Gadis itu telah memutuskan untuk memotong rambut panjangnya....
Dalam novel roman, hal seperti ini mungkin dianggap sebagai peristiwa yang mengejutkan. Tapi sebenarnya, itu bukanlah sesuatu yang perlu dikagetkan atau dikejutkan. Mungkin karena panas atau mungkin karena orang tersebut ingin mengubah suasana hati.
Mempertimbangkan semua alasan kenapa seorang gadis tiba-tiba memotong rambutnya, praktis tidak ada artinya untuk menilai ini sebagai perubahan besar dalam keadaan pikiran atau pola pikir orang tersebut. Kau bahkan mungkin menyebut kecurigaan seperti itu tidak sopan. Jadi, kau harus menerimanya sebagai hal sederhana dan membiasakan diri dengan gaya rambut baru.
Bagiku sendiri, Asamura Yuuta, itulah reaksi yang diharapkan, yaitu mengakuinya sebagai sesuatu yang normal. Tentu saja, karena kami sudah lama menjadi saudara tiri dan karena ini adalah pertama kalinya aku mengalami ini secara langsung, aku tidak bisa mengatakan ini dengan penuh percaya diri. Ini adalah salah satu saat aku ingin meminta semua saudara tiri yang lebih tua di dunia untuk bimbingan.
Tapi sebelum itu, aku tidak pernah membayangkan bahwa Ayahku, yang sudah berusia empat puluh tahunan akan membawa pulang seorang wanita cantik yang merawatnya di bar yang sering dia kunjungi. Aku juga tidak pernah mengira dia akan menikahinya. Ketika aku pertama kali mendengar tentang keputusan ini, yang pertama kali muncul di benakku bukanlah kebahagiaan dan kegembiraan, melainkan kekhawatiran dan kecemasan.
Apakah ini akan baik-baik saja? Bagaimana jika Ayahku hanya dipermainkan oleh wanita itu?
Pikiran seperti itu terus melintas di dalam kepalaku yang membuatku sulit untuk tidur. Mungkin kekhawatiranku ini di sebabkan kejadian di masa lalu. Waktu itu, aku selalu melihat Ayah dan Ibu bertengkar di malam hari. Aku tidak tahu apa yang mereka ributkan, tetapi setelah pertengkaran itu. Ibuku mulai mengabaikan Ayah, bahkan dia berselingkuh tanpa berpikir dua kali… Tepat setelah itu, Ayah dan Ibu memutuskan untuk bercerai. Bukannya merasa sedih, aku malah merasa lega.
Citraku tentang seorang wanita adalah Ibuku sendiri. Dia bertindak sangat penting dan selalu benar dalam tuduhan dan tindakan, memaksakan harapannya kepadaku dan Ayah, hanya untuk bertindak angkuh kecewa jika kami tidak dapat memenuhinya. Dia agak jahat, menurutku. Akibatnya, aku pada satu titik mulai meninggalkan harapan apa pun yang mungkin kumiliki tentang orang lain. Karena itu, ketika saudara tiri baruku memberi tahuku pendapatnya sendiri tentang masalah ini, aku merasa lebih lega daripada apa pun.
"Aku tidak akan mengharapan apapun darimu. Jadi, aku ingin kamu juga tidak mengharapkan apapun dariku."
Kata-kata itu terdengar seperti keinginan murni untuk hubungan manusia yang jujur dan setia. Tidak menuntut apa pun dari orang yang akan tinggal bersamanya mulai sekarang, tetapi dia juga tidak akan menahan diri lebih dari yang diperlukan. Singkatnya, kami akan menyesuaikan satu sama lain. Hubungan yang memungkinkan kami berdua untuk saling jujur adalah sesuatu yang kuterima dengan penuh syukur. Orang seperti itulah Ayase Saki..
Hal-hal harus berjalan seperti itu, sehingga kita bisa menjadi saudara tiri seperti yang diinginkan oleh Ayahku dan Akiko-san. Itulah yang benar-benar kurasakan. Namun, ada satu perbedaan yang signifikan. Aku tidak bisa diganggu untuk melawan tekanan besar yang dibawa orang-orang ketika mendekatiku. Aku malah memutuskan untuk menerimanya dan membiarkannya melewatiku seperti angin sepoi-sepoi. Ketika datang ke sebagian besar keluhan dan keberatan dari orang lain, aku tidak menentang mereka.
