NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ore no linazuke ni Natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Volume 6 Chapter 16 - 19

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 16 

【Tentang Pernikahan Ini】

Ayah Berkisah

【Di Balik Layar】


Seperti yang sudah pernah dikatakan oleh ayah Yuuka… dengan pembuka yang terdengar begitu ringan. Namun, dari mulut ayahku malah keluar pernyataan yang sama sekali tak masuk akal, membuatku benar-benar terperangah.


"…Barusan, apa yang Ayah katakan?"


"Pernikahan ini bermula karena Ayah yang memintanya, Nak! …mungkin begitu?"


"Bukan itu maksudku! Setelahnya, setelahnya!!"


"—Ah, iya. Ayah sudah tahu sejak awal kalau Yuuka-san sebenarnya adalah ‘Izumi Yuuna’."


Apa-apaan dia ini. Dia sadar tidak sih kalau baru saja mengucapkan sesuatu yang gila, seolah itu hal sepele?


"Tunggu dulu, Ayah. Waktu Ayah mempertemukan Yuuka-chan dengan Nii-san, aku sama sekali tidak pernah diberi tahu tentang itu, tahu?"


"Ya, memang tidak Ayah katakan."


"Apa-apaan sih, menyebalkan… Nii-san, ayo kita kubur saja orang ini."


Oke, Nayu. Sudah lama kita tidak bekerja sama sebagai kakak-adik!


Sementara aku dan Nayu sudah terbakar emosi, Yuuka malah dengan ragu-ragu angkat bicara.


"—Ayah Mertua, boleh saya bertanya? Kalau Ayah sudah tahu sejak awal saya adalah Izumi Yuuna… berarti Ayah mengajukan pernikahan ini justru karena saya Izumi Yuuna, begitu?"


"Tajam sekali intuisi kamu, Yuuka-san. Betul sekali."


"Be-benarkah…!!"


"Aku juga sama sekali tidak menyangka ada rahasia di balik semua ini."


Yuuka dan Isami menerima penjelasan itu begitu saja dengan wajah terkejut. Tapi aku dan Nayu sama sekali tidak bisa menerimanya.


"Tidak, tidak. Alasannya jelas aneh. Ayah bilang waktu itu ini pernikahan politik demi karier Ayah, supaya tidak mengganggu jalan kenaikan jabatan, kan?"


"Kali ini aku setuju dengan Nii-san. Ayah harus menjelaskan dengan benar."


"Hah? Ayah tidak pernah bilang begitu, lho."


Di saat genting begini, ayah justru mulai berkelit. 


Padahal jelas-jelas dia pernah bilang! 


Itu terlalu mengejutkan sampai-sampai aku masih ingat isi teleponnya dengan jelas.


────────────────────────────────────────


『Sekarang ini masa yang penting bagi Ayah. Ayah mendapat posisi penting di cabang luar negeri yang baru. Entah Ayah bisa terus melaju di jalur promosi, atau jatuh dan tersingkir ke posisi pinggiran.』


"Ya, lalu?"


『Dalam keadaan itu, Ayah jadi akrab dengan salah satu klien penting. Putrinya tinggal sendirian di Tokyo sejak SMA. Sebagai ayah, tentu saja ia khawatir tentang keamanan, pergaulan, dan macam-macam hal lain.』


"…Sepertinya aku bisa menebak. Jadi putri klien itu adalah calon pasangan nikahku?"


『Tidak berlebihan kalau kukatakan, nasib keluarga Sakata bergantung pada pernikahanmu.』



"—Nah, lihat. Ayah memang tidak pernah bilang begitu, kan?"


Sekalipun aku mengungkit percakapan itu, ayah dengan wajah tak bersalah tetap bersikeras.


"Tapi jelas-jelas Ayah bilang… ini masa penting dalam karier Ayah, untuk terus melaju atau jatuh."


"Betul, itu memang masa yang penting. Sampai jam lembur Ayah pun gila-gilaan."


"Lalu, Ayah jadi akrab dengan klien penting, yaitu ayahnya Yuuka, kan?"


"Iya, benar. Waktu acara minum setelah rapat kerja."


"Dan Ayah Yuuka khawatir karena putrinya tinggal sendirian… terus Ayah bilang nasib keluarga Sakata ada di tanganku…?"


—Eh? Sampai di titik ini, aku justru kehilangan kata-kata, tidak bisa menjelaskan dengan baik.


Ayah, dengan sikap santainya, malah menyimpulkan.


"Waktu itu memang masa penting bagi karier Ayah. Di saat yang sama, Ayah berkenalan dengan Watanae-san dan mendengar kekhawatirannya tentang putrinya yang tinggal sendirian. Kedua hal itu memang benar. Tapi, apakah keduanya saling berkaitan? Ayah tidak pernah mengatakan begitu, kan?"


…Serius nih?


Mendengar kata-kata ayah, aku benar-benar terdiam, tidak bisa melanjutkan.


"Nii-san, jangan tertipu sama penipu ini. Memang benar dia tidak bilang keduanya berkaitan, tapi jelas-jelas dia bilang ‘nasib keluarga Sakata bergantung padamu’. Jadi bagaimana penjelasannya, hah, Penipu?"


"Ehm… bisakah kalian berhenti memanggil Ayah dengan sebutan penipu?"


Ayah mengerutkan kening sambil menghela napas, lalu menatap kami berdua dan berkata:


"Baiklah, kalau begitu Ayah akan ceritakan dari awal. Bagaimana sebenarnya pernikahan ini bisa diputuskan."



Sambil mendengarkan cerita ayah, aku mencoba menyusunnya di kepalaku.


Karena pekerjaan, ayah datang ke Tokyo, dan di sanalah ia pertama kali bertemu dengan ayahnya Yuuka. Kemudian, dalam sebuah jamuan, mereka duduk berdekatan, dan pembicaraan jadi mengalir ketika mengetahui bahwa keduanya sama-sama memiliki anak SMA.


Ayah Yuuka bercerita tentang putrinya, yang sudah debut sebagai pengisi suara dan tinggal sendiri di Tokyo sejak kelas satu SMA. 


Ayahku bercerita tentang anaknya—yang setelah perceraian orang tua dan putus cinta menyakitkan di SMP, kehilangan minat pada dunia nyata, lalu larut ke dalam “Arisute”.


…Oke, kesan yang ditimbulkan tentang diriku jadi benar-benar buruk, kan? Tapi ya sudahlah, aku tidak berani menyanggah.


Karena nama “Arisute” disebutkan, ayah Yuuka lalu memberitahu bahwa putrinya adalah pengisi suara yang terlibat dalam proyek itu—Izumi Yuuna. Lalu, ketika mendengar nama Izumi Yuuna, ayah langsung tersadar—itu adalah pengisi suara dari Yuuna-chan yang selama ini kucintai sepenuh hati.


Dalam keadaan agak mabuk, ayah memberanikan diri berkata:


"Putraku hanya mencintai Yuuna-san, dan ia hidup untuknya! Karena itu, dia pasti bisa membahagiakan putri Anda—mohon pertimbangkan untuk menjodohkan mereka!!"


…Bagaimanapun juga, itu jelas-jelas ucapan orang yang berbahaya. Dan ditambah lagi, dia sampai bilang kalau putranya hidup hanya untuk Yuuna-chan. Itu sudah tingkat gila dikalikan gila, hasilnya menembus langit.


Seperti yang bisa diduga, ayah Yuuka pada awalnya menunjukkan penolakan terhadap usulan itu. Tapi ayahku tidak menyerah, dan terus menyampaikan berbagai poin positif tentang diriku.


Apa saja yang ia katakan, aku sama sekali tidak berani menanyakan—terlalu menyeramkan untuk didengar. Dan pada akhirnya—


Entah bagaimana, semuanya malah berjalan lancar.



"—Tunggu sebentar. ‘Entah bagaimana, berjalan lancar’ itu maksudnya apa?"


Jangan akhiri bagian terpenting dengan samar begitu!


"Yah… soalnya di bagian akhir, Ayah sudah lumayan mabuk. Jujur saja, agak samar ingatannya."


"…Jadi Ayah tidak ingat sama sekali, begitu?"


Padahal jelas, itu adalah poin paling krusial, tapi malah dibuat menggantung begitu saja… Aku benar-benar tertegun.


"Ya, intinya begitulah. Hubungan antara Yuuichi Sakata dan Yuuka-san yang mempertaruhkan ‘nasib keluarga Sakata’ pun dimulai—begitu ceritanya!"


