanya saja… meskipun begitu, tetap saja aku menyakiti orang yang kusukai. Itu pun jadi pukulan tersendiri bagiku. Aku bingung harus bersikap seperti apa pada Yuuichi setelah itu. Makanya, aku mencari tempat untuk curhat.”
Tatapan Raimu kemudian terarah pada Nihara-san. Yang sejak tadi menunduk sambil mendengarkan, kini perlahan mengangkat wajahnya.
“Ya… tempat curhat itu, ternyata aku.”
“Momono sering menonton pentas teater kami, jadi dari situlah kami jadi akrab. Memang sih, di kelas kita lebih sering bersama kelompok yang berbeda, jadi jarang benar-benar berinteraksi.”
“Betul juga. Dengan orang-orang yang dekat sama kamu waktu SMP—kayak Sakata atau Kurai—aku nyaris nggak pernah berhubungan.”
“Benar. Dengan Nihara-san, aku baru sering bicara setelah masuk SMA.”
“Itulah sebabnya aku memilih Momono sebagai tempat curhat. Karena dia jarang berhubungan dengan Yuuichi, dan aku tahu dia orang yang bisa dipercaya untuk menyimpan rahasia.”
──Sampai di sini, penjelasannya masuk akal. Kalau memang Raimu tidak membenciku, wajar saja ia tidak memilih teman dekatku sebagai tempat curhat. Dan setelah menolak, ia merasa perlu bicara dengan seseorang tentang bagaimana harus bersikap padaku.
Itu pun bisa kupahami. Tapi tetap saja, ada hal yang belum terjawab.
“Kalau begitu kenapa besoknya… gosip bahwa aku ditolak Raimu sudah tersebar di kelas?”
“Itu karena hari itu, aku tiba lebih dulu di kelas sebelum Yuuichi datang, kan?”
“Benar. Karena itu aku sempat mengira kamulah yang…”
“Aku pun, sebelum Yuuichi datang, sudah lebih dulu dikerumuni anak-anak yang penasaran soal gosip itu. Mereka menanyai aku macam-macam.”
“…Raimu juga?”
“Betul. Aku tidak pernah menyebarkannya. Malah, meski dikepung begitu, aku berusaha tetap tersenyum seperti biasa dan menutupi semuanya.”
Nihara-san menggigit bibirnya dengan kuat.
“Yang menyebarkan gosip itu—bukan Raimu, bukan juga aku. Tapi sekelompok anak laki-laki yang sama sekali tak ada hubungannya. Mereka mendengar Raimu curhat padaku, lalu menambahkan bumbu seenaknya, dan menyebarkannya. Begitu kami sadar, gosip itu sudah telanjur menyebar luas, dan tidak mungkin dihentikan.”
“…Keji sekali.”
Yuuka berbisik dengan mata berkaca-kaca.
Baginya, yang pernah mendapat perlakuan buruk dari teman sekelas hanya karena alasan sepele “tidak disukai,” cerita ini pasti terasa begitu berat.
“…Aku memang orang luar dalam masalah ini, jadi mungkin nggak pantas ikut campur.”
Di tengah suasana berat itu, Masa yang sedari tadi berdiam sambil menyilangkan tangan, akhirnya buka suara kepada Raimu.
“Dari ceritamu tadi, aku masih nggak bisa nangkap sepenuhnya. Jadi maksudnya, kamu suka sama Yuuichi, tapi tetap menolak dia. Lalu kamu curhat sama Nihara, dan ada anak bego yang nguping, terus nyebarin gosipnya, gitu?”
“Heheh, mulutmu kasar sekali, Masaharu. Tapi ya, kira-kira seperti itu ceritanya.”
“Lalu kenapa mesti dijadikan ‘rahasia’? Kenapa nggak langsung bilang aja ke Yuuichi atau ke kita dari dulu?”
“──Alasan aku meminta Momono untuk menjadikannya ‘rahasia’ itu sederhana.”
Meski Masaharu agak meninggikan suara, Raimu tetap tersenyum lembut tanpa goyah.
“Karena aku ingin Yuuichi… melupakan perasaannya padaku.”
Ia mengucapkannya dengan nada yang sama sekali tidak berubah.
“Fakta bahwa aku tidak bisa membalas perasaan Yuuichi tidak akan pernah berubah. Karena gosip itu sudah terlanjur menyebar, kupikir lebih baik kalau aku saja yang jadi pihak yang dianggap salah. Dengan begitu, Yuuichi akan… membenciku, lalu melupakan perasaannya padaku. Itu jauh lebih baik.”
“Sayangnya, Sakata tidaklah setipis itu perasaannya, Raimu.”
“Benar juga. Seperti yang Momono bilang. Pada akhirnya, aku hanya bisa menyakiti Yuuichi. Jadi, ya… aku memang perempuan yang buruk.”
Selesai berkata begitu, Raimu berdiri dan menundukkan kepala dalam-dalam.
“Tapi sekarang, Yuuichi sudah punya Yuuka-san di sisinya. Sama seperti yang dulu kuharapkan—perasaanmu padaku sudah hilang, dan kini kau bisa mencintai Yuuka-san. Karena itu, ‘rahasia’ ini sudah berakhir.”
Kemudian, Raimu mengangkat wajahnya perlahan. Dengan senyuman lembut, sama seperti senyuman yang dulu aku sukai ketika SMP.
──Dan ia berkata:
“Selama ini maafkan aku, Yuuichi. Lalu… tolong, jadilah bahagia bersama Yuuka-san.”
◆
Saat kami keluar dari kafe Limelight, matahari sudah mulai condong ke barat. Setelah sekian lama bertemu kembali dengan Raimu, dan mengetahui kebenaran tentang musim dingin di tahun ketiga SMP yang mengguncang pemahamanku…
Aku merasakan sesuatu yang aneh—seperti ada lubang besar yang terbuka di dalam dadaku.
“…Yuu-kun, kamu nggak apa-apa?”
Yuuka menatapku dari bawah dengan wajah cemas. Aku tersenyum padanya, lalu menjawab:
“Aku baik-baik saja. Hanya saja… selama ini aku selalu mengira Raimu yang menyebarkan gosip itu. Tapi kalau ternyata bukan, berarti perempuan dunia nyata yang kupikir jadi traumaku… sebenarnya nggak pernah ada. Saat aku sadar itu, entah kenapa… aku malah jadi merasa lega.”
“…Maaf ya, Sakata.”
Dari belakangku, Nihara-san tiba-tiba bersuara pelan.
“Nihara? Ada apa tiba-tiba? Kok kelihatan lesu?”
“Soalnya aku pernah janji sama Raimu… jadi nggak bisa bilang apa-apa. Tapi ngelihat Sakata yang terus kepikiran soal Raimu dan selalu terlihat menderita… aku sama sekali nggak bisa berbuat apa-apa. Aku benci sekali diriku sendiri yang seperti itu.”
Dengan suara bergetar, Nihara-san berhenti melangkah. Mau tidak mau, Masa yang ada di sampingnya, juga aku dan Yuuka yang ada di depan, ikut berhenti berjalan.
“Jadi itu alasan Nihara-san… setelah masuk SMA selalu sering menggangguku?”
Aku mengutarakan pertanyaan yang tiba-tiba terlintas di benakku. Mendengarnya, Nihara-san tersenyum pahit.
