NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Eroge no Hakushaku Reijo V1 Chapter 4

 Penerjemah: Flykitty

Proffreader: Flykitty


Chapter 4 

 【Kabar Darurat】Tingkat Kesukaannya Padaku Tidak Turun!


"Nord-sama, kita sudah tiba."


"Ah."


Masuk melalui gerbang sekolah khusus bangsawan peringkat tertinggi dengan kereta kuda, aku turun setelah dibantu oleh pelayan, lalu berjalan di lorong tempat belajarku yang baru.


"Nord-sama, saya mohon maaf. Untuk mencegah penerimaan melalui jalur belakang, akademi ini tidak mengizinkan peserta ujian memakai topeng."


Haa…….aku hanya bisa menghela napas.


Saat aku hendak masuk sambil tetap memakai topeng besi agar Elise tidak tahu siapa aku, seorang perempuan berambut hijau bergelombang menghentikanku.


"Lilian, ya? Sudah lama tidak bertemu."


Yang menghentikanku adalah Lilian, kepala Akademi Pahlawan, yang kini mencengkeram bahuku dari belakang.


"Toh kau tahu ini aku. Kalau begitu biarkan aku ikut ujian di ruangan lain."


"Itu juga tidak bisa kami izinkan. Akademi kami menjunjung tinggi keadilan dan keterbukaan."


Lilian, mantan pahlawan wanita berusia sekitar akhir 20-an, mengatakannya dengan wajah tenang. Padahal saat masih aktif, dia terlalu hobi berburu pria, jadi sekarang dia ‘diparkirkan’ di posisi kaku seperti kepala Akademi Pahlawan.


"Kukira kalian lebih longgar, ternyata malah terlalu ketat…"


"Kau bilang apa barusan?"


"Bukan apa-apa."


Yasudah. Meski identitas terbongkar, untuk itulah aku menyiapkan asuransi bernama Graham. Dalam perkiraanku, Elise dan Cain pasti sedang mesra-mesranya sekarang!


Dalam cerita, Lilian itu keras pada orang lain dan lembek pada diri sendiri…


Saat aku memikirkan itu, aku menegur Lilian yang tidak fleksibel ini.


"Oh ya, satu hal ingin aku bilang. Lilian, dibanding dulu kau lebih suka mengomel ya."


"A-apaaa!?"


Atas komentarku itu, Lilian terdiam sesaat, lalu mengernyit sambil membalas.


"S-siapa yang kau bilang jadi nenek cerewet!?"


"Aku cuma bilang kau makin banyak mengomel. Jangan-jangan… kau sadar sendiri soal itu?"


"Kalau saja kau bukan putra Duke Vilance, sudah kucabut kau dari akademi!"


"Silakan saja kalau bisa!"


"Eh!?"


Lilian terkejut mendengar kata-kata yang tidak dia sangka, dan aku membuatnya makin kaget.


Nah. Aku melepaskan segel pada topeng besi itu dan mencabutnya, lalu melemparkannya ke Lilian seolah melempar bola.


"Be… berattttt!!!"


"Itu adalah alat warisan keluarga Vilance. Perlakukan dengan hormat, Kepala Akademi Lilian. Kau sendiri yang menyuruhku melepasnya, kuhuhu."


"I-iingat itu baik-baik ya, Nord!"


Dengan posisi seperti hendak melakukan sumo, Lilian memeluk topeng besi itu sambil bersusah payah menahannya. 


Setelah berpisah dengannya—yang juga sempat menjadi pembimbingku untuk waktu singkat—aku mencari Elise dan yang lain.


Ada!


Sambil memakai penghilang kehadiran, aku bersembunyi di balik dinding dekat gerbang mid-bangsawan. Kereta keluarga Count Madadaria tiba.


…tapi ada yang aneh.


Cain duduk di bangku luar bersama kusir. Dalam game, Elise dan Cain seharusnya berada di dalam, lalu turun sambil bermesraan layaknya pasangan bodoh…


"Elise-sama, kita sudah tiba."


Hah? Apa-apaan ini!? Cain turun dan membuka pintu kereta untuk mengawal Elise, namun—


"Maaf, aku tidak membutuhkan tanganmu."


Elise turun tanpa menerima uluran tangan Cain. Sikap mereka seperti pasangan yang sudah lama pacaran lalu memasuki masa jenuh.


T-tapi jangan cepat berasumsi. Bisa saja mereka baru saja bertengkar.


Saat aku mengamati dengan curiga, Elise yang sedang menginjakkan kaki di tangga kereta menatapku.


Aku yakin tidak apa-apa karena aku sedang menutupi kehadiran… tapi tepat pada saat itu—


Elise berlari ke arahku dengan antusias sampai Cain tertegun, lalu memelukku kuat.


"H-hah!"


"Karena kau ada di sini… berarti kau memang Cain-sama yang asli! Aku kira tak akan bisa bertemu lagi."


"Aku bukan Cain!"


"Tidak, kau adalah Cain-sama. Hatiku mengatakan begitu. Nada bicaramu yang sengaja dibuat nakal… lalu keanggunan dan kekuatanmu yang tak bisa disembunyikan… aah… Cain-sama yang asli…"


"Sudah kubilang. Aku bukan Cain! Aku Nord Vilance."


Cain yang asli melihat interaksi kami, matanya terbalik putih, dan tinggal sedikit lagi rohnya keluar dari tubuh. Elise tidak mempedulikannya sedikit pun dan terus mendekatiku.


"Kalau begitu… Nord-sama memang benar orang yang menyelamatkanku waktu itu. Saat kau datang ke rumahku dengan topeng besi, itu karena kau tidak ingin tampak seperti sedang menagih balas budi. Aku mengerti sekali perasaan lembut dan muliamu itu."


Aku sama sekali tidak maksud begitu!! Aku hanya tidak mau kau mengenaliku, dasar!


Saat aku hendak menyanggah, Elise menatap Cain tajam, membuat Cain tersentak ketakutan. Tatapannya seolah berkata, "Kau bukan tandingannya, cih."


Menurutku pria berbaju biru pun tidak jauh beda, Elise. Kalau aku boleh memilih, paling tidak jadikan aku model mass-produce tapi punya hovercraft yang tebal.


Saat aku memikirkan hal nggak penting, Elise memelukku lebih kuat sambil mengutarakan perasaannya.


"Sempat ada saat aku hampir putus asa karena tak bisa bertemu lagi… tapi tatapan lembut itu tak bisa kulupakan."


Tatapan lembut?


Ah, itu hanya karena aku tersenyum kecut menahan capek menghadapi kelekatanmu, Elise…


Betapa beda suhu perasaannya.


Elise menyatukan kedua tangan seperti sedang menemui idolanya keluar dari panggung belakang.


"Sebagai teman sekelas Nord-sama selama tiga tahun… betapa bahagianya aku."


"Bahagia? Kau salah, Elise! Dengarkan ini baik-baik. Kalau kau mendekat padaku, baik kau maupun aku akan celaka. Jangan mendekat lagi! Lagipula ujian belum selesai."


Sial, Elise tidak tahu situasinya dan terus maju tanpa ditahan.


"Nord-sama pasti lulus peringkat satu! Aku percaya itu."


"Mempercayai orang yang tidak kau kenal akan membuatmu celaka. Misalnya kehormatan kewanitaanmu dirampas olehnya!"


Aku mendorong Elise menjauh lalu mengatakan itu, tapi dia hanya menatapku dengan mata bulat.


"Nord-sama akan merampas kehormatanku?"


"Ya! Terus terang saja, kebiasaan burukku terhadap wanita itu parah. Kau juga bisa jadi korban."