"Tunggu, tunggu. Apa maksudnya sebenarnya dengan ‘nasib keluarga Sakata’!?"


"Jelas saja. Kalau Yuuichi terus tidak punya ketertarikan pada dunia nyata, maka garis keturunan keluarga Sakata akan terhenti. Jadi dalam perjodohan ini, taruhannya adalah kelangsungan keluarga Sakata, kan?"


"…Guh. Kalau dipikir-pikir, memang masuk akal juga sih, tapi tetap saja…"


"Haa… jadi akhirnya, semua ini ujung-ujungnya gara-gara Nonohana Raimu, ya."


Di sampingku yang tidak bisa membantah, Nayu bergumam begitu.


"…Hei, jangan-jangan. Menyalahkan Raimu untuk ini terdengar agak mengada-ada, kan?"


"Bukan mengada-ada. Sekalipun gosip itu bukan Nonohana Raimu yang sebarkan, dia jelas melakukan tindakan yang bikin Nii-san salah paham, sampai Nii-san jadi gila, dan pada akhirnya berusaha menjatuhkan keluarga Sakata. Itu definisi femme fatale, kan? Kayak Cleopatra gitu, bener-bener."


Setelah mengeluarkan logika ngawur itu, Nayu menunduk, menggigit bibirnya erat-erat, lalu berkata:


"Ayah memang tidak jelas, tapi… meninggalkan Nii-san yang sudah kehilangan minat pada dunia nyata lalu pergi ke luar negeri, itu juga membuatku khawatir. Jadi ya, ini semua… salahnya Nonohana Raimu."


"…Nayu."


Melihat wajah adikku yang hampir menangis, aku pelan-pelan menaruh tangan di kepalanya. Yuuka yang ikut menyaksikan, lalu berjalan mendekat dengan langkah kecil dan memeluk tubuh Nayu erat-erat. Isami, mungkin karena juga seorang adik perempuan, menyeka matanya sendiri. Di lorong yang mulai dipenuhi suasana sendu itu—ayahku tiba-tiba membuka mulut lagi.


"Ah iya, Ayah baru ingat. Ada satu hal yang dikatakan Watanae-san waktu itu! 『Sebelum aku mengizinkan pernikahan ini, kalau ternyata dia pria dangkal yang lebih dulu melakukan hubungan fisik, maka aku tidak akan pernah merestui』 …begitu katanya."


—Sekali lagi, ayah melemparkan bom pernyataan yang keterlaluan.


Sekejap, semua orang yang ada di sana menoleh serentak… ke satu orang.


"…Hah? Kenapa Nii-san, Yuuka-chan, bahkan Isami juga menatapku begitu tajam!?"


Mendapat tatapan itu, Nayu panik dan bersuara terbata-bata.


Kalau panik begitu, berarti ada yang disembunyikan, kan? Selama ini Nayu sering menggoda dengan obrolan tentang “buat anak” atau semacamnya. Itu hampir saja membuat pernikahan kami benar-benar tamat. Jadi… apa pendapatmu soal itu, Nayu?


"T-tunggu! Mana mungkin aku tahu soal urusan dalam keluarga kalian!? Ini terlalu tidak adil! Jangan bercanda, serius deh!!"



Begitulah, banyak hal yang terjadi sepanjang hari ini. Tapi demi persiapan pertemuan besok, akhirnya diputuskan untuk tidur lebih awal.


"Haa… beneran nyebelin deh, harus sekamar sama Isami."


"Itu justru kalimatku. Aku tidak tahu apa yang akan kamu lakukan padaku waktu tidur."


Karena ada Ayah, lantai pertama diberikan untuknya. Hasilnya, dengan sistem gugur, Nayu dan Isami harus tidur sekamar. Sampai akhir pun keduanya tetap saling mengeluh.

Sementara itu, aku dan Yuuka seperti biasa masuk ke futon yang diletakkan berdampingan, lalu mematikan lampu.


"…Yuu-kun."


"Ada apa, Yuuka?"


Saat aku masih berbaring menatap langit-langit, Yuuka merayap mendekat. Lalu, setelah menempel, ia menggesekkan kepalanya ke tubuhku. Rasanya geli, tahu tidak.


"Yuu-kun, belum bisa tidur?"


"Hmm… yah, agak susah. Tetap saja aku tegang."


—Yuuichi-kun. Sebenarnya apa yang Yuuka dapatkan darimu?


Besok, ayah dan ibu Yuuka akan datang jauh-jauh ke sini. Kedua keluarga akan saling bertemu, lalu makan bersama. Dan saat itulah aku harus menjawab pertanyaan Ayah Mertua.


Tidak, bukan harus. Aku memang ingin menjawabnya. Sebagai calon suami Yuuka, tanpa rasa malu. Untuk itu, aku sudah menemui Raimu, menghadapi kelamnya masa SMP-ku.


Aku juga mendengar dari Ayah tentang alasan sebenarnya di balik pernikahan ini, supaya bisa menatap perasaan Ayah Mertua dengan jujur. Aku ingin diakui olehnya, agar aku bisa terus bersama Yuuka dengan senyum. Tapi tetap saja……


"Yuuka, terima kasih ya, selalu."


"Eh, kenapa tiba-tiba? Justru aku yang harus berterima kasih, Yuu-kun."


"……Aku merasa, sudah banyak sekali yang kudapatkan darimu. Saat jatuh ke titik terendah di musim dingin kelas tiga SMP, berkat Yuuna-chan aku bisa bangkit lagi. Lalu sejak kita mulai tinggal bersama, berkatmu—aku punya begitu banyak kenangan indah."


"Eh-hehe… iya."


"Itulah sebabnya… entah kenapa aku jadi merasa tidak enak. Apa yang sudah kau berikan padaku terlalu banyak untuk dihitung. Tapi aku… rasanya hanya menerima saja."


"──Yuu-kun itu, memang suka bodoh di saat-saat tertentu ya."


Melihat aku yang tanpa sadar melontarkan keluhan, Yuuka terkekeh kecil. Lalu, sambil menggenggam tanganku—ia berkata:


"Perkataan Ayah terlalu kamu pikirkan dengan rumit. Aku sendiri, berkatmu, sudah merasa sangat bahagia. Jadi… sekalipun Ayah benar-benar menentang pernikahan ini, tak masalah!"


"Tak masalah, maksudmu bagaimana?"


"Kalau begitu──kita kawin lari saja!"


Dengan wajah penuh percaya diri, Yuuka melontarkan kata-kata yang keterlaluan—hingga aku tak tahan untuk tertawa.


Melihatku tertawa, Yuuka pun ikut tersenyum ceria.


"Intinya, aku ingin bilang sebesar itu aku mencintaimu! Karena Yuu-kun adalah orang yang sudah mendukungku bahkan sejak sebelum kita bertemu!"


……Sejak sebelum bertemu, ya.


──Kau adalah ‘Shinigami yang jatuh cinta’… seorang penggemar terkuat yang terus mencintai Yuuna-hime lebih dari siapa pun.


Seperti aliran listrik, kata-kata Masa ketika aku mengetahui jati diri Yuuka terputar kembali dalam kepalaku. Dan bersamaan dengan itu, sesuatu yang selama ini menyumbat di dalam dadaku—perlahan larut.


"…Begitu ya… aku mengerti sekarang, Yuuka."


"Eh, Yuu-kun? Ada apa?"


Sambil melirik Yuuka yang terkejut, aku bangkit dari futon—menuju meja yang penuh dengan barang-barang Yuuna-chan. Kutarik laci paling bawah, lalu dari sudut terdalam, kuambil sebuah kotak kecil berwarna hitam.


"Akhirnya kutemukan, Yuuka… ‘jawaban’ yang bisa kusampaikan dengan bangga pada Ayahmu."




Chapter 17 

Karena Acara Sekali Seumur Hidup Seorang Pria Akan Dimulai, Tolong Dengarkan


──Lalu, tibalah pagi hari penentuan. 


Kalau diucapkan begitu, mungkin terdengar berlebihan. Tapi bagiku… memang butuh tekad sebesar itu, jadi mau bagaimana lagi.


Hari ini yang akan berlangsung adalah──pertemuan keluarga antara pihakku dan pihak keluarga Yuuka. Itu benar-benar merupakan acara sekali seumur hidup bagi seorang pria. Waktunya menghadapi ujian── untuk memberikan segalanya demi mendapat pengakuan dari ayah pihak perempuan.


"……Baiklah."


