NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ore no linazuke ni Natta Jimiko, Ie de wa Kawaii Shika nai Volume 6 Chapter 4

 Penerjemah: Miru-chan

Proffreader: Miru-chan


Chapter 4

Saat Pergi Berdoa di Tahun Baru, Tunjukkanlah Sikap yang Paling Membawa Manfaat


Setelah melewati malam pergantian tahun dengan meriah, aku dan Yuuka tidur agak larut. Ketika sudah lewat tengah hari di Hari Tahun Baru, kami pun naik shinkansen.


"Ehhehe, Yuu-kun! Selamat Tahun Baru!!"


"Iya. Selamat Tahun Baru, Yuuka."


"…Ehehe. Selamat Tahun Baru, selamat Tahun Baru!"


"Iya iya. Selamat Tahun Baru, Yuuka."


"Akulah makhluk luar angkasa~! Se-la-ma-at Ta-hun Ba-ruuu~!"


"…Uhm. Kalau kamu terus-terusan mengulang ucapan selamat tahun baru, aku jadi bingung mau membalas apa lagi."


Entah karena ia bersemangat menyambut tahun yang baru, atau karena girang bisa naik shinkansen berdua denganku, aku tidak tahu. Yang jelas, hari ini Yuuka tampak sangat antusias.


Tidak bisa diam lima menit pun, terus-menerus mengajakku bicara lalu tertawa "nihee" sambil tersenyum lebar. Bahkan anak kecil saat liburan pun mungkin tidak sampai segaduh ini. Tahun berganti, tapi Yuuka tetap sama: polos dan penuh energi. 


Saat aku sedang melamun memikirkan itu, Yuuka tiba-tiba menyentil pipiku dengan jari telunjuk.

"Yuu-kun, wajahmu kelihatan kaku, tahu."


"Mungkin karena jenis kulitku. Kalau terasa keras saat disentuh, ya wajar saja."


"Yang kumaksud bukan itu! Aku bilang ekspresimu lebih kaku dari biasanya! Semacam… mirip ekspresi wajahku waktu di sekolah."


Mendengar itu, aku refleks menempelkan tangan ke wajah sendiri.


…Ah, benar juga. Tanpa kusadari, pipiku memang agak tegang lebih dari biasanya.


"Kamu gugup, kan, Yuu-kun?"


"Yah… wajar saja. Aku akan bertemu dengan orang tua tunanganku, jadi sudah pasti tegang. Dibanding harus menghadapi adik ipar crossdressing yang tampan, levelnya jauh lebih berat."


Apalagi bertemu dengan ayah calon pasangan… tingkat kegugupannya luar biasa. Paling-paling aku akan mendengar kalimat klasik seperti, "Aku tidak akan menyerahkan putriku padamu!" atau "Kalau mau putriku, biar kupukul dulu sekali!" Aku pernah baca di manga, jadi tahu. Walau begitu… perjodohanku dengan Yuuka memang awalnya diajukan langsung oleh ayah Yuuka, yang kebetulan adalah relasi bisnis ayahku. Jadi kurasa tidak akan sampai ada drama besar seperti itu.


"Tidak apa-apa. Aku akan selalu ada di sampingmu."


Dengan suara lembut, Yuuka berbisik begitu. Ia menggenggam tanganku erat, lalu dengan senyum selebar bunga yang bermekaran, berkata:


"Makanya… ayo kita sambut dengan senyuman bersama, ya? Iya, Yuu-kun!"



Perjalanan panjang dengan shinkansen pun usai. Kami berganti naik kereta lokal, lalu turun setelah beberapa stasiun.


Dari sana, kami berjalan berdua berdampingan. Pemandangan kota yang tenang, dipenuhi lebih banyak pepohonan dibandingkan perkotaan. Jadi beginilah tempat Yuuka lahir dan besar, pikirku.


──Tak lama kemudian, kami sampai di rumah keluarga Watanae. Sebuah kediaman besar dua lantai, dengan nuansa kokoh dan berwibawa, berdiri megah di balik gerbang besar. Di samping rumah ada halaman luas, seakan benar-benar rumah keluarga bangsawan kuno. Satu kata yang tepat: rumah tua nan berwibawa khas pedesaan.


"…Besar banget."


Kalimat itu lolos begitu saja dari mulutku. 


Rumahnya jauh lebih megah dari yang kubayangkan. Terus terang, agak sulit dipercaya kalau dari rumah bergaya klasik dan begitu terhormat ini, lahir seorang idol seiyuu sekaligus seorang cosplayer crossdressing. Rasanya seperti lelucon.