Sambil mengangkat dagunya, aku menatap Elise seolah menilai-nilai dirinya, mengamatinya sampai dia takut.


Lalu—


"Jadi Nord-sama… melihatku seperti itu. Uuh… sedihnya…"


Elise berdiri terpaku, air mata menggenang di matanya hingga akhirnya menangis. Melihat itu, aku pikir tingkat kesukaannya yang tidak masuk akal padaku akhirnya hilang sepenuhnya, dan aku hendak pergi.


Namun…


Kyunn♡


"Aku dianggap apa sampai cintaku akan goyah hanya karena hal sepele seperti itu…"


"Hah?"


Saat aku merasa seperti mendengar efek suara aneh dari belakang dan menoleh, Elise terlihat memegangi kedua pipinya sambil menggeliat dengan penuh rasa malu.


"Daguku… disentuh oleh Nord-sama… rasanya aku tidak bisa mandi lagi. Dan tatapan menggoda seperti itu… tubuhku jadi panas… a-apa yang harus kulakukan…"


Mata Elise—yang digosipkan sebagai kandidat utama untuk menjadi seorang saint—berbentuk hati seperti heroine di eroge yang sedang sange, dan dari sudut bibirnya yang cantik berwarna sakura, air liur mulai menetes.


Ini benar-benar jadi betina birahi…


Saat Elise larut dalam fantasinya dan aku hendak kabur, beberapa kereta datang dan menghalangi jalanku.


Kereta paling depan tampak jauh lebih mewah, dan dari dalamnya keluar seorang lelaki paruh baya yang berpakaian mewah. Ia memanggilku.


"Jadi Anda benar-benar Nord-sama, putra Duke Vilance!"


"Siapa kau?"


"Aku pengemis waktu itu!"


Ah, aku ingat… waktu aku menyelamatkan Elise dari penculik, aku meminjam kain lusuh dari orang ini dan membayarnya dengan sekeping koin emas.


Tapi kenapa? Kenapa dia muncul sekarang!? Jangan-jangan… ini yang disebut kekuatan koreksi?


Elise yang kembali dari dunianya sendiri melihat kami dengan bingung. Ini buruk… sangat buruk.


Sementara aku mandi keringat dingin, lelaki itu—yang sekarang berpenampilan rapi—memandangku dengan mata penuh rasa syukur dan mulai menjelaskan bagaimana ia sukses.


"Aku bernama Lensal. Berdasarkan saran Nord-sama yang terasa seperti wahyu Tuhan, aku memulai bisnis."


"Bisnis? Bisnis apa?"


"Bisnis menyewakan pakaian. Berkat koin emas yang Anda berikan, semuanya berjalan sangat lancar. Sekarang aku sampai menjadi pengurus guild dagang. Kebaikan Nord-sama… setiap melihat kain lusuh ini, tak pernah kulupakan."


Yah, memang tidak ada bisnis rental pakaian di dunia ini. Tidak aneh kalau meledak.


Tapi sialnya, Lensal—yang mengaku demikian—mengeluarkan barang bukti bahwa aku menyelamatkan Elise. Elise menunjuk kain lusuh itu sambil membuka mulut tanpa suara.


"Itu barang kotor, cepat simpan!"


Aku buru-buru menyuruh Lensal menyimpannya, tapi terlambat!


Tetes… tetes…


Saat aku sedang berdebat dengan Lensal, aku melihat Elise. Dari matanya menetes air bening seperti mutiara.


"Jadi benar… kamu adalah penyelamat asliku. Akhirnya… akhirnya… hari ini datang juga."


Seketika rasa merinding menjalar di punggungku.


【Akhirnya… akhirnya… hari ini datang juga】


Itu adalah kata-kata Nord saat Elise menghabisinya dalam game.


"Tunggu, Nord-sama. Aku ingin mengembalikan uang pokok beserta bunganya… sudah kusiapkan."


Aku mencoba menyelinap pergi sebelum makin terlibat, tetapi dipanggil Lensal. Tidak mungkin lari dari Elise juga.


Lensal memerintahkan para pelayannya membawa beberapa karung besar dari kereta.


"A-apa!?"


Berapa banyak itu!? Tumpukan karung bertambah terus seperti gunung, membuatku melongo.


"Seratus ribu keping. Mohon terimalah, Nord-sama."


"Aku tidak pernah memberimu bantuan sebanyak itu! Bawa kembali sekarang juga!"


Aku mati-matian menolak. Melipatgandakan sampai sepuluh ribu kali itu sudah tidak waras!


Kalau aku menerimanya, itu sama saja mengakui bahwa aku menyamar sebagai Cain dan menyelamatkan Elise.


"Nord-sama benar-benar orang yang rendah hati! Tidak hanya menolak hadiahnya, bahkan bantuan Lensal pun Anda tolak!"


"Bukan begitu! Aku ini pria paling hina yang gila uang dan wanita!!"


Elise malah memandangku dengan mata yang makin jatuh cinta, dan Lensal melihat kami dengan tatapan hangat.


Rasanya seperti penjahat yang ketahuan sebagai orang baik…


S-sial! Karena pertemuan kembali kami akhirnya benar-benar terjadi—bagaikan film sci-fi fantasi besar 'Your-name'—Cain meletakkan tangan di pipinya sambil menyempitkan tubuhnya seperti lukisan The Scream.


Belum selesai! Masih ada harapan! Meski seorang pahlawan pengecut, Cain punya mental yang lumayan tebal. Aku menunggu sampai dia pulih.


"Elise-sama, dengarkan! Aku dijebak oleh Nord di sana!"


Seperti yang kuprediksi, Cain bangkit dan langsung menudingku.


"Ini karena rakyat jelata menyusahkan. Sifat iri sudah mendarah daging, selalu menyalahkan orang lain atas kemalasan sendiri. Lagipula, apa untungnya bagiku menjebak orang sepertimu?"


Aku sengaja menghina Cain agar Elise membenciku.


Kalau sesuai dugaanku… Elise akan berkata: "Nord-sama! Itu berlebihan. Aku kecewa pada sikapmu yang mendiskriminasi berdasarkan status."


Dalam eroge, Elise menampar Nord karena menghina Cain, lalu Nord dipermalukan di depan siswa lain pada hari pertama dan mulai terobsesi dengannya.


────Kukuku… hahaha… Ahahaha────!


Aku yakin sepenuhnya bahwa aku sudah dibenci dan tertawa seperti Nord.


────Kuh, kuh, kuh…


Karena terlalu banyak tertawa aku batuk dan berjongkok. Elise bukannya menamparku, malah mendekat dan mengusap punggungku.


Tidak mungkin… tapi…Kekhawatiranku tepat.


"Benar yang Nord-sama katakan! Cain! Kau selalu bohong… tidak punya rasa jujur sama sekali! Mulai sekarang minumlah air bekas mencuci kuku Nord-sama untuk belajar integritas!"


Hah!? Elise menunjuk Cain sambil mengejeknya. Pada Cain yang sudah setengah mati itu, Elise menendang seperti serangga rendahan.


Tolong hentikan itu!


Setelah menghajar Cain, Elise menatapku cemas.


"Anda tidak apa-apa kan?"


Sementara itu aku ingin bertanya: apakah nalar Elise dan kewarasannya Cain baik-baik saja?


Tolong lebih khawatir pada Cain daripada aku.


Meninggalkan Cain yang jiwanya sudah melayang seperti ikan asin, Elise mengulurkan tangan seakan ingin bergandengan. Aku pura-pura tidak melihat dan berjalan cepat.