Setelah selesai bersiap, aku kembali ke kamar, lalu mengambil ponsel yang kutinggalkan di atas meja.


Di layar, muncul dua notifikasi RINE. Benar, itu adalah pesan penyemangat dari dua temanku yang tahu soal keadaan ini.


『Acara menyapa orang tua tunangan asli di dunia nyata, gokil banget, Yuuichi! Demi Yuuna-hime, jangan sampai salah pilih opsi, ya? Dunia tiga dimensi itu nggak bisa di-reset!!』


Sampai saat begini pun masih juga diibaratkan dengan game, dasar.

Hah… makasih, Masa.


『Yaho, Sakata! Nggak tegang kebangetan kan? Seorang pahlawan itu berkali-kali galau, berkali-kali menelan pahitnya kegagalan, tapi tetap terus berjuang──dan pada akhirnya memberi jawaban. Jangan pernah kalah ya? Orang yang bisa bikin Yuu-chan bahagia cuma Sakata…… jadi gasss terus! Aku dukung kamu ☆』


Teks penuh semangat yang khas dari Nihara-san.


Terima kasih. Selama ini aku hanya bisa banyak bergantung, tapi setidaknya untuk hari ini──aku akan berusaha dengan kekuatanku sendiri.


"Yuu-kun! Semua sudah siap berangkat, lhoー!"


Suara Yuuka memanggilku terdengar dari lantai bawah.


Aku menyimpan ponsel ke dalam saku, lalu membuka laci paling bawah meja──dan dari sudut terdalam, kuambil kotak kecil berwarna hitam. Setelah memasukkannya ke dalam tas tangan, aku menarik napas panjang…… dan meninggalkan kamar.



Sebuah ruangan di rumah makan tradisional Jepang yang begitu mewah──tempat yang seumur hidup belum pernah kudatangi.


Di atas tatami, terdapat meja dan kursi, tata letak yang jarang sekali terlihat dalam keseharian. Di ruangan itu, aku, Nayu, dan Ayah── menunggu kedatangan pihak keluarga Yuuka.


"……I-ini, semacam restoran Jepang kelas atas gitu, kan? Gawat, Nii-san…… aku nggak ngerti tata cara kayak gini."


"Kenapa malah kamu yang tegang, Nayu…… aku juga nggak ngerti soal tata cara, tapi tenanglah dulu."


"Iya benar. Nggak perlu kaku-kaku amat kok! Santai aja, santai."


"……Cih."


Entah karena malu, Nayu memalingkan wajah dari aku dan Ayah, lalu merapikan ujung rok panjang yang tak biasa ia kenakan.


Ya, karena harus tampil formal──Nayu memakai blus dengan rok panjang, gaya yang jarang sekali dipakainya. Sementara aku sendiri mengenakan kemeja dengan dasi, menunggu dengan pakaian formal.


"Tamu sudah tiba. Mohon izin untuk mengantar masuk?"


Dengan gesit, fusuma terbuka…… dan seorang wanita yang tampaknya adalah okami-san (nyonya pemilik rumah makan) menunduk dengan anggun sambil tetap duduk bersimpuh.


───Lalu. Ayah dan ibu Yuuka pun dipersilakan masuk ke ruangan.


Dari balik kacamata berbingkai hitam, tampak sorot mata yang kuat, dipadukan dengan rambut pendek beruban. Berselimut pakaian tradisional Jepang, aura wibawa terpancar──itulah ayah Yuuka.


Sementara itu, ibu Yuuka dengan rambut hitam berkilau sepanjang bahu tampak anggun dalam balutan kimono.


"M-maaf sudah membuat menunggu!"


Menyusul mereka, Yuuka dan Isami yang tadi menjemput di stasiun pun masuk ke ruangan. 


Yuuka mengenakan blus putih, dipadukan dengan kardigan berwarna lembut, dan rok panjang sebatas pergelangan──penampilan yang lebih dewasa dari biasanya. Sedangkan Isami──dengan kemeja putih, jas hitam seperti seorang butler, dan lensa kontak berwarna yang membuat matanya berkilau biru. Penampilan yang sama nyelenehnya seperti biasanya.

"……Boleh ya, pakai setelan pria gitu? Isami, kamu bego ya?"


"Nayu, diam.…… bagaimanapun juga, Isami termasuk keluarga tunangan. Walau aneh, jangan diucapkan terang-terangan."


"Umm…… bisa tolong bicaranya pelan, biar nggak kedengaran? Kalian berdua."


Meski sempat terlepas ucapan santai soal gaya Isami, suasana segera kembali ke arah yang khidmat.


Aku, Nayu, Ayah.

Yuuka, Isami, Ayah Mertua, dan Ibu Mertua.


Dengan posisi duduk saling berhadapan──keluarga Sakata dan keluarga Watanae pun membuka tirai acara pertemuan keluarga.


"Kepada keluarga Watanae, terima kasih sudah jauh-jauh datang hari ini. Dan…… sudah lama tidak berjumpa, Watanae-san."


"……Ya. Justru kami yang berterima kasih sudah meluangkan waktu berharga ini, Sakata-san."


"Karena adanya ikatan antara Yuuka-san dan Yuuichi, keluarga Watanae dan keluarga Sakata dapat berkumpul dalam kesempatan seperti ini. Saya merasa sangat bahagia. Semoga waktu yang singkat ini bisa menjadi saat yang bermakna untuk mempererat hubungan kedua keluarga──baiklah, izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Perkenalkan, saya Sakata Kanehiro, ayah dari Yuuichi."


Sulit dipercaya kalau itu adalah ayahku yang biasanya suka bercanda ──ia memimpin dengan sangat percaya diri.


Begitu ya. Di rumah memang seperti itu, tapi… aku dengar dia juga dipercaya menangani pekerjaan penting, dan di momen krusial seperti ini pun bisa tampil tegas. Yah, bagaimanapun juga, di luar rumah ia ternyata bisa diandalkan.


"Kalau begitu, mari kita mulai dengan perkenalan dari keluarga kami ──Yuuichi."


"……Baik."


Aku memang tidak terbiasa dengan suasana formal seperti ini. Tapi karena masih ada "pertarungan" penting yang menanti, aku tidak boleh terpeleset di tahap awal.


"Saya Sakata Yuuichi. Terima kasih banyak sudah berkenan datang jauh-jauh. Hari ini mohon kerja samanya──dan saya harap dapat berjalan dengan baik."


Haa… aku berhasil menyampaikan salam tanpa terbata-bata.


Berikutnya adalah adikku yang duduk di sebelahku.


"P-p… perkenalkan! S-saya Sakata Nayu…… kelas dua SMP, adiknya Yuuichi. U-umm, senang berkenalan dengan Anda semua…… mohon kerja samanya……"


Begitu selesai, Nayu langsung merosot lesu. Jarang sekali aku melihat Nayu sampai segugup ini. Mungkin itu karena ia benar-benar tidak ingin mengganggu jalannya perjodohanku. 


Terima kasih, adikku yang manis.


"Sa… saya Watanae Yuuka! Terima kasih banyak sudah bersedia mengadakan pertemuan yang luar biasa ini!! Saya benar-benar ──sangat menantikannya!!"


Lalu, Yuuka memberi salam dengan keceriaan khas dirinya.

Bahkan dalam situasi seperti ini, saat Yuuka bicara, suasana terasa jadi lebih cerah.


"──Saya ayah dari Yuuka, Watanae Rikushirou. Terima kasih banyak karena sudah menyediakan tempat seperti ini. Saya berharap semoga melalui perbincangan nanti, kita dapat mempererat hubungan dengan baik."


Salam dari ayah mertua terasa berbeda dengan ayahku──suasananya sangat khidmat. Suara rendah dan berat itu, hanya dengan mendengarnya saja sudah membuatku merasa tertekan.


Berikutnya, yang berdiri adalah ibu mertua.


"Sa-saya ibu dari Yuuka──Watanae Misora! Saya tidak begitu pandai dalam acara resmi seperti ini…… jadi semoga kita bisa lebih santai dan akrab. Mohon, mohon bimbingannya terhadap Yuuka!!"


……Entah kenapa, saat giliran ibu mertua bicara, Yuuka dan Isami tampak lebih waspada dari biasanya.


Ayah mertua yang tegas, ibu mertua yang agak polos──aku bisa membayangkan keseimbangan inilah yang membuat keluarga Watanae berjalan baik hingga sekarang. 


Dan terakhir──Isami.


