NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Gimai Seikatsu Volume 4 Chapter 7

Chapter 7 - 25 September (Jumat) – Asamura Yuuta


Jumat pagi, sekarang adalah hari pertemuan antara orang tua-guru bagi Ayase-san dan juga diriku. Pagi hari dimulai dengan cara yang sama seperti biasanya, kami berdua sarapan sambil duduk di meja makan. Ayahku sedang membaca berita di tabletnya.

“Ini, sup misomu.”

“Oh, terima kasih banyak, Saki-chan.”

Dia dengan senang hati menerima mangkuk itu dan tepat pada saat itu pintu depan terbuka.

“Aku pulang~”

Suara Akiko-san mencapai kami di ruang tamu.

“Ah, selamat datang kembali, Akiko-san.”

Ayahku yang pertama merespons, tak lama setelah itu diikuti oleh Ayase-san dan aku.

"Ya, aku pulang, Taichi-san."

“Terima kasih atas kerja kerasmu. Apa kau ingin sarapan?"

“Tentu. Aku langsung pulang agar aku bisa tidur lebih lama, itulah sebabnya aku belum makan apa-apa.”

"Jadi begitu. Apa kau bisa bangun setelah tidur siang?”

"Aku pikir begitu. Oh, benar, aku ingin mengecek waktunya sekali lagi, Yuuta-kun, Saki.”

Kami berdua mengeluarkan smartphone kami, mengkonfirmasi slot waktu yang kami berdua miliki.

“Pertemuanku di mulai pukul 16:20 dan berlangsung selama dua puluh menit.”

“Aku setelahnya. Jam 16:40 sampai jam 5 sore. Tenang saja, kelas kami bersebelahan."

Sementara kami menjelaskan itu, Akiko-san juga menatap smartphonenya sendiri, mencoba mengingat saat-saat yang baru saja kami katakan padanya.

“Ya, tidak apa-apa. Sepertinya aku berhasil menurunkannya.”

"Tapi, dilihat dari jadwal itu. Bukankah kau kurang tidur, Akiko-san?"

“Aku berencana untuk mendapatkan taksi yang akan mengantarku ke sekolah kalian. Jadi, aku akan baik-baik saja jika aku pergi sebelum jam 4 sore. Aku akan bangun sebelum itu dan mandi, makan, gosok gigi, berganti pakaian, merias wajah… Ya, jika aku bangun jam 2 siang, aku akan baik-baik saja.”

“Sekarang jam 7 pagi. Jadi, kalau kau tidur jam 8, kau bisa tidur selama enam jam… itu lebih sedikit dari biasanya, kan?” Ayahku berkomentar.

Mengingat dia biasanya tidur sampai malam, kurasa ini termasuk tidur singkat.

“Aku selalu bisa tidur lebih banyak setelah pulang karena aku tidak ada shift malam ini. Satu-satunya masalah adalah kalian berdua tidak ada di rumah ketika sudah waktunya untuk membangunkanku.” Akiko-san menjelaskan bahwa dia terkadang kesulitan bangun.

"Taichi-san, setelah jam 2 siang, aku mengharapkan panggilan bangun yang bergejolak!" Akiko-san menyatukan tangannya, tersenyum.

"Kamu tidak bisa mengganggunya saat dia sedang bekerja, Bu."

“Buuuuut!”

“Ahaha, tidak apa-apa, serahkan saja padaku, Akiko-san. Pekerjaanku tidak terlalu sibuk. Jadi, tidak masalah.”

Ekspresi Akiko-san menyala, tapi Ayase-san hanya mengangkat bahu. Biasanya, Ayahku sedikit tidak berguna, tetapi pada saat-saat seperti ini dia terdengar sangat meyakinkan dan dewasa. Akiko-san sepertinya sangat bersemangat, tapi itu segera berubah. Dia menyempitkan alisnya.

“Tapi, apa ini akan baik-baik saja? Akankah aku benar-benar bisa bangun? Apa mereka berpikir bahwa aku adalah Ibu yang aneh…?”