"Tunggu! Nord-samaaaa───!!"


Aula Besar Akademi Pahlawan


Kami para kandidat pahlawan berkumpul di aula yang lebarnya kira-kira seperti gym di dunia asalku.


Para siswa lain sibuk berbisik dengan campuran harapan dan kecemasan—ya, dunia manapun sama saja.


Hanya saja…


"Rasanya aku sangat bahagia bisa masuk akademi bersama Nord-sama."


Aku sudah beberapa kali pindah tempat duduk untuk menjauh dari Elise, tapi dia terus mengikutiku, wajahnya bahagia seperti siap mengadakan upacara pernikahan di aula ini.


"Aku bilang jangan mengikutiku, kan?"


Aku berkata begitu, tapi Elise malah fokus menatap Lilian yang berdiri di panggung, sama sekali tidak mendengar kata-kataku.


Setelah aku menghela napas, Lilian mengangkat suaranya untuk memberi salam.


"Semua orang! Aku menghormati keberanian kalian yang mencoba masuk ke Akademi Pahlawan Kerajaan Akkasen yang dibanggakan negara ini! Namun akademi kami hanya meluluskan para elit. Untuk membentuk elit, hanya telur-telur elit yang boleh masuk. Sekarang kami akan mengadakan ujian seleksi masuk. Ayo, segera keluar dari sini!"


Alasan kenapa kami dikumpulkan di aula, ya begitulah.


Saat kami tiba di bagian belakang akademi—seperti padang tandus di halaman belakang—terlihat target yang dipasang jauh seperti tempat latihan menembak.


"Kalian mungkin anak-anak bangsawan, tapi di sini akulah guru kalian! Dan kalian adalah anjingku! Status kalian sebagai bangsawan tidak berlaku di sini! Kalau ingin tetap menjadi bangsawan, cepat kabur ke rumah dan hisap susu Mamu kalian! Di sini, setiap ucapanku adalah kebenaran!"


Laki-laki yang berdiri tegap di depan kami berkata seperti sersan neraka dari sekolah militer. Namanya Doan, seorang guru yang menindas para murid baru habis-habisan, seperti penjaga neraka yang sombong dengan kekuatannya.


"Mulai sekarang aku akan menunjukkan perbedaan kekuatan antara aku dan kalian."


Nord memang suka pamer, tapi Doan juga tipe karakter yang sama-sama suka pamer…


Akhirnya pengukuran sihir dimulai.


"Letakkan tangan kalian di bola kristal itu. Dengan begitu, seluruh sihir kalian dapat terlihat! Ngomong-ngomong, aku… sembilan puluh sembilan!!"


Bisa sombong dengan angka segitu… Doan malah hebat dengan caranya sendiri.


"Kalau begitu, biar aku yang mulai!"


Glen—si karakter berambut merah panas yang merasa seperti akan mati duluan kalau masuk death game atau dungeon—menggenggam bola kristal itu.


"Wooaaaaah! Full Bursttt!!"


Namun angka sihir yang ditunjukkan alat itu… tiga puluh.


Terdengar bunyi bell yang menyedihkan seperti ching♪, dan Glen menunduk lesu.


"Kukuku, bahkan tidak punya sihir sebesar itu? Aku bisa melihat batas kemampuan siswa angkatan tahun ini. Hei, kau, rakyat jelata! Tunjukkan kekuatanmu!"


Apa!? Bosannya merendahkan anak bangsawan, Doan mengganti target ke Cain.


Ketakutan oleh tatapan Doan, Cain mendekati bola kristal sambil bergumam "Aku harus…menjaga Elise…" dengan suara kecil, lalu menyentuh bola itu.


"Apa!? Seorang rakyat jelata tidak mungkin punya sihir sebesar seratus!"


Melihat angka yang keluar, Doan dan para siswa seketika ribut. Sementara Cain memasang wajah sok polos 'Eh? Aku melakukan sesuatu?' aku menenangkan pikiran dan bersiap menyelesaikan pengukuranku.


Akhirnya! Inilah garis start menuju kehidupan lambat impianku. Yang harus kulakukan hanyalah kalah dari Cain.


Untungnya Cain duluan, jadi aku tinggal menyesuaikan sihir-ku dan… pekerjaan ini gampang dilakukan siapa pun.


Ketika aku menaruh tanganku, muncul angka sembilan puluh sembilan—nilai paling aman.


Berhasil! Jumlah itu sulit untuk ku setting, tapi rupanya berhasil. Tidak terlalu kuat, tidak terlalu lemah. Nord sudah cukup mencolok, jadi paling aman bertindak biasa saja.


Tapi tepat saat rencanaku hampir berhasil, seseorang menyela dengan sempurna.


"Bukan begitu! Kekuatan Nord-sama bukan cuma segitu!"


Elise menumpangkan tangannya ke punggung tanganku, dan karena disentuh gadis selain keluarga, konsentrasi kendali sihir-ku hancur. Angka di alat itu melonjak begitu cepat sampai tidak terlihat oleh mata.


"Dua ratus!?"


"Bukan, masih terus naik. Seribu, dua ribu, tiga ribu… sepuluh ribu… sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan…"


DOOONNN!


Akhirnya alat pengukur itu meledak…


"Berhasil! Ini kemenangan cinta!! Aku dan Nord-sama memang sepadan♡"


Elise menggenggam tanganku dengan kedua tangan, melompat kecil sambil tersenyum cerah.


Ini bukan alat ukur cinta, bodoh!!


───Jadi Nord-sama juga seperti pepatah ‘griffon berbakat menyembunyikan cakarnya’!


───Ksatria Gelap yang luar biasa!!


───Putra Duke yang kuat, luar biasa!


Para murid baru memuji dan mengagumiku, dan ketika aku melirik ke arah Cain… ia menatapku dengan wajah 'gnnn' penuh amarah.


Gara-gara Elise, seluruh rencana kehidupan lambatku hancur berantakan! Ini pasti karena alat pengukurnya rusak sejak awal!


Saat aku hendak menjelaskan pada semuanya…


"Kukuku… ini pasti karena alatnya sudah rusak sejak awal!"


Oh, akhirnya Nord bicara normal.


Baru aku merasa aman, tapi…


"Berani-beraninya memasok alat rusak seperti ini… apa seseorang punya hubungan gelap dengan guild dagang?"


Nord (mode asli) menatap Doan tajam. Doan tersentak, dan buru-buru menjelaskan pada murid dan wali murid.


"A-aku tidak terlibat dalam pengadaan alat ini! Percayalah, semua!"


"Kukuku, kau bilang percaya? Yang kupercaya cuma kekuatanku sendiri! Kekuatanku tidak bisa diukur benda kecil seperti ini! Hahaha! Semua orang, bersujudlah padaku!"


Hei, kenapa Nord malah menaikkan ekspektasi semuanya!?


───Benar juga! Itu Nord-sama!


───Nord-sama keren…♡


Kenapa semuanya bersujud!?


"Y-ya… banyak sihir tidak menjamin kuat dalam pertempuran! Berikutnya praktik!"


Doan berkata sambil banjir keringat. Pantas saja, sudah sombong, tapi kalah dari muridnya sendiri. Ya pantas kena batunya.


"Ehh… siapa sih… penyihir yang membakar dunia kuno… siapa namanya… oh, Agni! Agni…"


Panjang… sumpah panjang banget.


Kalau aku yang baca mantra sepanjang itu, rasanya seluruh daratan bakal hangus… paling tidak hafalin mantra dengan benar lah!