"Salam kenal. Saya Watanae Isami, adik Yuuka. Yuuka itu manja, sering teledor, dan benar-benar seperti adik yang merepotkan. Tapi saya berharap Yuuka bisa bahagia──jadi, saya mohon kerja sama dari semua pihak."


Setelah memberi salam dengan gaya angkuhnya, Isami kembali duduk. Namun, tepat ketika ia duduk, aku tidak melewatkan momen saat Yuuka menginjak kakinya dengan keras.


Setelah itu, acara pertemuan keluarga pun berlanjut ke sesi perbincangan santai.


"Ngomong-ngomong, aku kelas tiga SMP, Nayu-chan kelas dua SMP kan? Jadi──tidak masalah kalau kamu memanggilku Isami Onee-sama yang terhormat, tahu?"


"……Cih. Hanya karena aku menahan diri untuk bersikap sopan……"


Dengan wajah penuh kemenangan, Isami kini membalas dendam dengan sikap dominan pada Nayu.


Wajar sih, soalnya dia sering jadi bahan olokan Nayu. Tapi ya… orang itu tipe yang sangat pendendam, jadi aku bisa membayangkan Isami akan berakhir menangis nanti.


"Yuuichi-san! Hari ini benar-benar hari yang indah!! Apakah Yuuka sehat di sana……? Tolong, tolong jaga Yuuka dengan baik……!!"


Sementara itu, aku mendapat sapaan dengan energi luar biasa dari ibu mertua.


"Ibu, itu berlebihan! Aku sehat kok! Nih, lihat!!"


"Tapi…… aku kan tidak bisa melihat langsung bagaimana keadaan di rumah, jadi tetap saja khawatir……"


"Aduh, Ibu terlalu khawatir! Ayah, tolong bilang sesuatu dong!!"


"──Ibu, tenanglah. Yuuichi-kun bukan tipe anak seperti itu."


Di antara percakapan ibu mertua dan Yuuka, ayah mertua menimpali dengan tenang. 

Kemudian ia kembali berbicara dengan ayahku yang duduk berhadapan langsung.


"Mohon maaf, Sakata-san. Istri saya memang sedikit terlalu khawatiran."


"Tidak, tidak. Dengan putri secantik ini, wajar sekali kalau khawatir. Yuuka-san sungguh anak yang luar biasa."


"Itu pujian yang berlebihan──padahal dia masih banyak kekurangannya dan kerap membuat repot."


"Kalau begitu, anak saya jauh lebih banyak kekurangannya. Sepertinya kita berdua sama-sama belum bisa melepas anak, ya, Watanae-san?"


"Benar sekali."


Ayahku yang biasanya hanya bercanda, kali ini berbincang layaknya orang dewasa. Dan ayah mertua, yang duduk berhadapan dengannya, tetap tenang tanpa menunjukkan sedikit pun perubahan sikap.


Menyaksikan percakapan keduanya dari samping──aku bisa merasakan detak jantungku semakin cepat.


"──Watanae-san. Waktu itu saya memang sempat membawa topik pernikahan Yuuichi dan Yuuka-san yang terkesan tiba-tiba, dan itu sungguh tidak sopan."


"Tidak perlu. Saya juga menyetujuinya. Jadi itu bukan hal yang perlu Anda minta maaf."


"Memang benar, pembicaraan pernikahan ini berawal dari kami berdua. Namun, keputusan akhirnya yang mengarah pada tinggal bersama──itu merupakan pilihan anak-anak kami sendiri. Apakah dalam hal ini kita memiliki perbedaan pandangan?"

"──Tidak."


"Kalau begitu, sekali lagi secara resmi saya ingin menanyakan. Mengenai ‘pertunangan’ keduanya, serta ‘pernikahan’ di masa depan── apakah benar bahwa kedua keluarga sudah sepakat akan hal itu?"


Ayahku langsung menyinggung inti dari pertemuan keluarga hari ini. Detak jantungku semakin cepat.


Di tengah ketegangan itu, ayah mertua──berbicara dengan nada berat.


"……Sakata-san. Bisakah saya berbicara berdua saja dengan Yuichi-kun?"


──Setelah itu, ayahku meminta bantuan pihak restoran untuk mengatur ruangan.


Aku dan ayah mertua pindah ke sebuah ruangan kecil, agak jauh dari ruang pribadi sebelumnya. Di atas tatami terletak sebuah meja rendah. Dua kursi saling berhadapan di depannya.


"……Untuk sementara, mari duduk dan bicara."


"Y-ya!"


Begitulah, aku dan ayah mertua──duduk berhadapan. Detak jantungku sudah seakan akan meledak. Kesadaranku hampir melayang. Nafasku terasa sesak. Tapi──kalau aku mundur di sini, maka aku tidak pantas disebut ‘suami masa depan’.


Aku mencengkram lututku erat-erat, lalu mengangkat wajah dan menatap lurus ke arah ayah mertua.


"──Bolehkah aku bercerita sedikit tentang masa lalu, Yuichi-kun?"

Ayah mertua juga menatapku langsung……dan mulai berbicara dengan nada datar.


"Memalukan untuk diakui, tapi aku ini orang yang tenggelam dalam pekerjaan. Hari demi hari, selalu bekerja sampai larut malam. Hampir semua urusan rumah tangga kuserahkan pada istriku."


"……Saya tahu pekerjaan Anda memang sangat sibuk."


"Ketika Yuuka tidak bisa pergi ke sekolah pun, aku bahkan tidak bisa meluangkan waktu sedikit pun. Dan karena sifatku yang seperti ini, aku bahkan tidak bisa mengucapkan sepatah kata penghiburan yang layak. Memalukan memang──aku benar-benar gagal sebagai seorang ayah."


Meski ucapannya datar, suara itu terdengar agak sepi. Dan entah mengapa, kata-katanya meresap begitu saja ke dalam hatiku.


"Aku tidak bisa berbuat apa pun……tapi Yuuka bangkit, dan memutuskan untuk menjadi seorang seiyuu. Memang aku merasa lega, tapi bagaimanapun juga, aku seorang ayah. Mengetahui putriku yang masih SMA tinggal sendiri, aku sangat khawatir. Karena itu, ketika Sakata-san mengajukan usulan itu, aku juga merasa bersyukur── jujur saja begitu."


Ayah mertua mengungkapkan isi hatinya. Kasih sayangnya untuk Yuuka. Penyesalan terhadap dirinya di masa lalu. Perasaan rumit seorang ayah. Lalu, ayah mertua menatapku lurus──dan mengulangi pertanyaan yang sama seperti waktu itu.


"Itulah sebabnya, sebelum aku bisa mengakui pernikahan ini, aku ingin mendengarnya langsung darimu. Yuichi-kun──hal apa yang sebenarnya Yuuka terima darimu?"




Chapter 18 

Meski Aku Begini Adanya, Aku Telah Memiliki Sesuatu yang Ingin Kulindungi


────Apa yang telah Yuuka terima dariku.


Pertanyaan yang sekali lagi dilontarkan itu membuat seluruh syaraf tubuhku seperti tersengat listrik. Namun aku mengepalkan tinjuku erat-erat, dan terus menatap ayah mertua tanpa mengalihkan pandangan.


Demi hari ini, aku sudah menemui Nonohana Raimu dan menghadapi masa laluku sendiri. Aku pun telah mengakhiri trauma dari bayangan ilusif tentang " Nonohana Raimu." Karena itu──aku tidak boleh mengalihkan mata.


"……Saya hanya mengetahui Yuuka-san di masa lalu, dari cerita saja."


Saat pertama kali melihatnya di kelas──aku pikir dia hanyalah gadis yang pendiam dan tidak menonjol. Tak lama kemudian, kami dipertemukan sebagai calon pasangan pernikahan yang ditentukan orang tua…… aku merasa ternyata selera kami cukup cocok, dan mudah untuk berbicara dengannya. Dan sekarang──aku merasa ia adalah gadis yang polos, alami, dan membuatku merasa tenang saat bersamanya.


"Ketika ia menjadi korban perundungan teman sekelasnya dan tidak bisa pergi ke sekolah. Ketika ia berusaha mengubah dirinya dengan mengikuti audisi pengisi suara, lalu tekad bulat untuk merantau ke Tokyo. Ketika ia berjuang keras sebagai pengisi suara pemula, tetapi sering gagal dan larut dalam kesedihan. Aku yang tidak ada di sisinya saat itu──hanya bisa mengetahuinya lewat cerita."


Benar. Aku memang tidak tahu. 