"Aku tidak berpikir siapa pun di dunia akan menyebutmu aneh."

“B-begitu?” Akiko-san dengan malu-malu tersenyum setelah mendengar apa yang dikatakan Ayahku.

Dia menerima senyumnya dan mereka berdua saling menatap mata.

Baik Ayase-san dan aku kemungkinan besar sedikit terganggu oleh adegan genit di depan kami ini, tetapi kami masih meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“Bu, kalau mau ikut sarapan, maka duduklah. Ibu hanya menghalangi kalau terus berdiri di sana."

"Ya ya, mengerti."

"Ayah, bentar lagi telat lho." Ayase-san memanggil Ayahku sambil melirik jam.

“Ah…kamu benar, aku harus pergi sekarang. Terima kasih." Sambil melihat Akiko-san pergi ke kamar mandi untuk menghapus riasannya, Ayahku mengambil tasnya dan berdiri. "Jaga Akiko-san, oke?"

Baik Ayase-san dan aku mengangguk bersamaan.

Bukankah kau yang paling bertanggung jawab?

Akiko-san kembali, duduk di meja bersama kami dan mulai memakan sarapannya.

“Bu, bagaimana dengan makan siang setelah Ibu bangun? Aku bisa membekukan beberapa kari untuk nanti. Kupikir Ibu akan bangun dengan baik karena betapa pedasnya itu."

“Aku lebih suka tidak makan sesuatu yang terlalu pedas sebelum bertemu gurumu. Jadi, aku akan mengambil sisa dari ini. Lagipula, kita masih punya telur, kan?”

"Yah .. masih ada, tapi ..."

“Kalau begitu, kamu tidak perlu khawatir. Kalian bisa berangkat sekarang atau kalian akan terlambat."

Seperti yang Akiko-san katakan, sudah waktunya bagi Ayase-san untuk meninggalkan rumah.

“Kamu juga tidak perlu khawatir, Yuuta-kun. Biar aku saja yang membersihkannya setelah aku selesai makan."

"Oke, terima kasih banyak."

Seperti biasa, aku menunggu beberapa menit setelah Ayase-san pergi dan kemudian mengambil tasku.

“Baiklah, waktunya untuk tidur siang agar aku bisa bangun tepat waktu!”

Setelah pergi melalui pintu depan, aku mendengar suara motivasi Akiko-san di belakangku.

* * *

Lonceng berbunyi, menandakan pelajaran ke-4 sudah selesai. Kami akan mengadakan pertemuan orang tua-guru sore ini. Tapi, aku masih punya empat jam lagi sampai giliranku. Saat makan siang dengan Maru, aku mulai berpikir tentang bagaimana menghabiskan waktu itu.

"Sampai jumpa besok, Asamura."

"Ya, sampai jumpa."

Maru selesai makan di depanku seperti biasa dan bergegas meninggalkan kelas. Pada akhirnya, dia tetap bersemangat dengan klubnya seperti biasanya. Sekarang aku sendirian. Di saat-saat seperti ini, orang-orang yang tidak punya klub sepertiku tidak punya tempat lain untuk dikunjungi. Sebagian besar ruangan digunakan untuk pertemuan orang tua-guru. Untuk sesaat, perpustakaan melintas di pikiranku. Sebagai pecinta buku, itu mungkin tempat yang menurutmu paling cepat, tetapi ada peluang bagus dan sering terjadi, perpustakaan tidak memiliki buku yang biasa kubaca. Itu sebabnya aku biasanya tidak pernah pergi ke sana.

Tapi, ini mungkin kesempatan sempurna untuk memeriksanya. Aku mengambil tasku dan menuju perpustakaan. Perpustakaan di sini di Suisei terisolasi dari bangunan utama. Di satu sisi halaman sekolah, kami memiliki 'Gedung Perpustakaan', yang merupakan bangunan dua lantai dan ada lorong yang mengarah dari sana ke bangunan utama. Lantai pertama memiliki segala macam ruang musik dan lantai dua memiliki ruang perpustakaan. Kau mungkin berpikir bahwa kami akan menyebutnya 'Gedung Musik', tetapi ada beberapa alasan historis yang tidak kuingat.