Doan membaca mantra sepanjang kitab suci, lalu menembakkan sihir serangan. Dari sudut pandangku, itu tidak hebat sama sekali dan aku bahkan tidak tahu apa gunanya dalam situasi nyata.


Nanti aku sarankan Lilian untuk menyingkirkan dia sebagai guru.


Setelah menunjukkan contoh terburuk, Doan memanggil peserta berikutnya.


"Cain Swope! Lakukan!"


"Y-ya!!"


Cain itu… benar-benar terlihat seperti turis gugup. Apa dia akan baik-baik saja?


"Wahai roh api, aku membutuhkan kekuatan kalian. Jika kalian mengabulkan keinginanku, aku berjanji akan mengabdi seum—"


Saat Cain hampir menyelesaikan mantra tanpa salah seperti Doan, Doan langsung mengganggu.


"Hei, Cain… itu tidak berguna dalam pertempuran nyata! Kau harus baca mantra lebih cepat! Memang rakyat jelata tidak mampu ya~?"


Ngomong begitu padahal mantra sendiri panjang!?


"A-ah, iyaaa! A-aku akan coba sekarang juga!"


Ayo Cain, buat satu serangan besar, bikin Elise jatuh cinta lagi padamu! Aku sudah menjadi pendukung Cain, menahan napas menunggu sihir-nya.


Dalam game, ini adalah momen ketika Cain menembakkan "Bola Api" yang hampir tak terkendali, mengejutkan semuanya.


Cahaya terang berkumpul di telapak tangan Cain dan akhirnya ditembakkan ke arah target!


"Bola Api!!"


Pyot…Tak disangka, sihir paling dasar yang dilepaskan Cain hanya memancarkan cahaya sesaat, seperti percobaan kimia dengan tabung reaksi berisi hidrogen.


Semuanya terdiam, dan rasa penasaran terhadap kemampuan rakyat jelata langsung berubah menjadi ejekan.


───Apa itu barusan…


───Bahkan lebih lemah dari kentut!


───Memang rakyat jelata!


───Lemah sekali!


Hinaan datang bertubi-tubi pada Cain yang gagal total… tapi dengan sifat Elise yang lembut, mestinya dia akan membela Cain!


"……"


Elise tidak melihat ke arah Cain sama sekali, dan hanya mengirimkan tatapan panas padaku……


Apa aku bodoh karena berharap?


Orang tuaku memang tidak datang, tapi di antara para orang tua overprotektif yang mengawasi anak-anak manja mereka, ada pelayanku, Graham.


Aku mendekati Graham yang berdiri di samping Cain dan menanyainya tentang apa yang terjadi.


"G-Graham. Ini sebenarnya bagaimana? Aku kan memerintahkanmu untuk melatih Cain."


"Berikutnya, Nord Vilance!"


Sebelum Graham menjawab, giliranku dipanggil. Aku mengikuti instruksi, masuk ke arena latihan, memilih dark magic yang aman, dan meski bisa tanpa mantra, aku menyesuaikan dengan level semua orang dan sengaja mulai melafalkan mantra.


Graham yang setia menjawab pertanyaanku tanpa berhenti.


"Ya, agar mudah Nord-sama perlakukan, aku hanya memperkuat stamina tubuhnya. Aku melatihnya supaya punya daya tahan seperti undead dan lebih layak Nord-sama siksa."


Apa──────!? Benar-benar… gak perlu segitunyaaaaa!!


Kaget oleh kebodohan Graham, aku salah melafalkan mantra dark magic yang sedang kuucapkan…


【Zat Kegelapan X yang Mengundang Malapetaka】


"Astaga──────!"


Syuut…!BDi udara tandus itu muncul titik hitam kecil—begitu kecil sampai nyaris tak terlihat—dan dalam sekejap segala benda di sekitarnya terkikis membentuk cekungan bulat, lalu menguap lenyap.


Aku bukan hanya menghilangkan target latihan, tapi juga menghancurkan dinding pelindung belakang dan seluruh pegunungan yang berfungsi sebagai penahan.


Padahal aku cuma mau menahan kekuatan… apa-apaan ini…


Pelan… pelan…


Aku mencoba berjalan mundur, keluar dari arena latihan yang sedang ramai menertawakan Cain, seakan tak terjadi apa pun.


"Seperti yang diharapkan dari Nord-sama! Jadi benar Nord-sama selalu menyembunyikan kekuatan! Bersama Nord-sama, aku merasa bahkan penyelamatan benua… tidak, dunia pun mungkin!"


Iya… kalau mau menyelamatkan dunia, tolong selamatkan Cain dulu!!


Saat Elise yang tidak pernah mengalihkan pandangannya dariku memujiku, semua tatapan langsung tertuju kepadaku. Padahal dia imut, tapi bagiku Elise sudah berubah dari seorang calon "saint" menjadi dewi pembawa sial.


───Seperti yang diharapkan dari putra keluarga Vilance!


───Tidak sombong meski bangsawan, tetap berusaha keras!


───Aku akan jadi pengikut Nord-sama!


───Apa!? Aku yang akan jadi lingkaran dalamnya!!


Seperti di game, karena kekuatan Nord terlalu luar biasa, para murid problematik pun mulai mengelilingiku sebagai semacam geng pengikut. Dan karena aku memang latihan berlebihan, kekuatanku sekarang beda jauh dari versi game…


"Aku sudah menahan kekuatan, tapi kalau yang seperti itu saja runtuh… sungguh rapuh. Padahal itu pegunungan yang terbentuk selama puluhan ribu, ratusan ribu tahun. Tapi benar, memang tidak berarti di hadapan usaha manusia!"


Pikiranku otomatis berubah ke "bahasa Nord", membuatku terdengar seolah-olah terus pamer pada semuanya.


Bullying itu tidak baik, pokoknya! Aku harus memastikan pengikut-pengikut itu tidak mengganggu Cain. Kalau mereka ngerjain Cain dan Cain bangkit jadi overpowered… nyawaku taruhannya.


Semua rencanaku malah jadi bumerang. Aku yang ingin jadi siswa penyendiri malah jadi pusat perhatian, dan Cain yang seharusnya kuangkat malah jadi sendirian…


Saat aku dikelilingi oleh pujian para murid, lewat seorang gadis cantik dengan rambut tergerai.


Hm?


Mirip Mari… tapi… Tidak mungkin dadanya sebesar itu. Mari baru sepuluh tahun, dan dia datar… selain itu dia bahkan belum cukup umur untuk masuk akademi…


———【Sudut Pandang Elise】


Tes seleksi masuk yang begitu mengguncang… Bahkan setelah aku pindah ke kamar yang dialokasikan untuk tiap peserta, kegembiraanku tidak kunjung mereda meski sudah berjam-jam berlalu.


Seperti yang kuduga, Nord-sama memang pahlawan yang pernah menyelamatkanku. Malam itu, setelah pertemuan kembali yang begitu mengharukan…


『Kukuku… di sini terasa enak, ya?』


『B-bukan! Disentuh di situ tidak enak sama sekali!』


『Benarkah? Lalu apa ini?』


『I-itu keringat!』


『Kalau begitu, coba jilat sendiri.』


『Haunn… ada rasa asam seperti yogurt…』


『Keringatmu begitu rasanya? Baiklah, biar aku mencicipinya langsung darimu.』


A-ah! Apa yang akan terjadi!? Jantungku berdebar kencang, wajahku panas, aku menutup mata dengan tangan dan berhenti membaca novel di atas meja.


Wah! Luar biasa…Tapi karena penasaran, aku mengintip dan membuka halaman selanjutnya perlahan… dan di sana ada ilustrasi keduanya telanjang dan berpelukan erat. Aku sampai menatapnya tanpa berkedip.