“──Aku cuma ingin melihat Sakata yang ceria seperti dulu. Sakata yang selalu bercanda dengan teman-teman di kelas. Tapi ngelihat kamu jadi jarang tersenyum… rasanya sesak banget. Karena itu, aku sampai nekat sok jadi ‘kakak perempuan spiritual’ dan terus-terusan nyebelin ngikutin kamu. Hahaha… konyol banget, kan?”
──Awalnya aku pikir, dia hanyalah wakil dari kelompok gadis populer yang suka iseng menggangguku. Karena yang melanjutkan ke SMA ini hanya aku, Masa, dan Nihara-san, aku sempat mengira dia cuma iseng cari perhatian. Tapi ternyata… aku salah.
Nihara-san, sejak dulu, hanya ingin membuatku bangkit kembali setelah aku berubah gara-gara masalah dengan Raimu.
“…Seperti yang kuduga, Nihara-san itu seperti pahlawan, ya. Diam-diam, selalu berusaha melakukan sesuatu demi orang lain.”
“Bukan begitu. Sama sekali bukan. Yang kulakukan itu hanya karena merasa bersalah sudah menyembunyikan kebenaran… sama sekali nggak ada hubungannya dengan pahlawan yang kukagumi.”
Tetes demi tetes, air mata jatuh membasahi tanah di bawah kakinya.
Sambil tersedu, Nihara-san menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
“Maaf ya, Sakata… aku nggak pernah bisa berguna. Aku hanya bikin kamu menderita terus… aku… aku…!”
“──Momo-chan. Sudah ya… kamu sudah berusaha keras sekali.”
Tangan Yuuka, tunanganku, terulur dan diletakkan lembut di kepala Nihara-san. Seperti menenangkan seorang anak kecil, ia mengusap rambutnya dengan penuh kasih.
“Kenapa kamu bisa segitu lembutnya sama aku…? Aku kan salah satu orang yang bikin Sakata menderita. Kalau saja aku melanggar janji dengan Raimu dan bilang semua yang sebenarnya ke Sakata waktu itu…”
“Kalau Momo-chan sampai mengkhianati janji dengan sahabatmu, itu bukan lagi dirimu yang sebenarnya, kan?”
Meski suara Nihara-san makin keras, Yuuka tetap menjawab dengan nada lembut. Dan lalu, ia tersenyum pada Nihara-san—sebuah senyuman semurni bunga yang sedang mekar penuh.
“Kalau Momo-chan yang kusukai itu… orang yang sangat baik hati, dan sangat peduli pada teman-temannya. Tapi,sering kali suka menanggung semuanya sendirian──itu yang bikin aku sedikit khawatir padanya.”
Lalu Yuuka dengan lembut meraih tubuh Nihara-san, menariknya ke dalam pelukannya.
“Tidak ada seorang pun yang salah, kok? Baik Yuu-kun, Momo-chan, maupun Raimu-san… semuanya sudah banyak berpikir, banyak terluka, dan sudah berusaha sekuat tenaga. Jadi, tidak perlu lagi menyalahkan diri sendiri… kan begitu?”
“…Yuu-chan…”
“Kenangan yang sedih atau menyakitkan… mungkin sulit untuk dihapus. Tapi, kenangan yang menyenangkan dan penuh keceriaan bisa menimpanya, bukan? Karena itu, ayo kita tertawa bersama! Mari kita ciptakan banyak sekali──kenangan penuh senyuman!”
Seolah bendungan yang jebol karena kata-kata Yuuka, Nihara-san pun jatuh tersungkur sambil menangis di tempat itu. Yuuka hanya terus mengusap punggungnya dengan tenang. Dan kata-katanya pun ikut meresap ke dalam diriku. Rasa kosong yang selama ini menganga di dadaku──perlahan mulai terisi dengan kehangatan.
“…Watanae-san itu benar-benar Yuuna-chan yang asli, ya. Yuuichi.”
Seakan menyuarakan isi hatiku, Masa bergumam pelan.
“Apapun yang terjadi, ia tidak pernah kehilangan senyum. Kepolosan dan kebaikan hatinya mampu menyentuh semua orang──dan tanpa disadari, senyuman itu menyebar. Itu bukan karena ia ‘Izumi Yuuna-chan’ atau apapun… tapi karena memang, ia sendiri adalah Yuuna-chan. Watanae-san itu.”
“…Aku tahu itu, bahkan tanpa perlu kau ucapkan.”
Di sekolah ia terlihat kaku. Sebagai seorang pengisi suara, ia selalu bekerja keras. Namun sebenarnya ia polos, ceroboh, dan lebih baik hati dibanding siapa pun di dunia ini. Ia mirip dengan Yuuna-chan. Tapi sekaligus juga berbeda dari Yuna-chan. Dan semua itu, tanpa terkecuali, membuatku──────jatuh cinta pada Watanae Yuuka.
Chapter 13
Ada yang Pernah Merasa Nyawanya Terancam Gara-gara Terlalu Banyak Dicintai Tunangan Sendiri?
Setelah hampir dua tahun, dari mulut Raimu akhirnya keluar kebenaran tentang musim dingin di kelas tiga SMP.
Aku merasa seolah-olah akhirnya terbebas dari belenggu masa lalu. Mengalami peristiwa itu membuatku berjanji di dalam hati, untuk lebih dari sebelumnya──selalu menjaga Yuuka dengan sepenuh hati.
────“Yuuichi-kun. Apa yang sudah kau berikan kepada Yuuka?”
Pertanyaan yang dilontarkan ayah Yuuka itu──sampai sekarang masih belum bisa kutemukan ‘jawabannya.’
“Yuu-yuu… sepertinya aku mendengar suara panggilan! Yuu-yuu… ah, di sini ada anak imut yang jatuh!! Yuyu-yuu… i-ini dia! Gadis yang sangat mencintai Yuu-kun, Yuuka-chan!!”
──Saat aku sedang tenggelam dalam lamunan, tunanganku tiba-tiba menarik perhatianku dengan sandiwara konyol yang tak masuk akal. Ia menjatuhkan diri di atas karpet, telentang. Tangannya bergerak-gerak, sementara kakinya diluruskan ke atas menghadap langit-langit──eh!?
“Yuuka, kakimu! Kakimu! Rokmu tersingkap, tahu!!”
“…Chirari.”
“Buuh!?”
Dengan tangannya sendiri, ia mencubit roknya, lalu sekilas menyingkapkannya. Setelah itu, dengan wajah penuh kemenangan, ia buru-buru merapikannya lagi.
Tidak peduli sebentar apa pun──yang terlihat tetaplah terlihat! Bagaimana ini, kepalaku sekarang serasa penuh warna biru!?
“Karena aku suka Yuu-kun, jadi kuberi sedikit servis deh. Perkenalkan, ini Yuuka-chan!”
“Itu sudah keterlaluan… sejak kapan kau jadi seperti ini?”
“Itu kan gara-gara Yuu-kun. Jadi aku mau dengar komentar darimu! Perkenalkan lagi──aku Yuuka-chan, tunangan imut Yuu-kun!!”
“…Jujur aja, aku kira bakal mati barusan.”
“…Ehehe. Jadi maksudnya, kamu senang? Senang banget, kan?”
Entah apa yang membuatnya begitu bahagia, Yuuka tersenyum lebar, lalu mulai mengguling-gulingkan diri di karpet.
“Yuu-kun, aku cinta banget sama kamu~ ♪ Love, love~ ♪”
“Sudah tahu! Sudah tahu, jadi tolong berhenti lakukan itu sambil pakai rok!?”