Saat aku mendekati gedung perpustakaan, aku mendengar klub band bermain. Pertemuan orang tua-guru di Suisei diadakan sekaligus selama tiga tahun, itulah sebabnya tidak ada kelas sore untuk semua siswa/i. Hal ini menyebabkan sebagian besar klub memulai aktivitas mereka lebih awal, yang tidak membuatnya terasa seperti SMA.

Setelah menaiki tangga, aku membuka pintu ke ruang perpustakaan. Mengambil satu langkah ke dalam, aku disambut oleh aroma buku-buku tua. Ini adalah aroma khas yang sangat kuingat dari toko buku tua di Stasiun Jimbōch. Banyak orang meremehkan aroma ini, itulah sebabnya mereka memilih rilis yang lebih baru, tetapi aku tidak keberatan. Baunya seperti pengetahuan yang diwarisi dari turun temurun.

Bagian dalam ruangan tidak terlalu sempit seperti saat ujian sudah dekat. Ketika aku melihat sekeliling, aku melihat bahwa hanya satu dari tiga meja yang terisi. Dengan iseng, aku mulai berpikir tentang kemungkinan Ayase-san menghabiskan waktu saat ini. Sementara pikiran itu terlintas di benakku, aku berjalan melalui perpustakaan dan melihat sekeliling, tidak melihat gadis yang kupikirkan. Namun, sebagai gantinya—

“Ohh? Ada apa?"

Aku disambut oleh Narasaka Maaya.

“Yah, aku hanya mencoba menghabiskan waktu. Aku memiliki pertemuan orang tua-guruku hari ini."

“Oh, Asamura-kun juga?”

"Ya."

Dia memberi isyarat kepadaku. Jadi, aku tidak punya pilihan lain selain duduk di sebelah Narasaka-san. Jika kami duduk terlalu jauh, kami harus berbicara lebih keras, yang akan mengganggu orang-orang di sekitar kami. Untungnya, hanya Narasaka-san yang duduk di sana dan ada rak buku di antara kami dan seluruh ruangan.

"Kapan?"

“Pukul 16.20.”

“Oh, dekat. Aku sebelum itu, jam 4 sore.”

Begitu, jadi dia punya jumlah waktu yang sama sepertiku.

Kenapa dia tidak bersama Ayase-san?

Ketika aku bertanya tentang hal itu, dia mengatakan bahwa Ayase-san tampaknya sudah pulang. Dengan berapa banyak waktu yang kami miliki, dia dapat dengan mudah kembali ke rumah. Kurasa aku bisa melakukan hal yang sama.

Tapi jika dia pulang sekarang… Aku mencari-cari jam tapi tidak berhasil. Jadi, aku mengeluarkan smartphoneku. Ini masih belum jam 1 siang… haruskah aku pulang juga? Tidak, Ayase-san ada di rumah sekarang. Jadi, akan canggung jika aku ketemu dengannya… dan bahkan bukan hanya dia, Akiko-san ada di rumah sekarang, sedang tidur. Tapi, dia harus segera bangun. Saat itu, apa yang Akiko-san katakan pagi tadi kembali ke pikiranku.

'Satu-satunya masalah adalah jika kalian berdua tidak ada di rumah saat waktunya membangunkanku.'

Apa Ayase-san pulang karena…?

“Ada apa, Asamura-kun? Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?”

“Ah, tidak, bukkan apa-apa.”

Jika aku pulang sekarang, aku hanya akan mengganggu tidur Akiko-san selama beberapa menit.

"Apa kamu begitu khawatir tentang pertemuan orang tua-guru?"

“Nggak juga, tapi—”

Aku akan mengungkapkan masalahku. Mungkin itu hanya pertanyaan utama di pihaknya?