Aku sedang membaca novel roman favoritku, "Sang Duke Hitam dan Sang Saint Putih" yang kubeli lewat Lin, sambil membiarkan imajinasiku melambung.


Elysia, seorang biarawati muda yang disebut sebagai Saint Putih oleh masyarakat, meminta bantuan donasi kepada sang tuan tanah—Duke Hitam, Lurdo—demi para anak yatim di panti asuhan milik gereja miskin tempatnya tinggal. Lalu Lurdo mempermainkannya…


Dan aku tak bisa berhenti membayangkan diriku yang diperlakukan begitu oleh Nord-sama…


Aku menarik napas panjang lalu melanjutkan membaca.


Haa… haa…


S-sungguh tak senonoh…Ah, tidak! Itu… keluar masuk di tempat seperti itu… tak bisa dipercaya!


Luar biasa…


Elysia yang polos bisa sekacau itu…


Hanya membayangkan Nord-sama memperlakukanku seperti itu saja membuat seluruh tubuhku panas, dan napasku jadi tidak teratur…


『Mohon hukum aku yang sudah jadi mesum begini…』


『Kukuku… sepertinya kau butuh pelatihan dariku, wanita bejat.』


『Lurdo-samaaa────!! Jangan rangsang titik terdalam itu, tidak bolehhhh……』


Hawawawa… Elysia bahkan mengunci kaki di pinggang Lurdo, padahal dia membencinya…


Gasp! Aku terlalu kaget melihat adegan bercinta itu sampai meja terguncang, dan tumpukan buku di atasnya runtuh berjatuhan.


A-aduh… bagaimana ini…


Semakin aku memikirkan Nord-sama, semakin koleksi novel romantisku bertambah…


———【Sudut Pandang Nord】


Sial! Bukannya menurun, tingkat ketertarikan Elise padaku malah makin naik, sementara Cain makin terlihat seperti sampah…


Apa yang harus kulakukan sekarang…


Oh ya! Aku hanya perlu membawa para pengikut itu tepat di depan mata Cain, lalu menggoda Elise. Elise itu calon teratas kandidat Saintess Gereja Elon. 


Kalau aku menyeretnya secara paksa ke ranjang setelah menggoda, di kondisi awal dia seharusnya sangat bersih dan anti-hal-hal mesum. Jadi dia pasti akan menatapku dengan muka jijik seperti saat dia membunuh Nord di game sebelumnya.


Kalau begitu, rasa suka Elise padaku akan turun secepat saham perusahaan asuransi yang bermitra dengan tempat kerjaku yang super toxic di kehidupan sebelumnya. Langsung anjlok sampai batas bawah.


Aku ditampar Elise sambil dia berkata, "Kau itu yang terburuk!" Lalu dia kabur ke kamar sambil menangis. 


Kemudian Cain menghiburnya dengan lembut… dan hubungan mereka pun langsung maju pesat. Hari itu juga mereka bisa langsung masuk ke fase "festival piston tanam benih".


Keesokan harinya, aku membawa pasukan Nord yang sudah sepenuhnya terpesona padaku, dan kami menuju Elise yang sedang berjalan di lorong. Para anak orang kaya super gaul—tipe yang bahkan di kehidupan lalu aku tidak mau disapa—mengelilingi Elise, dan aku pun menyapanya.


"Elise, putri dari Count Madadaria, benar kan?"


"Ya, benar. Ada keperluan apa, Nord-sama?"


"Namaku Nord! Putra pertama keluarga Vilance!!"


Para pengikut Nord mulai melakukan sandiwara seperti, "Luar biasa, Nord! Itulah yang membuat kami terpesona!" tapi Elise tetap sangat tenang.


"Ya, saya tahu."


"Baiklah. Elise, kau itu cantik… maka dari itu, ikut denganku!"


Gombalan seaneh ini sudah pasti ditolak, dan pasti meninggalkan kesan buruk.


Aku melirik Cain yang selalu mengawasinya dari balik dinding. 


Cain! Jangan bengong doang, cepat hentikan aku, lindungi Elise dan rebut dia kembali!


"Tunggu! Elise sedang bingung!"


Akhirnya, doaku dikabulkan. Dengan suara gemetar, Cain menahanku.


"Kirain siapa, ternyata Cain. Apa kau menganggap dirimu tunangan Elise?"


"A-aku bukan tunangan Elise…"


"Lalu pacarnya?"


"Juga bukan…"


"Kalau begitu, teman dekat?"


"Ya… tidak juga…"


Semakin lama nada suaranya makin turun.


Hei!! Terlalu lemah itu, dasar──!!


Walaupun bohong, di situ kau harus bilang "dia kekasihku" dan melindunginya!


Saat aku melirik Elise, dia menatap Cain dengan muka masam seperti habis makan wasabi.


"Iya… Nord-sama, ayo pergi! Merupakan kehormatan besar mendapat ajakan dari Anda."


Apa? Tidak, tidak, tidak—kenapa gombalan super kacau ini malah berhasil!?


Cain, kau suka Elise kan? Bagaimana kalau orang yang kau suka dibawa pergi begitu saja!? Aku tidak mau kau benci aku, jadi tolong berusaha sedikit, dong!


"Elise, aku tanya satu hal. Laki-laki di sana itu apa bagimu?"


"Hanya pelayan."


Apa? Padahal Elise barusan mengatakan itu sangat jelas, tapi manusia memang suka tidak mendengar hal yang tidak mau didengar.


"Kau, rakyat biasa! Jelaskan apa hubunganmu dengan Elise!"


"A-aku dan Elise… Elise itu…"


"Nord-sama! Ayo pergi, tinggalkan saja Cain."


Hah? Eh? Ta, t-tunggu dulu!!


Berhasil dibawa pulang──!! (menangis). Tidak kusangka godaan pertamaku dalam hidup tidak akan membuatku bahagia sama sekali.


"Tunggu dulu! Tidak, tunggu dulu!"


Saat Elise hendak merangkul lenganku, terdengar suara rendah yang familiar.


Ketika aku menoleh, seorang gadis berambut pirang dengan drill-roll, benar-benar seperti putri bangsawan sejati, berdiri dengan wajah kesal.


Tinggi badannya mirip Elise, dadanya yang besar memantul-mantul, dan pakaian seragam crop-top Akademi Pahlawan sangat cocok dengannya. Aku pun bertanya.


"Eh!? Mari?"


"Bukan, desu!"


"Enggak, itu jelas Mari."


"Aku Marielle Milay!"


Alasan yang dia buat dengan sekuat tenaga itu malah jadi sangat lucu.


"Begitu ya, sayang sekali. Kalau kau Mari, aku akan mengajakmu ke kamarku, mengusap kepalamu, dan memanjakanmu banyak-banyak."


"Aku Mari!!"


Cepat sekali!


Mari langsung membuang nama palsu itu dan mengaku.


Ya, itu memang pesona Mari—sangat gampang dibujuk.


"Tapi, Mari. Kenapa penampilanmu jadi begini?"


"Karena aku kangen Onii-sama, tidak ingin jauh darimu, jadi aku mempelajari Dark Magic: Transform!"


Memang pantas jadi adik Nord!


Di game, dia dijuluki tidak berguna dan diposisikan sebagai villainess yang suka mengganggu Elise, tapi dia memang punya bakat terpendam.


── Kamar Nord.


"Onii-sama, aku mau perutku di-usap."


"Perut diusap!? A-aku rasa hal seperti itu… tidak baik dilakukan antara kakak dan adik… secara erotis…"


"Hah?"