Err… bagaimana ya.
Entah karena masalah dengan Raimu sudah selesai atau bagaimana… Tingkat manja tunanganku──rasanya sudah mundur sampai ke level anak kecil.
◆
Hari lain pun tidak kalah heboh.
“Uuuh~. Aku juga mau ikut, Yuu-kun~. Uuuh, ayo kita pergi bareng, unyaa~!!”
“Tidak! Kau kan mau kerja sebagai pengisi suara, kan setelah ini!?”
“Unyaa~ Yuu-kun marah… huhuhu, peluk~”
Baru saja ia merajuk di depan pintu masuk rumah, tahu-tahu ia memeluk pinggangku erat-erat. Wajahnya tersenyum lebar, penuh aura “manja, dong.”
“…Sekadar memastikan. Jadi, Yuuna dan Yuuichi-kun itu lagi berusaha merendahkan aku, seorang perempuan pertengahan dua puluhan tanpa pacar, dengan cara ini──begitu maksudnya?”
“Bukan begitu! Lagian, aku tidak melakukan apa-apa, kan!?”
Orang yang berdiri di depan pintu dengan tatapan dingin itu──adalah Hachikawa-san, manajer yang menjemput Izumi Yuuna. Biasanya Hachikawa-san penuh ekspresi, tapi kali ini wajahnya datar luar biasa.
“Kurumi-san… kalau aku bikin salah paham, maaf ya. Sungguh, aku tidak benar-benar ingin mengajak Yuu-kun ke lokasi kerja kok. Kalau soal pekerjaan sebagai pengisi suara, aku selalu serius! Tanpa mencampur urusan pribadi, dan selalu berusaha demi para penggemar!!”
“Maaf, tapi ucapan dan tindakanmu tidak nyambung sama sekali. Malah jadi menakutkan, tahu nggak…?”
“Yang kuucapkan itu yang sebenarnya! Hanya saja, karena aku bakal pergi kerja dan membuat Yuu-kun kesepian, jadi──ini cuma layanan manja sebelum berangkat, begitu!!”
“Itu pun tetap jahat sekali! Apa kau sengaja mau menghancurkan harga diriku, Yuuna!? Dan Yuuichi-kun juga ikut-ikutan tersipu… memang enak, ya, masih muda!!”
“Kenapa aku juga yang dimarahi!? Itu jelas-jelas pelampiasan, tahu!!”
Berkat ucapan gila Yuuka, suasana pun meledak melibatkan Hachikawa-san. Sejak dulu, Yuuka memang kadang suka bertingkah manja berlebihan. Tapi sejak pembicaraanku dengan Raimu──sikap manjanya semakin hari terasa makin parah, dan jujur, agak menakutkan.
◆
──Kegilaan Yuuka ternyata berlanjut sampai di sekolah.
“…Hei, Yuuka? Kau di mana? Untuk apa memanggilku ke sini?”
Saat hendak membereskan meja, aku menemukan selembar kertas berwarna merah muda. Di atasnya, dengan tulisan tangan Yuuka, tertulis: “Aku menunggumu di gudang olahraga sepulang sekolah.” Karena itu, aku pun datang seperti yang tertulis. Tapi terus terang… bukankah lebih baik membicarakan ini di rumah saja? Pikiran semacam itu membuat tanda tanya berderet di kepalaku. Saat aku melangkah masuk ke gudang olahraga sambil mencari Yuuka──tiba-tiba pintu gudang tertutup rapat.
“Eh, a-apa!?”
“──Kesempatan!!”
“Gyaa!?”
Seketika pandanganku gelap, dan dalam kondisi hampir panik, sebuah tubuh menghantam perutku dengan keras.
Tak bisa menghindar, aku terjatuh ke atas matras dengan tubuh ditindih oleh sosok itu.
Ketika mataku mulai terbiasa dengan kegelapan──perlahan sosok yang menindih tubuhku mulai terlihat. Poni yang terikat kuncir kuda bergoyang lembut. Kacamata dengan bingkai tipis. Seragam blazer sekolah. Ya, ini jelas──versi “Yuuka di sekolah.”
“Apa-apaan ini, Yuuka? Dengar, kalau kita ketahuan berduaan di tempat seperti ini, bisa jadi masalah besar… jadi bagaimana kalau kita bicarakan ini nanti saja di rumah?”
“Kalau untuk manja-manja di rumah, aku sudah sering melakukannya.”
“Ya, memang begitu sih… tapi lalu, apa maumu?”
“…Unyu.”
Dengan suara kecil seperti itu, Yuuka mulai membuka kancing seragamnya.
“Eh, Yuuka!? Kau sedang apa!?”
“…Aku dengar dari Isami, kalau mau bikin orang yang kita suka deg-degan dengan suasana sekolah, salah satunya adalah berduaan di gudang olahraga… lalu menggoda dengan cara yang seksi.”
“Yuuka, kau itu selalu salah pilih orang untuk dimintai pendapat. Maaf saja, tapi adik iparku yang cosplayer itu punya pandangan yang lumayan jauh dari normal, tahu?”
Isami, Nayu, Nihara-san, bahkan Hachikawa-san. Orang-orang di sekelilingku rasanya cuma bisa kasih pendapat penuh bias.…Dan selagi aku masih mengeluh dalam hati, Yuuka sudah selesai membuka kancing.
Akhirnya, setelah melepas seragamnya, Yuuka menumpukan tangan ke lantai, menirukan pose lincah seperti seekor “macan betina.” Yang menutupi tubuh bagian atas Yuuka hanyalah bra hitam dewasa.
Lalu, dengan pose menggoda itu, ia mendekat ke wajahku──Yuuka yang berkacamata, dengan pipi memerah. Gaya menggoda yang seksi dan berani, berpadu dengan kesan Yuuka di sekolah yang biasanya kaku. Kombinasi yang terlalu berbahaya──jantungku benar-benar serasa mau meledak.
Saat aku masih terpaku, Yuuka perlahan menyentuhkan tangannya ke pipiku.
“Beberapa hari ini, aku sengaja bikin misi: Operasi Bikin Yuu-kun Senang dengan Banyak Bermanja-manja! …Tapi ternyata aku nggak terlalu berhasil menyemangatimu… maaf ya, Yuu-kun.”
Benar juga, beberapa hari belakangan dia memang kelewat manja.
Ternyata, semua itu demi membuatku merasa bahagia.
“Aku paham maksudmu… tapi ‘menyemangati’ ini sebenarnya karena apa?”
“──Karena setelah mendengar cerita masa lalu dari Raimu-san, aku yakin Yuu-kun pasti merasa sangat sakit. Jadi aku ingin benar-benar menyemangati. Kan gara-gara gosip yang bahkan bukan dari orang yang bersangkutan, Yuu-kun harus terluka selama ini. Itu… jelas sangat menyakitkan.”
Tetes demi tetes air hangat jatuh, membasahi pipiku. Itu adalah── air mata lembut yang jatuh dari mata Yuuka.
“Karena Yuu-kun sudah melewati banyak hal menyedihkan dan menyakitkan. Maka aku ingin… kita membuat kenangan-kenangan menyenangkan dan cerah bersama, agar Yuu-kun bisa tersenyum lagi. Aku mencintai Yuu-kun dalam kondisi apa pun, tapi tetap saja… Yuu-kun yang tersenyum, itulah yang paling aku sukai.”