Namun, Ayase-san berbeda dariku. Dia tidak akan tinggal diam terhadap orang-orang di sekitarnya. Selain itu, dia adalah gadis yang cukup kuat yang akan menghancurkan siapa pun yang berani mengkategorikannya berdasarkan stereotip. Untuk menjadi orang yang bisa hidup mandiri dengan kekuatannya sendiri, dia belajar secara ekstensif untuk meningkatkan nilainya, mempertahankan nilainya di setiap ujian. Selain itu, dia sangat berhati-hati dengan penampilannya sehingga orang yang melihatnya akan memanggilnya cantik. [TN: Stereotip: adalah penilaian yang tidak seimbang terhadap suatu kelompok masyarakat]
"Bagiku, penampilanku adalah sebuah persenjataan."
Anting-anting bersinar terang di telinganya, rambut berwarna emas bersinar seperti matahari yang menyilaukan. Dia tetap bertarung. Menyaksikan pertarungannya setiap hari dari kursi barisan depan, aku akhirnya mulai merasa penasaran dengannya, sekaligus menyukainya.
Kemudian, pada akhir bulan Agustus, kira-kira tiga bulan setelah kami mulai hidup bersama, Ayase-san memotong rambutnya. Jika ini adalah film fiksi atau novel roman, mungkin memiliki arti tertentu. Namun, satu bulan setelah itu, ada perubahan lain yang terjadi.
'Aku pulang, Ayase-san.'
'Selamat datang kembali, Asamura-kun.'
—Waktu kita bisa melakukan pertukaran semacam ini menurun drastis.
* * *
Musim telah berganti menjadi musim gugur.
Saat ini, aku dalam perjalanan pulang dari tempat pekerjaan paruh waktuku. Sesampainya di apartemen, aku menaruh sepedaku di tempat parkir dan berjalan menuju apartemen kami. Perlahan aku membuka pintu da dengan suara pelan aku berjalan menyusuri lorong yang remang-remang, lalu memasuki ruang tamu.
..... Sepi banget.
Tidak ada satupun orang di sana, Ayahku pasti sudah tidur sedangkan Akiko-san, seperti biasa dia berangkat kerja.
Biasanya, Ayase-san selalu duduk di sofa di depan TV. Tapi, hari ini dia tidak ada di sini. Kemungkinan besar dia lagi belajar di kamarnya atau sudah tidur, mengingat tidak ada respon. Sebagai gantinya, aku melihat makan malam diletakkan di meja makan, terbungkus plastik.
“Oh, steak hamburger.”
Di sebelah piring, aku melihat sebuah catatan kecil yang bertuliskan "Tolong hangatkan ini di microwave'.
.... Apa Ayase-san yang membuat ini?
Nasi masih ada di penanak nasi dan sup miso di dalam panci. Aku menemukan beberapa salad di lemari es. Itu sama seperti biasanya dan karena ak sudah terbiasa dengan prosedur ini selama beberapa minggu terakhir, aku menghangatkan apa yang kuperlukan dan duduk.
“Ittadakimasu."
Aku memotong steak hamburger menjadi dua dengan sumpitku, lalu muncul keju dari dalam.
“Enak, isi keju.”
Seperti yang diharapkan dari Ayase-san, keterampilan memasaknya terus meningkat setiap hari. Biasanya, aku hanya membeli steak hamburger di toko serba ada atau di restoran keluarga. Masakan yang dibuat Ayase-san tampak seperti sesuatu yang ajaib.
Yah, walaupun aku mengatakan hal itu padanya, dia mungkin akan mengabaikannya dengan mengatakan "Ini bukan sesuatu yang istimewa."
Aku secara naluriah melirik ke arah kamar Ayase-san. Ini masih sedikit lebih awal untuk ujian tengah semester. Tapi, akhir-akhir ini sepertinya dia selalu belajar setiap kali aku pulang. Kami jarang makan bersama akhir-akhir ini. Dia masih bekerja paruh waktu di toko buku yang sama denganku, tapi karena perubahan shift, kami juga tidak sering bertemu di sana.
Entah kenapa, aku merasa dia menghindariku .....
Tidak, tidak .....
Aku menggelengkan kepalaku, menghapus pikiran itu dari kepalaku. Tidak mungkin itu benar. Setiap kali kami bertemu satu sama lain, dia memperlakukanku sama seperti biasanya dan karena kami berdua berada di sekolah yang sama, tidak ada alasan bagi kami 'saudara tiri' untuk terus bersama selama 24/7. Namun, steak hamburger yang hangat di depanku tiba-tiba terasa dingin lagi.
"'Nii-san,' ya?"
Sejak hari itu, Ayase-san tidak pernah memanggilku selain itu.
|| Previous || Next Chapter ||
6 comments