“Lebih penting lagi, kenapa kau tidak pulang sebentar juga, Narasaka-san?”

“Yah, kupikir sebaiknya aku istirahat sejenak dari mengurus adik laki-lakiku.” Dia berkata dan tersenyum.

Menurut dia, Ibunya sudah mengambil cuti untuk menghadiri pertemuan orang tua-guru dan sekarang merawat adik-adiknya selama dia di sekolah.

“Begitu ...”

“Mereka semua menggemaskan, kau tahu? Hanya saja, dari waktu ke waktu, aku ingin merentangkan sayapku. Tapi lupakan itu.” Kata Narasaka-san. Dia meletakkan pipinya di atas meja dan menatapku. "Asamura-kun, apakah kamu menyukai Saki?"

“Eh, tidak... aku.."

Mungkin memberikan jawaban langsung adalah pilihan yang buruk?

Narasaka-san mungkin terlihat seperti orang bebal pada saat-saat tertentu. Tapi, anehnya dia bisa peka ketika itu benar-benar penting.


“Hm, mencurigakan~”

“Kau tahu, kan? Kami bersaudara, jadi tidak mungkin.”

"Tapi, kau tahu…"

“Apa?”

"Kamu masih memanggilnya 'Ayase-san', kan?"

Jantungku berdegup kencang, meskipun aku tidak menginginkannya.

Jadi, itu yang dia maksud?

“Kamu bilang kalian hanya saudara tiri. Tapi, kalain tidak terlihat seperti saudara. Selain itu, kalian menjadi saudara tiri baru-baru ini. Kamu praktis orang asing. Dari caraku melihatnya, kalian berdua tampak seperti dua orang yang memiliki perasaan satu sama lain~” Rasanya seperti dia menjelaskan ini ke meja daripada kepadaku.

“Kami tidak seperti itu...”

"Hmm, mungkin aku melihat terlalu dalam ke dalamnya." Dia menggumamkan sesuatu lagi, bersandar di meja.

Apa kau baik-baik saja dengan postur seperti itu, bu?

Dia tiba-tiba mendorong dirinya ke atas, merentangkan tangannya ke langit-langit sambil mengerang.

“Begitu~ Apa kamu yakin dengan itu?

“Um…?”

"Maksudku, jika ada anak laki-laki yang memiliki perasaan terhadap Saki.. Apa kamu baik-baik saja jika aku mendukungnya dalam usahanya untuk memenangkannya?"

Cara dia mengatakan itu membuatnya terdengar hampir seperti ada orang seperti itu.

"Aku tidak berpikir kau perlu meminta izinku untuk melakukan itu."

“Hmm, yakin nih?” Narasaka-san menyilangkan lengannya dan terus mengulangi "Hmmm" dan "Aku mengerti~" yang sama berulang-ulang.

Aku memutuskan untuk meninggalkannya sendirian di pikirannya dan pergi mencari buku untuk dibaca. Karena aku masih punya lebih dari tiga jam, aku seharusnya bisa membaca dua buku yang pendek. Setelah sedikit mencari, aku melihat beberapa buku kertas luar negeri yang lebih tua. Ada Storm's Immensee, dengan 142 halaman dan Ibsen's A Doll's House, dengan 148 halaman. Kupikir keduanya akan sempurna untuk jumlah waktu yang kumiliki.

Dengan dua buku ini di tangan, aku kembali ke meja. Narasaka-san sudah pergi. Tapi, karena tasnya masih ada di sana, dia mungkin baru saja pergi mencari buku sendiri. Aku duduk dan membaca sebentar dan dia tiba-tiba duduk di sebelahku ketika aku melihat ke atas untuk istirahat. Kami nyaris tidak berbicara, hanya membaca buku dalam diam, saat kami duduk bersebelahan.

“Aku pergi dulu~”

Kali berikutnya aku melihat ke atas, Narasaka-san meraih tasnya dan meninggalkan perpustakaan.