Karena situasinya mulai membingungkan, aku membawa mereka ke kamarku, tapi Elise sepertinya salah paham dan langsung memerah sambil terkejut.


"Suyaa~♪ Suyaa~♪"


Memang penampilannya sudah berubah menjadi seorang wanita dewasa yang sangat erotis, tapi dalamnya masih saja seperti anak kecil.


Saat aku menepuk-nepuk perutnya, Mari tertidur sambil mengeluarkan napas kecil yang lucu.


Namun, mengancam Lilian lalu bilang mau masuk sekolah lewat loncat kelas—di situ dia menunjukkan sedikit sisi sebagai adik Nord sekaligus calon villainess. Meski begitu, adik yang manis itu bilang ingin selalu ada di sisiku, dan ketika aku baru saja menidurkannya, Elise bersandar padaku.


"Aah… aku juga mendadak mengantuk!"


"Owah!?"


Pada saat bersamaan, kami berdua jatuh ke lantai karpet empuk itu.


"Nord-sama! Aku… aku ingin kau menepuk-nepuk bagian dalam perutku!"


Bagian dalam perut? Aku tidak begitu paham, tapi dalam posisi menempel begini jelas tidak memungkinkan.


"Kalau kau tidak melepaskan kakimu, aku tidak bisa menepuk perutmu…"


"Aku tidak mau melepaskannya."


Aku pun terjebak dalam pelukan hangat Elise, dan sampai Mari terbangun, aku tetap seperti itu…


────【Sudut Pandang Mari】


Aah, tetap yang terbaik adalah menerobos masuk ke sisi Onii-sama dan berada dekat dengannya. Untuk langkah pertama menyebarkan kehebatan Onii-sama, aku mengetuk pintu ruang kepala akademi.


"Ketua Akademi, ini Mari! Boleh masuk?"


"…Silakan masuk."


Saat masuk, Lilian ada di dalam, memperlihatkan wajah masam seolah kedatangan tamu tak diundang.


"Kau tidak suka ya?"


"Kalau tiap kali kau datang selalu membawa masalah, siapa pun bakal tidak suka…"


"Ini baru kedua kalinya, lho."


"Berarti kau memang datang untuk bikin masalah lagi kan!?"


"Lilian. Kekuatan Onii-sama sudah jauh di atas para pengajar akademi ini. Tapi mereka masih ingin mengajari Onii-sama. Di Akademi Pahlawan yang menjunjung tinggi kemampuan, bukankah aneh kalau hanya para guru yang tetap ketinggalan zaman?"


"Marianne-sama… sebenarnya apa yang ingin Anda sampaikan?"


"Kau tidak mengerti? Kalau begitu izinkan aku menyampaikan keinginanku. Jadikan Onii-sama profesor di Akademi Pahlawan. Bila itu tidak bisa…"


"Pada akhirnya kau akan bilang ingin menyebarkan aibku ke seluruh dunia, kan…"


"Kalau sudah tahu, pembicaraan akan jadi cepat. Selain itu, ada kejanggalan dalam laporan keuangan akademi. Biaya hubungan luar kepala akademi belakangan ini sangat tinggi ya. Kudengar akhir-akhir ini kata ‘concept cafe’ dan ‘oshi’ sedang populer…"


"Marianne-sama, dengan senang hati aku akan menerima Nord sebagai profesor akademi ini."


"Terima kasih, Lilian. Aku sangat menyukaimu, fufu."


"Menakutkan… dia benar-benar sepuluh tahun? Dalam hal siasat mungkin dia lebih hebat dari Nord…"


"Ada yang kau bilang?"


"Tidak, tidak ada apa-apa."


Karena semuanya berjalan lancar, aku pergi ke belakang kursi kepala akademi, membuka kedua tangan ke arah jendela dan menyatakan:


"Benar! Kita akan menyebarkan nama Onii-sama jauh lebih luas lagi, dan memberi tahu dunia bahwa Nord Vilance adalah pria yang paling luar biasa!!"


Aah, Onii-sama adalah sosok yang begitu hebat. Bisa mendukungnya dari balik bayangan saja sudah membuatku bahagia.


"Ini mimpi buruk…"


Lilian menelungkup di meja sambil memegang kepala dengan kedua tangan…


────【Sudut Pandang Nord】


Beberapa minggu kemudian.


"Doan! Mantramu lambat! Berapa kali harus kukatakan, dasar lamban!"


"Hahiiiii!!"


Kami sedang menjalani kelas simulasi pertempuran salju—tanpa perlindungan—melemparkan sihir pada lawan tanpa sampai membunuhnya. Doan berdiri diam sambil membaca mantra, tapi kalau dia berhenti di tengah medan perang, pasti mati.


Sebagai peringatan, aku berlari dari belakang lalu menembakkan Gelombang Kegelapan ke telinganya, membuatnya kaget dan menghentikan mantranya.


Beberapa waktu lalu, Lilian—gemetar—pernah mengatakan padaku. Katanya, seorang bangsawan sangat terhormat merekomendasikan aku untuk jadi profesor. Dan bila aku menolak, seluruh pihak terkait Akademi Pahlawan akan tertimpa kemalangan.


Hasilnya, aku jadi menggantikan Doan dan terjebak jadi profesor kelas dasar…


"Selamat tinggal, kehidupan lambat-ku…"


Mimpiku semakin menjauh…


"Nord-sensei, kau ngomong apa?"


"Entahlah?"


"Kalian! Jangan malas! Sekarang kita lanjut ke latihan tempur berikutnya!"


Aku berpura-pura jadi bos brengsek dari kehidupan kantorku di kehidupan sebelumnya. Dengan harapan diturunkan dari posisi profesor seperti Doan, aku melakukan kelas penuh power harassment dan moral harassment.


"Dengar ya, kalian! Mulai sekarang, coba bertahan satu menit dari gelombang serangan sihir kegelapan yang akan kulepaskan! Yah, kalau tidak bertahan sih kalian mati, hahaha!"


"Nord!! Menyerang duluan sebelum bilang itu curang, oooiiii───!!"


Cain protes ketika aku menembakkan Busur Hitam ke arah kelas tanpa peringatan.


"Berisik! Medan perang itu penuh ketidakadilan!"


Sama seperti tempat kerjaku yang hitam itu…


Dari tiga puluh murid, sebagian besar tumbang, yang tersisa hanya Cain, Glen, dan Harry.


"Fuhahaha!! Kelicikan para iblis tidak cuma begini! Selalu waspada! Bahkan teman di sebelahmu mungkin sudah terpengaruh kegelapan!"


"Nord bukan pahlawan… dia raja iblis…"


Itu bukan lelucon. Kalau aku jadi raja iblis, aku pasti mati…


──── Hari Review Profesor


Ciri khas Akademi Pahlawan adalah murid boleh memberi review pada setiap profesor.


Review-nya beragam: kelas membosankan, parahnya pelecehan, bau mulut, atau tidak paham apa yang dibicarakan.

Dalam cerita, Doan menyuap murid: menaikkan nilai sebagai gantinya mereka menulis review bagus untuknya.


Hehehe… tapi aku tidak melakukan hal seperti itu. Dengan ini aku bisa lepas dari posisi profesor yang kaku.


Aku pasti dapat nilai buruk dan dipecat… mungkin bahkan dikeluarkan sebagai murid juga!


Baiklah…


Aku membaca review yang diberikan, di ruang profesor.


───────────────────────

Kelas Nord-sensei tidak bisa ditiru oleh guru lain. Guru yang lemah tidak akan pernah bisa mengajarkan pola pikir ‘ini adalah pertempuran sungguhan’.