Aku hanya mendengar cerita, tidak pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala sendiri…… jadi aku hanya bisa membayangkan. 


Kesedihan Yuuka ketika kehilangan senyumnya. Keteguhan Yuuka saat memecahkan cangkangnya sendiri dan melangkah ke dunia sebagai seorang pengisi suara. Kesulitan Yuuka ketika menghadapi kenyataan keras pekerjaan sebagai pengisi suara, hingga meneteskan air mata.


"──Itu wajar saja. Kalian berdua awalnya adalah orang asing. Mustahil memahami sepenuhnya sejarah hidup satu sama lain……"


"Ya. Entah itu kekasih, tunangan, atau pasangan suami istri── hubungan hanya bisa dimulai sejak pertemuan pertama. Dan hanya dalam rentang waktu setelahnya, orang bisa saling memberi sesuatu ……jika hanya sesama manusia biasa, tentu saja."


"……Apa maksudmu?"


Biasanya, hubungan antarmanusia──baru dimulai dari saat mereka bertemu. Tapi Yuuka memiliki sisi lain, wajah di dimensi yang berbeda. Dan aku pun memiliki wajah lain──yang bisa menyampaikan pesan kepada dirinya di dimensi itu.


Itulah──‘jawaban’ yang akan kusampaikan pada ayah mertua.


"Jika ada sesuatu yang bisa kukatakan bahwa aku telah berikan pada Yuuka, maka itu adalah…… ‘kata-kata’ yang terus kusampaikan sejak sebelum kami bertemu. Bukan kepada Yuuka, melainkan kepada Izumi Yuuna. Bukan sebagai Sakata Yuichi──melainkan sebagai ‘Shinigami yang Jatuh Cinta.’"


Lalu aku mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari tas tanganku. Aku arahkan kotak itu pada ayah mertua, lalu perlahan── membuka tutupnya. Di dalamnya ada tumpukan surat yang sangat banyak.

Benar. Itu adalah surat-surat penggemar yang ditulis "Shinigami yang Jatuh Cinta" untuk Izumi Yuuna.


────Tepatnya, naskah yang tidak pernah terkirim.


"……Bolehkah aku melihatnya?"


"……Ya. Silakan."


Sejujurnya, aku merasa tulisan itu terlalu polos dan memalukan untuk dibaca ayah mertua. Apalagi, yang ada di sini hanyalah draf yang tidak terkirim, jadi semakin tidak pantas rasanya. Tapi alasan aku tetap menyimpannya di kotak ini──karena aku sama sekali tidak bisa membuangnya. Begitu berharganya isi hati yang tertuang di situ…… sampai-sampai kotak ini penuh dengan perasaanku untuknya.


『Yuuna-chan. Karena ada dirimu, aku bisa kembali melangkah ke dunia luar. Terima kasih. Aku benar-benar bersyukur bisa bertemu denganmu.』

『Yuuna-chan. Pasti berat dengan rekaman yang belum terbiasa, ya. Kalau sedang sedih, tidur saja itu obat terbaik. Istirahatlah dengan tenang hari ini, lalu tunjukkan lagi senyummu yang indah besok.』

『Senyum Yuuna-chan memberiku semangat hari ini. Itu adalah senyum paling kusukai di seluruh dunia.』

『Senyum Yuuna-chan punya kekuatan untuk menyemangati semua orang. Terima kasih selalu. Aku juga akan terus, selamanya, mendukungmu sepenuh hati──agar kamu bisa terus tersenyum.』


Ayah mertua membaca surat-surat "Shinigami yang Jatuh Cinta" itu satu per satu, dalam diam. Sementara menunggu dengan tenang──aku mendadak teringat omikuji yang pernah kami tarik berdua dengan Yuuka.


◇ Ramalan Jodoh: Akan ada halangan tak terduga. Teguhkan hati.

◇ Ramalan Jodoh: Jika kau berpegang teguh, itu akan terwujud. 

Teruslah berlari.


────Benar-benar sebuah halangan yang tak terduga.


Aku sungguh galau, hampir menyerah. Namun──Yuuka tetap teguh, terus berlari, mempertahankan cintanya padaku. Agar bisa tetap berada di sisinya, aku pun meneguhkan hati…… dan kini berdiri di sini.


……Pada akhirnya, seperti kata Yuuka. Kalau ramalan jodohku dan Yuuka digabungkan──itu memang ramalan keberuntungan. Benar begitu.



"……Terima kasih. Sudah kubaca semuanya."


Setelah waktu yang terasa seperti selamanya, ayah mertua selesai membaca, lalu menaruh surat-surat itu kembali dengan hati-hati ke dalam kotak. Kemudian, ia mendongakkan wajah seakan menatap ke langit──dan bertanya.


"Yuichi-kun──apakah ini ‘jawabanmu’?"


Aku sempat hampir gentar, tapi segera menahan diri──


Aku menegaskan dengan lantang.


"Ya. Inilah ‘jawaban’ atas pertanyaan Ayah──sesuatu yang bisa kukatakan dengan penuh keyakinan, bahwa itu adalah hal yang telah kuberikan kepada Yuuka-san."


"──Memang benar. Pesan yang hangat, aku akui. Namun, bukankah itu ditujukan hanya kepada Yuuka sebagai seorang pengisi suara……?"


"Benar, surat ini memang kupersembahkan untuk Izumi Yuuna-san. Akan tetapi, perasaan yang ingin kusampaikan lewat ‘Shinigami yang Jatuh Cinta’──bukanlah sesuatu yang sebatas formalitas. Itu adalah pesan yang ingin kusampaikan kepada ‘dirinya’──seseorang yang memiliki kekuatan membuat semua orang tersenyum, seseorang yang luar biasa indah."


Lalu aku mulai merangkai perasaan tulusku. Sambil membayangkan wajahnya──yang berubah-ubah laksana kaleidoskop.


"Ketika aku bertemu dengan Yuuna-chan, karakter yang diperankan Yuuka-san sebagai Izumi Yuuna──aku merasa seolah dilahirkan kembali. Dengan suara lembut gadis itu, yang diberi kehidupan oleh Yuuka-san──aku yang telah kehilangan senyum, akhirnya bisa mendapatkannya kembali."


Awalnya, itu adalah Yuuna-chan. Dari sosok Yuuna-chan yang hidup di dunia dua dimensi, aku menerima banyak semangat dan senyuman. Berkat itu, aku pun mendapatkan keberanian untuk bangkit kembali.


"Setelah itu, aku mulai mengirimkan surat penggemar kepada Izumi Yuuna-san. Kepada seseorang yang selalu memberiku semangat…… aku ingin menyampaikan rasa terima kasihku. Saat ia mengalami hal-hal sulit atau kesedihan, aku berharap dengan kata-kataku──ia bisa sedikit saja tersenyum."


Selanjutnya, itu adalah Izumi Yuuna. Seseorang yang polos dan alami, layaknya Yuuna-chan sendiri──aku berharap ia bisa terus tersenyum. Dan aku ingin mendukungnya selamanya.


────Dan akhirnya. Aku bertemu dengan Watanae Yuuka. Pada bulan April itu──saat bunga sakura sedang bermekaran.


"Ketika aku mengetahui bahwa Izumi Yuuna-san ternyata adalah calon pasangan pernikahanku yang ditentukan orang tua──aku benar-benar terkejut. Namun, alasan aku memilih untuk tetap bersama Yuuka-san bukanlah semata karena ia Izumi Yuuna. Melainkan karena──setiap dirinya adalah sosok yang begitu indah."


Entah itu Yuuna-chan, Izumi Yuuna, ataupun Watanae Yuuka── tunangan yang ditakdirkan untukku.


Sejak pertemuan itu hingga sekarang, telah banyak hal yang kami lalui bersama. Ada begitu banyak kebahagiaan, juga berbagai cobaan besar. Namun, dalam setiap waktu──Yuuka selalu berada di sisiku, dengan senyumnya. Dan demi melindungi senyum itu, aku mampu berdiri tegak dan menghadapi segalanya.


Saat kegiatan sukarela yang bertabrakan dengan acara penting. Malam festival musim panas ketika Ninahara-san berada dalam bahaya. Festival budaya, ketika ia berjuang melewati masa lalu pahit di SMP. Perjalanan sekolah pertamaku, juga ketika harus menyeimbangkan dengan live instore. Bahkan saat Natal, ketika kami berlari ke sana ke mari demi Nayu.


────Dalam setiap kesempatan.