──Hari aku bicara dengan Raimu, Nihara-san juga mengatakan hal yang mirip.
Watanae Yuuka memang selalu begitu. Seolah-olah kebahagiaan dan senyum orang lain──aku, keluarganya, teman-temannya, bahkan para penggemarnya──adalah miliknya sendiri. Dan demi itu, ia selalu berusaha sekuat tenaga.
“Tidak apa-apa, Yuuka. Hanya dengan keberadaanmu, aku sudah bisa banyak tertawa.”
Aku menyentuh lembut pundaknya.
Kaget, Yuuka memekik kecil, “Hyauu!?” Suaranya terdengar begitu imut, membuatku refleks tertawa.
“Memang, aku sempat kepikiran soal itu… tapi di sisi lain, aku juga merasa lega. Selama ini aku trauma karena mengira ada seorang gadis bernama Nonohana Raimu yang menyebarkan gosip setelah aku menyatakan perasaan. Tapi ternyata──‘Nonohana Raimu’ itu tidak pernah melakukannya. Menyadari hal itu sudah cukup bagiku untuk membereskan masa lalu.”
“Tapi… kalau saja gosip itu tidak pernah ada, bukankah mungkin Yuu-kun tidak perlu menjauh dari Raimu-san sejauh itu?”
“…Orang yang penting bagiku sekarang bukanlah gadis yang pernah kusukai dulu.”
Sedikit memalukan, tapi kalau tidak kuucapkan sekarang, aku bukan laki-laki sejati. Aku menatap lurus mata Yuuka──dan menyampaikan perasaanku.
“Andai-andai itu tidak perlu. Karena sekarang, orang yang paling aku cintai… adalah kau, Yuuka.”
Baru saja aku merasa terlalu sok puitis, tiba-tiba Yuuka memelukku dengan tenaga penuh. Wajahku pun langsung terbenam di belahan dadanya, karena ia hanya mengenakan bra.
──Hangatnya kulit Yuuka terasa langsung di wajahku.
“…Aku cinta kamu. Cinta banget. Terlalu cinta… sampai rasanya aku jadi gila.”
Bisikan Yuuka menggelitik telingaku. Aroma manisnya menyusup lewat hidung, langsung memenuhi kepalaku.
“…Hm? Hei, ada orang di dalam?”
────Tepat di saat yang paling buruk. Suara gedoran keras di pintu gudang olahraga terdengar, diiringi suara Gousaki-sensei.
Ini benar-benar gawat. Kalau ketahuan sekarang, bagaimana pun kami menjelaskan, pasti dianggap sebagai perbuatan tidak senonoh…!!
“Yuuka, cepat sembunyi──”
“Hyauu!? …Y-Yuu-kun, jangan tiupin napasmu… nggak tahan… nngh…”
“Tunggu!? Lepaskan dulu──”
“──Nnyuh… aku jadi makin aneh, tauu…!”
Setiap kali aku hendak bicara, Yuuka malah semakin menggeliat dan memelukku erat-erat. Sementara itu, Gousaki-sensei terus mengetuk -ngetuk pintu. Dalam situasi yang tak bisa dihindari ini, wajahku semakin pucat.
…………Aku hanya bisa berpikir penuh kekesalan:
Saat pertemuan keluarga berikutnya, aku pasti akan menegur Isami habis-habisan.
※Sebagai catatan, setelah itu kebetulan Nihara-san lewat, dan berkat dia kami berhasil keluar dari masalah dengan selamat.
Chapter 14
【Spesial Ariraji】
Masalah Popularitas Yurayura★Kakumei yang Tak Terbendung
"Serius deh… Kurai, apa kamarmu nggak bisa sedikit lebih rapi?"
Nihara-san, yang duduk di sampingku, berkomentar sambil meringis.
Masa, yang sedang mengutak-atik TV, langsung membela diri.
"Jangan ngomong sembarangan! Semua barang yang ada di kamar ini dipenuhi dengan cinta dan gairah, tahu nggak!! Jadi ya jelas saja… makin lama makin numpuk dong!"
"Ya, bukan gitu. Di rumahku juga banyak banget barang tokusatsu, lho. Ada sabuk, ada robot, ada figure dan buku-buku juga… Tapi tetap nggak seberantakan ini, ngerti?"
"Benar juga. Kamarku juga penuh dengan merchandise Arisute, tapi dibandingkan Masa, aku masih lebih bisa merapikannya."
"Kalau kalian cuma mau ngeluh, mending pulang aja! Kalian sendiri yang ngajak nonton Spesial Ariraji bareng, makanya aku siapin semua ini!!"
Begitulah, aku dan Nihara-san sekarang sedang main ke rumah Masa. Aku sudah sering ke sini, tapi ternyata ini pertama kalinya Nihara-san berkunjung. Wajar saja dia celingukan lalu melempar komentar satu per satu. Sementara itu, Masa selesai melakukan mirroring ponselnya ke TV lalu duduk di sampingku.
"Baiklah, ayo kita mulai."
"Oke! Aku nggak sabar lihat Yuu-chan beraksi!!"
Masa menavigasikan layar TV untuk membuka situs video. Tak lama, channel siaran langsung terbuka dan muncul tulisan: ‘Tunggu sebentar ya, sebentar lagi mulai!’
Ya, yang akan dimulai sebentar lagi adalah siaran langsung radio populer Ariraji dari Love Idol Dream! Alice Stage☆. Kali ini judulnya adalah — ‘Ariraji: Spesial Siaran Langsung Peringatan Dimulainya Pemungutan Suara Delapan Alice ke-2☆’.
Sesuai dengan tema acara spesial ini, di Arisute baru saja dimulai Pemungutan Suara Delapan Alice ke-2. Aku sendiri sudah langsung memberikan suaraku untuk Yuuna-chan hanya beberapa detik setelah voting dibuka. Masa juga bilang ia sudah memilih Ranmu-chan pada detik-detik awal.
Dengan kata lain, sekarang ini kami hanya tinggal menunggu hasil akhir voting. Sementara itu, pihak manajemen jelas ingin semakin meramaikan acara pemungutan suara ini. Maka diputuskanlah siaran spesial kali ini, menghadirkan para pengisi suara Delapan Alice dari voting pertama, plus beberapa bintang tamu lainnya.
"Eh, Ranmu-chan juga termasuk salah satu dari Delapan Alice sebelumnya, kan?"
"Wah, Nihara… sekarang makin ngerti aja soal Arisute! Betul banget. Ranmu-sama-ku itu, pada voting pertama — terpilih sebagai Alice Keenam! Dan kali ini pun sudah pasti… Ranmu-sama akan kembali bersinar megah sebagai salah satu Delapan Alice!!"
Ranmu-chan, idol Alice yang diperankan oleh Shinomiya Ranmu, sudah sangat populer sejak awal Arisute dirilis.
— Daya tariknya ada pada kombinasi keren dan disiplin, tapi di kehidupan pribadi justru ceroboh. Visualnya yang penuh pesona dewasa, ditambah dengan kemampuan vokal luar biasa dari Shinomiya Ranmu.
Semua itu membuatnya berhasil masuk peringkat keenam dalam voting, lalu dikenal sebagai Alice Keenam.
"Ranmu-chan memang keren sih. Tapi kalau Yuuna-chan nggak masuk Delapan Alice… berarti orang-orang masih kurang jeli ya, pandangan mereka belum tepat."
"Nihara-san, itu nggak benar."