───────────────────────


Hah?


Tidak, tidak, pasti salah! Lanjut! Berikutnya!!


───────────────────────

Beliau keras tapi ada sisi lembut. Saat kami tumbang, beliau menyembuhkan kami dengan Dark Heal dan berkata "Berdirilah, dasar lemah!" untuk menyemangati.

───────────────────────


Kau ini M ya? Itu bukan penyembuhan, tahu! Itu cuma meminjamkan vitalitas kalian!


───────────────────────

Sensei tampak angkuh tapi sebenarnya rendah hati. Tidak pernah terlambat, selalu datang lebih awal ke lapangan latihan dan menyiapkan semuanya.

───────────────────────


Itu karena aku memasang jebakan untuk kalian!


Ugh, apa semua orang ini tipe M?


Oh! Ini pasti komentar anti terhadapku!


───────────────────────

Nord-sensei sangat berpengetahuan tapi tidak pernah menjawab pertanyaan. Berapa kali aku bertanya, beliau selalu membentakku "Bodoh! Hal seperti itu kau cari sendiri!" Aku jadi sedih.


Tapi setelah kupikirkan lagi, aku memang sering sendirian. Mungkin beliau ingin aku belajar mandiri. Selama ini aku hanya menerima dari orang tuaku. Nord-sensei mengajariku pentingnya berpikir sendiri. Beliau adalah guru terbaikku.

───────────────────────



Hei, berhenti deh menjatuhkan dulu baru memuji!


Hah… yang terakhir ini ya.


───────────────────────

Nord!! Aku tidak akan jadi muridmu! Kelas itu tidak akan kuakui! Kau itu ■■■■■■!


■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■!


【Karena terlalu banyak ungkapan penghinaan dan penyangkalan martabat terhadap profesor, isi telah disunting dan review tidak disahkan berdasarkan wewenang kepala akademi】

───────────────────────


Dari mana pun dilihat, itu memang Cain. Lilian sampai menutupi namanya dengan warna hitam—itu cuma bisa bikin aku tertawa.


Tapi… aku jadi tidak bisa turun dari posisi profesor, kan…

Lilian itu pasti bersenang-senang menyuruh aku jadi profesor!


Saat aku memikirkan betapa semua review tinggi itu malah bikin aku pusing, Elise masuk ke ruangan. Dia memang tamu tak diundang, tapi karena dia tetap murid—meski beda jurusan—tidak bisa kutolak, dan itu menyedihkan.


"Ahh… hari ini Nord-sama terlihat jauh lebih keren. Menghadapi begitu banyak orang tanpa mundur selangkah pun, sungguh luar biasa!"


"……"


Kenapa, ya… di mata gadis ini semua itu terlihat seperti begitu?


Padahal aku cuma meniru pertempuran kota dan pengepungan—menyeret semua orang ke jalan buntu lalu menghabisi mereka pelan-pelan…


Saat aku berbicara dengan Elise, ada seseorang yang masuk ke ruang profesor tanpa mengetuk—dan bahkan tetap memakai sepatu. 


Ya, mungkin memang boleh sih…


Seorang pria dengan rambut seperti baru muncul dari laut dengan rumput laut menempel di kepala menatapku dan berkata:


"Kau yang bernama Nord, huh! Hmph, ternyata masih terlihat sangat kekanak-kanakan."


"Siapa kau? Aku sedang sibuk membuat Elise sadar. Kalau ada urusan, lakukan nanti."


"Ka… kauuu!! Tahu tidak kau sedang bicara dengan siapa! Yang ada di hadapanmu ini adalah────"


"Tidak tahu. Kau menyebalkan, jadi jangan bicara."


"Nggh!? Uu—, uu—, uu—"


Bocah berkepala botak yang jadi kaki tangan si rumput laut itu berisik, jadi aku menutup mulutnya dengan sihir.


Tapi…Siapa ini? Ada orang seperti ini ya?


"Dasar bocah bau susu baru masuk akademi… jangan besar kepala. Aku—yang sempurna dalam semua hal—akan memberimu pembinaan langsung."


Oh, benar! Aku ingat nada bicaranya yang menjengkelkan.

Dia salah satu anggota faksi bangsawan "Gesselshaft" yang berpusat pada keluarga Duke Vilance.


Senpai tahun menengah, kecil dan suka menindas murid tingkat dasar, tapi menjilat Wald.


Aku sibuk… dan masih ada kelas berikutnya… menyebalkan.


"Oy, Hans si tidak berguna yang penuh semangat! Aku sibuk. Ringkas saja urusanmu dalam satu kalimat."


Eh, aku mengucapkan hal yang kupikirkan begitu saja? Ini gawat!


"Apa katamu!! Berani-beraninya bicara begitu pada Hans, putra Marquis Boundarin! Akan kubuat kau menyesal!"


Hans melempar sarung tangan putih ke kakiku.


"Ambil."


"Hah? Kenapa aku—seorang profesor—harus memungut sarung tangan kotor dari kau? Bukannya kalau ingin bertarung, kau harus bilang, 'Tolong, Nord-sensei', sambil bersujud?"


"Ka—kauuu!! Berani bicara begitu kepada senior…—"


"Memang ada pepatah yang bilang, makin keras gonggongannya, makin lemah orangnya. Tapi tidak kusangka kau bahkan tidak bisa menahan sihir kelas rendah begini. Pulang sana, ulangi latihanmu dari nol."


【Lepas】


"Menutup mulutku itu melanggar kebebas— uu! uu!"


【Lepas】


"Kauuu── aku tidak akan— uu! uu!"


Setiap kali Hans mau bicara, aku tutup saja mulutnya. Tapi mulai bosan, jadi kubiarkan dia bicara.


【Lepas】


Meski begitu, lemah sekali ketahanannya terhadap penyegelan… padahal dia senior.


"…Jadi maksudmu tidak bisa diterima begitu saja, ya? Kalau begitu, kalau aku kalah darimu, aku akan keluar dari akademi. Sebaliknya, kalau kau kalah, kau tinggalkan Akademi Pahlawan yang bersejarah ini dengan kepala tegak!"


"Apa?"


YES!! Kalau aku kalah dari Hans, aku bisa keluar dari Akademi Pahlawan!!


Tapi Hans tampaknya salah paham pada ekspresiku…


"Hahaha! Meski kau diangkat sebagai profesor pengganti, kau cuma anak bau kencur. Kau pasti takut kalah dariku!"


Tidak ada satu milimeter pun kemungkinan aku kalah, Hans-senpai.


Dan kau terus memanggilku 'bocah bau kencur' padahal kalau dihitung dengan hidupku sebelumnya, umurku tiga kali umurmu.


Agar tingkat ketertarikan Elise padaku turun, kalau aku bertingkah sombong lalu kalah telak, dia pasti kecewa dan tidak akan datang menemuiku lagi.


"Baiklah. Aku terima duel denganmu sebagai hiburan kecil. Bersyukurlah. Orang sepertiku mau menerima tantangan dari sepertimu! Hahaha!!"


"Kuh… Hans ini… baru pertama kali aku menerima penghinaan seperti ini…"


Eh? Tipe anak yang bilang "bahkan orang tua pun tak pernah memukulku"? Padahal ejekanku cuma seperseratus dari apa yang kulalui saat diperas bos brengsek di kehidupanku yang lalu. Tapi Hans langsung jatuh lutut dan terpuruk.


Uh… jadi dia anak mental-rapuh, ya?


Hans kemudian berjalan ke arah Elise—yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingku dengan santai.