"Entah itu Yuuna-chan, Izumi Yuuna, atau Watanae Yuuka....itu semua tidak lagi penting. Karena aku──aku sendiri. Yang benar-benar ingin kucintai dari lubuk hatiku adalah dirinya, dengan semua wujudnya!"


Aku yang pernah menyaksikan perceraian orang tua, dan merasakan pahitnya patah hati pertama di tahun ketiga SMP──sejak saat itu, aku menjauhi cinta di dunia nyata. 


Aku memilih untuk hidup seperti ‘udara,’ agar tidak menerima kritik yang tak perlu dari orang-orang sekitar. Namun──meski aku hanyalah diriku yang tak berdaya ini. Aku telah menemukan sesuatu yang pasti ingin kulindungi.


"Itulah sebabnya, aku akan terus melindungi senyumnya. Aku ingin terus menciptakan hari-hari yang penuh kebahagiaan, hari-hari yang membuat kami tersenyum bersama. Itulah yang kupercaya──hal terbesar yang bisa kuberikan kepada Yuuka-san!!"


Ya. Aku ingin melindungi Watanae Yuuka──selamanya. Tunangan yang sangat kucintai, lebih dari siapa pun di dunia ini.


"……Melindungi senyum Yuuka selamanya. Itulah──‘jawabanmu,’ Yuichi-kun?"


Ayah mertua mengulang kata-kataku perlahan──lalu menatapku dengan tatapan serius, setajam bilah pedang.


"Kalau aku berkata──tidak akan menyerahkan putriku. Apa yang akan kau lakukan?"


"Aku akan menjawab──aku tidak akan pernah menyerah. Sekalipun ditolak berkali-kali, aku akan kembali, berkali-kali pula, untuk memohon restu."


"Kalau aku berkata──kau boleh mendapatkan putriku, tapi izinkan aku menghajarmu sekali?"


"Dengan senang hati, aku akan menyerahkan pipiku. Tak peduli sekeras apa pukulan itu, asalkan aku bisa bersama Yuuka-san, aku tidak keberatan."


"……Kau benar-benar bersungguh-sungguh, ya?"


"Ya."


Tanpa sekalipun mengalihkan pandangan darinya──aku menjawab mantap. Lalu aku berdiri dari kursi──dan melontarkan kata-kata sepenuh jiwa.

"Pengisi suara Izumi Yuuna-san, Yuuka-san di sekolah yang kaku karena sulit berbicara dengan orang lain, Yuuka yang polos dan ceria dalam kesehariannya──aku mencintai semuanya. Sekalipun aku ditentang menikah seribu kali. Aku akan menyatakan perasaan yang sama, sepuluh ribu kali. Karena itu──"


Aku membungkukkan badan sedalam-dalamnya.


"Kumohon, Ayah! Mohon izinkan aku──menikahi Yuuka-san!!"


────Dan tepat pada saat itu. Pintu geser terbuka──dan Yuuka berlari masuk, dengan wajah penuh air mata.


"Eh, Yuuka!? Apa yang kau──"


"Aku juga…… aku mencintai Yuu-kun lebih dari siapa pun di dunia ini!!"


Begitu teriaknya, Yuuka langsung melompat dan memelukku erat.


"Tunggu dulu, Yuuka!? Sekarang sama sekali bukan waktu yang tepat untuk melakukan hal semacam ini, tahu!?"


"Tidak apa-apa! Karena aku…… aku mencintai Yuu-kun lebih dari siapa pun di dunia ini!!"


Di tengah adu mulut kecil kami itu. Dari arah lorong, Isami dan Nayu masuk dengan wajah yang terlihat jengah.


"…Astaga, serius deh. Yuuka ini memang tidak bisa menahan diri."


"Yah, tapi…… kurasa justru lebih baik begini. Lebih mencerminkan diri Yuuka-chan, kan?"


Menyusul setelahnya──ayah mertuaku dan ibu mertuaku, keduanya dengan senyum lembut yang damai.

"Eh, apa? Jangan-jangan…… kalian semua──sedang mendengarkan dari luar!?"


"Yuuichi, ini kan perjuangan paling besar dalam hidupmu. Yah, sebagai ayah, bisa melihat putraku tumbuh seperti ini benar-benar menyenangkan!"


Sungguh gawat…… rasanya aku baru saja mencatatkan sejarah kelam terbaru dalam hidupku.


Aku yang kehilangan tenaga, terkulai lemas──dan saat itu Yuuka segera melepaskan pelukannya. Lalu, ia langsung duduk bersila di atas tatami──dan menundukkan kepalanya dalam-dalam kepada ayahku.


"Aku berjanji akan selalu mendukung Yuuichi-san sebagai ‘istrinya’! Aku berjanji akan membuatnya banyak tersenyum!! Jadi…… kumohon, tolong serahkan putra Anda padaku!"


Dengan sungguh-sungguh ia berkata demikian──hingga ayahku tak kuasa menahan tawa kecil. Dan tawa itu menular, membuat semua orang ikut tertawa.


Di tengah suasana itu…… ayah mertuaku merogoh ke dalam saku. Dari balik penampilan tegasnya, ia mengeluarkan selembar kertas surat berwarna pink──benar-benar tak cocok dengan dirinya.


……Eh? Itu, jangan-jangan…… rancangan fan letter ‘Shinigami yang Jatuh Cinta’ yang tidak kukirim? Kenapa bisa ada di tangan ayah mertuaku──?


"Ketika pertama kali pembicaraan pernikahan ini muncul, aku sebenarnya tidak langsung menyetujuinya. Namun, saat surat ini diberikan kepadaku oleh Sakata-san…… aku langsung merasa yakin. Bahwa nama yang selalu disebut Yuuka dengan penuh kebahagiaan lewat telepon, ternyata adalah milikmu."

Apa!? Itu ayah yang memberikannya?


Aku sama sekali tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi── sementara ayah mertuaku melanjutkan dengan tenang.


"Yuuka bisa tersenyum berkat ‘Shinigami yang Jatuh Cinta’──berkat dirimu. Itulah mengapa aku menerima usulan Sakata-san. Hanya saja…… yang membuatku khawatir adalah, apakah kau benar-benar menyayangi Watanae Yuuka, bukan sekadar Izumi Yuuna. Karena itulah aku sempat melakukan hal yang seolah-olah mengujimu── maafkan aku."


"T-tidak…… tidak apa-apa, tapi…… Ayah! Kenapa suratku bisa ada di tangan Ayah Mertua!?"


Kepalaku sudah terlalu kacau sampai aku bahkan lupa menjaga tata krama──tapi aku benar-benar tidak punya tenaga untuk memikirkan itu.


Sementara itu, ayahku sendiri dengan wajah santai──seolah tidak ada masalah sama sekali──menjawab ringan.


"Yah, begitulah… soal aku mabuk lalu lupa itu bohong belaka! Maaf ya!!"


"Aduh…… Ayah, serius? Jadi Ayah memang pembohong, ya? Seram juga."


"Karena begini lebih bermakna, kan? Harus kau temukan jawabannya sendiri. Hahaha!"


Pantas saja…… ternyata kebiasaan Nayu berbohong itu warisan dari ayahku sendiri. Entah kenapa, aku jadi tak punya energi lagi untuk menanggapi……


"Kalau begitu, Yuuka-san, aku titip Yuuichi, ya."


Ayahku menundukkan kepala sambil berkata demikian pada Yuuka. Kemudian, ibu mertuaku melangkah maju dan menundukkan badan dalam-dalam kepadaku.


"Aku merasa, Yuuka dan Yuuichi-san benar-benar pasangan yang serasi. Jadi…… tolong jaga baik-baik putriku, Yuuichi-san."


Terpengaruh oleh suasana yang penuh kesungguhan itu. Nayu dan Isami pun ikut menundukkan kepala, menyampaikan ucapan masing-masing.


"Ni...Nii-san memang punya banyak kekurangan, tapi! Dia orang yang sangat baik!! Aku yakin dia bisa membuat Yuuka-san bahagia──jadi kumohon, percayalah padanya!"


"Yuuka memang keras kepala, kadang ceroboh juga…… tapi ia adalah Nee-san yang paling lembut, yang selalu kubanggakan. Jadi, tolong…… jaga dia baik-baik."


──Entah bagaimana, pertemuan keluarga ini berubah menjadi seperti ajang adu ucapan restu.


Di tengah keramaian itu, aku mencoba kembali menyampaikan sapaan resmi pada ayah mertuaku.