... Sepertinya giliran dia, ya?

Itu artinya aku punya waktu sekitar dua puluh menit lagi. Aku membaca halaman yang tersisa sekaligus dan bangun sendiri. Saat itu, smartphoneku, dalam mode senyap, bergetar. Akiko-san mengirimiku pesan LINE. Bagian pertama mengatakan bahwa dia akan segera datang. Jadi, aku memutuskan untuk menjemputnya di pintu depan. Aku mengembalikan buku-buku itu dan meninggalkan gedung perpustakaan di belakangku.

* * *

Pukul 16:10, Akiko-san muncul di gerbang depan.

“Maaf membuatmu menunggu, Yuuta-kun.”

“Tidak, aku juga baru sampai.” [TN: Njir, kek mau kencan aja wkwk]

Berbeda dengan yang biasa ia kenakan untuk bekerja, Ibu tiriku kini mengenakan setelan jas yang ketat dan profesional. Dia mengenakan kemeja, jaket biru tua dan celana biru nila. Kurasa penampilannya apa yang kau sebut pakaian kantor kasual. Tidak terlalu kaku, tapi juga agak formal. Ini pertama kalinya aku melihat Akiko-san dengan pakaian seperti ini. Aku menawarinya sepasang sandal yang disiapkan untuk para wali yang akan menghadiri pertemuan orang tua-guru.

"Bisakah kamu mengantarku ke kelasmu?" kata Akiko-san sambil mengganti sandal itu.

"Tentu saja .."

Ruang kelasku dan Ayase-san berada di lantai dua gedung sekolah. Aku membimbingnya ke tangga dan membawanya ke sana sambil memberikan penjelasan singkat tentang sekolah.

“Jadi kelasmu tepat di sebelah kelas Saki, ya?”

"Ya."

“Apa kalian tidak pernah bertemu sebelum kalian berdua menjadi sebuah keluarga? Kalau kamu sedekat ini sepanjang waktu, kupikir kamu akan bertemu satu sama lain di beberapa kesempatan."

“Kami kemungkinan besar melakukannya, tapi …”

Mengingat bahwa kami berada di kelompok yang sama selama kelas PE, kemungkinan besar kami bertemu satu sama lain beberapa kali. Mungkin kami bahkan sesekali bertemu saat berjalan menyusuri lorong.

“…Tapi aku tidak ingat.”

“Ya ampun, sungguh pria yang terhormat. Bahkan seorang gadis cantik pun tidak bisa mencuri pandanganmu.”

“Sebenarnya bukan seperti itu. Belum lagi, hanya menatap seseorang dapat dilihat sebagai pelecehan seksual saat ini.”

“Kamu terlalu mengkhawatirkan tentang itu. Tidak ada yang akan keberatan jika tidak ada motif tersembunyi yang terlibat."

“Dan kau bisa tahu? Dengan sekali pandang?”

"Tentu saja."

“Percaya diri sekali.”

Dia membuatnya terdengar sangat sederhana, meskipun hampir tidak mungkin untuk dibuktikan. Inilah yang membedakan dirinya dengan Ayase-san. Yah, tidak membiarkan orang merasakan tanggung jawab apa pun terlepas dari kata-kata dan tindakannya mungkin menunjukkan yang terbaik dari orang macam apa Akiko-san itu dan bisnis yang dia geluti. Untuk sesaat, aku mungkin benar-benar mempercayainya.

“Tidak apa-apa untuk percaya diri. Kalau kamu salah, 'Maafkan aku' yang sederhana akan menyelesaikan semuanya."

"Yah, mungkin kau benar …”

Kami membicarakan banyak hal. Tapi, aku tidak terlalu membencinya. Seperti yang diharapkan, berjalan-jalan di sekolah dengan seseorang yang tadinya asing sekarang berubah menjadi Ibu tiri terasa sangat aneh. Namun, pada saat yang sama, aku merasa lega melihat dia bertindak dengan cara yang sama seperti yang dia lakukan di rumah.