"Selamat datang kembali, Yuuka. Dan──selamat datang di rumah kami, Yuu nii-san."


Saat aku masih tertegun menatap rumah keluarga Watanae, gerbang besar itu perlahan terbuka.


Suara yang sudah akrab di telingaku terdengar. Yang menyambut kami adalah adik ipar yang beberapa waktu lalu main ke rumahku── Watanae Isami.

Ia mengenakan kemeja putih dengan setelan hitam, tampilannya benar-benar mirip seorang butler. Rambut hitam panjangnya diikat rapi ke belakang. Lensa kontak biru di matanya berkilau jernih, sebening lautan.


"Isami, bahkan di rumah pun tetap dengan gaya crossdressing, ya."


"Ahaha. Tidak selalu begitu, Yuu nii-san. Hanya saja, hari ini──karena Yuu nii-san untuk pertama kalinya datang ke rumah, aku ingin menyambutmu dengan penampilan yang rapi."


Kalau "penampilan rapi" baginya adalah crossdressing, sebaiknya ia pikir ulang.


"Aku pulang, Isami. Selamat Tahun Baru!"


Yuuka, yang berdiri di sampingku, menyapa dengan riang gembira. Isami membalas dengan senyum sejuk.


"Selamat Tahun Baru. Tahun ini pun, Yuuka tetap seperti anak kucing yang manis. Namun, di akhir tahun nanti──mungkin kau sudah tumbuh menjadi wanita anggun, layaknya kucing Persia."


"…Kuhapus ucapannya! Baru awal tahun saja sudah meremehkanku! Dasar Isami bodoh!"


Pertengkaran khas kakak-beradik keluarga Watanae pun dimulai. Isami selalu memperlakukan Yuuka seperti anak kecil, dan Yuuka pasti marah. Rupanya tradisi itu tidak berubah meski tahun telah berganti.


"Hmph… sudahlah. Ngomong-ngomong, Isami, Ayah dan Ibu ada di mana?"


"Ibu sedang menunggu di dalam. Ayah, pagi tadi menerima telepon pekerjaan. Walaupun ini Tahun Baru, beliau harus mendadak pergi 

bekerja. Kurasa baru akan pulang malam nanti."


"Ayah benar-benar sibuk seperti biasa. Harusnya saat Tahun Baru begini, beliau istirahat dulu, nanti tubuhnya bisa sakit."


Jadi ayah mertuaku tidak ada di rumah, ya. Padahal tadi aku sudah menyiapkan mental untuk bertemu, rasanya bebanku agak berkurang. Tentu saja, cepat atau lambat aku tetap harus menghadapinya.


Dengan Isami memimpin, aku dan Yuuka pun masuk ke rumah keluarga Watanae. Lantai kayu tua berderit setiap kali kami melangkah. Bagian luar rumah saja sudah luar biasa, tapi bagian dalamnya pun dibangun dengan sangat megah… sampai-sampai hanya dengan berjalan di dalamnya saja aku merasa sedikit tegang.


"──Yuuka! Selamat datang kembali!!"


Saat aku memikirkan itu, pintu geser terbuka, dan dari arah yang tampak seperti ruang utama, seorang wanita menampakkan wajahnya. Rambut hitamnya yang halus bergoyang di sekitar bahu. Tatapannya tajam dengan mata besar.


Dari segi usia, mungkin sebaya dengan ayahku. Namun penampilannya begitu awet muda hingga tak terasa demikian. Wajahnya pun memiliki sedikit kemiripan dengan Yuuka──.


"Aku pulang, Ibu! Dan selamat tahun baru!!"


Sudah kuduga. Wanita ini pasti ibu Yuuka.


"Selamat tahun baru, Yuuka… syukurlah. Kau baik-baik saja…!"


"Aku baik-baik saja!? Kenapa Ibu bicara seolah-olah aku baru kembali dari daerah konflik!?"


"Ibu, Ibu. Yuuka memang ada di sini, tapi lihat, Yuu nii-san juga ikut datang, kan?"


"Sa-salam kenal… aku Sakata Yuuichi. Yuuka-san selalu banyak membantuku. Terima kasih sudah mengundangku hari ini──"


"…………Hiii…"


Saat aku berusaha keras mengingat salam yang sudah kulatih berkali-kali, ibu mertua tiba-tiba mengeluarkan suara mirip jeritan.