"Elise! Gadis secantik, seanggun, sebersih, dan secerdas dirimu berada di bawah Nord adalah kesalahan! Saat aku membongkar kemampuan dan tipuannya, maukah kau bertunangan denganku!?"


"……"


Dia diam sejenak, lalu merapat ke dadaku sambil menunjukkan ekspresi jijik yang jelas-jelas berkata:


"Serius, jijik banget."


"Hubungan satu arah itu tidak baik, tahu!"


"Benar sekali seperti Nord-sama bilang!!"


Padahal aku ngomong itu ke Elise, bukan ke Hans…


"Uwaaaan!! Tidak mungkin tidak mungkin! Bagaimana bisa seseorang yang tampan, hebat, dan berbudi luhur sepertiku ditolak beginiiiii!!"


Yah… paling tidak dia punya rumput laut, sih.


Karena ditolak bulat-bulat oleh Elise, Hans akhirnya menangis keras di ruang profesor.


Hmm… jadi dia tipe "aku tidak pernah gagal sebelumnya!".


"Menangislah! Teriaklah! Dan pujilah aku! Hans, besok kau akan jadi pijakanku! Hahaha!"


"Nord-sama sungguh dapat diandalkan. Beliau benar-benar akan memberi hukuman pada orang yang mendekatiku itu."


Bukan begitu maksudku, Elise…


──── Hari duel.


"Nord! Kau hanya memakai sihir elemen kegelapan! Tidak malukah kau sebagai kandidat pahlawan!?"


Hmm… memang aku tidak pernah berniat jadi pahlawan. Wald memaksaku masuk, itu saja. Lagipula tiap orang punya gaya bertarung masing-masing. Tidak ada hak baginya mengatur itu.


"Kau mau bilang apa sih. Jangan bertele-tele. Cepat katakan intinya. Aku sibuk."


Padahal ini cuma buat buang waktu…


"Kalau kau kandidat pahlawan, bertarunglah denganku memakai pedang!"


"Itu maksudmu, kan?"


"A—! Kenapa kau tahu…"


Saat aku mengulang perkataan yang ingin Hans ucapkan persis kata per kata, dia gemetar hebat sambil membuka-tutup mulut seperti ikan.


"K—kau!! Kau membaca isi hatiku!? Betapa liciknya…"


"Nord-sama, tolong baca isi hatiku juga…"


Elise yang datang untuk menonton memanggilku, tapi… hmm, kalau dia bicara itu malah makin menyulitkan keadaan.

Jadi Elise… diam dulu ya.


Aku hanya mengucapkan kalimat yang Hans lontarkan pada saat duel melawan Cain di dalam game.


Hans mencabut pedangnya dan mengangkatnya tinggi ke langit, ujung pedangnya berkilau menyilaukan.


"Cepat kau juga keluarkan pedangmu!"


Ah… kalau aku mengeluarkannya, duel ini bakal selesai dalam sekejap. Kalau aku menariknya seperti gerakan iai, pedangnya bisa terpotong sekaligus…


"Kalau kau tidak mau mengeluarkannya, aku yang akan mulai!"


Kupikir aku harus memberikan kesempatan Hans untuk tampil, jadi aku menangkis serangannya dengan tangan kosong.


Namun dia hanya mengayunkan pedangnya membabi buta, sama sekali tidak bisa menyentuhku.


"Arahkan dengan benar. Aku ada di sini."


"Haa, haa, zee… zee… ja—jangan lari-lari begitu…… haa, haa… cepat… jadilah karat di pedangku……"


Gerakan Hans yang malah lebih berkarat daripada pedangnya…


Karena dia sendiri meminta duel dengan larangan sihir, aku sempat berharap dia akan menunjukkan jurus pamungkas atau semacamnya dan mengalahkanku dengan cara yang keren, tapi ternyata aku hanya berharap terlalu tinggi. Yang muncul hanyalah teknik pedang kacau yang menyedihkan.


"Aku tunggu tiga menit sampai kau mengatur napasmu."


"Haa… haa… haa… dasar sombong… Hans ini pasti akan menghancurkannya! Ha— haa… susah bernapas… haa haa……"


Bahkan dalam tinju saja satu ronde cuma satu menit. Sudah hampir dua menit aku menunggu, dan ini hasilnya…


Butuh satu menit terakhir sampai akhirnya Hans bisa mengatur napas. Tanpa sepatah kata terima kasih pun, dia menyerangku lagi.


"Ini akhir dari semuanya!──────!"


Ah!? Hans melangkah maju dalam upaya menusukku.


Ke tempat yang sengaja tidak kuinjak…


 DOOOOO─────NNNNNN!!


Begitu Hans menginjak tanah itu, lingkaran sihir merah bercahaya muncul dari bawah kakinya. Lalu, seperti roket yang diluncurkan, sihir itu menembakkan tubuh Hans ke langit dengan mudahnya.


"Uwaaaaaahhhh───────!!"


Begitu suara teriakan Hans menghilang, para pengikutnya mulai berbisik-bisik.


"Hei… itu sekuat itu, ya?"


"Ti-tidak, harusnya cuma cukup buat membuat orang terpental…"


"Ba-bagaimana ini…"


"Aku tidak tahu."


"Aku juga tidak tahu."


Aku mengangkat tanganku dan melihat ke atas, tapi tidak ada tanda-tanda Hans akan jatuh kembali ke tanah. Bahkan setelah lima menit berlalu, dia masih belum kembali. Sepertinya duel ini sudah diputuskan.


"Nord-sama… dia tidak kembali-kembali ya."


"Ya."


Dan entah sejak kapan, Elise sudah merapat di sebelahku—itu cukup mengejutkanku.


Sebenarnya aku sudah menduga.


Hans dan kelompoknya sudah bersusah payah sejak semalam menggali tanah dan memasang lingkaran sihir jebakan. Jadi aku menulis ulang lingkaran sihir itu menjadi versi super kuat.


Karena jelas Hans tidak mungkin mengalahkanku, aku berniat menunggu waktu yang pas lalu menginjaknya sendiri. Tapi ternyata Hans yang menginjaknya duluan.


"Kukuku… tergesa-gesa ingin menang lalu meledakkan diri sendiri…"


──── Ruang profesor Nord.


───────────────────────

Kepada Meina tercinta


Aku baik-baik saja di sini. Mari juga baik-baik saja di sini. Meina bagaimana?


Wald dan yang lainnya tidak melakukan sesuatu padamu, kan? Kalau ada sesuatu, segera beri tahu aku. Aku akan tinggalkan Akademi Pahlawan dan langsung kembali untuk menolongmu.


Beberapa hari lalu aku menerima tantangan dari orang tidak penting, tapi duel itu berakhir sebelum aku sempat serius, sungguh menyedihkan. Terlalu banyak berlatih juga ada buruknya.

───────────────────────


Apa yang harus kulakukan…


Padahal aku sudah menguasai bahasa setempat sepenuhnya, tapi entah kenapa begitu menulis surat saja bahasanya kembali jadi bahasa Nord.


Tok tok…Saat aku sedang menulis surat untuk Meina yang ada di rumah keluarga Vilance…


"Nord! Gawat, Hans sudah ditemukan!"


"Dengar ini dan jangan kaget! Katanya dia terpental sampai ke Kekaisaran Oiran, dan waktu ditemukan… dia dalam keadaan telanjang bulat!"


Harry dan Glen datang untuk melaporkannya padaku.


"Kukuku… itu kejadian langka, ya. Telanjang bulat pula."


Karena Hans berakhir mengecewakan, ini kesempatan yang tepat. Sepertinya aku akan menulis surat pengunduran diri ke Lilian…


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close