Mendengar keluhan Nihara-san yang terlalu nge-fans dengan Yuuna-chan, aku pun menyampaikan perasaanku dengan tulus.
"Ranking sebenarnya itu ada di hati masing-masing orang yang mendukung Arisute. Jadi angka itu nggak penting. Yuuna-chan itu — di dalam hati aku dan Nihara-san, selalu jadi Alice nomor satu!!"
"…Yah. Kata-katanya bagus sih, dan aku paham maksudmu. Tapi sadar nggak kalau ucapanmu barusan malah benar-benar menegasikan inti acara spesial ini?"
Hei, janganlah kau membalas dengan logika serius waktu aku lagi gaya bicara sok bijak begitu. Itu bikin malu setengah mati, tahu!
"──Hei, kalian berdua! Sudah mulai!!"
Begitu Masa berteriak, aku dan Nihara-san serentak menoleh ke arah TV.
Begitulah, kami bertiga pun resmi memulai menonton siaran langsung ini di rumah Masa.
"…Nah, seperti itulah Pemungutan Suara Delapan Alice ke-2 yang makin meriah! Tapi ternyata, hari ini ada juga pengumuman proyek baru!!"
"Sepertinya begitu. Walau apa pun proyeknya, saya akan terus… bersinar seperti biasa."
Saat para pengisi suara Delapan Alice, termasuk Shinomiya Ranmu, berbincang, tiba-tiba muncul kata-kata ‘proyek baru’.
Ini sama sekali belum pernah diberitahukan sebelumnya… harus diperhatikan baik-baik!
"Untuk membicarakan proyek baru ini, kami kedatangan tiga Alice Idol! Silakan masuk!!"
Dan di atas panggung, muncullah tiga pengisi suara… itu, Yuuka!?
"Halo semuanya! Aku Izumi Yuuna, pengisi suara Yuuna!!"
Ketiganya memperkenalkan diri satu per satu, dan Izumi Yuuna benar-benar tampak paling bersinar. Tapi apa hubungan Yuuna dengan proyek baru ini?
Sambil aku terus berpikir, monitor besar di belakang studio menampilkan nama proyek baru tersebut.
──── ‘New Alice Idol Audition☆’.
"Saat ini saja sudah ada lebih dari seratus Alice Idol yang aktif di Arisute. Dan musim gugur ini, akan ada debut generasi baru Alice Idol! Menyambut itu, musim panas nanti akan diadakan audisi untuk menentukan pengisi suara Alice Idol baru!!"
"Tiga di antaranya, kabarnya… akan jadi adik dari karakter yang diperankan oleh tiga orang ini, kan?"
──!! A… apa!?
"Jangan-jangan… Nanami-chan bakal dapat suara juga?"
"Sepertinya begitu, Yuuichi… Summer kali ini bakal jadi benar-benar panas, bro."
“Eh? Maksudnya serunya di mana? Bisa jelasin biar pendatang baru seperti aku juga paham nggak!?”
Nihara-san tampaknya belum bisa memahami situasinya, jadi dia panik sendiri sambil ribut. Aku dan Masa menelan ludah dengan gugup── menunggu ucapan dari Izumi Yuuna yang telah diberikan mikrofon.
“Baik! Jadi, karakter Yuuna yang aku perankan, diceritakan diajak oleh adiknya, Nanami-chan, untuk debut bersama sebagai Alice Idol… hal ini pasti sudah diketahui dengan baik oleh para penggemar lama! Dan sekarang!! Akhirnya Nanami-chan──akan muncul di dalam game!”
“Serius…? Akhirnya Nanami-chan…”
“Oh, iya. Setting-nya memang Yuuna-chan debut bersama adiknya, Nanami-chan, ya.”
“Betul sekali, Nihara. Tapi, karena berbagai alasan──Nanami-chan selama ini belum pernah hadir sebagai karakter. Dan kalau sekarang dia akhirnya debut… berarti perkembangan baru untuk Yuuna-hime bisa diharapkan, kan, Yuuichi!”
Seperti yang dibilang Masa. Kalau Nanami-chan benar-benar ikut terjun, maka secara alami kesempatan tampil Yuuna-chan juga akan bertambah.
Dengan kata lain, fakta bahwa Nanami-chan ditambahkan sendiri sudah menjadi… bukti nyata bahwa usaha Izumi Yuuna benar-benar sampai pada para penggemar dan pihak penyelenggara.
──Syukurlah, Yuuka.
Aku teringat pada sosok Yuuka yang selalu tersenyum, selalu berusaha keras… dan entah kenapa, dadaku terasa sesak oleh haru.
◆
“‘Yurayura★Kakumei’──menghadirkan perkembangan baru!!”
Setelah proyek baru bernama New Alice Idol Audition☆ diumumkan, di giliran berikutnya──Izumi Yuuna menyampaikan dengan senyum lebar.……Perkembangan baru dari ‘Yurayura★Kakumei’?
“Mulai dari sini, ini adalah sesi mini kami ‘Yurayura★Kakumei’. Sudah siap?”
“Fufufu… Apa kalian kaget? Kami akan mengumumkan perkembangan yang lebih mengejutkan lagi, lho!”
Saking terkejutnya, aku serasa melihat sungai San’zu. Yuuka benar-benar berhasil menyembunyikan proyek sebesar ini di rumah…
“Kalau begitu──mari kita panggil Alice Idol yang tidak bisa dipisahkan dari ‘Yurayura★Kakumei’.”
“Seperti ladang minyak yang penuh harta karun, mari kita gali bersama dengan menyenangkan… aku, Hotta Deru, yang keluar memerankan peran ini. Serius deh, akhirnya sampai sejauh ini juga, ya ampun!”
Muncul lah ciri khas ‘Yurayura★Kakumei’──Hotta Deru, seiyuu dengan gaya urakan sekaligus jago marah-marah.
Tapi… apa maksudnya dengan “akhirnya sampai sejauh ini”?
“Hotta-san! Bagaimana perasaan Anda sekarang?”
“Eh. Takut.”
“Takut!?”
“Ya, soalnya… aku harus gabung di antara kalian, kan? Itu jelas bikin takut! Aku bukan sekadar pelumas pemanis, oke!? Paham nggak, tim produksi!?”
“Seperti biasa, perumpamaan Anda memang hebat. Menurut saya, itulah hasil dari kemampuan yang sudah diakui secara layak.”
“Berisik! Menurutmu siapa yang bikin kemampuan ini berkembang, hah, Ranmu!!”
Seperti biasa, kombinasi lawakan dan balasan mereka bertiga begitu kompak, menciptakan obrolan yang luwes dan menghibur.
Di tengah itu, Izumi Yuuna──berseru “Jajan~!” sambil menunjuk ke arah layar studio. Di sana terpampang nama proyek yang sama sekali tak pernah kami bayangkan.
──‘Yurayura★Kakumei with Yuuyu’ Sedang dalam Pembuatan Lagu Baru!!
“‘with……Yuuyu!?’”
Aku dan Masa refleks berdiri hampir bersamaan. Sementara Nihara-san tetap duduk, menatap terpaku ke layar TV.
“Jadi, kali ini ‘Yurayura★Kakumei’ akan merilis lagu baru bersama tiga orang, termasuk Hotta Deru sebagai pemeran Deru! Keren sekali, ya, senang sekali, kan, Ranmu-senpai!!”
“Entah Hotta-san ikut atau tidak, itu tidak ada hubungannya denganku. Bagaimanapun situasinya, aku akan terus berlatih──dan aku sudah memutuskan untuk mencapai puncak.”