Setiap kali Ibu kandungku datang ke sekolah denganku, dia akan bertindak sangat berbeda dibandingkan ketika dia di rumah. Sejujurnya, ketika aku masih di sekolah dasar, kupikir dia menakutkan dan mengerikan. Namun, dia mungkin punya alasan sendiri untuk berakhir seperti itu tetapi masih mempertimbangkan waktu, tempat dan kesempatan. Karena itu, aku tidak bisa benar-benar mempercayai orang yang mengubah kepribadian sejauh itu. Anehnya aku merasa lega melihat Akiko-san bertingkah seperti biasanya.

"Ah, itu kelasku."

“Oke, terima kasih, Yuuta-kun. Aku akan melakukan yang terbaik."

Aku tidak tahu mengapa Akiko-san sangat bersemangat dalam hal ini. Yah, kurasa ini akan baik-baik saja. 

Setelah sampai di kelas, aku memeriksa waktu dan mengetuk pintu. Setelah mendapat jawaban dari wali kelasku, aku membuka pintu.

"Silahkan duduk."

Setelah wali kelasku menyuruh kami untuk duduk, kami duduk menghadap wali kelasku. Ini bukan pertama kalinya aku menghadiri pertemuan orang tua-guru karena aku juga pernah menghadirinya ketika SMP dan kelas satu SMA. Namun, aku tidak bisa mengatakan aku memiliki banyak pengalaman bersama Ibuku di pertemuan orang tua-guru. Jadi, aku tidak bisa menahan perasaan gugup. Dengan angket aspirasi masa depan sebagai subjek awal, wali kelasku menjelaskan pandangan umum mereka sendiri.

Wali kelasku adalah seorang guru laki-laki yang tidak terlalu menonjol, namanya Suzuki.

... Ngomong-ngomong, wali kelas Ayase-san itu perempuan dan jika aku ingat, namanya adalah 'Satou-sensei'.[TN: Ada perubahan untuk panggilan Asamura dari 'kamu' ke 'kau'. Mimin baru tahu wali kelasnya laki-laki. Sebelumnya gak pernah di sebutkan]

“Itu sebabnya—” Kata-kata wali kelasku membawaku kembali ke dunia nyata.

Biasanya aku tidak pernah mendengarkan kesan seorang guru terhadapku. Itu sebabnya, aku membiarkannya masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Tapi, kali ini... sepertinya berkaitan dengan aspirasi masa depanku.

“Jika Yuuta-kun melanjutkan usahanya sejauh ini, ada kemungkinan besar dia bisa lulus ujian masuk ke universitas terkenal di Tokyo.”

Evaluasi positif itu benar-benar mengejutkanku. Saat aku melirik ke samping, aku melihat Akiko-san dengan pipi santai. Dia pasti bahagia, aku yakin. Namun, ekspresinya membeku segera setelah itu.

“Ini pasti karena kau rajin belajar.."Suzuki-sensei mengucapkan beberapa pujian yang biasa dia buat untuk orang tua. Tapi, dia terlambat mengingat bahwa Ayahku baru saja menikah dengan Akiko-san.

Tanpa ragu sedikit pun, aku mengambil bola itu.

"Ini semua berkat Anda, Sensei."

Aku mengucapkan kata-kata ini dengan kejujuran sebanyak yang kubisa sambil melakukan kontak mata dengan wali kelasku. Jadi, aku tidak bisa memeriksa ekspresi seperti apa yang dibuat Akiko-san. Namun, dari sudut mataku, aku mungkin bisa melihat matanya melebar karena terkejut. Suzuki-sensei ragu-ragu sejenak, tetapi akhirnya melanjutkan dengan pernyataan sebelumnya, mengatakan bahwa jika aku terus belajar dengan caraku sekarang, aku bisa lulus ujian masuk di universitas mana pun yang kuinginkan.