"Ayah…… maaf sampai jadi heboh begini. Umm…… sekali lagi, izinkan saya──"


"……Tidak perlu diulang. Aku sudah sangat memahami perasaanmu."


Ucapan itu sekaligus menghentikanku.


Ayah mertuaku, yang sedari tadi selalu berwajah kaku──tiba-tiba tersenyum tipis. Dan entah kenapa, senyuman itu terasa mirip…… dengan ekspresi asli Yuuka yang kadang kulihat di sekolah.


"Yuuichi-san. Putriku──Yuuka. Aku titip padamu, tolong jaga dia baik-baik."




Chapter 19 

【Kabar Super Gembira】

Aku dan Tunanganku, Mulai Sekarang Tetap Bersama


Setelah pertemuan keluarga berakhir, aku dan Yuuka pulang dengan tubuh lemas ke rumah.


"Haah… rasanya capek setengah mati."


"Yuu-kun, terima kasih sudah berjuang… meskipun begitu, aku juga benar-benar capek banget, sih…"


Isami yang tadinya berniat menginap di rumah kami malah dicegah oleh ayah dan ibunya, lalu langsung dibawa naik shinkansen untuk pulang. Ayah dan Nayu juga katanya menginap di hotel malam ini, jadi mereka langsung berpisah setelah acara pertemuan keluarga selesai.


Akhirnya, tinggal aku dan Yuuka berdua saja──rasanya seperti tali tegang yang tiba-tiba putus begitu saja. 


Setelah itu, kami hanya mandi sebentar, lalu menggelar futon. Padahal masih sekitar pukul sembilan malam, tapi kami berdua sama-sama cepat-cepat masuk ke dalam futon. Biasanya di jam segini kami masih bangun, tapi karena lelahnya sudah sampai puncak, jadi ya wajar saja. Begitu aku masuk futon, aku langsung terlelap.



────Tapi mungkin karena tidur terlalu cepat, aku jadi terbangun di tengah malam. Begitu membuka mata, yang kulihat adalah──Yuuka, sedang merangkak di atasku, bibirnya mendekat ke arahku.


"…Yuuka?"

"Nnyu? ………Nyaaahhhhh!?"


Begitu sadar aku bangun, Yuuka langsung menjerit kencang. Ia lantas berlari keluar kamar dan menuruni tangga dengan suara gaduh.... padahal tengah malam, tapi tunanganku tetap saja penuh tenaga.


Tak bisa dibiarkan, jadi aku bangkit dari futon, menuruni tangga, lalu menuju ruang tamu. Di salah satu sudut ruang tamu, terlihat Yuuka yang duduk meringkuk dengan lutut didekap, tubuhnya gemetar ketakutan.


"Ehm… sebenarnya, acara apa yang kamu lakukan malam ini?"


"Hiii… A-aku ketahuan sedang mencoba menyerang Yuu-kun yang lagi tidur…! Soalnya aku sudah dapat izin jadi calon istri, jadi aku kelewat gembira dan kebablasan, inilah wujud Yuuka yang nakal…!!"


Hmm… maaf ya, padahal biasanya pun yang kamu lakukan tak jauh beda, tahu?


Ketika aku memandang Yuuka yang polos dan ceroboh seperti biasanya──entah kenapa, aku merasa seperti ada beban yang lepas dari diriku.


Perceraian ayah dan ibu, lalu masalah dengan Raimu, dan berbagai hal lain…semua itu pernah kujadikan alasan untuk bersikeras bahwa aku tak akan pernah jatuh cinta lagi pada gadis di dunia nyata. Tapi pada akhirnya, itu hanyalah alasan untuk mengikat diriku sendiri. Supaya aku tak terluka lagi. Supaya aku bisa menyembunyikan kelemahan hatiku.


Aku bersembunyi di balik masa lalu, lalu mengikat perasaan dan tindakanku sendiri──sebenarnya aku hanya lari. Tapi hari ini── setelah berbicara dengan ayah Yuuka, aku bisa benar-benar mengambil keputusan.

Aku tetap mencintai Yuuna-chan, lebih dari siapa pun di alam semesta. Aku tetap mendukung Izumi Yuuna, pengisi suara yang memerankannya, lebih dari siapa pun. Namun, untuk Watanae Yuuka… Itu bukan karena dia “2.5D”, bukan karena dia “seiyuu yang kuidolakan”. Tapi hanya karena─────aku sungguh mencintainya, dengan tulus.


Mulai sekarang, aku ingin lebih jujur pada hatiku sendiri.


"Yuuka. Arahkan wajahmu ke sini."


"Hiii… karena aku anak nakal, aku pasti dimarahi…"


"Enggak marah, kok. Ayo, sudah, lihat ke sini."


"…Unyaa."


Dengan suara seperti kucing, Yuuka pelan-pelan menoleh padaku. Aku meraih punggungnya dengan lembut, lalu menariknya ke dalam pelukanku──dan aku mengecup bibirnya dengan lembut.


"……………Unyaaah!?"


Begitu bibir kami terlepas, Yuuka langsung memerah seluruh wajahnya, menggeliat panik, lalu jatuh terbaring di karpet. Padahal biasanya dia yang menyerangku habis-habisan, tapi begitu gilirannya diserang, dia jadi lemah begini.


"Ehh? A-aku dan Yuu-kun… kita baru saja berciuman!?"


"Eh, bukannya kita sudah pernah ciuman sebelumnya?"


"Memang, tapi! Kali ini Yuu-kun yang melakukannya duluan… ini pertama kalinya, kan!!"


Kalau dikatakan begitu terus terang, aku juga jadi ikut malu.


Memang benar, sih. Sebelumnya, itu karena kecelakaan, atau karena Yuuka yang melakukannya, atau karena dia yang minta. Tapi… ciuman yang seperti ini, memang baru pertama kali.


"Kamu nggak suka?"


"M-mana mungkin nggak suka! …Aku sangat, sangat senang."


Dengan bibir sedikit manyun, Yuuka menatapku dari bawah dengan wajah manja. Terlalu menggemaskan. Aku tak tahan lagi, lalu sekali lagi──memeluk Yuuka erat-erat.


"Nyaaahhh!? I-ini pelayanan berlebihan banget, Yuu-kuun!!"


"Bukan pelayanan. Aku hanya… ingin memelukmu, Yuuka."


"Kyaaaa!? Yuu-kun mengucapkan kata-kata manis ke aku!!"


…Ehm. Sebenarnya aku ini apa di matamu, Yuuka?


Padahal biasanya aku yang menahan diri, tapi sesekali, aku pun ingin memelukmu, tahu.


Aku menempelkan tanganku di dagu Yuuka yang keras kepala itu. Lalu, kutarik wajahnya sedikit, agar ia benar-benar menghadapku.


"Yuuka. Terima kasih untuk semuanya… aku sangat menyayangimu. Aku mencintaimu."


"H-hauuuh… a-aku juga, su…suka banget…"


Yuuka menjawab dengan suara aneh, tubuhnya kaku seakan-akan mundur karena malu, dan itu justru membuatku merasa lucu.


Aku tak tahan, lalu tertawa kecil sambil tetap menatapnya.


"…Hmph. Jangan ketawa gitu, ih."


"Maaf, maaf. Soalnya kamu kelihatan benar-benar panik, jadi lucu banget──"


────Pada saat itu. Sesuatu yang lembut dan manis menyentuh bibirku dengan lembut. Aku terdiam kaku karena kaget, sementara Yuuka langsung menjauhkan wajahnya dariku. Dengan wajah riang, ia menjulurkan lidah kecilnya dan berkata──


"Itu balasan, tahu! Yuu-kun, Baka… eheh. Aku sangat mencintaimu."




☆Bersamamu, Aku Akan Sedikit Lebih Dewasa☆


──Hihi.

──Hihihihihihi.


Kalau ada yang melihatku sekarang, mungkin aku terlihat agak aneh… tapi hihihi. Aku terlalu bahagia, jadi ya sudah lah, mau bagaimana lagi?


Begitulah aku—Aku, Watanae Yuuka, sedang berguling-guling di kamarku sambil memeluk bantal. Tentang kejadian tadi malam… jangan-jangan, itu cuma mimpi ya? Tapi, rasa ketika Yuu-kun menciumku itu… aku masih mengingatnya dengan sangat nyata.


“Yuu-kun menciumku… hihihi. Rasanya kayak aku meleleh…”


Saat aku sedang larut dalam sisa-sisa manisnya ciuman Yuu-kun, seperti es krim yang mulai mencair, ponselku tiba-tiba bergetar.