“Itu kurang ajar, tahu!? Mana bisa dibilang tidak ada hubungannya! Selama ini aku sudah sering dikerahkan demi kalian, tahu nggak…!”
“Mulai sekarang kita akan sama-sama dikerahkan sebagai satu tim, Hotta-san!!”
“…Aku jadi nggak tenang~~… Tapi ya. Demi bisa menyampaikan betapa imutnya Deru, aku akan berusaha semampuku, asal jangan sampai mati. Semua orang, tolong dukung ‘Yurayura★Kakumei with Yuuyu’ ya!”
Ya begitulah… meskipun ngomel panjang lebar. Izumi Yuuna dan Shinomiya Ranmu terlihat tertawa bahagia bersama Hotta Deru.
Sampai di situ, siaran khusus itu pun masuk ke jeda iklan.
────────────────────────────────────────
“Iklan dari ‘Ternyata Aku Bereinkarnasi ke Dunia yang Isinya Cuma Klise’ nih. Yuk, kita umumkan bareng-bareng.”
“…Aku suka.”
“Hah? Eh, kenapa tiba-tiba jadi dekat gini!?”
“Soalnya aku hidup sendirian selama ini. Jadi kalau ada yang bilang mau tampil bareng di iklan… aku nggak bisa menahan rasa suka ini lagi…!”
“Gyaaa!? Hei, jangan peluk aku di tengah iklan! Kalau sesama perempuan begini, nanti dikira anime yuri, tahu nggak!!”
“…Kalau lihat ukuran dada, mungkin malah dianggap pasangan laki-laki-perempuan.”
“Siapa yang kamu bilang rata kayak papan datar!? Dada aku juga punya sumbu Z, tahu!!”
──High tension romantic comedy ‘TenTen’, tayang dengan sambutan hangat!
◆
“Gawat, Yuuichi… Aku jadi terlalu semangat sampai pusing.”
“Aku juga, Masa… seluruh tubuhku gemetar, rasanya jantungku berdetak nggak karuan.”
“Kalian berdua baik-baik aja, kan!? Ah… tapi aku juga, saking senangnya sampai nangis…”
Selain kabar debutnya adik Yuuna-chan, Nanami-chan.Kini bahkan ada pengumuman tentang perkembangan baru dari ‘Yurayura★Kakumei’.
Kami bertiga larut dalam gelombang emosi──kegembiraan, haru, dan berbagai perasaan lain──hingga akhirnya hanya bisa terdiam. Usaha gigih Yuuka perlahan mulai membuahkan hasil.
Ketika aku sedang tenggelam dalam perasaan haru itu, tanpa sadar mataku mulai terasa panas──
────Brrr…♪
Di saat yang begitu pas, ponselku bergetar, menandakan panggilan masuk dari Yuuka.
“Halo? Yuuka?”
『Pertanyaan. Setelah kata ‘Yurayura★Kakumei with’, kira-kira kata apa yang muncul, hayoo?』
“Yuuyu!”
『……Ternyata kamu nonton siaran langsung, ya! Padahal infonya baru boleh diumumkan di sana!!』
“Ah… t-tapi Yuuka, bukannya kamu pernah bilang di rumah?”
『Karena sudah kuduga hal seperti ini bakal terjadi, jadi aku sengaja tidak memberi tahu Yuu-kun sebelumnya.』
Apa-apaan itu, jebakan yang begitu rapi. Benar-benar strategi licik tingkat Zhuge Liang… tunangan yang luar biasa, ini.
“Kalau dipikir dengan tenang, Yuuka? Kali ini kamu bukan pemeran utama acara, kan? Jadi sebenarnya, larangan nonton ‘AriRaji’ di rumah tidak termasuk ke dalam kategori ini.”
『Jangan cari-cari alasan. Dasar Yuu-kun, Baka.』
“……Tapi kalau dipikir lagi, bukankah alasan awal adanya larangan ‘AriRaji’ adalah karena kamu tidak mau aku menonton bagian saat kamu ngobrol soal ‘adik’? Hari ini kan kamu sama sekali tidak membicarakan soal ‘adik’. Jadi seharusnya tidak apa-apa, kan?”
『…………Itu tetap saja alasan.』
“Eh, tadi jelas banget ada jeda, kan!? Kamu sendiri pasti sadar kalau ini agak nggak adil, kan, Yuuka?”
Ya, begitulah──kali ini aku mencoba mengemukakan argumen logis demi memperjuangkan hak menonton ‘AriRaji’.
『Uuuh…… pokoknya! Kalau sudah dilarang, ya tetap dilarang! Dasar Yuu-kun baka, baka!! Baka, baka, tapi aku suka kamu, Baaakaa!!』
Dan begitulah, aku hanya bisa menerima dimarahi habis-habisan oleh Yuuka yang sedang keras kepala. Sungguh tidak adil.
Chapter 15
【Pernikahan Ini】
Ayah Pulang
【Dalang Utama】
Tahun baru sudah lewat, dan tanpa terasa hampir satu bulan berlalu.
Memasuki paruh kedua bulan Januari, hatiku mulai terasa gelisah dan tidak bisa tenang. Sebab lusa, akan diadakan pertemuan antara keluargaku dan keluarga Yuuka──acara pertemuan keluarga calon mempelai.
"……Apa yang sebenarnya bisa kuberikan kepada Yuuka, ya?"
Sambil duduk melamun di kursi kamarku, aku kembali mengingat kata-kata yang diucapkan ayah Yuuka saat tahun baru.
Setelah mendengar kebenaran tentang musim dingin di kelas 3 SMP dari Raimu. Setelah aku sadar bahwa rasa takutku terhadap gadis-gadis di dunia nyata hanyalah ilusi. Aku semakin ingin melangkah maju bersama Yuuka.
──Karena Yuuka ada di sisiku, aku bisa menerima cerita Raimu tanpa runtuh.
──Karena Yuuka ada di sisiku, aku bisa menjalani hari-hari dengan hati yang tenang.
Aku sudah menerima banyak hal dari Yuuka. Kalau begitu, apa yang bisa kuberikan kepada Yuuka──apa, ya?
"……Tapi, ramalan omikuji ini benar-benar tepat, ya."
Aku menghela napas sambil menatap omikuji yang tergeletak di atas meja.
◇ Pertunangan: ‘Akan ada hambatan yang tak terduga. Teguhkan hatimu.’
Memang benar, hambatan itu datang tak terduga. Ayahku ternyata mengenal baik seorang petinggi relasi bisnis──yang tidak lain adalah ayah Yuuka. Karena khawatir dengan Yuuka yang tinggal sendirian, dari pihak beliau lalu datanglah usulan pernikahan ini.
Aku yang memahami situasi itu memang gugup, tapi kupikir pertemuan pertama tetap akan berjalan lancar. Siapa sangka, akhirnya aku jadi harus memikirkan semua ini sampai segelisah ini.
Yah, kalau dibilang aku terlalu lengah……ya, memang benar juga.
"Pokoknya, besok aku harus memaksa ayah untuk menjelaskan semuanya dengan jelas."
Besok──Jumat sore.
Sebagai persiapan sebelum pertemuan keluarga, ayahku dan Nayu akan datang ke rumah ini. Di sana, aku harus memaksa ayah untuk bicara. Aku tahu, aku juga harus menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ayah Yuuka……Tapi, sebelum itu aku perlu tahu dulu bagaimana sebenarnya awal mula pernikahan ini terjadi. Kalau tidak mendengar kebenaran itu──rasanya aku tidak bisa melangkah maju.