Setelah memberikan perpisahan terakhir kami, Akiko-san dan aku meninggalkan kelas. Pertemuan orang tua-guru untuk giliran berikutnya sudah menunggu di luar. Mereka melewati kami dan menutup pintu di belakang mereka. Sepertinya kami menggunakan semua waktu yang kami miliki. Melihat waktu menunjukkan pukul 16:38. Hanya dua menit tersisa.

"Kelas Ayase-san ada di sini."

“Aku harus cepat! Dan, terima kasih barusan, Yuuta-kun. Aku sangat senang bahwa kamu sudah menerimaku seperti itu sampai membuatku hampir menangis."

Karena dia mengatakan kata-kata ini dengan senyum cerah, aku merasakan kehangatan di dalam hatiku. Orang ini sangat senang karena beberapa kata dariku?

“Aku sangat senang!”

"H-Hei, jangan tarik lenganku."

Aku tidak menyangka dia akan memelukku saat itu juga. Namun, aku paling terkejut pada diriku sendiri, tidak sedikit pun tidak menyukai sensasi nyaman ini. Meskipun aku seharusnya hanya menjadi 'putra Asamura Taichi' di matanya, aku dipaksa untuk menyadari bahwa dia telah menerimaku sebagai bagian dari keluarganya sejak kami bertemu. Aku tidak ingat kapan terakhir kali Ibu kandungku memelukku seperti ini, jika pernah. Setidaknya, tidak setelah aku cukup besar untuk mengingatnya. Tapi, setidaknya aku akhirnya bisa tersenyum seperti ini sebagai remaja dewasa. Ya, aku senang Ayahku memutuskan untuk menikahi orang ini.

Setelah berjalan sebentar, kami mencapai kelas berikutnya, tetapi tidak ada yang duduk di kursi. Aku sedikit bingung, tapi kemudian aku melihat Ayase-san berjalan ke arah kami dari arah loker sepatu. Akiko-san memanggilnya, berjalan mendekat. Tepat saat aku melewati mereka berdua saat akan memasuki kelas, Ayase-san berbalik ke arahku. Untuk sesaat, aku tidak yakin harus berkata apa. Mungkin aku harus mengatakan sesuatu?

“Semoga berhasil dengan pertemuan orang tua-guru.” Ini adalah satu-satunya kata yang bisa kukeluarkan di saat yang panas.

"Iya. Sampai jumpa lagi, Nii-san.” katanya dan memasuki kelas bersama Akiko-san.

Nah—Karena semua rencanaku untuk hari ini berakhir dan karena aku tidak memiliki shift hari ini...

“Kurasa aku akan pulang dan bersantai sebentar.”

Aku mulai berjalan menuju loker sepatu, tetapi tepat ketika aku melewati tikungan, seseorang memanggilku ketika aku mencapai tangga. Aku mengangkat kepalaku. Orang yang memanggilku adalah anak laki-laki yang mengenakan pakaian tenis dengan membawa raket tenis di tangan.

"Kau Asamura-kun, kan?"

"…Ya?"

.... Siapa?

Aku merasa seperti pernah melihatnya sebelumnya.

“Kau tidak ingat? Ini aku, Shinjou Keisuke.”

Ketika aku mendengar namanya, aku mengingatnya.

“Ah, kau yang waktu itu."

"Ya, itu benar."

Dia salah satu orang yang pergi bersama kami ketika liburan musim panas di kolam renang, salah satu teman sekelas Ayase-san dan Narasaka-san. Berkat pengenalan khusus Narasaka-san saat itu, aku langsung mengingatnya begitu mendengar namanya.

“Pertama, izinkan aku meminta maaf. Aku tidak bermaksud menguping atau semacamnya.”

"Huh?" Aku memiringkan kepalaku, bingung.

“Sebenarnya giliranku untuk pergi ke pertemuan orang tua-guru berikutnya, itu sebabnya, aku meninggalkan kegiatan klub beberapa menit yang lalu. Lalu, ketika aku datang ke sini—”

Ahh, apakah ini yang kupikirkan?