"Ibu!? Itu reaksi macam apa!?"


"Hiii… aku Watanae Misora, ibu dari Yuuka. Terima kasih karena selalu menjaga Yuuka… hiiii… maka dari itu, tolong jangan lakukan hal-hal menakutkan pada Yuuka…!"


"Hal menakutkan apa maksudnya!? Ibu menganggap Yuu-kun itu apa sih!?"


"Ka–katanya lelaki itu serigala, bukan? Jadi kupikir Yuuka mungkin sudah mengalami ini dan itu…"


"Itu maksudnya apa!? Ibu, terlalu berlebihan!! Cepat minta maaf ke Yuu-kun, ayo!"


"Ah… Yuu nii-san, maafkan Ibu. Sebenarnya beliau bukan orang jahat, hanya saja sangat-sangat gampang cemas. Aku benar-benar minta maaf."


Yuuka yang merajuk dan Isami yang menundukkan kepala.


Jadi begitu, rupanya sifat polos Yuuka dan sifat khawatir berlebihan Isami itu turunan dari ibu mereka. Masuk akal juga.


Yah, bagaimanapun… aku harus membersihkan citra buruk tentang diriku yang sudah terlanjur tertanam di kepala ibu mertua.


"Ibu, a–aku… aku selalu menjaga Yuuka-san dengan baik. Aku tidak pernah melakukan hal yang membuatnya takut. Tolong percayalah!"


"Be–benarkah…? Kau tidak pernah memukul Yuuka dengan cambuk di tengah malam?"


"Itu sungguh keterlaluan, Ibu!? Yuu-kun tidak pernah melakukan hal begituan!!"


"Be–begitu ya… maaf, aku terlalu berkhayal… la–lalu! Kau juga tidak pernah memakaikan baju renang sekolah pada Yuuka, lalu menyuruhnya mencuci tubuhmu di kamar mandi, kan?"


"…………"


"…I–Ibu, itu sungguh tidak pantas, tahu? Hal seperti itu tidak mung–kin terjadi…"


"GYAAAAA! Yuuka mengalami hal-hal tak senonohhhh!!"


──Begitulah kira-kira. Dengan suasana yang benar-benar kacau, aku akhirnya menuntaskan salam perkenalan pertamaku dengan ibu Yuuka.



"Jaaaan! Bagaimana, Yuu-kun? Cocok tidak?"


Yang berlari kecil ke arahku yang sedang menunggu di depan rumah adalah Yuuka, kini sudah mengenakan kimono. Ekspresi dan cara bicaranya masih seperti Yuuka yang biasanya, tapi pakaian tradisional ini terasa begitu segar──membuatku tanpa sadar terpana.


"Apakah cocok? Lirik–lirik. Kenapa tidak ada reaksi ya? Lirik–lirik. 

Jadi bagaimana~~?"


"Jangan menekan begitu… cocok sekali, Yuuka."


"Fufufufu~. Terima kasih, Yuu-kun!"


"…Hiiii… jangan sampai tertipu dengan si serigala itu, Yuuka…"


Di belakang Yuuka yang ceria seperti matahari, ibu mertuaku gemetar hebat. Isami lalu menenangkannya sambil berkata, "Ibu, tolong mundur sebentar. Itu tidak sopan."


Kurasa ini pertama kalinya aku melihat Isami memberi respon yang begitu masuk akal…


"Ibu, terima kasih sudah membantu memakaikan kimono! Kalau begitu, Ibu, Isami, kami berangkat ke hatsumōde!!"


Dengan penuh semangat Yuuka berpamitan, lalu menggandeng tanganku dan mulai berjalan di jalanan kota kelahirannya.


Tidak seperti perkotaan, di sini bangunan tidak terlalu banyak, digantikan dengan hijaunya pepohonan. Cahaya matahari yang menembus celah ranting-ranting terasa hangat dan nyaman.


Sambil merasakan suasana yang damai, aku mengikuti Yuuka hingga akhirnya kami tiba di sebuah kuil. Bukan kuil besar yang dipenuhi para peziarah seperti yang sering kulihat di TV saat tahun baru. Ini kuil kecil di daerah setempat, tempat orang-orang sekitar datang untuk berdoa.


"Sejak kecil, setiap tahun baru aku selalu datang berdoa di sini."


Yuuka tersenyum sambil berkata demikian, dan mungkin karena mengenakan kimono, ia terlihat lebih dewasa dari biasanya.