Ah, ada telepon… dan ternyata dari Ranmu-senpai!


“Halo! Ini Yuuna!!”


『Selamat pagi, Yuuna—sebentar, ada waktu? 』


Setelah itu, aku mengobrol dengan Ranmu-senpai soal pekerjaan. Karena sebentar lagi Hari Valentine, kami membahas apakah bisa melakukan promosi “Yurayura★Kakumei with Yuuyu” sekitar tanggal itu. Kami juga membicarakan soal bagaimana alur pembicaraan kalau nanti ada tiga orang termasuk Hotta-san.


────Hari Valentine, ya…


『…Yuuna? Tadi kamu sempat melamun ya?』


“Eh!? T-tidak kok, tidak sama sekali—”


『Pasti kamu terpancing karena aku menyebut kata ‘Valentine’, kan?』


“Ehh!? Ranmu-senpai kok kayak cenayang sih!?”


『……Kamu itu terlalu mudah ditebak saja.』


Aku bisa mendengar suara napas panjang di seberang telepon.


Aduh… maaf ya Ranmu-senpai. Aku memang anaknya polos dan gampang terbawa suasana.


『Sedang membayangkan memberikan cokelat buatan sendiri pada ‘adik’ itu, ya』


“Hmm… ya, itu juga sih. Tapi sebenarnya… Hari Valentine itu juga hari ulang tahunku!”


Benar.


Tanggal 14 Februari bukan hanya Hari Valentine—itu juga hari kelahiranku!


『Begitu rupanya. Kalau begitu wajar saja kamu sangat menantikannya.』


“Iya! Maaf tadi jadi kurang fokus, tapi… 14 Februari adalah hari yang spesial buatku, jadi aku jadi semangat.”


『──Itu bagus untukmu. Aku sendiri, sejak bersumpah akan terus naik ke puncak seperti Matogi Kei-san, sudah berhenti merayakan Valentine maupun ulang tahun. Tapi kamu… kamu akan terus menikmati semuanya, dan berlari dengan caramu sendiri, bukan?』


Ehh… kalau dikatakan sedramatis itu, rasanya sulit untuk bilang “iya”. Tapi aku memang ingin menikmati Hari Valentine, ulang tahun, dan berbagai hari lainnya. Lalu, kalau bisa membuat semua orang tersenyum bersama-sama—menurutku, itu hal paling indah.


『…Aku berharap kamu bisa melewati hari yang indah bersama ‘adik’ itu. Sampai jumpa, Yuuna.』


“A, iya! Terima kasih sudah menghubungi—Ranmu-senpai!!”


Masih sambil memegang ponsel, aku menunduk kecil lalu memutuskan sambungan telepon.


Aku duduk di kursi kamarku. Pada tanggal 14 Februari nanti aku akan berusia 17 tahun. Sedikit lebih dewasa. Bisa menghabiskan hari yang begitu indah bersama Yuu-kun yang kusayangi… rasanya benar-benar bahagia, sampai aku merenung begini.


“…Waktu Yuu-kun memberi salam pada Ayahku kemarin, dia keren banget ya…”


Aku bergumam pelan, lalu meraih surat penggemar dari “Shinigami yang Jatuh Cinta” yang terletak di atas meja.


Orang yang selalu mendukungku—“Shinigami yang Jatuh Cinta”.

Orang yang selalu membuatku tersenyum—Sakata Yuuichi-kun.

Dan juga, Yuu-kun yang diam-diam menyimpan “anak kecil yang kesepian” di dalam hatinya.


Semua itu, aku mencintaimu sepenuhnya. Karena itu, mulai sekarang pun… ayo kita terus tertawa bersama ya, Yuu-kun!



★Itu adalah, seperti bunga yang mekar di padang★


"...Aku berharap kau bisa menghabiskan hari yang indah bersama 'adikmu'. Kalau begitu, sampai jumpa, Yuuna."


Mengakhiri telepon dengan kata-kata itu, aku menghela napas pelan, lalu menatap sekeliling kamar yang kini hening.


Di dinding tergantung poster Matogi Kei dari masa aku menjadi model. Di atas meja tertata naskah-naskah drama, peninggalan saat aku dulu begitu menggeluti dunia teater. Menatap pemandangan itu, aku kembali merenung.


Ah... aku ini benar-benar──Shinomiya Ranmu, ya.


────Sejak dulu, aku memang pandai berakting. Karena itu pula, aku ingin memberikan mimpi kepada banyak orang melalui akting. Aku mengagumi cara hidup Matogi Kei... dan bersumpah akan mempertaruhkan seluruh hidupku pada "panggung."


Sebagai seorang pengisi suara, Shinomiya Ranmu. Baik akting, menyanyi, maupun penampilan... aku akan menguasai segalanya. Aku bersumpah akan mendaki hingga ke puncak. Namun pada saat yang sama... akting juga merupakan simbol dari diriku yang lemah.


Turun dari panggung dan menyingkap perasaan sejati sendiri... sampai sekarang pun aku masih takut melakukannya. Karena itu, entah sejak kapan──aku mulai menganggap dunia nyata pun sebagai sebuah panggung. Mengenakan topeng "senyuman", menebarkan kasih sayang dengan wajah ceria... memilih untuk hidup dengan berpura-pura menjadi orang seperti itu.


Akibatnya, bahkan orang-orang yang penting bagiku ikut terluka── aku hanya bisa menyebut diriku sendiri bodoh. Namun jarum jam tidak akan pernah berputar kembali. Dengan penampilan Shinomiya Ranmu yang diselimuti "mimpi" ini──aku akan bermekaran di atas panggung. Karena memang hanya cara hidup seperti itulah yang aku tahu.


"...Ah. Sudah saatnya aku pergi untuk rekaman."


Persiapanku sudah selesai. Aku memasukkan ponsel ke dalam tas, lalu keluar kamar dan menuruni tangga. Di lantai satu ada kedai kopi yang dikelola orang tuaku.


"Oh, Raimu-chan, mau pergi ke suatu tempat?"


Salah seorang pelanggan tetap yang duduk di kursi bar menegurku. Maka, aku pun mengenakan "topeng senyumanku"──dan menjawab dengan ramah.


"Iya benar. Walau begini, aku ini sibuk juga, lho."


Begitu keluar dari toko, cahaya matahari menyengat begitu kuat. Di dekat toko, bunga geranium kuning tumbuh mekar.


──Meski tampaknya tak ada yang merawatnya dengan benar di tempat seperti ini, geranium itu tetap mekar dengan gagah. Seperti bunga yang mekar di padang. Aku pun, dari lubuk hati, ingin mekar sekuat itu.


............Ah. Ngomong-ngomong, dulu aku pertama kali bertemu dengannya di sini. Bukan Izumi Yuuna──melainkan Watanae Yuuka. Bukan sebagai Shinomiya Ranmu──melainkan sebagai Nonohana Raimu. Berkat Yuuna, aku tahu bahwa "adik"-nya──Sakata Yuuichi, bisa menjalani hari-harinya dengan baik, dan hari itu aku, yang biasanya dingin, merasa... bahagia.


Meski aku seperti ini, perasaan bahwa aku menyukai anak laki-laki bernama Sakata Yuuichi adalah sungguhan.


Saat Yuuichi menyatakan perasaannya padaku, aku merasa bahagia──itu juga benar adanya. Namun meski begitu──aku memilih "panggung." Baik perasaanku sendiri, maupun perasaan anak itu yang ia tujukan padaku. Semuanya kutinggalkan. Dan jika Yuuichi yang telah kusakiti bisa berbahagia bersama orang lain... maka tak ada hal yang lebih baik dari itu.


Selain itu──aku juga berpikir, meski sepihak, bahwa pertemuan Yuuichi dengan Izumi Yuuna merupakan titik balik yang baik baginya.

Karena ketika pertama kali aku mengenal Yuuna di agensi, ia selalu larut dalam obsesinya terhadap penggemar yang menyebut dirinya "Shinigami yang sedang jatuh cinta", dan aku sangat khawatir karenanya.


Penggemar memang, tanpa ragu, adalah keberadaan yang luar biasa. Namun pada saat yang sama, bila terlalu terikat dengan penggemar ──hal itu bisa menjadi ancaman bagi seorang pengisi suara.


Itulah sebabnya... seandainya Yuuna masih terus-menerus terbakar semangat untuk "Shinigami yang sedang jatuh cinta", aku pasti ──tidak akan bisa memaafkannya.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close