◆
────Gachaan!
Suara keras terdengar di ruang tamu yang diterangi cahaya senja. Aku buru-buru berlari ke arah dapur.
"Yuuka, kamu nggak apa-apa!?"
"U-um……maaf. Aku menjatuhkan piring, sampai pecah."
"Kamu nggak terluka, kan!?"
"Karena pecahnya di dalam sink, jadi aku nggak apa-apa……maaf ya."
"Kalau kamu nggak terluka, pecah satu piring saja tidak masalah."
Aku benar-benar lega, lalu berkata begitu. Yuuka menatapku malu-malu sambil melirik ke atas.
"Yuu-kun itu……benar-benar baik hati, ya. Terima kasih……aku sayang kamu."
Ia tersenyum malu-malu saat berkata begitu, lalu pergi mengambil peralatan untuk membersihkan pecahan piring. Namun────
Gagagagak!
Suara keras kembali terdengar.
"Yuuka, ada apa lagi!?"
Aku segera berlari ke ruang tamu──dan di sana, aku melihat Yuuka terjatuh dengan tubuhnya terhimpit oleh vacuum cleaner.
"Ma-maaf ya, Yuu-kun……aku tadi lagi bawa vacuum cleaner, terus entah gimana, uunyaaa gitu, jadinya begini deh."
"Jangan pakai ‘uunyaa’ buat jelasin semua hal!? Aku nggak ngerti sama sekali, tapi kamu baik-baik saja kan, nggak luka?"
"Um! Memang agak sakit sih, tapi aku baik-baik saja kok!"
Ia tersenyum ceria seperti biasa, tapi dari tadi ia terlihat sangat ceroboh──aku mulai merasa ada sesuatu yang janggal.
"Jangan-jangan……kamu gugup karena ayahku mau datang?"
"Heh!? Ti-tidak!! Ti-tidak-tidak-tidak, sama sekali tidak, nggak mungkin!!"
Bicaranya sampai terbata-bata parah.
Jelas sekali kalau ia gugup……yah, aku pun sama, jadi aku bisa memahami perasaannya.
Setelah membereskan piring yang pecah dan vacuum cleaner, aku mendudukkan Yuuka di sofa. Aku pun duduk di sebelahnya, lalu menenangkannya.
"Mungkin aku sudah pernah bilang, tapi……ayahku itu orangnya selalu senyam-senyum, nggak pernah mikirin hal dalam-dalam. Jadi kamu nggak perlu gugup. Bahkan kalaupun kamu tidak terlalu menanggapi serius pun, nggak masalah."
"Kamu keterlaluan banget sih!? Masa menantu tidak menanggapi serius mertuanya, itu kan aneh banget!"
"Ya nggak apa-apa……lagian ayahku itu tipe orang dewasa yang seenaknya, sampai tega memutuskan pernikahan anaknya sepihak."
Saat kami sedang bicara begitu──bel rumah berbunyi, ding-dong.
"Kyaaa!? Su-sudah datang, Yuu-kun!? A-apa yang harus kulakukan!?"
"……Abaikan saja dulu."
"Kenapa begitu!? Ayolah, Yuu-kun, pikirkan juga posisiku dong!"
Dengan panik, Yuuka berlari menuju pintu depan. Aku pun terpaksa ikut mengejarnya, meski setengah hati. Yuuka meremas pipinya, mencoba mengatur ekspresi, lalu membuka pintu──
"Sa-salam kenal! Saya Watanae Yuuka, selalu berhutang budi pada Yuuichi-san!!"
"Ya, saya tahu betul──anak kucing yang manis? Senang berkenalan. Saya Watanae Isami, adik perempuan Yuuka yang selalu menjaganya."
"Pulanglah."
Dengan kecepatan yang tak memberi celah untuk membantah, Yuuka langsung menutup pintu dengan keras.
Isami, yang terhalang di luar, mulai mengetuk pintu.
"Maaf ya, Yuuka. Soalnya kamu tiba-tiba memberi salam begitu sopan, jadi aku jadi kepingin menggodamu… cuma itu saja, kok."
"Makanya aku marah! Lagian, kenapa kamu yang ada di sini!? Bukannya ayah dan ibu baru datang besok!?"
"Hehe… soalnya aku nggak sabar ingin bertemu denganmu, jadi aku datang lebih awal sendirian—"
"Udah pulang sana! Besok aja datang lagi!!"
Ketegangan Yuuka yang tadi terasa berat langsung lenyap begitu saja, berganti dengan adu mulut khas kakak-adik Watanae.…Memang sih, waktu ada ibu mertua dia bisa terlihat waras, tapi pada dasarnya Isami tetaplah Isami.
Saat aku sedang melamun dengan pikiran tak penting itu, suara ketukan Isami mendadak berhenti.
"Eh? Isami benar-benar pergi, ya?"
"Jangan lengah, Yuu-kun! Anak itu nggak mungkin menyerah semudah itu… ini pasti jebakan!!"
Keji juga sih dibilang begitu.
Rupanya benar, sikap sehari-hari memang penting ya…
Tepat saat itu— tok tok.
Suara ketukan di pintu depan kembali terdengar. Dengan wajah cemberut, Yuuka bicara ke arah balik pintu.
"…Aku masih marah, tahu. Aku sampai deg-degan karena kupikir yang datang itu ayah mertuaku, eh malah kamu bercanda seenaknya. Kamu ada niat minta maaf nggak?"
"—Eh, sebenarnya… aku ayahnya Yuuichi, yang asli, lho?"
"Aah! Padahal aku udah mau ngalah, eh malah ngejek lagi!! Pokoknya aku nggak bakal maafin!! Pulang sanaaa!! Waaah!!"
—Hah? Barusan itu…
"Yuuka, coba tenang dulu. Itu bukan Isami—"
"Mau kamu bilang apa pun, aku tetap nggak akan maafin! Dasar Isami bodoh! Bodoh! Bodoh, bodoh!!"
"—Pfft! Kocak banget! Isami, coba beneran pulang aja?"
"Diamlah, Nayu-chan… haaah. Kalau Yuuka sampai tahu situasi sebenarnya, pasti dia makin marah besar…"
Ternyata Yuuka juga mendengar suara Isami yang sedang bicara dengan Nayu.
Mulutnya terbuka lebar, siap berteriak, tapi seluruh tubuhnya membeku kaku. Sebagai pukulan terakhir, lelaki itu—ayahku—berbicara dengan nada serba salah.
"Yah, aku rasa semangat itu bagus-bagus saja sih? Tapi, untuk sementara… bolehkah aku masuk dulu, Yuuka-san?"
◆
—Begitulah akhirnya.
Ayah dan Nayu yang kebetulan datang bersamaan dengan Isami, sudah masuk ke rumah kami. Sementara itu, Yuuka yang kabur dan mengurung diri di kamar lantai dua, coba kupanggil.
"Yuuka, ayo keluar, dong."
"…………Aku mau mati aja."
"Kamu berlebihan banget. Dibanding kelakuan ayahku yang kelewat nggak waras, kejadian barusan tuh sepele banget."
"…Kalau begitu aku akan mati bareng Isami…"
"Eh, aku juga!? "
Saat aku menoleh ke belakang, di sana sudah berdiri Isami dan Nayu. Ayah juga terlihat menaiki tangga agak terlambat.