“Wanita itu, yang aku asumsikan adalah Ibumu, meninggalkan pertemuan denganmu dan sekarang pergi dengan Ayase-san ke rumahnya… Bisakah kau menjelaskan itu?" [TN: Cih, tipe chara sok kecakepan yang suka ikut campur urusan orang lain] [ED: Mikawa-sensei, tolong tenggelamkan chara ini. Hahaha]

Untuk sesaat, aku mendapati diriku tidak mau memberitahunya. Tapi, kemudian aku ingat senyum gembira Akiko-san tadi. Aku benar-benar tidak harus menyangkalnya di sini, ya?

“Kami kakak-adik. Meskipun kami tidak begitu terbuka tentang hal itu.”

"Eh? Tapi, namamu Asamura dan dia…”

Dia mungkin bertanya-tanya mengapa nama keluarga kami berbeda.

“Orang tua kami menikah lagi.”

"Jadi, pada dasarnya…?"

“Ini terjadi baru-baru ini. Itu sebabnya, secara sederhana, Ayase-san adalah adik tiriku.” Saat aku menyelesaikan kata-kata itu, rasa pahit memenuhi mulutku.

"Begitu, aku benar-benar mengira kau—"

..... Apa?

"Maaf, aku harus pergi."

* * *

Dalam perjalanan pulang, sambil mengayuh sepeda, aku merenungkan semuanya. Di satu sisi, aku merasakan kehangatan senyum Akiko-san memenuhi dadaku dan di sisi lain, mulutku masih terasa pahit karena mengakui bahwa Ayase-san adalah adik perempuanku. Aku merenungkan tentang mereka berdua untuk sementara waktu setelah itu.




|| Previous || Next Chapter ||
15 comments

15 comments

  • SHIORI
    SHIORI
    24/3/22 16:32
    ...
    Reply
  • Anonymous
    Anonymous
    5/3/22 16:50
    Dari feeling gw, dia nembak saki, trus diterima. Drama drama drama, trus akhirnya putus, ya taulah lanjutannya. Authornya gk nanggung nanggung buat cerita mah
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    1/3/22 01:52
    Ngapain sih ganggu hubungan orang
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    6/2/22 15:06
    G sopan klean!! Dia tuh bumbu NTR ngab... Biar ceritanya lebih berasa,,
    BAYDEWAY!!!! Saia tim senpai, jdi saia bahagia dengan adanya chara ini
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    3/1/22 22:52
    Gak sopan bat, Deket juga kagak malah nanya perihal yang pribadi
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    3/1/22 20:11
    Saya meminta agar authornya cepat menghilangkan chara ini👎😒
    Reply
  • Rin
    Rin
    3/1/22 11:01
    Sok ngurusin kehidupan orang banget anjir lu ah
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    31/12/21 12:37
    Pengen tak hih ajig, ikut campur urusan orng taek
    Reply
  • Nama
    Nama
    29/12/21 18:55
    ah si bgst wkwkwk
    Reply
  • Anonymous
    Anonymous
    29/12/21 07:54
    Ada serangga penggangu sepertinya, tpi ok lah buat bumbu bumbu
    Reply
  • Yukinoshita yuuno
    Yukinoshita yuuno
    29/12/21 00:15
    Lah kok ikut campur
    Reply
  • Kang rebahan
    Kang rebahan
    28/12/21 21:49
    Makin panas nih,mungkin tuh chara bisa jadi batu loncatan buat hubungan yuuta sama saki makin deket,bisa juga sebaliknya...
    Reply
  • Zexdexz
    Zexdexz
    28/12/21 11:25
    Benar boikot chara kek gini
    Reply
  • SoraDesuu
    SoraDesuu
    28/12/21 06:40
    Muncul Chara pengganggu
    Reply
  • Spight
    Spight
    28/12/21 05:29
    kesel gw pas dia nyuruh si yuuta buat kasihtau hubungan keluarga mereka
    Reply
close