Masih bergandengan tangan, kami menaiki anak tangga batu bersama. Jumlah pengunjung yang melintas memang tidak banyak, tapi entah mengapa, semua orang terlihat tersenyum──seakan dipenuhi kebahagiaan.


"Nee, Yuu-kun! Ayo kita coba undi keberuntungan (omikuji)!"


Atas ajakan Yuuka, kami pun bergantian mengambil omikuji. Lalu, atas aba-aba "satu, dua, tiga!" dari Yuuka, kami membuka gulungan kertas itu bersamaan.


"Yatta! Aku dapat ‘daikichi’ (peruntungan besar)!!"


Yuuka berseru sambil mengepalkan tangan penuh semangat. Melihatnya yang begitu polos, aku tak kuasa menahan senyum.


"Kalau punyamu, Yuu-kun… ah, dapat ‘suekichi’ (sedikit keberuntungan)!"


"Yah, agak tanggung sih, tapi untunglah bukan ‘kyo’ (sial)."


"Itu bukan tanggung. Artinya mulai dari sini, kau akan semakin bahagia, kan?"


Saat aku hanya bisa tersenyum kecut sambil menggenggam kertas ‘suekichi’, Yuuka menatapku dengan senyum yang lembut. Ia menggenggam tanganku perlahan, lalu berkata:


"Memang, banyak orang menganggap suekichi itu kurang baik, kan? Tapi sebenarnya, ada makna positif di baliknya! Katanya itu tanda kalau masa depan akan terbuka mulai dari sekarang. Suekichi itu seperti keberuntungan yang melebar──suehiro-gari no suekichi!!"


"Aku senang kau bisa berkata begitu. Tapi… bagian tentang perjodohan terlalu membawa sial, rasanya…"

◇ Perjodohan: Akan ada rintangan yang tak terduga. Kuatkan hatimu.


──Rintangan yang tak terduga, katanya.


Sebagai hasil undian yang kudapat tepat di hari aku datang ke rumah tunanganku, ini rasanya benar-benar terburuk. Ini sudah tidak beda jauh dengan dapat kyo (sial), kan?


"Tidak apa-apa kok, Yuu-kun! Coba lihat bagian perjodohan punyaku!!"


Saat aku mulai murung, Yuuka menyodorkan hasil undiannya ke arahku dengan penuh semangat.


◇ Perjodohan: Jika kau teguh, itu akan terwujud. Teruslah berlari.


"Tuh, lihat? Kalau digabungkan dengan punyamu, hasilnya pasti jadi jodoh yang baik, kan! Memang mungkin akan ada rintangan, tapi kalau aku tetap teguh dengan cintaku pada Yuu-kun──pasti akan terwujud! Jadi, Yuu-kun juga harus tetap percaya, ya!!"


Dengan penafsiran yang penuh semangat bercampur dengan logika seenaknya, Yuuka berbicara panjang lebar. Aku sampai tidak bisa menahan tawa.


"Tapi, memangnya boleh, ya, menggabungkan hasil omikuji begitu?"


"Tentu boleh. Soalnya aku dan Yuu-kun itu, dua orang tapi satu jiwa."


"Itu logika yang bahkan bisa membuat dewa terheran-heran."


"Iya. Karena aku mencintaimu sebesar itu──sampai membuat para dewa pun terkejut!"


Setelah saling melempar kata-kata itu, aku dan Yuuka tertawa bersama. Lalu kami beranjak ke depan kotak persembahan, memasukkan beberapa koin──dua kali membungkuk, dua kali bertepuk tangan. Dengan tangan masih terkatup, aku memejamkan mata, lalu berdoa lirih di dalam hati.


──Semoga hari-hari seperti ini, bisa terus berlanjut selamanya. 


Di sisiku, terdengar doa lirih Yuuka.


"Tahun ini, tahun depan, dan tahun-tahun setelahnya──semoga aku bisa selalu tersenyum bersama Yuu-kun…"


Aku pun membuka mata perlahan dan mengangkat wajah. Hampir bersamaan, Yuuka juga membuka mata, lalu menggenggam tanganku.


"Ehhehe. Kalau begitu, terakhir ini… kita lakukan bersama, ya?"


Dan begitu lah. Aku dan Yuuka, masih saling menggenggam tangan, menundukkan badan untuk penghormatan terakhir.


Meski hasil omikuji suekichi tadi terasa agak tanggung, tapi selama aku bersama Yuuka, rasanya aku bisa menghadapi segalanya… jadi, tidak apa-apa.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close