"Terus gimana ini? Menurutku sih Isami harus seppuku, kan?"
"…Aku akan terseret bersama Isami, lalu mati juga…"
"Hiii!? Suara Yuuka kali ini serius banget… a-a-apaa yang harus kita lakukan, Yuu nii-san!?"
Padahal ini ulahmu sendiri, kan?
Kalau sampai ketakutan begini, seharusnya dari awal jangan usil, Isami… benar-benar sama saja seperti biasa.
"Yuuichi, ternyata kamu hidup dengan cukup bahagia ya. Ayah lega mendengarnya."
"Sekarang bukan waktunya bilang gitu, tahu!? Mau aku kunci kamu di luar juga, hah?"
Aku melontarkan sindiran pedas pada ayah yang asal bicara.
Saat itu Nayu maju, menyingkirkanku, dan berdiri di depan pintu kamar Yuuka.
"Ya ampun, nggak bisa diandalkan. Biar aku yang turun tangan deh. Tapi ingat, nanti bayar aku seribu ton emas ya, Nii-san?"
"Apa-apaan sih, tuntutan absurd itu… malah bikin aku makin tegang kalau kamu yang turun tangan."
"Hah? Nyebelin. Dengar, deh. Dari semua orang di sini, siapa coba yang paling bisa bujuk Yuuka-chan? Jelas aku lebih baik miliaran kali daripada Isami, kan?"
Memang, dalam situasi ini Isami udah nggak ada harapan. Tapi, jujur saja, tingkah laku sehari-hari Nayu juga nggak kalah parahnya dengan Isami.
"Santai aja. Aku masih punya utang budi soal Natal kemarin, jadi kali ini aku serius, kok."
Nayu pun mengetuk pintu kamar Yuuka.
"Yuuka-chan, ada kuis nih. Coba tebak, siapa yang lagi berdiri di depan kamarmu?"
"Nayu-chan sama Yuu-kun, terus… I-sa-mi…"
"Ke… kenapa namaku doang dipanggil dengan suara kayak kutukan gitu!?"
"Isami, ribut amat. Tidur aja sono."
Sepertinya Yuuka belum sadar kalau ayahku juga ada di lantai dua.
Saat aku memikirkan itu, Nayu melirik ke arahku sambil menggeleng pelan. Kayaknya dia memang sengaja bertanya tadi hanya untuk memastikan hal itu.
"Kalau begitu, Yuuka-chan. Biar kutanya lagi. Kenapa sih kamu sampai segitunya murung? Ayahku itu, percaya deh, dia nggak punya kepribadian serius sampai bisa kepikiran yang beginian."
"—Mungkin begitu… tapi aku cuma ingin memberi salam dengan benar. Sebagai calon istri Yuu-kun."
Dengan suara pelan nyaris hilang, Yuuka menjawab. Mendengar itu, Nayu kali ini berbicara dengan nada yang jarang-jarang terdengar lembut darinya.
"Begitu, jadi maksudmu lebih ke harga diri sebagai seorang calon istri, ya?"
"Bukan soal harga diri… cuma aku ingin menunjukkan sosok istri yang bisa diandalkan. Supaya meski aku jauh dari Yuu-kun, Ayah Mertua bisa merasa tenang… aku ingin beliau berpikir begitu."
"Oh, begitu. Karena kamu memang sayang sama kakakku, kan, Yuuka-chan?"
"…Iya. Aku sangat menyayanginya."
Yuuka mengucapkannya dengan perasaan yang benar-benar murni.
Mendengar itu, Nayu kembali bertanya.
"Kalau begitu, boleh aku tanya? Bagian mana dari kakakku yang kamu suka?"
"Itu sih terlalu banyak sampai nggak bisa kusebut semua… tapi, pertama mungkin karena dia baik hati. Dia selalu memperlakukanku dengan penuh perhatian, dan dia juga peduli sama kamu, Nayu-chan, serta keluarganya… hehe, rasanya seperti pangeran dari dalam buku cerita."
Yuuka, Yuuka. Kamu sadar aku ada di sini, kan? Kamu memang berniat bikin aku mati karena malu, ya?
"Aku juga suka karena dia keren! Bukan cuma penampilannya yang tampan, tapi hatinya tuh super tampan!! Tapi kadang dia juga jadi imut banget… sampai rasanya aku pengen ‘makan’ dia. Keren sekaligus imut, itu sih udah level dewa, dunia mitologi banget!!"
Tolong hentikan, ini sudah lewat batas dosis mematikan buatku.
"Selain itu, Yuu-kun kan sudah melewati banyak hal yang berat, tapi tetap berusaha terus, kan? Karena itu… aku merasa dia pasti juga ingin lebih dimanja. Dan itu juga bikin dia tambah imut… sampai aku pengen memeluknya erat-erat."
Mendengar kata-kata Yuuka, aku teringat malam Natal. Waktu Yuuka dengan lembut menenangkan Nayu yang menangis tersedu-sedu. Waktu Yuuka tersenyum dan menopang diriku yang hampir runtuh.
Aku memang tanpa sadar… membandingkannya dengan sosok Ibu di masa lalu.
Ya. Aku akui itu. Aku akui, tapi… tolong jangan dilanjutkan lagi, ini sungguh memalukan. Namun, Yuuka yang sudah terbawa suasana jelas tidak akan berhenti begitu saja.
"Aku ingin terus menyembuhkan hati Yuu-kun, dan bersama-sama menciptakan kenangan indah yang penuh kebahagiaan. Aku nggak pandai merangkai kata, tapi intinya—aku benar-benar mencintai Yuu-kun dengan segala sisi dirinya!"
"—Terima kasih, Yuuka-san. Karena kamu sudah begitu tulus menyayangi Yuuichi."
Ayah, yang sejak tadi hanya diam mendengarkan percakapan Nayu dan Yuuka, tiba-tiba membuka suara.
Mendengar itu, Yuuka langsung membuat suara gaduh seperti dorr-bang di dalam kamar, lalu klek! pintu terbuka dan ia berlari keluar.
"A-a-a-ayah mertua! S-saya benar-benar sudah bersikap sangat tidak sopan!! Saya Watanae Yuuka, saya sangat mencintai Yuuichi-san, dan, umm, umm…"
"Tidak apa-apa, Yuuka-san. Perasaanmu sudah sangat jelas tersampaikan."
Kepada Yuuka yang panik bukan main, ayah menanggapinya sambil tetap tersenyum, lalu berbalik menatapku.
"Yah… melihat kehidupan kalian berdua berjalan baik, Ayah merasa senang."
"…‘Senang’ katanya? Bukan itu. Harusnya ada sesuatu yang ingin Ayah jelaskan kepada kami, kan?"
"Yang ingin dikatakan, ya… benar juga. Tapi sesuai dengan apa yang sudah kamu dengar dari keluarga Watanae, sebetulnya begitu adanya."
Dengan sikapnya yang santai dan nada bercanda seperti biasa, ayah lalu pura-pura berdehem, sebelum akhirnya mulai menceritakan kebenaran di balik pernikahan ini.
"Seperti yang sudah kamu dengar dari keluarga Watanae. Pernikahan ini… sebenarnya berawal karena aku yang memintanya. Dan itu kulakukan dengan mengetahui kalau Yuuka-san adalah orang yang dulu dikenal dengan nama—Izumi Yuuna."






Post a Comment